Makalah New Public Service-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH NEW PUBLIC SERVICE



Disusun Oleh: Nur Alfiana Aurial J Haswila Hasna Aulia putri DOSEN: Dr. Abdi , M.Pd



ILMU ADMINISTRASI NEGARA ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2023



KATA PENGANTAR



Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Manajemen pelayanan publik, dengan judul “New Public Service”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasannya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah yang kami buat ini dapata bermanfaat untuk pengetahuan kita semua.



Makassar, 20 Maret 2023



Penulis



DAFTAR ISI



Halaman Judul Kata Pengantar .......................................................................................................................i Daftar Isi ...............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan..................................................................................2 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Hakikat Pelayanan Publik..........................................................................................3 B. Pengertian Pelayanan Publik......................................................................................3 C. Pengertian Manajemen Pelayanan Publik..................................................................4 BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian New Public Service..................................................................................6 B. Konsep New Public Service di Indonesia..................................................................6 C. Dampak penerapan New Public Service di Indonesia..............................................11 D. Kendala dalam menerapkan New Public Service di Indonesia................................11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...............................................................................................................16 B. Saran.........................................................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang New Public Service lahir sebagai anti thesa dan berusaha mengkritik New Public Management, yang dianggap gagal di banyak negara. New Public Management memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Selandia Baru, dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep New Public Management karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis, maka pilihan terhadap “the New Public Service (NPS)” dapat menjanjikan suatu perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena mengorbankan waktu dan tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku. Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaan tata pemerintahan. Memang tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep administrasi lama, daripada mengarahkan, menghargai pendapat sebagaimana yang disarankan konsep New Public Service.



B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian New Public Service 2. Bagaimana konsep New Public Sevice di Indonesia 3. Bagaimana dampak penerapan New Public Service di Indonesia 4. Apa kendala dalam menerapkan New Public Service di Indonesia C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan New Public Service dan apakah Indonesia sudah menerapkan konsep New Publik Service atau belum.



BAB II KAJIAN TEORITIK A. Hakikat Pelayanan Publik Pelayanan pada hakekadnya merupakan suatu kegiatan yang terkait dengan interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi pengertian, bahwa pelayanan merupakan cara atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan orang; mengiyakan, menerima; menggunakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Istilah publik berasal dari bahasa Inggris, yaitu publikyang berarti umum, dalam pengertian yang lebih luas adalah orang banyak, amasyarakat, bahkan negara. Dalam bahasa Indonesia baku, kata publik sudah menjadi bahasa Indonesia, yangdiberi pengertian umum, orang banyak, ramai. Dalam kaitannya dengan fungsi negara yang harus melakukan upaya mensejahterakan rakyatnya, maka pelayanan publik berarti merupakan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, baik kebutuhan layanan barang, layanan jasa, maupun layanan adminisrasi. Menurut Rasyid dalam Patton, P 1998 Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. B. Pengertian Pelayanan Publik 1. Menurut Lijan Poltak S (2006:5), istilah publik berasal dari bahas Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata public sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak dan ramai. Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan di atas, maka publik dapat didefinisikan sebagai masyarakat luas atau umum. Istilah pelayanan umum di Indonesia seringkali diidentikkan dengan pelayanan publik sebagai terjemahan dari pubic service Di Indonesia, konsepsi pelayanan administrasi pemerintahan seringkali digunakan secara bersama-sama atau dipakai sebagai sinomin dari konsepsi pelayanan perizinan.



2. Menurut AG. Subarsono seperti yang dikutip oleh Agus Dwiyanto (2005:141) Pelayanan publik didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksud disini adalah warga negara yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan KTP, akta kelahiran, akta nikah, akta kematian, sertifikat. 3. Menurut Sumaryadi (2010:70-71) Secara operasional, pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu; Pertama, pelayanan publik yang diberikan tanpa memperhatikan orang perseorangan, tetapi keperluan masyarakat secara umum yang meliputi penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, pemeliharaan keamanan, dan lain sebagainya; Kedua, pelayanan yang diberikan secara orang perseorangan yang meliputi kartu penduduk dan surat-surat lainnya. 4. Menurut Mahmudi (2007: 128) Mengatakan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagi upaya, pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Menurut Moenir (2015: 26) Bahwa pelayanan umun adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya. Hakikatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masysarakat. C. Pengertian Manajemen Pelayanan Publik 1. Menurut Moenir (2008: 186) manajemen pelayanan adalah manajemen proses, yaitu sisi manajemen yang mengatur dan mengendalikan proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan dapat berjalan tertib, lancar, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak yang harus dilayani. 2. Menurut



Ratminto dan Atiksepti Winarsih (2005: 4) manajemen pelayanan



adalah suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun srencana, mengimplementasi rencana, mengkoordinasikan dan menyelesaikan aktivitasaktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan.



3. menurut Sahuri



(2017,1), manajemen



pelayanan



publik merupakan



upaya



pengelolaan sejumlah aspek dalam manajemen dalam upayan merancang, mempersiapkan atau mempersembahkan barang dan jasa kepada masyarakat serta dilakukan evaluasi dan penilaian atas kegiatan-kegiatan tersebut.



BAB III PEMBAHASAN



A.



Pengertian New Public Service New Public Service adalah paradigma yang berdasar atas konsep-konsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Peran dari pemerintah adalah mengolaborasikan nilai-nilai yang ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem nilai dalam masyarakat adalah dinamis sehingga membutuhkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan adanya New Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan dapat membantu menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan serta dalam kehidupan masyarakat. Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan kepentingan publik dan bagaimana kepentingan publik diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara. Kepentingan publik harus dirumuskan dan diimplementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis, maupun masyarakat sipil. Pandangan semacam ini yang menjadikan paradigma New Public Service disebut juga sebagai paradigma Governance. Teori Governance berpandangan bahwa negara atau pemerintah diera global tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya institusi atau aktor yang mampu secara efisien, ekonomis dan adil menyediakan berbagai bentuk pelayanan publik sehingga paradigma governance memandang penting kemitraan (partnership) dan jaringan (networking) antar banyak stakelholder dalam penyelengaaraan urusan publik.



B.



Konsep New Public Service di Indonesia DiIndonesiasendiri penerapan New Public Service sudah sangat lama dibicarakan dan berusaha untuk direalisasikan, namun dalam kenyataannya masih terkendala banyak hal dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Menurut R Nugroho Dwijowiyoto (2001), kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut : 1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil.



Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku (birokrasi lama). 2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat. Birokrasi di Indonesia sangatlah Commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman masa kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan. Selain itu dengan posisinya yang strategis, birokrasi di Indonesia tak bisa menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu: a. Buruknya pelayanan public b. Besarnya angka kebocoran anggaran Negara c. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS d. Sulitnya pelaksanaa koordinasi antar instansi e. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual masalah lainnya. f. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, ekslusif, kaku, dan terlalu dominan sehingga hampir seluruh masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi. (birokrasi lama). g. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berprespektif harus dihormati oleh rakyat. Jika kita lihat dari pendapat R. Nugroho Dwijowiyoto penerapan New Public Service masihlah belum terlaksana karena masih banyaknya masalah-masalah yang masih perlu dibenahi sehingga menghambat proses penerapan konsep New Public Service ini. Kemudian jika mengacu kepada prinsip-prinsip dari New Public Service itu sendiri ada beberapa berinsip yang masih belum terpenuhi. Berikut beberapa prinsip yang belum terpenuhi dan juga kendala yang dihadapi :



1. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest) New Publik Service berpandangan aparatur negara bukan aktor utama dalam merumuskan apa yang menjadi kepentingan publik. Administrator publik adalah aktor penting dalam sistem kepemerintahan yang lebih luas yang terdiri dari warga negara, kelompok, wakil rakyat, dan lembaga-lembaga lainnya. Administrator



negara



mempunyai



peran



membantu



warga



negara



mengartikulasikan kepentingan publik. Warga negara diberi suatu pilihan di setiap tahapan proses kepemerintahan, bukan hanya dilibatkan pada saat pemilihan umum. Administrator publik berkewajiban memfasilitasi forum bagi terjadinya dialog publik. Argumen ini berpengaruh terhadap peran dan tanggung jawab administrasi publik yang tidak hanya berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan ekonomis tapi juga nilainilai yang menjadi manifestasi kepentingan publik seperti kejujuran ,keadilan, kemanusiaan, dan sebagainya. Namun pada kenyataannya para pelayan publik masih belum mengutamakan kepentingan publik. Sebagai contoh misalnya dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, penyelenggara layanan secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut) dan mengakibatkan pelayanan umum tidak ada kepastian sehingga menimbulkan masyarakat tak nyaman dan menghilangkan rasa kepercayaan terhadap pelayan publik. . 2. Kewarganegaraan Lebih Berharga dari Kewirausahaan (Value Citizenshipover Entrepreuneurship) New Publik Service memandang keterlibatan citizen dalam proses administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh semangat wirausaha. New Publik Service berargumen kepentingan publik akan lebih baik bila dirumuskan dan dikembangkan oleh aparatur negara bersama-sama dengan warga negara yang punya komitmen untuk memberi sumbangan berarti pada kehidupan bersama daripada oleh manajer berjiwa wirausaha yang bertindak seolah uang dan kekayaan publik itu milik mereka.



Tak jarang proses pelayanan dijadikan lahan untuk meraup keuntungan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang penyelenggara layanan meminta imbalan uang dan sebagainya atas pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma) karena merupakan tanggung jawabnya. Seorang pejabat atau penyelenggara layanan menggelapkan uang negara, perusahaan (negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan kepada masyarakat secara baik.



3. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act Democratically) Ide utama prinsip ini adalah bahwa kebijakan dan program untuk menjawab kebutuhan publik akan dapat efektif dan responsif apabila dikelola melalui usaha kolektif dan proses kolaboratif. Prinsip ini berkaitan dengan bagaimana administrasi publik menerjemahkan atau mengimplementasikan kebijakan publik sebagai manifestasi dari kepentingan publik. Fokus utama implementasi dalam New Publik Service pada keterlibatan Citizen dan pembangunan komunitas (community building). Keterlibatan Citizen dilihat sebagai bagian yang harus ada dalam implementasi kebijakan dalam sistem demokrasi. Keterlibatan disini mencakup keseluruhan tahapan perumusan dan proses implementasi kebijakan. Melalui proses ini, warga negara merasa terlibat dalam proses kepemerintahan bukan hanya menuntut pemerintah untuk memuaskan kepentingannya. Organisasi menjadi ruang publik dimana manusia (citizen dan administrator) dengan perspektif yang berbeda bertindak bersama demi kebaikan publik. Interaksi dan keterlibatan dengan warga negara ini yang memberi tujuan dan makna pada pelayanan publik. 4. Tahu kalau Akuntabilitas bukan Hal yang Sederhana (Recognize that Accountability is not Simple) Aparatur publik harus tidak hanya mengutamakan kepentingan pasar, mereka harus juga mengutamakan ketaatan pada konstitusi, hukum, nilai masyarakat, nilai politik, standard profesional, dan kepentingan warga negara. Menurut New Publik Service, efisiensi, efektivitas, dan kepuasan customer penting, tapi administrasi publik



juga harus mempertanggung jawabkan kinerjanya dari sisi etika, prinsip demokrasi, dan kepentingan publik. Administrator publik bukan wirausaha atas bisnisnya sendiri dimana konsekuensi ataupun kegagalan akibat keputusan yang diambilnya akan ditanggungnya sendiri. Resiko atas kegagalan suatu implementasi kebijakan publik akan ditanggung semua warga masyarakat. Karena itu akuntabilitas administrasi publik bersifat komplek dan multifacet atau banyak dimensi seperti pertanggung jawaban profesional, legal, politis, dan demokratis. Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat apalagi di daerah-daerah masihlah sangat kurang, banyak masyarakat yang tidak mengetahui transparansi dari setiap kegiatan maupun laporan keuangan yang ada di daerahnya. Hal ini mencerminkan bahwa akuntabilitas pemerintah dalam hal demokrasi masih belum terpenuhi 5. Melayani Warga Negara, bukan Customer (Serve Citizens, not Customers) New Publik Service memandang publik sebagai “citizen”atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. Tidak hanya sebagai customer yang dilihat dari kemampuannya membeli atau membayar produk atau jasa. Citizen adalah penerima dan pengguna pelayanan publik yang disediakan pemerintah dan sekaligus juga subyek dari berbagai kewajiban publik seperti mematuhi peraturan perundang-undangan, membayar pajak, membela negara, dan sebagainya. New Publik Service melihat publik sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban dalam komunitas yang lebih luas. Adanya unsur paksaan dalam mematuhi kewajiban publik menjadikan relasi negara dan publik tidak bersifat sukarela. Karena itu, abdi negara tidak hanya responsif terhadap “customer”, tapi juga fokus pada pemenuhan hak-hak publik serta upaya membangun hubungan kepercayaan (trust) dan kolaborasi dengan warga negara. Hal diatas masihlah belum terlaksana dengan baik karena kadangkala ditemui adanya pelayanan publik yang mendahulukan pelayanan terhadap pihak yang mempunyai kedudukan ataupun masyarakat yang menggunakan uang untuk mempercepat proses dari pelayanan tersebut. Misalnya pembuatan KTP, agar prosesnya cepat selesai maka seseorang membayar si pelayan public tersebut sedangkan seseorang yang tidak membayar dilayani dengan wajar dan kadang



cenderung diundur-undur. Hal ini menunjukan bahwa proses pelayanan masih mengikuti kemampuan seseorang untuk membeli atau membayar suatu produk jasa.



C. Dampak Penerapan New Public Service di Indonesia Dampak penerapan New Public Service di Indonesia juga memberikan dampak yaitu adanya kesadaran dalam peranan negara yang sebenarnya. Tidak lagi otoriter maupun masih memilih siapa yang berhak mendapatkan pelayanan dari Negara. Dalam konteks kekinian praktek Administrasi Publik di Indonesia telah mengarah pada prinsip-prinsip paradigma New Public Service. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kebijakan public yang berpola bottom up, yaitu alur pengambilan keputusan ditetapkan secara berjenjang mulai dari level struktur yang paling bawah atau masyarakat, yang kemudian menjadi dasar keputusan struktur teratas. Pada pola bottom up menunjukkan kecenderungan bahwa pada dasarnya pemerintah menganggap masyarakat sebagai warga Negara atau pemilik sah pemerintahan bukan sebagai pelanggan atau pembeli. Pengaruh paradigma New Public Service ini memberikan wawasan baru bahwa Negara seharusnya memberikan pelayanan public bagi semua warga Negara. Hal inilah yang mendorong administrasi publik di Indonesia untuk menerapkan paradigma tersebut yang menerapkan pelayanan kepada setiap warga negara di Indonesia serta memberi kemudahan dengan adanya program-program yang diselenggarakan pemerintah untuk datang memberi pelayanan pada warga negara yang menjangkau segala pelosok daerah. Dari adanya program-program tersebut sebagai bukti bahwa paradigma New Public Service telah memberi pemikiran baru dalam cara memerintah sebuah negara. New Public Service adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba



menutupi



(cover)



kelemahan-kelemahan



paradigma



Old



Public



Administration dan New Public Management



D. Kendala Dalam Menerapkan New Public Service Permasalahan Administrasi Publik di Indonesia Administrasi publik dalam perkembangannya di Indonesia telah melalui beberapa tahap, mulai dari masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, orde baru,dan masa reformasi tahun 1998 sampai



dengan sekarang. Sebagai salah satu negara yang ada di dunia tentunya Indonesia juga merupakan bagiansistem pelaksanaan administrasi global, yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan kontradiksi dan saling hubungan antar sesama bangsa di dunia. Dan Indonesia pun saat ini mulai mengadopsi sistem administrasi dengan paradigma yang palig baru yaitu New Publik Service. Hanya saja banyak permasalahan administrasi yang terjadi di Indonesia antara lain. 1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal) Dalam mengadopsi sistem administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung diterapkan di sebuah negara atau daerah, karena pasti budaya setempat mempengaruhi dengan kuat ketika akan mempraktekkannya. New Publik Service atau good governance sulit untuk di terapkan di Indonesia, karena budaya masyarakat Indonesia yang biasa melayani kepentingan penguasa, maka aparatur yang seharusnya melayani warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta dilayani, dan masyarakat pun dengan senang hati melayani kepentingan atau kemauan penguasa dalam hal pengurusan permasalahan administrasi pemerintahan. Budaya asal bapak senang, budaya kroonisme/nepotisme, tidak bisa di pisahkan dalam pelaksanaan administrasi, rasa kekeluargaan di Indonesia sangat kuat, apabila ada saudara, famili, atau tetangga yang mempunyai wewenang untuk melakukan proses pengurusan administrasi pemerintahan, pastilah kita minta bantuannya dan otomatis famili atau keluarga tersebut akan mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang lainnya. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status quo) membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi pelayan public menuju New Public Service ini. Ketidakinginan untuk merubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Reformasi birokrasi tidakdapat terlaksana secara optimal karena belum menyentuh hal yang paling mendasar yaitu “kultur”. Selama ini reformasi birokrasi hanya menyangkut hal – hal yang menyangkut kelembagaan, tata laksana, serta sumber daya manusia yang masih terbatas pada tataran pendidikan dan pelatihan. Sebuah kultur atau budaya birokrasi dapat dipandang sebagai produk pengalaman



antara nalar dan emosi. Kultur birokrasi hanya dapat tumbuh karena orang mengalami realitas pemerintah birokratis. Pengalaman inilah yang melahirkan seperangkat komitmen emosional yang tanpa disadari membentuk gagasan – gagasan serta sikap model mentalitas birokrat sejati. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam implementasi penerapan New Public Service di Indonesia secara menyeluruh.



2. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah dalam rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun hanya daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh, Kaltim, dsb) yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan kekayaannya, atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. Dalam perkembangannya otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung, dimana kepala daerah merupakan jabatan politis yang dicalonkan oleh partai, sehingga unsur politis tidak akan pernah lepas dari corak dan gaya kepemimpinannya. Administrator daerah dalam hal ini kepala daerah sebagai jabatan politis maka akan banyak kepentingan politis yang lebih mempengaruhi dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Ini bisa terlihat setiap ada pergantian kepala daerah, maka pasti akan diikuti oleh pergantian pejabat eselon yang ada, tanpa alasan yang jelas hampir semua pejabat diganti, dengan alasan menempatkan orang yang loyal, dan ini menyebabkan pejabat eselon juga menjadi mandul, tidak kritis terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, karena takut jabatannya di copot. Kemudian bisa di pastikan ada kesepakatan-kesepakatan politik antara kepala daerah terpilih dengan partai yang mencalonkannya, minimal pada pembagian proyek-proyek daerah. Dan masih banyak yang lainnya. Dapat kita simpulkan bahwa permasalahan yang ada di Indonesia dalam pelaksanaan administrasi publik, secara garis besar adalah pengaruh budaya lokal yang tidak bisa bertransformasi langsung dengan baik terhadap konsepkonsep yang kita ambil dari luar, oleh karena itu, kita masih membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perubahan budaya ke arah yang lebih baik. Kemudian yang kedua adalah politisasi dalam pelaksanaan administrasi publik yang sangat kental dan pengaruh politik ini bisaa menjadi dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi administrasi publik belum bisa melepaskan diri



dari ranah politik maka kebijakan publik pun tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik. 3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti buta saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam labirin. Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku (SOPStandart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang. Padahal, ini sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang strategis. Misalnya perihal pengurusan administrasi kependudukan, seperti KTP, Sertifikat Tanah, Paspor, atau Surat Nikah. Akibatnya, informasi yang sampai ke masyarakat umum menjadi terbatas dan terkesan simpang-siur. Banyak masyarakat yang tidak tahu mengenai prosedur baku (SOP-Standart Operating Procedure) suatu layanan. Celakanya, hal inlantas dimanfaatkan oleh segelintir oknum tidak bertanggung jawab atau orangorang oportunis yang duduk di birokrasi, untuk menjalankan “aksi”-nya demi keuntungan pribadi. 4. Kinerja Pegawai Rendah Sudah jadi rahasia umum kan, kalau etos kerja pegawai pelayanan publik kita buruk. Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi bagi pegawai yang berkinerja buruk. Ya, disini kita sedang membicarakan tentang tidak ramah saat memberikan pelayanan, tidak tepat waktu, lambat, kebanyakan ngobrol, sering bolos kantor untuk belanja di pasar, dan lain sebagainya. Jadi bagaimana pelayanan publik bisa maksimal kalau pegawai-nya tidak disipilin, berkinerja rendah, dan tidak takut berbuat kesalahan karena tidak adanya sanksi yang tegas. Sebagai contoh mudah, soal sering ngaret-nya jam buka pos pelayanan (apapun itu), yang mengakibatkan antrean panjang. Masyarakat jadi korban.Persoalan pelayanan publik di Indonesia secara singkat dapat dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu : 1. Paradigma pelayanan publik dan mentalitas aparat Aturan dan regulasi yang ada sebenarnya sudah meneguhkan tanggung jawab Negara dalam memberi pelayanan, namun ironisnya banyak ditemukan kasus yang menggambarkan buruknya pelayanan public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan paradigma dari aparat



pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih rules-driven atau berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan kepuasan masyarakat. Setiap aparat harusnya memahami esensi dari pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat. 2. Kualitas pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang tanpa diskriminasi belum diberikan dengan kualitas yang memadai. Selain itu, pelayanan publik yang disediakan umumnya terbatas, misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan sarana tidak memadai dan tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh keterbatasan SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah, APBD lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan pembangunan. 3. Belum ada regulasi yang memadai Regulasi yang ada belum mampu meyakinkan bahwa kewajiban Negara semestinya diiringi dengan kemampuan member pelayanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses pemberian layanan belum optimal, meski terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dengan demikian dari paradigma the new public service yang dipaparkan diatas, penulis berpendapat bahwa semua ini menekankan pada partisipasi warga negara dalam merumuskan program-program layanan publik yang berpihak pada kebutuhan warga negara, memiliki hak yang sama, memberi ruang bagi partisipasi publik dan transparansi para penyedia layanan dalam menghadapi warga negara, akuntabilitas sesuai dengan program, norma dan implementasi yang dijalankan lembaga birokrasi selama ini. Paradigma pelayanan publik minimal yang harus diterapakan provider kepada user adalah akumulasi berbagai program yang berorientasi pada pilihan sekaligus suara publik sebagai cerminan dari perjuangan yang digalakkan pemerintah menuju paradigma pelayanan publik yang mau mendengar suara warga negara sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan setiap kebijakan pelayanan publik, termasuk didalamnya pelayanan KTP, Akte Kelahiran, IMB, dan sejenisnya. Hingga saat ini Indonesia sudah mulai mengadopsi konsep New Public Service. Namun hanya saja dalam pelaksanaanya masih dihadapkan dengan berbagai macam kendala, yaitu : 1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal) 2. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah dalam rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun hanya daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh, Kaltim, dsb) yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan kekayaannya, atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. 3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti buta saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam labirin. Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku (SOPStandart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang. Padahal, ini sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang strategis. Misalnya perihal



pengurusan administrasi kependudukan, seperti KTP, Sertifikat Tanah, Paspor, atau Surat Nikah. 4. Kinerja Pegawai Rendah Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, Attitude dalam memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi bagi pegawai yang berkinerja buruk. B. Saran Dinamisnya kondisi birokrasi di Indonesia membuat penanganan masingmasing wilayah berbeda, namun pemerintah bisa memaksakan konsep New Public Service di birokrasi Indonesia melalui peraturan yang mengikat. New Public Service dirasa sesuai diterapkan di Indonesia karena, dengan beragamnya kondisi birokrasi di Indonesia maka diperlukan penerapan bersama-sama konsep New Public Service ini. Dengan penerapan New Public Service oleh pemerintah, maka birokrat Indonesia akan dipaksa merubah pola pikir yang



selama ini selalu ingin dihormati dan



sewenang-wenang terhadap warga menjadi sikap yang melayani masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA https://perspektif.bdkpalembang.id/index.php/perspektif/article/download/15/13 http://repository.uin-suska.ac.id/13155/7/7.%20BAB%20II_2018385ADN.pdf https://osf.io/35tgj/download/?format=pdf https://stia-saidperintah.e-journal.id/ppj/article/download/39/47/ http://repository.stei.ac.id/1953/5/NASKAH%20PUBLIKASI%20SKRIPSI%20bahasa%20df https://news.detik.com/opini/d-1273191/penerapan-new-public-management-di-indonesia-