Makalah Kelembagaan Teori Biaya Transaksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Teori ekonomi kelembagaan merupakan hasil dari adanya teori biaya transaksi yang muncul akibat kegagalan pasar. Pandangan Neoklasik menganggap pasar berjalan secara sempurna tanpa biaya apa pun karena pembeli memiliki informasi yang sempurna dan penjual saling berkompetisi sehingga menghasilkan harga yang rendah. Namun dalam kenyataannya, informasi, kompetisi, sistem kontrak, dan proses jual-beli bisa sangat asimetris dan tidak sesempurna itu. Dalam kenyataannya tidak ada informasi yang sempurna dalam suatu system pasar. Hal ini menimbulkan adanya biaya transaksi yang bisa didefinisikan sebagai biaya-biaya untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran, dan pemaksaan pertukaran. Kemunculan teori biaya transaksi paling tidak merupakan turunan dari adanya asumsi mengenai sifat rasionalitas yang terbatas dalam diri individu dan pelaku ekonomi lainnya. Dengan kata lain, karena rasionalitas manusia bersifat terbatas maka eksistensi dari biaya transaksi selalu bersifat positif. Teori ekonomi biaya transaksi berusaha untuk menganalisis organisasi dari perspektif manusia kontraktual (contractual man) yang didasarkan pada asumsi rasionalitas terbatas dan potensi oportunisme dalam diri individu (Baudry & Chassagnon, 2010). Singkatnya, teori biaya transaksi menggunakan transaksi sebagai basis unit analisis sedangkan teori neoklasik memakai produk sebagai dasar unit analisis. Teori biaya transaksi pada mulanya muncul untuk menyelamatkan kesalahan relatif dari teori ekonomi neoklasik untuk mencukupi tujuan dan penjelasan mengenai fenomena ekonomi seperti dinyatakan oleh Alchian dan Woodward (Rabinowitz, 1988).



1



Alat analisis yang populer dalam ilmu ekonomi kelembagaan adalah ekonomi biaya transaksi. Meskipun begitu alat analisis ini dalam operasionalisasi masih mengalami masih mengalami hambatan. Hambatan tersebut bisa dipilah dalam tiga level, Pertama, secara teoritis masih belum terungkap secara tepat definisi dari biaya transaksi. Kedua, setiap kegiatan (transaksi) ekonomi selalu bersifat spesifik. Ketiga, meskipun definisi dan variabel sudah dapat dirumuskan dengan baik dan jelas, masalah muncul yaitu bagaimana mengukurnya. Dalam kasus monopoli, inefisiensi hanya terjadi akibat struktur pasar yang terkonsentrasi, namun juga oleh sebab kesulitan pihak monopolis menentukan jumlah pembeli dan harus menegosiasikan di antara mereka. Pada kasus eksternalitas, inefisiensi terjadi jika biaya sosial produksi melebihi biaya privat produksi sehingga perusahaan tidak mampu memberikan kompensasi bagi tambahan biaya tersebut. Coase mendemonstrasikan bahwa inefisiensi dalam ekonomi neoklasik bisa terjadi bukan cuma akibat adanya struktur pasar yang tidak sempurna atau penjelasan standar lainnya, melainkan karena adanya kehadiran secara implisit biaya transaksi (Cooter, 1982). Biaya transaksi dapat diartikan untuk memasukkan tiga kategori yang lebih luas, yaitu: 1. Biaya pencarian dan informasi 2. Biaya negosiasi dan keputusan atau mengeksekusi kontrak 3. Biaya pengawasan, pemaksaan, dan pemenuhan/pelaksanaan. Untuk masing-masing tiga jenis biaya transaksi tersebut dapat dibagi menjadi dua tipe, yakni biaya transaksi tetap yang merupakan investasi spesifik yang dibuat dalam menyusun kesepakatan kelembagaan, dan biaya transaksi variabel yang merupakan biaya yang tergantung pada jumlah dan volume transaksi.



2



Dalam hal ini, analisis mengenai konsep biaya transaksi (transaction cost economics) akan memberikan gambaran kepada para pelaku ekonomi dalam mengetahui cakupan biaya yang dikategorikan sebagai biaya transaksi dalam kegiatan perekonomian.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan konsep teori ekonomi biaya transaksi? 2. Bagaimanakah pandangan para ahli mengenai teori ekonomi biaya transaksi? 3. Apa yang menjadi kritik para ahli ekonomi mengenai teori ekonomi biaya transaksi? 4. Bagaimana keterkaitan antara rasionalitas terbatas dan perilaku oportunistik terhadap biaya transaksi? 5. Apa yang menjadi determinan dan variable biaya transaksi? 6. Bagaimana konsep biaya transaksi terjadi dalam kegiatan ekonomi?



1.3 Tujuan Makalah 1. Mengetahui definisi serta konsep teori ekonomi biaya transaksi. 2. Mengetahui dan memahami pandangan para ahli dalam memaknai teori ekonomi biaya transaksi 3



3. Mampu memahami dan menelaah kritik para ahli ekonomi mengeni teori biaya transaksi 4. Memahami keterkaitan antara rasionalitas terbatas dan perilaku oportunitis terhadap biaya transaksi 5. Memahami determinan dan variable dalam teori ekonomi biaya transaksi 6. Memahami peranan konsep teori ekonomi biaya transaksi dalam kegiatan perekonomian yang terjadi.



4



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Biaya Transaksi Ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics) merupakan salah satu alat analisis yang popular dalam ilmu ekonomi kelembagaan. Ekonomi biaya transaksi ini digunakan untuk mengukur efisien atau tidaknya suatu desain kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi yang terjadi dalam kegiatan ekonomi (transaksi), maka semakin tidak efisien kelembagaan yang didesain. Namun dalam alat analisis ini terdapat hambatan dalam operasionalnya, yaitu: 1. Secara teoritis masih belum terungkap secara tepat definisi dari biaya transaksi itu sendiri. 2. Setiap



kegiatan



(transaksi)



ekonomi



selalu



bersifat



spesifik



yang



menyebabkan kesulitan untuk merumuskan variabel-variabelnya. 3. Bagaimana mengukurnya, berupa isu yang strategis karena akan menuntun



akurasi sebuah analisis kelembagaan, terutama untuk melihat efisiensinya. Teori ekonomi kelembagaan merupakan pemekaran dari adanya teori biaya transaksi yang muncul akibat kegagalan pasar. Teori ekonomi kelembagaan juga diformulasikan oleh teori Coase, yang mengklasifikasikan tentang biaya transaksi dalam teori ekonomi neoklasik. Coase mendemostrasikan bahwa inefisiensi dalam ekonomi neoklasik bisa terjadi bukan hanya oleh karena adanya akibat dari struktur pasar yang tidak sempurna atau penjelasan standar lainnya,



5



melainkan karena adanya kehadiran secara implisit mengenai biaya transaksi (Vira, 1997). Dalam hal mendefinisikan biaya transaksi ini cukup sulit, sehingga untuk membedakan antara biaya tansaksi dan biaya produksi juga sulit. Meskipun demikian, sebagai upaya untuk mengerjakan investigasi, konsep tentang biaya transaksi sangatlah berguna untuk mengenali bentuk dan struktur sebuah pertukaran/transaksi. Definisi yang paling umum mengenai biaya produksi adalah bahwa aktivitas menciptakan manfaat pada masa sekarang dan mendatang (faktor-faktor produksi) ke dalam output (Lyons, 1995). Di antara input-input untuk proses produksi, ahli ekonomi memasukkan faktor produksi tanah, tenaga kerja, modal, dan kategori yang lebih sulit dipahami yang disebut kewiraswastaan. Sedangkan transaksi sebagai unit analisis juga memiliki beberapa definisi. Menurut Williamson, transaksi terjadi bila barang dan jasa ditransfer melalui teknologi yang terpisah. Satu tahap aktivitas berhenti dan tahap yang lain dimulai (Greenough & Pritchard, 2009). Selanjutnya, Coase menunjukkan bahwa jika pekerja pindah dari departemen (divisi) Y ke departemen (divisi) X, dia tidak pindah karena perubahan harga relatif (yang lebih menguntungkan), tetapi dia pindah karena diminta untuk melakukannya. Akhirnya, Commons menyatakan bahwa unit terakhir dari sebuah aktivitas harus mengandung ketiga prinsip, yaitu konflik, saling menguntungkan, dan ketertiban, unit itu tidak lain adalah transaksi (Dugger, 1996). Transaction cost  (biaya transaksi) merupakan konsep yang menjelaskan mengenai biaya yang keluar saat melakukan transaksi diluar biaya produksi. Pasar



menunjukkan



bahwa



dalam



pertukaran



ternyata



tidak



hanya



memperhitungkan berapa biaya yang dihabiskan untuk memproduksi suatu barang tetapi juga harus menghitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan transaksi/pertukaran.



6



Sejauh ini tidak ada defenisi yang meyakinkan tentang biaya transaksi, bahkan bagi sebagian orang, biaya transaksi tidak dapat diukur. Jika transaksi dipandang dalam kerangka waktu yang berhubungan dengan pembuatan kontrak, meliputi



unsur-unsur



pencarian



keputusan,



pelaksanaan,



pengendalian/pengawasan, maka biaya transaksi akan terdiri dari biaya penelitian, informasi, keputusan, tawar-menawar, pengawasan, dan pelaksanaan kontrak. Komponen utama dari biaya transaksi adalah biaya yang timbul dalam pembuatan kontrak yang diperkuat oleh hukum atau diri sendiri (Self Enforcement). Hal ini mencakup tindakan pencegahan melawan kemungkinan pengambil-alihan nili-nilai investasi dan biaya untuk menginformasikan dan administrasi hal-hal yang berkaitan dengan kontrak. Ringkasnya, biaya transaksi adalah ongkos untuk melakukan negosisasi, mengukur, dan memaksakan pertukaran. Sedangkan menurut Mburu yang lebih luas, yaitu (1) biaya pencarian dan informasi (2) biaya negosiasi dan keputusan atau mengeksekusi kontak dan (3) biaya pengawasan detail, proses negosiasi sendiri bisa sangat panjang dan memakan banyak biaya (Mburu, Birner, & Zeller, 2003). Furubotn dan Richter menunjukkan bahwa biaya transaksi adalah ongkos untuk menggunakan pasar dan biaya memakai hak untuk memberikan pesanan di dalam perusahaan. Ada tiga jenis biaya transaksi, yaitu bisa dibedakan menjadi dua tipe: (1) biaya transaksi tetap (2) biaya transaksi variabel. Secara spesifik, biaya transaksi pasar bisa dikelompokkan secara lebih rinci sebagai:  Biaya menyiapkan kontrak (secara sempit bisa diartikan sebagi biaya pencarian dan informasi)  Biaya mengeksekusikan kontrak (biaya negosiasi dan pengambilan keputusan)  Biaya pengawasan dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam kontrak transaksi



7



Biaya transaksi manajerial meliputi: (1) biaya penyusunan, pemeliharaan, atau perubahan desain organisasi.(2) biaya menjalankan organisasi, yang kemudian bisa dipilah dalam dua sub kategori: (a) biaya informasi; dan (b) biaya yang diasosiasikan dengan trasnfer fisik barang dan jasa yang divisinya terpisah. Terakhir, biaya transaksi politik berhubungan dengan penyediaan organisasi dan barang publik yang diasosiakan dengan aspek politik. Secara umum, biaya transaksi politik ini tidak lain adalah biaya penawaran barang publik yang dilakukan melalui tindakan kolektif, dan bisa dianggap sebagai analogi dari biaya transaksi manajerial. Secara khusus, biaya ini meliputi: (1) biaya penyusunan, pemeliharaan, dan perubahan organisasi politik formal dan informal; dan (2) biaya untuk menjalankan politik. Biaya ini adlah pengeluaran masa sekarang untuk hal-hal yang berkaitan dengan tugas kekuasaan. Oleh karena itu, yang dimaksud biaya transaksi adalah biaya atas lahan, tenaga kerja, kapital, dan keterampilan kewirausahaan yang diperlukan untuk memindahkan secara fisik input menjadi output (Furubotn & Richter, 1984). Dalam hal ini, biaya transaksi dapat dikategorikan dalam tiga jenis biaya yang berkaitan dalam proses pertukaran. Pertama, biaya yang muncul atas seluruh perbedaan yang terjadi belakangan setelah hubungan kontrak diputuskan, dan biaya perencanaan untuk menyelesaikan bagaimana persoalan perbedaan tersebut harus diselesaikan. Kedua, biaya negosiasi dengan pihak lain berkenaan dengan rencana yang dibuat. Ketiga, biaya pembuatan rencana yang dalam implementasinya bisa ditegakkan oleh pihak ketiga seperti pengadilan hakim, apabila terjadi perselisihan (Hill, 1990). Dari sudut pandang yang lain, biaya transaksi tersebut dapat pula dipisahkan menjadi biaya transaksi sebulum kontrak (ex-ante) dan setelah kontrak (ex-post). Biaya transaksi ex-ante adalah biaya membuat draf, negosiasi, dan mengamankan kesepakatan. Sedangkan biaya transaksi ex-post meliputi:



8



1. Biaya kegagalan adaptasi (maladaption) ketika transaksi menyimpang dari kesepakatan yang telah dipersyaratkan 2. Biaya negosiasi/tawar-menawar (haggling costs) yang terjadi jika upaya bilateral dilakukan untuk mengkoreksi penyimpangan setelah kontrak (expost) 3. Biaya untuk merancang dan menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan struktur tata kelola pemerintahan (tidak selalu pengadilan) apabila terjadi sengketa 4. Biaya pengikatan agar komitmen yang telah dilakukan bisa dijamin



Transaksi terjadi apabila barang dan jasa ditransfer melalui teknologi yang terpisah. Satu tahap aktivitas berhenti dan tahap yang lain dimulai. Coase (1988) menunjukkan bahwa jika pekerja pindah dari divisi Y ke divisi X, dia tidak pindah karena perubahan harga relatif (yang lebih menguntungkan), tetapi dia pindah karena diminta untuk melakukan. Akhirnya, Commons (1932) menyatakan bahwa unit terakhir dari sebuah aktivitas harus mengandung ketiga prinsip, yaitu konflik, saling menguntungkan, dan ketertiban. 2.2 Konsep Biaya Transaksi Menurut Para Ahli



9



Berdasarkan



teori



biaya



transaksi



yang



dikembangkan



oleh Ronald



Coase dalam bukunya The nature of the Firm (1937) serta The Problem of social cost (1960), dalam aktivitas ekonomi terdapat dua (2) jenis biaya yang dapat didentifikasi yaitu : 1. Biaya-biaya yang terkait dengan produksi dan distribusi fisik,



2. Biaya-biaya yang diperlukan untuk pertukaran (transaksi). Secara konseptual, ini berarti bahwa biaya total tidak hanya ditentukan oleh penjumlahan



biaya produksi (yang



ditentukan



teknologi



dan



input



yang



digunakan), melainkan juga biaya yang diperlukan untuk bertransaksi yang ditentukan oleh pengaturan dari institusional yang ada. Williamson (1985) sependapat dengan Coase (1937), bahwa salah satu alasan keberadaan perusahaan adalah untuk mengurangi biaya-biaya transaksi. Dalam penelitiannya, Williamson mengembangkan analisis biaya-biaya pengontrakan dalam hubungan bisnis (Jean-François Hennart, 2010). Hal ini sangat diperlukan sebab perusahaan sebagai pengambil keputusan dominan dalam perekonomian dibatasi oleh suatu konstelasi kontrak. Kontrak di sini adalah entitas organisasional yang mempunyai otoritas untuk membuat keputusan bisnis serta mengatur hubungan perusahaan dengan pemasok, pegawai, pelanggan,



kreditor



dan



pemegang saham.



Kelembagaan



mutlak



menentukan khuluk dan besaran biaya-biaya transaksi. Menurut



Williamson,



biaya



transaksi



adalah



biaya



memanfaatkan pasar (market transaction cost) dan biaya menggunakan hak untuk memberi perintah dalam perusahaan (managerial transaction cost) yang timbul karena adanya biaya transfer, memperoleh dan mempertahankan hak kepemilikan. Selanjutnya,



penatalaksanaan



dalam



10



bargaining



transaction



dimediasikan



oleh harga dan transaksi serta konversi dari bargaining transaction ke managerial transaction (yang dimediasikan oleh komando). Korchner & Picot (1987) menjelaskan komponen-komponen umum biaya transaksi mencakup: 1. Biaya untuk mencari informasi 2. Biaya pembuatan kontrak (negosiasi dan formulasi kontrak) 3. Biaya monitoring (pengecekan kualitas, kuantitas, harga, ketepatan waktu



pengiriman, keamanan) 4. Biaya adaptasi (selama pelaksanaan kesepakatan) Tingkat dari masing-masing komponen biaya transaksi dapat berubah dan berbeda menurut aktor yang terlibat. Menurut Milgrom & Roberts, biaya transaksi mencakup semua kerugian yang ditimbulkan oleh keputusan-keputusan, rencana-rencana, pengaturanpengaturan, atau persetujuan-persetujuan yang tidak efisien ; respon terhadap perubahan kondisi yang tidak efisien; dan penegakan persetujuan-persetujuan yang tidak sempurna. Secara konseptual dapat dijelaskan, biaya transaksi mencakup semua yang berdampak terhadap kinerja relative dari berbagai cara mengorganisasi sumber daya dan aktivitas produksi. Kelembagaan menentukan transaksi, sekaligus mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan kontrol kolektif terhadap transaksi. Kelembagaan (dan aransemen kelembagaan) yang efisien dapat menurunkan biaya transaksi yang signifikan. Hal ini hanya bisa dicapai dengan menciptakan aturan main yang disepakati bersama oleh pelaku-pelaku ekonomi dalam dunia bisnis. Apabila peraturan institusional yang ada tidak mampu mengelola pola interaksi semua aktor ekonomi dengan baik, biaya-biaya transaksi dipastikan menjadi lebih tinggi (Milgrom & Roberts, 1990). 11



Agar proses pertukaran bisa terjadi dengan biaya transaksi yang murah, masing-masing pelaku ekonomi harus mengeluarkan sumber daya dalam tiga wilayah yang tergolong kegiatan kontrak (Poulton, 1997): 1. Mengukur atribut yang bisa dinilai sehingga proses pertukaran/transaksi terjadi. 2. Melindungi hak-hak terhadap barang dan jasa yang telah dipertukarkan. 3. Meregulasi dan menegakkan kesepakatan North dan WaIlis (1994) menyampaikan perbedaan yang mendasar antara biava proses produksi (juga biasa disebut biaya transformasi/transformation costs) dan biaya transaksi. Dalam kerangka relasi antara perubahan teknis dan kelembagaan, North dan Wallis (1994) memandang biaya transaksi sebagai ongkos untuk lahan, tenaga kerja, kapital, dan keterampilan kewirausahaan (entrepreneurship) yang diperlukan untuk mentransfer hak-hak kepemilikan (property rights) dari satu atau kelompok orang ke pihak yang lain. Dengan kata lain, biaya transaksi muncul karena adanya transfer kepemilikan atau lebih untuk hak-hak kepemilikan terhadap suatu barang atau jasa (North & Wallis, 1994). 2.3 Kritik Para Ahli Terhadap Teori Biaya Transaksi Kritik terhadap teori teori biaya transaksi dilakukan oleh Robbins (1987), Perrow (1986), Donaldson (1985, 1990), Arrow (1985), Chalmers (1982), Drucker (1995), McCloskey (1983), Agryris (1964), Schein (1972), Eisenhardt (1989), Anderson dan Tollison (1982), Kosnik dan Batenhansen (1988), Barney (1990), Jones (1987), Hill (1990), Chanon (1978), Berle dan Means (1932), Stigler dan Friedland (1983), Coase (1991). Secara umum kritik terhadap teori ekonomi organisasi ditujukan pada idiologi teori biaya transaksi yang sangat materialistis. Donaldson (1995), mengatakan hal ini sebagai idiologi yang memuji setinggi langit lembaga kepemilikan swasta tanpa memperhatikan hak



12



asasi manusia (human rights) dan hak cipta (property rights). Kesalahan umum yang



dilakukan



oleh



positivis



teori



ekonomi



organisasional



adalah



pendekatannya yang parsial dimana berbagai aspek dalam manajemen diabaikan. Barney (1990), menyimpulkannya sebagai tindakan simplifikasi terhadap teori manajemen. Teori ini bercuriga terhadap para manajer dan pendidikan manajemen yang mengasumsikan bahwa pendidikan menolong organisasi lewat proses pengajaran dan penilitian agar pekerjaan organisasi menjadi lebih efektif. Bagi para manajer axioma dalam teori ini sangat menyerang integritas dan idealisme mereka tentang organisasi sebagai tempat untuk bekerja dalam suatu masa yang panjang dan bekerja keras untuk organisasi mereka, untuk sebuah komunitas yang lebih besar, termasuk kepada para pemilik organisasi (Barney & Lee, 2000). Robbins (1987), melihat teori ini selalu menggeneralisir dan melakukan deduksi secara umum terhadap perilaku perusahaan secara individual. Argumen Robbins menyatakan bahwa teori biaya transaksi tidak bisa mengkonstruksi hubungan kausal yang menjadi sebuah pernyataan umum, karena hal ini akan mengurangi kepercayaan manajer terhadap institusi, terhadap apresiasi perilaku ekonomi yang diyakini dalam struktur yang spesifik. Transaksi dalam pasar secara alamiah melibatkan transaksi organisasi secara hirarkis, dimana semua pihak dalam organisasi dilibatkan dalam proses tersebut. Secara alamiah organisasi sosial-ekonomi dapat dipahami dengan merevers pembentukan sejarahnya yang spesifik sebagai sebuah kelas dan perilaku sosial yang terjadi padanya (Jean-Francois Hennart, 1991). Hal yang sama dilihat oleh Dore (1983), pada perusahaan Jepang dan supliers mereka. Hubungan mereka dibangun atas dasar hubungan saling bergantung dan percaya bahwa hubungan tersebut merupakan hubungan yang saling menguntungkan, dan jauh dari usaha mementingkan diri sendiri. Dasar hubugan seperti ini adalah win-win framework dalam jangka panjang. Robbins (1987), tidak pernah menemukan



13



hubungan kausal antara teori biaya transaksi sebagai sebuah pendekatan yang mengarah terhadap lingkungan yang spesifik. Kesimpulannya menyatakan bahwa teori ini hanya sebagai sarana lebih lanjut bagi integrasi teori struktural kontingensi dengan upaya-upaya penjelasan yang lebih luas. Walaupun kritik Robbins merupakan elemen yang penting bagi teori biaya transaksional tetapi dia tidak pernah menyimpulkan bahwa hal ini merupakan perspektif dan pijakan untuk mengintegrasikan kembali teori biaya transaksional dan penilitian teori ini di masa datang (King, 2007). Perrow (1986), mengkritik pemahaman teori ini akan ide integrasi vertikal atau merger. Merger yang biasa dilakukan pada pemahaman teori ini terjadi karena pertimbangan dominasi pasar demi keuntungan pemilik semata bukan karena pertimbangan efisiensi bagi kepentingan publik. Kritik Perrow konsisten dengan kritik yang dilakukan gerakan kiri baru (new left), yang peduli terhadap eksploitasi kapitalisme terhadap pekerja (Perrow, 1986). Coase (1991), secara tegas menolak contoh yang sering digunakan pada teori biaya transaksi yaitu akuisisi yang dilakukan pada tahun 1926, antara Fisher Body sebagai supplier dengan General Motors sebagai klien yang menyebabkan hilangnya kebebasan A.O Smith. Ia sebagai pengelola mengalami kehilangan kebebasan selama dua puluh tahun lebih karena bentuk hubungan kontraktual yang diciptakan lewat integrasi vertikal. Coase menolak dua pilar utama dari teori integrasi vertikal yang dibangun Williamson (1975) dan Klein (1978), yaitu transaksi spesifik penanaman modal dan oportunisme. Ia menjelaskan penolakannya dengan mereview kembali artikel klasiknya pada tahun 1937 tentang biaya transaksi. Menurutnya konsep integrasi vertikal yang dibangun dalam teori biaya transaksi kontemporer telah menyimpang dari pemahaman awal teori biaya transaksi oleh karenanya perlu disanggah. Dalam realitas, konsep oportunisme penting guna membandingkan hal-hal yang berhubungan dengan organisasi ekonomi yaitu masalah ketamakan para manajer, akan tetapi 14



konsep ‘sisi-gelap manusia’ yang dimaksudkan oleh Williamson dan Klein (termasuk yang lainnya; Barney, Ouchi, Jones, dan tulisan kontemporer biaya transaksi lainnya) perlu disanggah karena menyimpang dari pemahaman awal teori biaya transaksi. Pandangan seperti ini akan membawa pusaran masalah baru (Muris, 1980). Drucker (1995), juga mengkritik model keiretsu atau integrasi vertikal pada konteks perusahaan Amerika Utara yang dibangun dalam pemahaman teori ini bermasalah karena antara tahun 1950 sampai dengan 1960 penyatuan pada peruhaan General Motors tersebut menimbulkan biaya-biaya tenaga kerja yang lebih tinggi pada divisi-divisi suku cadang GM daripada biaya tenaga kerja pada perusahaan-perusahaan kompetitor mereka. Ketika para pelanggan luar mereka yaitu perusahaan-perusahaan mobil independen seperti Packard dan Studebaker, yang telah membeli 50 persen barang yang dihasilkan divisi-divisi suku cadang di GM, menghilang satu per satu, kontrol yang dilakukan oleh GM pada biaya maupun kualitas dari pemasok utamanya ikut menghilang. Namun selama empat puluh tahun atau lebih, perhitungan biaya sisem GM memberikan keunggulan bagi para kompetitornya yang paling efektif, yang sering muncul kala itu yaitu Studebaker sendiri. Menurut Drucker (1995), para eksekutif perlu mengorganisir dan mengelola bukan saja rantai biaya, namun juga segala sesuatu yang lain, khususnya strategi perusahaan dan perencanaan produk sebagai satu kesatuan ekonomi, apapun pembatas hukum setiap perusahaan (Häussler, 2006). Dalam mengukur kontribusi teori biaya transaksi terhadap organisasi yang berskopa luas dan kompleks yaitu perusahan multinasional. Kritik terhadap teori ini dilakukan oleh Bukley dan Casson (1983), Dunning (1980), Henard (1983), Teece (1985), Kreps (1984), Dore (1983), Stokey (1983), Doz dan Prahalad (1991), Hedlund (1981), Eisenhardt (1989). Indikator kontribusi teori biaya transakasional diukur dalam beberapa elemen manajemen antara lain determinansi



teori



terhadap



struktur, 15



diferensiasi



internal,



optimalisasi



pengambilan keputusan, pengelolaan informasi, akselerasi, penciptaan hubungan antar perusahaan, kontinuitas dan pembelajaran. Kreps (1984), menyatakan kelemahan teori ini tehadap proses manajemen terletak pada simplifikasi asumsi yang inheren, di dalamnya ada penciptaan hirarki dengan transaksi sebagai fokus tunggal unit analisis, karena terjadi simplifikasi pada struktur maka teori biaya transaksional tidak terlalu formal menjelaskan teori mereka dalam kriteriakriteria manajemen perusahaan multinasional. Termasuk menurut Dore (1998), terhadap pembahasan dimensi hubungan kontraktual inter-organisasional (Williamson, 1993).



2.4 Rasionalitas Terbatas dan Perilaku Oportunistik Terdapat dua asumsi dalam menganalisis operasional dari biaya transaksi yaitu; Raionaltas terbatas sendiri menunjuk pada tingkat dan batas kesanggupan



individu



untuk



menerima,menyimpan,mencari



kembali,dan



memproses informasi tanpa kesalahan (Williamson, 1973). Konsep ini didasarkan pada dua prinsip : Individu atau kelompok yang terdiri atas beberapa individu, memiliki batas-batas kemampuan untuk memproses dan menggunakan informasi yang tersedia. Konsep Bounded rationality sendiri merujuk kepada tingkat dan batas kesanggupan individu untuk menerima, menyimpan, mencari kembali, dan memproses informasi tanpa kesalahan ini didasarkan pada dua prinsip: (i) individu atau kelompok yang terdiri dari beberapa individu, memiliki batas-batas kemampuan untuk meproses dan menggunakan informasi yang tersedia. Kapasitas komputasi (perhitungan) yang terbatas ini eksis karena kesulitan dalam memehami dan memanipulasi data yang terlibat dalam suatu situasi biasa (trivial). Ringkasnya, informasi yang tersedia sangat kompleks untuk dikelola; dan (ii) tidak mungkin menyatakan bahwa semua negara di dunia



16



dan semua hubungan sebab akibat yang relevan dapat diidentifikasi (sehingga kemungkinan



dapat



dikalkulasi)



dengan



berdasarkan



kepada



kejadian



sebelumnya (Pessali, 2006). Implikasinya, setiap pelaku ekonomi akan selalu menghadapi informasi yang tidak lengkap, atau dengan kata lain terjadi ketidakpastian informasi. Sedangkan perilaku opportunitis adalah upaya untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik yang tidak jujur dalam kegiatan transaksi (Pagano, 1999). Namun, laba yang didapat dari keuntungan yang bersifat keunggulan produktif (misalnya lokasi yang unik atau keterampilan yang berbeda) tidak dianggap sebagai sikap opportunitis (Williamson,1973 : 317). Selanjutnya dinyatakan bahwa biaya transaksi berasal dari adanya asimetris informasi yang implisit terjadi dalam proses transaksi. Dua asumsi tersebut terwujud dalam upaya menghindari kerugian, penyimpangan moral, penipuan dan melalaikan kewajiban dan lain lain sehingga pada akhirnya nanti dapat merugikan pihak lain dan dianggap sebagai biaya transaksi. Dalam literatur teori ekonomi biaya transaksi, oportunisme ditenggarai sebagai salah satu determinan yang menyebabkan timbulnya biaya transaksi (Duran dan McNutt, 2010: 756). Williamson (dalam Pessali, 2006: 54) mendefinisikan oportunisme sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan individu dengan cara yang tidak jujur atau dengan jalan menghilangkan keterusterangan dalam transaksi. Dengan kata lain, oportunisme adalah sebuah upaya untuk mendapat keuntungan dengan cara-cara yang tidak pantas (Duran & McNutt, 2010). Semakin tinggi peluang bagi munculnya perilaku oportunistik maka semakin besar pula biaya transaksi yang timbul (Cordes et.al, 2011: 12). Peningkatan biaya transaksi tersebut disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk meningkatkan upaya koordinasi serta peningkatan biaya pemenuhan (compliance cost) yang kesemuanya itu akan menyebakan membengkaknya biaya untuk negosiasi (negotiating), penyusunan draft (drafting), pengawasan (monitoring), 17



usaha perlindungan (safeguarding), dan pemaksaan kesatuan kontrak (enforcing contingent contracts) (Pandey, Cordes, Pandey, & Winfrey, 2018). Kaitan antara oportunisme dengan kemunculan biaya transaksi juga dapat ditelusuri dari segi ketidaksempurnaan kontrak (incomplete contract). Pada dasarnya tak satupun dari aturan kontrak yang sempurna secara mutlak. Sebab kemampuan rasional manusia juga bersifat terbatas (Pessali, 2006: 53). Selain itu ketidaksempurnaan kontrak juga disebabkan oleh adanya ketidakpastian (uncertainty) yang diakibatkan oleh adanya ketidaksempurnaan informasi serta kesulitan dalam hal pengukuran (assesment). Meskipun demikian keberadaan kontrak tetap menjadi relevan karena ia menyediakan payung bagi banyak pihak yang ingin terlibat dalam aktivitas transaksi. Disamping itu, kontrak juga tetap relevan karena ia membuka kemungkinan bagi upaya perbaikan secara terus menerus. Upaya perbaikan aturan kontrak pada akhirnya menyebabkan timbulnya biaya transaksi. Sebab upaya perbaikan meniscayakan timbulnya biaya negosiasi (negotiating cost), pengontrolan (monitoring cost), dan pemaksaan (enforcing cost) dari kesepakatan aturan kontrak baru yang ingin dibuat.    



Lebih dalam lagi, North (1990b:27) menolak asumsi adanya informasi



sempurna dan pertukaran tanpa biaya (costless exchange) yang dibuat oleh model pasar persaingan sempurna. Sebaliknya, dia melihat adanya ‘biaya transaksi’ dalam pertukaran akibat adanya informasi yang tidak sempurna. North menyatakan bahwa ‘biaya mencari informasi merupakan kunci dari biaya transaksi, yang terdiri atas biaya untuk mengerjakan pengukuran kelengkapankelengkapan( attributes) yang dipertukakan dan ongkos untuk melindungi hakhak kepemilikan dan menegakkan kesepakatan (North, 1990). Oleh karena itu, agar pertukaran atau perdagangan dapat terjadi dengan biaya transaksi yang murah, masing-masing pelaku ekonomi harus mengeluarkan sumber daya dalam tiga wilayah yang tergolong kegiatan kontrak. Dengan begitu faktor yang penting dalam mempengaruhi besarnya biaya transaksi adalah sifat hak-hak 18



kepemilikan didalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut menurut aliran ekonomi kelembagaan baru penanganan biaya transaksi oleh masyarakat dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekononomi sebab biaya transaksi yang erat kaitannya dengan hak kepemilikan atau kemampuan menegakkan hak kepemilikan



dengan



biaya



rendah



dapat



mengefisiensikan



kegiatan



perekonomian (Poulton, 1997). Agar kegiatan ekonomi terus berlanjut dan dalam jangkauan yang lebih luas masyarakat harus berdagang / bertransaksi dengan orang lain diluar komunitasnya. Semakin kompleks dan imperasional jaringan perdagangan, maka akan semakin tinggi biaya transaksi yang muncul. Selanjutnya, jika biaya transaksi terlalu tinggi, maka perdagangan tidak akan terjadi dan ekonomi menjadi stagnan. Oleh karena itu tantangan pembangunan ekonomi adalah untuk mengurangi biaya transaksi pada saat melakukan perdagangan yang semakin kompleks. Ini akan tercapai bila desain pembangunan kelembagaan yang dibuat memang mendukung kegiatan perdagangan,yakni melalui penyediaan



informasi,melindungi



hak



kepemilikan,



dan



menyiapkan



mekanisme yang efektif. Besaran biaya transaksi yang dikeluarkan juga dapat dikarenakan ada penyimpangan seperti : 1. Penyimpangan atas lemahnya jaminan hak kepemilikan. 2. Penyimpangan pengukuran atas tugas yang kompleks dan prinsip yang beragam. 3. Penyimpangan intertemporal , yang dapat berbentuk kontrak yang timpang, responsivitas waktu yang nyata, ketersembunyian informasi yang panjang, dan penyalahgunaan strategis.



19



4. Penyimpangan yang muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan yang berhubungan dengan pembangunan dan reformasi ekonomi. 5. Kelemahan integritas, yang dirujuk oleh James Wilson (1989) sebagai “sovereign transaction” .(Williamson, 1998). Biaya transaksi dapat terjadi karena adanya penyimpangan seperti yang telah disebutkan diatas, yakni dalam wujud penyimpangan atas lemahnya jaminan hak kepemilikan. Penyimpangan pengukuran atas tugas yang kompleks (multipletask) dan prinsip yang beragam. Penyimpangan intertemporal, yang dapat berbentuk kontrak yang timpang,responsivitas waktu nyata (real time), ketersembunyian



informasi



yang



panjang,



penyalahgunaan



strategis.



Penyimpangan yang muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan yang berhubungan dengan pembangunan dan reformasi ekonomi dan kelemahan integritas. Dapat disimpulkan menjadi, faktor yang paling dominan menjadi pengaruh dari besaran biaya transaksi adalah sifat hak-hak kepemilikan di dalam masyarakat. pemerhati kelembagaan meyakini bahwa adanya perubahan kesepakatan kelembagaan mengenai hak-hak kepemilikan akan memberikan dampak terhadap pencapaian ekonomi. Jadi, akar dari seluruh masalah ini adalah informasi yang kurang sempurna. Dalam perkembangan selanjutnya ditemukan bahwa relatif pentingnya perbedaan biaya yang berhubungan dengan sifat transaksi, dalam hal ini terdapat tiga sifat utama transaksi yaitu: frekuensi transaksi, sejauh mana keterlibatan pihak yang melakukan kontrak dalam investsi aset spesifik dan derajat ketidakpastian dalam setiap transaksi (Williamson, 1997)



20



Menurut Williamson (1973), selalu akan terjadi trade off antara biaya koordinasi dan hierarki di dalam organisasi, antara biaya transaksi dan pembuatan kontrak di pasar. Trade off tersebut tergantung pada besarnya biaya transaksi. Untuk memudahkan dan menyulitkan pembuatan kontrak tersebut, bentuk-bentuk kontrak biasanya ditentukan oleh tingkat dan sifat biaya transaksi, yang eksistensinya dipengaruhi oleh keberadaan informasi yang tidak sempurna.



Kelembagaan tata kelola (kontrak intra perusahaan, korporasi, birokrasi, nonprofit, dan sebagainya) dibatasi oleh lingkungan kelembagaan (dari sisi atas) dan individu (dari bawah). Efek primer dari skema ditunjukkan melalui tanda panah tebal, sedangkan efek sekunder ditunjukkan melalui tanda panah garis. 21



Efek pertama berada pada lingkungan kelembagaan. Perubahan-perubahan dalam lingkungan kelembagaan diperlukan sebagai parameter perubahan, yaitu perubahan yang menggeser biaya perbandingan pasar, hybrids, dan hierarki. Implikasi kedua terjadi dari asumsi perilaku. Asumsi perilaku dari ekonomi biaya transaksi tersebut tidak lain adalah rasionalitas terbatas, dan keterbelakangan suatu Negara.



2.5 Determinan dan Variabel Biaya Transaksi  Yang menjadi persoalan dan isu utama dalam biaya transaki adalah bentuk pengukuran. Dari studi yang dilakukan banyak tokoh, deskripsi tersebut dapat dirasakan bahwa pengukuran biaya transaksi merupakan masalah pelik, sulit, dan komplikatif,



sehingga



diperlukan



pemahaman



yang



sama



mengenai



defenisi,determinan,dan variabel yang seragam dari biaya transaksi. Pada titik inilah mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan besarnya biaya transaksi menjadi penting untuk diketahui. Seperti yang diungkapkan oleh (Zhang, 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya transaksi pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal berikut : What : the identity of bundle of right (hak-hak atau komoditas), Who : to identity of agents involved in the exchanges, How : the institutions, technical and social, governing the exchange and how to organize the exchanges.  Menurut Beckman(2000;16) terdapat empat determinan penting dari biaya transaksi yaitu: atribut perilaku yang melekat pada setiap pelaku seperti rasionalitas terbatas dan oportunisme, sifat yang berkenaan dengan atribut transaksi yaitu spesifikasi aset-ketidakpastian dan frekuensi, hal yang berkaitan dengan struktur tatakelola kegiatn ekonomi yaitu pasar hierarki regunasi dan birokrasi publik, faktor terkait aspek lingkungan kelembagaan yaitu hukum kepemilikan-kontrak dan budaya. Dalam konteks level perusahaan biaya transaksi dapat diklasifikasikan dalam variaabel: organisasi tenaga kerja dan



22



pengguna, mengolah informasi,koordinasi pemasok, memotivasi pelanggan, mengelola distributor,memuaskan pemegang saham dan peminjam, fee, komisi, cukai, dan pajak, penelitian dan pengembangan, biaya penjualan umum dan administrasi, laporan neraca keuangan yang telah diaudit (Rosen, Bercovitz, & Beckman, 2000). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya transaksi pada umunya bisa dikelompokkan dalam tiga hal berikut. 1. What: the identity of bundle of rights. Hak-hak (atau komiditas) memilki banyak atribut yang nilai, pengukuran, kebijakan, dan pemaksaannya beragam dari satu jenis dengan tipe yang lain. 2. Who: to identity of agents involved in the exchanges. Ini erat dengan faktorfaktor manusia yang muncul dalam asumsinya Williamson (1975), yakni kemampuan manusia untuk menerima, menyimpan, mencari, memproses informasi, dan batas-batas bahasa dalam penyampaian pengetahuan kepada orang lain), oportunisme, dan terjepitnya/kurangnya informasi 3. How: the instituions, technical and social, governing the exchange and how to organize the exchanges. Dalam hal ini, pasar diandaikan sebagai kelembagaan untuk memfasilitasi proses pertukaran, yang keberadaannya dibutuhkan



untuk



mengurangi



biaya



pertukaran,



sedangkan



perusahaan/ firm (atau keluarga/families) juga dapat dianggap sebagai kelembagaan yang memfasilitasi pertukaran yang saling menguntungkan. Dalam proposisi ini, jika biaya transaksi melalui pasar dianggap tidak ada, maka sebetulnya tidak ada yang namanya pasar; demikian hanya bila biaya koordinasi di dalam perusahaan adalah nol, maka sesungguhnya tidak ada yang namanya perusahaan (Anderson, 1988).



23



Berdasarkan penjelasan tentang definisi dan faktor-faktor yang memengaruhi besaran biaya transaksi diatas, setidaknya terdapat empat determinan penting dari biaya transaksi sebagai unit analisis: 1. Apa yang disebut sebagai atribut perilaku yang melekat pada setiap pelaku ekonomi, yaiturasionalitas terbatas/terikat dan oportunisme. 2. Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaksi, yaitu spesifitas aset, ketidakpastian, dan frekuensi. 3. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi, yaitu pasar, hierarki, dan pengadilan, regulasi, birokrasi publik. 4. Faktor yang berdekatan aspek lingkungan kelembagaan, yaitu hukum kepemilikan, kontrak, dan budaya. Bagaimana konsep biaya transaksi yang sedemikian kompleks tersebut bisa diderivasi dalam bentuk variabel-variabel yang mudah untuk diukur? Collins dan Fabozi menjelaskan jawaban atas pertanyaan tersebut melalui formulasi biaya transaksi sebagai berikut:



24







Biaya transaksi = biaya tetap + biaya variabel;







Biaya tetap = komisi + transfer fees + pajak;







Biaya variabel = biaya eksekusi + biaya opotunitas;







Biaya eksekusi = price impact + market timing costs;







Biaya oportunitas = hasil yang diinginkan - pendapatan aktual - biaya eksekusi - biaya tetap



Dalam konteks variabel biaya transaksi pada level perusahaan, kategorisasi yang dilakukan oleh Strassmann cukup membantu sebagai bahan studi. Dia menglasifikasikasikan biaya transaksi dalam variabel-variabel berikut: 



Organisasi tenaga kerja dan pengguna 







Mengolah informasi







Koordinasi pemasok, biaya-biaya akuisisi







Memotivasi pelanggan







Mengelola distributor







Memuaskan pemegang saham dan peminjam







Fee, komisi, vukai dan pajak







Penelitian dan pengembangan







Biaya-biaya penjualan, umum, dan administratif o Pemasaran o Penjual o Manajemen 25



o Iklan o Pelatihan o Biaya-biaya teknologi informasi 



Laporan neraca keuangan yang telat diaudit



Dari deskripsi tersebut bisa dibayangkan betapa luasnya ruang lingkup dari biaya transaksi, khususnya level perusahaan. Namun, dalam analisis ekonomi konvesional (neoklasik) seluruh variabel tersebut digolongkan sebagai biaya produksi, yang dengan sendirinya tidak terkait dengan model kelembagaan yang didesain. Pandangan ini tentu saja mengaburkan cara penanganan perusahaan untuk mencapai efisiensi. Sebagai contoh, apabila biaya pemasaran dimasukkan sebagai bagian dari variabel biaya produksi, maka orientasi perusahaan berusaha untuk menekan ongkos tersebut dengan jalan mengurangi intensitas promosi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut (Collins & Fabozzi, 1991) 2.6 Konsep Biaya Transaksi dalam Kegiatan Ekonomi Berdasarkan penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan, adapun contoh dari implikasi mengenai konsep biaya transaksi ,yakni diantaranya : 1. Biaya transaksi dalam perubahan harga saham Hasil penelitian tahun 2001 menunjukkan kenaikan harga saham mencapai 78,2% dari nilai nominal dividen per lembar saham,sementara tahun 2002 penurunannya



sebesar



94,4%



dari



nilai



dividennya,



tahun



2003



penurunannya sebesar 65,2% dan tahun 2004 penurunannya sebesar 112,5% dari nilai dividennya (data lengkap ada pada penulis). Hasil tersebut bisa saja terjadi jika biaya-biaya transaksi yang mungkin timbul turut diperhitungkan oleh pelaku pasar dalam proses penilaian harga saham yang hendak dibeli atau dijual, sehingga perbandingan nilai perubahan harga saham dengan nilai



26



dividen per lembar saham yang dibagikan tidak berbanding lurus (non linear) seperti yang telah dijelaskan oleh Boyd dan dan Jagannathan (1994).Demikian juga rasio nilai nominal perubahan harga saham dengan nilai nominal dividen per lembar saham berbeda-beda pada tiap tahunnya, yaitu pada kisaran 65,2% (2003) sampai 94,4% (2002). Sehingga bisa disimpulkan bahwa  berbedanya prosentase perbandingan perubahan harga saham dengan nilai dividen per lembar saham merupakan proses penyesuaian pasar dengan adanya penambahan unsur biaya transaksi yang berbedabeda setiap tahunnya (Adwin Surja Atmadja, 2008). 2. Biaya transaksi dalam penyuluhan kelompok petani Biaya transaksi dari suatu pertukaran merupakan karakteristik yang melekat pada suatu kelembagaan. Petani sebagai salah satu unsur di dalam kelembagaan tata niaga tidak memiliki akses dan kontrol secara penuh terhadap penentuan nilai dan biaya transaksi. Estimasi biaya transaksi untuk membandingkan kedua model kelembagaan penyuluhan dilakukan dengan menghitung waktu yang dicurahkan penyuluh dalam melakukan kegiatan penyuluhan pertanian dan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai kegiatan penyuluhan pertanian yang dipublikasikan dalam APBN dan APBD sebagaimana yang dilakukan oleh Jahan, et al. (1998).Dimana biaya transaksi penyuluhan meliputi biaya informasi, biaya penetapan keputusan dan biaya operasional. Biaya transaksi dihitung berdasarkan waktu



yang



dicurahkan



penyuluh.Curahan



waktu



penyuluh



dalam



melaksanakan kegiatan penyuluhan dan operasional kelembagaan pada model kelembagaan sentralisasi secara umum lebih rendah dibandingkan pada model kelembagaan desentralisasi. Sehingga bisa dikatakan bahwa perbedaan model penyuluhan kelembagaan petani menimbulkan biaya transaksi yang berbeda,dengan begitu diperlukan pemilihan model



27



penyuluhan yang efisien dan tidak menimbulkan biaya transaksi yang besar (Sucihatiningsih :2010) (Sucihatiningsih & Waridin, 2015).



28



BAB III PENUTUP Kesimpulan Teori ekonomi kelembagaan merupakan hasil dari adanya teori biaya transaksi yang muncul akibat kegagalan pasar. Ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics) merupakan salah satu alat analisis yang popular dalam ilmu ekonomi kelembagaan. Ekonomi biaya transaksi ini digunakan untuk mengukur efisien atau tidaknya suatu desain kelembagaan. Transaction cost (biaya transaksi) merupakan konsep yang menjelaskan mengenai biaya yang keluar saat melakukan transaksi diluar biaya produksi. Ada tiga jenis biaya transaksi, yaitu bisa dibedakan menjadi dua tipe yaitu biaya transaksi tetap dan biaya transaksi variabel. Biaya transaksi dapat dikategorikan dalam tiga jenis biaya yang berkaitan dalam proses pertukaran. Pertama, biaya yang muncul atas seluruh perbedaan yang terjadi belakangan setelah hubungan kontrak diputuskan, dan biaya perencanaan untuk menyelesaikan bagaimana persoalan perbedaan tersebut harus diselesaikan. Kedua, biaya negosiasi dengan pihak lain berkenaan dengan rencana yang dibuat. Ketiga, biaya pembuatan rencana yang dalam implementasinya bisa ditegakkan oleh pihak ketiga seperti pengadilan hakim, apabila terjadi perselisihan. Komponen biaya transaksi menurut Korchner & Picot (1987) terdiri dari, biaya untuk mencari informasi, Biaya pembuatan kontrak (negosiasi dan formulasi kontrak), biaya monitoring (pengecekan kualitas, kuantitas, harga, ketepatan waktu pengiriman, keamanan), dan biaya adaptasi (selama pelaksanaan kesepakatan). Adapun kritik yang dilakukan para ahli terhadap biaya transaksi seperti, Robbins (1987), Perrow (1986), Donaldson (1985, 1990), Arrow (1985), Chalmers (1982), Barney (1990), Jones (1987), Hill (1990), Chanon (1978), Berle dan Means (1932), Stigler dan Friedland (1983), Coase (1991). Coase (1991) menolak dua pilar utama dari teori integrasi vertikal yang dibangun Williamson (1975) dan Klein (1978), yaitu transaksi



29



spesifik penanaman modal dan oportunisme.Terdapat dua asumsi dalam menganalisis operasional dari biaya transaksi yaitu rasionalitas terbatas dan perilaku oportunistik. Rasionalitas terbatas menunjuk pada tingkat dan batas kesanggupan individu untuk menerima,menyimpan,mencari kembali,dan memproses informasi tanpa kesalahan). Sedangkan, perilaku oportunistik adalah upaya untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik yang tidak jujur dalam kegiatan transaksi. Namun, laba yang didapat dari keuntungan yang bersifat keunggulan produktif (misalnya lokasi yang unik atau keterampilan yang berbeda) tidak dianggap sebagai sikap opportunitis. Faktor yang mempengaruhi besarnya biaya transaksi pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal berikut : What : the identity of bundle of right (hak-hak atau komoditas), Who : to identity of agents involved in the exchanges, How : the institutions, technical and social, governing the exchange and how to organize the exchanges. Adapun implikasi dari adanya biaya transaksi dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari diberbagai aspek kegiatan ekonomi, diantaranya biaya transaksi dalam perubahan harga saham dan juga biaya transaksi dalm penyuluhan terhadap kelompok petani.



30



DAFTAR PUSTAKA



Anderson, E. (1988). Transaction costs as determinants of opportunism in integrated and independent sales forces. Journal of Economic Behavior & Organization, 9(3), 247-264. Barney, J., & Lee, W. (2000). Multiple considerations in making governance choices: implications of transaction cost economics, real options theory and knowledge-based theories of the firm: Oxford University Press: Oxford, UK. Baudry, B., & Chassagnon, V. (2010). The close relation between organization theory and Oliver Williamson's transaction cost economics: a theory of the firm perspective. Journal of Institutional Economics, 6(4), 477-503. Collins, B. M., & Fabozzi, F. J. (1991). A methodology for measuring transaction costs. Financial Analysts Journal, 47(2), 27-36. Cooter, R. (1982). The cost of Coase. The Journal of Legal Studies, 11(1), 1-33. Dugger, W. M. (1996). Sovereignty in transaction cost economics: John R. Commons and Oliver E. Williamson. Journal of Economic Issues, 30(2), 427-432.



31



Duran, X., & McNutt, P. (2010). Kantian ethics within transaction cost economics. International journal of social economics, 37(10), 755-763. Furubotn, E. G., & Richter, R. (1984). The New Institutional Economics: Symposium June 6-10, 1983, Mettlach/Saar: Editorial Preface. Zeitschrift für die gesamte Staatswissenschaft/Journal of Institutional and Theoretical Economics(H. 1), 1-6. Greenough, P., & Pritchard, D. (2009). Williamson on knowledge: Oxford University Press Oxford. Häussler, C. (2006). When does partnering create market value? European Management Journal, 24(1), 1-15. Hennart, J.-F. (1991). The transaction cost theory of the multinational enterprise. The nature of the transnational firm, 2. Hennart, J.-F. (2010). Transaction cost theory and international business. Journal of Retailing, 86(3), 257-269. Hill, C. W. (1990). Cooperation, opportunism, and the invisible hand: Implications for transaction cost theory. Academy of management review, 15(3), 500-513. King, A. (2007). Cooperation between corporations and environmental groups: A transaction cost perspective. Academy of management review, 32(3), 889-900. Lyons, B. R. (1995). Specific investment, economies of scale, and the make-or-buy decision: A test of transaction cost theory. Journal of Economic Behavior & Organization, 26(3), 431-443. Mburu, J., Birner, R., & Zeller, M. (2003). Relative importance and determinants of landowners’ transaction costs in collaborative wildlife management in Kenya: an empirical analysis. Ecological economics, 45(1), 59-73. Milgrom, P., & Roberts, J. (1990). Bargaining costs, influence costs, and the organization of economic activity. Perspectives on positive political economy, 57, 60. Muris, T. J. (1980). Opportunistic behavior and the law of contracts. Minn. L. Rev., 65, 521. 32



North, D. C. (1990). A transaction cost theory of politics. Journal of theoretical politics, 2(4), 355-367. North, D. C., & Wallis, J. J. (1994). Integrating institutional change and technical change in economic history a transaction cost approach. Journal of Institutional and Theoretical Economics (JITE)/Zeitschrift für die gesamte Staatswissenschaft, 150(4), 609-624. Pagano, U. (1999). Bounded rationality, institutionalism and the diversity of economic institutions. University of Siena, Department of Economics, Working Paper(266). Pandey, S., Cordes, J. J., Pandey, S. K., & Winfrey, W. F. (2018). Use of social impact bonds to address social problems: Understanding contractual risks and transaction costs. Nonprofit Management and Leadership, 28(4), 511-528. Perrow, C. (1986). Economic theories of organization. Theory and society, 11-45. Pessali, H. F. (2006). The rhetoric of Oliver Williamson's transaction cost economics. Journal of Institutional Economics, 2(1), 45-65. Poulton, M. C. (1997). Externalities, transaction costs, public choice and the appeal of zoning: a response to Lai Wai Chung and Sorensen. Town Planning Review, 68(1), 81. Rabinowitz, H. N. (1988). More than the Woodward thesis: assessing the strange career of Jim Crow. The Journal of American History, 75(3), 842-856. Rosen, C. M., Bercovitz, J., & Beckman, S. (2000). Environmental supply‐chain management in the computer industry: A transaction cost economics perspective. Journal of Industrial Ecology, 4(4), 83-103. Sucihatiningsih, D., & Waridin, W. (2015). Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan Penyuluh Pertanian Dalam Meningkatkan Kinerja USAhatani Melalui Transaction Cost Studi Empiris Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi dan Pembangunan, 11(1), 13-29.



33



Vira, B. (1997). The political Coase theorem: identifying differences between neoclassical and critical institutionalism. Journal of Economic Issues, 31(3), 761-780. Williamson, O. E. (1993). Transaction cost economics and organization theory. Industrial and corporate change, 2(2), 107-156. Williamson, O. E. (1997). Transaction cost economics and public administration. In Public priority setting: Rules and costs (pp. 19-37): Springer. Zhang, Y. (2001). Economics of transaction costs saving forestry. Ecological economics, 36(2), 197-204.



34