MAKALAH Bonus Demografi, Untuk Meraih Pertumbuhan Ekonomi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS EKONOMI PEMBANGUNAN



“Memanfaatkan Bonus Demografi, Untuk Meraih Pertumbuhan Ekonomi”



Oleh :



RADA SAFITRI NIM. 18106120139773 Dosen Pembimbing : DR. Teguh Widodo, M.TP



PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SUMATERA BARAT (STIE-SB) PARIAMAN 2019



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat. Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah tentang “Memanfaatkan Bonus Demografi, Untuk Meraih Pertumbuhan Ekonomi” ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( masyarakat desa dan masyarakat kota ) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.



Pariaman, Oktober 2019



Rada Safitri



i



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ............................................................................................................................



i



KATA PENGANTAR ................................................................................................................



ii



BAB I



BAB II



PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................



1



B. Rumusan Masalah ...........................................................................................



3



C. Tujuan Penulisan ............................................................................................



3



PEMBAHASAN A. Demografi .......................................................................................................



4



B. Perlunya Pertumbuhan Penduduk dan Kelompok Optimis Kependudukan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................



5



C. Pandangan Umum tentang Penduduk dan Angkatan Kerja ...........................



6



D. Kualitas Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .............................



8



E. Rasio Ketergantungan Penduduk ...................................................................



9



F. Implikasi Transisi Demografi (Perubahan Struktur Umur Penduduk) Terhadap



BAB III



Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................................



10



G. Strategi Pemerintah dalam Menghadapi Bonus Demografi .........................



11



PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................................



12



B. Saran ...............................................................................................................



12



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk adalah orang-orang yang tinggal dan menetap dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Keberadaannya yang tersebar di seluruh negara di dunia sudah menyentuh angka 7,442 miliar jiwa pada tahun 2016 menurut World Bank menjadi salah satu bagian terpenting dari sebuah negara. Pentingnya penduduk tertulis dalam Konvensi Montevideo yang disepakati tahun 1933 tentang pembentukan negara bahwa penduduk merupakan salah satu unsur konstitutif (pokok) yang wajib dimiliki dalam suatu wilayah agar dapat berdiri sebagai negara. Dengan adanya pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tanpa keberadaan penduduk sebuah negara tidak akan utuh. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, pembahasan lebih lanjut tentang kependudukan pun menjadi hal yang penting untuk dibahas, terutama tentang permasalahan yang ada di dalamnya. Permasalahan kependudukan yang dibahas dalam ilmu demografi mulai populer setelah penelitian yang dilakukan oleh John Graunt (1620 – 1674). Meskipun pembahasan penelitian dalam bukunya yang berjudul Natural and Political Observations Mentioned in a Following Index and Made Upon the Bills of Mortality lebih menekankan pada permasalahan kematian, menurutnya, penelitian kependudukan lebih lanjut diperlukan karena permasalahan kependudukan tidak hanya sebatas kematian dan kelahiran. Graunt menyarankan agar penelitian tentang kependudukan lebih menekankan pada aspek komposisi penduduk menurut jenis kelamin, umur, agama, dan lain sebagainya. Selain itu, menurut Ananta (1993), studi kependudukan mempelajari variabel-variabel demografi, juga memperhatikan hubungan (asosiasi) antara perubahan penduduk dengan berbagai variabel sosial, ekonomi, politik, biologi, genetika, geografi, lingkungan, dan lain sebagainya. Dengan kedua penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembahasan permasalahan kependudukan dapat terus berkembang seiring dengan pertumbuhannya dan keterkaitannya terhadap bidang lain. Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu permasalahan yang memerlukan penelitian lanjut yang sampai saat ini masih menjadi subjek tidak terlepaskan bagi negara-negara maju dan berkembang. Hal yang menjadi permasalahan adalah ketika jumlahnya mengalami peningkatan, sektor lain pun ikut terkena dampak dari peningkatannya tersebut, termasuk perekonomian yang di dalam penelitian ini lebih spesifik membahas tentang pertumbuhan ekonomi. Permasalahan kependudukan di Indonesia sendiri bukanlah hal baru. Indonesia merupakan negara kesatuan dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Perkembangan jumlahnya



1



berdasarkan informasi world bank terus-menerus meningkat mulai dari tahun 1960 dengan jumlah 87.792.512 jiwa, tahun 1970 dengan jumlah 114.834.781 jiwa, hingga tahun 2000 jumlahnya melebihi 200 juta jiwa atau lebih tepatnya 211.540.429, dan mencapai puncak pada tahun 2016 dengan jumlah 261.115.456 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi menurut dua aliran, yaitu aliran optimis dan pesimis (Sayifullah dkk, 2013). Menurut aliran optimis, penduduk merupakan pemacu pembangunan. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar dalam suatu negara dapat meningkatkan konsumsi dan hal tersebut dapat mendorong permintaan agregat yang sangat membantu bagi bidang usaha agar lebih produktif. Perkembangan perekonomian salah satunya ditentukan oleh banyaknya permintaan dari penduduk. Dilihat dari sisi penawaran, penduduk dengan jumlah yang besar berarti terdapat ketersediaan sumber daya produksi dari sisi tenaga kerja yang kompetitif apabila berkualitas dan produktif. Permasalahan pertumbuhan penduduk di Indonesia akan sangat terarah pada pulau Jawa yang terdiri dari enam provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Alasan utama yang mendukung pernyataan tersebut adalah karena pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia. Jumlahnya yang setiap tahun meningkat menyebabkan distribusi atau penyebaran kependudukan di Indonesia tidak merata. Pada tahun 2016, sekitar 146 juta penduduk Indonesia atau 57,5% bermukim di pulau yang luasnya hanya 128.927 km persegi atau 6,8% dari total area Indonesia, sedangkan pulau Kalimantan yang luasnya 539.460 km persegi1 atau 28,5% dari total area Indonesia dihuni 14,5 juta atau hanya 5,8% penduduk. Ketimpangan atau ketidakmerataan pembangunan di antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa menjadi faktor pendorong yang menyebabkan pulau Jawa semakin lama semakin padat dan sesak. Ketimpangan tersebut menurut Arbani (2014) dapat terlihat dari perkembangan dan pembangunan infrastruktur di pulau Jawa jauh lebih pesat dibanding pulau lainnya. Selain itu, mode transportasi lengkap yang memudahkan akses kemana saja dan standar upah yang dianggap jauh lebih tinggi juga menjadi alasan yang sering diberikan para pencari kerja dari luar Jawa untuk melakukan migrasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, pengaruh dari peningkatan jumlah penduduk atau semakin padatnya penduduk memiliki dua kemungkinan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu meningkatkan atau menghambat perekonomian seperti pernyataan Sayifullah, dkk (2013). Menurut Sari (2016), Rasio ketergantungan penduduk merupakan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui beban tanggungan penduduk yang ditanggung penduduk usia produktif. Mekanisme pemahamannya adalah apabila jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari jumlah usia non produktif, maka akan menghasilkan rasio beban



2



tanggungan penduduk yang kecil, sehingga sedikit jumlah penduduk usia non produktif yang ditanggung penduduk usia produktif. Sebaliknya, jika jumlah penduduk usia produktif lebih kecil, maka akan menghasilkan rasio beban tanggungan penduduk yang besar. Apabila beban tanggungan penduduk usia produktif nilainya tinggi, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi karena pendapatan yang dihasilkan penduduk usia produktif digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia non produktif sehingga akan mengurangi nilai investasi dan tabungan (saving). Berdasarkan data pada tabel 1.2 di atas, sebagai contoh, Yogyakarta yang memiliki angka paling stabil di antara provinsi lainnya, pada tahun 2016, nilai rasio ketergantungan penduduknya 37,2 yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif (bekerja) mempunyai tanggungan sebanyak 38 penduduk usia non-produktif (belum produktif dan sudah tidak produktif lagi). Berdasarkan uraian-uraian di atas di mana variabel-variabel demografi tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, penulis berkeinginan untuk membahasa mengenai “Memanfaatkan Bonus Demografi, Untuk Meraih Pertumbuhan Ekonomi”.



B. Rumusan Masalah Permasalahan kependudukan di Indonesia bukanlah hal baru dan menjadi salah satu tugas yang belum terselesaikan bagi pemerintah. Mulai dari jumlah penduduk yang setiap tahun meningkat yang menyebabkan distribusi kependudukan yang tidak merata, kepadatan penduduk yang menumpuk hanya terjadi di beberapa wilayah, nilai rasio ketergantungan penduduk yang cukup tinggi, dan lain-lain. Sorotan utama permasalahan kependudukan tersebut di Indonesia mengarah pada pulau Jawa yang merupakan pulau strategis tempat berbagai macam kegiatan perekonomian dilakukan.



C. Tujuan Penulisan 1. Apa yang dimaksud dengan demografi, tujuan demografi dan variabel utama dari demografi? 2. Apa implikasi transsisi demografi (perubahan struktur umur penduduk) terhadap pertumbuhan ekonomi? 3. Bagaimana strategi pemerintah dalam menghadapi bonus demografi?



3



BAB II PEMBAHASAN A. Demografi 1. Pengertian Demografi Demografi (demography), merupakan istilah yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar atau menulis. Oleh karena itu, demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk , terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi. Demografi meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk, serta bagaimana faktor faktor ini berubah dari waktu kewaktu. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Archille Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya yang berjudul “elements de statistique humaine, ou demographie comparree” atau elements of human statistics or comparative demography (dalam Iskandar,1994). Teori Demografi Menurut Para Ahli : a. Menurut Johan Susczmilch (1762), demografi adalah ilmu yang mempelajari hukum Ilahi dalam perubahan-perubahan pada umat manusia yang tampak dari kelahiran, kematian dan pertumbuhannya. b. Menurut Achille Guillard, demografi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu dari keadaan dan sikap manusia yang dapat diukur. c. Menurut George W. Barclay, demografi adalah ilmu yang memberikan gambaran menarik dari penduduk yang digambarkan secara statistika. Demografi mempelajarai tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan. 2. Tujuan Demografi Tujuan penggunaan demografi ada 4 yaitu: a. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial. b. Menjelaskan pertumbuhan masa lampau, penurunannya dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia. c. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu. d. Mencoba meramalkan pertumbuhan penduduk dimasa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.



4



3. Variabel Demografi Variabel utama demografi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan komposisi penduduk seperti umur, jumlah, sebaran dan jenis kelamin. 1. Kelahiran (fertilitas atau natalitas) 2. Kematian (death/mortalitas) 3. Migrasi (perpindahan) Sebagai negara berkembang yang memiliki penduduk terbanyak ke-4 di dunia, Indonesia kini sudah memasuki era bonus demografi.



Bonus demografi (demographic



devidend) merupakan suatu keadaan dimana proporsi jumlah penduduk usia produktif (penduduk usia kerja 15 – 64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (penduduk usia muda 0 – 14 tahun maupun penduduk usia tua 65 tahun ke atas). Terjadinya bonus demografi ditandai dengan angka beban ketergantungan (rasio ketergantungan) berada di bawah 50. Angka beban ketergantungan 50 menunjukkan 100 penduduk usia produktif menanggung 50 penduduk usia tidak produktif. Dengan kata lain, suatu negara akan mengalami bonus demografi ketika terdapat 2 penduduk usia produktif yang menanggung 1 orang penduduk usia tidak produktif. Angka beban ketergantungan yang tinggi menunjukkan bahwa penduduk usia produktif mempunyai beban yang lebih besar dalam menanggung kebutuhan (terutama kebutuhan ekonomi) penduduk usia tidak produktif (usia muda dan tua).



B. Perlunya Pertumbuhan Penduduk dan Kelompok Optimis Kependudukan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Menurut Todaro dan Smith (2006), terdapat aliran argumen ketiga yang lebih konvensional mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk itu bukanlah sebuah masalah, melainkan justru merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi. Populasi yang lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomis (economic of scale) dalam produksi yang menguntungkan semua pihak, menurunkan biayabiaya produksi, dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya akan merangsang tingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi. Selain pendapat yang bersifat ekonomi di atas, menurut Todaro dan Smith (2006), masih terdapat argumentasi non-ekonomi yang membuktikan bahwa pertumbuhan penduduk diperlukan.



5



Secara umum, argumen tersebut dapat diterapkan pada negara-negara berkembang. Pertama, banyak negara yang merasa perlu menambah jumlah penduduknya demi mempertahankan daerahdaerah perbatasan yang sangat jarang penduduknya terhadap serangan atau infiltrasi negara tetangga yang memusuhi. Kedua, banyak golongan etnis, rasial, dan kepercayaan di negara-negara berkembang yang menyukai keluarga besar. Atas dasar alasan moral dan politik, segenap preferensi etnis dan aliran kepercayaan itu harus dilindungi dan diberikan tempat. Ketiga, kekuatan politik atau militer dari suatu negara sering bergantung pada jumlah penduduk berusia belia. Menurut Owusu dalam Purnamasari (2015), kelompok optimis yakin pertumbuhan penduduk dapat memicu pertumbuhan ekonomi. Kelompok optimis menganggap pertumbuhan penduduk sebagai modal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk dalam jangka pendek memang menyebabkan kelangkaan bahan makanan dan kemiskinan. Akan tetapi, pertumbuhan penduduk juga menyediakan tenaga kerja yang mampu berinovasi menciptakan teknologi baru untuk meningkatkan persediaan makanan akibat adanya kelangkaan bahan makanan tersebut. Peningkatan produksi bahan makanan ini juga akan meningkatkan output perekonomian. Simon dalam Ahlburg (1998) menyatakan bahwa teknologi baru yang diciptakan tidak terlepas dari peran akumulasi pengetahuan. Simon juga mengatakan bahwa pengetahuan dapat bersifat spontaneous ataupun incentiveresponsive. Spontaneous berarti pengetahuan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari sedangkan incentive-responsive berarti pengetahuan (inovasi baru) yang diproduksi atas respon dari kelangkaan faktor produksi yang menyebabkan perubahan harga. Aligica (2009) menyatakan bahwa kondisi yang dibutuhkan dalam memproduksi akumulasi pengetahuan adalah jumlah penduduk. Penduduk yang dimaksud adalah penduduk yang disiplin dan pandai. Simon dalam Ahlburg (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mendorong kinerja ekonomi yang lebih baik dalam jangka panjang (120 sampai dengan 180 tahun) daripada pertumbuhan penduduk yang stagnan. Dalam jangka pendek (60 tahun), jumlah penduduk yang relatif lebih stagnan lebih baik bagi kinerja perekonomian. Secara empiris, pengaruh akhir dari pertumbuhan penduduk terhadap kinerja perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang di negara berkembang variatif.



C. Pandangan Umum tentang Penduduk dan Angkatan Kerja Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi jangka panjang, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang dalam masyarakat yang bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus



6



dilihat dalam kaitan interaksinya satu sama lainnya. Namun, di antaranya peranan sumber daya manusia dijadikan tujuan pokok dalam ekonomi masyarakat. Berpangkal pada haluan ini, masalah penduduk dan angkatan kerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif wajib diberi perhatian utama dalam ekonomi pembangunan. Dalam hubungan ini, menonjol masalah kesempatan kerja secara produktif. Negara-negara berkembang pada umumnya masih terus mengalami pertambahan penduduk. Dengan sendirinya, kebutuhan masyarakat menjadi semakin banyak mengenai serangkaian kebutuhan hidup yang sifatnya sangat mendasar, yaitu pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan. Jika dulu ada kecenderungan untuk mengelompokkan pendidikan dan kesehatan dalam kategori kebutuhan sosial, maka dalam pembangunan ekonomi negaranegara berkembang kedua jenis kebutuhan dasar itu harus dianggap termasuk prioritas ekonomi yang utama. Sebab, peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Golongan yang lazim dianggap sebagai angkatan kerja dalam masyarakat negara berkembang ialah mereka yang termasuk tingkat usia 10 tahun sampai 64 tahun, tetapi belakangan lebih banyak digunakan tolok ukur antara 15 tahun sampai 64 tahun. Dalam hal tersebut, masih harus diperhitungkan faktor tingkat partisipasi angkatan kerja menurut jenjang usia. Hal itu sama lain berkenaan dengan kemampuannya dan kesediannya untuk secara aktif mencari pekerjaan yang bersifat produktif. Pemenuhan kebutuhan penduduk tergantung sekali dari hasil kegiatan angkatan kerja secara produktif. Dengan kata lain, kebutuhan penduduk tergantung dari produktivitas angkatan kerja untuk memperoleh pendapatan riil yang memadai. Hal itu tidak hanya ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produktif, melainkan oleh mutu tenaga kerja yang bersangkutan. Mutu sumber daya manusia pada umumnya, angkatan kerja khususnya, dipengaruhi oleh keterampilan teknis, keahlian profesional, kecerdasan akademis, serta serta pembinaannya dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam hubungan ini, muncul pemahaman tentang beban ketergantungan atau rasio ketergantungan, yaitu penduduk tergantung dari hasil produksi angkatan kerja, ataupun sebaliknya beban tanggungan yang dipikul oleh angkatan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk secara menyeluruh. Semakin baik mutu angkatan kerja dalam hal keterampilan teknis, keahlian profesional, dan kecerdasan akademis, semakin ringan beban tanggungan yang dimaksud (Djojohadikusumo, 1994). Akan tetapi, segala sesuatunya juga tergantung dari adanya kesempatan dan peluang agar angkatan kerja yang tersedia dan yang tiap tahun jumlahnya bertambah, mendapat pekerjaan yang produktif penuh (productive employment) di berbagai lapangan usaha. Hal inilah yang menjadi



7



tantangan besar bagi negara-negara berkembang. Dalam struktur ekonomi yang pada umumnya masih berlaku di negara-negara tersebut, angkatan kerja yang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya secara produktif, jumlahnya masih cukup banyak. Masalah pengangguran, secara terbuka maupun secara terselubung menjadi pokok permasalahan dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang.



D. Kualitas Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut



Rusli



(2012),



pembicaraan



mengenai



kualitas



hidup



(quality



of



life) manusia (penduduk) ataupun kualitas hidup masyarakat bukanlah suatu hal yang baru, tetapi perhatian dalam penelitian-penelitian baru berkembang sejak dasawarsa 1960-an. Pembangunan sebagai tugas utama negara (selain menjaga ketertiban) dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Di Indonesia, upaya untuk memperbaiki kualitas hidup manusia sudah tercermin dalam tujuan besar pembangunan mewujudkan “pembangunan manusia seutuhnya”. Kualitas hidup masyarakat dapat dipandang sebagai cerminan dari kualitas penduduk dan sebaliknya kualitas penduduk menentukan kualitas hidup masyarakat. Dapat dibedakan antara kualitas penduduk dan kualitas manusia. Menurut Gani dalam Rusli (2012), kualitas penduduk merupakan kualitas umum sekelompok manusia, sedangkan kualitas manusia bersifat perorangan (individual). Kualitas penduduk ataupun kualitas manusia terdiri dari kualitas fisik dan non-fisik. Kualitas penduduk sangat terkait dengan kemampuan penyediaan kebutuhan pokok (kebutuhan dasar) manusia. kualitas fisik sangat ditentukan oleh keadaan pangan dan gizi masyarakat serta ketersediaan fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau dan dimanfaatkan. Sedangkan kualitas nonfisik terkait dengan keadaan sosial budaya masyarakat setempat. Gani dalam Rusli (2012) mengemukakan indikator kualitas manusia atau individual sebagai berikut: indikator kualitas fisik terdiri dari ukuran/bobot, tenaga, daya tahan fisik, dan indikator nonfisik meliputi kecerdasan, kualitas emosional, budi, dan iman. Sedangkan kualitas penduduk meliputi: indikator kualitas fisik yang terdiri dari Angka Kematian Bayi, Angka Kesakitan, Harapan Hidup, dan indikator non-fisik yang mencakup produktivitas penduduk, disiplin sosial, kemandirian, solidaritas sosial, dan etika lingkungan. Kondisi hidup berkecukupan atau layak juga merupakan kondisi yang diinginkan setiap manusia dan masyarakat, tidak tergantung pada sistem sosial, politik maupun budaya yang terdapat pada masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan dan kurangnya pendapatan merupakan kondisi



8



yang dipandang tidak layak bagi kehidupan manusia, perlu diubah ke arah yang lebih baik melalui upaya-upaya pembangunan (Rusli, 2012). Ketiga dimensi pembangunan manusia (umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan hidup layak) menurut BPS diukur dengan menggunakan empat indikator berikut: 1. Dimensi umur panjang dan sehat, diukur dengan menggunakan indikator harapan hidup pada saat lahir. 2. Dimensi pengetahuan diukur dengan menggunakan dua indikator yang terdiri dari Angka Melek Huruf dan Lama Sekolah atau Tingkat Partisipasi Sekolah. 3. Dimensi hidup layak diukur dengan menggunakan indikator pendapatan sebagai takaran daya beli (pendapatan yang telah disesuaikan dengan daya beli) atau yang lebih dikenal dengan istilah Purchasing Power Parity (indikator ini digunakan mulai dari tahun 2008).



E. Rasio Ketergantungan Penduduk Menurut



Sitindaon



(2013),



rasio



ketergantungan



penduduk



(dependency



ratio) didefinisikan sebagai rasio antara kelompok penduduk umur 0 – 14 tahun yang termasuk dalam kelompok belum produktif secara ekonomis atau disebut rasio ketergantungan usia muda (young dependency ratio) dan kelompok penduduk umur 65 tahun keatas yang termasuk ke dalam kelompok penduduk yang tidak produktif lagi atau disebut rasio ketergantungan usia tua (old dependency ratio) dengan kelompok penduduk umur 15 – 64 tahun termasuk dalam kelompok usia produktif. Rasio ketergantungan penduduk dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang. Semakin tingginya persentase rasio ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan penduduk yang sudah tidak produktif lagi. Sebaliknya, semakin rendah persentase rasio ketergantungan menunjukkan semakin rendah beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan penduduk yang sudah tidak produktif lagi.



9



F. Implikasi Transisi Demografi (Perubahan Struktur Umur Penduduk) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 1. Pertama, suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan pendapatan per kapita apabila mereka mendapat kesempatan kerja yang produktif. Tenaga kerja merupakan aktor utama dalam pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja Indonesia terus menerus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan tenaga kerja juga mengalami transisi ketenagakerjaan. Penurunan angka kematian bayi dan semakin meningkatnya angka harapan hidup mengakibatkan bayi terus hidup hingga usia dewasa dan memasuki usia produktif. 2. Kedua, melalui peran perempuan. Penurunan fertilitas yang berdampak pada sedikitnya jumlah anak memungkinkan perempuan untuk memasuki pasar kerja sehingga dapat terjadi peningkatan pendapatan. Badan Pusat Statistik (BPS) membedakan penduduk usia produktif menjadi 2 kategori, yaitu penduduk usia sangat produktif (15-49 tahun) dan penduduk usia produktif (50-64 tahun). Jumlah penduduk usia sangat produktif perempuan pada tahun 2016 lebih sedikit dibandingkan laki-laki yaitu 69,4 juta berbanding 70,4 juta. Namun jumlah penduduk usia produktif perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu 16,91 juta berbanding 16,90. 3. Ketiga, tabungan masyarakat yang diinvestasikan secara produktif. Banyaknya penduduk usia kerja dalam suatu keluarga memungkinkan keluarga tersebut untuk menabung sebagian dari penghasilannya. Tabungan ini jika diinvestasikan secara produktif akan memperbaiki dan bahkan mempercepat terjadinya pertumbuhan ekonomi, baik di lingkup keluarga maupun lingkup yang lebih besar lagi. Namun studi empiris yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa investasi dan tabungan lebih berperan daripada teknologi dan tenaga kerja dalam membangun perekonomian negara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola tertentu yang dapat mewakili pola pertumbuhan ekonomi di suatu Negara secara pasti pada periode tertentu. 4. Keempat, modal manusia yang besar apabila terdapat investasi untuk itu. Anwar & Pungut (1993) mengungkapkan bahwa perkembangan produktivitas pekerja selama berlangsungnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh perkembangan stok barang modal, perkembangan mutu tenaga kerja, peningkatan skala unit usaha, pergeseran dari kegiatan yang relatif lebih rendah produktivitas ke yang lebih tinggi, perubahan komposisi output pada masing-masing sektor dan pergeseran teknik produksi dari padat karya ke padat modal.



10



G. Strategi Pemerintah dalam Menghadapi Bonus Demografi Strategi maupun upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi bonus demografi antara lain: 1. Bidang ketenagakerjaan a. Memberikan pelatihan kerja dan juga praktek langsung dalam dunia kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas penduduk usia kerja. b. Menciptakan dan menambah lapangan pekerjaan kerja baru, terutama sektor swasta dan memaksimalkan potensi alam yang ada di Indonesia. c. Mengembangkan usaha mikro kecil dan menengah 2. Bidang Pendidikan b. Memberikan pembekalan dan pendampingan dalam pengelolaan usaha bagi siswa yang baru menyelesaikan masa studinya seperti pada siswa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). c. Meningkatkan kualitas pendidikan SDM melalui program wajib belajar 12 tahun. d. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan. e. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar. 3. Bidang Kesehatan a. Memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi. b. Penyuluhan tentang gizi, kesehatan reproduksi dan pernikahan dini. c. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan terutama untuk menghadapi penduduk usia tua yang jumlahnya semakin meningkat. d. Meningkatkan kualitas tenaga kesehatan



11



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu topik hangat yang kerap menjadi sorotan dari berbagai pihak. Naik dan turunnya angka pertumbuhan ekonomi sering dikaitkan dengan kondisi penduduk di wilayah tersebut, dimana penduduk dengan jumlah yang besar selalu dihubungkan dengan berbagai permasalahan yang terjadi. Hal ini memunculkan paradigma bahwa penduduk dengan jumlah besar berkontribusi terhadap terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan juga sebagai salah satu penyebab munculnya berbagai permasalahan di beberapa aspek seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan yang buruk, serta tingkat pendidikan yang rendah. Namun sebenarnya ada hal penting dan seharusnya mendapat perhatian lebih, yaitu terkait struktur umur penduduk di suatu wilayah. sebenarnya jumlah penduduk dan pertumbuhan yang besar bukanlah secara langsung menunjukkan besarnya permasalahan yang terjadi, akan tetapi besarnya jumlah penduduk justru bisa dioptimalkan jika kita memahami perubahan struktur umur penduduk di suatu wilayah dengan cara mengoptimalkan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien. Bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.



B. Saran Mempertimbangkan kondisi sosio-ekonomi demografi kita seperti tersebut, tampaknya kita belum mampu memanfaatkan potensi yang berlimpah. Ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang masih anemi dengan daya beli masyarakat bawah yang semakin rontok, dan diperkirakan ekonomi tahun 2017 hanya tumbuh maksimal 5,1% dan tahun 2018 hanya 5,5%, maka perlu dilakukan strategi kebijakan yang mangkus agar kita dapat mengoptimalkan bonus demografi yang diamanatkan oleh Tuhan. Sehingga pengangguran terbuka yang masih 7 juta orang tersebut mampu diberdayakan untuk mendorong dinamika ekonomi nasional yang sedang lesu darah. Kebijakan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.



12



1. Pertama, kita harus merevitalisasi industri manufaktur yang pangsanya semakin merosot (sekarang dibawah 20% terhadap PDB, di mana sebelumnya pernah mencapai di atas 25%) karena semakin kurang kompetitif, yang ditengarahi akibat dari premature deindustrilisasi. Tumpuan industry adalah pada sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif yang ditopang oleh sumber daya lokal. Kalau ini berhasil, tidak hanya mampu mengangkat laju pertumbuhan ekonomi yang ujungnya mengurangi pengangguran, juga akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap di sektor formal yang berakibat pada perbaikan distribusi pendapatan. 2. Kedua, penyiapan dengan cara pelatihan tenaga kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan industri. Prinsipnya harus ada link and match antara pendidikan dan kebutuhan pasar tenaga kerja. 3. Ketiga, mengingat berbagai Negara sedang melakukan rebalancing, maka kita juga harus mengambil langkah yang sama. Prinsipnya adalah kita menuju transaksi berjalan dalam neraca pembayaran yang semakin seimbang. Untuk itu kenaikan impor harus dibarengi kenaikan ekspor. Dan penurunan ekspor harus disertai dengan pengurangan impor. Jadi kebijakan impor substitusi dengan harga lebih murah dari barang impor harus dikedepankan. Dengan demikian pembelajaran dari Jepang dengan demografi yang semakin menua tetapi produktivitas pekerjanya semakin meningkat juga harus kita utamakan. Yaitu setidaktidaknya, kita harus mampu memanfaatkan bonus demografi yang kita miliki tidak hanya untuk peningkatan produktivitas tetapi juga untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, dalam jangka pendek dibutuhkan kebijakan fiskal yang radikal dan ekspansif untuk lepas dari jerat pertumbuhan ekonomi nasional yang loyo.



13



DAFTAR PUSTAKA



Ahlburg, A. Dennis. 1998. Julian Simon and Population Growth Debate. Population and Development Review. Volume 24 No. 2. Hal. 317-327. Aligica, P. Dragos. 2009. Julian Simon and The Limit To Growth Neo-Malthusinism. The Electronic Journal of Sustainable Development. Hal.73-83. Ananta, Aris. 1993. Ciri Demografis Kualitas Penduduk dalam Pemnbangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Demografi FEUI. Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES Iskandar, Jusman. 1994. Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali. Purnamasari, Dian. 2015. Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi: Sebuah Penjelasan Empiris Baru. (Skripsi yang dipublikasikan, Universitas Diponegoro, Semarang). Rusli, Said. 2012. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES. Sari, Vivi Ningtia. 2016. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk, Tenaga Kerja, dan Rasio Beban Tanggungan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. (Skripsi yang Dipublikasikan, Universitas Lampung, Lampung). Sayifullah, S. Setyadi, dan S. Arifin. 2013. Pengaruh Variabel Demografi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Banten. Tangerang: Penelitian, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologia (PELITA). Sitindaon, Daniel. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Demak. (Skripsi yang dipublikasikan, Universitas Negeri Semarang, Semarang). Todaro, Michael P dan Smith Stephen C.. 2006. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Penerbit Erlangga.



14