Makalah Biologi Tanah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIOLOGI TANAH



MAKROFAUNA SEBAGAI ECOSYSTEM ENGINEER



Disusun Oleh : Bimo Purba Triatmojo ( 134140164) Gideon Estrada N. (134160005 ) Melanie Birthahara (134160026)



FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2017



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Makrofauna tanah adalah semua hewan tanah yang dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan mikroskop dan berukuran lebih dari 10 mm. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Jika ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut cukup, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001). Keanekaragaman hayati tanah memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan dan fungsi suatu ekosistem. Ada tiga alasan utama untuk melindungi keanekaragaman hayati tanah, yaitu : (a) secara ekologi; dekomposisi dan pembentukan tanah merupakan proses kunci di alam yang dilakukan oleh organisme tanah dan berperan sebagai’pelayan ekologi’ bagi eksistensi suatu ekosistem, (b) secara aplikatif; berbagai jenis organisme tanah telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang misalnya pertanian, kedokteran dan sebagainya, dan (c) secara etika; semua bentuk kehidupan, termasuk biota tanah memiliki nilai keunikan yang tidak dapat digantikan (Hagvar, 1998).



B. Rumusan Masalah 1. Apa itu ecosystem engineer ? 2. Makrofauna apa sajakah yang berperan sebagai ecosystem engineer ?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Apa itu ecosystem engineer. 2. Untuk mengetahui makrofauna yang berperan sebagai ecosystem engineer.



BAB II PEMBAHASAN



A.



Ecosystem engineer Ecosystem engineer adalah organisme yang menciptakan, memodifikasi secara signifikan, memelihara atau menghancurkan habitat. Organisme ini dapat memiliki dampak besar pada kekayaan spesies dan heterogenitas tingkat lanskap di suatu daerah. Akibatnya, ecosystem enginerin penting untuk menjaga kesehatan dan stabilitas lingkungan tempat mereka tinggal. Karena semua organisme mempengaruhi lingkungan tempat tinggal mereka, dengan cara apa pun, telah diusulkan bahwa istilah "ecosystem engineer" digunakan hanya untuk spesies batu kunci yang perilakunya sangat mempengaruhi organisme lainnya.



B.



Makrofauna yang berperan sebagai ecosystem engineer. Cacing Tanah Cacing tanah atau Earthworm merupakan makroorganisme tanah yang hidup dalam tanah dengan sumber makanan dari bahan organik yang ada dalam tanah. Cacing tanah membantu dalam perombakan bahan organik yang ada dalam tanah menjadi berbagai senyawa dan ion yang sebagian besar berupa hara yang lebih mudah tersedia bagi tanaman. Selain itu, senyawa



dan



ion



tersebut



juga



dapat



dimanfaatkan



oleh



berbagai organisme tanah makroorganisme tanah



lainnya, lainnya,



baik



maupun



bermanfaat



bagi



mesoorganisme



tanah



dan mikroorganisme tanah, sehingga merangsang pertumbuhan dan perkembangan aktivitas biologis dalam sistem tanah tersebut. Cacing



tanah



menghasilkan



kotoran



cacing



yang



disebut



sebagai “Casting”. Casting (kotoran cacing) mengandung ion fosfat dengan kadar yang tinggi. Ion Fosfat merupakan salah satu ion esensial baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, maupun untuk pembelahan sel dan pembesaran serta perkembangan sel dari berbagai organisme tanah. Rayap Rayap merupakan golongan serangga yang penting di daerah tropika basah. Serangga yang hidup berkoloni ini memiliki keragaman jenis dan kelimpahan populasi yang tinggi. Beberapa jenis rayap dalam agroekosistem berperan sebagai hama karena memakan jaringan berkayu dari tanaman budidaya (Kalshoven, 1981), sedangkan beberapa jenis lainnya justru dapat meningkatkan produktivitas agroekosistem dan kesuburan tanah karena fungsinya



yang



nyata



sebagai



peluruh



limbah



organik



(Collins,



1983 dalam Susilo, 1998; Swift & Bignell, 2001). Aktivitas rayap dalam mempengaruhi pembentukan tanah terjadi melalui (1) perannya sebagai pencampur dan pengaduk tanah, (2) menciptakan liang-liang yang dalam, dan (3) mendekomposisi sisa-sisa organik. Diperkirakan tingkat perubahan tanah akibat aktivitas rayap berkisar dari 0,01 sampai 0,1 mm ha/tahun (Lal, 1987 dalam Ma’shum, 2003). Rayap mampu mengangkut fraksi tanah berukuran halus dari tanah bagian bawah ke permukaan tanah, fraksi halus tersebut digunakan sebagai bahan penyusun gundukan tanah. Oleh karena itu, material gundukan tanah memiliki tekstur yang halus jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Gundukan tanah dibangun oleh rayap dengan cara merekatkan satu partikel dengan partikel lain, dengan bahan sementara adalah air liur dan



atau senyawa ekskresi yang lain. Gundukan ini memiliki ruang pori mikro yang nisbi banyak jumlahnya, sehingga tingkat infiltrasi air pada gundukan tanah lebih kecil jika dibandingkan dengan pada tanah disekitarnya. Sebagai akibat dari hal tersebut, air hujan pada tempat itu akan tersimpan lebih lama pada bagian permukaan, sedangkan bagian tanah yang lebih bawah seringkali masih dalam kondisi kering. Infiltrasi air yang lamban berarti juga akan mengurangi tingkat pencucian unsur hara, dan karena itu gundukan tanah umumnya berkandungan unsur hara yang lebih tinggi dari tanah yang terdapat di dekatnya. Gundukan tanah yang dibangun oleh rayap umumnya memiliki kandungan liat yang nisbi tinggi, sehingga memiliki daya simpan air yang lebih besar dari pada tanah disekitarnya. Lal, 1987 dalam Ma’shum (2003) menunjukkan bahwa pada tegangan air yang sama gundukan tanah berkandungan air lebih besar dari pada tanah yang terdapat disekitarnya. Rayap juga membuat liang-liang tanah yang secara vertikal cukup dalam dan secara horisontal cukup panjang, sehingga pada lokasi tersebut akan terjadi sirkulasi udara yang nisbi baik. Disamping itu, liang-liang tersebut juga dapat meningkatkan kecepatan infiltrasi air. Infiltrasi air pada gundukan tanah nisbi lebih lamban jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Mengenai pengaruh aktivitas rayap terhadap sifat kimia tanah adalah sulit untuk digeneralisasikan, karena pengaruhnya berubah-ubah bergantung pada sifat-sifat tanahnya, spesies rayap, umur gundukan, macam vegetasi dan penggunaan lahan. Namun demikian umumnya rayap mengakumulasi bahan organik dalam gundukan tanah, sehingga pada tempat tersebut terkandung kation-kation basa serta hara tanaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Oleh karena itu, gundukan tanah yang dibangun oleh rayap ini banyak digunakan sebagai sumber kapur dan rabuk bagi tanaman. Besarnya peranan rayap khususnya jenis rayap pemakan tanah terhadap peningkatan kesuburan tanah di daerah tropika, menurut Lavelle et



al. (1997 dalam Eggleton et al., 2002) adalah karena sumbangannya yang berarti dalam proses persebaran, perlindungan, dan penstabilan bahan organik tanah; perbaikan mikroagregat, porositas, dan aerasi tanah; serta peningkatan proses humifikasi dan pelepasan N dan P yang tak-mobil di dalam tanah Coleoptera (kumbang) Coleoptera merupakan salah satu dari insekta yang tinggal di dalam atau di atas tanah dalam bentuk larva dan dewasa. Kebanyakan merupakan hewan kecil predator, tetapi dapat juga memakan bahan-bahan tumbuhan, jamur, alga, kayu, kotoran, bangkai dan sebagainya. Jumlah kumbang sangat besar dan habitatnya bervariasi. Beberapa spesies menghabiskan hidupnya di dalam sampah, sedangkan yang lainnya menggali tanah dengan kedalaman beberapa sentimenter serta membawa kotoran atau bentuk bahan organik lainnya ke dalam tanah tersebut (Adianto, 1993) Semut Semut terdapat hampir di semua habitat, dimulai dari tempat yang lembab sampai panas (Wallwork, 1970). Semut merupakan serangga sosial yang hidup secara berkoloni dan membentuk sarang atau gundukan tanah sebagai tempat berlindung. Biasanya jumlah koloni dari serangga sosial ini terdiri dari ratusan, ribuan sampai jutaan individu (Wallwork, 1982). Semut termasuk ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Semut sangat mudah dikenali, walaupun terdapat beberapa serangga lain yang sangat menyerupai dan meniru semut-semut. Bentuk sayap semut menyerupai tabuhan-tabuhan. Salah satu sifat-sifat struktural yang jelas dari semut adalah sungut-sungut biasanya menyiku dan ruas pertama seringkali sangat panjang. Koloni mengandung tiga kasta : ratu, jantan dan pekerja. Ratu lebih besar daripada anggota kasta lainnya, biasanya bersayap, walaupun sayap-sayap yang dijatuhkan setelah penerbangan perkawinan (Elzinga, 1987). Peran semut di alam dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap hewan dan manusia. Manfaat segi positif tidak dapat secara



langsung dinikmati oleh manusia misalnya perannya sebagai bahan pengurai, simbiosis mutualisme dengan aphid, dan sebagai predator. Semut Selonopsis sp. dapat menguraikan bahan organik dari hewan dan tumbuhan, simbiosis dengan kutu daun dan predator insekta yang lemah dengan cara bergotong rotong. Semut ini dominan sekitar pekarangan rumah dan tepi jalan. Semut Dolichoderus sp. dapat berperan sebagi predator insekta atau hewan yang kecil dan lemah dan pengurai bahan organik. Salah satu organisme tanah yang sangat berperan dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna-fauna tanah termasuk anggota famili Formicidae. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan di lapangan semut Selonopsis sp. danDolichoderus sp. menguraikan insekta atau sisa bahan organik secara bergotong royong. Pernyataan ini didukung oleh Arief (2001) dalam Rahmawati (2004) fauna tanah akan meremah-remah atau makan substansi nabati yang mati kemudian bahan tersebut dikeluarkan dalam bentuk kotoran dan kotoran ini akan menjadi pupuk.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Ecosystem engineer adalah organisme yang menciptakan, memodifikasi secara signifikan, memelihara atau menghancurkan habitat. 2. Makro fauna yang berperan sebagai ecosystem engineer antaralain : cacing tanah, rayap, semut, kumbang



DAFTAR PUSTAKA



Arief, A. , 2001. Hutan dan kehutanan. Penerbit Kanisius .Yogyakarta. Buckman, H dan Brady, N. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.



Barros, E., B. Pashanasi, R. Constantino, & P. Lavelle. 2002. Effects of land-use system on the soil macrofauna in western Brazilian Amazonia. Biol. Fertil. Soils (2002) 35: 338-347.



Eggleton, P., D.E. Bignell, S. Hauser, L. Dibog, L. Norgrove, & B. Madong. 2002. Termite diversity across an anthropogenic disturbance gradient in the humid forest zone of West Africa. Agriculture, Ecosystems, and Environment 90 (2002): 189202.



Elzinga, R.J., 1987. Fundamentals of Entomology. Third Edition. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs, New Jersey 07632. USA.



Hagvar, S. The relevance of the Rio-Convention on biodiversity to conserving the biodiversity of soil. Applied Soil Ecology 9 (1998). Ma’shum, M., Soedarsono, J., Susilowati, L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP. Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. Ditjen Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.



Ni Luh Kartini, Dr.,Ir.,M.Si. 2008. Peran Cacing Tanah. http://www.freweebs/ciget.html. Diakses pada tanggal 10 September 2017.



Parr, J.F., R.I. Papendick, S.B., S.B. Hornick, and R.E. Meyer.1992. Soil Quality: Attributes and relationship to Alternative and Sustainable Agriculture.USDANatural Conservation Service.



Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu kesuburan tanah. Kanisius. Yogyakarta.



Swift, M. & Bignell. 2001. Standard Methods for Assessment of Soil Biodiversity and Land Use Practice. ASB Lecture Note 6B. International Centre for Research in Agroforestry. Southeast Asian Regional Research Programme. Bogor.