Makalah Isu Isu Strategis Untuk Prom [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ISU-ISU STRATEGIS UNTUK PROMOSI KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN LANSIA SERTA DUKUNGAN TERHADAP ORANG YANG TERLIBAT MERAWAT LANSIA MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik Yang Di Ampuh Oleh Dr. Wiwit Ciptanangsih H., S.Kep., Ns., MMR



OLEH KELOMPOK III KELAS A1 1.



Mega Tresia Pangurian (1714201500)



8.



Hedwig N Tumbel (1714201053)



2.



Rahayu Sion ( 1714201066)



9.



Arsel J Arikalang (1714201434)



3.



Febriliana S.K Kadari (1714201057)



10. Clementina Kawarnidy (1714201151)



4.



Pramuti A.S Harimu (1714201068)



11. Julia F Lapian (1714201436)



5.



Dwi C.H Machuri (1714201547)



12. Trully Poluan (1714201051)



6.



Angelina Lambaihang (1714201223)



13. Melince Wakur (1714201182)



7.



Septiyani P Katiandagho (1714201416)



14. Nelo Kogoya (1614201018)



15. Mepri Yigibalom (1614201183)



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN 2020



KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Isu-Isu Strategi Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan Lansia Serta Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini,kami sampaikan terimakasih.



Manado,



Oktober 2020



Kelompok III



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Tujuan ......................................................................................... 1.3 Rumusan Masalah ...................................................................... BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... II 2.1 Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia ..................................................................................................... 2.2 Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia................................................................... 2.3 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas Lansia.......................................................................................... 2.4 Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia.............. 2.5 Dukungan terhadap orang yang terlibat merawat lansia………. BAB III PENUTUP .................................................................................................... III 3.1 Kesimpulan ................................................................................. 3.2 Saran ........................................................................................... Daftar Pustaka .............................................................................................



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut usia mempunyai kebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya berbagai perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan hidup. Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut usia yang di perkirakan 17 juta orang. Padatahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksika nmencapai 28 juta orang yang berusia 71 tahun. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai kebutuhan  baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek bagi lanjut usia,baik sebagai individu keluarga mau pun masyarakat. Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun , hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (pasal 19 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan). Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan kesejahteraan social lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik. Sebagaibangsa yang menjamin keharmonisan hubungan di antara anak, Three in one roof, yang artinya bahwa suasana hubungan yang harmonis antar ketiga generasi akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun saat ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun semangatnya masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.



1.2 Rumusan Masalah 1.



Bagaimana strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di Indonesia?



2.



Apa saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan lansia?



3.



Bagaimanakah promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk komunitas lansia?



4.



Bagaimana peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia?



5.



Bagaimana peran dukungan terhadap orang yang terlibat merawat lansia ?



1.3 TUJUAN 1.



Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di Indonesia.



2.



Untuk mengetahui saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan lansia.



3.



Untuk mengetahui promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk komunitas lansia.



4.



Untuk mengetahui peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia.



5.



Untuk mengetahui dukungan terhadap orang yang terlibat merawat lansia.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehtan Lanjut Usia di Indonesia Undang-undang Dasar (UUD) 1945, juga Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sudah sangat jelas menggariskan bahwa setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Tentu saja, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam hal pelayanan kesehatan bagi warga lansia, juga tidak bisa lepas dari semua ketentuan perundang-undangan tersebut. Di dunia saat ini, jumlah penduduk lanjut usia sudah mencapai sekitar 21% dari total populasi dunia. Pada tahun 2025, diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 1,2 miliar jiwa. Ini jelas memerlukan satu perhatian khusus, termasuk di negara-negara berkembang seperti In-donesia, karena dari jumlah 1,2 milyar lanjut usia tersebut, sekitar 80% hidup di negaranegara sedang berkembang. Khusus di Indonesia, sensus penduduk tahun 2010 ini menunjukkan bahwa populasi lansia kita adalah sekitar 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari total populasi. Jumlah sebesar itu telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari lima negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak, dan makin lama makin banyak. Dari satu sisi, hal itu menandakan keadaan kesehatan warga makin bagus, tapi kompleksitas permasalahan lansia sangat banyak, sehingga ‘pekerjaan rumah’ kita pun lebih banyak lagi. Jumlah usia lansia 60 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat menjadi 29,1 juta jiwa pada tahun 2020 dan 40 juta jiwa pada tahun 2030. Sekali lagi, memerlukan upaya-upaya yang sangat serius dalam pelayanan kesehatan bagi mereka. a. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan mengembangkan beberapa strategi: 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. 2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Salah satu



masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah pengaruh iklan, melalui media massa, terutama TV, yang mempengaruhi banyak orang yang percaya berbagai macam upaya-upaya kesehatan



alternatif,



tetapi



masih



dipertanyakan



basis



buktinya. 3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. Meskipun pemerintah sekarang ini mengembangkan sistem jaminan sosial, ter-masuk jaminan sosial di bidang kesehatan, tetapi



yang



pencegahan



lebih



utama



penyakit.



sebenarnya



Penyediaan



adalah



jaminan



promosi



sosial



dan



kesehatan penting, tetapi jauh lebih penting adalah upaya pencegahan.



Prinsipnya, jangan



sampai atau sesedikit



mungkin warga masyarakat terkena penyakit. Karena itu, perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat menjadi sangat substansial. Kalau kemudian terpaksa jatuh sakit, saat itulah jaminan kesehatan menjadi penting dan bermanfaat. 4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sum-ber daya manusia (SDM) kesehatan yang merata dan bermutu. Ini, sekali lagi, tidak mudah. Salah satu contoh kerumitannya adalah ketidaksesuaian antara permintaan dan penyediaan. Pada suatu saat, diperlukan tenaga khusus untuk bidang tertentu, tetapi lem-baga pendidikan tidak atau belum menghasilkannya. Misalnya, seka-rang kita membutuhkan banya tenaga promosi kesehatan untuk mendukung visi dan misi mengutamakan upaya pencegahan, tetapi belum ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan kualifikasi tenaga tersebut. Kalau pun ada, masih sangat terbatas. Sebaliknya,pada sisi lain, ada banyak penawaran yang sebenarnya sudah mulai me-limpah. Contoh, akibat promosi pendidikan kejuruan, mulai ada yang mendirikan SMK Kesehatan. Pertanyaannya adalah mau dikemanakan lu-



lusannya? Karena, sudah cukup banyak Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang lebih jelas kualifikasinya, bahkan sudah dipadukan agar mereka bisa ditingkatkan kualifikasinya sampai tingkat D3, S1, bahkan S2 dan S3. SMK Kesehatan yang baru didirikan itu pasti saja mencanangkan lulusannya akan menjadi tenaga perawat kesehatan. Ini menimbulkan persoalan baru, karena status mereka belum jelas dalam keseluruhan struktur dan sistem pendidikan kesehatan yang sudah ada. Sebagaimana gejala umum dalam dunia pendidikan kita saat ini, setiap ada satu je-nis lembaga pendidikan yang mulai berkembang, segera ditiru dan menjamur, kehadiran SMK Kesehatan ini mengkhawatirkan. Sekarang saja sudah terpantau ada sekitar 400 lembaga. Dalam hal ini, masyarakat sendiri harus lebih berhati-hati. 5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. 6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab. 2.2 Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia 1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986, World Health Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa



Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap negara, termasuk Indonesia. Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka. Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986). Penyelenggaraan



promosi



kesehatan



dilakukan



dengan



mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor, 2003). Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa, para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat



dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk. Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat menerapkan aturanaturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003). 2. Lingkup promosi kesehatan Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut (Iqi, 2008): a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan. b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan produk/jasa melalui kampanye. c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi. d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. e. Upaya



advokasi



di



bidang



kesehatan,



yaitu



upaya



untuk



memengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau



pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor, sesuai keadaan). f. Pengorganisasian



masyarakat



(community



organization),



pengembangan masyarakat (community development), penggerakan masyarakat



(social



mobilization),



pemberdayaan



masyarakat



(community empowerment), dll. 3. Kegiatan Promosi Kesehatan Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan



(shelter),



pendidikan



(education),



makanan



(food),



pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat tersebut. WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti: a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy) b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments) c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions) d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills) e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services) f. Bergerak ke masa depan (moving into the future) 4. Strategi Promosi Kesehatan a. Advokasi



Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.   Dengan demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalahmasalah kesehatan yang mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. ( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ). b. Kemitraan Di Indonesia istilah Kemitraan  (partnership) masih relative baru, namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan. Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector relationship between individuals, groups or organization who : 1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task 2) Agree in advance what to commint and what to expect 3) Review the relationship regulary and revise their agreement as necessary, and 4) Share both risk and the benefits



Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni: 1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu 2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama ) 3) Saling menanggung resiko dan keuntungan Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan. Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan, masalah dan potensi setempat adalah : 1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi Indonesia Sehat. 2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan bersama, dll. 3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan kemitraan dapat berjalan lancar. 4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif. 5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif. 6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).



7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan, masalah dan potensi yang ada. c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment ) Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain  melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan  pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia.  Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal : 1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. 2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk memahami



konsep



pemberdayaan



secara



tepat



dan



jernih



memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan



dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih. Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70an, dan kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme, Phenomelogi, gelombang



Personalisme,



New-Marxisme,



kemudian



lebih



freudialisme,



dekat



dengan



aliran-aliran



seperti



Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsepkonsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka & Moeljarto, 1996). Istilah pendekatan



Pemberdayaan



mobilisasi



tetapi



masyarakat partisipatif.



tidak



menganut



Pada



pendekatan



partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002). Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif memandirikan



masyarakat



pada



berbagai



bidang,



sehingga



dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit. Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui program pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan pelaksanaan



(planning), (Actuating)



pengorganisasian hingga



evaluasi



atau



(Organising), pengawasan



(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2000). Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen;



perencanaan



(Organising),



pelaksanaan



(Planning), (Actuating)



pengorganisasiaa.n



hingga



evaluasi



atau



pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk program-program bidang kesehatan. Tujuannya adalah



untuk



meningkatkan



derajad



kesehatan



masyarakat



(Notoadmojo, 2003). 2.3 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas Lansia Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen pencegahan primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu masyarakat mengubah gaya hidup mereka dan bergerak menuju kondisi kesehatan yang optimum sedangkan fokus proteksi kesehatan adalah melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan memberikan imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap agens karsinogenik toksin dan hal – hal yang membahayakan kesehatan di lingkungan sekitar. Konsep kesehatan lansia harus ditinjau kembali dalam upaya merencanakan intervensi promosi kesehatan. Filner dan Williams ( 1997 ) mendefinisikan kesehatan lansia sebagai kemampuan lansia untuk hidup dan berfungsi secara efektif dalam masyarakat serta untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan otonomi sampai pada tahap maksimum, tidak hanya terbebas dari penyakit. Apabila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya di Amerika lansia lebih aktif dalam mencari informasi mengenai kesehatan dan mempunyai kemauan untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirinya. Promosi kesehatan harus benar – benar berfokus pada perilaku beresiko yang dapat dimodifikasi yang disesuaikan dengan masalah kesehatan utama menurut usia ( USDHHS, 1998 ). Secara umum, pelayanan kesehatan untuk lansia memiliki tiga tujuan 1. Meningkatkan kemampuan fungsional



2. Memperpanjang usia hidup 3. Meningkatkan dan menurunkan penderita ( O’Malley dan Blakeney, 1994 ) Dalam memaksimalkan promosi kesehatan lansia di komunitas dibutuhkan suatu pendekatan multiaspek. Target intervensi harus mengarah pada individu dan keluarga serta kelompok dan komunitas. a. Intervensi Berfokus – Individu atau Kelompok Intervensi promosi kesehatan / proteksi kesehatan berfokus – individu



atau



keluarga



dirancang



dalam



upaya



meningkatkan



pengetahuan keterampilan dan kompetensi individu atau keluarga untuk membuat keputusan kesehatan yang memaksimalkan promosi kesehatan dan perilaku proteksi kesehatan. Tujuannya adalah mendayagunakan lansia dan keluarganya dalam membuat keputusan kesehatan yang rasional. Beberapa kategori yang termasuk ke dalam intervensi promosi kesehatan dan proteksi kesehatan dengan target individu dan / atau keluarga adalah : a. Skrining kesehatan b. Modifikasi gaya hidup c. Pendidikan kesehatan ( individu atau kelompok ) d. Konseling e. Kelompok pendukung f. Pelayanan kesehatan primer g. Imunisasi h. Keamanan di rumah i. Perawatan di rumah ( pelayanan kesehatan di rumah, perawatan personal atau bantuan rumah tangga ) j. Makanan yang dikirimkan ke rumah k. Dukungan sosial ( penjaminan kembali telepon dan kunjungan rumah ) l. Manajemen kasus m. Bantuan pemeliharaan di rumah b. Intervensi berfokus pada komunitas



Intervensi berfokus komunitas adalah aktivitas dan program yang diarahkan pada lansia komunitas secara keseluruhan atau sub kelompok lansia yang beragam di komunitas. Tujuan intervensi berfokus komunitas adalah meningkatkan kapasitas dan ketersediaan komunitas terhadap pelayanan gabungan kesehatan dan sosial yang sesuai dan dibutuhkan dalam upaya mempertahankan kemandirian dan status fungsional lansia di komunitas. Intervensi di komunitas terutama melibatkan advokasi tindakan politis dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan yang memengaruhi lansia di komunitas. Contoh intervensi berfokus komunitas adalah sebagai berikut : 1). Kampanye pendidikan kesehatan di masyarakat luas yang menekankan pada masyarakat lansia 2). Mengadakan kampanye pada bulan mei yang telah ditetapkan sebagai older American Month ( bulan lansia Amerika ) 3). Koalisi komunitas untuk menangani isu spesifik lansia seperti pengembangan pusat informasi lokal, botlines telepon atau situs internet 4). Keterlibatan politis untuk advokasi kebutuhan lansia seperti mempertahankan atau memperluas tanggunagan medicare untuk pelayanan di rumah 5). Kolaborasi dengan universitas, gereja pusat perkumpulan lansia proyek pemukiman lansia serta organisasi komunitas lain yang tersedia untuk memberikan pelayanan yang komprehensif kepada subkelompok asia 6). Aktivitas pencegahan kejahatan 7). Berpartisipasi



dalam



pameran



kesehatan



berfokus



pada



komunitas. c. Kemitraan dengan Komunitas Lansia Secara umum komunitas lansia terbuka untuk praktik kesehatan baru dan berespons terhadap bermacam – macam pendekatan yang berpotensi meningkatkan kesehatan mereka. Dalam merencanakan program kesehatan yang efektif perawat kesehatan komunitas harus



memvalidasi strategi dan tujuan bersama kelompok lansia yang ditargetkan.



Keterlibatan



lansia



dalam



merencanakan



promosi



kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit adalah hal yang esensial karena lansia sensitif terhadap kehilangan potensi kemandiriannya. Oleh karena itu jika lansia dilibatkan rasa kemandirian mereka akan menngkat. Tahapan tindakan yang dilakukan ketika bekerja dengan lansia di komunitas antara lain: 1.



Jalankan program ditempat – tempat biasa lansia berkumpul seperti gereja, senior center, dan tempat perkumpulan pensiunan.



2.



Libatkan aktivitas outreach ke dalam seluruh program



3.



Siapkan sarana transportasi menuju tempat aktivitas kelompok



4.



Antisipasi kebutuhan lansia yang memiliki pandangan dan / atau



penglihatan



tulisanyang



tidak



besar,



adekuat



membatasi



(



contoh



penggunaan



penggunaan



makalah,



penggunaan ruangan yang tenang dan / atau pengeras suara yang adekuat. 5.



Pertahankan aktivitas secara berlahan dan berikan waktu yang cukup untuk berespons



6.



Berikan waktu yang cukup bagi para lansia untuk berbagi pengalaman hidup



7.



Pertahankan pengajaran dalam waktu yang relatif singkat



8.



Lakukan pengulangan ganda dan penguatan informasi 1



9.



Susunlah



aktivitas



pendidikan



kesehatan



yang



dapat



memberikan rasa nyaman pada para lansia dalam mengajukan pertanyaan dan atau menanyakan informasi baru atau informasi yang masih meragukan mereka 10. Dorong keterlibata keluarga, teman dan kerabat 11. Advokasi untuk meningkatkan sumber sumber yang ada di komunitas serta kebijakan yang memengaruhi lansia 2.4 Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia



Penuaan di dalam masyarakat kita merupakan fenomena yang dominan pada saat ini. Tiga dari empat penyebab kematian yang sering terjadi di kalangan lansia – penyakit jantung, kanker dan stroke merupakan akibat dari gaya hidup yang kurang sehat. Namun gambaran suram tentang penduduk lansia yang kurang gerak, lansia yang mengalami penyakit kronis secara bertahap telah digantikan oleh konsep baru seperti masa tua dengan penuh kesuksesan ( misalnya kemampuan individu untuk beradaptasi terhadap proses penuaan ) dan penurunan morbiditas ( misalnya penundaan awitan terjadinya penyakit kronis dan melemahkan sampai pada tahap akhir kehidupan ). Perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan merupakan hal yang mendesak dan juga merupakan kerangka kerja yang tepat untuk merawat lansia. Perawat profesional untuk lansia mengenal bahwa pencegahan untuk orang yang berusia 65 tahun yang dapat diharapkan hidup 20 tahun lagi merupakan komponen penting dalam perawatan kesehatan. 2.5 Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia Bentuk Dukungan Keluarga Caplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan yaitu : a. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Bentuk dukungan informasional dalam Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan Mittlemenn dalam Moeljono (1999) adalah : 1) Memiliki



spontanitas



dan



perasaan



yang



memadai,



dengan



orang



lain(Adequate spontanity and emotionality). Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil yang memiliki ikatan emosional yang sangat kuat, akan



menjadi dorongan tersendiri bagi lansia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 2) Dapat



beraktivitas



keinginankeinginan



sesuai jasmani



dengan yang



kemampuannya, memadai



dan



yaitu



memiliki



kemampuan



untuk



memuaskannya 3) Dapat menyesuaikan diri dengan stressor-stressor lingkungan yaitu dengan mempunyai kontak yang efisien dengan realitas(Efficient contact with reality). Contohnya : 1. Mengingatkan lansia untuk makan, mandi, beribadah secara teratur serta melakukan jadwal rutinitas. 2. Mengingatkan lansia agar senantiasa mengembalikan benda pada tempatnya semula. 3. Tidak membiarkan lansia bepergian seorang diri apalagi tanpa dilengkapi dengan tanda pengenal. 4. Jika memberikan penjelasan atau informasi agar diulang beberapa kali . b. Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian. Menurut Maslow dan Mittlemenn dalam Moeljono (1999) untuk mencapai jiwa yang sehat dapat dimulai dengan penilaian diri yang positif yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya yang berkaitan erat dengan cara berpikir, berperan dan bertindak. Bentuk dukungannya dapat denganmemberikan perhatian dalam menghadapi ketidakpercayaan diri lansia, menjadikan lansia sebagai tempat bertanya bila keluarga mengalami masalah dan memberikan pemahaman positif tentang perubahan kondisi lansia saat ini. Contohnya: 1. Tidak memandang lansia sebagai beban keluarga. 2. Membebaskan lansia untuk memanfaatkan uangnya sendiri 3. Memberikan bantuan pada lansia untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari 4. Memberikan keleluasaan pada lansia untuk melakukan hobi atau kesukaannya sepanjang tidak membahayakan dan tetap dalam pengawasan anggota keluarga.Merespon lansia secara layak agar mereka merasa tetap dibutuhkan. 5. Melibatkan lansia dalam pengambilan keputusan. 6. Melibatkan lansia dalam acara keluarga 7. Sering memberikan pujian atau semangat jika lansia melakukan satu kegiatan positif. c. Dukungan instrumental



Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat serta terhindarnya penderita dari kelelahan. Salah satu manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan Mittlemenn dalam Moeljono (1999) adalah memiliki keinginan-keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya(Adequate bodily desires and ability to gratify them). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dukungan keluarga dapat berupa pemenuhan gizi lansia, perhatian terhadap kondisi fisik atau penyakit yang diderita oleh lansia, hingga aktivitas fisik yang harus tetap dilakukan oleh lansia untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Keluarga diharapkan dapat memberikan sarana pra sarana dalam menjaga kesehatan fisik dan mental lansia. Sehingga lansia tetap dapat menikmati hidupnya dengan kondisi fisik dan mental yang sehat. Contohnya : 1. Menyediakan biaya untuk kebutuhan lansia seperti berobat jika sakit. 2. Mendampingi lansia mendapatkan layanan kesehatan. 3. Menyiapkan makan dan minuman dengan jadwal secara teratur untuk menjamin pemenuhan nutrisinya. 4. Menjaga lantai dan kamar mandi agar tetap kering atau tidak licin. 5. Menyediakan kamar khusus buat lansia. 6. Menyiapkan penanda waktu seperti jam dan kalender dalam ukuran besar d. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.Seperti yang dikemukakan oleh Hobfoll dalam Niven (2002), bahwa stres dipermudah oleh kehilangan, terancam kehilangan dari sumber-sumber baik personal, fisik atau fisiologis. Sehingga dalam penanganan masalah stres pada lansia perlu adanya dukungan yang berhubungan dengan faktorfaktor personal dan jaringan sosial. Contohnya : 1. Saat berbicara dengan lansia, keluarga harus menunjukkan ekspresi yang menyenangkan, dengan posisi berhadapan. Terdapat kontak mata dan berbicara dengan bahasa yang sopan serta tidak membentak. 2. Saat berbicara sebaiknya ada sentuhan yang memberikan rasa nyaman pada lansia.



3. Menggunakan kalimat yang mudah dipahami oleh lansia yakni bahasa yang sederhana, singkat dan jelas serta tidak bertele-tele. 4. Senantiasa menyediakan waktu bagi lansia untuk berbagi cerita atau berdiskusi serta memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap bersosialisasi dan melakukan aktivitas sehari hari. 5. Jika



lansia melakukan kesalahan, anggota keluarga harus bisa



mengontrol emosi, tetap tenang, tidak menyalahkan serta tidak mendebat lansia.



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Sebagai simpulan umum, ada beberapa hal yang sangat penting dan mendasar dalam isu pelayanan kesehatan warga lansia. Pertama, adalah bahwa proses menua (degeneratif) sudah harus diantisipasi sejak dini, sebelum usia 50 tahun, dan hal ini harus kita pahamkan dengan baik kepada semua warga masyarakat. Bagi mereka yang sudah lansia, yang paling penting adalah upaya pemulihan (re-habilitatif) agar tetap mampu mengerjakan pekerjaan dan tugas se-hari-hari, sehingga mereka bisa hidup secara mandiri, produktif, dan bahagia. Kedua, keluarga masih sangat penting perannya dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia. Ini terutama berkaitan dengan konteks sosial-budaya lokal. Ketiga, kesadaran dari lansia sendiri sangat menentukan untuk bisa hidup secara mandiri, sehat, dan bahagia. Almarhum Profesor Par-mono Ahmad, yang meninggal pada usia 86 tahun, sampai usia 82 ta-hun masih memberikan layanan di klinik, tetap segar. Keempat, upaya peningkatan kualitas kesehatan lansia memerlukan dukungan dari organisasi profesi, pemerintah pusat, pemerintah dae-rah, swasta, dan seluruh kalangan masyarakat. 3.2 Saran Dengan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun serta kami berharap makalah ini bisa berguna bagi pembaca untuk menambah referensi khususnya bagi mahasiswa ilmu keperawatan dalam mempelajari tentang isi – isu strategis untuk promkes dan kesejahteraan lansia.



DAFTAR PUSTAKA



https://www.google.com/url? sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.scribd.com/document/425752343/Makalah-IsuIsu-Strategis-Untuk-Promosi-Kesehatan-Dan-Kesejahtraan-LansiaFix&ved=2ahUKEwjhuIDtmrTsAhWVIbcAHd0YA0wQFjAAegQIDRAC&usg=AOvVaw2TRX3 51Vm4LFHRfbUaHQIo http://puspensos.kemsos.go.id/peran-pendamping-dalam-penguatan-keluarga-yangmerawat-lansia-dengan-dimensia.