Makalah-Demam Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah diberikan pada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah tugas Keperawatan Anak I ini dengan baik tanpa hambatan yang berarti dan dengan tepat waktu. Tugas ini merupakan sebuah kewajiban yang harus kami laksanakan untuk menambahkan nilai pada akademik mata kuliah Keperawatan Anak I. Tugas yang kami kerjakan ini dimaksudkan agar kami dapat mengerti dan memahami system pembelajaran yang dilaksanakan di FKEP UNAND. Kami



mengucapkan banyak terima kasih pada seluruh dosen pada bagian



Keperawatan Anak I dan seluruh anggota yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah tugas ini. Tugas yang kami kerjakan ini mungkin dapat menjadi sumber informasi bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang menyangkut makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.



Padang, 7 November 2021



Kelompok 10



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Demam merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat sering terjadi pada anak-anak. Cukup sering para orangtua menganggap bahwa demam pada anak dapat berakibat kejang dan penurunan IQ seiring dengan pertumbuhan anak. Sedangkan dalam dunia medis, demam merupakan suatu reaksi imun tubuh yang merupakan akibat dari suatu masalah di dalam tubuh. Infeksi adalah salah satu masalah yang sering menimbulkan demam. Seorang anak dapat dikatakan demam apabila suhu tubuhnya diatas 37,5ºC. Demam pada anak sangat jarang menyebabkan masalah yang serius.



iii



Sebelum membawa anak ke dokter, sebaiknya orang tua juga mengetahui tindakan awal apa saja yang dapat dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama. Pengertian yang salah mengenai demam dapat menjadi suatu penghalang dalam pemberian pertolongan pertama. Oleh karena itu, kami membuat makalah mengenai pendekatan dan penatalaksanaan demam pada anak. Diharapkan melalui makalah ini kita dapat lebih memahami mengenai demam pada anak dan penatalaksanaannya. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja yang harus dilakukan untuk melakukan pendekatan terhadap orangtua ataupun anak-anak dalam mencegah dan mengatasai demam? 2. Bagaimana cara menangatasi demam pada anak? 3. Bagaimana cara mencegah demam pada anak? C. Tujuan Penulisan Untuk lebih memahami tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk melakukan pendekatan, menangani, dan mencegah demam pada anak.



1



BAB II PEMBAHASAN



2



Definisi Demam didefinisikan sebagai setiap peninggian suhu tubuh lebih dari 100.4° F (38° C). Suhu tubuh orang yang sehat berfluktuasi antara 97° F (36,1° C) dan 100° F (37,8° C), dengan rata-rata 98,6° F (37° C). Demam bukan merupakan suatu penyakit. Ini adalah bagian dari pertahanan tubuh terhadap infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi melakukannya dengan baik di tubuh suhu normal. Demam dapat membuat lebih sulit untuk bertahan hidup. Demam juga mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Etiologi Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti



H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu 3



lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin,dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan,2009). Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumour necrosis factor) dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzimcyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain .1,2,3,4 Kemampuan anak untuk beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai dengan gejala demam.



Epidemiologi Demam merupakan keluhan yang banyak terjadi khususnya pada balita, karena demam juga merupakan mekanisme pertahanan diri ataupun reaksi fisiologis terhadap perubahan set point. Oleh karena itu demam juga merupakan gejala dari penyakitpenyakit infeksi dan non infeksi. Demam sering ditemukan pada bayi dan anak. Pizzo et 4



al mengatakan bahwa 10-15% bayi yang berkunjung ke dokter mengeluh demam. Orang tua menaruh perhatian lebih untuk berobat bila anaknya demam dibandingkan keluhan yang lain, meskipun keluhan selain demam lebih dahulu diderita. Penelitian lain menyebutkan bahwa anak-anak berusia kurang dari 2 tahun mengalami 4-6 kali serangan sakit yang memiliki gejala demam. Selain itu, demam pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun seringkali merupakan manifestasi dari penyakit yang serius. Oleh karena itu perlu diketahui karakter klinis demam pada anak agar dapat mengatasi secara komprehensif. Klasifikasi Demam Demam dapat merupakan satu-satunya gejala yang ada pada pasien infeksi. Panas dapat dibentuk secara berlebihan pada hipertiroid, intoksikasi aspirin atau adanya gangguan pengeluaran panas, misalnya heatstroke. Klasifikasi dilakukan berdasar pada tingkat kegawatan pasien, etiologi demam, dan umur. Klasifikasi berdasarkan umur pasien dibagi menjadi kelompok umur kurang dari 2 bulan, 3-36 bulan dan lebih dari 36 bulan. Pasien berumur kurang dari 2 bulan, dengan atau tanpa tanda SBI (serious bacterial infection). Infeksi seringkali terjadi tanpa disertai demam. Pasien demam harus dinilai apakah juga menunjukkan gejala yang berat.11 Menurut Yale Acute Illness Observation Scale atau Rochester Criteria, yang menilai adakah infeksi yang menyebabkan kegawatan. Pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) dapat merupakan petunjuk untuk perlunya perawatan dan pemberian antibiotik empirik.



Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi: 1. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas, diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa bantuan laboratorium, misalnya tonsilitis akut. 2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat ditegakkan 5 dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium,



misalnya demam tifoid. 3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus. Patofisiologi Demam Secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan, oleh karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5ºC) pasien mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih cepat. Dehidrasi



terjadi



akibat



penguapan



kulit



dan paru



dan



disertai



dengan



ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi. Kerusakan jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 41 ºC, terutama pada jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma sampai kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan akibat terjadinya mioglobinemia. Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah



6



produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005). Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanismemekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu



fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.



Komplikasi Demam 1. Dehidrasi, kekurangan cairan tubuh



7



Dehidrasi - karena pada saat demam, terjadi peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. Ubun-ubun cekung, kencingnya sedikit dan jarang (>6 jam), punggung tangan jika dicubit, kulitnya lambat kembali. 2.  Kejang Demam Kejang demam, tetapi kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, kejang demam hanya mengenai bayi usia 6 bulan sampai anak usia 3 tahun. Terjadi pada hari pertama demam, serangan pertama jarang sekali terjadi pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun. Gejala: anak tidak sadar, kejang tampak sebagai gerakan2 seluruh tangan dan kaki yang terjadi dalam waktu sangat singkat. Umumnya tidak berbahaya, tidak menyebabkan kerusakan otak. Hiperpireksia/suhu >41,8 C pada bayi dibawah 1 bulan pernah dilaporkan dapat menyebabkan pendarahan otak. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi



8



saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229). Penatalaksanaan Pada tahap tertentu demam dapat menguntungkan pasien dalam arti dapat meningkatkan fagositas dan menurunkan viabilitas kuman, meskipun penelitian yang ada belum mendukung manfaat klinisnya. Namun kecemasan orang tua dan keraguan dokter mendorong tindakan menurunkan demam, meskipun tindakan itu dapat mengaburkan gejala dan obat yang dipakai belum tentu aman dari risiko sindrom Reye, intoksikasi salisilat, dan gangguan hati. Penurunan demam harus sesuai dengan klasifikasi penyebabnya, apakah perlu menurunkan set-point atau dengan cara lain. Tata laksana anak dengan demam terdiri dari tatalaksana fisis, dan pengobatan baik simtomatik maupun etiologik. Tindakan Umum Penurunan Demam secara Simtomatik Diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi / regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit (surfacecooling) dapat membantu. Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam. Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat pembuluh



9



darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Obat yang sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya. Rentang daya kerja obat ini cukup panjang, aman untuk dikonsumsi umum. Beberapa golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan hipotermi bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat lain adalah obat yang bersifat antipiretik pada dosis rendah dan menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat yang dapat menekan pusat suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil namun dapat menyebabkan hipotermi dan hipotensi.1,2,3,4 Tatalaksana Demam yang Disebabkan Penyakit Infeksi Pengobatan dilakukan sesuai dengan klasifikasi etiologik. Kesukaran yang dihadapi adalah pola penyakit yang berbeda baik dari aspek geografik maupun umur pasien. Bagan di atas tidak dapat diterapkan begitu saja pada daerah endemik malaria atau daerah endemik demam berdarah. Sekali lagi sifat paparan, letak geografik sangat mempengaruhi etiologi demam pada anak. Pemberian antibiotic pertama dan hospitalisasi sangat juga dipengaruhi oleh fasilitas sarana perawatan dan pemeriksaan penunjang. Setiap rumah sakit seharusnya mempunyai pedoman diagnosis dan terapi tersendiri, tergantung pada pola epidemiologik penyakit tersebut. Pada penelitian MTBS tahun 1998, di Indonesia etiologi demam pada anak sebagian besar (lebih dari 80%) adalah infeksi. Tatalaksana Demam Menurut Umur Tatalaksana demam pada bayi kecil telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada kelompok bayi dengan usia kurang 2 bulan, pendekatan yang umum dilakukan ialah hospitalisasi untuk mendapatkan pengobatan antimikrobial empirik. Pada tahun 1993, para ahli infeksi, gawat darurat dan kesehatan anak sepakat melakukan pendekatan lebih konservatif dengan cara rawat jalan untuk kasus-kasus ini, bila risiko terhadap SBI rendah. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi



10



perawatan adalah dengan menggunakan penyaring: Yale Acute Illness Observation Scale atau kriteria Rochester. Pada kelompok ini bila hasil laboratorium menunjukkan adanya tanda infeksi (leukosit darah 15.000, hitung neutrofil darah>1500, leukosit urin di atas 10/lpb, leukosit tinja >5/lpb), anak segera masuk RS dan langsung mendapatkan pengobatan antimikrobial secara empirik. Pada kelompok yang tidak memenuhi kriteria ini, maka ada 2 pilihan yaitu: 1. melakukan kultur urin, kultur darah, kultur cairan serebro spinalis, diberikan ceftriaxon dan diminta kontrol kembali setelah 24 jam. 2. melakukan kultur urin dan observasi dulu. Pada anak dengan usia kurang dari 28 hari, pendekatan sebaiknya lebih agresif dengan langsung memasukan ke RS untuk mendapatkan terapi antimikrobial secara empirik. Pada kelompok usia 3-36 bulan, risiko adanya bakteriemia pada anak dengan demam sekitar 3-11%. Bakteriemia tidak terjadi pada kelompok ini bila: leukosit 390C, sedang kemungkinan bakteriemia akan 5 kali lipat bila lekosit >15.000. Pada kelompok belakangan ini langsung dilakukan kultur darah dan pemberian ceftriaxon. Pada kelompok anak di atas 36 bulan, pengobatan bisa dilakukan secara etiologik, dengan memperhatikan adanya kegawatan. Pada akhirnya apapun yang dianjurkan akan tetap menimbulkan perdebatan. Tidak ada satu standar yang harus ditaati untuk dijadikan pegangan. Semua tindakan tetap harus dilakukan berdasarkan pada anamnesis yang tajam dan terarah, dan pemeriksaan fisis yang teliti. Kecenderungan dokter untuk bertindak, sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang mereka dapat dan keluasan pengetahuan yang dimiliki. Pilihan antara melakukan tes atau tidak, melakukan pemberian antibiotik atau observasi, sangat tergantung pada pendirian dan kepribadian dokter. 



Anak yang tampak toksik harus segera mendapat tindakan yang segera.







Semakin muda, semakin tinggi ketidak tentuan klinisnya.







Anak yang tidak tampak toksik dapat menyulitkan, karenanya perlu pengamatan yang sangat ketat.







Tidak perlu selalu melakukan pemeriksaan penunjang dan bila dilakukan pemeriksaan penunjang, tindakan harus sesuai dengan hasilnya.







Catat dengan cermat apa yang dilakukan atau tidak dilakukan.







Tidak ada aturan baku yang harus ditaati.



11



Prognosis Sebagaian besar demam disebabkan oleh infeksi biasa. Biasanya dapat pulih dengan sendirinya atau bisa dengan cepat diidentifikasi penyebabnya dan diobati oleh dokter. Apabila suhu tubuh yang berkelanjutan mencapai 106 derajat Fahrenheit atau di atas dapat menyebabkan kerusakan otak yang berarti prognosa buruk. Pencegahan Untuk mencegah terjadinya demam, maka berikan nutrisi yang cukup untuk bayi.Bayi harus mendapatkan makanan yang bisa memenuhi kebutuhan gizi sehingga dapat kuat melawan segala bentuk bakteri, virus dan kuman penyakit.Selain itu, imunisasi dini dapat mencegah terjadinya demam yang disebabkan oleh suatu penyakit tertentu.



BAB III 12



PENUTUP



A. Kesimpulan Demam adalah peninggian suhu tubuh lebih besar ≥38oC. Demam disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Infeksi berasal dari bakteri, virus, jamur, parasit, sedangkan non infeksi berasal dari lingkungan, imun, keganasan, dan obat. Klasifikasi demam dibedakan menurut umur anak (2 bulan, 3-36 bulan, dan lebih dari 36 bulan) dan lamanya demam (kurang dari 7 hari, lebih dari 7 hari, dan idiopatik). Demam yang lebih dari 38,5 oC menyebabkan pasien tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah yang mengalir ke organ vital bertambah, tetapi jumlah darah ke ekstremitas berkurang (akral dingin), metabolisme cepat, dan napas juga semakin cepat. Komplikasi dari demam pada anak ini adalah dehidrasi dan kejang demam. Penatalaksaan demam berbeda-beda disesuaikan menurut simptomatik, penyakit infeksi, dan umur. Demam akibat infeksi, prognosisnya biasanya membaik karena dapat pulih dengan sendirinya. Akan tetapi, jika suhu tubuh berkelanjutan, maka komplikasinya lebih buruk. B. Saran Anak-anak sering sekali menderita demam karena masih dalam masa pertumbuhan sedangkan faktor penyebab infeksi berada disekitarnya. Oleh karena itu, pencegahan terhadap demam sebaiknya dilakukan oleh orang tua agar anak-anak bisa bebas beraktivitas sesuai umurnya.



DAFTAR PUSTAKA 13 1. Kliegman RM, Behrman RE. Fever. Dalam: Behrman RE,Kliegman RM, Nelson WE, Vaughn VC penyunting.Nelson textbook of pediatrics, edisi 14, Philadelphia: WB Saunders, 1992;h.647-56. 2. Sinclair JC. The control of body temperature and the pathogenesis of fever: developmental aspects.Dalam:Annales Nestle: Fever in children. Vevey, Switzerland: Nestle Nutrition SA, 1984;h.1-10. 3. Hardiono D Pusponegoro. Penatalaksanaan demam pada anak. 4. Henretig FM. Fever. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S, penyunting. Textbook of pediatric emergency medicine; edisi ke-3. Baltimore: Williams dan Wilkins, 1993;h.202-10.



5. Hardiono D Pusponegoro. Penatalaksanaan demam pada anak. 6. Henretig FM. Fever. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S,penyunting. Textbook of pediatric emergency medicine;edisi ke-3. Baltimore: Williams dan Wilkins, 1993;h.202-10. 7. Darwis D, Ismail S. Penatalaksanaan hiperpireksia pada anak. Dalam: Iwan Darmansyah dan Suharti KS,penyunting. Penatalaksanaan demam bagian farmakologi FKUI dan IDI JAKPUS, Jakarta:1982;h.63-70. 8. Santoso SO. Mekanisme kerja dan pemilihan obat antipiretik. Dalam: Iwan Darmansyah dan Suharti KS,penyunting. Penatalaksanaan demam. Bagian Farmakologi FKUI dan IDI, Jakarta, 1982;h.1-8. 9. Azis, A.latief. 2003.Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FKUNAIR.Surabaya 10. Behrman, Kliegman et.al. 2002 Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2. EGC. Jakarta. Fam Phys.2001 (64); 1219-26 11. Ganong, William F. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.20. EGC.Jakarta. 12. Gleadle, Jonathan. 2005.At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta: Erlangga 13. Guyton, Arthur C. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Ed.9. EGC.Jakarta. 14. Ismoedijanto. 2010. Pendekatan Diagnosis pada Anak dengan Demam.Tatalaksana Mutakhir Kasus Demam pada Anak.Jember 15. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/fever.html 16. http://www.sparkpeople.com/resource/health_a-z_detail.asp?AZ=568&Page=8 17. http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/2-2-6.pdf 18. www.healthplus24.com/disease/fever.aspx 19. www.clinicalkey.com/#!searchCtrl/dosearchresults/child%20fever/// 20. http://Pediatrics.aapublications.org/search? fultext=Child+fever&submit=yes&x=18&y=2



14