20 0 431 KB
MAKALAH ASKEP GADAR MUSKULOSKELETAL ASUHAN KEPERAWATAN GADAR PADA KASUS FRAKTUR PELVIS
Dosen Pembimbing : Ns. Edi Purwanto, SST., M.Kes Disusun Oleh : Andi Tandri
(P07220217004)
Robi Kustiawan
(P07220217017)
Jessy Yanty
(P07220217018)
Syindi Devi Wahdaniah
(P07220217031)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021
1
MAKALAH ASKEP GADAR MUSKULOSKELETAL ASUHAN KEPERAWATAN GADAR PADA KASUS FRAKTUR PELVIS
Dosen Pembimbing : Ns. Edi Purwanto, SST., M.Kes Disusun Oleh : Andi Tandri
(P07220217004)
Robi Kustiawan
(P07220217017)
Jessy Yanty
(P07220217018)
Syindi Devi Wahdaniah
(P07220217031)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan sejak awal hingga tersusunnya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Gadar Pada Kasus Fraktur Pelvis” untuk memenuhi penugasan yang diberikan oleh dosen pengajar dalam mata kuliah Askep Gadar Muskuloskeletal. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan baik moral maupun material serta kerja sama terutama dari teman-teman, dosen pembimbing, dan berbagai pihak. Untuk itulah, penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pembimbing dalam bimbingan pembuatan makalah ini. Akhir kata, penulis menerima secara terbuka saran dan kritik atas segala kekurangan dalam makalah ini, dan penulis berharap makalah ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas.
Samarinda, 25 Februari 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang .................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2 C. Tujuan ............................................................................................................... 2 1. Tujuan Umum ..................................................................................................... 2 2. Tujuan Khusus .................................................................................................... 2 D. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 4 A. Anatomi Pelvis ........................................................................................................... 4 B. Pengertian Fraktur Pelvis ......................................................................................... 6 C. Etiologi........................................................................................................................ 8 D. Manifestasi Klinis...................................................................................................... 9 E. Patofisiologi ............................................................................................................. 10 F. Penatalaksanaan .........................................................Error! Bookmark not defined.0 G. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Fraktur Pelvis ................................ 12 BAB III PENUTUP ................................................................................................... 24 A. Kesimpulan ..................................................................................................... 24 B. Saran ................................................................ Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelvis adalah
daerah
batang tubuh
yang
berada disebelah
dorsokaudal terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke ekstremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Disebabkan oleh jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau cedera tabrakan. Minimal dua pertiga pasien ini mengalami cedera berat dan multipel (Syaifuddin, 2010). Fraktur pelvis merupakan terputusnya hubungan tulang pelvis, baik pubis atau tulang ileum yang disebabkan oleh suatu trauma (Helmi, 2012). Fraktur
pelvis
berkekuatan-tinggi
merupakan
cedera
yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kirakira 15–30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar.
1
B. Rumusan Masalah 1. Apa anatomi dari pelvis? 2. Apa pengertian dari fraktur pelvis? 3. Apa etiologi dari fraktur pelvis? 4. Apa saja manifestasi klinis dari fraktur pelvis? 5. Bagaimana patofisiologi dari fraktur pelvis? 6. Bagaimana penalataksanaan kegawatdaruratan fraktur pelvis? 7. Bagaimana pengkajian klien dengan fraktur pelvis? 8. Apa saja diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur pelvis? 9. Apa saja perencanaan keperawatan pada klien dengan fraktur pelvis? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan gadar pada kasus fraktur pelvis. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan makalah ini, antara lain : a. Untuk mengetahui tentang anatomi pelvis b. Untuk mengetahui tentang pengertian dari fraktur pelvis c. Untuk mengetahui tentang etiologi dari fraktur pelvis d. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari fraktur pelvis e. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari fraktur pelvis f. Untuk mengetahui tentang penalataksanaan kegawatdaruratan fraktur pelvis 2
g. Untuk mengetahui tentang pengkajian klien dengan fraktur pelvis h. Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan klien dengan fraktur pelvis i. Untuk mengetahui tentang perencanaan keperawatan klien dengan fraktur pelvis D. Sistematika Penulisan Makalah
Askep
Gadar
Neurosensori
dengan
judul
Asuhan
Keperawatan Gadar Pada Kasus Fraktur Pelvis ini terdiri atas 3 bab pembahasan. Pada awal makalah berisi bab pertama yang menjelaskan tentang pendahuluan, berisi mengenai latar belakang. Lalu dilanjutkan oleh rumusan masalah yang kemudian dijawab dalam tujuan penulisan. Adapun sistematika penulisan yang memaparkan bagaimana tersusunnya makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Gadar Pada Kasus Fraktur Pelvis. Selanjutnya, pada bab kedua berisi mengenai tinjauan teori yang membahas mengenai Asuhan Keperawatan Gadar Pada Kasus Fraktur Pelvis secara mendetail dan jelas, sesuai dengan tujuan awal penulisan. Kemudian diperjelas dalam Bab terakhir yang menjelaskan penutup dengan memaparkan kesimpulan secara ringkas pembahasan dari makalah ini.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Pelvis Pelvis
adalah
daerah
batang
tubuh
yang
berada
disebelah
dorsokaudal terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke ekstremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang, ligamentum, dan otot. Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, member tempat kepada vesika urinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe, dan saraf. Kerangka Pelvis terdiri dari : •
Dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang : os ilii, os ischia dan os pubis
•
Os sacrum
•
Os coccyges
a. Os Sacrum Os sacrum terdiri dari lima rudimenter yang bersatu membentuk tulang berbentuk baji yang cekung kearah anterior. Pinggir atas atau basis ossis sacri bersendi dengan vertebra lumbalis V. pinggir inferior yang sempit bersendi dengan os coccygis. Dilateral, bersendi
dengan
kedua
os
coxae
os
sacrum
membentuk articulation
sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra sacralis pertama menonjol kedepan sebagai batas posterior aperture pelvis superior, disebut promontorium os sacrum yang merupakan bagian penting bagi ahli kandungan untuk menentukan ukuran pelvis. Foramina vertebralia
bersama-sama
membentuk 4
kanalis
sakralis.
Kanalis
sakralis berisi radiks anterior dan posterior nervi lumbales, sacrales, dan coccygeus vilum terminale dan lemak fibrosa. b. Os Coccyges Os coccyges berartikulasi dengan sacrum di superiortulang ini terdiri dari empat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra
coccygea
hanya
terdiri
atas
corpus, namum
vertebra
pertama mempunyai prosecus tranversus rudimenter dan kornu coccygeum. Kornu adalah sisa pediculus dan procesus articularis superior yang menonjol ke atas untuk bersendi dengan kornu scrale c. Os inominatum tulang panggul Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu : ilium, iscium, dan pubis. Saat dewasa tulang-tulang ini telah menyatu seluruhnya pada acetabulum. Ilium : batas atas tulang ini adalah Krista iliaca.Krista iliaca berjalan ke belakang dari spina iliaka anterior superior menuju spina iliaka posterior superior. Di bawah tonjolan tulang ini terdapat spina inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut permukaan glutealis karena disitulah perlekatan m. gluteus. Linea glutealis inferior, anterior, dan posterior membatasi perlekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam ilium halus dan berongga membentuk fossa iliaka. Fossa ilika merupakan tempat melekatnya m. iliakus. Permukaan aurikularis
ilium berartikulasi dengan sacrum pada sendi sacroiliaca
(sendi synovial). Ligamentum memperkuat
sacroiliaca
posterior,
sendi sakroiliaka.
Linea
interoseus,
dan
iliopectinealis
anterior berjalan
disebelah anterior permukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menuju pubis.Iscium : terdiri dari spina dibagian posterior yang membatasi incisura isciadica mayor (atas)
dan
minor
(bawah).
Tuberositas iscia adalahpenebalan bagian bawah korpus iscium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iscium menonjol ke depan dari tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis
5
inferior. Pubis : terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini berartikulasi dengan tulang pubis ditiap sisi simfisis pubis. Permukaan superior dari korpus memiliki Krista pubicum dan tuberkulum pubicum. Foramen obturatorium merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan iscium. d. Pelvis major (panggul besar, pelvis spurium) Terletak cranial terhadap aperture pelvis superior (aditus pelvis).Terbuka dan melebar pada ujung atasnya dan harus dipikirkan sebagai bagian cavitas abdominalis. Melindungi isi abdomen dan setelah kehamilan bulan ke tiga, membantu menyokong uterus gravidarum. Ke arah ventral dibatasi dinding abdomen, ke arah lateral oleh fossa iliaca dextra, dan fossa iliaca sinistra, dan ke arah dorsal oleh vertebra L. S dan vertebra S1. e. Pelvis minor (panggul kecil, pelvis verum) Berada antara aperture pelvis superior dan aperture pelvis inferior (exitus pelvis).Merupakan lokasi fisera pelvis (misalnya vesika urinaria).Dibatasi oleh permukaan dalam os coxae, os sacrum dan os coccygis.Ke bawah dibatasi oleh diafragma pelvis.Pelvis minor mempunyai pintu masuk, pintu keluar, dan sebuah cavitas. Pelvis minor merupakan saluran tulang yang harus dilalui oleh janin pada proses persalinan. Ada 4 sendi pelvis, yaitu : •
Dua articulation sacroliaca
•
Symphisis pubis
•
Articulation sacrococcyges
B. Pengertian Fraktur Pelvis Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Disebabkan oleh jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau cedera tabrakan. Minimal dua pertiga pasien ini mengalami cedera berat dan multipel (Syaifuddin, 2010). Fraktur pelvis merupakan terputusnya hubungan tulang
6
pelvis, baik pubis atau tulang ileum yang disebabkan oleh suatu trauma (Helmi, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasanyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain. Fraktur pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah. Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang. Dapat menyebabkan hemoragic (pelvis dapat menahan sebanyak ±4 liter darah) dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis, perdarahan peritoneum atau saluran kemih. Fraktur
pelvis
berkekuatan-tinggi
merupakan
cedera
yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kirakira 15–30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur pelvis adalah gangguan struktur tulang dari pelvis akibat trauma maupun kecelakaan lalu lintas, sehingga terputusnya hubungan tulang pelvis baik tulang pubis atau tulang ilium.
7
C. Etiologi Fraktur Pelvis Menurut Muttaqin (2008) umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. 1. Trauma Langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang, hal tersebut akan menyebabkan fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat comminuted dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 2. Trauma Tak Langsung Apabila trauma di hantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh. 3. Mekanisme Injury Mekanisme injury bergantung dari seberapa besar kekuatan injury dan seperti apa bentuk dari injury tersebut. 4. Low- Energy injuries Low-energy awal
injuries
terjadi
pada
pasien
osteoporosis
serangan
yang diakibatkan karena jatuh pada posisi terduduk. Terapi yang
diberikan berupa analgetik dan mobilisasi pasien.
Fraktur karena
penekanan dapat terjadi tanpa harus didahului adanya jatuh. Scan tulang sangat dibutuhkan untuk mendiagnosis kejadian ini. 5. High- Energy Injuries Penyebab terjadinya high-energy injuries adalah kecelakan kendaraan bermotor, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan antara dengan
pejalan kaki
pengguna sepeda motor, atau jatuh dari ketinggian. Hal ini
merupakan insiden tertinggi yang menyebabkan perdarahan dan syok
8
hipovlemik. Penanganan yang dilakukan adalah evaluasi dan penanganan secara darurat.
D. Manifestasi Klinis Fraktur Pelvis Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan sehingga luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik baik internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture perineum, manifestasi peritonitis berisiko muncul seluruh drainase abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase tersebut. Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya perdarahan diseluruh abdomen yang mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi abdomen).Catat dan dokumentasikan warna dan jumlah drainase. Gejala fraktur pelvis sebagai berikut : 1. Nyeri di bagian selangkangan, pinggul, atau punggung bawah. 2. Tidak dapat bangun atau berdiri, terutama setelah jatuh. 3. Tidak dapat mengangkat, menggerakkan, atau memutar kaki. 4. Kesulitan untuk berjalan. 5. Bengkak dan memar pada area panggul dan sekitarnya 6. Mati rasa atau kesemutan di selangkangan atau kaki. 7. Panjang kaki yang tidak sama, biasanya kaki di sisi pinggul yang cedera lebih pendek dari sisi lainnya. 8. Kaki di sisi pinggul yang cedera mengarah keluar.
9
Pada kondisi yang parah, patah tulang panggul bisa menimbulkan gejala, seperti perdarahan dari vagina, uretra (saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke luar tubuh), atau rektum (ruang yang berisi limbah padat dari usus besar untuk dibuang ke luar tubuh), atau kesulitan buang air kecil. E. Patofisiologi Fraktur Pelvis Patofisiologi fraktur pelvis Trauma biasanya terjadi secara lansung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau osteomalasia dapat terjadi fraktur stres pada rumus pubis. Oleh karena rigiditas panggul maka keretakan pada salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain, kecuali pada trauma langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka. Trauma pada pelvis akan menyebabkab kerusakan pada:kerusakan pada tulang pelvis, kerusakan jaringan lunak pada panggul, kerusakan pada organ bagian dalam panggul (Muttaqin, 2008).
F. Penalataksanaan Kegawatdaruratan Fraktur Pelvis 1. Military antisbock trousers (MAST) Metode MAST sangat baik untuk stabilisasi sebelum mendapatkan perawatan rumah sakit
tetapi
terbatas
pada
pemeriksaan,
menurunkan perkembangan paru, dan mungkin dapat berkontribusi pada perkembangan kompartemen sindrom ekstremitas bawah. Pada bagian kaki meningkatkan resistensi pembuluhdarah sekitar, dan pada bagian abdomen mungkin dapat menurunkan gerakan pada fraktur pelvis. 2. Resusitasi Pasien syok Hipovolemik a. IV lines Dua
lubang
besar
jalur
intravena
(16
gauge
atau
lebih)
seharusnya diletakkan pada ekstremitas atas. Jalur intravena pada ekstremitas bawah kurang efisien pada kasus cedera vena pelvis.
10
b. Cairan kristaloid Sekurang-kurangnya 2L cairan kristaloid harus didistribusikan lebih dari 20 menit dan respon pasien baik. c. Transfuse darah Jika hanya terdapat perbaikan yang bersifat sementara atau tidak terdapat respon, pendonoran darah harus diatur. Pada donor darah O yang bersifat universal rhesus negative dapat diberikan segera pada kasus perdarahan hebat. Pada darah jenis tertentu biasanya dibutuhkan wktu selama 10 menit. Pemeriksaan pencocokan darah lebih baik dilakukan, tetapi hal ini membutuhkan waktu kira-kira sekitar 1 jam untuk melakukan pemeriksaan ini. Total dari 50-69% pada fraktur pelvis yang tidak stabil membutuhkan 4 atau lebih unit darah, 30-40% membutuhkan 10 atau lebih unit. Platelet dan fresh frozen plasma adalah jenis yang dibutuhkan pada
tranfusi
massif
untukmemperbaiki
keadaan
dilutional
coagulophaty. d. Hipotermia Keadaan hipotermia seharusnya Penatalaksanaannya melibatkan
dihindarkan cairan
atau diperbaiki.
hangat,
peningkatan
temperature lingkungan, dan pencegahan proses kehilangan panas. Hipotermia dapat disebabkan oleh gangguan koagulasi, fibrilasi ventrikel, dan gangguan asam-basa. e. Urine Output Penggantian
volume
yang
adekuat
seharusnya
memproduksi
pengeluaran urin kira-kira 50 ml/jam pada dewasa. 3. Fiksasi External a. Indikasi Fiksasi external dilakukan secara darurat pada pasien dengan gangguan hemaodinamika yang tidak memberikan respon setelah dilakukan resusitasi cairan. b. Function
11
Stabilisasi fiksasi eksternal pada bagian pelvis, pencegahan terjadinya gangguan pembekuan yang bersifatberulang. Hal ini dapat menurunkan volume pelvis. c. Inadequate posterior stabilization Fiksasi eksternal sendiri tidak adekuat dalam menunjang stabilisasi posterior jika pelvis bagian posterior mengalami gangguan. d. Incision Insisi pada kulit dilakukan pada sisi yang tepat dari bagian pinggir
pelvis
untuk mrnghindarkan terjadinya insisi tambahan,
penjepitnya melewati garis insisi pada pelvis. e. Orientasis Pinggiran Pelvis Jarum
spinal
atau
K-wire
tipis
dapat
membantu
dalam
menentukan dalam orientasi pinggiran pelvis 4. Angiographic Embolization Embolisasi
angiografi di indikasikan
pada
pasien
dengan
ketidakstabilan hemodinamik yang menetap setelah dilakukan resusitasi, setelah penggunaan fiksator eksternal, dan setelah terdapat sumber perdarahan yang lain terjadi. Sumber perdarahan arteri terjadi pada 10-15% pasien.
G. Asuhan Keperawatan Fraktur Pelvis 1. Pengkajian a. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan. Tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi dan diagnosa keperawatan. b. Keluhan utama Diisi tentang keluhan yang dirasakan klien pada saat perawat melakukan pengkajian pada kontak pertama dengan klien. c. Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan dahulu
12
Pennyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis. 2. Riwayat kesehatan sekarang Diisi tentang perjalanan penyakit klien, dari pertama kali keluhan yang dirasakan saat di rumah. Usaha untuk mengurangi keluhan (diobati dengan obat apa, dibawa ke puskesmas atau ke pelayanan kesehatan lain), sampai dibawa kerumah sakit dan menjalani perawatan. 3. Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung,DM,HT,TBC.
Pemeriksaan fisik Menurut Muttaqin (2008) pemeriksan fisik untuk fraktur pelvis antara lain: a. B1 (Breathing) Perubahan pada sistem pernapasan terutama klien trauma panggul berat disertai perdarahan banyak dan syok. Klien biasanya akan jatuh pada kondisi ARDS atau gagal nafas akut. b. B2 (Blood) Pengkajia pada sistem kardiovaskuler di dapatkan renjatan (syok hipovelemik atau syok hamoragik) yang sering terjadi pada klien cedera panggul sedang dan berat. Hasil pemeriksaan dapat ditemukan tekanan darah menurun, nadi bradikardi, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu renjatan. c. B3 (Brain) Tingkat kesadaran bisa berubah sesuai komplikasi yang bisa mengganggu organ-organ vital. Lesi syaraf skiatik (lesi syaraf skiatik
13
dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi). Lesi pleksus lumboskralis (biasanya terjadi pada fraktur sacrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat syaraf). d. B4 (Bladder) Pada klien dengan trauma panggul anterolateral yang mengenai kandung kemih akan didapatkan hematuria. Nyeri berkemih, deformomitas pada pubis sampai kelainan pada alat kelamin sangat mengganggu proses miksi. Pada pemeriksaan keluaran urin kadang tidak ditemukan, disini perawat harus waspada keluar ke rongga peritorium. Sangat penting bagi perawat agar jangan melakukan kateter.
Pada
kondisi
ini,
karena
merupakan
kontraindikasi
pemasangan kateter apabila klien mengalami ruptur utera. e. B5 (Bowel) Pada keadaan trauma panggul kombinasi yang mencederai alat dalam abdomen sering didapatkan adanya ileus paralitik. Dimana klinis didapatkan hilangnya bowel sound, kembung dan defekasi tidak ada. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan intake nutrsi yang kurang. f. B6 (Bone) Paralisis motorik ekstrimitas bawah biasanya terjadi apabila trauma panggul juga mengkompresi sakrum. Keluhan berupa gejala pembengkakan. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah. 1. Look Sering dijumpai klien sangat parah dengan dengan prnurunan kesadaran umum. Pada status lokalis terlihat adanya memar yang luas pada area panggul. Inspeksi skrotum dan perineum biasanya di dapatkan adanya perdarahan, pembengkakan, dan deformitas pada panggul, dan alat kelamin luar. 2. Feel
14
Didapatkan adanya nyeri tekan pada panggul. Terdapat derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi pada rumus dengan simpisis pubis 3. Move Hambatan dalam melakukan aktifitas duduk. Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada ektremitas bawah. Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan kegawatdaruratan, ditujukan pada fase awal, meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Penanganan kestabilan jalan nafas dan ventilasi. b) Penanganan pendarahan dan sirkulasi. c) Penanganan uretra dan kandung kemih. d) Pencegahan open book injuri dan menurunkan nyeri. Menurut Helmi (2012) terapi fraktur pelvis meliputi : a) Konserfatif. Penatalaksanaan imobilisasi dengan pemasangan pelvik sling di lakukan untuk menurunkan nyeri dan mencegah fragmen. b) Pembedahan dengan ORIF dan OREF. Intervensi bedah ortphopedi dilakukan untuk imobilisasi dan reduksi fraktur pelvis.
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Muttaqin (2008) diagnosa keperawatan fraktur pelvis yaitu: a.
Nyeri berhungan dengan pergerakan fragmen tulang punggul, cedera neuromuskular dan reflek spasme otot sekunder.
b.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
fisik
ekstremitas bawah. c.
Hambatan
mobilitas
fisik
neuromuskular.
15
berhubungan
dengan
kerusakan
d.
Resiko tinggi trauma berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan mobilitas fisik, pemasangan fiksasi eksternal.
e.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port the entri dari luka terbuka pada daerah panggul. Luka pasca bedah, pemasangan fiksasi eksterna.
16
3. Intervensi Keperawatan NO 1
Diagnosa
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
Nyeri berhungan dengan Dalam waktu 1x24 jam nyeri 1. Jelaskan dan bantu klien 1. Pendekatan dengan relaksasi pergerakan fragmen
berkurang
atau
hilang
atau
tulang punggul, cedera teradaftasi. Kriteria hasil: Secara neuromuskular dan reflek subjektif spasme otot sekunder
melaporkan
dengan tindakan pereda
dan non farmakologi lainnya
nyeri non farmakolgi.
telah menunjukan mengurangi
nyeri 2. Lakukan manajemen nyeri:
berkurang atau dapat di adaptasi.
Istirahatkan klien.
nyeri. 2. Istirahat secara fisiologis akan
Skala nyeri 0-1 (0-4). Dapat
menurunkan
mengidentifikasi aktifitas yang
oksigen yang di perlukan
meningkat
atau
menurunkan 3. Atur posisi klien dengan 3.
nyeri. Klien tidak gelisah.
pelic seling
kebutuhan
Traksi flesi fling secara berimbang dapat menurunkan kompresi.
4. Ajarkan teknik relaksasi
4. Meningkatkan asopan O2
pernafasan pada saat nyeri
sehingga akan menurunkan
muncul
nyeri.
5. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
5. Distraksi dapat menurunkan stimulus internal.
6. Manajemen lingkungan : 6. Lingkungan tenang akan
17
lingkungan tenang, batasi
menurunkan stimulus nyeri,
pengunjung
pembatasan pengunjung
dan
istirahatkan klien
membantu
meningkatkan
kondisi O2 ruangan. 7. Kolaborasi dengan dokter dengan
pemberian
analgetik. 8.
2
Hambatan mobilitas fisik Dalam berhubungan
waktu
5x24
dengan hambatan
reduksi
di dan
ng
atau
neuromuskular.
teradaptasi. Kriteria hasil: Klien
8. Fiksasi internal dan fiksasi eksternal dapat menurunkan
reduksi fiksasi eksternal.
panggul mencegah kompresi
18
tulang
umum saat pasien 2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2. Untuk mengetahui kemampuan pasien
dalam
melakukan
aktivitas.
secara klien
bertahap. Klien dapat mengenal
fragmen
1. Untuk mengetahui keadaan
mobilisasi 3.Berikan alat bantu jika 3.Untuk bawah
nyeri
pergerakan
dan keluarga terlihat mampu melakukan
sehingga
fiksasi internal pelvis atau
mobilitas
berkurang/hila
ekstremitas
untuk
jam 1.Observasi tanda-tanda vital
kerusakan
nyeri, berkurang.
Kolaborasi lakukan
7. Analgetik memblok lintasan
memerlukan
memudahkan
dalam melakukan aktivitas dan
pasien
cara melakukan mobilisasi dan secara
kooperatif
menghindari terjadinya cidera.
mau 4.Anjurkan orang tua untuk
melaksanakan teknik mobilisasi
4.Agar segala kebutuhan pasien
membantu aktivitas pasien
secaraa bertahap
yang tidak dapat dilakukan secara
mandiri
dapat
tetap
terpenuhi 5.Kolaborasi dengan dokter
5.Untuk membantu mengatasi
terapi fisik tentang rencana
mempercpat kesembuhan.
ambulasi sesuai dengan kebutuhan 3
Defisit perawatan diri
Dalam waktu 2x24 jam dapat 1.
berhubungan dengan
menunjukan
kelemahan fisik
hidup untuk kebutuhan merawat skala 0-4 untuk melakukan pertemuan kebutuhan individual.
ekstremitas bawah.
diri. Kriteisa hasil: Klien mampu ADL
perubahan
Kaji
gaya tingkat
kemampuan penurunan
dan 1.
Membantu
dalam
dalam mengantisipasi dan merencanakan
melakukan aktifitas perawatan 2. Hindari apa yang tidak 2. Klien dalam keadaan cemas diri
sesuai
kemampuan,
dengan
tingkat dapat dilakukan klien dan
mengidentifikasi bantu apabila perlu.
personall yang dapat membantu.
untuk mencegah frustasi dan harga diri kien.
3. Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan klien
19
dan tergantung hal dilakukan
3. Memudahkan klien dan meningkatkan kemandiria dari
klien. 4. Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan.
Pertahankan support pola pikir
ijinkan
4. Klien memerlukan empati tetapi
perlu
mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menangani klien.
klien
melakukan tugas, beri fet back,
positif
untuk
usahanya. 5. Identifikasi kebiasaa BAB. Anjurkan minum dan
5. Pertolongan pertama terhadap fungsi bowel atau BAB.
meningkatkan aktifitas. 6.
Pemberian
dan
pelumas
suppositoria 6. Untuk mengembangk an terapi feses
atau dan meengkapi kebutuhan khusus.
pencahar. 7. Konsultasikan ke dokter terapi okufasi. 4
Resiko
tinggi
berhubungan
trauma Dalam waktu 2x24 jam resiko 1. Pertahanaan tirah baring 1. Meminimalkan rangsang nyeri dengan trauma tidak terjadi. Kriteria dan
20
mobilisasi
sesuai akibat gesekan antara fragmen
penurunan
kesadaran, hasil: Klien mau berpartisipasi indikasi.
tulang dengan jaringan lunak.
kerusakan mobilitas fisik, terhadap pencegahan trauma.
2. Gunakan pgar tempat tidur. 2. Mencegah klien jatuh.
pemasangan
3. Gunakan bantal air atau 3. Menghindari tekanan yang
fiksasi
eksternal
pengganjal yang lunak di berlebih pada daerah panggul. bawah daerah panggu. 4. Kolaborasi pemberian obat 4. Antibiotik bersifat bakteriosida antibiotika.
atau
baksiotastika
menghambat
untuk
perkembangan
kuman. 5. Evaluasi tanda atau gejala 5. Menilai perkembangan masalah perluasan cedera. 5
Resiko
tinggi
berhubungan
klien.
infeksi Dalam waktu 12x24 jam tidak 1. Kaji jenis pembedahan, 1.
Mengidentifikasi
kemajuan
dengan terjadi infeksi, terjadi perbaikan dan apakah adanya order penyimpangan dari tujuan yang
adanya port the entri dari pada integritas jaringan lunak. kusus dari tim dokter bedah diharapkan. luka terbuka pada daerah Kriteria panggul. bedah,
Luka
hasil:
Jahitan dalam melakukan perawatan
pasca dilepaspada hari ke 12 tanpa luka,
pemasangan adanya tanda-tanda infeksi dan 2. Tingkatkan asupan nutrisi 2. Nutrisi
fiksasi eksterna
peradangan pembedahan,
pada
area
leukosit
luka tinggi kalori tinggi protein. dalam
21
3.
Lakukan
sangat
diperlukann
dalam proses kebaikan jaringan.
mobilisasi 3. Mencegah penekanan setempat
batas normal, TTV dalam batas kesejajaran pelvis.
berlanjut pada nekrosis jaringan
normal.
lunak dengan menjaga prinsip kesejahteraan
pelvis
untuk
menurunkan pergerakan fragmen tulang. 4. Lakukan perawatan luka 4. Perawatan luka sebaiknya tidak steril pada hari ke
setiap hari untuk menurunkan kontak
tindakan
dengan
luka
dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah. 5. Bersihkan luka dengan 5.
Pembersian
debris
(sisa
cairan antiseftik jenis iodin vagositosis, jaringan mati) dan providum
dengan
cara kuman
sekitar
luka
dengan
sawbbing dari arah dalam ke mengoptimalka n kelebihan dari luar pada luka.
iodin providum sebagai antiseptik dan dengan arah dari dalam
6. Bersihkan bekas bekas sisa 6. iodin providum mempunyai iodin
22
providum
dengan kelemahan menurunkan proses
alkohol 70% atau normal epitalisasi jaringan memperlambat salin denga cara swabbing pertumbuhan luka, maka harus dari arah dalam ke luar.
dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.
7. Tutup luka dengan kasa 7. Penutupan secara menyeluruh steril plester .
23
dan
tutup
dengan menghindari kontaminasi.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Disebabkan oleh jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau cedera tabrakan. Minimal dua pertiga pasien ini mengalami cedera berat dan multipel (Syaifuddin, 2010). Fraktur pelvis merupakan terputusnya hubungan tulang pelvis, baik pubis atau tulang ileum yang disebabkan oleh suatu trauma (Helmi, 2012). Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. B. Saran Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang Manajemen Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kegawatan Epilepsi dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.
24
DAFTAR PUSTAKA
Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika. Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Anurogo, D & Sumantri, F. 2014. Deteksi Dini & Atasi 45 Penyakit dan Gangguan Saraf. Yogyakarta: Andi Offset. Pierce, A. Grace & Neil, R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga. Nurarif, Amin Huda & Hardhi, Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) NIC – NOC. Jogjakarta: Medication.
25