Makalah Limbah Hutan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Pengelolaan Limbah ‘’ Limbah Kehutanan ’’



Disusun Oleh : KELOMPOK 2 : HAMZAH



1513140012



NUR WAHIDA



1513140013



NUR HIKMAH



1513140008



Dosen Pembimbing : Dr. Mohammad Wijaya,M.Si



JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM



UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan saya kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah pengelolaan limbah ini, dan juga kiranya patut saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni Bapak Dr. Mohammad Wijaya, M.Si dalam makalah ini saya membahas tentang ‘’Limbah Kehutanan’’ dengan ini, saya menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang saya miliki sebagai mahasiswa. Namun demikian, banyak pula pihak yang telah membantu saya dan memberikan pemikiran serta solusi untuk pemecahan masalah saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki tugas ini di waktu yang akan datang. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca umumnya.



Makassar, 19 September 2017



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis. Bagi masyarakat Indonesia limbah merupakan sesuatu yang sangat kurang pengelolaannya, kesalahan dalam mengelola akan menyebabkan limbah semakin berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan bahaya penyakit bagi masyarakat, contohnya pencemaran lingkungan terutama pencemaran pada air yang pada akhirnya menyebabkan banjir disaat musim penghujan tiba. Limbah yang biasanya muncul dari industri mebel antara lain adalah limbah kayu, limbah bahan pelitur, dan limbah tiplek yang berasal dari bahan dasar pohon. Akhir-akhir ini semakin banyak masalah yang timbul disebabkan oleh antropogenik, khususnya tentang lingkungan. Antropogenik adalah istilah yang umum dipakai untuk menyatakan segala sesuatu yang terjadi di alam karena campur tangan manusia (efek, proses,obyek dan material), kejadian tersebut sebagai lawan kata dari kejadian alami.



1.2. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari Limbah Hutan ? 2. Apa saja fungsi dari Limbah Hutan ? 3. Apa saja macam –macam Limabh Hutan ?



4. Apa saja potensi dari limbah hutan ? 5. Bagaimana persentase dari limbah hutan ? 6. Bagaimana solusi permasalahan Himbah Hutan ?



1.3. Tujuan 1. untuk mengetahui definisi tentang limbah kehutanan 2. untuk mengetahui fungsi dari limbah kehutaan 3. untuk mengetahui potensi dari limbah hutan 4. untuk mengetahui macam-macam limbah kehutanan 5. untuk mengetahui persentase limbah kehutanan 6. untuk mengetahuisolusi pengurangan limbah



1.4. Manfaat Makalah ilmiah ini disusun dengan harapan dapat memberikan salah satu solusi penanganan limbah padat industri kehutanan sehingga meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan oleh limbah-limbah tersebut. Lalu manfaaat penelitian ini Bagi Instansi adalah Memahami betapa merugikannya limbah buangan yang tidak diolah lebih lanjut. Sedangkan manfaat Bagi Pembaca dan Peneliti adalah Memahami cara pengurangan jumlah limbah terutama pengolahan Limbah Kehutanan.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Limbah Kehutanan



Lokasi : Sumpang Bita, Kab.Pangkep Sulawesi selatan



Menurut Pratiwi (2006) Limbah hutan merupakan bagian-bagian pohon atau tumbuhan sebagai hasil dari sistem pemanenan hutan. Limbah ini sebagian masih layak dimanfaatkan seperti untuk arang maupun produk-produk olahan yang lain (balok, papan, dan sebagainya). Sedangkan ranting-ranting kecil maupun serasah seringkali diabaikan pemanfaatannya. Padahal bagian-bagian ini masih dapat dimanfaatkan khususnya dalam upaya konservasi tanah dan air.Limbah kehutanan di Indonesia sangat besar jumlahnya dan perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Saat



ini sebagian besar malah belum



dimanfaatkan. Berbagai skenario diajukan sesuai karakteristik limbah kehutanan (forest residue) tersebut, kebutuhan pasar dan teknologi pengolahannya. Teknologi pemadatan biomasa (biomass densification) seperti pemelletan dan pembriketan adalah salah satu skenario yang menarik untuk diimplementasikan. Secara visual pellet dan briket berbeda karena dimensinya. Pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tentunya dapat menjadikan limbah tersebut tidak berdampak buruk bagi lingkungan ataupun kesehatan. Menurut sifatnya pengolahan limbah padat dapat



dibagi menjadi dua cara yaitu pengolahan limbah padat tanpa pengolahan dan pengolahan limbah padat dengan pengolahan. Dimensi wood pellet bervariasi dengan diameter antara 6 dan 25 mm dan panjangnya rata-rata sekitar 40 mm, sedangkan bila diameter produknya lebih dari 25



mm



disebut



sebagai



briket.



Secara



pemanfaatan



limbah



hutan



menjadi briket lebih disarankan, karena ukuran partikel dari pengecilan ukuran (size reduction), kadar air, dan kadar abu persyaratan pembuatan briket lebih longgar. Sedangkan untuk pellet khususnya A1 class pellet (premium pellet) harus menggunakan batang kayu dan dilakukan debarking. A1 class pellet atau premium pellet adalah pellet dengan kadar abu terendah, dan nilai kalor tertinggi. Tetapi jika hanya untuk produksi pellet kualitas standard tidak menjadi masalah. Pellet seperti halnya briket hampir semua bisa untuk konsumsi industri sebagai bahan bakar ramah lingkungan subtitusi batubara. Sedangkan apabila lokasi limbah kehutanan tersebut berdekatan dengan industri-industri yang membutuhkan banyak bahan bakar seperti pabrik semen, pembangkit listrik dan sebagainya, maka limbah hutan tersebut bisa langsung di chipping (dikecilkan ukuran menjadi seukuran beberapa cm) untuk langsung dipakai menjadi bahan bakar industri tersebut. Sedangkan apabila lokasi limbah kehutanan tersebut juga masih kekurangan listrik ataupun perlu sumber energi atau



panas



lain,



maka



cara



lain



yang



lebih



baik



adalah



dengan



menggunakan teknologi pirolisis kontinyu . Dengan teknologi ini akan dihasilkan produk berupa arang, biooil dan syngas, yang ketiganya bisa digunakan sebagai sumber energi. Arang bisa dijual ke pabrik semen atau pembangkit listrik sebagai bahan bakar ataupun meningkatkan kesuburan tanah dengan diperkaya berbagai nutrisi untuk tanah yang untuk aplikasi ini arang biasa disebut biochar. Biooil juga bisa langsung sebagai bahan bakar walaupun nilai kalorinya hanya sekitar setengah minyak diesel dan syngas yang kaya akan metanaini berlebih dari sebagian yang dipakai untuk proses pirolisis itu sendiri, sehingga bisa digunakan salah satunya untuk pembangkit listrik dengan lebih mudah dengan Internal Combustion (IC) engine seperti gas engine generator.



Data tersebut menunjukkan bahwa potensi limbah kayu cukup besar dan ternyata hanya sebagian (35-49%) kayu yang diekploitasi dapat digunakan secara maksimal dan selebihnya berupa limbah kayu. Jika tidak dilakukan pemanfaatan secara optimal dikhawatirkan hal tersebut akan mencemari lingkungan sekitarnya. Menghadapi krisis bahan bakar saat ini, energi alternative merupakan salah satu solusi sebagai penggantian BBM (bahan Bakar Minyak) yaitu dengan melakukan konversi energi. Sejalan dengan usaha dalam meningkatkan nilai tambah (value) hasil hutan dan menghemat penggunaan bahan baku kayu guna menjaga kelangsungan hutan serta mengurangi ketergantungan akan energi minyak bumi dan gas, maka perlu dipikirkan bagaimana memanfaatkan potensi limbah kayu sehingga menjadi barang yang mempunyai nilai jual ekonomis. Berdasarkan permasalahan di atas, kami akan memaparkan tentang penerapan konsep 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) dalam memanfaatkan limbah kayu untuk pembuatan briket arang. 3R merupakan salah satu metode yang bertujuan untuk mendaur ulang limbah, sehingga dapat digunakan kembali baik dalam proses produksi maupun untuk dipergunakan di luar industri.



2.2 Fungsi Limbah Hutan



Lokasi : Sumpang Bita, Kab.Pangkep Sulawesi selatan



Limbah hutan (serasah) berfungsi sebagai (Siregar dan Pratiwi, 1999; Pratiwi, 2000): 1. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran, akan terdekomposisi dan menghasilkan unsur-unsur hara penting bagi tanaman. Aktivitas mikroba



meningkat



dalam proses penghancuran unsur-unsur hara penting bagi



tanaman. Aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran atau dekomposisi bahan organik; 2. Biomas segar yang telah terdekomposisi tersebut merupakan media yang dapat menyerap dan memegang massa air dalam jumlah besar, sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat berjalan efisien; 3. Bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam saluran dapat diangkat dan digunakan sebagai kompos. Kompos ini akhirnya dapat memperbaiki kesuburan tanah; 4. Dapat meningkatkan keragaman biota tanah, karena mulsa merupakan niche ecology bagi berbagai jenis biota tanah. Biota ini akan memanfaatkan energy



dan unsur hara di dalam mulsa dan akan



menghasilkan senyawa organik yang dapat memantapkan agregat tanah; 5. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran dapat berfungsi sebagai penghambat penyumbatan pori makro dinding saluran oleh sedimen sehingga air akan mudah meresap ke dalam saluran.



2.3 Berbagai Macam Limbah Hutan



Lokasi : industry mebel, Jl. Malengkeri Raya



Lokasi : Sumpang Bita, Kabupaten.Pangkep



Limbah utama dari kayu yang jelas adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji. Limbah tersebut sangat sulit dikurangi, hanya bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin menjadi barang lain yang memiliki nilai ekonomis. Beberapa limbah lain dari sebuah industri furniture sebenarnya memiliki peran yang besar pada sebuah 'costing' serta dampak lingkungan sehingga akan sangat bermanfaat apabila bisa dikurangi. Sastrodimedjo dan Simarmata (1981) mengklasifikasikan limbah berdasarkan tempat terjadinya, sebagai berikut : 1. Limbah yang terjadi di areal penebangan yang berupa kelebihan tunggak, bagian batang dari pohon yang rusak, sisa cabang dan ranting. 2. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) yang berupa batang yang tidak memenuhi syarat baik kualitas maupun ukurannya. 3. Limbah yang terjadi di tempat penimbunan kayu (TPK) yang umumnya terjadi karena penolakan oleh pembeli karena log sudah terlalu lama disimpan sehingga busuk, pecah dan terserang jamur. Limbah pemanenan kayu yang diamati pada penelitian ini berada di petak tebang dan TPn. Limbah yang dihitung adalah limbah di bawah cabang pertama yang berupa limbah tunggak dan sortimen potongan pendek serta limbah perpanjangan batang utama. Volume limbah yang didapatkan dari 69 pohon yang ditebang adalah 185.48 m³ dengan rata-rata volume limbah 2.69 m³/pohon atau 18.55 m³/ha.



2.4 Potensi Limbah Hutan Di Indonesia ada tiga macam industri yang secara dominan mengkonsumsi kayu alam dalam jumlah relatif besar, yaitu: Industri kayu lapis, industri penggergajian dan industri Pulp/kertas. Sebegitu jauh limbah biomassa dari industri tersebut sebahagian telah dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahannya sebagai bahan bakar guna memenuhi kebutuhan energi industri kayu lapis dan Pulp/kertas.



Lokasi : industry mebel, Jl. Malengkeri Raya



Lokasi : Sumpang Bita, Kabupaten.Pangkep



Hal yang menimbulkan permasalahan menurut Pari. G (2002) adalah limbah industri penggergajian yang kenyataannya dilapangan masih ada yang ditumpuk, sebagian besar dibuang ke aliran sungai mengakibatkan penyempitan alur dan pendangkalan sungai serta pencemaran air, bahkan ada yang dibakar secara langsung sehingga ikut menambah emisi gas karbon di atmosfir. Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan untuk tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m³, sedangkan kayu gergajian mencapai 2,6 juta m³ per tahun. Dengan asumsi bahwa jumlah limbah kayu yang dihasilkan mencapai 61%, maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 4 juta m³ (BPS. 2000). Apabila hanya limbah industri penggergajian yang dihitung maka dihasilkan limbah sebanyak 1,4 juta m³ per tahun. Angka ini cukup besar karena



mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian. Produksi kayu gergajian dan perkiraan jumlah limbahnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini



Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa potensi limbah kayu cukup besar dan ternyata hanya merupakan bagian prosentase kecil saja kayu yang dieksploitasi dapat digunakan secara maksimal dan selebihnya berupa limbah kayu. Melihat



masih



besarnya



limbah



yang



dihasilkan



dari



industri



penggergajian kayu tersebut setiap tahunnya dan apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatan secara efisien, dikhawatirkan limbah kayu tersebut dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Sedangkan menurut salah satu penelitian ‘’ konservasi tanah dan air: pemanfaatan limbah hutan dalam Rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi’’ yang dilakukan oleh pratiwi (2006), potensi pemanfaatan limbah hutan yang berasal dari bagian tumbuhan atau pohon seperti serasah, gulma, cabang, ranting, batang maupun



daun-daun



bekas



tebangan



dapat



dimanfaatkan



dengan



cara



memasukkannya ke dalam saluran atau alur yang dibuat menurut kontur pada bidang tanah yang diusahakan (Pratiwi, 2005). Penerapan mulsa vertikal pada dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan. Limbah hutan dalam keadaan basah yang diperlukan untuk penerapan mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter dan mulsa vertikal yang diletakkan di bagian hilir individu tanaman untuk areal seluas 1 ha diperlukan masing-masing 250 kwintal dan 112,5 kwintal.



Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya



berdampak



negatif



terhadap



lingkungan



sehingga



penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat. Pengolahan waste to product merupakan pengolahan limbah menjadi bahan baku atau produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaannya, waste to product harus menerapkan prinsip-prinsip : 1. Reduce Reduce yaitu upaya mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya limbah. Dalam hal ini, diharapkan kita dapat mengurangi penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan



2. Reuse Reuse yaitu upaya penggunaan limbah untuk digunakan kembali tanpa mengalami proses pengolahan atau perubahan bentuk yang dapat dilakukan di dalam atau di luar daerah proses produksi yang bersangkutan. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini, maksudnya adalah menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku untuk membuat briket arang yang bernilai ekonomi. 3. Recycle Recycle yaitu upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang melalui pengolahan fisik atau kimia, baik untuk menghasilkan produk yang sama maupun produk yang lain yang dapat dilakukan di dalam atau di luar proses produksi yang bersangkutan. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini, maksudnya adalah mendaur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru, yaitu briket arang 4. Hemat Energi Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi briket arang terbukti mampu menghemat penggunaan energi. Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya. Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/gr. Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 (Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th 5. Eco-Efisiensi Eco-efisiensi disini maksudnya pengolahan limbah serbuk gergaji diharapkan dapat berimbas positif terhadap lingkungan. Dengan



penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja. Sebagaimana diketahui, limbah kayu adalah bahan organik yang terbentuk dari senyawa-senyawa karbon seperti hollo sellulose (sellulose dan hemi sellulose), lignin dan sedikit senyawa karbohidrat, sehingga sangat berpotensi dijadikan sumber energi. pada sesi ini pengolahan limbah padat lebih difokuskan pada proses pemanfaatannya baik secara langsung maupun setelah melalui proses daur ulang. 1.



Pemanfaatan sebagai kayu bakar Secara tradisional sejak dahulu, limbah kayu sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar di rumah-rumah tangga untuk keperluan memasak. limbah kayu berupa serpihan dapat langsung dijadikan kayu bakar, sedangkan limbah kayu berupa serbuk biasanya dijadikan bahan bakar setelah dipadatkan menjadi "angklo". Caranya, serbuk kayu setelah dikeringkan dimasukkan kedalam cetakan berupa tunggu, kemudian dipadatkan dan langsung dapat dibakar.



2. Pemanfaatan sebagai bahan baku pupuk organik Limbah kayu, terutama yang berbentuk serbuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos, setelah dicampur dengan limbah - limbah lain seperti sampah organik, daun - daunan, sisa - sisa makanan dan lumpur organik pada unit pengolahan limbah. Umumnya bahan - bahan pencampur di atas mempunyai kadar air cukup tinggi, sehingga serbuk kayu dismping berfungsi sebagai sumber karbon juga sebagai media penyerap air. Bagan pembuatan kompos dari bahan baku campuran limbah - limbah organik termasuk limbah industri perkayuan adalah seperti gambar di bawah ini. Tahap - tahap Produksi Kompos Dari Limbah Organik



Bahan baku --> fermentasi tahap I --> fermentasi tahap II --> sizing & packaging -- > kompos Pertama, campuran bahan baku ditumpuk dalam ruangan yang diberi atap agar tidak terkena hujan. Kemudian membiarkan selama sekitar 3 minggu sampai terjadi proses penguraian senyawa - senyawa komplek berantai panjang menjadi senyawa sederhana oleh mikroba yang ada didalam limbah tersebut. Selama proses fermentasi suhu akan naik sampai mencapai 70oC. Secara periodik,bahan- bahan kompos tersebut diaduk guna membebaskan panas yang tersimpan, disamping itu fungsi lainnya adalah untuk homogenisasi campuran. Proses ini disebut fermentasi tahap I. Selanjutnya kompos setengah jadi hasil tahap I dipindahkan keruangan lain untuk proses lanjutan pada fermentasi tahap II. Disini akan terjadi reaksi penyempurnaan, bahan - bahan yang belum sempat terurai pada tahap I akan didegradasi lagi. Proses tahap II berlangsung selama 2-3 minggu, dan suhunya berkisar antara 40 - 45 oC. Setelah proses komposting selesai, kompos hasil fermentasi tahap II yang banyak mengandung mikroba aktif, sebagai dicampur dengan bahan baku segar. Dengan demikian proses komposasi selanjutnya akan berlangsung lebih cepat lagi. Pada tahap pengayakan ( sizing ) dan pengemasan ( packaging ), pupuk kompos dibersihkan dari kotoran - kotoran yang mungkin masih terikut, kemudian dihaluskan sampai ukuran yang diinginkan. Produk yang sudah bersih dan halus ditimbang, selanjutnya dimasukkan ke dalam karung dan siap untuk dipasarkan. 3.



Pemanfaatan sebagai bahan baku produksi etanol Sebagaimana telah diuraikan di atas, limbah pada industri perkayuan merupakan bahan organik yang komponen utamanya adalah senyawa sellulose yang sangat berpotensi dijadikan bahan baku pada industri etanol (alkohol) substitusi bahan bakar.



Pertama, senyawa sellulose dikoversi menjadi sakarida atau gula melalui proses sakarifikasi dengan asam pekat. Padatan yang tidak terdekomposisi yaitu senyawa lignin, dipisahkan dari larutan sakarida pada unit filtrasi, selanjutnya lignin dijadikan bahan bakar padat. Asam yang terikut bersama larutan sakarida diambil pada unit rekoveri asam, kemudian dikembalikan ke tangki sakarifikasi untuk digunakan l Larutan sakarida hasil proses sakarifikasi dimana komponen utamanya adalah glukosa, selanjutnya difermentasi menjadi etanol pada bioreaktor. Air limbah ini kemudian digunakan lagi pada proses produksi setelah diolah melalui beberapa tahapan proses penetralan asam, penguraian polutan-polutan karbon organik dan senyawa-senyawa ammonia.



2.5 Persentase Limbah Hutan Budiaman (2000) menyebutkan bahwa limbah pemanenan kayu adalah kayu bulat berupa bagian batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting. Persentase limbah pemanenan kayu adalah perbandingan antara volume total limbah pemanenan kayu terhadap volume total pemanenan kayu (volume batang yang dimanfaatkan ditambah volume limbah pemanenan kayu). Pada Tabel 3 disajikan perbandingan persentase limbah pemanenan kayu pada petak tebang yang terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Matangaran et al. (2013) dan penelitian ini.



Tabel 3 menunjukkan perbandingan jumlah limbah yang terjadi pada penelitian ini dengan penelitian Matangaran et al. (2013) yang dilakukan di provinsi Kalimantan Tengah. Persentase limbah kedua penelitian ini cukup berbeda.



Persentase limbah terbesar pada penelitian Matangaran et al. (2013) berupa bagian batang bebas cabang sedangkan limbah terbesar penelitian ini berupa bagian batang atas bebas cabang. Limbah batang bebas cabang yang terdapat pada Matangaran et al. (2013) volumenya lebih besar sebab limbah yang berupa batang cacat alami (gerowong, mata kayu, bengkok) dan mekanis pada petak tebang cukup besar sedangkan pada penelitian ini limbah batang bebas cabang berupa potongan pendek akibat pecah pangkal yang disebabkan oleh kesalahan pembuatan takik rebah dan gerowong. Limbah batang atas bebas cabang yang diukur pada Matangaran et al. (2013) merupakan kayu dengan diameter≥30 cm sedangkan pada penelitian ini batang atas bebas cabang yang diukur adalah diameter≥20 cm, sehingga persentase limbah batang atas bebas cabang pada penelitian ini jumlahnya lebih besar daripada yang terdapat pada penelitian Matangaran et al. (2013). Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. 2.6 Solusi Pengurangan Limbah Solusi untuk mengurangi limbah yang terjadi pada saat penebangan, penyaradan dan angkut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efektifitas kegiatan pemanenan hutan. Tingkat efektivitas kegiatan pemananen kayu sering disebut dengan faktor eksploitasi. Menurut Dulsalam (1995), tingkat efektivitas sangat erat kaitannya dengan limbah pemanenan kayu. Semakin besar limbah pemanenan kayu maka semakin kecil faktor eksploitasi yang didapat, semakin kecil limbah pemanenan kayu maka semakin besar faktor eksploitasinya. Tingkat efektivitas merupakan perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Tingkat efektivitas didapatkan dari indeks tebang, sarad dan angkut. Indeks tebang pada penelitian ini adalah 0.61, indeks sarad adalah 0.99 dan indeks angkut dianggap 1.00. Tingkat



efektivitas yang didapatkan adalah sebesar 0.60. Nilai tingkat efektivitas pada penelitian ini adalah sebesar 0.60, angka tersebut tidak sesuai dengan angka yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan (1989) sebesar 0.7. Perlu diketahui dahulu faktor yang mempengaruhi limbah untuk meningkatkan efektivitas. Secara umum faktor yang mempengaruhi sebagai berikut : 1.Faktor alam yaitu intensitas tebangan, dimensi kayu, jenis kayu dan kerapatan tegakan 2. Faktor teknis yaitu cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik Limbah sortimen pada penelitian ini banyak disebabkan oleh pecah pada pangkal yang disebabkan oleh pembuatan takik balas dan rebah yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta pemotongan batang utama yang terlalu rendah, sehingga perlu dilakukan pengawasan oleh mandor tebang agar penebang memperhatikan teknik penebangan yang benar dan pelatihan terhadap para penebang.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Semakin besar limbah pemanenan kayu maka semakin kecil faktor eksploitasi yang didapat, semakin kecil limbah pemanenan kayu maka semakin besar faktor eksploitasinya. Tingkat efektivitas merupakan perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Perlu diketahui dahulu faktor yang mempengaruhi limbah untuk meningkatkan efektivitas. Secara umum faktor yang mempengaruhi sebagai berikut : 1.Faktor alam yaitu intensitas tebangan, dimensi kayu, jenis kayu dan kerapatan tegakan 2. Faktor teknis yaitu cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik



3.2 Saran Adapun saran yang dapat kami ajukan adalah alangkah lebih baiknya makalah ini mendapat kritik yang membangun agar dalam penyusunannya dapat lebih sempurna lagi. Dan alangkah baiknya jika isis dari makalah ini dapat dikoreksi oleh dosen pengampu agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami materi tentang Limbah Tempe ini.



DAFTAR PUSTAKA Pratiwi, 2006. Konservasi tanah dan air: pemanfaatan limbah hutan dalam Rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Bandung. Prosiding Hasil-hasil peneitian. Putri, Meta Fadina, 2013. Potensi limbah dan tingkat efektivitas penebangan pohon di hutan dataran rendah tanah kering. Skripsi . IPB Bogor. Wibisono, G. (1995), Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah domestik, Jurnal Science, vol. 27, hal. 25-34.