Makalah Kelompok 9 Dastik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH DETEKSI TARGET (Pengukuran Sv, Sa, Densitas Objek)



DISUSUN OLEH : KELOMPOK



:9



NAMA ANGGOTA : 1. MELI MARSELINA (08051181924015) 2. DIO ALIF ANANTA S. (08051181924 3. GITA KUMALASARI (08051381924107) 4. M.EVRAN FIRDAUS (08051381924 5. M. HAFFIZ PUTRA ARTA (08051381924083) 6. RICO MULTI ANGGARA (08051381924063) 7. ANGEL CHRISTIN (08051281924055) 8. RIZQI HAFIZUDIN (08051381924064) 9. IKKON SADAR P ( DOSEN PENGAMPU : 1. Dr. FAUZIYAH,M.SI 2. ELLIS NURJULIASTI N.,M.SI 3. KHAIRUL SALEH,M.SI



JURUSAN ILMU KELUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2020/2021



1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ketersediaan data mengenai status stok dan penyebaran sumberdaya ikan demersal yang akurat dan dapat dipercaya merupakan informasi dasar yang sangat penting dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaannya. Hal ini disebabkan karena pendugaan densitas yang akurat akan bermanfaat untuk menentukan besarnya potensi lestari dan hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk ditangkap, untuk selanjutnya dapat mencegah kondisi tangkap lebih (overfishing). Teknik-teknik yang banyak digunakan dalam pendugaan stok di antaranya adalah metode swept area dengan menggunakan trawl, surplus produksi, dan teknologi penginderaan jauh menggunakan hidroakustik (marine acoustic remote sensing). Selain informasi mengenai penyebaran sumberdaya ikan harus juga diketahui informasi mengenai tipe dasar perairan, metode hidroakustik dapat diaplikasikan dalam pemetaan kedalaman perairan atau batimetri. Pada umumnya pengambilan data dasar perairan menggunakan grab yang memiliki banyak kendala, misalnya hanya dapat dipergunakan dalam wilayah yang terbatas dan dangkal dengan waktu yang lama, untuk itu perlu diupayakan metode lain yang dapat memberikan informasi dasar laut. Metode hidroakustik merupakan metode yang mampu mendapatkan informasi mengenai tipe dasar perairan dengan menggunakan echosounder. Informasi kuantitatif mengenai nilai backscattering dari berbagai tipe dasar perairan yang dikenal dalam bidang akustik kelautan yaitu nilai volume backscattering strength dan nilai surface backscattering strength. 1.2 Tujuan Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui cara mengukur nilai volume backscattering strength (SV), nilai surface backscattering strength (SS) berbagai tipe substrat dasar perairan dan mengetahui densitas objek dengan metode akustik.



2. ISI/MATERI Acoustic Backscattering Dasar Laut Jackson et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat faktor dependensi yang lemah dari nilai backscattering yang dihasilkan terhadap sedimen yang relatif halus. Stanic et al. (1989) mengatakan dimana nilai backscattering yang dihasilkan dari empat tipe sedimen: lumpur, pasir, kerikil dan batu menunjukan korelasi dengan ukuran butiran. Pemodelan akustik yang lebih lanjut diperlukan guna mendapatkan hubungan antara sifat-sifat fisik sedimen dan sifat-sifat akustik. Dasar perairan memiliki karakteristik menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan atau laut. Namun efek yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari bebatuan yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda-beda. Nilai backscattering yang diberikan oleh dasar perairan biasanya memiliki intensitas tertentu, namun diperlukan threshold agar nilai backscattering dari dasar laut yang ingin diamati dapat terekam dengan baik. Orlowski (2007) menyebutkan bahwa batas minimum deteksi (threshold) echo yang kembali dari dasar perairan adalah -60 dB dengan mengacu pada standar instrumen hidroakustik EY500. Backscattering pada dasar berbatu memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dasar berlumpur. Hal ini dijadikan sebagai suatu landasan untuk mengaitkan backscattering dari dasar laut terhadap tipe dasar lain, seperti lumpur, lempung, pasir, batu. Pada dasarnya tidak terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi yang digunakan dengan nilai backscattering strength yang dihasilkan dari dasar laut dengan tipe batu dan pasir berbatu dan pasir yang mengandung cangkang kerang. Hal ini diakibatkan oleh tekstur permukaan dasar yang cenderung lebih kasar sehingga energi suara yang mengenai dasar tersebut akan terhamburkan. Jenis dasar dan sedimen yang lebih halus, penggunaan frekuensi diatas 10 kHz akan memperlihatkan kecenderungan adanya hubungan antara frekuensi dan jenis dasar perairan. Pada kasus sedimen berpasir, nilai backscattering yang didapatkan cenderung meningkat dengan



meningkatnya



backscattering



yang



frekuensi. dominan



Penggunaan



dihasilkan



oleh



frekuensi



tinggi



permukaan



memberikan



sedimen



nilai



dibandingkan



backscattering yang diberikan oleh volume sedimen. Pada frekuensi yang lebih rendah nilai



backscattering yang diperoleh dipengaruhi juga oleh backscattering dari volume sedimen. Menggunakan nilai SS, nilai backscattering pasir lebih besar dari pada nilai SS pada substrat lumpur dan nilai SS meningkat dengan kenaikan diameter partikel dasar laut. Akuisisi Data : Secara umum akuisisi data diambil dengan menggunakan instrumen echosounder untuk mengukur bottom acoustic backscattering strength. Pada saat transducer memancarkan gelombang suara mengenai sutau target (dasar perairan) maka gelombang suara akan dihamburkan kembali pada transducer. Sinyal gelombang suara yang dihasilkan oleh transducer masih lemah, untuk itu perlu diperkuat sebelum diteruskan ke recorder atau display. Penguatan gelombang suara ini dilakukan oleh receiver amplifier. Receiver amplifier bersama TVG amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal gelombang suara dari faktor gain (G). Setelah melalui proses Time Varied Gain (TVG) maka akan diperoleh bottom echo computation yang dapat memberikan informasi mengenai nilai SVB, dari nilai SVB akan diperoleh nilai Ss. Pengolahan Data : 1. Batimetri Proses pengolahan data mentah hidroakustik ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Echoview 4. Proses pertama yang dilakukan dengan memasukkan faktor koreksi terhadap data yang diperoleh dari calibration setting. Proses integrasi dengan perangkat lunak Echoview 4 menggunakan 100 ping yang berarti satu Elementary Sampling Distance Unit (ESDU). Setelah integrasi dan kalibrasi dilakukan, maka untuk mengeluarkan seluruh hasil pada perangkat lunak Echoview 4 digunakan Dongle yang dimiliki BRPL. Hasil yang didapat dalam bentuk excel, data sudah mencangkup nilai lintang, bujur dan kedalaman, kemudian diolah pada perangkat lunak Surfer 8 dan didapat Peta profil batimetri. 2. SV dan SS menggunakan perangkat lunak Matlab Nilai SV dan nilai SS diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak Matlab v.7.0.1. Pada perangkat lunak Matlab ini menggunakan program Rick Towler, listing program ini akan didapat nilai SV dasar [dB] dan nilai SS [dB]. Nilai SS diperoleh menggunakan persamaan yang menghubungkan bottom volume backscattering coefficient (Sv) dan surface backscattering coefficient (ss) (Manik 2006). Sv = Ψ cτ )2/( ssΦ ..............................(1)



dimana, Φ = instantaneous equivalent beam angle for surface scattering Ψ = equivalent beam angle for volume scattering c = kecepatan suara τ = pulse length Pada peak bottom echo, nilai integrasi Ψ ≈ Φ sehingga persamaan (1) menjadi : ss = (cτ / 2) Sv ...............................(2) SS [dB] = 10 log ss ................................(3) Dalam pengolahan data digunakan dua perangkat lunak yaitu perangakat lunak Echoview 4 dan perangkat lunak Matlab v.7.0.1. Selain nilai SV dan nilai SS, dihasilkan juga peta kedalaman perairan atau batimetri dan klasifikasi tipe substrat dasar perairan. Analisis Data : 1. Analisis Ukuran Butiran Data analisis ukuran butiran yang diperoleh dari pihak BRPL, dalam bentuk excel kemudian didiskripkan berdasarkan komposisi dari setiap stasiun berdasarkan masing – masing ukuran butiran. Dalam menghitung nilai rata – rata ukuran butiran dipergunakan rumus sebagai berikut : ∑ ukuran butiran (mm) x berat setiap butiran (gram) ..............................(4) Total berat (gram) 2. Backscattering strength (SV dan SS) Hasil SV dan SS diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak Matlab v.7.0.1. Kemudian ditabulasi untuk diverifikasi dengan data grab. Data dianalisis menggunakan MINITAB 14 untuk melihat hubungan SS dengan kedalaman dan ukuran butiran dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, persamaan umum regresi linier sederhana sebagai berikut : y = a + bx ...............................(5) dimana, y = variabel dependen yang diprediksikan a = harga y bila x = 0 (harga konstan) b = koefisien regresi x = varibel independen Dalam analisis terlebih dahulu dilakukan uji Analysis of variance (Anova) untuk melihat berpengaruh atau tidaknya suatu data dengan komponen yang diinginkan. Dalam hal ini



antara nilai SS dengan kedalaman dan nilai SS dengan ukuran butiran. Adanya pengaruh suatu data dapat dilihat dari nilai P, dimana nilai P < 0,05 berpengaruh dan P > 0,05 tidak berpengaruh. Berapa besar data itu berpengaruh dapat dilihat dari determinasi (R2 ), semakin besar nilai R2 berarti memiliki hubungan yang erat dan semakin kecil nilai R2 terlihat adanya hubungan namun hubungannya tidak erat. Survei hidroakustik yang dilakukan dapat memberikan informasi mengenai klasifikasi dasar perairan dan dapat diaplikasikan dalam pemetaan kedalaman perairan atau batimetri. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai SS dasar perairan, di antaranya ukuran butiran dan kedalaman Perhitungan densitas objek dilakukan dengan mengintegrasikan echo yang berasal dari kelompok-kelompok objek yang terdeteksi. Kelompok objek tersebut dianggap membentuk suatu lapisan perairan dengan tebal perairan sesuai dengan ketebalan objek. Lapisan perairan ini merupakan bidang-bidang datar dan integrasi echo dilakukan untuk bidang datar berlapislapis dan berurut-urutan hingga seluruh volume perairan yang dibventuk kelompok objek terintegrasi secara keseluruhan. Densitas Objek Dengan Akustik Posisi trawl berada jauh di belakang kapal dengan jarak yang bervariasi tergantung pada kedalaman dasar laut. Oleh karena itu, data akustik yang dianalisis dari masing-masing stasiun trawl adalah echogram yang sesuai dengan jarak towing mulai dari posisi trawl sampai di dasar sampai dengan posisi trawl mulai diangkat (houling). Posisi GPS dan waktu dari posisi awal dan akhir towing dicatat. Kedalaman perairan tiap stasiun trawl berdasarkan echogram diestimasi dari rata-rata kedalaman setiap ping akustik dan dikoreksi (ditambah dengan kedalaman permukaan transducer) 1 meter. Perbedaan jarak horizontal antara kapal dengan trawl diestimasi secara geometrik berdasarkan panjang warp dan kedalaman perairan (Wallace dan West 2006) yaitu: (warp2 – kedalaman2) 1/2 Berdasarkan metode yang dipakai oleh Aglen (1996), data akustik dapat digunakan untuk menduga respon atau reaksi objek secara vertikal. Oleh karena itu, kolom perairan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 layer dengan interval 1 meter. Layer pertama dimulai dari kedalaman BSZ sampai 1 meter di atasnya, dan seterusnya. Nilai densitas objek secara akustik diperoleh dengan mengintegrasikan tiap layer dari masing-masing stasiun trawl untuk melihat distribusi sebaran objek relatif terhadap dasar perairan (Mello and Rose 2009).



Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan masing-masing layer terhadap densitas objek. Densitas akustik masing-masing layer sebagai variabel bebas, sementara objek sebagai variabel tak bebas. Selanjutnya layer yang digunakan adalah kolom perairan yang memilki korelasi signifikan terhadap hasil tangkapan (P-value< 0,05). Korelasi yang signifikan antar kedua variabel menunjukkan bahwa kolom perairan tersebut termasuk dalam area jelajah objek. Keberadaan objek sebagai respon gerak vertikal, diestimasi dengan membandingkan koefisien determinasi (R2) dari masing-masing persamaan regresi tiap layer (Von Szalay et al., 2007). Jumlah objek pada ADZ diestimasi dengan asumsi bahwa densitas objek pada zona tersebut adalah sama dan tergantung pada kondisi ikan pada lapisan tipis tepat diatas ADZ-nya, yang mana pada kolom perairan ini memungkinkan untuk dilakukan estimasi densitas objek secara akustik. Asumsi tersebut mungkin masih konservatif, mengingat densitas objek diduga dapat menyebar vertikal lebih tinggi lagi dari dasar perairan (Von Szalay et al. 2007). Estimasi nilai Nautical Area Scattering Coeficient (NASC) pada ADZ masing-masing stasiun, diperoleh dengan mengekstrapolasi nilai SV pada kolom perairan di atas ADZ terhadap ketinggian backstep (Kloser et al. 1996) : NASCi = 10Svi/10 x BSZi x 1852 x 4 Selanjutnya, integrasi data akustik dilakukan pada kolom perairan mulai dari batas backstep sampai ketinggian 2,5 meter dari dasar. Ini bertujuan untuk memperoleh densitas objek yang sinkron dengan tinggi bukaan vertikal trawl, sehingga densitas akustik (DA) dan trawl (DT) dapat dibandingkan. Nilai densitas objek secara akustik diperoleh dengan persamaan MacLennan dan Simmonds (2005) sebagai berikut : TSi = 10 log σbsi ρA = NASC/ σbs ρV = ρA x r dimana: TSi : target strength ikan ke-i σbsi : backscattering crossection ikan ke-i NASC : nautical area scattering coefficient (m2/nmi2) r : tinggi kolom perairan (m) ρA : area densitas (n/nmi2) ρV : volume densitas (n/m3)



PENUTUP KESIMPULAN : Klasifikasi tipe substrat berdasarkan analisis besar butir menjadi empat yaitu pasir, pasir berlumpur, lumpur berpasir dan lumpur. Pasir dan pasir berlumpur memiliki nilai SV dan SS yang besar. Hal ini dikarenakan memiliki ukuran partikel lebih besar dibandingkan dengan lumpur dan lumpur berpasir. Lumpur berpasir dan lumpur memilki nilai SV dan SS terkecil. Estimasi densitas objek dengan metode swept area belum proporsional terhadap kondisi sumberdaya yang terdeteksi secara langsung dengan menggunakan akustik. Densitas objek hasil pengamatan akustik berbeda nyata dengan hasil tangkapan trawl. Faktor utama yang berpengaruh terhadap perbedaan estimasi densitas objek antara metode swept area dan remote sensing adalah kemampuan tangkap (catchability factor) dari trawl, tingkah laku objek menghindar dari cakupan trawl, dan keberadaan objek pada area dead zone trawl. SARAN : Menurut kami sebaiknya perlu diadakan penyuluhan kepada masyarakat guna menumbuhkan rasa peduli terhadap ekosistem di bawah laut dengan cara memperkenalkan metode swept area dengan menggunakan trawl, surplus produksi, dan teknologi penginderaan jauh menggunakan hidroakustik (marine acoustic remote sensing).



DAFTAR PUSTAKA Aglen A., 1996. Impact of Fish Distribution and Species Composition on the Relationship Between Acoustic and Swept-Area Estimates of Fish Density, ICES J. Mar. Sci. 53:501-505 Jackson, D.R, Baird A.M, Crisp J. J, Thompson P. A. 1986. High-Frequency bottom backscatter measurement in shallow water, J. Acoust. Soc. Am. 80(4): 118-1199. Kloser RJ, Koslow JA, Williams A., 1996. Acoustic Assessment of the Biomass of a Spawning Aggregation of Orange Roughy (Hoplostethus atlanticus, Collet) off Southeastern Australia, 1990-93, Marine and Freshwater Research. 47:1015-24. MacLennan DN, Simmonds EJ., 2005. Fisheries Acoustics, London, Chapman & Hall Manik, H, M. 2006. Study on Acoustic Quantification of Sea Bottom Using Quantitative Echo Sounder. Ph.D Dissertation. Tokyo University of Marine Science and Technology. Tokyo Japan. Mello LGS, Rose GA., 2009. The Acoustic Dead Zone: Theoretical Vs Empirical Estimates, and its Effect on Density Measurements of Semi-Demersal Fish, ICES Journal of Marine Science, 66:1364-1369 Orlowski, A. 2007. Acoustic seabed classification applied to Baltic benthic habitat studies: a new approach. OCEANOLOGIA, 49 (2), 2007. pp. 229- 243 Stanic, S., Briggs K. B., Fleischer P, Sawyer WB, Ray RI. 1989. HighFrequency Acoustic Backscattering from a Coarse Shell Ocean Bottom. J. Acoust. Soc. Am., 85, p 125-136 Von Szalay PG, Somerton DA, Kotwicki S., 2007. Correlating Trawl and Acoustic Data in the Eastern Bering Sea: A First Step Toward Improving Biomass Estimates of Walleye Pollock (Theragrachalcogramma) and Pacific cod (Gadus macrocephalus)?. Fisheries Research, 86:77-83. Wallace JR, West CW, 2006. Measurements of Distance Fished During the Trawl Retrieval



Period, Fisheries Research, 77:285-292.