Makalah Ekosistem Estuari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EKOSISTEM ESTUARI



HENDRA PEKA WOLU 1806050118



PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2021



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul EKOSISTE ESTUARI Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Ekologi Pesisir dan Kelautan.



Dalam Penulisan makalah ini saya menyadari  masih terdapat kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis mengharapkan  kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.



Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya, khususnya para pembaca makalah ini.  Amin.



Kupang,Oktober 2021



Penulis



2



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI.............................................................................................................3 BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................................3 1.1



Latar Belakang...............................................................................................3



1.2



Tujuan dan Manfaat......................................................................................4



BAB 2. PEMBAHASAN..........................................................................................5 2.1



Pengertian Ekosistem Estuari (Estuarine)..................................................5



2.2



Karakteristik..................................................................................................6



2.2.1 Abiotik........................................................................................................6 2.2.2 Biotik..........................................................................................................7 2.3



Tipe-tipe..........................................................................................................9



2.3.1 Berdasarkan geomorfologi.........................................................................9 2.3.2 Berdasarkan perbedaan profil hidrologis.................................................10 2.3.3 Berdasarkan stratifikasi atau tingkatan-tingkatan salinitas......................11 2.4



Faktor Pembatas..........................................................................................12



2.4.1 Salinitas....................................................................................................12 2.4.2 Suhu..........................................................................................................13 2.4.3 Ombak dan Arus.......................................................................................13 2.4.4 Substrat Dasar..........................................................................................14 2.4.5 Kekeruhan (Turbiditas)............................................................................14 2.4.6 DO (kandungan oksigen).........................................................................14 2.4.7 Predasi......................................................................................................15 2.4.8 Jumlah organism autotrof.........................................................................15 2.5



Aliran Energi................................................................................................15



2.5.1 Rantai makanan........................................................................................16 2.5.2 Jaring-jaring makanan..............................................................................18 2.6



Siklus Materi................................................................................................20



2.6.1 Siklus Karbon...........................................................................................20 3.6.2 Siklus Nitrogen............................................................................................21 2.6.3 Siklus Fosfor............................................................................................23 BAB 3. KESIMPULAN.........................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25 3



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya pergantian musim. Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik seperti Habitat Rawa Asin. Oleh karena itu ekosistem estuary sangat erat kaitannya dengan habitat rawa asin. Hal ini disebabkan karena organisme tersebut harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Respon dari tingkah laku organisme tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada batas ambang toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi keberadaannya di suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan daerah estuari ini. Seperti halnya pada setiap ekosistem, pada ekosistem estuari ini juga dibentuk oleh komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain. Keanekaragaman komponen biotik dan abiotik yang terdapat didalamnya menyebabkan terjadinya interaksi yang cukup kompleks dan menarik untuk diteliti. Namun ekosistem estuary ini ternyata tidak cukup dikenal oleh masyarakat pada umumnya dan jarang sekali dibahas atau disosialisasikan, padahal ekosistem estuary ini memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi.



4



1.2 Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memaparkan pengertian, karakteristik, tipe-tipe, faktor pembatas, siklus materi dan siklus energi dalam ekosistem estuari. Dengan demikian, makalah ini dapat dijadikan sebagai pemberi informasi mengenai ekosistem estuari.



BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ekosistem Estuari (Estuarine) Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh proses-proses alamiah. Estuari berasal dari bahasa latin aestus, yang berarti berarti pasang-surut. Dapat diartikan bahwa ekosistem estuari merupakan suatu bentukan masa air yang semi tertutup di lingkungan pesisir, yang berhubungan langsung dengan laut lepas, sangat dipengaruhi oleh efek pasang-surut dan masa airnya merupakan campuran dari air laut dan air tawar (Rositasari,1994).



Gambar 1. Ekosistem Estuari



Ekosistem estuari adalah ekosistem perairan semi-tertutup yang memiliki badan air dengan hubungan terbuka antara perairan laut dan air tawar yang dibawa oleh sungai. Percampuran ini terjadi paling tidak setengah waktu dari setahun. Pada wilayah tersebut terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan, sehingga air menjadi payau (brackish). Sehingga estuari memiliki sifat yang unik akibat adanya percampuran antara massa air laut dan tawar membuat tingkat salinitas yang dimiliki dapat berubah-ubah atau memiliki fluktuasi tersendiri. Berubahnya salinitas estuari dapat dipengaruhi oleh adanya



pasang surut air dan musim. Selama musim kemarau, volume air sungai yang masuk berkurang, sehingga air laut dapat masuk sampai ke daerah yang lebih tinggi atau hulu dan menyebabkan salinitas yang dimiliki wilayah estuari meningkat. Sebaliknya yang terjadi apabila pada musim penghujan air tawar yang masuk dari hulu ke wilayah estuari meningkat sehingga salinitas yang dimiliki rendah (Sari, 2010). Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil muka air, instrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari (penampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya. Adanya aliran air tawar yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuari yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Oleh karena itu, lingkungan wilayah estuari menjadi paling produktif (Aritonang et all,2016). 2.2 Karakteristik Setiap ekosistem mempunyai karakteristik yang memebedakan satu ekosistem dengan ekosistem yang lainnya. Karakteristik tersebut bisa dari komponen abiotik maupun biotik penyusunnya. Ada keterkaitan antara komponen abiotik dengan komponen biotik, bahkan komposisi biotik dalam suatu ekosistem salah satunya ditentukan oleh komposisi abiotik yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. 2.2.1 Abiotik 1. Keterlindungan Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.



2. Kedalaman Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal). 3. Salinitas air Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung hewan-hewan yang secara khusus dalam siklus reproduksinya berada di air tawar seperti ikan salmon. 4. Sirkulasi air Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton. 5. Pasang Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah. 6. Penyimpanan dan pendauran zat hara Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani. 2.2.2 Biotik Komponen biotik baik flora maupun fauna penyusun ekosistem estuari mempunyai karakteritik yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk adaptasi tertentu yang spesifik. Berikut bentuk adaptasi fauna ekosistem estuari : 1. Adaptasi morfologis yaitu : organisme yang hidup di lumpur memiliki rambut-rambut halus (setae) untuk menghambat penyumbatanpenyumbatan permukaan ruang pernapasan oleh partikel lumpur.



2. Adaptasi fisiologis yaitu : berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh dalam menghadapifluktuasi salinitas eksternal. 3. Adaptasi tingkah laku pembuatan lubang ke dalam lumpur oleh organisme, khususnya invertebrata. Ketiga bentuk adaptasi tersebut memunculkan hewan-hewan yang secara khusus hidup di daerah estuari dan menjadi salah satu karakteristik komponen biotik estuari. Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30%, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Berikut adalah hewan-hewan yang khas hidup di ekosistem estuari : 1. Beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), 2. Siput kecil Hydrobia 3. Udang Palaemonetes 4. Cacing (polikaeta) Nereis 5. Fauna-fauna peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja seperti ikan salmon, udang Penaeus, sidat (Anguilla). 6. Golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari makanan (Nybakken, 1988). Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis algae, antara lain algae berfilamen seperti Enteromorpha sp., dan Padina sp. Di dalam kolom air estuari dijumpai fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata. Tumbuhan yang umum dijumpai pada ekosistem estuari adalah tumbuhan mangrove dan rumput rawa (Pritchard,1976)



2.3 Tipe-tipe 2.3.1 Berdasarkan geomorfologi 1. Estuari yang berupa rataan tergenang (Drowned river valley) Biasanya banyak terbentuk di sepanjang pantai yang memiliki rataan pantai yang dangkal dan lebar. Pada musim penghujan, air dari sungai mehgangkut sejumlah besar sedimen ke arah estuari. Sedangkan pada musim kemarau aliran dari laut mendominasi lingkungan estuari, karena debit air dari sungai sangat rendah. 2. Estuari bertipe fyord Tipe estuari ini biasanya terbentuk di perairan dalam. Morfologi dasar perairan estuari ini biasanya berbentuk huruf U. Kurun sejarah pembentukannya diperkirakan dimulai pada jaman es (glasial period), sehingga dapat digolongkan sebagai bentukan geologis berumur tua. 3. Estuari dengan pasir penghalang (bar-built estuaries) Merupakan cekungan dangkal yang sebagian dasar perairannya akan muncul pada saat surut. Perairan ini dapat dikatagorikan sebagai perairan semi tertutup, dengan adanya gundukan pasir penghalang (bars) atau pulau-pulau penghalang(barrier islands). Bentukan penghalang tersebut terputus-putus oleh saluran-saluran kecil (inlet) yang berhubungan langsung dengan laut lepas. Pada kasus-kasus tertentu tumpukan pasir tersebut diendapkan di laut, pada kasus lain tumpukan pasir penghalang tersebut merupakan bekas bentukan bukit-bukit pasir yang berubah karena terisolasi oleh penaikan permukaan laut secara bertahap. 4. Estuari yang terbentuk oleh proses vulkanik Tipe estuari ini terbentuk dari lekukan garis pantai (pesisir), dimana lekukan tersebut terbentuk karena terjadinya patahan geologis atau oleh penurunan muka bumi secara lokal, proses tersebut biasanya diikuti dengan pemasukan air tawar yang besar (Pritchard,1976).



Pengklasifikasian tipe estuari lain yaitu berdasarkan perbedaan profil hidrografik. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya aliran yang berasal dari laut dan darat (sungai). Kedua aliran tersebut akan menampakkan dominasi yang berlainan karena terdapatnya perbedaan faktor fisik dan fisis pada setiap lingkungan estuari. Perbedaan dominasi tersebut akan menimbulkan perbedaan pada profil hidrologis perairan (Pritchard,1976). 2.3.2 Berdasarkan perbedaan profil hidrologis 1. Profil hidrografis berlapis (Highly stratified). Profil perairan ini disebabkan karena terdapatnya dominasi aliran sungai dibandingkan dengan pasang-surut, sebagaimana yang biasa terjadi di muara sungai besar. Masa air tawar yang besar cenderung terapung di atas air laut yang memiliki berat jenis yang lebih tinggi, sehingga terbentuk bidang pemisah di antar kedua lapisan tesebut (wedge) yang melintang di sepanjang



dasar



perairan.



Tipe



pelapisan



hidrografis



ini



akan



memperlihatkan sifat holoklin (holocline) pada salinitasnya, yaitu terdapatnya zona perubahan yang tajam pada salinitas air permukaan dan air dasar di perairan estuari tersebut. 2. Profil hidrografis teraduk sebagian (Partially mixed). Pada profil seperti ini, input air tawar dan pasang-surut lebih seimbang pengaruhnya. Media pengadukkan yang bekerja secara dominan pada tipe perairan ini adalah efek pasang-surut yang berlangsung secara periodik. Profil salinitas secara vertikal lebih tergradasi karena terdapatnya pengadukan secara vertikal yang kemudian membentuk pola pelapisan yang kompleks pada masa air. 3. Profil hidrografis tercampur sempurna (Vertically homogenous estuary). Tipe estuari ini didominasi oleh efek pasang-surut yang kuat. Air cenderung teraduk dengan sangat baik mulai dan permukaan hingga dasar perairan. Kandungan salinitas relatif tinggi, hampir mendekati salinitas air laut. Variasi utama yang terjadi pada tipe estuari ini lebih banyak terdapat secara horizontal dan pada secara vertikal. Estuari yang memiliki pasir



penghalang (bar-built estuary) atau estuari yang tidak memiliki sungai besar merupakan contoh dan tipe perairan ini. 2.3.3 Berdasarkan stratifikasi atau tingkatan-tingkatan salinitas 1. Estuari positif (baji garam) Estuari tipe ini memiliki ciri khas yaitu gradien salinitas di permukaan lebih rendah dibandingkan dengan salinitas pada bagian dalam atau dasar perairan. Rendahnya salinitas di permukaan perairan disebabkan karena air tawar yang memiliki berat jenis lebih ringan dibanding air laut akan bergerak ke atas dan terjadi percampuran setelah beberapa saat kemudian. Kondisi ini, juga dapat disebabkan pula oleh rendahnya proses penguapan akibat sedikitnya intensitas matahari yang masuk pada wilayah estuari. Tipe estuari ini dapat ditemukan di wilayah sub tropis yang mana terjadinya penguapan rendah dan volume air tawar yang relatif banyak. Sedangkan untuk wilayah tropis sendiri, dapat pula ditemukan tipe ini apabila terjadi musim penghujan. Yang mana intensitas cahaya matahari pada musim tersebut sedikit dan massa air tawar yang masuk lebih besar(Knox, 1986). 2. Estuari negatif Estuaria tipe ini biasanya ditemukan di daerah dengan sumber air tawar yang sangat sedikit dan penguapan sangat tinggi seperti di daerah iklim gurun pasir. Keadaan dari estuari tipe ini dikarenakan oleh air laut yang masuk ke daerah muara sungai melewati permukaan sehingga mengalami sedikit pengenceran karena bercampur dengan air tawar yang terbatas jumlahnya. Lalu tingginya intensitas cahaya matahari menyebabkan penguapan sangat cepat sehingga air permukaan hipersalin (banyak mengandung garam) (Knox, 1986). 3. Estuari sempurna Percampuran sempurna menghasilkan salinitas yang sama secara vertical dari permukaan sampai ke dasar perairan pada setiap titik. Estuaria seperti ini kondisinya sangat tergantung dari beberapa faktor antara lain: volume



percampuran masa air, pasang surut, musim, tipe mulut muara dan berbagai kondisi khusus lainnya. Estuaria percampuran sempurna kadang terjadi atau ditemukan di daerah tropis khususnya ketika volume dan kecepatan aliran air tawar yang masuk ke daerah muara seimbang dengan pasang air laut serta ditunjang dengan mulut muara yang lebar dan dalam (Knox, 1986). 2.4 Faktor Pembatas Sebagai sebuah ekosistem yang kompleks, tentunya estuary memiliki parameter fisik dan kimia tersendiri yang nantinya akan berpengaruh pada kemampuan atau toleransi kehidupan biota yang terdapat disana. Beberapa faktor fisik, kimia, maupun biotik lingkungan yang dapat menjadi faktor pembatas dalam ekosistem estuary antara lain : 2.4.1 Salinitas Tingkat salinitas estuary berubah dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh iklim, topografi estuary, pasang surut air laut, dan volume air laut yang masuk. Di daerah tropis seperti di Indonesia yang memiliki iklim tropis dan pasang surut diurnal (dua kali pasang dan surut) dalam waktu sehari semalem yang menyebabkan terjadi fluktuasi salinitas yang mana waktu terjadinya cukup pendek sekitar 6 jam. Faktor pertama pengaruh salinitas adalah fenomena pasang air laut yang besar yang mendorong air laut masuk cukup besar dan sampai ke daerah hulu sungai. Sebaliknya apabila pasang sudah turun, maka keadaan isohaline kembali kedaerah hilir saja. Hal ini menyebabkan pada daerah yang sama didaerah estuari memiliki salinitas yang berbeda pada waktu yang berbeda sesuai perubahan akibat pasang surut air laut dan volume air tawar yang masuk. Faktor kedua yang mempengaruhi tingkat salinitas adalah kekuatan coriolis, yaitu terjadinya pembelokan arah gerak melingkar akibat rotasi bumi mengelilingi sumbunya. Berputarnya bumi pada porosnya mengakibatkan perubahan arah gerakan air laut yang masuk ke daratan ( muara sungai ).



Pembelokan kearah kanan dibelahan bumi sebelah utara dan kearah kiri pada belahan bumi sebelah selatan. Faktor ketiga yang menyebabkan fluktuasi salinitas pada ekosistem estuari adalah musim. Di Indonesia dengan dua musim yang berbeda dalam setahun akan menyebabkan perbedaan salinitas sebagai akibat berubahnya volume air tawar dan berubahnya intensitas cahaya matahari. Berdasarkan beberapa pengaruh kimia dan fisik terhadap fluktuasi salinitas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam ekosistem perairan estuari terbentuk 3 zona yaitu air tawar, air payau, dan air laut. Antara zona zona ini terdapat garis pemisah yang hanya dapat dilewati oleh organism yang memiliki kemampuan adaptasi fisiologi tertentu. 2.4.2 Suhu Suhu air estuari memiliki fluktuasi harian yang lebih besar dibandingkan dengan perairan lainnya. Hal ini disebabkan karena luas permukaan estuari relatif lebih besar jika dibandingkan dengan volume airnya. Air pada ekosistem estuary cenderung lebih cepat panas dan lebih cepat dingin tergantung kondisi atmosfir yang melingkupinya. Bervariasinya suhu pada ekosistem estuari adalah karena masuknya air tawar yang suhunya lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman. Selain itu suhu pada ekosistem estuari juga bervariasi secara vertikal karena pengaruh fluktuasi suhu harian. 2.4.3 Ombak dan Arus Terjadinya ombak tergantung pada luas permukaan perairan dan juga angin. Estuari memiliki luas perairan terbuka yang sempit karena dibatasi oleh daratan pada ketiga sisinya, dengan demikian angin yang bertiup untuk menciptakan ombak juga minimal. Kedalaman dan sempitnya mulut estuari juga menjai penghalang terbentuknya ombak yang besar atau menghilangkan pengaruh ombak laut yang masuk estuari. Arus di estuari cenderung disebabkan oleh pasang air laut dan aliran sungai. Arus didaerah estuari sering mengakibatkan timbulnya erosi dan biasanya diikuti oleh pengendapan dimulut muara. Adanya perbedaan kecepatan arus yang berasal dari sungai dari musim ke musim menyebabkan



perbedaan kecepatan erosi dan pengendapan, sehingga banyak kasus terutama di beberapa tempat di Indonesia muara sungai bergeser dari tempat semula. 2.4.4 Substrat Dasar Kebanyakan estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari proses pengendapan material baik yang dibawa oleh air laut maupun air tawar dari aliran sungai. Air laut dan air sungai membawa banyak partikel pasir maupun lumpur yang tersuspensi dan keduanya bertemu di estuari. Berbagai ion yang berasal dari laut akan mengikat partikel lumpur yang terbawa air sungai sehingga menggumpal dan mengendap sebagai dasar substrat yang khas. Di antara endapan lumpur adalah materi organik sehingga estuari menjadi tempat yang kaya cadangan bahan makanan bagi organism. 2.4.5 Kekeruhan (Turbiditas) Besarnya jumlah partikel tersuspensi menyebabkan pada waktu waktu tertentu terutama pada saat musim penghujan dimana volume air tawar meningkat dan membawa material akibat erosi menyebabkan kekeruhan meningkat, demikian juga aktivitas pasang air laut. Kekeruhan biasanya minimum pada mulut muara dan semakin meningkat kearah hulu sungai. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya matahari kedalam perairan yang selanjutnya menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan bentik. 2.4.6 DO (kandungan oksigen) Kandungan oksigen terlarut pada ekosistem estuari sangat tergantung oleh beberapa faktor antara lain: suhu, salinitas, pengadukan, dan aktivitas organisme. Melihat kondisi fisik ekosistem estuari, maka secara umum wilayah ini memiliki kandungan oksigen terlarut relatif tinggi dibandingkan perairan yang lain. Pada musim kemarau yang panjang dimana penggelontoran air tawar menurun dan suhu serta salinitas relatif tinggi di permukaan perairan menyebabkan proses pengadukan dan distribusi oksigen dari permukaan ke dasar perairan sedikit terhambat sehingga kandungan oksigen di dasar perairan menurun. Selain itu



menurunnya kandungan oksigen didasar perairan juga dapat disebabkan karena tingginya bahan organik yang terdeposit dan tingginya populasi dan individu bakteri di dalam sedimen menyebabkan meningkatnya pemakaian oksigen 2.4.7 Predasi Predasi merupakan hubungan antara mangsa dan pemangsa ( predator ). Hubungan ini memiliki hubungan sangat erat, karena tanpa mangsa predator tidak bias bertahan untuk hidup. Jumlah antara predator dan mangsa berbanding lurus. Semakin banyak predator yang terdapat di alam jika tidak diimbangi dengan jumlah yang sama dengan mangsa, maka akan terjadi ketidakseimbangan di alam. Predasi disini berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh dalam ekosistem estuari adalah ikan yang menjadi predator bagi plankton dan invertebrata 2.4.8 Jumlah organism autotrof Organisme autotrof merupakan organisme yang mampu menghasilkan zat organik yang dibutuhkan oleh konsumen. Organisme ini tentunya membutuhkan bahan berupa zat zat anorganik yang terdapat dialam dengan bantuan matahari yang biasa disebut dengan fotosintesis. Keberadaan organisme autotrof sangat mempengaruhi organisme yang lain, sebab apabila organisme ini jumlahnya sedikit maka yang terjadiadalah organism sebagai konsumen juga akan ikut berkurang. Organisme yang termasuk dalam organisme autotrof adalah organisme berklorofil yang terdiri atas: tumbuhan, bakteri fotosintetik, dan alga fotosintetik ( Odum, 1998 ). 2.5 Aliran Energi Dalam ilmu ekologi aliran energi ini terdapat dua hal yang perlu dikaji yaitu: rantai makanan dan jaring-jaring makanan. Perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora) disebut rantai makanan. Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan



perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar energi yang diperlukan. 2.5.1 Rantai makanan Pada ekosistem estuaria dikenal 3 (tiga) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik. Fauna diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kompleks. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air. Ada tiga tipe dasar rantai makanan: 1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya proses grazing fitoplankton oleh zooplankton. Fitoplankton atau alga melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari dan menyimpan hasil fotosintesis berupa senyawa organik dan sumber energi berupa senyawa kimia. Heterotrof mentransfer energi dan nutrisi melalui rantai makanan memakan fitoplankton atau zooplankton (Saikia dan Nandi, 2010). 2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Dimulai dari organisme detrivor. Cacing piph sebagai top predator, makrofauna sebagai mangsa utama, mikrofagus miofauna (invertebrata), dekomposer mikrobial (fungi dan bakteri) dan akhirnya sampah daun sebagai sumber (Wood & Armitage 1997; Robertson & Milner 2001; Gaudes et al. 2009). Invertebrata terbesar (cacing pipih dan mangsanya) dapat mempengaruhi jumlah



deposit



Statzner 2012).



sedimen.



(Zhang,



Richardson



&



Negishi 2004;



Gambar 2. Rantai makanan sisa



Dari ketiga macam rantai makanan ini, akan mempengaruhi organisme satu dengan lainnya. Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai makanan di dalam suatu komunitas yang kompleks antar komunitas. Selain itu, suatu rantai makanan adalah suatu kelompok organisme yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larva ikan, ikan kecil, ikan besar, binatang menyusui). Dalam bagian ini, diuraikan tiga bagian terbesar dalam rantai makanan yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan infauna benthic. Sebab phytoplankton dan zooplankton adalah komponen rantai makanan utama dan penting yang mendukung keberadaan organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic adalah organisme yang melengkapi pentingnya rantai makanan di dalam ekosistem pantai berlumpur. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus.



Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan makanan yang dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen, 2001). Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora. 2.5.2 Jaring-jaring makanan Estuari merupakan tempat perawatan dan penyediaan makanan bagi ikanikan muda yang mempunyai arti ekonomi tinggi, antara lain ikan muda herrinh (Clupea harengus), ikan pipih (flat fish) mencakup Pleuronectes platessa, dan Platichthys flexus, Bothus lunatus, flounders, serta ikan halibut lain Hippoglossus



hippoglossus dan Arnaglossus



imperalis,



dan



antara ikan



menhaden, Brevoortia tyranus. Ikan pipih, ikan halibut, dan ikan menhaden itu bertelur di estuary. Ikan-ikan dewasa ditemukan di dasar muara sungai yang tidak ada arus yang kuat. Pada saat air pasang ikan-ikan ikut naik ke atas dan masuk di estuari. Ikan-ikan muda mendapat perawatan dan makanan di estuari yang kaya makanan. Jaring-jaring makanan ikan dalam estuari dapat dilukiskan sebagai berikut.



Gambar 3. Jaring-jaring makanan



Gambar 4. Jaring-jaring makanan



Vegetasi (Spartina sp., Juncus sp., Destichlis sp., Puccinella sp., Enteromorpha sp., Zoostera sp., Salicarma sp., Armeria sp., Spergularia sp., Limonium sp.,) yang hidup di estuari itu jarang sekali dimakan herbivora. Juga bila ada pohon bakau, maka tumbuhan itu juga tidak dimakan hewan. Oleh sebab itu perairan estuari dan juga payau-payau itu sebenarnya merupakan daerah yang kaya makanan bagi plankton dan invertebrata yang merupakan



makanan bagi ikan. Vegetasi di daerah estuari juga menyediakan makanan bagi belalang, dan



gastropoda yang jumlahnya biasanya tinggi di musim panas justru di waktu ikanikan itu bertelur dan berbiak cepat dengan persediaan makanan yang berlimpah (Brotowidjojo, 1995). 2.6 Siklus Materi 2.6.1 Siklus Karbon Di atmosfer terdapat kandungan CO2 sebanyak 0.03%. Sumber-sumber CO2 di udara berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbondioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk berespirasi.



Gambar 5. Siklus materi



Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar CO2 di udara. Di ekosistem air, pertukaran CO2 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbondioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, CO2 yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah CO2 di air.



Gambar 6. Siklus karbon



Kontribusi aliran karbon dari daratan adalah C/N > 10, sedangkan dari perairan sendiri sebesar C/N < 6, penyebabnya tingginya variasi tersebut diakibatkan oleh tingginya pasokan air tawar dari sungai dan sumber karbon itu sendiri (Bengen, 2001). Selanjutnya, sumber di dalam (internal sources) akibat adanya proses dissolved dan particulate dari karbon itu sendiri termasuk daur ulang partikel, exudation from producers, terlepas sel yang patah dan kotorankotoran konsumer (Dahuri et al, 2001). 3.6.2 Siklus Nitrogen Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas dapat ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir. Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH 3), ion nitrit (NO2- ), dan ion nitrat (NO3- ). Gas nitrogen tidak dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme sebelum ditransformasi yang melibatkan menjadi senyawa NH3, NH4, dan NO3 sebelum digunakan dalam siklus.



Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Dalam ekosistem terdapat suatu daur antara organisme dan lingkungan fisiknya. Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan lain, misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Di dalam setiap daur, terdapat cadangan utama unsur yang secara terus menerus bergerak masuk dan keluar melewati organisme. Selain itu, terdapat pula tempat pembuangan sejumlah unsur kimia tertentu yang tidak dapat didaur ulang melalui proses biasa. Dalam waktu yang lama, kehilangan bahan kimia tersebut menjadi faktor pembatas, kecuali apabila tempat pembuangan itu dimanfaatkan kembali. Pada akhirnya, daur bolak balik ini cenderung mempunyai mekanisme umpan balik yang dapat mengatur dirinya sendiri (self regulating) yang menjaga siklus tersebut agar tetap seimbang. Diantara beberapa siklus biogeokimia lainnya seperti siklus fosfor dan sulfur, siklus nitrogen adalah siklus biokimia yang sangat kompleks (Spencer, 1975).



Gambar 7. Siklus nitrogen



2.6.3 Siklus Fosfor Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh decomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus (Spencer, 1975).



Gambar 8. Siklus fosfor



BAB 3. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang diambil dari makalah tentang estuari ini adalah ekosistem estuari adalah ekosistem perairan semi-tertutup yang memiliki badan air dengan hubungan terbuka antara perairan laut dan air tawar yang dibawa oleh sungai. Estuari sebagai sebuah ekosistem memiliki macam-macam tipe dilihat dari berbagai aspek yaitu salinitas dan geomorfologi, iklim dan sejarah. Ekosistem estuari memiliki salinitas yang tidak konstan. Salah satu penyebabnya adalah dikarenakan adanya percampuran air tawar yang terbawa arus sungai dan aliran air dari pasang surut air laut. Hal ini membuat ekosistem estuari bersifat unik, selain dari segi tingkat salinitasnya juga dapat dilihat dari segi organisme yang hidup menempatinya. Jenis organisme yang menempati ekosistem estuar merupakan percampuran dari organisme perairan tawar dan perairan laut sehingga memiliki adaptasi khusus terhadap lingkungannya. Aliran energi dan siklus materi yang terjadi dalam ekosistem estuari hampir sama dengan ekosistem yang lain. Namun, perbedaannya terletak pada organisme sebagai subjek proses siklus materi dan aliran energi. Selain itu perbedaan terletak spada konsentrasi dari masing-masing materi dalam proses siklus materi yang terjadi dalam estuari. Disamping itu terdapat faktor pembatas ekosistem estuary berupa salinitas, suhu, ombak dan arus, substrat dasar, kekeruhan, DO, predasi, jumlah autotroph, usia serta jumlah parasit.



DAFTAR PUSTAKA



Aritonang, A.E. et al. 2016. Laju pengendapan sedimen di pulau anakan muara sungai banyuasin provinsi sumatera selatan. 8(1). Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Jawa Barat. Brotowidjoyo, Mukayat D, dkk. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Yogyakarta: Liberty. Dahuri et al. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Gaudes, A., Artigas, J., Romaní, A.M., Sabater, S. & Muñoz, I. (2009) Contribution of microbial and invertebrate communities to leaf litter colonization in a Mediterranean stream. Journal of the North American Benthological Society, 28,34–43. Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia. Odum, E.P. 1998. Dasar – Dasar Ekologi edisi 4. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press Pritchard, D.W. 1976. What is an estu-ary : Physical view point. In Estuaries (G.H. Lauff, es.). Amer. Assoc. Adv. Sci. Publ. No. 83. Washington D.C. p:3-5 Robertson, A.L. & Milner, A.M. (2001) Coarse particulate organic matter: a habitat or food resource for the meiofaunal community of a recently formed stream? Archiv für Hydrobiologie, 152, 529–541. Rositasari,R dan Rahayu,S.K. 1994. Sifat-Sifat Estuari dan Pengelolaannya. 19 (3)