Makalah Keperawatan Jiwa Kelompok 7 Autisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I KONSEP DASAR TEORI AUTISME



OLEH KELOMPOK 7 :



1. Agustinha De Almeida



(17.321.2711)



2. Gede Melyantara Jaya



(17.321.2715)



3. Putu Harry Kresna Putra



(17.321.2759)



4. Putu Yudi Pradnyana



(17.321.2761)



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI TAHUN AJARAN 2018/2019



KATA PENGANTAR



Puji Syukur Kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Limpah Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sedarhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam “konsep dasar teoti autisme” dalam mata kuliah keperawatan jiwa I Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik. Makalah ini penulisan masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis memiliki sangat kurang. Oleh karena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Denpasar, 15 April 2019



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan secara menyeluruh yang mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi, komunikasi, dan juga perilaku. Gangguan yang dialami anak autis adalah gangguan dalam bidang interaksi sosial, gangguan dalam bidang komunikasi (verbal dan non-verbal), gangguan dalam bidang perilaku, gangguan dalam bidang perasaan atau emosi, dan gangguan dalam bidang persepsi-sensorik. Autisme adalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, serta perilaku yang luas dan berat, dengan gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun (Mujiyanti, 2011). Penyebab autis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan penelitian, diperkirakan penyebab munculnya gejala autis adalah dari bahan metabolit sebagai hasil proses metabolism (asam organik) merupakan bahan yang dapat menggangu fungsi otak dan keadaan tersebut biasanya didahului dengan gangguan pencernaan dan gangguan perilaku (Mashabi dan Tajudin, 2009; Sofia, 2012). Permasalahan yang dimiliki anak autis dapat menghambat proses perkembangan



potensi



maupun



keterampilannya,



sehingga



sangat



berpengaruh dalam hal akademik maupun non akademik anak tersebut. Anak autisme memiliki resiko kekurangan gizi yang diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain terapi diet ketat, gangguan perilaku makanan (picky eaters) seperti kesulitan menerima makanan baru dan gerakan menguyah sangat pelan, asupan makan yang terbatas, pengetahuan gizi orang tua dan pengaruh obat-obatan. Dengan adanya pemberian diet bebas gluten dan kasein, anak autisme akan terbatas dalam mengkonsumsi makanannya sehari-hari sehingga makanan yang dikonsumsi tidak



bervariasi dan zat gizi makro maupun mikro yang seharusnya tersedia juga berkurang sehingga akan berdampak pada status gizi anak, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak autisme adalah makanan atau terapi diet. Dari beberapa jenis diet untuk anak autisme, diet yang umum dilakukan adalah Diet Gluten Free Casein Free (GFCF). 1.2. Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan autisme ? 2. Gejala-gejala dari autisme itu apa ? 3. Seperti apakah penyebab dari autisme ? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi autisme ? 5. Terapi apa saja yang dilakukan pada autisme ? 1.3. Tujuan 1. Untuk memahami atau Mengetahui teori autisme. 2. untuk lebih bisa memahami cara mencegah dan menhindari penyebab autisme.



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Autisme Pengertian Autisme Kata Autisme, diambil dari kata Yunani “autos” = “aku”, dalam pengertian non ilmiah mudah menimbulkan interpretasi yaitu bahwa semua anak yang bersikap sangat mengarah kepada dirinya sendiri karena sebab apapun, disebut autistik. Menurut Kanner seperti dikutip Noer Rohmah menjelaskan autisme merupakan suatu hambatan perkembangan yang sudah nampak pada tahun-tahun penghidupan pertama. Dugaan akan sebab-sebabnya ada bermacam-macam sebagai berikut : Autis adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Anak autis tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang serta tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya. Dengan kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervatif). Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri, baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autis bisa menimpa siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial, Ekonomi, maupun pendidikan seseorang. Meskipun terlihat tidak wajar dan tidak bisa diterima di khalayak umum, terkadang anak autis memiliki kemampuan spesifik melebihi anak-anak seusianya. Sebagian besar penderita autisme, yakni sekitar 75% termasuk alam kategori keterlambatan mental. Tetapi sejumlah 10% dari mereka malah digolongkan sebagai orang jenius. Orang-orang semacam ini memiliki kemampuan luar biasa dalam berhitung, musik, atau seni.



Sekalipun demikian, rata-rata anak autis tidak memiliki kemampuan ratarata di semua bidang. Maka dapat disimpulkan anak autis juga memiliki kemampuan yang bisa dikembangkan sebagai keterampilan dan pegangan dalam hidupnya kelak. Hanya saja, yang perlu dicermati adalah bagaimana mengembangkan dan model pendidikan. Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah penderita laki-laki empat kali besar dibandingkan penderita wanita. Gejala-gejala autisme mulai tampak masa yang paling awal dalam kehidupan mereka. Gejalagejala tersebut tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaankebiasaan lainnya yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. Sehubungan dengan aspek sosial kemasyarakatan, disebutkan bahwa anak penderita autisme terbiasa untuk sibuk dengan dirinya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan lingkungannya. Mereka juga sangat terobsesi dengan bendabenda mati. Selain itu, anak-anak penderita autisme tidak memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan persahabatan, menunjukkan rasa empati, serta memahami apa yang diharapkan oleh orang lain dalam beragam situasi sosial. Bila mereka berada satu ruangan dengan orang lain, maka penderita autisme akan cenderung menyibukkan diri dengan aktivitas yang melibatkan diri mereka sendiri. Ciri khas autisme adalah bahwa mereka sejak dilahirkan memunyai kontak sosial yang sangat terbatas. Perhatian mereka hampir tidak tertuju pada orang lain, melainkan hanya pada benda-benda mati. Selain itu terdapat gangguan dalam bidang perkembangan, yaitu perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.



2.2 Gejala-Gejala Autisme. Dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut: 1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai (kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak-gerik yang kurang terfokus). 2. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.



3. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. 4. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulangulang. 5. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru. 6. Sering sekali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.9 7. Melakukan sesuatu kegiatan dalam tingkat tinggi. Anak mungkin selalu bergerak, berpindah dengan gesture yang dilakukan dengan gugup dalam waktu relative pendek, bermain atau bekerja tanpa tujuan. 8. Kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marahmarah tanpa sebab nyata. 9. Anak mudah frustasi. Ia mudah marah jika disuruh melakukan kegiatan yang tidak disukainya. 10. Suka mengikuti kata hati, misalnya kurang melakukan kontrol diri dan sulit dihentikan setelah mulai melakukan kegiatan. 11. Koordinasi mata dan tangannya sangat kurang. 12. Anak sangat rentan terhadap perubahan situasi. 13. Anak bermasalah dalam pengaturan diri. Ia sulit menenangkan diri saat gejolak emosionalnya muncul. 14. Anak



bermasalah



di



kegiatan



akademiknya,



sulit



memelajari



keterampilan baru atau konsep-konsep. 15. Anak bermasalah dalam bersosialisasi. 11 Gejala-gejala tersebut sudah harus tampak dengan jelas sebelum anak mencapai umur tiga tahu. Pada sebagian besar anak, sebenarnya gejala ini sudah mulai sejak lahir. Seorang ibu yang berpengalaman dan cermat akan bisa melihat betapa bayinya yang berumur beberapa bulan sudah menolak menatap mata, lebih senang main sendiri, dan tidak responsive terhadap suara ibunya. Hal ini semakin lama semakin jelas bila anak kemudian bicaranya pun tidak berkembang secara normal. 2.3 Faktor-faktor Munculnya Autisme. Sepuluh tahun lalu, penyebab autisme masih merupakan misteri. Sekarang, berkat alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat dengan



autopsi, ditemukan penyebabnya antara lain gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya, gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna. 1. Penyebabnya bisa karena virus (toxoplasmosis, cytomegalo, rubella, dan herpes ) atau jamur (candida) yang ditularkan ibu ke janin. Bisa juga karena selama hamil sang ibu mengkonsumsi atau menghirup zat yang sangat polutif yang meracuni janin. Kekurangan jumlah sel otak ini tidak mungkin diperbaiki dengan cara apapun. Namun, setiap penyandang memunyai cara berbeda untuk mengatasi kekurangan tersebut. Sebaliknya ada makanan tertentu yang memunyai pengaruh memerberat gejala. Adapula penderita yang menderita gangguan pencernaan, metabolisme serta imunodefisiensi dan alergi. 2. Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valporic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. 3. Merkuri salah satu unsur kimia yang juga sangat berbahaya, unsur ini hadir dalam kehidupan kita sehari-hari dalam berbagai bentuk. Contoh : pemakaian merkuri dalam dunia kedokteran, amalgam yang digunakan pada penambalan gigi. Berbagai senyawa merkuri tertentu digunakan sebagai pestisida dan fungisida dalam pertanian. Unsur ini terakumulasi dalam tubuh manusia terutama pada ginjal, hati dan otak. Akumulasi ini dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan bagi organ-organ tersebut.Dengan berbagai alat kedokteran yang canggih, dicarilah hubungan antara gejala gangguan autisme dengan adanya kelalaian anatomi maupun bio-kimiawi di dalam otak. Penelitian yang gigih dari pada pakar di seluruh dunia ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Ditemukan bahwa 43 % dari



penyandang autisme memunyai kelainan yang khas di dalam lobus parietalisnya. Pada MRI akan tampak lekukan-lekukan otak yang lebih melebar yang menunjukkan bahwa jumlah sel otak di dalam lobus parietalis berkurang. Hal ini dipastikan lagi pada penemuan otopsi. 4. Kerusakan pada lobus parietalis menyebabkan antara lain terbatasnya perhatian terhadap lingkungan. Amygdala mengontrol fungsi agresi dan emosi. Para penyandang autisme umumnya kurang dapat mengendalikan emosinya. Amygdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai macam sensoris seperti pendengaran, penglihatan maupun penciuman, dan juga terhadap rangsang yang berhubungan dengan rasa takut. Sedangkan hippocampus bertanggung jawab untuk fungsi belajar dan daya ingat. 5. Gangguan di hippocampus mengakibatkan kesulitan dalam menyimpan informasi baru dalam memorinya. Perilaku yang diulang-ulang, yang aneh, dan hiperaktivitas juga bisa disebabkan oleh gangguan di hippocampus. Keragaman pendapat pakar tersebut menandakan kompleksitas kelainan autisme, sehingga penanganan terpadu harus secepat mungkin dilaksanakan bila diagnosis autisme sudah terbentuk dan dukungan, peran orang tua serta masyarakat luas. 2.4 Klasifikasi Anak Autis Memasuki era globalisasi. Ketika komunikasi antar manusia di seluruh belahan bumi sudah demikian mudahnya, masih ada saja sekelompok manusia yang tersisih. Tersisih karena mereka tidak mampu mengadakan komunikasi dengan orang yang paling dekat sekali pun. Mereka sulit mengekpresikan perasaan dan keinginan. Mereka juga hidup terkurung dalam dunianya sendiri yang sepi, menunggu uluran tangan orang lain untuk menariknya keluar ke dunia yang lebih bebas. Anak autistik sangat berbeda dengan anak lain dalam hal berbahasa dan berkomunikasi karena mereka memiliki kesulitan memroses dan memahami bahasa. Sebagian dari mereka mungkin mampu memroses bahasa dan memahami artinya, tetapi hanya dapat menginterpretasi bahasa secara harfiah.



Berikut ini karakteristik umum dan gangguan spectrum autisme: 1. Komunikasi a. Perkembangan bicaranya terlambat atau sama sekali tidak berkembang. b. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara. c. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik. d.



Bahasa tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotip.



e. Tidak bisa memberikan respons secara spontan. 2. Interaksi sosial a. Tidak bisa menjalin ikatan sosial. b. Menghindari kontak mata. c. Seringkali menolak untuk dipeluk. d.



Keterampilan bermain terbatas.



e. Tidak mampu memahami pemikiran orang lain f. Tidak mampu memahami perasaan orang lain. g. Kesulitan menoleransi teman sebayanya. 3. Imajinasi Sosial a. Tidak bisa menggunakan imajinasinya sendiri untuk menciptakan gambaran. b. Tidak bisa memahami lelucon c. Kesulitan memulai sebuah permainan dengan anak lain. d. Tidak bisa meniru tindakan individu lain. e. Lebih memilih untuk dibiarkan sendiri. 4. Pola bermain a. Anak berkesulitan dalam mengatur serangkaian gerakan tubuh saat menggunting kertas dan bersepeda. b. Anak berkesulitan mengatur posisi tubuh dalam kesehariannya, seperti saat mengenakan baju masih memerlukan bantuan orang lain. c. Berkesulitan mengatur letak tubuh dalam kelompok benda atau orang yang ada di sekelilingnya.



d. Perasaan takut berjalan di jalan aspal. e. Gross motor rendah seperti saat yang bersangkutan berlari, memanjat, melompat, dan naik tangga. f. Fine motor kurang, khususnya pada gerakan jarijemari. g. Koordinasi mata serta tangan yang kurang dan sangat rendah. h. Anak autis sering kali melakukan gerakan aneh yang diulang-ulang. -



Misalnya duduk sambil menggoyang-goyangkan badannya secara ritmis, berputar-putar dan mengepak-ngepakkan lengannya seperti sayap. Ia bisa terpukau pada anggota tubuhnya sendiri,



-



misalnya jari tangan yang terus menerus digerak-gerakkan dan diperhatikan.



i. Suka bermain air dam memerhatikan benda berputar, seperti roda sepeda atau kipas angin. 5. Emosi a. Tidak memunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain. b. Kadang-kadang berperilaku menyakiti dirinya sendiri. c. Kadang melompat-lompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab, sehingga anak autis pun sulit dibujuk. Ia bahkan menolak untuk digendong atau dirayu oleh siapa pun. 2.5 Faktor Penyebab Anak Mengalami Gangguan Autis. Ada beberapa faktor utama penyebab terjadinya perilaku anak autis yaitu: a.



Faktor-faktor yang tejadi selama kehamilan, seperti: -



Selama masa kehamilan sering mengalami perdarahan, hal ini juga menjadi salah satu pemicu anak autis dikarenakan adanya gangguan pada placental complications yang mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi dan berpengaruh pada otak janin.



-



Kelahiran bayi yang prematur dan berat bayi yang rendah juga merupakan resiko terjadinya perilaku autis pada anak disebabkan suka mengonsumsi obat-obatan.



-



Faktor ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan tubuh.



-



Faktor akibat imunisasi pada masa balita yang tidak tepat.



-



Sering mengalami infeksi saluran kencing, stress atau depresi.



-



Faktor kurangnya gizi dan nutrisi, baik ketika masa kehamilan maupun anak sudah balita.



b. Faktor Genetik Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autis disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autis adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X (20-30%). Disebut fragile X karena secara sitogenik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X . Syndrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesif, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carier). c. Gangguan Pada sistem syaraf Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan hamper pada seluruh struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan purkinye mati.Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai



sirkuit



yang mengatur perhatian dan



penginderaan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan menggangggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku. Kerja syaraf



motorik dan fungsi dari sel-sel pada otak yang terlalu lamban atau ketidakseimbangan kerja dari sel otak kiri dan kanan. Hipothalamus adalah bagian otak tengah yang mengatur tentang fisik mental dan emosi dan didalamnya terdapat aliran sinyal yang menghubungkan antara hiphotelamus dengan bagian-bagian otak yang lain. Thalamus berfungsi sebagai pusat pengolahan penting dan stasiun relay, dan banyak menyampaikan masukan-masukan saraf dari dunia luar korteks Cerebral. Neurotransmiter adalah zat kimia yang ada di dalam otak yang berfungsi sebagai pembawa pesan antar sel syaraf. d.



Ketidakseimbangan kimiawi Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, bahan pewarna, dan ragi.



2.6 Problem-Problem yang biasa dialami oleh Anak Autisme a. Problem di sekolah Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan motorik halus yang secara umum tidak sebaik anak biasa. b. Problem di rumah Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan psikosomatik seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan rendahnya



toleransi



terhadap



frustasi,



sehingga



bila



mengalami



kekecewaan, ia gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersebut membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun temantemannya. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak dan berontak. Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik anak maupun orang tua menjadi stres, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak. c. Problem berbicara Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat.29 d. Problem fisik Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya.



2.7 Beberapa Terapi Untuk Anak Autis. Perilaku kesulitan dalam konsentrasi dan hiperaktif pada anak autis pada dasarnya adalah dampak dari kerusakan pada bagian anak tersebut. Dari dua jenis perilaku tersebut akan berdampak negatif baik bagi diri anak maupun



lingkungannya. Untuk itu perlu perlakukan khusus atau terapi agar kondisi tidak semakin buruk. Jenis-jenis terapi untuk anak autis yang dapat dilakukan antara lain : a. Terapi Musik, b. Terapi Biomedik c. (C) Terapi Okupasi, d. Terapi Integritas Sensori, e. Terapi Bermain, f. Terapi Perilaku, g. Terapi Fisik, h. Terapi Wicara, i. Terapi Perkembangan, j. Terapi Fisual, k.



Terapi Medikamentosa, Dan



l. Terapi Melalui Makanan Dari Dua Belas Terapi Tersebut Terapi Musik Lebih Banyak Diterapkan Untuk Terapi Bagi Anak Autis, Karena Musik Memiliki Kelebihan Dibanding Dengan Jenis Terapi Yang Lain. Ada sepuluh keunggulan terapi musik untuk terapi anak autis, yaitu ; a. Musik dapat memancing dan mempertahankan konsentrasi, serta sangat efektif untuk merangsang bagian-baian otak. b. Musik dapat diadaptasikan dengan mudah dan dapat mencerminkan kemampuan sseorang. c. Musik berbicara dalam konteks waktu dan dalam cara yang mudah dipahami. d. Memberikan konteks yang bermakna dan menyenangkan untuk pengulangan. e. Musik merupakan sarana pengingat yang efektif. f. Musik memberikan konteks sosial, membentuk setting tersetruktur guna komunikasi verbal maupun non verbal. g. Musik membuka jalan pada memori dan emosi.



h. Musik dapat meningkatkan hubungan sosial, penyesuaian diri, lebih mandiri, dan peduli pada orang lain. i. Musik dapat mengakomodasi dan membangun gaya komunikasi. j. Musik dapat membangun identifikasi dan ekspresi emosi yang sesuai.



2.6 Asuhan Keperawatan Pada Anak Autisme 1. Pengkajian a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga. b. Riwayat keluarga yang terkena autisme. c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan. 



Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.







Cedera otak



d. Status perkembangan anak. 



Anak kurang merespon orang lain.







Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.







Anak mengalami kesulitan dalam belajar.







Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.







Keterbatasan Kongnitif.



e. Pemeriksaan fisik 



Tidak ada kontak mata pada anak.







Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).







Terdapat Ekolalia.







Tidak ada ekspresi non verbal.







Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.







Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.







Peka terhadap bau.



2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain. b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan. c. Risiko cedera berhubungan dengan kurang pengawasan. d. Ansietas pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.



3. Intervensi a. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain. Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya Intervensi: : 1) Batasi jumlah pengasuh pada anak. 2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak. 3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan. 4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain. 5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain. 6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.



b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan. Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain. Intervensi : 1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak. 2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media. 3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten. 4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai. 5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi. 6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan. 7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal. 8) Berikan reward pada keberhasilan anak. 9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana. 10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.



c. Risiko cedera berhubungan dengan kurang pengawasan. Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya. Intervensi : 1) Bina hubungan saling percaya. 2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan kecemasan. 3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.



4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat kecemasan. 5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi. 6) Siapkan alat pelindung/proteksi. 7) Pertahankan lingkungan yang aman.



d. Ansietas pada orang tua behubungan dengan perkembang anak. Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut. Intervensi : 1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit. 2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten. 3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang spesial. 4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festifal. 5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis. 6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara konsisten dan kontinue.



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu „aut‟yang berarti „diri sendiri‟ dan „ism‟ yang secara tidak langsung menyatakan „orientasi atau arah atau keadaan ( state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yangluar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998).Penyebab terjadinya autisme adalah factor genetic, gangguan pada system syaraf ,ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan lainya. Karakteristik yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi social, komunikasi ( bcara dan bahasa), prilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik – motorik, dan perkembanganterlambat atau tidak normal.Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan antaraguru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai ataudiintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki.Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatuyang berhubungan dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik. 3.1.1. SARAN Untuk menyempurnakan suatu tugas atau makalah harus melalui tantangan yang cukup menyenangkan dimana semua itu meliputi kesabaran,berfikir cerdas dan bersemangat dalam mengerjakan tugas tersebut termasuk makalah yang dikerjakan oleh kelompok 7 yang berjudul “ konsep dasar teori autisme” , sesuatu yang kita raih tidak akan mungkin berhasil jika tidak ada semangat dan sabar.



Belajarlah untuk memahami selagi masih ada kesempatan karena semua waktu adalah uang dan semua waktu tidak akan bisa memutar ulang kembali.



DAFTAR PUSTAKA



Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta, 1995, Kesehatan Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta