Makalah Keberagamaan Nabi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEBERAGAMAAN NABI Dosen Pengampu : Dr. Mahda Reza Kurniawan, M.S.I.



Disusun oleh : Kelompok 1 : 1. Nama : Nurul Hidayah Nim



: 215050001



2. Nama : Syarifa Rahma Rufaida Nim



: 215050002



3. Nama : Nabila Ischak Putri Nim



: 215050003



JURUSAN AKUTANSI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan agama dan juga suatu unsur kesatuan yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama dan bukan sekedar mengaku mempunyai agama. Hal penting dalam beragama adalah memiliki keimanan. Keimanan sendiri memiliki banyak unsur, unsur yang paling penting adalah komitmen untuk menjaga hati agar selalu berada dalam kebenaran. Secara praktis, hal ini diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan Allah dan Rasul-Nya. Seseorang yang beragama akan merefleksikan pengetahuan agamanya dalam sebuah tindakan keberagamaan, melaksanakan ibadah dan mengembangkan tingkah laku yang terpuji. Sebagai rujukan utama bagi umat muslim, al-Qur’an tidak hanya berisi aturan dan pedoman hidup yang menuntut pengamalan dan ketundukan praksis. Beberapa ayat al-Qur’an juga menceritakan kisah-kisah yang menuntut pembacanya untuk berpikir dan mengambil pelajaran dari kandungan al-Qur’an. Dengan ayat-ayat tersebut, al-Qur’an memberikan suatu “sajian” bagi pembacanya untuk melakukan kajian lebih mendalam. Salah satu cerita yang dikemukakan al-Qur’an adalah kisahkisah Nabi. Kisah-kisah terdahulu merupakan salah satu tema yang cukup banyak mewarnai beberapa bagian ayat al-Qur’an. Kisah-kisah tersebut seringkali disajikan di berbagai bagian dalam al-Qur’an dan tersebar dalam beberapa surat. Penyajian yang demikian menunjukkan bahwa sebuah kisah diceritakan beberapa kali kepada Rasulullah dengan penekanan dan tujuan yang berbeda. Selain bertujuan untuk memperkuat hati Rasulullah dengan memberikan refleksi dari kisah terdahulu, pengulangan kisah tersebut juga menandakan banyaknya



hikmah dan pelajaran yang bisa diambil. Beberapa makna dan pesan yang ada dalam al-Qur’an disampaikan dalam bentuk yang berbeda-beda dan dapat dipastikan mempunyai maksud dan tujuan masing-masing. Adakalanya pesan-pesan tersebut disampaikan dalam bentuk perintah, larangan, dan terkadang juga dalam bentuk kisah. B. Rumusan Masalah 1. Jelaskan Definisi Keberagamaan dalam Agama ! 2. Bagaimana Pandangan Keberagamaan dalam Perspektif Islam ! 3. Bagaimana Penerapan Keberagamaan dalam Kisah Nabi Muhammad SAW? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk Mengetahui Definisi Keberagamaan dalam Agama 2. Untuk Mengetahui Pandangan Keberagamaan dalam Perspektif Islam 3. Untuk Mengetahui Penerapan Keberagamaan dalam Kisah Nabi Muhammad SAW



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Keberagamaan Dalam Agama Keberagamaan dari kata dasar agama yang berarti segenap kepercayaan kepada Tuhan. Beragama berarti memeluk atau menjalankan agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut. Keberagamaan juga berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy yang berarti agama. Religiosity merupakan bentuk kata dari kata religious yang berarti beragama, beriman. Jalaluddin



Rahmat



mendefinisikan



keberagamaan



sebagai



perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash. Keberagamaan juga diartikan sebagai kondisi pemeluk agama dalam mencapai dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan atau segenap kerukunan, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran dan kewajiban melakukan sesuatu ibadah menurut agama. Sehingga



dapat



disimpulkan



tingkat



keberagamaan



yang



dimaksud adalah seberapa jauh seseorang taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan mengamalkan ajaran agama tersebut yang meliputi cara berfikir, bersikap, serta berperilaku baik dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial masyarakat yang dilandasi ajaran agama Islam (Hablum Minallah dan Hablum Minannas) yang diukur melalui dimensi keberagamaan yaitu keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekwensi atau pengamalan. Keberagamaan



(religiusity) dalam



dataran situasi tentang



keberadaan agama diakui oleh para pakar sebagai konsep yang rumit (complicated) meskipun secara luas ia banyak digunakan. Secara subtantif kesulitan itu tercermin terdapat kemungkinan untuk mengetahui kualitas untuk beragama terhadap sistem ajaran agamanya yang tercermin pada berbagai dimensinya.



Beragama berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang kodrati, hubungan makhluk dengan khaliknya, hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya. Adapun perwujudan keagamaan itu dapat dilihat melalui dua bentuk atau gejala yaitu gejala batin yang sifatnya abstrak (pengetahuan, pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala lahir yang sifatnya konkrit, semacam amaliah-amaliah peribadatan yang dilakukan secara individual dalam bentuk ritus atau upacara keagamaan dan dalam bentuk muamalah sosial kemasyarakatan. B. Pandangan Keberagamaan dalam Perspektif Islam Manusia dalam pandangan Islam pada dasarnya secara fithrah semua beragama. Beragama secara bahasa artinya menganut agama, beribadat, taat pada agama, dan mementingkan agama. Adapun keberagamaan ialah perilah beragama. Fithrah beragama yaitu beragama yang beradal dari ciptaan Allah pertama kali tanpa ada contohnya, yakni asal usul di manusia diciptakan dengan “jiwa, naluri, potensi dasar” bertuhan dan beragama. Masalahnya, ada manusia yang menjaga fithrah beragama itu dengan baik dan membimbingnya dengan Kitab Suci, sehingga beragama sesuai koridor ajaran agama dan tidak semaunya sendiri. Mereka yang beragama pun ada yang sebaras verbal, yang lainnya verbal plus substansial. Ada pula manusia yang tidak menjaga fithrah beragama atau tidak menyadarinya, tidak menghidupkan fithrah beragama itu, bahkan karena berbagai faktor menjauhi fithrah itu, termasuk tidak menganut agama tertentu (agnotis). Lebih jauh ada manusia karena berbagai sebab, mementang keberadaan agama dan kehadiran fungsi agama, termasuk menentang dan anti-tuhan (atheis). 1. Keberagamaan Substantif Beragama seecara pokok memerlukan syariat yang bersifat rukun atau verbal. Tetapi selain itu beragama juga memerlukan dimensi hakikat



dan makrifat, yang saat ini sering disebut dengan “Substansialisasi Agama” atau “beragama yang substantif”. Beragama secara substantif diperlukan saat ini. Beragama yang tetap memenuhi hukum formal syariat, tetapi masuk ke dimensi makna dan fungsi yang hakiki, sehingga membangun kesalihan individual dan sosial yang melintasi. Termasuk dalam menghadapi musibah pandemi covid-19 yang bersifat darurat, tidak kaku pada verbalisme ibadah berjamaah di masjid dan yang bersifat jamaah, tetapi beribadah di rumah yang khusuk dan tahsinah (fungsional). Pertama, Kini masyarakat menjadi sekuler, liberal, hedonis, dan oportunis sesungguhnya nilai-nilai agama harus hadir atau dihadirkan sebagai kanopi suci dalam melakukan spiritualisasi yang mencerdaskan dan mencerahkan. Kedua, Perkembangan teknologi telekomunikasi dan transportasi menciptakan perubahan besar terhadap tradisi, gaya hidup, dan pola keberagamaan dalam masyarakat. Ketiga, ilmu pengetahuan dan teknologi niscaya menjadi kekuatan strategis bagi kemajuan peradaban bangsa, bukan menjadikan manusia sebagai “budak” dan “robot” Jika bangsa Indonesia ingin menjadi unggul dan menguasai dunia moderen, maka niscaya harus berilmu dan menguasai teknologi. Karenanya dunia medsos dan era digital harus dijadikan sarana membangun peradaban maju yang tetap berpijak pada martabat manusia sebagai “khalifat fil-ardl”. 2. Keberagamaan Moderat Pentingnya “Keberagamaan Yang Moderat”. Keberagamaan yang moderat memiliki dasar pada fondasi Islam. Keberagamaan moderat diperlukan sangat relevan saat ini karena ditemukan sejumlah fakta dalam kehidupan beragama. Perkembangan mutakhir menunjukkan gejala meningkatnya perilaku keberagamaan yang ekstrim antara lain kecenderungan mengkafirkan pihak lain (takfiri). Di kalangan umat Islam terdapat kelompok yang suka menghakimi, menanamkan



kebencian, dan melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lain dengan tuduhan sesat, kafir, dan liberal. Dalam menghadapi fakta tafkiri tersebut diuntut sikap kritis dengan berusaha



membendung



perkembangan



kelompok



takfiri



melalui



pendekatan dialog, dakwah yang terbuka, mencerahkan, mencerdaskan, serta interkasi sosial yang santun. Setiap muslim memandang berbagai perbedaan dan keragaman sebagai sunnatullah, rahmat, dan khazanah intelektual yang dapat memperkaya pemikiran dan memperluas wawasan yang



mendorong



kemajuan.



Persatuan



bukanlah



kesatuan



dan



penyeragaman tetapi sinergi, saling menghormati dan bekerjasama dengan ikatan iman, semangat ukhuwah, tasamuh, dan fastabiqu alkhairat. Dalam kehidupan masyarakat dan kebangsaan yang terbuka, umat Islam diharapkan untuk mengembangkan sikap beragama yang tengahan (wasathiyah, moderat), saling mendukung dan memperkuat, serta tidak saling memperlemah dan meniadakan kelompok lain yang berbeda. Karenanya diperlukan pandangan keislaman yang moderat atau “Islam Wasathiyah” yang mengajarkan beragama yang tengahan dan damai, sekaligus berkemajuan. Umat Islam Indonesia dan dunia tidak cukup hanya berkarakter moderat, tetapi juga harus maju (berkemajuan), yakni unggul dalam segala bidang kehidupan, sehingga kehadirannya sebagai pembawa misi rahmat bagi semesta alam benar-benar terwujud dalam kehidupan nyata di muka bumi ini. 3. Keberagaman yang mencerahkan Keberagamaan yang mencerahkan ialah beragama yang mampu mengeluarkan diri dan orang lain serta lingkungan dari struktur dan keadaan yang ad-dhulumat (penuh kegelapan) kepada an-nur (cahaya kebenaran & kebaikan) sehingga tercipta kehidupan yang lebih baik. Pertama,



Beragama



yang



mencerahkan



mengembangkan



pandangan, sikap, dan praktik keagamaan yang berwatak tengahan (wasathiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan,



menghormati



harkat



martabat



kemanusiaan



laki-laki



maupun



perempuan, menjunjungtinggi keadaban mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Kedua, Beragama yang mencerahkan ialah menghadirkan risalah agama untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa



kemiskinan,



kebodohan,



ketertinggalan,



dan persoalan-



persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Ketiga,



Beragama



yang



mencerahkan



diperlukan



untuk



membangun karakter manusia Indonesia yang relijius dan berkemajuan untuk menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan Indonesia berkemajuan. Ketujuh, Beragama yang mencerahkan diwujudkan dalam kehidupan politik yang berkeadaban luhur disertai jiwa ukhuwah, damai, toleran, dan lapang hati dalam perbedaan pilihan politik. Kedelapan, Jiwa, alam pikiran, sikap, dan tindakan setiap muslim niscaya menunjukkan pencerahan yang Islami sebagaimana diajarkan oleh Islam serta diteladankan dan di praktikan oleh nabi. C. Penerapan Keberagamaan dalam Kisah Nabi Muhammad Bentuk penerapan keberagamaan ini sendiri bisa dilihat dari beberapa kisah para nabi yang bisa kita teladi. Seperti halnya kisah nabi muhammad



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan



B. Saran Inilah yang dapat saya paparkan dalam makalah ini, yang tentunya pembahasan tentang Keberagamaan Nabi Menurut Pandangan Islam. Isi makalah ini masih sangat sedikit, serta perlu diperdalam dan diperluas lagi. Untuk memperluas serta mendalaminya itu butuh waktu yang lama. Sehingga saya harap para pembaca bisa memberikan saya masukan yang diharapkan bisa memperbaiki kekurangan makalah



DAFTAR PUSTAKA H. Hamidah (2012). Keberagaman Nabi Musa Dalam Al Quran. Yogyakarta: Adrika Fithrotul Aini UNS, B. (2020). Keberagaman dalam Perspektif Islam. Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si. Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd. (2013). Pengertian Keberagamaan. Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.