Makalah Kompre - Ajeng Wulandari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS AKHIR KOMPREHENSIF MATA KULIAH 1. TAX PLANNING 2. AKUNTASI PERPAJAKAN



Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi



Oleh:



AGUS MUHAROM NIM. 2015120078



PROGRAM STUDI AKUNTANSI



FAKULTAS EKONOMI



UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2019



TUGAS KOMPREHENSIF



TAX PLANNINNG, PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DAN AKUNTANSI KEUANGAN



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Pamulang



Disusun Oleh:



AJENG WULANDARI NIM. 2014120705



PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1



FAKULTAS EKONOMI



UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2019



LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN KOMPREHENSIF MATA KULIAH : 1. TAX PLANNING 2. AKUNTASI PERPAJAKAN



Oleh AGUS MUHAROM NIM : 2015120078



Disetujui untuk mengikuti Ujian Komprehensif



Mengetahui,



Menyetujui,



Ketua Program Studi Akuntansi S1



Pembimbing



Effriyanti, S.E., Akt., M.Si., CA. NIDN. 0003047701



Yenny Cahyani S.E.,M.M. NIDN.



iii



LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH TAX PLANNING, PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DAN AKUNTANSI KEUANGAN Tugas Akhir ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana dari Universitas Pamulang Oleh : AJENG WULANDARI NIM 2014120705 Telah Diuji dan Dinyatakan Lulus di Hadapan Dewan Penguji Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang Pada Tanggal 14 Oktober 2019 Pembimbing I



Pembimbing II



Rananda Septanta, SE, M.Ak NIDN. 0407098901



Indawati, S.E., M.M. NIDN.0426087501



Penguji I



Penguji II



Chaidir Djohar, S.IP., M.M. NIDN. 0408105802



Suripto, SE., M. Ak. NIDN. 0415047303 Disahkan oleh:



Dekan Fakultas Ekonomi



H. Endang Ruhiyat, S.E., M.M., CSRA, CMA NIDN. 0409067203



iv



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Wr.Wb. Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah komprehensif ini dengan judul: Perencanaan Pajak (Tax Planning), Pajak dan Retribusi Daerah, dan Akuntansi Keuangan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis dibantu oleh banyak pihak yang dengan segenap ketulusannya memberikan dorongan secara moril ataupun materil, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.



Bapak Dr. (HC) Drs. H. Darsono, selaku Ketua Yayasan Sasmita Jaya yang telah mewujudkan mimpi-mimpi anak bangsa dengan memplopori adanya pendidikan dengan biaya terjangkau dan berkualitas.



2.



Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, M.M. selaku Rektor Universitas Pamulang yang telah berupaya keras menjadikan Universitas Pamulang semakin berkualitas.



3.



Bapak Dr. Drs. E. Nurzaman AM. M.M., M.Si. selaku Wakil Rektor I Universitas Pamulang yang telah memotivasi dan menginspirasi untuk saya meraih gelar sarjana.



4.



Bapak H. Endang Ruhiyat, S.E., M.M., CSRA, CMA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang yang telah memajukan Fakultas Ekonomi menjadi semakin baik.



v



5.



Ibu Effriyanti, S.E., Akt., M.Si., CA. selaku Ketua Program Studi Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang yang telah menjadikan Prodi Akuntansi lebih maju dan berkualitas.



6.



Bapak Rananda Septanta, SE, M. Ak dan Ibu Indawati, S.E., M.M. Selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan bijak membimbing, memberi dukungan, dan membantu saya dalam penyelesaian makalah komprehensif ini.



7.



Bapak Chaidir Djohar, S.IP., M.M. dan Bapak Suripto, SE., M. Ak. selaku Dosen Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.



8.



Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi yang telah memberikan ilmunya kepada semua mahasiswa.



9.



Bapak dan Ibu jajaran staf Universitas Pamulang terkhusus staf akuntansi, yang telah membantu memperlancar upaya saya dalam menyelesaikan studi di Universitas Pamulang.



10. Keluarga tercinta, yaitu Kedua Orang tua saya serta Kakak saya yang sangat saya sayangi yang telah memberi semangat, mendoakan tiada henti, perhatian, dukungan dan arahan-arahan positif untuk saya sehinga saya bisa kuliah dan menyelesaikan S1 di Universitas Pamulang. 11. Sahabat-sahabat saya (Syifa, Mariana, Suci, Johanes, Mba Putri, Widia, Novia, Sindy, Ovie, Amel, Mba Okvi, Ricko, Lala dan Maulana Hidayat) yang telah banyak sekali memberikan motivasi kepada penulis sehingga



vi



makalah komprehensif ini dapat terselesaikan. Terimakasih atas kebersamaan kita selama ini, semoga kita bisa meraih apa yang kita impikan. 12. Semua pihak yang telah membantu kelancaran makalah komprehensif ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas motivasi, bantuan, dan do’a yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah komprehensif masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Harapan Penulis, semoga makalah komprehensif ini dapat bermanfaat. Aamiin. Wassalammualaikum Wr. Wb.



Pamulang, 05 Oktober 2019 Penulis



AJENG WULANDARI NIM : 2014120705



vii



DAFTAR ISI



LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii BAB I TAX PLANNING ....................................................................................... 1 1.1



Pengantar Tax Planning ..................................................................... 1



1.1.1



Definisi Tax Planning ....................................................................... 2



1.1.2



Strategi Tax Planning ........................................................................ 2



1.1.3



Manfaat Tax Planning ....................................................................... 5



1.1.4



Tujuan Tax Planning ......................................................................... 5



1.2



Pemilihan Bentuk Usaha .................................................................... 7



1.3



Menghindari Tarif PPh Tertinggi ...................................................... 9



1.3.1



Penghindaran Tarif PPh Tertinggi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi 10



1.3.2



Penghindaran Tarif PPh Tertinggi Pada Wajib Badan .................... 10



1.4



Perlakuan Biaya yang Menghemat Pajak ........................................ 11



1.4.1



Pemilihan metode penyusutan......................................................... 11



1.4.2



Pemilihan metode persediaan .......................................................... 12



1.5



Perlakuan Penghasilan untuk Menghemat Pajak ............................. 12



1.5.1



Pengaturan Peredaran Usaha ........................................................... 13



1.5.2



Pemilihan Metode Pengakuan Keuntungan Selisih Kurs................ 14



1.5.3



Perencanaan Kelebihan Penerimaan ............................................... 15



1.5.4



Pengaturan Sumber Penghasilan ..................................................... 16



KESIMPULAN .................................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18 BAB II PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH ............................... 19 2.1



Pengantar Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ................................ 19



2.1.1



Jenis Pajak dan Objek Pajak PDRD ................................................ 20



viii



2.1.2



Tarif Pajak PDRD ........................................................................... 21



2.1.3



Retribusi Daerah.............................................................................. 23



2.2



Pajak Kendaraan Bermotor .............................................................. 23



2.3



Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) ........................... 24



2.4



Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ...................... 24



2.4.1



Objek Pajak PBB P2 ....................................................................... 25



2.4.2



Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB P2 .......................................... 26



2.4.3



Cara Menghitung PBB .................................................................... 26



2.4.4



Mekanisme PBB Perdesaan dan Perkotaan .................................... 27



2.5



Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) .............. 27



2.5.1



Dasar Hukum BPHTB .................................................................... 28



2.5.2



Objek Pajak BPHTB ....................................................................... 29



2.5.3



Tidak Termasuk Objek Pajak BPHTB ............................................ 30



2.5.4



Subjek Pajak dan Wajib Pajak BPHTB .......................................... 30



2.5.5 Dasar Pengenaan Pajak, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), Dan Tarif Pajak.............................................................. 30 2.6



Pajak Restoran ................................................................................. 34



2.7



Objek Retribusi Daerah ................................................................... 34



2.7.1



Retribusi Jasa Umum ...................................................................... 34



2.7.2



Retribusi Jasa Usaha ....................................................................... 35



2.7.3



Retribusi Perizinan Tertentu ........................................................... 36



KESIMPULAN .................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38 BAB III AKUNTANSI KEUANGAN ............................................................... 39 3.1



Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan .................................. 39



3.1.1



Definisi Akuntansi, Akuntansi Bisnis, dan Akuntansi Keuangan .. 39



3.1.2



Standar Akuntansi Keuangan .......................................................... 41



3.1.3 Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)/ International Accounting Standards (IAS) .................................................... 43 3.1.4



IASC/IASB dan IAS/IFRS .............................................................. 43



3.1.5



DSAK dan SAK .............................................................................. 44



ix



3.2



Kerangka Dasar Akuntansi .............................................................. 45



3.2.1



Definisi Kerangka Dasar ................................................................. 45



3.2.2



Tujuan dan Peran Kerangka Dasar .................................................. 45



3.2.4



Tujuan Laporan Keuangan .............................................................. 47



3.2.5



Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan .................................... 47



3.2.6



Unsur-Unsur Laporan Keuangan .................................................... 49



3.3



Siklus Akuntansi ............................................................................. 50



3.3.1



Persamaan Akuntansi ...................................................................... 55



3.3.2



Terminologi Dasar Proses Akuntansi.............................................. 56



3.3.3



Penyusunan Laporan Keuangan ...................................................... 59



3.4



Penyajian Laporan Keuangan ......................................................... 60



3.4.1 Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK 1 (Revisi 2013) Penyajian Laporan Keuangan ......................................................................................... 60 3.4.2



Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan ..................................... 61



3.4.3



Komponen Laporan Keuangan ....................................................... 62



3.4.4



Karakteristik Umum ........................................................................ 64



3.4.5



Catatan Atas Laporan Keuangan ..................................................... 67



3.5



Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas ............ 68



3.5.1



Definisi Laporan Posisi Keuangan .................................................. 68



3.5.2



Tujuan dan Manfaat Laporan Posisi Keuangan .............................. 68



3.5.3 Pengklasifikasian Aset Lancar, Tidak Lancar, Liabilitas, Jangka Pendek Dan Jangka Panjang .......................................................................... 70 3.5.4



Laporan Perubahan Ekuitas............................................................. 74



3.5.5



Analisis Laporan Keuangan ............................................................ 75



KESIMPULAN .................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 87



x



BAB I TAX PLANNING 1.1



Pengantar Tax Planning Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat



penting bagi pelaksaanaan dan peningkatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat diharapkan ikut berperan aktif memberikan kontribusinya bagi peningkatan pendapatan negara, sesuai dengan kemampuannya (Pohan, 2013:2). Semenjak reformasi perpajakan dijalankan dengan dikeluarkannya undang-undang perpajakan yang baru tahun 1983, sistem perpajakan berubah dari office assessment menjadi self assessment. Dengan sistem yang baru ini, wajib pajak memiliki hak dan kewajiban, baik dalam menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah kewajiban perpajakannya. Hal ini akan terlaksana dengan baik apabila wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan sesuai undangundang. Dilihat dari sudut pandang pemerintah, jika pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak lebih kecil dari yang seharusnya mereka bayar, maka pendapatan negara dari sektor pajak akan berkurang. Sebaliknya, dari sisi pengusaha atau wajib pajak, jika pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah yang semestinya, akan mengakibatkan kerugian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah dengan meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak melanggar aturan, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Besarnya pajak, tergantung



1



pada besarnya penghasilan. Semakin besar penghasilan, semakin besar pula pajak yang terutang. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan perencanaan pajak atau tax planning yang tepat agar perusahaan membayar pajak dengan efisien (Pohan, 2013:3). 1.1.1



Definisi Tax Planning Merupakan rangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan



perusahaan untuk meminimalkan kewajiban perpajakan dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan perpajakan (in legal way). Dalam arti yang lebih luas meliputi keseluruhan fungsi manajemen perpajakan. Tax Planning adalah usaha yang mencakup perencanaan perpajakan agar pajak yang dibayar oleh perusahaan benar-benar efisien. (Pohan, 2013:8). Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya,



penekanan



perencanaan



pajak



(tax



planning)



adalah



untuk



meminimumkan kewajiban pajak (Suandy, 2018:7). 1.1.2



Strategi Tax Planning Strategi yang dapat ditempuh untuk mengefisiensikan beban pajak secara



legal yaitu: (Pohan, 2013:10-13). 1. Tax Saving Tax Saving adalah upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Contoh: Pemberian natura kepada karyawan pada umumnya tidak 2



diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya dalam menghitung PPh badan. Kebijakan pemberian natura dapat diubah menjadi pemberian tidak dalam bentuk natura, dan dimasukan sebagai penghasilan karyawan sehingga dapat dikurangkan sebagai biaya. 2. Tax Avoidance Tax Avoidance adalah upaya mengefisiensikan beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak. Contoh: Pada jenis perusahaan yang PPh badannya tidak dikenakan secara final, untuk mengefisiensikan PPh Pasal 21 karyawan, dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pemberian natura pada perusahaan yang tidak terkena PPh final bukan merupakan objek PPh pasal 21. 3. Penundaan/Penggeseran Pembayaran Pajak Penundaan/penggeseran pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Contoh: Ketika perusahaan harus membayar sejumlah imbalan jasa yang nilainya cukup material atas suatu transaksi pembelian jasa professional atau jasa lain (yang menjadi objek pemotongan withholding tax) yang transaksi pembayarannya dilakukan pada akhir bulan, misalnya pada akhir bulan Agustus 2014, maka dengan penundaan transfer pembayaran jasa1 (satu) hari saja ke tanggal 1 September 2014 akan mengakibatkan penggeseran



3



atau penundaan pembayaran pajak selama 1 (satu) bulan ke bulan berikutnya. 4. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan Wajib pajak sering kali kurang mendapat informasi mengenai pembayaran yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh: PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina yang bersifat final jika pembelinya perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran migas. Tetapi jika pembelinya bergerak di bidang pabrikan, PPh Pasal 22 tersebut dapat dikreditkan dengan PPh badan. Pengkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Bila dibandingkan, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 75% dari nilai pajak yang dikreditkan (untuk laba kena pajak badan di atas tahun: 2008). Bila dikreditkan, maka seluruh jumlah pajak (100%) diklaim oleh wajib pajak. Akan tetapi bila dibebankan sebagai biaya, maka dampak pengurangan pajaknya hanya sebesar 25%, itu pun dengan asumsi bahwa biayanya merupakan deductible expenses. 5. Menghindari Pemeriksaan Pajak dengan cara Menghindari Lebih Bayar a. Mengajukan pengurangan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 ke KPP yang bersangkutan, apabila berdasarkan estimasi dalam tahun pajak yang bersangkutan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Pengajuan tersebut dapat dilakukan paling cepat 3 (tiga) bulan setelah berjalannya tahun pajak dan wajib pajak dapat menunjukan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima



4



persen) dari PPh terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 (KEP-537/PJ/2000). b. Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan imporMenghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan 6. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan. 1.1.3



Manfaat Tax Planning Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencaan pajak yang



dilakukan secara cermat (Pohan, 2013:20): 1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi. 2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan perencaan pajak yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. 1.1.4



Tujuan Tax Planning Secara umum tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen pajak atau



perencanaan pajak yang baik adalah (Pohan, 2017:21): 1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang. 2. Memaksimalkan laba setelah pajak.



5



3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus. 4. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif, sesuai dengan ketentuan perpajakan 1.1.5



Persyaratan Tax Planning yang baik Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut



(Pohan, 2017:21):



1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Jadi rekayasa perpajakan yang didesain dan diimplementasikan bukan merupakan tax evasion. 2. Secara bisnis dapat diterima Kewajaran melakukan transaksi bisnis harus berpegang kepada praktik perdagangan yang sehat dan menggunakan standard arm’s length price, atau harga pasar yang wajar, yakni tingkat harga antara pembeli dan penjual independen, bebas melakukan transaksi. 3. Bukti-bukti pendukungnya memadai Kebenaran formal dan materil suatu transaksi keuangan perusahaan dapat dibuktikan dengan adanya kontrak perjanjian dengan pihak ketiga atau purchase order (PO) dari pelanggan, bukti penyerahan barang/jasa (delivery order), invoice, faktur pajak sebagai bukti penagihannya serta pembukuannya (general ledger).



6



1.2



Pemilihan Bentuk Usaha Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat dipertimbangkan investor, itu



semua akan bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung kelak. Nah, di sinilah persoalannya, tingkat keuntungan bisa sama di antara beberapa bentuk usaha



namun



besarnya



pajak



yang



ditanggung



bisa



berbeda;



selain



mempertimbangkan aspek pengembangan usaha (business development) dalam jangka panjang. Apalah artinya keuntungan yang diperoleh dalam jangka pendek dengan meminimalkan jumlah pajak tetapi terbentur pada batasan ruang gerak pengembangan pasar dan perluasan usahanya kedepan dan jaringan bisnis yang sempit. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha (Zain, 2003:97) dalam (Pohan, 2017:53), adalah: 1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu. 2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya. 3. Kesempatan untuk menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak pengahasilan dan akumulasi pengahasilan perusahaan. 4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha netto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu. 7



5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya. 6. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind. Dalam dunia usaha, bentuk usaha lazim dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Bentuk usaha perseorangan Bentuk usaha ini didirikan oleh seseorang tanpa melibatkan partner dalam merealisasi kegiatan usahanya. Bentuk usaha ini lebih sederhana dibanding bentuk lainnya. Demikian pula dalam hal perizinan yang lebih mudah dibanding dua bentuk usaha lainnya. Bentuk usaha ini dapat berupa rumah makan, usaha dagang, wartel, salon, dan lain sebagainya. 2. Badan usaha Badan usaha didirikan oleh lebih dari seorang yang mempunyai tujuan sama. Badan usaha dapat berbentuk Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Firma, Kongsi, Koperasi Dana Pensiun, Persekutuan,



Perkumpulan,



Yayasan,



BUMN,



BUMD,



dan



lain



sebagainya. 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh memberikan pengertian BUT sebagai berikut. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha didirikan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan atau badan usaha yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk



8



menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, kehutanan, proyek kontruksi, instalasi, perakitan, pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam 12 bulan, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau kegiatan, maupun berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia (Mardiasmo, 2016:184). 1.3



Menghindari Tarif PPh Tertinggi Tarif pajak penghasilan baik untuk wajib pajak perseorangan maupun



wajib pajak badan mempergunakan tarif progresif. Semakin tinggi penghasilan kena pajak, semakin tinggi pula besarnya tarif PPh, yang berarti semakin besar pula PPh yang akan terutang.



9



Untuk menyiasati agar tidak terkena tarif tertinggi maka wajib pajak dapat melakukan berbagai macam kegiatan yang benar sehingga penghasilan kena pajaknya tidak terkena tarif tertinggi. Siasat agar tidak terkena tarif PPh tertinggi dibedakan harus sesuai dengan wajib pajaknya, yaitu untuk wajib pajak orang pribadi dan untuk wajib pajaknnya badan usaha (Muljono, 2009:99). 1.3.1



Penghindaran Tarif PPh Tertinggi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pada prinsipnya setiap orang pribadi hanya diberi satu NPWP sehingga



seluruh penghasilannya harus digabungkan. Baik penghasilan yang berasal dari satu pemberi kerja maupun yang berasal dari berbagai kegiatan usaha maupun pekerjaan bebas lainnya, termasuk penghasilan istri maupun anak yang belum dewasa (Muljono, 2009:99). 1.3.2



Penghindaran Tarif PPh Tertinggi Pada Wajib Badan Berbeda dengan wajib pajak orang pribadi, penghasilan wajib pajak badan



terpisah dengan penghasilan wajib pajak lain, sehingga untuk mengurangi besarnya PPh terutang, wajib pajak badan dapat membentuk badan usaha baru yang dapat diperlakukan menjadi berbagai kondisi, seperti sebagai revenue centers, profit center, investment center, maupun center-center lainnya. Pembentukan organisasi baru tersebut dapat mempertimbangkan berbagai diversivikasi, seperti misalnya : unit penjualan produk, unit transportasi, unit pengadaan bahan baku maupun unit lain yang dijadikan satu organisasi baru, yang tentu saja bersifat profit center. Dengan terbentuknya organisasi baru tersebut maka pembayaran yang dulu merupakan expenses (Muljono, 2009:102). 10



1.4



Perlakuan Biaya yang Menghemat Pajak Biaya yang dikeluarkan perusahaan ada yang dapat diperlakukan sebagai



pengurang penghasilan kena pajak dan ada pula yang tidak dapat diperlakukan sebagai biaya pengurang poenghasilan kena pajak. Selain jenis biayanya, hal itu juga ditentukan oleh tujuan penggunaanya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak apabila pemilihan atau pengakuannya tepat maka dapat memengaruhi besarnya PPh terutang dari wajib pajak (Muljono, 2009:107). Berbagai biaya yang dapat disiasati: 1. Penghematan biaya pada leasing 2. Pemilihan metode persediaan 3. Pemanfaatan biaya bunga 4. Pengaturan biaya natura dan kenikmatan 5. Pengaturan gaji anggota persekutuan 6. Pengaturan premi asuransi karyawan 7. Pemilihan metode pengakuan selisih kurs 8. Pengaturan pembayaran tunjangan 1.4.1



Pemilihan metode penyusutan Metode penyusutan yang diperbolehkan menurut ketentuan perpajakan



adalah metode garis lurus (straight line) untuk bangunan. Untuk aktiva lainnya dapat memilih antara garis lurus dengan saldo menurun (decline balance). Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang pilihan masing-masing wajib pajak dapat berbeda mengingat adanya perbedaan



11



kepentingan. Namun demikian apabila menjadi dasar perbandingan adalah faktor komersial, kedua metode ini akan berbeda kalau dinilai secara future value. Mana yang dipilih dari kedua penyusutan tersebut, antara kebijakan fiskal dan kebijakan perusahaan dapat bertentangan. Di satu pihak diinginkan laba yang tinggi tetapi di pihak lain dengan adanya laba yang tinggi itu maka PPh juga menjadi tinggi (Muljono, 2009:106). 1.4.2



Pemilihan metode persediaan Perhitungan harga pokok penjualan selalu berkaitan dengan perhitungan



persediaan bahan baku maupun bahan bantu serta persediaan barang dalam proses dan barang jadi. Perhitungan persediaan juga terkait dengan metode perhitungan persediaan. Metode perhitungan persediaan yang diperkenankan dalam perpajakan hanyalah metode rata-rata (average) atau metode FIFO (First In First Out). Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekuarangan, yang secara finansial menjadi pertimbangan bagi wajib pajak mana yang akan dipilih. Pertimbangan secara fiskal dari pemakaian metode perhitungan persediaan ini sama dengan pertimbangan secara finansial. Wajib pajak tentu akan memilih untuk memakai metode yang menghasilkan PPh terutang yang lebih rendah. Untuk kondisi di mana harga cenderung naik terus maka metode FIFO akan menghasilkan biaya yang lebih rendah, dalam arti akan menghasilkan laba yang lebih tinggi, atau akan menghasilkan PPh terutang yang juga lebih tinggi (Muljono, 2009:107). 1.5



Perlakuan Penghasilan untuk Menghemat Pajak Pada dasarnya seluruh penghasilan yang didapat oleh wajib pajak diakui



dalam perhitungan besarnya PPh terutang, baik penghasilan yang diperoleh dari 12



kegiatan usaha maupun kegiatan lainnya. Bahkan bagi wajib pajak orang pribadi, penghasilan yang harus diakui tidak hanya atas dirinya tetapi juga atas istri dan anaknya yang belum dewasa. Pengakuan penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam ketentuan perpajakan dapat dibedakan menjadi (Muljono, 2009:119). 1.5.1



Pengaturan Peredaran Usaha Batasan peredaran usaha yang berkaitan dengan timbulnya kewajiban



perpajakan antara lain : (Muljono, 2009:119). 1. Pengaturan Kewajiban Sebagai PKP Wajib pajak yang telah mempunyai peredaran usaha sampai dengan Rp.600.000.000,00. setahun dan dalam kegiatan usaha menyerahkan barang kena pajak atau jasa harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagi wajib pajak badan, salah satu cara untuk mengendalikan peredaran usaha adalah dengan memecah usaha, membentuk badan usaha baru. Dengan membentuk badan usaha baru maka pengakuan penjualan yang semula diterima pada satu badan usaha dapat dipecah menjadi beberapa badan usaha, sehingga besarnya peredaran usaha dapat dikendalikan untuk tidak mencapai angka Rp. 600.000.000,00. 2. Pengaturan Kewajiban Pembukuan Bagi wajib pajak badan, pembukuan merupaka kewajiban. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi, sampai dengan peredaran usaha sebesar Rp.4.800.000.000,00.



Diberi



pilihan



dalam



menghitung



besarnya



penghasilan neto, dapat mempergunakan pembukuan atau mempergunakan norma



perhitungan



penghasilan.



Untuk



menghindari



kewajiban



13



pembukuan tersebut, wajib pajak perlu melakukan pengaturan besarnya peredaran usaha. Pengaturan peredaran usaha ini sangat sulit karena kalau dengan membentuk badan usaha baru maka kewajiban pembukuan tetap harus dilakukan. Kalau masih tetap mempergunakan bentuk perseorangan, baik usahanya dipecah ataupun di atas namakan istri atau anak yang belum dewasa, maka perhitungan batasan peredaran sebesar Rp.4.800.000.000,00 tersebut merupakan kumulatif. Bagaimanapun juga kalau kegitan usahanya wajib pajak sudah mencapai Rp.4.800.000.000,00 maka kewajiban pembukuan tetap harus dilaksanakan. 1.5.2



Pemilihan Metode Pengakuan Keuntungan Selisih Kurs Pengakuan kerugian atau keuntungan selisih kurs dilakukanoleh wajib



pajak secara konsisten tergantung dari sistem pencatatan yang dipergunakan wajib pajak. Sistem pencatatan selisih kurs dapat dibedakan menjadi (Muljono, 2009:118): 1. Kurs tetap, di mana wajib pajak mencatat besarnya transaksi dengan mata uang asing sesuai dengan nilai kurs yang berlaku pada saat itu, sehingga pembebanan selisih kurs dilakukan berdasarkan nilai kurs tengah BI yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. 2. Kurs Tengah BI, di mana pajak mencatat besarnya transaksi dengan mata uang asing sesuai dengan besarnya transaksi semula dan pembebanan selisih kurs dilakukan berdasarkan nilai kurs tengah BI yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.



14



Bagi wajib pajak yang menggunakan kurs tengah Bank Indonesia, atas keuntungan akibat selisih kurs ini diakui, baik keuntungan itu sudah direalisasikan maupun belum direalisasikan, dan dilakukan secara konsisten. 1.5.3



Perencanaan Kelebihan Penerimaan Yayasan pada dasarnya didirikan dengan tujuan bukan untuk menacari



laba (non-profit motive). Namun demikian dalam kenyataannya pada yayasan terdapat pengelolaan keungan yang dimungkinkan terdapat kelebihan, atau dalam bahasa pengusaha sebagai keuntungan. Kalau kelebihan penerimaan tersebut berasal dari sumbangan atau sejenisnya, maka kelebihan penerimaan tersebut tidak perlu dihitung pajaknya, karena memang bukan objek pajak. Tetapi kalau kelebihan penerimaan tadi bukan berasal dari sumbangan atau sejenisnya, bahkan dari kegiatan usaha, maka kelebihan tersebut berubah menjadi objek pajak yang harus dihitung besarnya PPh terutangnya. Pengakuan kelebihan penerimaan menjadi biaya pada yayasan pendidikan dilakukan dengan melakukan perencanaan pengguanaan kelebihan untuk pengadaan peralatan atau pembangunan fasilitas gedung, laborat dan yang lain yang berkaitan dengan kegitan yayasan pendidikan tersebut. Dana pembangunan yayasan pendidikan adalah dana yang akan digunakan untuk mambangun gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih, yaitu selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri, dikurangi pengeluaran untuk operasional yayasan sehari hari (Muljono, 2009:119).



15



1.5.4



Pengaturan Sumber Penghasilan Bagi perusahaan tertentu, sumber penghasilan akan sangat memegaruhi



besarnya PPh yang akan terutang pada wajib pajak tertentu. Berbagai sumber penghasilan yang akan memengaruhi besarnya PPh terutang tersebut dapat dirinci sebagai berikut: (Muljono, 2009:120). 1. Penghasilan dari hibah 2. Penghasilan pada reksadana 3. Penghasilan pada modal ventura 4. Penghasilan pada dana pengsiun 5. Penghasilan dari deviden Perlakuan penghasilan atas hibah, bantuan, ataupun sumbangan dapat dilihat dari dua sudut, Bagi yang menerima hibah, bantuan ataupun sumbangan dan bagi yang memberi hibah, bantuan atau sumbangan.



16



KESIMPULAN Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah dengan meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak melanggar aturan, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Besarnya pajak, tergantung pada besarnya penghasilan. Semakin besar penghasilan, semakin besar pula pajak yang terutang. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan perencanaan pajak atau tax planning yang tepat agar perusahaan membayar pajak dengan efisien. Tax Planning merupakan rangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk meminimalkan kewajiban perpajakan dengan caracara yang tidak melanggar peraturan perpajakan (in legal way). Dalam arti yang lebih luas meliputi keseluruhan fungsi manajemen perpajakan. Tax Planning adalah usaha yang mencakup perencanaan perpajakan agar pajak yang dibayar oleh perusahaan benar-benar efisien. Manfaat tax planning antara lain penghematan kas keluar, mengatur aliran kas. Tujuan tax planning meminimalisasi beban pajak yang terutang, memaksimalkan laba setelah pajak, meminimalkan terjadinya kejutan pajak, dan memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif sesuai dengan ketentuan perpajakan.



17



DAFTAR PUSTAKA



Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: Andi. Muljono, Djoko. (2009). Tax Planning Menyiasati Pajak Dengan Bijak. Edisi pertama. Yogyakarta: Andi. Pohan, Chairil Anwar. (2017). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suandy, Erly. (2018). Perencanaan Pajak Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.



18



BAB II PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH 2.1



Pengantar Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pendapatan daerah dapat berasal dari pendapatan asli daerah sendiri,



pendapatan asli daerah yang berasal dari pembagian pendapatan asli daerah, dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pinjaman daerah, dan pendapatan daerah lainnya yang sah. Selanjutnya pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah (Drs. Darwin, 2010 : 67). Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Secara garis besar pendapatan yang dimiliki oleh setiap daerah yang masuk ke kas daerah, terutama adalah bagi daerah yang memiliki hak otonomi daerah. (Hartati, 2015:393) Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan Pajak Daerah antara lain (Mardiasmo, 2016:14): 1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat 19



memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. 4. Subjek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak. 5. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau Badan, meliputi membayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 2.1.1



Jenis Pajak dan Objek Pajak PDRD Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian yaitu (Mardiasmo, 2016:15):



1. Pajak Provinsi, terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; e. Pajak Rokok; 2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran;



20



c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2.1.2



Tarif Pajak PDRD Tarif untuk setiap jenis pajak adalah (Mardiasmo, 2016:16):



1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi sebesar 2%. b. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tariff dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%. 2. Tarif pajak Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran,



sosial



keagamaan,



lembaga



sosial



dan



keagamaan,



Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan Kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%.



21



3. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar di tetapkan paling rendah sebesar 0,1%, dan paling tinggi sebesar 0,2%. 4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 20% dan b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%. 5. Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 0,75%. b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%. 6. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi. 7. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. 8. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok. 9. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. 10. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. 11. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. 12. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. 13. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.



22



14. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. 15. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar30%. 16. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 17. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. 18. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0.3%. 19. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%. 2.1.3



Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas



penggunaan jasa atau pemberian izin tertentu baik yang disediakan oleh pemerintah daerah atau pihak swasta untuk kepentingan orang banyak. (Hartati, 2015:397) Retribusi menurut UU No. 28 tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan (Mardiasmo, 2016:18). 2.2



Pajak Kendaraan Bermotor Pajak kendaraan bermotor sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1



angka 12 dan 13 UU No. 28 Tahun 2009 adalah pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.



23



Yang dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor adalah: 1. Kereta api. 2. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. 3. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional



yang



memperoleh



fasilitas



pembebasan



pajak



dari



Pemerintah. 4. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pabrikan atau importir yang semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan tidak untuk dijual. 2.3



Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Sesuai dengan Undang-Undang no 28 Tahun 2009, tentang Bea Balik



Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 2.4



Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan atau bangunan



yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk sektor usaha perkebunan, perhutanan,



24



pertambangan, dan usaha tertentu lainnya masih dipungut oleh pemerintah pusat. (Mardiasmo, 2018:389). 2.4.1



Objek Pajak PBB P2 Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan atau bangunan yang



dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Pekotaan: 1. Digunakan



oleh



pemerintah



dan



daerah



untuk



penyelenggaraan



pemerintahan; 2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; 3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. 4. Merupakan hutang lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak; 5. Digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik; dan 6. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.



25



2.4.2



Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB P2 Subjek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan



yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, meguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan (Mardiasmo, 2018:390). 2.4.3



Cara Menghitung PBB PBB Perdesaan dan Perkotaan dihitung dengan cara:



PBB PP = Tarif x (NJOP – NJOPTKP) 1. Tarif PBB Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. 3. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)



26



Besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. NJOPTKP ditentukan masing-masing pemerintah kabupaten/kota dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2.4.4



Mekanisme PBB Perdesaan dan Perkotaan PBB PP dikenakan setiap tahun. PBB terutang dihitung menurut keadaan



objek pajak pada tanggal 1 Januari. Tempat PBB terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak. Pendataan terhadap objek PBB dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak. Berdasarkan



SPOP, Kepala Daerah menerbitkan Surat Pemberitahuan



Pajak Terutang (SPPT). Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2018:392). 2.5



Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Sesuai dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air,



dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipengaruhi oleh sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan 27



juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam pembahasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, akan dijumpai beberapa pengertian-pengertian yang sudah baku. Pengertian-pengertian tersebut antara lain adalah (Mardiasmo, 2016:413): 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB selanjutnya disebut pajak. 2. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, adalah perbuatan atau peristiwa hokum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 3. Hak atas tanah dan/atau bangunan, adalah ha katas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bengunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertahanan dan bangunan. 2.5.1



Dasar Hukum BPHTB Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:



1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan. Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.



28



2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2.5.2



Objek Pajak BPHTB Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.



Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi (Mardiasmo, 2016:414): 1. Pemindahan hak karena: a. Jual-beli; b. Tukar menukar c. Hibah d. Hibah wasiat e. Waris f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan h. Penunjukan pembeli dalam lelang i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap j. Penggabungan usaha k. Peleburan usaha l. Pemekaran usaha m. Hadiah. 2. Pemberian hak baru karena: a. Kelanjutan pelepasan hak; b. Di luar pelepasan hak.



29



2.5.3



Tidak Termasuk Objek Pajak BPHTB Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang



diperoleh (Mardiasmo, 2016:415): 1. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; 2. Negara untuk penyenglenggaraan pemerintah dan/atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; 3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut; 4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; 5. Orang pribadi atau badan karena wakaf; 6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah; 2.5.4



Subjek Pajak dan Wajib Pajak BPHTB Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh



Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 2.5.5



Dasar Pengenaan Pajak, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), Dan Tarif Pajak Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak



(NPOP). NPOP ditentukan sebesar (Mardiasmo, 2016:416):



30



1. Harga transaksi, dalam hal: jual beli. 2. Nilai pasar objek pajak, dalam hal: a. Tukar-menukar; b. Hibah; c. Hibah wasiat; d. Waris; e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya; f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak; g. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap; h. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak; i. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak; j. Penggabungan usaha; k. Peleburan usaha; l. Pemekaran usaha; m. Hadiah. 3. Harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang, dalam hal: penunjukan pembeli dalam lelang. 4. Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), apabila besarnya NPOP sebagaimana dimaksud dalam poin 1 dan 2 tidak diketahuai atau NPOP lebih rendah daripada NJOP PBB. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)



31



Besarnya



NPOPTKP



ditetapkan



secara



regional



paling



rendah



Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiaat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling rendah Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Cara Menghitung BPHTB BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x 5%



Contoh: Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp.70.000.000,00. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di Kabupaten/Kota tersebut Rp.60.000.000,00, tarif pajaknya 5%. Jawab : NPOP



= Rp 70.000.000,00



NPOPTKP



= Rp 60.000.000,00 = Rp 10.000.000,00



32



BPHTB yang terutang



= Rp 10.000.000,00 x 5% = Rp 500.000,00



Saat yang menentukan terutangnya pajak adalah: 1. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk; a. Jual-beli; b. Tukar-menukar; c. Hibah; d. Hibah wasiat; e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya; f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; g. Pengabungan usaha; h. Peleburan usaha; i. Pemekaran usaha; j. Hadiah. 2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk: lelang. 3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hokum yang tetap, untuk: putusan hakim. 4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertanahan, untuk: hibah wasiat dan waris. 5. Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat putusan pemberian hak.



33



2.6



Pajak Restoran Pajak yang dikenakan karena adanya jasa yang diberikan oleh pihak



restoran. Besarnya pajak merupakan penjumlahan dari tarifnya terhadap harga yang dikenakan pajak. (Hartati, 2015:394) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran. Sedangkan subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan atau minuman di restoran. Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. 2.7



Objek Retribusi Daerah Yang menjadi objek Retribusi Daerah adalah (Mardiasmo, 2016:19-21):



2.7.1



Retribusi Jasa Umum Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai Retribusi



Jasa Umum. Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis Retribusi Jasa Umum adalah: 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan 2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat. 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6. Retribusi Pelayanan Pasar 34



7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus 11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair 12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan 14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. 2.7.2



Retribusi Jasa Usaha Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan sebagai Retribusi



Jasa Usaha. Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: 1. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau 2. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta. Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah: 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan. 3. Retribusi Tempat Pelelangan 4. Retribusi Terminal 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir



35



6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 7. Retribusi Rumah Potong Hewan 8. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan 9. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga 10. Retribusi Penyeberangan di Air; dan 11. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 2.7.3



Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai



Retribusi Perizinan Tertentu. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi Izin Gangguan 4. Retribusi Izin Trayek; dan 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan



36



KESIMPULAN Pendapatan daerah dapat berasal dari pendapatan asli daerah sendiri, pendapatan asli daerah yang berasal dari pembagian pendapatan asli daerah, dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pinjaman daerah, dan pendapatan daerah lainnya yang sah. Selanjutnya pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah. Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Secara garis besar pendapatan yang dimiliki oleh setiap daerah yang masuk ke kas daerah, terutama adalah bagi daerah yang memiliki hak otonomi daerah. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.



37



DAFTAR PUSTAKA Drs. Darwin., MBP. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penerbit: Mitra Wacana Media Hartati, Neneng. (2015). Pengantar Pepajakan. Bandung: Pustaka Setia. Mardiasmo. (2016). Perpajakan-Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: Andi. Mardiasmo. (2016). Perpajakan-Edisi Terbaru 2018. Yogyakarta: Andi. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah



38



BAB III AKUNTANSI KEUANGAN 3.1



Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan Standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pokok penyusunan dan



penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan berguna, dapat di mengerti dan dapat di perbandingkan serta tidak menyesatkan. Sehubungan dengan semakin arifnya para pelaku dalam pengembalian keputusan ekonomi serta ditunjang perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, maka peran akuntansi sebagai sistem informasi keuangan menjadi semakin penting dalam kehidupan perekonomian, khususnya untuk dunia usaha. Akuntansi keuangan sebagai salah satu cabang ilmu dan praktek akuntansi yang berhubungan dengan permasalahan pelaporan keuangan perusahaan kepada berbagai pihak pengambil keputusan di luar manajemen perusahaan (missalnya : calon kreditor dan kreditor, calon investor dan investor) perlu diselenggarakn dengan berlandasan pada standar akuntansi keuangan yang berlaku. 3.1.1



Definisi Akuntansi, Akuntansi Bisnis, dan Akuntansi Keuangan Akuntansi menurut APB dan AICPA adalah suatu kegiatan pelayanan,



yang fungsinya terutama untuk memberikan informasi kuantitatif, terutama bersifat keuangan, dari suatu entitas ekonomi dengan maksud berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi, dalam memilih secara bijak diantara alternatif tindakan. Maka dapat dirumuskan akuntansi adalah suatu sistem informasi



39



keuangan, yang bertujuan untuk menghasilkan dan melaporkan informasi yang relevan bagi berbagai pihak yang bekepentingan (Hans dkk, 2016:3). Akuntansi untuk entitas bisnis dapat dinamakan akuntansi bisnis, Sesuai dengan dinamika dunia usaha dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi dunia bisnis, maka jenis informasi keuangan yang diperlukan juga menjadi sangat kompleks. Untuk dapat melayani kompleksitas informasi sesuai tujuan penerima atau pengguna informasi, akuntansi bisnis harus bersifat multidimensi. Menurut Hans dkk (2016:4) dalam teori dan praktik, akuntansi bisnis terdiri atas empat bidang yaitu : 1. Akuntansi Keuangan Akuntansi yang bertujuan menghasilkan informasi keuangan suatu entitas, yang berguna bagi para pemangku kepentingan sebagai penerima dan pengguna laporan keuangan. 2. Akuntansi Manajemen Tujuan akuntansi manajemen adalah mengolah, menghasilkan dan melaporkan informasi keuangan kepada manajemen yang berguna dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian usaha. 3. Akuntansi Pajak Akuntansi pajak adalah bidang akuntansi yang bertujuan menghitung dan melaporkan objek pajak agar kewajiban pajak dapat di hitung, di laporkan, dan di bayar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 4. Akuntansi Biaya



40



Masalah perhitungan dan pelaporan biaya sebenernya terdapat di tiga bidang akuntansi lainnya yaitu akuntansi keuangan, akuntansi manajemen dan akuntansi pajak. Tapi dalam bidang akuntansi keuangan, masalah perhitungan dan pelaporan biaya telah diatur secara tertib dalam standar akuntansi keuangan, dan dalam akuntansi pajak sudah di dalam hukum pajak atau peraturan perundangan pajak. Maka dalam teori akuntansi biaya, lazimnya yang dibahas adalah sehubungan dengan bidang akuntansi manajemen. 3.1.2



Standar Akuntansi Keuangan Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen suatu entitas usaha,



terutama ditujukan untuk dilaporkan dan digunakan oleh para stakeholders untuk pengambilan keputusan ekonomi. Mengingat stakeholder, waktu, dan tempat penggunaan laporan keuangan sangat bervariasi, agar laporan keuangan tidak mementingkan salah satu pihak dan agar tidak menyesatkan bagi pengguna informasi, maka laporan keuangan yang disusun dalam rangka akuntansi keuangan harus disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku. Badan profesi akuntan dan badan otoritas yang berwenang berusaha terus menerus untuk mengkodifikasi atau mewujudkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam bentuk tertulis, yang berwujud standar akuntansi keuangan (Hans dkk, 2016:12). Sebelum tanggal 2 Desember 1973, Indonesia belum mempunyai prinsip akuntansi maupun standar akuntansi yang dapat dijadikan pegangan resmi, yang diterbitkan dan diakui oleh badan otoritas yang berwenang. Prinsip Akuntansi



41



Indonesia (PAI) yang pertama kali diterbitkan dan disahkan pada tanggal 2 Desember 1973, adalah sangat sederhana dan hanya terdiri atas Pendahuluan dan Lima Bab. Prinsip Akuntansi Indonesia semula disusun berdasarkan rujukan USGAAP. PAI yang baru disusun dan disahkan tersebut, langsung mendapatkan pengakuan otoritas untuk dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan. Menurut Hans dkk (2016:18) pada saat ini di Indonesia berlaku empat 1. SAK Umum SAK ini disusun untuk organisasi yang memiliki akuntabilitas publik secara signifikan seperti perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN dengan tujuan memberikan informasi yang relevan bagi user laporan keuangan. 2. SAK ETAP SAK ETAP disusun untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik, perusahaan untuk bersekala kecil dan menengah (Usaha Kecil dan Menengah/UKM). Badan usaha yang tergolong ke dalam entitas tanpa akuntabilitas publik yaitu Perorangan, Persekutuan, Firma, Commanditaire Vetnootschap (CV), Perseroan Terbatas yang tidak memiliki akuntanbilitas publik yang signifikan, dan Koperasi. 3. SAK Syariah SAK Syariah untuk digunakan oleh entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga syariah maupun tidak syariah. PSAK Syariah pengembangan dengan model PSAK umum namun berbasis syariah dengan acuan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).



42



4. SAK Pemerintahan Standar akuntansi keuangan pemerintah ini berlaku untuk entitas pelaporan dalama menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, daerah. 3.1.3



Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)/ International Accounting Standards (IAS) Sistem Perekonomian pasar modern yang membawa kemajuan dunia



mulai bergerak, semua itu terjadi karena didukung oleh akuntansi keuangan. Seperti yang telah kita ketahui, akuntan keuangan yang bertujuan memberikan pelayanan informasi keuangan kepada para pemangku yang beraneka ragam dengan berbagai tujuan dan kepentingan berlainan perlu disusun bedasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Acuan utama prinsip akuntansi yang berlaku umum adalah seperangkat standar akuntansi tertulis. Dalam era globalisasi peran akuntansi keuangan secara geografis semakin meluas dan melampaui batas wilayah Negara. Ruang lingkup penggunaan laporan keuangan telah meluas secara global sejalan dengan arus dana, barang, dan jasa. Maka standar akuntansi keuangan yang semula bersifat nasional, dituntut untuk bersifat internasional. 3.1.4



IASC/IASB dan IAS/IFRS Menanggapi kebutuhan laporan keuangan yang bersifat global, pada tahun



1973 didirikan International Accounting Standar Committee (IASC). IASC bertujuan menghasilkan International Accounting Standar (IAS) yang diharapkan dapat dijadikan pegangan dalam penyusunan laporan keuangan yang bersekala 43



global. Pada Juni 2000 UE mengadopsi IAS/IFRS, dan mewajibkan mulai 2005 semua entitas yang terdaftar dipasar modal Uni Eropa menyusun laporan keuangan harus berdasarkan IAS/IFRS, Indonesia telah sejak 1994 telah mengadopsi secara utuh kerangka dasar penyusunan dan pelaporan keuangan IAS, dan mengadaptasi sebagian besar IAS yang telah terbit pada waktu itu. Pada tahun 2000 International Accounting Standar Committee (IASC) telah berubah menjadi International Accounting Standar Board (IASB), dan standar yang dihasilkan juga telah berubah dari International Accounting Standar (IAS) menjadi International Financial Reporting Standar (IFRS) (Hans dkk, 2016:23). 3.1.5



DSAK dan SAK DSAK adalah salah satu badan dalam IAI yang mempunyai tugas



melakukan perumusan, pengembangan, dan pengesahan hal-hal yang terkait dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan menjawab pertanyaan dari pemerinta, otoritas, asosiasi dan lembaga luar negri terkait SAK. Hal hal yang terkait SAK yang merupakan lingkup kerja DSAK yaitu : 1. Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan 2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 3. Interprestasi SAK (termasuk panduan lebih rinci jika diperlukan) 4. Pernyataan pencabutan SAK 5. Buletin teknis 6. Produk lain yang terkait SAK



44



Anggota DSAK saat ini berjumlah 9 orang yang terdiri dari seorang ketua yang merangkap anggota, 1 orang wakit ketua merangkap anggota, dan 7 orang anggota. Anggota DSAK ditetapkan dan di berhentikan oleh DPN dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Kunsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Masa kerja anggota DSAK adalah 4 tahun. Untuk kesinambungan penyusunan SAK, penggantian anggota DSAK dilakukan bertahap. 3.2



Kerangka Dasar Akuntansi



3.2.1



Definisi Kerangka Dasar Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan



dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Sedangkan kerangka dasar akuntansi adalah suatu sistem yang melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang konsisten yang terdiri atas sifat, fungsi, dan batasan dari akuntansi keuangan dan laporan keungan. Definisi menyeuruh kerangka dasar akuntansi keuangan adalah kumpulan konsep-konsep dasar yang melandasi penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Menurut IAI, kerangka dasar ini disebut dengan istilah Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang didefinisikan sebagai konsepkonsep pemikiran yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal (IAI, 2004:1). 3.2.2



Tujuan dan Peran Kerangka Dasar Kerangka dasar bertujuan dan berperan sebagai acuan untuk digunakan



bagi:



45



1. Badan Penyusun Standar Akuntansi ( accounting standard setting body),yaitu misalnya Z-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI), Financial Accounting Standard Board (FASB) Amerika Serikat, Accounting Standards Committe Inggris,dan badan otoritatif sejenis di masing-masing negara atau regional serta Internasional Accouting Standards Committee (IASC). 2. Penyusunan laporan keuangan, dalam menghadapi sesuatu kasus yang belum atau tidak jelas diatur dalam suatu standar akuntansi yang berlaku. 3. Auditor dalam menemukan audit opini atas laporan keuangan. 4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (Hans,dkk 2016:49). 3.2.3



Kerangka Dasar Standar Akuntansi Keuangan



Gambar 3.2.3 Kerangka Dasar Akuntansi



46



3.2.4



Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi tentang posisi



keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2004:4) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi posisi keuangan terutama disediakan dalam neraca, informasi kinerja terutama disediakan dalam laporan laba rugi, dan informasi perubahan posisi keuangan disajikan dalam laporan tersendiri. 3.2.5



Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Laporan keuangan haruslah memenuhi karakteristik kualitatif keuangan



tertentu agar dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yakni: (1) dapat dipahami (understandability), (2) relevan (relevance), (3) keandalan (realibility) dan (4) dapat diperbandingkan (comparability). 1. Dapat Dipahami (Understandability) Suatu informasi baru bermanfaat bagi penerima bila dapat dipahami. Untuk dapat memahami dengan baik suatu laporan keuangan, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas



47



ekonomi dan bisnis serta asumsi dan konsep yang mendasari penyusunan laporan keuangan. 2. Relevan (Relevance) Agar informasi bermanfaat haruslah relevan bagi penerima atau pengguna dalam pengambil suatu keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini dan masa depan. Suatu proses menghasilkan informasi memerlukan biaya, tenaga, dan waktu. Suatu Informasi yang tidak relevan kecuali menimbulkan pemborosan, juga malah dapat menyesatkan pengambil keputusan. 3. Materialitas (Materiality) Materialitas merupakan tolok ukur apakah suatu informasi dianggap relevan. Suatu informasi dianggap material atau signifikan, bila suatu kesalahan (error), salah saji (misstatement) atau kelalaian mencantumkan (omission) informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna informasi tersebut. 4. Keandalan (Reability) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan juga harus andal (reliable).Informasi dikatakan berkualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagaipenyajian yang tulus atau jujur (faithful presentation) tentang



48



sesuatu yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat disajikan. 5. Dapat Diperbandingkan (Comparability) Informasi keuangan dapat secara efektif berguna dalam pengambilan keputusan, maka haruslah dapat diperbandingkan antar periode dan antar entitas. Perbandingan laporan keuangan untuk dua atau lebih periode akan dapat memberikan gambaran tentang perkembangan atau tren keadaan keuangan maupun kinerja suatu entitas, sehingga lebih mampu memberikan gambaran tentang prospek entitas di masa depan. Sedangkan perbandingan laporan keuangan antar entitas akan memberikan masukan yang berguna bagi para calon investor dalam menentukan pilihan investasi yang akan dilakukan. 3.2.6



Unsur-Unsur Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu entitas bertujuan utama untuk memberikan



informasi utama posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan. Terdapat lima unsur pokok laporan keuangan, yaitu tiga unsur neraca dan dua unsur laporan laporan laba rugi. Tiga unsur yang berkaitan langsung dengan neraca adalah, pertama aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas. Kedua, liabilitas merupakan kewajiban entitas masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat



49



ekonomi. Dan ketiga, Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas setelah dikurangi semua liabilitas. Selanjutnya dua unsur laporan laba rugi adalah, pertama penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal meningkat. Dan kedua, beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi, dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban, yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut



pembagian



kepada penanaman



modal. Batasan pengertian,



pengakuan (recognition) tentang keberadaan, dan pengukuran (measurement) tentang jumlah, adalah sangat penting untuk memahami akuntansi keuangan dengan baik. (IAI, 2016 : 49-63). 3.3



Siklus Akuntansi Siklus akuntansi adalah suatu lingkaran proses akuntansi untuk



membukukan transaksi dan kejadian, selama suatu periode akuntansi tertentu sampai tersusun laporan keuangan. Dengan diawali dari mengidentifikasi transaksi dan kejadian yang harus dibukukan dan atau diperhitungkan dalam berbagai media akuntansi sampai akhirnya tersusun laporan keuangan untuk suatu periode tertentu dan kemudian dilanjutkan proses akuntansi untuk periode berikutnya (Hans Kartikahadi R. U., 2016, hal. 89).



50



1. Identifikasi transaksi



10. Jurnal Pembalik



2. Jurnal



9. Neraca Saldo setelah jurnal penutup



3. Posting ke Buku



8. Jurnal Penutup



4.Neraca Saldo



7. Laporan Keuangan



5. Jurnal Penyesuaian



Besar



6. Neraca Saldo setelah penyesuaian



Gambar 3.3 Siklus Akuntansi



51



1. Bukti Pembukuan/Akuntansi Agar laporan keuangan dapat memenuhi persyaratan “accountable” dan “auditable” atau memenuhi persyaratan keandalan, semua transaksi dan kejadian yang dibukukan dalam proses akuntansi haruslah didukung oleh bukti-bukti yang memenuhi persyaratan keabsahan, sesuai peraturan internal perusahaan maupun peraturan perundangan yang berlaku (Hans Kartikahadi, 2016:91). 2. Ayat Jurnal (Journal Entries) Menjurnal adalah tahap pertama dari suatu proses akuntansi, yaitu membukukan ayat jurnal suatu transaksi atau kejadian dalam wadah pembukuan yang paling dasar, jurnal atau buku harian. 3. Posting Posting adalah tahap kedua dalam proses akuntansi yaitu memindahkan data pembukuan dari jurnal, ke masing-masing akun buku besar dan untuk akun tertentu yang perlu dirinci, juga dilakukan posting ke akun tambahan dalam buku tambahan yang bersangkutan. Misalnya piutang usaha dirinci dalam Buku Piutang Usaha yang merupakan kumpulan akun tambahan masing-masing debitur (Hans Kartikahadi, 2016:92). 4. Penyusunan Neraca Saldo (Trial Balance) Neraca Saldo adalah suatu daftar untuk menguji keseimbangan debit dan kredit, dari semua pembukuan transaksi dan kejadian sampai terhitung saldo akun buku besar.



52



Neraca saldo disusun dengan memindahkan masing-masing saldo semua akun buku besar dalam suatu daftar yang berkolom debit dan kredit (Hans Kartikahadi, 2016:97). 5. Ayat Jurnal Penyesuaian (Adjusting Entries) Pada saat penyusunan laporan keuangan perlu dilakukan penyesuaian (adjusment)



agar



data



akuntansi



dapat



dimutakhirkan



(update).



Penyesuaian data tersebut dalam proses akuntansi dikenal sebagai melakukan ayat jurnal penyesuaian. Ayat jurnal penyesuaian yang lazim dikenal adalah mengenai: a. Beban yang diakrual b. Pendapatan yang diakrual c. Biaya yang dibayar dimuka d. Pendapatan diterima dimuka e. Penyisihan piutang tak tertagih f. Penyusutan aset tetap g. Amortisasi aset tak berwujud 6. Neraca Saldo Setelah Penyesuaian (Adjusted Trial Balance) Setelah ayat jurnal penyesuaian dibukukan maka disusunlah “neraca saldo setelah penyesuaian”. Saldo masing-masing akun setelah penyesuaian akan lebih akurat dan siap digunakan untuk menyusun laporan keuangan (Hans Kartikahadi, 2016:100). 7. Laporan Keuangan (Financial Statements)



53



Laporan utama yang dihasilkan dari suatu proses akuntansi yang terdiri atas: laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi komprehensif, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, catatan atas laporan keuangan. 8. Ayat Jurnal Penutup (Closing Entries) Tahap terakhir dari suatu proses akuntansi adalah menutup semua akun laba rugi atau akun nominal ke akun ikhtisar laba rugi. Dengan demikian semua akun laba rugi telah dibersihkan dari pembukuan tentang transaksi dan kejadian periode yang telah ditutup buku, dan dapat dibuka lembaran baru untuk pembukuan periode baru dengan saldo awal nihil. 9. Neraca Saldo Setelah ayat Jurnal Penutup Neraca saldo yang disusun setelah dilakukan ayat jurnal penutup. Neraca percobaan ini disusun untuk menguji kebenaran keseimbangan debit dan kredit neraca dan laporan laba rugi yang akan disusun (Hans Kartikahadi, 2016:85). 10. Ayat Jurnal Pembalik (Reversing Entries) Ayat jurnal pembalik adalah mengembalikan atau menghapus ayat jurnal penyesuaian setelah penutupan buku. Ayat jurnal pembalik tidak selalu harus dilakukan. Ayat jurnal pembalik dilakukan atau sebaiknya dilakukan dalam hal: a. Ketika pembayaran beban dimuka atau penerimaan pendapatan dimuka dibukukan di akun laba rugi atau akun nominal, yaitu akun beban atau



54



akun pendapatan. Agar metode ini dapat dilakukan secara konsisten, maka perlu dilakukan ayat jurnal pembalik. b. Ayat jurnal penyesuaian untuk utang beban (accrued expenses) atau tagihan pendapatan (accrued income) setelah penutupan buku rampung, perlu dilakukan ayat jurnal pembalik agar dikemudian hari waktu beban dibayar atau pendapatan diterima, tidak perlu melakukan analisis untuk memisahkan mana bagian yang telah diperhitungkan pada periode pembukuan lalu dan mana bagian untuk periode berjalan. Dengan demikian akan memudahkan dan meningkatkan efisiensi proses akuntansi. 3.3.1



Persamaan Akuntansi Aset = Liabilitas + Ekuitas Persamaan dasar akuntansi diatas menjelaskan bahwa aset merupakan



sumber daya yang dimiliki atau diinvestasikan entitas, sedangkan liabilitas dan ekuitas merupakan sumber pendanaan atas aset tersebut. Mirip dengan dua sisi dari satu mata uang, dimana nilai aset yang dimiliki atau diinvestasikan tentu harus sama pula dengan nilai total sumber pendanaannya (Hans Kartikahadi, 2016:85). Misalnya anda ingin berusaha sebagai konsultan manajemen, dan untuk itu dia memerlukan modal kerja sebesar Rp 100.000.000. Bila untuk membelanjai modal kerja tersebut, anda menyetor tunai dari uang tabungan sendiri sejumlah Rp 70.000.000, dan sisanya Rp 30.000.000 dari pinjaman Bank, maka penyetoran



55



modal awal tersebut dapat digambarkan dalam persamaan akuntansi sebagai berikut: Aset



=



Liabilitas



+



Ekuitas



Kas/Bank



=



Utang Bank



+



Modal Sendiri



Rp 100.000.000



=



Rp 30.000.000



+



Rp 70.000.000



3.3.2



Terminologi Dasar Proses Akuntansi Beberapa terminologi dasar akuntansi yang perlu dipahami dengan baik



adalah seperti dijelaskan berikut ini: 1. Entitas: Entitas akuntansi adalah unit pelaporan, yang menyusun laporan akuntansi, yaitu suatu subjek yang menjadi puat suatu laporan akuntansi disusun. Entitas akuntansi dapat merupakan suatu perusahaan, anak perusahaan, cabang, unit kegiatan, proyek, maupun organisasi nirlaba. 2. Transaksi: adalah kejadian yang melibatkan dua atau lebih pihak yang mempunyai dampak ekonomi dan keuangan. Misalnya jual-beli, pinjammeminjam, sewa-menyewa, mengikat kontrak perjanjian, menerima dan membayar, dan lain-lain. 3. Kejadian: adalah peristiwa yang terjadi dalam internal entitas yang mempunyai dampak ekonomi dan keuangan bagi entitas. Misalnya proses produksi, turunnya nilai suatu aset karena susut, rusak, atau usang, perubahan kurs valuta asing, kebakaran, kebanjiran, gempa bumi, dan lainlain.



56



4. Akun: adalah wadah untuk mencatat dampak setiap transaksi dan kejadian atas rincian setiap unsur aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban. Akun tersusun dan diberikan kode secara sistematis dalam suatu daftar perkiraan atau daftar akun (chart of acounts). Beberapa contoh akun yang paling sering dikenal dalam sistem dan laporan akuntansi suatu perusahaan, yaitu kas, piutang usaha, persediaan, liabilitas, modal saham,, pendapatan usaha, gaji karyawan, dan lain sebagainya. 5. Akun Posisi Keuangan/Neraca: adalah akun-akun yang dilaporkan dalam laporan posisi keuangan (neraca), yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas. 6. Akun Laba Rugi: adalah akun yang dilaporkan dalam laporan laba rugi yaitu, pendapatan dan beban, termasuk keuntungan dan kerugian. 7. Akun Laba Rugi Komprehensif: adalah akun yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komprehensif, yang meliputi akun laba rugi dan akun penghasilan komprehensif lain. 8. Akun Penghasilan Komprehensif Lain: adalah akun yang dilaporkan sebagai bagian dari penghasilan komprehensif lain, yaitu kenaikan dan penurunan ekuitas yang tidak dilaporkan dalam laba rugi, meliputi akun selisih surplus revaluasi aset tetap, keuntungan dan kerugian akrual, selisih transaksi laporan keuangan, bagian efektif lindung nilai arus kas dan selisish penilaian aset keuangan tersedia untuk dijual. 9. Ayat Jurnal: adalah pembukuan paling dasar yang dilakukan atas suatu transaksi atau kejadian.



57



10. Ayat Jurnal Penyesuaian: adalah ayat jurnal yang dilakukan ketika penutupan buku untuk memutakhirkan data atau pembukuan agar laporan dapat tersusun lebih akurat sesuai dengan keadaaan untuk periode dan pada tanggal pelaporan. 11. Ayat Jurnal Koreksi: adalah ayat jurnal yang dilakukan untuk memperbaiki sesuatu kesalahan pembukuan yang telah dilakukan. 12. Ayat Jurnal Penutup: adalah Ayat jurnal yang dilakukan untuk menutup semua akun laba rugi dalam proses perhitungan laba rugi selama periode tertentu. Dengan demikian, semua akun laba rugi untuk periode yang bersangkutan akan bersaldo nihil, dan siap untuk mulai membukukan pendapatan dan beban untuk periode usaha yang baru. 13. Ayata Jurnal



Balik:



adalah



ayat



jurnal



yang dilakukan



untuk



mengembalikan ayat jurnal penyesuain yang telah dilakukan ketika penutupan buku. Ayat jurnal balik, tidak mutlak perlu dilakukan dan hanya dilakukan dalam keadaan tertentu bila dipandang pelru setelah selesainya penyusunan laporan keuangan. 14. Buku besar: adalah kumpulan akun aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban baik berbentuk buku, kumpulan kartu, atau catakan komputer (computer print-out). 15. Buku Tambahan: adalah media berbentuk buku, kumpulan kartu, atau catakan komputer (computer print-out) untuk memperinci suatu akun tertentu dari buku besar. Akun yang dirinci sering juga disebut sebagai akun kontrol (controlling account). Contohnya: piutang usaha di buku



58



besar (sebagai controlling account), dirinci lebih dalam buku tambahan piutang usaha atas masing-masing debitur: A, B, C, dan seterusnya. 16. Neraca Saldo: adalah suatu kertas kerja dengan lajur berpasangan, debit dan kredit, untuk menguji keseimbangan pembukuan yang telah dilakukan selama suatu periode tertentu. 17. Neraca Saldo Setelah Penyesuaian: adalah neraca saldo yang disusun kembali setelah dimasukkan juga ayat jurnal penyesuaian. 18. Neraca Saldo Setelah Ayat Jurnal Penutup: adalah neraca saldo yang disusun setelah dilakukan ayat jurrnal penutup. Neraca saldo ini disusun untuk kebenaran keseimbangan debit dan kredit neraca dan laporan laba rugi yang akan disusun. 19. Laporan Keuangan: adalah laporan utama yang dihasilkan dari suatu proses akuntansi yang terdiri atas: laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi komprehensif, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, catatan atas laporan keuangan. 3.3.3



Penyusunan Laporan Keuangan Lembar kerja (Worksheet) adalah kertas kerja yang berlajur dan



merupakan media yang mempermudah penyusunan laporan keuangan. Lembar kerja sering pula dikenal sebagai “neraca lajur” (Hans Kartikahadi, 2016:100). Lembar kerja lazimnya terdiri atas lima pasang lajur dengan judul berikut: 1. Neraca Saldo (trial balance) 2. Penyesuaian (adjustments) 3. Neraca Saldo setelah penyesuaian (adjusted trial balance)



59



4. Rugi laba (income statement) 5. Neraca (balance sheet) Dengan bantuan lembar kerja atau neraca lajur, penyusunan laporan laba rugi dan neraca menjadi sangat mudah, yaitu tinggal memindahkan angka atau saldo akun laporan laba rugi dan akun neraca dalam format sesuai tata cara penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PSAK I. Kemudian dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif serta data dan informasi akuntansi lainnya dapat disusun laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan berdasarkan PSAK I (Hans Kartikahadi, 2016:106). 3.4



Penyajian Laporan Keuangan



3.4.1



Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK 1 (Revisi 2013) Penyajian Laporan Keuangan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) merupakan dasar utama



yang harus diacu untuk menyusun laporan keuangan untuk entitas yang sarat akuntabilitas publik. Berdasarkan Kerangka Dasar, PSAK 1 memberikan rujukan dan penjelasan lebih rinci untuk diaplikasikan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan secara wajar, transparan dan tidak menyesatkan. 1. Tujuan PSAK 1 Menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statement), yaitu untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan, agar dapat diperbandingkan antar periode, atau dengan entitas lain. Serta memberikan pengaturan



60



mengenai persyaratan penyajian, struktur, dan komponen minimal isi dan struktur laporan keuangan. 2. Ruang Lingkup PSAK 1 PSAK 1 berlaku untuk semua entitas dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan Stamdar Akuntansi Keuangan,



termasuk



entitas



yang menyajikan



laporan



keuangan



konsolidasi sebagaimana diatur dalam PSAK 65 Laporan Keuangan Konsolidasian. PSAK ini tidak wajib bagi entitas tanpa akuntanbilitas public (ETAP). Untuk ETAP, DSAK-IAI telah menerbitkan secara khusus SAK ETAP yang menjadi dasar penyajian dan penyusunan Laporan Keuangan ETAP. Namun, jika suatu ETAP memilih untuk menerapkan pengaturan dalam PSAK, maka ETAP tersebut harus menerapkan PSAK secara keseluruhan, termasuk menerapkan PSAK 1 sebagai dasar untuk penyajian dan penyusunan laporan keuangannya. PSAK ini tidak berlaku bagi entitas syariah. Untuk entitas syariah, DSAS-IAI telah menerbitkan SAK Syariah, termasuk PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah. PSAK ini juga berlaku untuk perusahaan yang masih dalam tahap pengembangan. Pada saat berlakunya PSAK 1 ini, sekaligus juga menggantikan PSAK 6 Akuntansi dan PElaporan bagi Perusahaan dalam Tahap Pengembangan. 3.4.2



Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah suatu penyajian yang terstruktur tentang posisi



keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.



61



Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga merupakan wujud pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka dalam mengelola suatu entitas. Dengan demikian laporan keuangan tidak dimaksudkan untuk tujuan khusus, misalnya dalam rangka likuidasi entitas atau menentukan nilai wajar entitas untuk tujuan merger dan akuisisi. Juga tidak disusun khusus untuk memnuhi kepentingan suatu pihak tertentu saja misalnya pemilik mayoritas. Pemilik adalah pemegang instrument yang diklasifikasikan sebagai ekuitas. Untuk memenuhi tujuan tersebut diatas, laporan keuangan menyediakan informasi tentang suatu entitas yang terdiri dari: asset, liablitas, ekuitas, pendapatan dan beban serta kontribusi dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, serta arus kas. Informasi tersebut beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan keuangan dalam prediksi arus kas masa depan dan kinerja entitas. 3.4.3



Komponen Laporan Keuangan Laporan keuangan dianggap lengkap apabila memenuhi komponen-



komponen sebagai berikut: 1. Laporan posisi keuangan (Neraca) pada akhir periode. Laporan posisi keuangan atau Neraca adalah suatu daftar yang menunjukan posisi keuangan yaitu komposisi dan jumlah asset, liabilitas, dan ekuitas dari suatu entitas tertentu pada suatu tanggal tertentu.



62



2. Laporan laba rugi komprehensif selama periode. Laporan laba rugi komprehensif yaitu laporan yang memberikan informasi mengenai kinerja entitas yang menimbulkan perubahan pada jumlah ekuitas entitas, yang bukan berasal dari transaksi dengan atau kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, misalnya setoran modal atau pembagian dividen. Laporan laba rugi komprehensif terdiri dari: a. Laba rugi. Laba rugi memberikan informasi mengenai pendapatan, beban, dan laba rugi suatu entias selama suatu periode tertentu. Laporan ini memberikan informasi mengenai hasil bersih entitas, sama dengan jumlah laba bersih yang dilaporkan dalam Laporan Laba Rugi yang selama ini dikenal. b. Penghasilan komprehensif lainnya. Penghasilan komprehensif lain atau biasa disebut OCI (other comprehensive income) berisi pos-pos pendapatan dan beban yang tidak diakui dalam laba rugi. Komponen penghasilan komprehensif lainnya adalah: 3. Laporan perubahan ekuitas selama periode. Agar para pemangku kepentingan dapat mengikuti perubahan yang terjadi atas setiap komponen ekuitas dari masa ke masa secara transparan, maka perlu disusun laporan tersendiri dalam suatu Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan ini disusun dengan melakukan analisis atas kelompok akun ekuitas serta dokumen dan catatan yang berkaitan dengan ekuitas antara lain keputusan RUPS tentang



63



pembayaran dividen, koreksi laba rugi tahun lalu, perubahan struktur modal, dan perubahan pada komponen ekutias lainnya seperti penghasilan komprehensif lain. 4. Laporan arus kas selama periode. Penyusunan laporan arus kas dapat dilakukan berdasarkan metode langsung atau metode tak langsung. Metode langsung disusun berdasarkan jurnal penerimaan kas dan bank, serta data pendukung lainnya. Sedangkan metode tak langsung menyusun laporan arus kas dengan membandingkan neraca awal dan neraca akhir, laporan laba rugi, serta data pendukung lainnya. 5. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain, dan informasi komparatif mengenai periode terdekat sebelumnya. 6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif, yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. 3.4.4



Karakteristik Umum Laporan keuangan memiliki 8 karakteristik umum, yaitu:



1. Penyajian Secara Wajar dan Kepatuhan terhadap SAK Menurut PSAK 1 paragraf 15, Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peritiwa lain, dan kondisi sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan



64



asset, liabilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan



tambahan



jika



diperlukan,



dianggap



menghasilkan



penyajian laporan secara wajar. Manajemen entitas diminta untuk membuat pernyataan atas kepatuhan terhadap SAK tanpa kecuali, dalam penyajian laporan keuangan. Pernyataan kepatuhan tersebut dinyatakn secara eksplisit dalam catatan atas laporan keuangan. 2. Kelangsungan Usaha PSAK 1 mengharuskan manajemen untuk melakukan analisis mengenai kelangsungan usaha entitas. Analisis yang perlu diperhatikan atas kelangsungan usaha entitas yaitu dengan mempertimbangkan peristiwa masa depan atau informasi masa depan paling tidak mencakup periode 12 bulan setelah tanggal pelaporan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK harus berdasarkan kelangsungan usaha dan tidak tampak adanya risiko yang mengancam kelangsungan usahanya, dan entitas tidak dalam status likuidasi atau akan dilikuidasi. 3. Dasar Akrual PSAK 1 mengharuskan laporan keuangan, selain daripada informasi terkait arus kas, untuk disajikan menggunakan dasar akrual. Asset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban diakui pada saat memenuhi kriteria definisi dan pengakuan sesuai pengaturan dalam Kerangka Dasar dan SAK terkait. 4. Materialitas dan Penggabungan



65



PSAK 1 paragraf 29 menyebutkan bahwa “Entitas menyajikan secara terpisah kelompok pos sejenis yang material. Entitas menyajikan secara terpisah pos yang mempunyai sifat atau fungsi berbeda kecuali pos tersebut tidak material”. Agar laporan tidak menjadi terlalu rumit dan tidak efisien, tentunya dalam pengelompokan harus diperhatikan prinsip materialitas. Suatu hal dianggap material, bila dapat mempengaruhi suatu pengambilan keputusan ekonomi. Materialitas berkaitan erat dengan agregasi. Sesuatu yang semula bersifat tidak material, bila dikumpulkan (aggregate) dapat menjadi material. 5. Saling Hapus Entitas tidak diperbolehkan saling hapus atas asset dan liabilitas atau penghasilan dan beban. Saling hapus dalam laporan keuangan mengurangi kemampuan pengguna laporan keuangan baik untuk memahami transaksi, peristiwa dan kejadian lain yang telah terjadi. 6. Frekuensi Pelaporan Entitas menyajikan laporan keuangan lengkap setidaknya secara tahunan, mencakup periode 12 bulan. Namun masih dimungkinkan bahwa laporan keuangan mencakup periode lebih pendek atau lebih panjang dari 12 bulan. Kondisi tersebut mungkin terjadi karena terjadinya perubahan akhir periode pelaporan atau entitas menyajikan laporan keuangan yang pertama, atau entitas melakukan penghentian penyajian laporan keuangan. 7. Informasi Komparatif



66



Agar laporan keuangan lebih berdayaguna khususnya untuk memberikan gambaran atas kemajuan atau kemunduran posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas dari waktu ke waktu, laporan keuangan harus disajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya untuk seluruh jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan periode berjalan. 8. Konsistensi Penyajian Konsistensi penyajian laporan keuangan adalah merupakan syarat mutlak agar laporan keuangan dapat diperbandingkan. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus dilakukan secara konsisten. 3.4.5



Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang



disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan labara rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan laba rugi terpisah, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjalsan naratif atau pemisahan pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos-pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan tersebut (PSAK 1). Catatan atas laporan keuangan mempunyai sistematika sebagai berikut: 1. Pernyataan atas kepatuhan terhadap SAK. 2. Ringkasan kebijakan akuntansi signifikan yang diterapkan. 3. Informasi tambahan untuk pos-pos yang disajikan dalam laporan perubahan posisi keuangan dan laporan laba rugi terpisah, laporan



67



perubahan ekuitas dan laporan arus kas, sesuai dengan urutan penyajian laporan dan penyajian masing-masing pos. 4. Pengungkapan lainnya, termasuk liabilitas kontinjensi dan komitmen kontraktual



yang



belum



diakui



serta



pengungkapan



informasi



nonkeuangan, misalnya tujuan dan kebijakan manajemen risiko keuangan. 3.5



Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas



3.5.1



Definisi Laporan Posisi Keuangan Laporan posisi keuangan (statement of financial position) lazimnya lebih



dikenal sebagai neraca (balance sheet). Tapi istilah neraca sering kali menimbulkan



kerancuan



pengertian.



Pengertian



umum



dapat



diartikan



keseimbangan. Dalam bidang akuntansi, kata neraca mempunyai beberapa pengertian. Pengertian utama neraca dan paling sering diartikan sebagai laporan posisi keuangan. Tapi kata majemuk neraca lajur diartikan sebagai kertas kerja (worksheet) yang berlajur-lajur yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan (Hans dkk, 2016:158). 3.5.2



Tujuan dan Manfaat Laporan Posisi Keuangan Laporan posisi keuangan berisi informasi tentang komposisi dan susunan



aset, liabilitas dan ekuitas dari suatu entitas ekonomi atau perusahaan atau entitas yang diperlukan untuk pemahaman dan menganalisis keadaan keuangannya. Untuk menilai dan mengelola suatu entitas dengan baik, perlu diketahui keadaan likuiditas dan solvabilitas entitas pada suatu waktu, sehingga dapat dipahami dengan baik fleksibilitas keuangan dalam menetukan kebijakan keuangan khususnya dalam menghadapi kesulitan arus kas (Hans dkk, 2016:158-161). 68



1. Likuiditas Likuiditas adalah tersedianya dana kas dan saldo yang ada direkening bank yang tidak terikat dengan suatu pembatasan penggunaan baik peraturan ataupun suatu perjanjian, dan aset setara kas yang diperlukan untuk membayar liabilitas secara tepat waktu. Suatu entitas dikatakan likuid bila memiliki cukup dana tunai atau aset yang setiap saat dapat dikonversikan menjadi dana tunai untuk memenuhi liabilitasnya ketika jatuh tempo. 2. Solvabilitas Selain informasi likuiditas, pemangku kepentingan juga berkepentingan untuk mengetahui keadaan solvabilitas entitas, yaitu kemampuan entitas untuk membayar semua liabilitas secara tepat waktu. Solvabilitas (solvency) adalah kemampuan entitas untuk melunasi liabilitasnya. Lazimnya diukur dengan menghitung rasio solvabilitas (solvency ratio). Rasio solvabilitas (solvency ratio) adalah rasio untuk mengukur jumlah relatif liabilitas yang digunakan suatu entitas untuk membelanjai kegiatan usahanya, terutama untuk mengukur kemampuan melunasi liabilitasnya. 3. Fleksibilitas Keuangan (Financial Flexibility) Likuiditas dan solvabilitas mempengaruhi fleksibilitas keuangan (financial flexibility) yang menentukan kemampuan entitas dalam pengambilan tindakan secara efektif untuk mengatur jumlah dan jadwal arus kas dalam menghadapi kebutuhan dan kesempatan yang tak terduga.



69



Suatu perusahaan dengan tingkat fleksibilitas keuangan yang tinggi secara relatif akan lebih mudah bertahan menghadapi masa sulit, bangun kembali dari kerugian yang diderita, serta mengambil setiap kesempatan usaha yang tak terduga. Pada umumnya semakin besar fleksibilitas keuangan suatu perusahaan, maka semakin kecil resiko kegagalan. Dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat laporan posisi keuangan adalah memberikan informasi tentang keadaan keuangan suatu entitas usaha pada suatu tanggal tertentu yaitu tentang komposisi aset, liabilitas, ekuitas,



untuk



menghitung dan



menganalisis



keadaan



likuiditas,



solvabilitas, fleksibilitas keuangan, serta arus kas, yang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh para pemangku kepentingan (Hans dkk, 2016:159-162). 3.5.3



Pengklasifikasian Aset Lancar, Tidak Lancar, Liabilitas, Jangka Pendek Dan Jangka Panjang PSAK 1 mewajibkan entitas menyajikan aset lancar dan aset tidak lancer,



serta liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang sebagai klasifikasi yang terpisah dalam laporan posisi keuangan. Jika manajemen menganggap bahwa penyajian aset dan liabilitas berdasarkan likuiditas akan memberikan informasi yang lebih relevan dan dapat diandalkan, misalnya untuk entitas lembaga keuangan, maka entitas dapat menyajikan seluruh aset dan liabilitas berdasarkan likuiditas. Penyajian berdasarkan likuiditas bisa berdasarkan urutan yang paling likuid hingga yang paling tidak likuid atau sebaliknya, sepanjang diurutkan berdasarkan likuiditasnya (Hans dkk, 2016:164). 70



1. Aset Lancar PSAK 1 menyebutkan kriteria suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: (Hans dkk, 2016:168169). a. Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal Misalnya: piutang usaha, yang diharapkan oleh manajemen dapat diterima pembayarannya dalam jangka waktu kredit normal sesuai sifat industri dari entitas. Contoh lain adalah persediaan. Baik itu persediaan bahan baku, yang akan digunakan dalam proses produksi, maupun persediaan barang jadi yang siap untuk dijual dalam siklus operasi normal entitas. Pengelompokan aset dilihat dari maksud dan tujuan penggunaannya. Kendaraan mobil dapat dikelompokan sebagai aset lancar, bagi suatu dealer mobil, karena merupakan persediaan yang akan dijual, sedangkan bagi perusahaan menufaktur, misalnya, mobil dikelompokan sebagai aset tetap, karena digunakan untuk mendukung kegiatan produksi dan tidak dimasukkan untuk dijual dalam siklus operasi normal entitas. b. Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan Kelompok ini untuk mengakomodasi aset yang dimiliki semata-mata dengan tujuan untuk diperdagangkan termasuk juga aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual (available for sale), walaupun aset tersebut belum tentu akan dijual dalam waktu kurang dari 12 bulan.



71



c. Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode laporan Misalnya: piutang kepada karyawan atau piutang pemegang saham yang oleh manajemen diharapkan dapat diterima pembayarannya dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan. d. Kas atau setara kas, kecuali yang dibatasi sehingga tidak dapat dipertukarkan atau digunakan untuk menyelesaikan liabilitas sekurangkurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan. Setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memiliki risiko perubahan nilai yang tidak signifikan. Entitas mengklasifikasi aset yang tidak termasuk kategori tersebut di atas sebagai aset tidak lancar. Entitas diperkenankan menggunakan istilah selain daripada aset tidak lancar sepanjang pengertiannya jelas. 2. Liabilitas Jangka Pendek PSAK 1 memberikan rumusan liabilitas jangka pendek sebagaimana disebutkan dalam butir (a) – (d) di bawah ini. Entitas mengklasifikasi liabilitas yang tidak termasuk kategori tersebut di bawah sebagai liabilitas jangka panjang.



72



a. Entitas mengharapkan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi normalnya: Beberapa liabilitas diharapkan oleh manajemen akan diselesaikan dalam siklus operasi normal entitas, yang merupakan bagian dari modal kerja, seperti utang usaha, beban akrual untuk biaya karyawan dan biaya operasional lainnya, termasuk dalam kelompok liabilitas jangka pendek, walaupun jatuh tempo dari liabilitas termasuk lebih dari dua belas bulan. b. Entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan; Sama seperti aset lancer, manajemen mungkin saja memiliki liabilitas dengan tujuan untuk diperdagangkan, misalnya liabilitas keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual. c. Liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan; Bisa saja terdapat liabilitas yang tidak diselesaikan dalam siklus operasi normal entitas, namun jatuh tempo untuk diselesaikan dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya utang bank jangka panjang yang akan jatuh tempo kurang dari dua belas bulan, cerukan bank, pajak penghasilan terutang dan utang deviden. d. Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan.



73



Yang perlu ditekankan pada kriteria ini adalah hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas. Manajemen perlu menganalisis, apakah pada tanggal laporan, entitas memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan. 3.5.4



Laporan Perubahan Ekuitas Perubahan ekuitas merupakan salah satu informasi utama yang harus



dilaporkan dalam laporan keuangan. Perubahan ekuitas menunjukkan perubahan yang terjadi yaitu peningkatan atau penurunan pada aset neto pemilik (owners). Pertambahan atau pengurangan ekuitas dapat berasal dari (Hans dkk, 2016:179): 1. Transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagaai pemilik, misalnya setoran modal dan pembagian dividen; 2. Hasil usaha periode yang bersangkutan atau laba rugi bersih; 3. Keuntungan dan kerugian yang dihasilkan oleh entitas; 4. Pendapatan komprehensif lain, seperti: penilaian kembali aset tetap, penilaian kembali aset keuangan tersedia dijual, selisih kurs translasi laporan keuangan; 5. Koreksi atau penyesuaian atau saldo laba periode. Laporan perubahan ekuitas harus melaporkan perubahan yang terjadi secara rinci untuk masing-masing sebab atau sumber tersebut. PSAK 1 menetapkan bahwa mengajikan laporan perubahan ekuitas harus menunjukkan:



74



1. Total laba rugi komprehensif selama suatu periode, yang menunjukkan secara terpisah total jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepada kepentingan nonpengendali; 2. Untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau penyajian kembali secara retrospektif yang diakui sesuai dengan PSAK 25 (2014); Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi AKuntansi, dan Kesalahan; 3. Untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada awal dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan masing-masing perubahan yang timbul dari: a. Laba rugi; b. Masing-masing pos pendapatan komprehensif lain;dan c. Transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, yang menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik dan perubahan hak kepemilikan pada entitas anak yang tidak menyebabkan hilang pengendalian. 3.5.5



Analisis Laporan Keuangan Berikut ini adalah analisis laporan keuangan pada PT Indofood CBP



Sukses Makmur Tbk. 1. Laporan Posisi Keuangan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Laporan posisi keuangan berisikan informasi tentang komposisi dan susunan aset, liabilitas, dan ekuitas dari suatu entitas ekonomi atau perusahaan atau entitas yang diperlukan untuk pemahaman dan



75



menganalisis keadaan keuangannya. Berikut adalah contoh dan penjelasan laporan posisi keuangan pada PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.tahun 2018:



76



77



a. Pada tahun 2018, terdapat kenaikan pada jumlah asset perusahaan. Dimana pada tahun 2017 jumlah asset sebesar Rp 31.619.514,- naik



78



menjadi Rp 34.367.153,-. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikan pada piutang usaha dan jumlah perserdiaan di tahun 2018. b. Jika melihat pada liabilitas antara tahun 2017 dan tahun 2018, terjadi kenaikan yakni pada tahun 2017 liabilitas sejumlah Rp 11.295.184,naik menjadi Rp 11.660.003,- ditahun 2018. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan pada liabilitas jangka pendek pada perusahaan tersebut. c. Terjadi kenaikan pada jumlah ekuitas ditahun 2018. Dimana, jumlah ekuitas pada tahun 2017 sebesar Rp 20.324.330,- naik menjadi Rp 22.707.150,- ditahun 2018. Kenaikan pada ekuitas tersebut dipengaruhi oleh saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya. 2. Laporan Laba-Rugi Komprehensif PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Laporan laba rugi komprehensif adalah laporan yang memberikan informasi mengenai kinerja entitas yang menimbulkan perubahan pada jumlah ekuitas entitas bukan berasal dari transaksi dengan atau kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik misalnya setoran modal atau pembagian deviden. Berikut adalah laporan laba-rugi komprehensif pada PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.



79



80



81



a. Laba tahun berjalan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2018 mengalami kenaikan. Dimana pada tahun 2017 jumlah laba tahun berjalan sebesar Rp 3.543.173,- naik menjadi Rp 4.658.781,- ditahun 2018. Kenaikan laba tahun berjalan tersebut dipengaruhi oleh laba dari usaha pada perusahaan tersebut.



3. Laporan Perubahan Ekuitas PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Berdasarkan laporan perubahan ekuitas pada PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. diatas, terjadi kenaikan jumlah ekuitas pada tahun 2018. Dimana pada tahun 2017 jumlah ekuitas sebesar Rp 20.324.330,- naik menjadi Rp 22.707.150,-. Kenaikan jumlah ekuitas tersebut dipengaruhi



82



oleh laba tahun berjalan dan penghasilan komprehensif lainnya tahun berjalan. 4. Laporan Arus Kas PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Laporan arus kas terdiri dari aktifitas operasi, investasi, dan aktifitas pendanaan. Berikut adalah contoh dan penjelasan laporan arus kas pada Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. tahun 2018:



83



84



a. Kas bersih yang diperoleh dari aktifitas operasi mengalami penurunan dari tahun 2017 sebesar Rp 5.174.368,- menjadi Rp 4.653.375,- di tahun 2018. b. Kas bersih yang digunakan untuk aktifitas investasi mengalami kenaikan dari tahun 2017 sebesar Rp 2.949.740,- menjadi Rp 4.712.882,- ditahun 2018. c. Sedangkan kas bersih yang digunakan untuk aktifitas pendanaan mengalami kenaikan dari tahun 2017 sebesar Rp 1.815.525,- menjadi Rp 4.242.099,- di tahun 2018. d. Kas dan setara kas akhir tahun mengalami penurunan dimana pada tahun 2017 sebesar Rp 8.796.690,- menjadi Rp 4.703.806,- di tahun 2018.



85



KESIMPULAN Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami akuntansi keuangan mengenai definisi akuntansi, standar akuntansi, perkembangan akuntansi di Indonesia, siklus akuntansi, laporan keuangan dan menganalisa laporan keuangan. Berdasarkan pemaparan materi dalam makalah ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Akuntansi adalah suatu sistem informasi keuangan, yang bertujuan untuk menghasilkan dan melaporkan informasi yang relevan bagi berbagai pihak yang bekepentingan. Standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pokok penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan berguna, dapat di mengerti dan dapat di perbandingkan serta tidak menyesatkan. Siklus akuntansi meliputi analisis transaksi, pencatatan dalam jurnal, posting ke buku besar, pembuatan neraca saldo, pencatatan dan pembuatan jurnal, pembuatan neraca saldo setelah penyesuaian, pembuatan laporan keuangan, pencatatan dan posting jurnal penutup dan pembuatan neraca saldo setelah penutupan. Laporan Keuangan adalah laporan utama yang dihasilkan dari suatu proses akuntansi yang terdiri atas: laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi komprehensif, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, catatan atas laporan keuangan.



86



DAFTAR PUSTAKA Bursa Efek Indonesia. 2018. Laporan Keuangan dan Tahunan. www.idx.co.id Diakses pada hari Jum’at, 27 September 2019 jam 22.30 WIB. Dwi Martini, Sylvia Veronica NPS, Ratna Wardhani, Aria farahmita, Edward Tanujaya., 2014. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK Buku 1, Penerbit: Salemba Empat. Hans Kartikahandi, Rosita Uli Sinaga, Merliyana Syamsul, Syilvia Veronica Siregar, Ersa Tri Wahyudi., 2016. Akuntansi Keuangan berdasarkan SAK Berbasis IFRS Edisi kedua Buku 1, Penerbit IAI.



87