Makalah Oral Medicine [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ORAL MEDICINE II TUTORIAL SKENARIO KASUS II



COLOR CHANGES



DISUSUN OLEH : KELOMPOK I Wahyu Septian (8381) Reina Parardhya (8406) Winadi Suryanata (8397) Amira Fadhyla (8420) Meliana Ganda W (8413) Dyaning Meita (8434) Monika Denta (8427) Aulia Robbian (8448) Setyaningsih (8441) Osa Amila Hafiyyah (8464) Maria Felicitas Ajeng (8473) Sabdayana (8480) Galih Puspitaningrum (8493) Dian Novita (8408) Amadea Winata (8531) Bonafius Primario (8552) Annisa Nabila (8555) Nadia Dwi Widya (8592)



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012



ABSTRACT



Wanita berusia 45 tahun mengeluh kesulitan makan karena pengecapan terganggu. Terdapat gejala mulut terasa terbakar, kesemutan pada rahang, lidah dan pipi terasa nyeri, mudah lelah, mudah lupa dan sulit menjawab pertanyaan sederhana. Pada pemeriksaan intraoral tampak pipi dan lidah lebih merah, mukosa pucat, bibir kering, permukaan dorsal dan laretal lidah tampak halus, hiperaemia dan terasa nyeri. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan warna lesi, yaitu lesi merah. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya anemia megaloblastik pernisiosa. Dari data tersebut, dapat ditegakkan final diagnosis yaitu lesi merah sebagai manifestasi penyakit sistemik anemia megaloblastik pernisiosa. Lesi merah merupakan salah satu lesi yang dikategorikan berdasarkan warnanya dan merupakan penampakan klinis dari penyakit sistemik. Contoh lesi merah yaitu atrofi glositis dan median rhomboid glositis. Sedangkan anemia megaloblastik pernisiosa yaitu anemia yang disebabkan karena defisiensi vitamin B12 yang menimbulkan gejala mudah lelah, mudah lupa, dan sensasi mulut terbakar. Terapi untuk pasien sangat penting dilakukan, meliputi pemberian vitamin B12, kontrol plak, pemberian edukasi kesehatan gigi, upaya mengurangi konsumsi alcohol dan tembakau. Kata kunci : perubahan warna, lesi merah, anemia megaloblastik pernesiosa Keywords : color changes, red lesion, megaloblastic anemic pernisiosa



BAB I PENDAHULUAN Tidak sedikit permasalah yang terjadi di rongga mulut, baik permasalahan pada gigi geligi maupun pada mukosa mulut. Salah satu permasalahan yang sering terjadi di rongga mulut adalah adanya lesi yang terjadi di mukosa mulut. Pada kenyataannya, lesi sendiri memiliki banyak variasi berdasarkan warna, morfologi dan tipe. Setiap lesi merupakan tanda dan gejala dari suatu penyakit sistemik lain, sehingga identifikasi mendalam diperlukan sebagai upaya penegakan diagnosis yang tepat. Berdasarkan warnanya, lesi dapat dibedakan menjadi lesi berwarna merah, berwarna putih, berpigmen, berwarna kuning, biru, maupun ungu. Morfologinya dapat berupa macular, popular, maupun nodular. Sedangkan berdasarkan tipe, lesi dapat berupa lesi primer maupun sekunder. Makna dari lesi mukosa mulut tidak sebatas kelainan yang ada pada rongga mulut, namun dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit sistemik. Dengan kata lain, penyakit sistemik dapat dideteksi dengan identifikasi teliti pada lesi rongga mulut. Pada kasus disebutkan seorang wanita mengalami perubahan warna pada pipi dan lidah menjadi lebih merah. Perubahan ini dapat dikategorikan sebagai lesi merah. Selain hal tersebut, beberapa tanda dan gejala lain ikut menyertai, yaitu permukaan dorsal dan lateral lidah pasien tampak halus, hiperaemia, dan nyeri, mulut pasien terasa terbakar dan mudah merasa lelah. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah pasien juga dilakukan guna menegakkan diagnosis. Hasil pemeriksaan klinis dan penunjang ini mengarah pada diagnosis lesi merah yang merupakan manifestasi oral dari penyakit sistemik anemia megaloblastik.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan warnanya, lesi dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : 1. HEREDITARY WHITE LESIONS 



Leukoedema Leukoedema adalah suatu variasi mukosa yang umum dan berkaitan dengan orang-orang berkulit gelap, tetapi kadang-kadang dijumpai pada orang-orang berkulit putih. Insidensi leukoedema cenderung meningkat dengan bertambahnya usia dan 50% dari anak-anak kulit hitam dan 92% orang dewasa kulit hitam menderitanya. Leukoedema biasanya dijumpai bilateral pada mukosa pipi sebagai suatu film tipis yang opak, putih atau abu-abu. Mukosa bibir dan palatum lunak adalah tempat kejadian yang kurang umum. Leukoedema seringkali pucat dan sulit dilihat. Menonjolnya lesi berhubungan dengan derajat pigmentasi melanin dibawahnya, derajat kebersihan mulut, dan banyaknya merokok. Pemeriksaan yang cermat dari leukoedema menunjukkan garis-garis putih halus, kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan jaringan yang menumpuk. Tepi-tepi lesi tidak teratur dan difus; lesi tersebut memudar ke jaringan di sekitarnya sehingga sulit untuk menentukan dimana lesinya mulai dan berakhir. Diagnosis didapat dengan cara meregang mukosanya, menyebabkan tampak putih hilang sama sekali dalam beberapa kasus. Menggosok lesi tidak akan menghilangkannya. Etiologi leukoedema tidak diketahui. Tidak ada komplikasi-komplikasi serius yang dikaitkan dengan lesi ini, juga tidak ada perawatan yang diperlukan.







White Sponge Nevus (Familial White Folded Dysplasia) White sponge nevus adalah kelainan yang relatif tidak umum, yang biasanya dijumpai pada waktu lahir atau pada anak kecil, tetapi menetap seumur hidup. Ditandai oleh lesi-lesi mukosa yang tanpa gejala, putih, berkerut dan seperti busa. Seringkali lesinya memperlihatkan pola gelombang yang simetris. Lokasi yang paling umum adalah di mukosa pipi, bilateral dan selanjutnya di mukosa bibir, lingir alveolar dan dasar mulut. Keadaan ini dapat mengenai seluruh mukosa mulut atau didistribusikan secara unilateral sebagai bercak-bercak putih tertentu. Tepi gusi dan dorsal lidah hampir tidak pernah terkena, meskipun palatum lunak dan ventral lidah umum terlibat. Ukuran lesinya bervariasi dari satu pasien ke pasien lain dan dari waktu ke waktu. White sponge nevus tidak menunjukkan predileksi ras, jenis kelamin; tetapi karena pola transmisi dominan autosomal dari keadaan ini, maka banyak anggota keluarga dapat menderita kelainan tersebut. Daerahdaerah mukosa ekstraoral yang dapat terlibat adalah rongga hidung, esofagus, larings, vagina dan rektum. Lesi-lesi kulit yang timbul bersamanya bisa memastikan diagnosisnya. Penyebabnya dihubungkan dengan cacat pada kematangan epitel dan eksfoliasi. Tidak ada perawatan yang diperlukan dan lesi tersebut sama sekali tidak berbahaya.







Hereditary Benign Intraepithelial Dyskeratosis Herediter



diskeratosis



intraepitel



jinak



(HBID),



juga



dikenal sebagai penyakit Witkop, adalah gangguan dominan autosomal yang jarang terjadi yang ditandai dengan lesi oral dan plak limbus konjungtiva bilateral. Kondisi ini dicatat secara khusus dalam triracial isolat putih, asli Amerika, dan Afrika Amerika dan keturunan mereka di daerah Halifax, North Carolina. Daerah intraoral lainnya termasuk dasar mulut, lateral lidah, gingiva, dan langit-langit mulut. Lesi oral umumnya terdeteksi pada tahun pertama kehidupan dan secara bertahap intensitasnya meningkat sampai remaja. Yang paling signifikan aspek HBID melibatkan konjungtiva bulbar, di



mana tebal, plak agar-agar, berbusa, dan buram terbentuk berdekatan dengan kornea. Manifestasi lesi okuler sangat awal dalam hidup (biasanya dalam tahun pertama). Beberapa pasien menunjukkan kekambuhan iritasi kronis mata dan fotofobia. Plak mungkin menunjukkan musiman menonjol, dengan banyak pasien melaporkan lesi terjadi pada musim semi dan regresi selama musim panas. Beberapa kasus kebutaan karena vaskularisasi kornea mengikuti HBID telah dilaporkan. Gambaran histopatologis dari HBID meliputi karakteristik, dan gambaran epitel ditandai dengan penebalan produksi parakeratin dari spinosum lapisan dan adanya berbagai dyskeratotic sel. Ultra temuan pada pasien dengan HBID mengungkapkan kehadiran tubuh vesikuler banyak belum matang sel dyskeratotic, tonofilaments padat dalam sitoplasma sel-sel, dan hilangnya sel diskeratotic matang 



Dyskeratosis Congenita Dyskeratosis congenita, sebuah genodermatosis resesif warisan, adalah tidak biasa karena tingginya insiden kanker mulut pada orang dewasa. Ini adalah gangguan terkait-X langka yang ditandai oleh serangkaian perubahan mulut yang pada akhirnya mengarah ke leukoplakic atrofik mukosa mulut, dengan lidah dan pipi yang paling parah. Perubahan dapat diamati juga dengan adanya dystrophi kuku dan hiperpigmentasi. Reticulated menonjol dari kulit wajah, leher, dan dada. Banyak kasus juga menunjukkan



perubahan



hematologi



termasuk



pansitopenia,



hipersplenisme, dan aplastik atau Fanconi anemia (yaitu, anemia warisan yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memperbaiki asam deoksiribonukleat [DNA] cacat, yang mengarah ke frekuensi tinggi dari leukemia dan limfoma). Lesi mulut dimulai sebelum usia 10 tahun sebagai vesikel dengan patch terkait ulserasi putih mukosa nekrotik sering terinfeksi Candida. Perubahan Erythroplakic dan distrofi kuku mengikuti, dengan lesi leukoplaki dan karsinoma supervening pada lesi oral di masa dewasa awal.



2. REACTIVE/INFLAMMATORY WHITE LESIONS 



Linea Alba (White Line) Linea alba adalah lapisan horisontal pada mukosa bukal setinggi dataran oklusal yang membentang dari komisura sampai gigi molar terakhir. Lesi ini terkait karena adanya tekanan, iritasi friksional ataupun trauma dari aspek fasial gigi. Lesi ini biasanya bilateral, lebih menyolok pada individu dengan overjet yang mereduksi pada gigi posterior. Tidak ada treatment untuk lesi ini, dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya pada beberapa individu.







Frictional (Traumatic) Keratosis Didefinisikan sebagai plak putih dengan permukaan yang kasar, yang terkait dengan iritasi mekanis dan akan sembuh apbila iritan dihilangkan. Lesi



ini



menyerupai



leukoplakia displastik, sehingga diperlukan



pemeriksaan serta biopsi yang teliti untuk lesi ini. Secara histologis, lesi ini bervariasi dalam derajat hiperkeratosis dan akantosis. Beberapa lesi mirip dengan kalus pada kulit. Lesi ini tidak pernah dilaporkan berubah menjadi



keganasan



atau



malignansi.



Frictional



keratosis



kadang



berhubungan dengan gigi tiruan yang kasar dan tidak sesuai. Perawatan untuk lesi ini adalah dengan menghilangkan iritan yang menjadi penyebabnya, dan kemudian akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu. 



Cheek Chewing Lesi putih dalam mulut dapat disebabkan oleh iritasi kronis akibat menyedot, menggigit dan mengunyah. Akibatnya, area yang terkena akan menjadi lebih tebal,tergores dan pucat dibanding area sekitarnya. Cheek chewing biasa terdapat pada orang yang mengalami tekanan atau stres dan psikologis sehingga menjadi habit atau kebiasaan. Lesi akibat cheek chewing kadang dapat disalah pahami sebagai lesi dermatologis yang mengenai mukosa oral, sehingga sering mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam dignosis. Kebiasaan mengunyah atau



chewing yang



kronis, yang dilakukan pada area mukosa labial dan lateral lidah dapat



ditemukan bersamaan dengan lesi cheek chewing atau menyebabkan lesi yang terisolasi. Lesi cheek chewing biasa ditemukan bilateral pada area mukosa bukal posterior sepanjang dataran oklusal. Lesi ini dalah patch putih dengan batas tidak tegas yang kadang bercampur dengan area eritema ataupun ulserasi. Lesi ini, prevalensinya dua kali lebih banyak pada wanita dan tiga kali lebih banyak pada usia diatas 35 tahun. Gambaran histologisnya jelas, dengan asanya hiperparakeratosis dan akantosis. Permukaan keratinnya biasanya kasar yang akan mendukung terjadinya adhesi koloni bakteri. Ketika lesi ditemukan di lateral lidah, gambaran



klinis



dan



histomorfologinya



menyerupai



oral



hairy



leukoplakia. Karena lesi ini diakibatkan adanya kebiasaan buruk, maka tidak ada perawatan yang diindikasikan. Akan tetapi, jika kebiasaan buruk ini tetap berlanjut, maka plastic occlusal night guard dapat disarankan. Diferensial diagnosis untuk lesi ini ialah chemical burns dan candidiasis. 



Chemical Injuries of the Oral Mucosa Lesi putih non-keratosis transien pada mukosa oral sering ditimbulkan akibat injuri kimiawi yang diakibatkan berbagai agen yang berada di rongga mulut dalam jangka waktu yang panjang, seperti aspirin, perak nitrat, formocresol, sodium hipoklorit, parafolmaldehid, varnish kavitas gigi, material etsa dan hidrogen peroksida. Lesi-lesi ini berhubungan dengan pembentukan pseudomembran superfisial yang terdiri dari jaringan nekrosis dan eksudat inflamatorik. Aspirin Burn. Aspirin adalah sumber yang umum, yang mengakibatkan rasa terbakar di dalam mulut. Biasanya, jaringan akan rusak ketika aspirin berada dalam area lipatan mukobukal untuk jangka waktu yang lama, yang biasa digunakan untuk mengurangi nyeri dental. Perak Nitrat. Perak nitrat biasa digunakan oleh praktisi medis sebagai agen kimiawi dalam perawatan ulser apthousa. Perak nitrat akan mengurangi gejala secara cepat dengan cara membakar ujung saraf pada ulser tersebut. Akan tetapi, perak nitrat akan menghancurkan jaringan di



sekitar area pemakaian dan mungkin mengakibatkan penyembuhan yang tertunda ataupun nekrosis berat pada area pemakaian. Hidrogen Peroksida. Hidrogen peroksida biasa digunakan sebagai obat cuci mulut untuk pencegahan penyakit periodontal. Pada konsentrasi 3 %, hidrogen peroksida berhubungan dengan nekrosis epitel. Sodium Hipoklorit. Sodium hipoklorit,atau dental bleaching biasa digunakan sebagai irigasi saluran akar dan dapat menyebabkan ulserasi yang serius jika berkontak dengan jaringan lunak rongga mulut. Pasta Gigi dan Mouthwash. Suatu reaksi hipersensitivitas yang tidak biasa dengan ulserasi yang parah dan pengelupasan mukosa telah dilaporkan akibat pasta gigi dengan rasa cinnamon. Akan tetapi, lesi ini mungkin ada karena reaksi sensitivitas atau alergi karena kandungan aldehid cinnamon dalam pasta gigi. Reaksi ini nampak amat mirip dengan reaksi yang diakibatkan agen lain seperti aspirin dan hidrogen peroksida. Perasaan terbakar pada mulut, bibit dan lidah ditemukan pada pasein yang menggunakan mouthwash yang mengandung alkohol dan klorheksidin. Rasa terbakar pada mulut yang tidak biasa pada mukosa mastikatori akibat ingesti buah segar berlebih



dan penggunaan mouthwash yang terlalu



banyak juga telah dilaporkan. Pengobatan paling baik pada rasa terbakar dalam mulut adalah pencegahan. Anak-anak harus diawasi dalam penggunaan aspirin untk mencegah retensi berlebih dalam rongga mulut anak. Penggunaan rubber dam yang tepat selama perawatan endodontik juga akan mencegah resiko terjadinya rasa terbakar pada mulut. 



Actinic Keratosis Actinic Keratosis merupakan lesi epitel pre-maligna yang dihubungkan dengan keadaan tubuh terpapar sinar ultraviolet dalam jangka waktu yang lama. Lesi ini sering ditemukan pada vermillion border bibir bawah dan bagian kulit lain yang sering terpapar sinar ultraviolet. Sebagian kecil lesi ini berpotensi menjadi karsinoma sel squamosa. Penampakan klinis lesi berupa plak putih, bentuk oval dengan diameter lebih dari 1 cm, terasa keras dan kasar. Secara histopatologi, terlihat



permukaan epitel yang atropik, dengan perubahan basofilik amorfus homogen pada kolagen di lamina propia. Perawatan untuk actinic keratosis adalah dengan pembedahan. Selain itu, dapat digunakan agen kemoterapetik, misalnya 5-fluorouracil secara topikal.







Smokeless Tobacco–Induced Keratosis Lesi ini muncul pada orang yang memiliki kebiasaan mengunyah daun tembakau, dan ditemukan pada area mulut yang sering terpapar tembakau. Lesi ini merupakan lesi pre-kanker, namun memiliki resiko kecil untuk mengalami keganasan. Lesi ini sering ditemukan pada daerah vestibulum mandibula anterior dan posterior, permukaan mukosa terlihat putih dan bergranular. Pada beberapa kasus disertai dengan resesi gingiva dan kerusakan jaringan periodontal. Secara histopatologi, epitel mengalami hiperkeratosis dan penebalan. Perawatan untuk lesi ini adalah melalui cara biopsi dan menghentikan kebiasaan mengunyah daun tembakau untuk menghindari resiko keganasan.







Nicotine Stomatitis Nicotine stomatitis merupaka lesi spesifik yang sering ditemukan pada palatum keras dan palatum lunak seorang perokok. Lesi ditemukan pada area yang sering terpapar panasnya asap rokok di dalam mulut. Namun, lesi ini memiliki resiko kecil untuk mengalami malignansi atau keganasan. Penampakan klinis lesi ini adalah mukosa palatum berwarna abu-abu atau putih. Kadang ditemukan juga papula-papula kecil dengan puncak berwarna merah, yang menandai adanya inflamasi dan metaplasi saluran kelenjar salivarius minor. Secara histopatologi, permukaan epitel mengalami hiperkeratosis dan akantosis, disertai metaplasi squamosa dan hiperplasia pada saluran kelenjar salivarius minor. Perawatan untuk lesi ini adalah dengan biopsi, dan menghentikan kebiasaan merokok.







Sanguinaria-Induced Leukoplakia Ekstrak sanguniaria digunakan sebagai bahan adisi pada obat kumur dan pasta gigi. Ternyata, ekstrak sanguinaria ini memiliki efek samping pada mulut, dimana ditemukan leukoplakia pada mukosa dan gingiva. Lesi sering ditemukan pada vestibulum maxila dan gingiva cekat. Area leukoplakia terlihat sangat kontras dengan daerah sehat disekitarnya. Secara histopatologi, ditemukan keratosis dengan pola verrukoid. Sampai saat ini masih belum ditemukan perawatan yang cocok untuk lesi ini. Biopsi kadang dapat dilakukan namun belum bisa menghilangkan lesi sepenuhnya. Selain itu, menghentikan penggunaan pasta gigi atau obat kumur yang mengandung ekstrak sanguinaria.



3. INFECTIOUS WHITE LESIONS AND WHITE AND RED LESIONS 



Candidiasis Candidiasis merujuk kepada kondisi penyait yang disebabkan oleh Jamur Candida. Penyakit ini dapat diklasifikasikan berdasarkan: -



Onset dan durasi, yaitu akut dan kronis



-



Penampakan klinis, terdiri atas: o Warna, bisa eritematus maupun atropik o Lokasi, seperti median rhomboid glositis, denture stomatitis, multifocal candidiasis, dan angular chelitis.



-



Penampakan lesi pada kulit yang berhubungan dengan lesi oral, seperti lesi mukokutaneus



-



Hubungan dengan penderita immunocompromise.



Berikut ini adalah beberapa jenis candidiasis yang umum dijumpai: -



Acute Pseudomembranous Candidiasis Merupakan suatu prototipe lesi yang diakibatkan oleh Candida. Merupakan suatu infeksi superfisial yang menyerang epitel sehingga akan terjadi penampakan bintik-bintik putih pada mukosa. Lesi ini akan mudah dikelupas namun pada dewasa akan mengakibatkan area aritema maupun ulser ringan. Sedangkan pada bayi dan anak-anak, biasanya lesi ini dapat dikelupas dengan tanpa bekas. Diagnosis penyakit ini cukup mudah karena prevalensinya cukup tinggi, karakteristik penampakan, dan sifat mudah dikelupas. Semua daerah mukosa rongga mulut dapat terkena oleh infeksi ini. Terdapat gejala prodromal yaitu indra pengecapan yang terasa tidak



enak hingga hilangnya rasa dalam pengecapan dengan waktu singkat. Biasanya resiko terjadinya peyakit ini akan meningkat apabila sedang dalam masa perawatan dengan antibiotik berspektrum luas atau penderia penyakit immunodefisiensi. Faktor-faktor predisposisi penyakit ini adalah: 



Perubahan yang nyata terhadap flora bakteri.







Iritan lokal yang kronis.







Penggunaan obat kortikosteroid







Oral hygiene yang buruk.







Kehamilan







Immunodeffincy







Malasorbsi dan malposisi



Pada pemeriksaan histologis dengan bantuan mikroskop maka akan terlihat tampakan reaksi inflamasi di lapisan superfisial, dengan hiperkeratosis dan ulserasi pada permukaannya. Ulkus tersebut dilapisi oleh eksudat fibrinoid.



-



Acute Atropic Candidiasis



Penampakan mukosa pada penyakit akibat Candida ini adalah kemerahan dan nyeri. Gejalanya adalah mulut terasa seperti terbakar, rasa yang tidak nyaman, dan sakit tenggorokan yang terjadi saat atau



setelah terapi dengan antibiotik spektrum luas. Selain itu, pasien dengan penyakit sistemik anemia defisiensi besi biasanya akan terkena infeksi ini. -



Chronic Atropic Candidiasis Terdapat tiga jenis, yaitu: a. Denture Stomatitis (Denture Sore Mouth) Merupakan suatu bentuk infeksi Candida yang paling sering terjadi. Penampakan klinisnya adalah inflamasi beratas tidak tegas pada area yang tertutup basis gigi tiruan, terutama pada rahang atas. Lesi ini sangat berkaitan dengan angular chelitis. Lesi ini biasanya dikombinasi dengan adanya kolonisasi bakteri. Terdapat tiga tahap progresif dalam perjalanan penyakit infeksi ini, yaitu: 



Tahap pertama, akan tampak petechiae yang kecil-kecil pada daerah palatal.







Tahap kedua, tampak suatu daerah inflamasi yang kemerahan dan tidak tegas batasnya, serta terjadi pada seluruh permukaan yang tertutupi oleh gigi tiruan.







Tahap ketiga, sudah dapat dilihat granulasi atau nodul.



Perawatan yang dilakukan adalah perawatan nonbedah terlebih dahulu, yaitu dengan pemerian obat antifungal. Namun, jika keadaan lesi telah ada hingga satu tahun, maka lesi tersebut menjadi terfiksasi dan tidak bisa hilang dengan metode non-bedah. Pembedahan dilakukan untuk menghilangkan jaringan fibrous yang tertinggal di dalam rongga mulut. Salah satu cara pencegahan agar



tidak terjadi denture stomatitis yaitu dengan disinfeksi dan menjaga kebersihan gigi tiruan. b. Angular chelitis Merupakan suatu lesi yang melibatkan lipatan pada bibir. Cukup responsif terhadap antifungal. Biasanya berhubungan erat dengan denture stomatitis. Selain itu, pasien dengan immunocompromise juga biasanya terjangkit infeksi ini.



c. Median rhomboid glositis Penampakan klinisnya berupa dorsum lidah bagian tengah yang atropi dengan eritem. Ketika lesi ini berlanjut akan ada tampakan nodular disebut dengan hyperplastic median rhomboid glositis.



-



Chronic hyperplastic candidiasis



Merupakan invasi miselium pada lapisan mukosa yang lebih dalam. Hal ini mendapatkan respon dari tubuh berupa respon proliferatif. Lesi ini juga disebut dengan Candida Leukoplakia. Perbedaan mendasar dengan leukoplakia adalah pada pemeriksaan penunjang, CHC memiliki hasil positif terdapat hifa pada pengecatan PAS sedangkan leukoplakia tidak. Abnormalitas sistem endokrim dan imunitas merupakan faktor predisposisi penyakit ini.



-



Chronic multifocal candidiasis Merupakan penampakan dari candidiasis atropik pada beberapa daerah. Faktor predisposisinya adalah penggunaan gigi tiruan, penderita immunocompromise, dan rokok. Perubahan pada mukosa terjadi biasanya pada dorsum lidah, midline dari palatum durum, daerah angulus oris, dan bagian yang terkena atau berkontak dengan gigi tiruan.



-



Chronic multicutaneus candidiasis Penyakit ini terjadi akibat infeksi candida yang persisten. Biasa dihubungkan dengan kelainan pada imunitas sel atau dihubungkan dengan anemia defisiensi besi. Penampakan klinisnya berupa lesi hiperplastik mukokutaneus, granuloma yang terlokalisir, dan plak adheren putih merupakan lesi priminen dari penyakit infeksi ini. Secara umum, terdapat dua jenis CMC, yaitu jenis syndrome associated-CMC dan localize and difuse CMC.



-



Immunocompromised Associated candidiasis Merupakan lesi yang disebabkan adanya infeksi oportunistik candida pada penderita imunosupresive. Sehingga sistem imun akan menurun



dan memudahkan infeksi oportunistik. Pasien dengan sistem imun yang



menurun



merupakan



pasien



dengan



konsumsi



obat



immunosupresan, terjangkit HIV/AIDS, kanker, atau penyakit hematologis ganas. Peran immunoglobulin sangat berpengaruh terhadap terjadinya lesi ini, terutama IgA dan IgG. Perawatan yang dilakukan pada penderita Candidiasis pada dasarnya adalah pemberian obat terapi antifunga, seperti nystatin dan amphotericin B. Namun terdapat sediaan yang lebih baru seperti imidazole derivatif yang digunakan untuk mengobati secara topikal. Sedangkan ketoconazole, itraconazole, and fluconazole merupakan obat secara sistemik. 



Oral Hairy Leukoplakia Sebagian besar leukoplakia oral ditemukan pada pasien usia diatas 50 tahun dan jarang ditemukan dibawah usia 30 tahun. Berdasarkan studi populasi, leukoplakia lebih sering diderita oleh pria, namun beberapa juga terkadang ditemukan pada wanita. Perkembangan dari oral leukoplakia ini melibatkan adanya aktivitas genetik, dimulai dari terjadinya mutasi yang membimbing ke arah transformasi lesi menjadi maligna.



Secara klinis, oral leukoplakia dideskripsikan sebagai lesi mukosa oral, dan dibagi menjadi dua tipe, yaitu homogenous dan nonhomogenous. Tipe homogenous memiliki ciri khas sebagai lesi putih dengan bentuk lesi yang khas, serta memiliki transisi yang lebih difus serta bersifat asimptomatik. Sedangkan pada tipe nonhomogenous dapat ditemukan patch putih ataupun patch merah dari jaringan. Oral leukoplakia dapat ditemukan pada hampir seluruh area mukosa oral. Dasar mulut dan sisi lateral dari lidah memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemungkinan timbulnya



keganasan. Biasanya oral leukoplakia ini terjadi tanpa adanya penyebab yang spesifik, misalnya karena trauma. Apabila penyebabnya adalah trauma, misalnya karena ujung kuspid gigi yang tajam ataupun dari restorasi, penyebab tersebut harus dihilangkan. Apabila penyembuhan tidak terjadi dalam waktu dua minggu, biopsi adalah saran terbaik untuk menghindari terjadinya keganasan. 



Mucous Patches Faktor predisposisi yang paling kuat dari timbulnya lesi ini adalah karena penyakit sistemik yaitu sifilis, terutama pada sifilis sekunder. Mukosa oral adalah area yang paling sering terlibat pada pasien dengan kondisi ini. Gejala yang dikeluhkan bisa berupa radang tenggorokan dan timbulnya inflamasi yang difus. Mucous patches dapat ditemukan pada daerah lidah, mukosa bukal, tonsil, faring, dan juga bibir. Secara klinis, mucous patches memberikan gambaran sebagai lesi yang raised, dengan area membranosa berwarna putih keabuan dengan dasar kemerahan. Secara umum, lesi ini tidak terasa sakit. Pada beberapa saat, terutama pada palatum, dasar dari lesi tidak tampak kemerahan. Kondisi sifilis sekunder dapat berdampak pada timbulnya lesi di sudut mulut, memberikan gambaran mirip cheilitis. Kondisi mucous patches ini bersifat infeksius, dan dapat disembuhkan dalam jangka waktu beberapa bulan hingga tahun.







Parulis Parulis, atau yang disebut juga fistula granuloma, adalah lesi umum yang berkembang secara ekslusif pada gingiva. Kelainan ini secara khas muncul ditemukan pada pembukaan sinus dari fistula periapikal atau periodontal. Secara klinis, lesi tidak sakit, ada massa jaringan granulasi, dan identik pada granuloma.



4. ERYTHROPLAKIA Eritroplakia sering terjadi pada perokok kronis. Merupakan lesi berwarna merah, terasa seperti beludru, dan relatif datar. Lesi ini jarang ditemukan dibandingkan leukoplakia namun lebih berbahaya karena epiteliumnya sangat



atipikal dan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami transformasi kea rah keganasan. Eritroplakia merupakan karsinoma sel skuamosa yang invasive, kebanyakan didapati pada tepi lateral lidah dan dasar mulut, meski jarang namun bisa mengenai palatum dan dorsum lidah. Terbentuk pulau – pulau tumor invasive melalui pembuluh limfa danmengenai kelenjar getah bening supramohiaod dan servikal.



5. ORAL LICHEN PLANUS Liken planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi pada kulit dan membrane mukosa mulut. Lesi ini mungkin hanya terbatas pada salah satu tempat atau mungkin juga terjadi pada kedua lokasi tersebut dalam satu pasien. Kurang lebih 50% dari pasien yang memiliki liken planus di mulut juga memuliki lesi di kulit. Lesi di kulit ini, relative konstan, dalam bentuk papula yang rata dan berwarna keunguan dengan sisik yang halus pada permukaannya. Lesi bias bermanifestasi dalam enam bentuk yang berlainan, seringkali disertai dengan lebih dari satu bentuk lesi yang terlihat dalam satu pasien. Karena beberapa lesi dari liken planus di mulut sifatnya erosir dan yang lainnya bolusa pada bentuk nonerosif, nonbolusa dari liken planus, sekalipun proses patologik dasar yang sama mungkin telibat dalam semua bentuknya. Nama liken planus mengacu pada kemiripan superficial dari lesi liken planus retikuler dengan pola seperti kisi-kisi yang ditimbulkan oleh simbiosis koloni algae dan jamur pada permukaan batu-batuan di alam (lichens). Nama ini kurang tepat karena tidak ada hubungan antara liken planus dan mikroorganisme safrofitik, dan nama tersebut hanya menyebabkan menambah kecemasan pasien tentang penyakit itu. 



Etiologi Etiologi liken planus mungkin melibatkan suatu degenerasi yang ditimbulkan oleh system imunologi dari lapisan sel basal epitel. Liken planus mungkin hanya merupakan satu varietas dari suatu rentang yang lebih luas dari penyakit tersebut, dimana lesi likenoid yang diinduksi oleh system imunologik ini merupakan suatu denominator yang lazim. Jadi ada



banyak kemiripan klinis dan histologis antara liken planus dan dermatosis likenoid dan stomatitides yang diakibatkan oleh obat, beberapa penyakit imunologik, reaksi penjamu versus tandur alihnya, dan beberapa bentuk limfoma. Sementara liken planus bisa bermanifestasi sebagai suatu lesi yang karakteristik jelas sekali, namun diagnosa banding dari lesi ini cukup luas. Infeksi jamur/virus, dan beberapa penyakit imunologi ternyata juga dapat menimbulkan liken planus. 



Gambaran Klinik Terlepasnya dari bentuk erosive dan bulous dari penyakitnya, liken planus cukup sering bermanifestasi sebagai suatu lesi yang tidak sakit dan indolent, kekuningan, lesi striae putih, tidak sakit, serta papula pink yang sering sekali sudah terdapat di dalam mulut pasien sejak lama sebelum disadari sebelum pemeriksaan rutin atau oleh pasien itu sendiri yang menemukan mukosa pipi dan bibirnya lebih kasar dari biasanya. Gambaran klinis dari lesi ini pada pasien tertentu seringkali beragam seiring waktu, baik dalam hal morfologi dari lesi klinis dan perluasannya maupun



dengan



daerah



erosi



dari



mukosa



yang



atrofik.



Bentuk reticular terdiri dari garis putih halus yang sedikit lebih tinggi dari sekitarnya (Wickham’s striae), yang menimbulkan lesi seperti kisi-kisi (bentuk renda), suatu pola garis halus yang menyebar atau lesi anular. Ini merupakan bentuk yang paling lazim dan paling mudah dikenali dari liken planus ini kadang memperlihatkan beberapa daerah dengan bentuk reticular. Pipi dan lidah merupakan tempat yang terutama sering terserang pada banyak pasien penderita liken planus ini, bibir, gingival, dasar mulut dan palatum agak jarang terkena. Karena lesi reticular merupakan bentuk yang paling lazim, maka bentuk tersebut paling sering ditemukan di pipi dan lidah dan dalam banyak kasus sebagai lesi bilateral. Lesi papula yang berwarna keputihan dan lebih tinggi dari sekitarnya (0,5 mm sampai 1 mm), biasanya terlihat pada daerah berkeratinisasi dengan baik pada mukosa mulut, akan tetapi lesi yang besar seperti plak (plaquelike lesion) yang sering kali sulit untuk dibedakan dari leukoplakia dapat terjadi pada pipi, lidah dan gingiva. Liken planus yang atrofik menggambarkan daerah



yang meradang dari mukosa mulut, yang ditutupi oleh epitel berwarna merah dan lebih tipis. Lesi erosive mungkin timbul sebagai komplikasi dari proses atrofik ketika epitel yang tipis tersebut mengalami abrasi atau ulserasi. Lesi popular, lesi seperti plak, dan lesi erosive seringkali disertai dengan lesi reticular. Suatu pemeriksaan yang teliti untuk menemukan lesi ini merupakan bagian yang penting dari evaluasi klinis terhadap seorang pasien yang dicurigai menderita liken planus, dan bila dibiopsi hanya memberikan suatu diagnosa yang tidak spesifik (seperti, peradangan akut dan kronis), maka diagnosa likem planus sering dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi suatu daerah dengan pola reticular, sekalipun kadang hanya satu bercah kecil seperti “flame” dari striae atau garis-garis putih yang tersusun secara radial. Daerah yang terserang dari mukosa mulut ini khas sekali dan tidak menjadi kaku atau menjadi tidak elastic oleh liken planus, dan garis-garis putih keratotik tidak dapat dihilangkan dengan menarik mukosa mulut atau menggosok permukaannya. Literature tentang liken planus di mulut, sering menunjukkan kepribadian dari pasien dengan penyakit ini sebagai seorang neurotic dan terlalu cemas dengan kesehatannya, pekerjaan dan masalah lainnya dan terhadap lesi yang berasal dari psikosomatik, yang berkembang atau memburuk sehubungan dengan masa-masa penuh tekanan emosi yang berat, konflik yang tidak terpecahkan, dan bahkan tekanan fisik. Sementara itu banyak dari karakteristik ini yang mungkin dapat ditemukan pada pasien yang datang berkonsultasi sehubungan dengan liken planus, kepribadian seperti ini lazim dijumpai di antara pasien dengan lesi mulut yang kronis lainnya. Sehubungan dengan pernah dikemukakan antara liken planus di mulut, diabetes militus, dan hipertensi. Triad ii disebut sebagai syndrome Grin span dan telah dicurigai sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa. Penyelidikan berikutnya terhadap sekumpulan pasien lain yang menderita liken planus tidak mempertegas penemuan Grinspin ini, selain dari satu proporsi dari pasien yang mengalami gangguan mulut kronis yang mungkin terbukti menderita diabetes dan hipertensi.







Gambaran Histopatologik Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa histopatologik dari liken planus yaitu; daerah hiperparakeratosis atau hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan lapisan sel glanular dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction atau nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik dan suatu pita subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat kerusakan membrane basalis, infiltrasi sel limfosit disertai membentuk untaian, eosinofilik material pada daerah lamina propria, dan bentuk rete peg seperti gergaji. Gambaran diagnostik yang utama dari liken planus yang mirip dengan reaksi likenoid lainnya adalah kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk perubahan vacuolar dan kematian sel. Perubahan vacuolar (degenerasi liquefaction) ditandai dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel basal, dan terlepasnya lamuna propria dari sel-sel basal. Perubahan vacuolar intraselular, edema, separasi sel basal, dan terlepasnya lamina propria dari sel-sel basal. Serpihan-serpihan artifactual di daerak ini sering dijumpai pada specimen yang dikirim untuk pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, dan menimbulkan kecurigaan tentang kemungkinannya sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila memang timbul pada daerah ini dalam liken planus bolusa. Kematian sel-sel epidermal yang terlihat dalam penyakit ini biasanya melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut dengan sitoplasma eosinofilik dan satu atau lebih fragmen nuclear piknotik. Sel-sel yang mati ini disebut sebagai Civatte bodies, dan terdapat bukti ultrastruktural bahwa keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses yang unik disebut sebagai apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi badan filamentous yang difagosit oleh makrofag atau sel basal di dekatnya. Apoptosis ini menimbulkan reaksi peradangan kecil bila dibandingkan dengan sel-sel yang mati akibat nekrosis, dan sel-sel yang mengalami apoptosis dalam lapisan basal dari sel epitel likenoid di tempat lain sering disebut sel-sel diskeratotik. Sebagian dari sel-sel basal yang mati tidak dapat difagositosis dan menonjol keluar, masuk ke dalam



dermis



di



bawahnya



dimana



kemudian



akan



diselubungi



oleh



immunoglobulin terutama IgM dan disebut sebagai badan koloid.



6. LUPUS ERYTHEMATOSUS (SYSTEMIC AND DISCOID) Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk : 



Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit. CDLE, bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah murni kelainan mukokutan. Dapat timbul pada setiap usia, tetapi terutama pada wanita diatas 40 tahun. CDLE secara klasik ditandai oleh suatu bercak seperti kupu-kupu, merah, simetris yang terjadi melintang batang hidung. Daerah daerah wajah yang sangat fotosensitif lainnya, termasuk pipi, daerah malar,



dahi,



kulit



kepala,



dan



kulit



telinga



juga



terkena.



Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah. Mukosa pipi adalah daerah intraoral yang paling sering terkena, diikuti oleh lidah, palatum, dan gusi. Garis merah dan putih sejajar yang bergantian dalam susunan radial adalah tanda diagnostic yang penting, bersama dengan gambaran lesi multiple pada beberapa permukaan. Lesi lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi pada telinga membantu menyingkirkan diagnose lichen planus. 



Lupus eritematosus sistemik (SLE), yang mengenai banyak system organ. SLE adalah penyakit kolagen autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody anti nuclear dan anti DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi secara imunologik. Pasien seringkali mengeluh lelah, demam, dan sakit sendi. Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat dijumpai hepatomegali, splenomegali, neuropati perifer dan kelainan kelaian hematologic.







Lupus eritematosus kutan subakut, yaitu suatu varian kutan dengan gejalagejala sistematis ringan.



Lesi-lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi yang masak menunjukkan 3 daerah ; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh daerah tengah hiperkeratotik yang dikelilingi oleh suati eritematosus di perifernya. Seringkali ada hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan melanositik di



pertemuan epidermal-dermal. Lesi lesi tersebut biasanya terbatas pada bagian atas dari tubuh ,terutama kepala dan leher. Dua puluh sampai empat puluh persen dari penderita LE mempunyai lesi oral. Lesi ini dapat timbul sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit umumnya merah dengan tepi bersisik yang putih sampai keperak-perakan. Bibir bawah yang terpajan matahari di tepi vermilion adalah daerah yang umum ,sedangkan bibir atas biasanya terkena sebagai akibat dari perluasan langsung dari lesi lesi kulit. Lesi intraoral seringkali difus dan eritematosus dengan komponen ulseratif dan putih. 7. FORDYCE’S GRANULES Mukosa mulut banyak sekali mengandung glandula sebasea tubuloacinar yang kecil dan besar (disebut fordyce granule khususnya di daerah bibir dan mukosa bukal, kadang di daerah palatum, gingiva, dan lidah. Secara histologis, keadaan ini identik dengan kelenjar sebasea di kulit, tetapi tidak ada folikel rambutnya. Terjadi dalam 80% - 95% dari populasi dewasa dan anak-anak muda dan bukan merupakan struktur ektopik ataupun adenoma, tetapi merupakan suatu kelenjar adnexal mukosa mulut yang normal, yang frekuensinya bervariasi dan juga sesuai usia. Jarang dijumpai dalam keadaan histopatologis sekalipun pseudokista kecil terisi keratin dari duktus kelenjar sebasea di dalam mulut yang analog dengan milia di kulit. Secara klinis, plak submukosal kecil dan berwarna putih kekuningan akan terlihat, hanya bila plak tersebut besar sekali dan hampir berkonfluensi, maka baru dipertimbangkan bermakna diagnostik. Kadang-kadang berkeratinisasi dari vermillion border bibir (batas merah bibir) dianggap mengganggu maka dapat diangkat melalui pembedahan. Jika tidak, maka tidak dilakukan terapi. Jumlah fordyce granule meningkat seiring pertambahan usia dan tidak berhubungan dengan aterosklerosis sistemik / kegiatan merokok. 8. BOWEN’S DISEASE Penyakit Bowen adalah skuamosa lokal karsinoma sel intraepidermal dari kulit yang dapat berlanjut menjadi karsinoma invasif selama bertahun-tahun.



Penyakit Bowen juga terjadi pada mukosa genital pria dan wanita dan (jarang) di mukosa rongga mulut sebagai lesi, erythroplakic leukoplakic atau papillomatous. Penyakit Bowen terjadi paling umum pada kulit sebagai akibat menelan arsenik. muncul perlahan-lahan sebagai sebuah patch eritematosa membesar dengan sedikit sedikit menjadi ganas. Gambaran histologis sangat karakteristik dengan epitel menunjukkan kerugian yang signifikan dari polaritas seluler dan orientasi, mitosis meningkat dan abnormal,



inti



hyperchromatic



beberapa



yang



sangat



atipikal



dan



pleomorfisme selular. Sel keratinisasi individu pada tingkat yang berbeda dari epitel terlihat. Lesi jenis ini sering dikaitkan dengan kanker viseral. Karena kemiripan klinis dan histologis antara penyakit Bowen dan eritroplakia (bercak merah dari membran mukosa yang mengandung histologis epitel sangat displastik atau karsinoma intraepitel), pertanyaannya adalah apakah mereka merupakan penyakit yang sama. Berdasarkan perbandingan lisan erythroplakias dengan lesi oral penyakit Bowen, mereka merupakan kelaianan yang berbeda Sebuah displasia epitel nodular, jinak dan virus terkait dengan gambar histologis menyerupai penyakit Bowen (papulosis bowenoid) terjadi pada mukosa genital orang dewasa muda yang aktif secara seksual dan pada beberapa permukaan mukosa mulut pada kesempatan langka.



9. GINGIVAL AND PALATAL CYSTS OF THE NEWBORN AND ADULT 



Pada Bayi Kista gingiva yang baru lahir sering tampak berbentuk sessile, lesi berbentuk kubah berukuran sekitar 2 sampai 3 mm. Mereka berwarna seperti kapur putih dan terutama berada pada ridge alveolar anterior rahang atas hingga lingual puncak. Mereka yang berada di daerah posterior rahang yang ditemukan langsung di puncak punggungan oklusal mahkota gigi molar. Lesi ini biasanya terlihat pada bayi baru lahir atau sangat muda dan menghilang segera setelah lahir, mereka diperkirakan berasal dari sisa-sisa lamina gigi. Kista ini cenderung pecah dan



menghilang secara spontan. Para eponyms "Epstein mutiara" dan "nodul Bohn itu" memiliki keduanya telah digunakan untuk menggambarkan kista odontogenik asal lamina gigi tetapi istilah ini tidak dianggap akurat. Epstein awalnya nampak seperti keratin penuh nodul ditemukan di sepanjang kawasan midpalatal, mungkin berasal dari epitel terperangkap sepanjang garis fusi proses palatal. Ini dianggap cukup langka. Nodul Bohn yang dianggap kista berisi keratin yang tersebar di seluruh langitlangit mulut tapi paling banyak di sepanjang persimpangan langit-langit keras dan langit-langit lunak dan diperkirakan akan berasal dari kelenjar ludah palatal. Nodul Bohn mungkin berhubungan dengan apa yang saat ini disebut kista gingiva yang baru lahir. Krisover melaporkan menemukan 65 contoh kista gingiva pada 17 bayi. Insiden pada bayi Jepang hampir 90%, kejadian yang dianggap signifikan lebih tinggi daripada yang terlihat pada bayi baru lahir hitam atau putih. Kista palatal pada bayi baru lahir kadangkadang bertahan ke dalam kehidupan dewasa dan muncul sebagai keratocysts odontogenik perifer. 



Pada Dewasa Kista gingiva dari orang dewasa diperkirakan muncul dari lamina gigi sandaran atau dari jebakan dari epitel permukaan. Paling umum pada daerah kaninus dan premolar daerah insisivus rahang bawah dan rahang atas lateral dan biasanya terjadi selama dekade kelima dan keenam kehidupan. Mereka memiliki kemiripan yang sangat kuat dengan kista periodontal lateral dan ada korelasi yang kuat antara kedua jenis lesi. Pasien memiliki kista periodontal lateral yang berikutnya untuk pengembangan kista gingiva dan kista periodontal lateral dianggap sebagai mitra intrabony dari kista gingiva. Kista gingiva biasanya muncul sebagai pertumbuhan tidak menyakitkan berbentuk sessile melibatkan daerah interdental dari pada gingiv. Lesi ini sering muncul menjadi putih atau kuning putih menjadi biru dan berukuran sekitar 0,5 sampai 1 cm dengan diameter. Mereka kadang-kadang menyebabkan beberapa kerusakan superfisial tulang yang mendasarinya. Sebuah radiolusen yang pasti diduga merupakan kista periodontal lateral.



10. MISCELLANEOUS LESIONS 



Geographic Tongue Geographic tongue ditandai dengan lesi anular, circinata atau serpiginous dari mukosa mulut , dengan bagian atrofik di tengah-tengan yang berwarna merah dan sedikit berlekuk, dan bagian tepi yang berwarna putih serta lebih tinggi. Karena kondisi ini relatif lazim dan tidak dapat dibedakan dari sebagian lesi mulut pada psoriasis dan sindroma reiter, maka sulit sekali untuk menentukan apakah pasien dengan dermatitis psoriaris yang memiliki lesi mukosa mulut sejenis ini memiliki psoriaris dengan suatu geographic tongue. Bila lesi mulut membesar dan mengecil selaras dengan dermatitis psoriaris maka kemungkinan lesi mulut tersebut sebagai psoriaris lebih mungkin.







Hairy Tongue (Black Hairy Tongue) Bila pergerakan lidah dibatasi akibat penyakit atau kondisi mulut yang sangat sakit, maka papila filiformis akan memanjang dan terlapisi dengan tebal oleh bakteri dan jamur. Papila yang lebih panjang akan memberikan suatu gambaran berlapis atau berrambut pada lidah dan akan menahan debris serta pigmen-pigmen dari bahan makanan, tembakau, dan permen. Fenomena tersebut dalam derajat yang ekstrim dapat terjadi pada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi, lemah akibat penyakit-penyakit sistemik, dan pasien dengan penyakit yang parah sehingga menimbulkan terbentuknya lapisan berbulu yang sangat tebal pada lidah dan disebut juga sebagai earthy atau encrusted tongue. Kemungkinan terjadinya hairy tongue ini meningkat dengan penggunaan sejumlah obat-obatan sistemik dan lokal, mungkin sebagai akibat dari perubahan sekunder dalam flora mikrobial mulut. Diantaranya disebabkan karena antibiotik sistemik, hidrogen peroksida topikal, perborat, dan agen pengoksidasi serupa yang digunakan dalam beberapa obat kumur. Pembersihan dan penggosokan dengan teliti pada lidah, aplikasi dari agenkeratolitik topikal dan pemberian yoghurt atau kultur Lactobacillus acidophilus lainnya telah digunakan dalam terapi kasus seperti ini. Namun,



papila yang terkena biasanya cepat kembali normal bila terapi antibiotik dihentikan dan aktivitas rahang dan lidah yang normal dipulihkan.



11. BLUE/PURPLE VASCULAR LESIONS 



Hemangioma Lesi vascular tampak sebagai proliferasi kanal pembuluh seperti tumor hematoma yang muncul pada anak. Hemangioma pada anak ditemukan pada kulit, kepala, dan jaringan ikat dari mukosa membran. Hemangioma akan bermuara pada pembuluh yang dekat dengan epitel dipermukaan dan muncul warna merah kebiruan pada permukaan epitel, atau bila lebih kedalam pada jaringan ikat akan berwarna biru tua pada permukaan. Hemangioma sering terjadi di lidah dimana berbentuk multi nodular (seperti anggur bergerombol), difus, dengan warna merah kebiruan. Multi nodular ini berbentuk seperti anggur bergerombol dan difus. Mukosa bibir juga menjadi tempat lain untuk hemangioma pada anak.







Varix Varix sering terjadi di bagian ventral lidah. Valix merupakan kondisi dimana terjadi dilatasi patologi pembuluh darah vena. Tidak sakit dan tidak ruptur dan terjadi hemoragi. Secara mikroskopik, varix menyerupai hemangioma. Dapat berbentuk dilatasi vaskuler tunggal.







Angiosarcoma Penyakit ini jarang ditemukan dirongga mulut, dapat muncul di seluruh bagian tubuh, tidak berkaitan dengan HIV, biasanya muncul dengan warna merah, biru atau ungu. Tumor ini berproliferasi dengan cepat dan muncul sebagai tumor nodula.







Kaposi’s Sarcoma Memiliki 3 macam pola yang berbeda. Pola pertama ditemukan oleh Kaposi, yang disebut pola klasik. Pola yang kedua ditemukan di Afrika, dan merupakan penyakit endemik di daerah tersebut. Terjadi pada bagian ekstremitas orang berkulit hitam. Lesi oral jarang ditemui pada pola pertama dan kedua. Pada penampakan klinis lesinya berupa: 



Lesi yang jarang







Nodul multifocal berwarna coklat kemerahan







Pola ketiga adalah tipe imunodefisiensi, terutama pada penderita AIDS. Lesi pada pola yang ketiga ini berbeda dari kedua lesi sebelumnya. Lesi ini tidak terbatas pada ekstremitas saja dan bersifat multifocal. Dapat juga terjadi pada organ visceral. Lesi oral dan lesi limfonodi banyak ditemui. Sifatnya cepat, agresif, dan prognosis untuk lesi ini biasanya buruk.



Tanda dan Gejala: 



Kadang muncul mulai dari lesi yang kecil, datar sampai bentuk yang tidak menyenangkan, lesi nodular eksophitik.







Sering terjadi pada daerah palatum







Berwarna merah sampai biru







Pada penderita AIDS diikuti juga dengan masalah lain seperti candidiasis, hairy leukoplakia, penyakit periodontal tingkat lanjut, dan xerostomia.



Faktor predisposisi : penyakit imunodefisiensi, terutama AIDS 



Hereditary Hemorrhagic Telangiectasia Tanda dan Gejala: 



Makul atau papul merah







Biasanya pada wajah, dada, dan mukosa oral







Epitaksis, apabila terdapat lesi intranasal







Perdarahan dari lesi oral. Pada perdarahan yang kronis dapat menyebabkan anemia.







Lesi muncul saat baru lahir, dan akan persisten sampai usia dewasa (congenital hemangioma).







Varices pada aspek ventral lidah dan bibir bawah ( pada penderita usia tua).







Varices berwarna biru dan pucat saat ditekan.







Karena terjadi thrombosis pada daerah yang mengalami varices tersebut, maka teksturnya cenderung keras.







Apabila melibatkan maxilla atau mandibula, akan terbentuk lesi dengan pola “honeycombed” atau “sarang madu/lebah”.



Etiologi: 



Riwayat penyakit hemorrhagi







Dilatasi vasuler yang abnormal pada pembuluh darah terminal kulit, membrane mukosa, dan terkadang viscera.







Malformasi vaskuler yang menyebabkan terbentuknya venous varix atau varices







CREST Syndrome ( meliputi calcinosis cutis, fenomena Raynaud, disfungsi esophageal, sclerodactyly, dan teleangiectasia)



Faktor Predisposisi: 



Paparan sinar matahari langsung yang terus menerus



Manajemen: 



Kontrol perdarahan, apabila terjadi perdarahan.







Pemeriksaan lengkap, termasuk riwayat lengkap, pemeriksaan klinis, dan angiografi.







Involusi spontan saat awal masa kanak- kanak untuk penanganan congenital hemangioma. Apabila dibiarkan hingga dewasa, lesi ini akan sulit untuk ditangani, dan perlu perawatan secara definitif.







Tidak ada penanganan spesifik untuk venous varix, kecuali jika sering terkena trauma atau secara kosmetis tidak menyenangkan.







Karena lesi ini ill- defined, maka tidak dimungkinkan untuk dilakukan eliminasi total. Biasanya dilakukan tindakan bedah secara hati- hati, selective arteriole embolization, atau terapi sclerosant.







Kadang dilakukan juga terapi laser untuk lesi- lesi vaskuler tertentu.



12. BROWN MELANOTIC LESIONS 



Ephelis Tanda dan Gejala: 



Asimtomatik







Berukuran kecil ( 1-3 mm)







Berbatas tegas







Berwarna coklat kemerahan atau coklat



Faktor Predisposisi:







Biasanya terdapat pada regio fasial atau perioral yang terkspos sinar matahari







Biasanya terjadi pada orang berkulit terang, orang berambut merah atau merah pirang







Terjadi paling banyak dan paling gelap intensitasnya pada kanakkanak dan dewasa



Etiologi: 



Paparan sinar matahari yang terus menerus pada kulit/ kutaneus. Maka pada saat musim panas dan musim semi, ephelis akan berwarna semakin gelap dibandingkan saat musim gugur atau musim dingin. Peningkatan pigmentasi tersebut terkait dengan peningkatan produksi melanin yang tidak melibatkan peningkatan jumlah melanosit.



Manajemen: Seiring bertambahnya usia, jumlah ephelides dan intensitas warna akan semakin menghilang. Maka untuk penanganannya tidak dibutuhkan intervensi terapeutik. 



Oral Melanotic Macule Tanda dan Gejala: 



Asimtomatik







Benigna







Berbatas tegas







Berukuran kecil ( < 1cm)







Outline irregular atau oval







Terpigmentasi secara keseluruhan







Ketika lesi mencapai ukuran tertentu, lesi tersebut tidak akan bertambah besar lagi.



Faktor predisposisi: 



Biasanya terjadi pada wanita segala usia







Biasanya terjadi pada region bibir bawah ( disebut labial melanotic macule) dan gingiva. Meskipun demikian, dapat juga terjadi di area mukosa lainnya.







Pada congenital melanotic macule terutama terjadi pada area lidah.







Berbeda dengan ephelis, lesi ini tidak meningkat intensitasnya pada paparan sinar matahari langsung.



Etiologi: 



Idiopatik







Pigmentasi post-inflamatori







Macula yang berhubungan dengan sindrom Peutz- Jehger atau penyakit Addison.



Manajemen: 



Biopsi dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis definitf dari lesi ini. Selain daripada itu, tidak diindikasikan perawatan tertentu untuk menangani lesi ini.







Nevocellular Nevus and Blue Nevus Tidak seperti ephelis dan macula melanotik, dimana hasilnya berasal dari pertambahan sintesis pigmen melanin., nevi merupakan proliferasi benigna dari melanosit. Terdiri dari dua tipe yang dibedakan dari klinis, dan warnanya. Nevocelullar nevi awalnya muncul dari lapisan basal. Karena prolifeasi yang minimal nevi berbentuk macula dan di klasifikasikan sebagai junctional nevi. Pada umumnya, datar dan coklat dan berbentuk regular round atau oval. Tipe yang kedua dari nevus yaitu blue nevi tidak berasal dari lapisan basal melanosit. Blue nevus berwrna biru di kulit karena sel melanosit berasa sangat dalam di rajingan ikat. Pada mukosa oral, nevocelullar dan blue nevi keduanya cenderung coklat dan berbentuk macular atau nodular.







Malignant Melanoma Pada kulit muka, regio malar merupakan area yang paling banyak terdapat melanoma karena area ini paling sering terpapar oleh sinar matahari. Pada kenyatannya, melanoma kutaneus sering terjadi pada orang berkulit putih. Facial cutaneus melanoma muncul dengan bentuk macula dan nodular, dan warnanya dapat bervariasi, antara coklat sampai hitam, bahkan bidru dengan zona depigmentasi. Lesi ini sangat sering terjadi pada orang lanjut usia yang berjenis kelamin laki laki. Lesi ini memiliki prognosis yang baik juka ditemukan dan dirawat sebelum bentuknya menjadi nodula.



Differential diagnosisnya berupa nevi, melanotik macula, dan amalgam tattoo. Semua lsi berpigmen dengan tepi irreguler dengan riwayat pertumbuhan harus dicurigai dan dilakukan biopsy tanpa ditunda lagi. Melanoma akan menjadi lebih difus lebih bernodul dan tumefactive, dengan foci hiper atau hypopigmentasi. 



Physiologic Pigmentation Physiologic pigmentation ditemukan lebih banyak pada individu bekulit gelap, akan tetapi individu berkulit langsat pun juga dapat ditemukan karateristik sepserti ini. Focal, freckle-like melanotic macule merupakan hal yang sering terjadi. Area yang paling sering terlibat adalah mukosa terkeratinisasi, yaitu gingiva. Pigmentasi terjadi karena deposisi melanin pada jaringan ikat tanpa peningkatan jumlah atau ukuran melanosit, dan permukaan lesi flat. Pada kebanyakan kasus, diagnosis dapat ditetapkan secara klinis, tetapi kadang-kadang dibutuhkan biopsi untuk membedakannya dari melanoma. Jika ada perubahan ukuran, bentuk, atau derajat pigmentasi, atau jika permukaan yang flat berubah menjadi raised, maka kemungkinan ini adalah melanoma.







Café au Lait Pigmentation Café au Lait Pigmentation merupakan lesi hiperpigmentasi yang mungkkin berbeda dalam warna dari coklat muda sampai coklat tua. Hal ini didasari dengan melihat warna “kopi dengan susu”, maka diberi nama seperti itu. Batas tepinya dapat halus atau iregular. Ukuran dan jumlah café au lait pigmentation berbeda-beda dan biasanya merupakan manifestasi awal dari neurofibromatosis. Bintik café au lait disebabkan karena peningkatan melanin, biasanya karena kehadiran melanosome raksasa. Tidak ada laporan bahwa café au lait macula akan berubah menjadi keganasan. Café au Lait macula adalah jinak dan tidak menyebabkan mortalitas atau morbiditas.







Smoker’s Melanosis



Pigmentasi oral akan meningkat secara signifikan pada perokok berat. Paparan terhadap polycyclic amine (seperti nikotin dan benzpyrenes) telah menunjukkan stimulasi produksi melanin oleh melanosit yang juga diketahui terikat kuat pada nikotin. Produksi melanin pada oral mukosa seorang perokok adalah suatu bentuk respon proteksi terhadap substansisubstansi berbahaya dari rokok. Penampakan klinis dapat melibatkan permukaan mukosa manapun, akan tetapi paling sering melibatkan anterior fasial gingiva. Orang-orang yang mengalami tanda seperti ini biasanya merupakan perokok aktif. Perokok dengan pipa biasanya menunjukkan pigmentasi di commisural dan mukosa bukal. Reverse smokers menunjukkan alterasi di palatum keras. Biopsi pada area yang terlibat pada penderita smoker’s melanosis memperlihatkan peningkatan pada pigmen melanin di lapisan sel basal permukaan epitelium. Bahkan kumpulan pigmen melanin incontinent terlihat bebas di antara jaringan ikat superfisial dan melanophages yang tersebar. Penghentian merokok menghasilkan penghilangan bertahap dari area yang terpigmentasi selama lebih dari 3 tahun. 



Pigmented Lichen Planus Lichen planus adalah penyakit yang biasanya ditandai dengan adanya lesi putih pada mukosa oral. Kadang-kadang, lichen planus yang tererosi dapat disertai dengan melanosis yang menyebar. Lesi terlihat sebagai patch putih yang dilapisi dengan macular foci coklat. Peningkatan dari melanogenesis ini distimulasi dengan adanya infiltrasi pada lapisan sel basal oleh limfosit-T yang berkontribusi dalam degenerasi sel basal.







Endocrinopathic Pigmentation Dalam



gangguan



endokrin,



penyebab



hiperpigmentasi



adalah



oversecretion ACTH, hormon yang merangsang pembentukan melanosit. Pada penyakit Addison, insufisiensi adrenokortikal berkembang sebagai konsekuensi dari infeksi granulomatosa pada korteks atau kerusakan korteks autoimun. Seperti penurunan hormon steroid, loop umpan balik dirangsang dengan sekresi ACTH oleh kelebihan neurohypophysis.



Dengan



penurunan



mineralokortikoid



dan



glukokortikoid,



pasien



mengalami hipotensi dan hipoglikemia. Pada sindrom Cushing, hiperaktif adrenokortikal diamati, dan jika aktivitas tersebut disebabkan oleh sekresi korteks adenoma atau hiperplasia adrenal kortikal asal, ACTH sekresi akan ditutup. Sindrom Cushing mungkin dikasrenakan hipertensi dan hiperglikemia dan mungkin menunjukkan edema wajah ("moon face"). Dalam kedua kasus,



kulit



mungkin



tampak



kecokelatan,



dan



gingiva,



palatum, mukosa bukal dan mungkin bernoda kotor. Perubahan-perubahan dalam pigmentasi adalah karena akumulasi butiran melanin sebagai konsekuensi



dari



peningkatan



hormon-dependent



Melanogenesis.



Penyakit Endocrinopathic harus dicurigai bila pigmentasi melanotik lisan disertai dengan kulit berwarna coklat. Penentuan steroid dan ACTH serum akan membantu diagnosis, dan pigmen akan hilang begitu tepat terapi untuk masalah endokrin. 



HIV Oral Melanosis HIV-seropositif pasien dengan infeksi oportunistik mungkin memiliki keterlibatan adrenocortical oleh berbagai parasit, yang memanifestasikan tanda dan gejala penyakit Addison.27-29 pasien tersebut mengalami hiperpigmentasi progresif dari kulit, kuku, dan selaput lendir. Pada kenyataannya, paling seropositif HIV pasien dengan multifokal difus makula coklat pigmentations dari mukosa bukal menunjukkan tidak adanya penyakit adrenokortikal. Pigmentasi tidak dapat dikaitkan dengan obat pada populasi ini karena kasus telah dicatat pada individu yang memiliki belum menerima obat yang bisa jadi terlibat. Dengan demikian, etiologi tetap tidak bisa dideterminasikan.Seperti telah disebutkan, pigmentasi menyerupai sebagian besar makula difus lain pigmentations dibahas sejauh ini; mukosa bukal adalah yang paling sering terkena situs, tetapi pada gingiva, palatum, dan lidah juga mungkin terlibat. Seperti semua melanoses menyebar, terkait HIV pigmentasi adalah mikroskopis ditandai dengan pigmen melanin basilar, dengan inkontinensia ke submukosa yang mendasarinya.







Peutz-Jeghers Syndrome Dalam Peutz-Jeghers syndrome, pigmentasi oral khas dan biasanya patognomonik. Beberapa fokus makula coklat melanotik terkonsentrasi tentang bibir sedangkan kulit wajah yang tersisa kurang mencolok involved. Makula muncul sebagai bintik-bintik atau ephelides, biasanya berukuran 100 fL. Anemia ada; platelet yang



Count (CBC)



berbentuk



aneh;



hipersegmentasi



granulosit;



makrositosis Bone



Marrow



Examination



Ada megaloblastosis; erythyroid hyperplasia



Serum



5.0



-



15.0



Homocysteine



umol/mL (0.7 2.0 ug/mL)



15-30 umol/mL meningkat ringan >100 umol/mL meningkat parah



Lactate Dehydrogenase (LDH)



Peningkatan level dapat menunjukkan anemia 105 - 333 IU/L



hemolitik



Nilai Normal



Indikator



200 - 900 pg/ml



< 150 pg/mL menandakan defisiensi



Tes Vitamin B12 Nama Tes Tes Serum Vitamin B12



< 100 pg/mL menandakan defisiensi klinis (ada gejala) Tes Schilling



8%-40% vitamin radioaktif



B12 Absorbsi yang lebih rendah dari normal (< 8%



disekresi dalam dengan Tes Schilling tipe i). Diikuti dengan Tes 24 jam



Schillling tipe II untuk menentukan penyebabnya



Intrinsic



Factor



menentukan penyebabnya



Negatif



Positif



Serum Methylmalonic



0,08-0.56



Acid



umol/L



Meningkatnya defisiensi vitamin B12



Holo Transcobalamin II



Level rendah (< 40 pg/mL [< 30 pmol/L])



Assay



merupakan tanda awal defisiensi



Gastric Analysis



Volume residu perut antara 20100 mL dan pH antara 1.5-3.5



Penurunan sekresi gastric dengan pH > 6.5



Nilai Normal



Indikator



Tes Folat Nama Tes



Tes Serum Folic 2.7 Acid Red



-



17.0



ng/mL Cell



Folate 225



(RCF) levels



< 4 ng/mL menandakan defisiensi -



ng/mL



600 < 140 ng/mL menandakan defisiensi



Formiminoglutamic acid (FIGLU)



Peningkatan pengukuran urin



Lainnya Nama Tes



Indikator



Gastrointestinal X- Ketika anemia pernicious muncul, GI x-rays dapat menunjukkan rays



masalah lainnya yang berhubungan dengan malabsorbsi. Akan tetapi, resiko akan kanker gaster meningkat pada pasien ini.



Deoxyuridine



Tes dapat digunakan untuk menentukan penyebab dari defisiensi



Mono-Phosphate



(asam folat vs vitamin B12). Tes ini kebanyakan digunakan untuk



(dUMP)



kepentingan penelitian tetapi dapat juga digunakan untuk kepentingan



Suppression Test



klinik



Defisiensi asam folat akan menunjukkan peningkatan level homocysteine, tetapi level methylmalonic acid akan tetap normal. Defisiensi vitamin B12



akan menujukkan peningkatan pada leve homocysteine dan methylmalonic acid. Wanita hamil akan memiliki status serum vitamin B12 yang rendah tetapi tidak defisiensi. Alkoholik dapat memiliki level serum asam folat yang normal. Sebelum tindakan perawatan dilaksanakan, adalah sangat penting untuk menetukan terlebih dahulu anemia tersebut merupakan hasil dari defisiensi folat atau vitamin B12. Suplemen asam folat dapat menyembuhkan gejala megaloblastik yang berhubungan dengan kedua vitamin tersebut. Akan tetapi pemberian suplemen tetap harus diperhatikan, karena asam folat dapat menyebabkan abnormalitas neurologis akibat defisiensi vitamin B12, yang dapat menyebabkan



kerusakan saraf irreversibel jika dibiarkan tidak



ditangani. Perawatan untuk anemia pernicious biasanya dengan injeksi (intramuscular atau subkutan) 100 ug vitamin B12 sebanyak satu minggu sekali sampai status stabil, yang kemudian diikuti dengan injeksi bulanan dengan dosis yang sama. Desisiensi asam folat biasanya ditangani dengan pemberian 1 mg dosis oral setiap hari selama 2-3 minggu untuk memperbaiki level folat dalam jaringan.



BAB III PEMBAHASAN Seorang wanita 45 tahun mengeluh kesulitan makan karena pengecapan terganggu. Bagian dalam pipi dan lidah tampak merah serta mulut terasa terbakar. Tidak ada riwayat alergi dan pasien tidak mengkonsumsi susu, keju, maupun ikan serta tidak sedang dalam medikasi dokter. Mempunyai kebiasaan merokok dan kadang minum minuman beralkohol. Dari riwayat medis dan dental tidak ada yang mencurigakan. Pasien sering merasa mudah lelah dengan aktivitas ringan dan sering mengalami kesemutan pada sekitar rahang sebelah kiri, akhir-akhir ini pasien merasa mudah lupa dan kadang kesulitan untuk menjawab pertanyaan sederhana. Pemeriksaan intraoral menunjukan mukosa pucat dengan bibir kering. Permukaan dorsal dan lateral lidah tampak halus, hiperemia, dan terasa nyeri. Demikian juga mukosa pipi tampak hiperemia dan nyeri. Hasil pemeriksaan darah tepi menunjukan hipersegmentasi inti neutrofil, anti-intrinsic factor antibodies tidak terdeteksi, RBC : 1,63 cells/μl, Hb :7,2 g/ dL, MCV : 144 fL, Hmt : 23,4 %, RDW : 25 %, asam folat : 7,73 ng/ml, cobalamine : 71,8 pmol/L.



BAB IV DISKUSI 1. Pemeriksaan subjektif : a. CC : Kesulitan makan Pasien mengeluh kesulitan makan karena pengecapan terganggu. b. PI o sensasi mulut terbakar o pengecapan terganggu o mudah lelah dan kesemutan o pasien belum ada tindakan medikasi o mudah lupa o sulit menjawab pertanyaan c. PDH : d. PMH o tidak ada alergi o tidak ada yang mencurigakan o tidak dalam perawatan medikasi dokter e. Riwayat social o merokok o minum minuman keras o tidak mengonsumsi keju, susu, dan ikan. 2. Pemeriksaan objektif : a. Intra oral o mukosa pucat o bibir kering o permukaan dorsal dan lateral lidah halus, hyperemia dan nyeri o bagian dalam pipi dan lidah tampak lebih merah b. Ekstra oral : tidak ada kelainan



3. Differensial Diagnosis a. Atropi Glositis b. Chronic Atrophy Candidiasis



c. Anemia Makrositik Megaloblastik Pernisiosa



4. Pemeriksaan penunjang : a. Terjadi hipersegmentasi inti neutrofil b. Anti-intrinsic Factor Antibodies tidak terdeteksi No.



Komponen



Normal



Pemeriksaan



Keterangan



1



RBC



3,8 – 5,1 cells/µL



1,63 cells/µL



Dibawah normal



2



Hb



12-15 g/dL



7,2 g/dL



Dibawah normal



3



MCV



80-94 fL



144 fL



Diatas normal



4



Hmt



34-47 %



23,4%



Dibawah normal



5



RDW



11-15 %



25%



Diatas normal



6



Asam Folat



3-13 ng/mL



7,73 ng/mL



Normal



7



Cobalamin



133 pmol/L



71,8 pmol/L



Dibawah normal



Dari hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan kecenderungan pada penyakit sistemik anemia makrositik megaloblastik pernisiosa.



5. Diagnosis Final Diagnosis final yang ditegakkan pada pasien wanita berusia 45 tahun tersebut adalah adanya perubahan warna lesi, yaitu lesi merah sebagai manifestasi penyakit sistemik anemia makrositik megaloblastik pernisiosa.



6. Pembahasan Pada kasus dijelaskan bahwa pada pemeriksaan darah tepi terdapat hipersegmentasi inti neutrofil. Hal itu merupakan suatu cri khas pada anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik memiliki dua jenis, dan kami memilih anemia megaloblastik pernisiosa karena penyakit tersebut merupakan suatu kelainan yang diakibatkan oleh defisiensi kobalamin. Hal ini sesuai dengan kasus yang menunjukkan angka kobalamin yang di bawah normal (Kumar, dkk, 2003). Pada penyakit tersebut terdapat suatu gangguan atau kelainan tambahan, yaitu demielinisasi saraf. Sehingga akan terjadi suatu gangguan pada sistem



saraf (Kumar, dkk, 2003). Hal ini dapat dihubungkan dengan kasus yang menerangkan bahwa pasien sering mengeluhkan kesemutan pada rahang. Pada penderita defisiensi kobalamin (vitamin B 12) akan memiliki manifestasi oral yang biasanya melibatkan mukosa bibir dan lidah. Pada daerah bibir, biasanya terjadi angular chelitis, dan bibir nampak pecah-pecah. Sedangkan pada daerah lidah, akan ada penampakan yang halus, mengkilap, dan gundul akibat atrofi papilla lidah. Warna lidah akan berubah menjadi lebih pucat atau kemerahan dan bisa terjadi pembengkakan atau pengkerutan lidah. Selain itu, daerah mukosa oral yang lain akan terasa nyeri dan berwarna kemerahan. Lesi oral yang eritematus juga sering nampak (Neville, dkk, 1998). Manifestasi oral tersebut cocok dengan yang terjadi pada lidah pasien yang permukaan dorsal dan lateralnya halus, hiperemi, dan terasa nyeri ,serta mukosa dalam pipi yang kemerahan dan nyeri. Pasien



memiliki



keluhan



pengecapan



terganggu.



Hal



ini



dapat



dihubungkan dengan keadaan papilla lidah yang atropi. Lidah akan kehilangan fungsi pengecapan karena organ pengecapan terletak pada papilla, lebih tepatnya yaitu pada gemma gustatoria (Juncqueira, 2007). Tanda-tanda pada penderita penyakit anemia megaloblastik pernisiosa adalah pucat, lemah, mudah lelah, nafas pendek, sakit kepala, palpitasi, bahkan sinkop. Selain itu, ada respon neuromuskular yang nampak, yaitu parastesi, hilangnya keseimbangan, dan berkurangnya kepekaan terhadap getaran dan posisi (Neville, dkk, 1998). Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang merasa mudah lelah dengan aktivitas ringan (fatigue) dan mengalami kesemutan pada rahang sebelah kiri. Selain itu, akibat adanya gangguan pada sistem saraf, maka menyebabkan pasien merasa susah menjawab pertanyaan sederhana dan mudah lupa. Faktor intrinsik yang tidak terdeteksi, mengarah pada kecurigaan kelainan fungsi dan produksi dari faktor intrinsik. Hal tersebut menyebabkan adanya defisiensi vitamin B12 karena terjadi malasorbsi. Selain itu, pasien juga tidak mengkonsumsi susu, keju, dan daging sehingga mengarah kepada kecurigaan kekurangan intake vitamin B. Hal ini akan berakibat pada anemia pernisiosa 12 (Kumar, dkk, 2003).



a. Patofisiologi Anemia megaloblastik pernisiosa terjadi akibat kekurangan penyerapan kobalamin (vitamin B 12). Hal tersebut biasanya terjadi akibat adanya hambatan



penyerapan



pada



saluran



pencernaan.



Penyerapan



ini



dipengaruhi oleh adanya fungsi faktor intrinsik yang tidak berjalan secara normal. Etiologi utama dari penyakit ini adalah kelainan absorbsi (malabsorbsi). Etiologi dengan kekurangan intake B12 sangat jarang terjadi kecuali pada vegetarian. (Kumar, dkk, 2003). Pada kasus dijelaskan bahwa pasien tidak mengkonsumsi keju, susu, dan daging. Hal ini mengindikasikan pasien bisa saja kekurangan intake vitamin B 12 yang sumbernya berasal dari produk hewani. Di sisi lain, hasil pemeriksaan darah tepi pasien menunjukkan faktor intrinsik yang menurun dari normal, sehingga hal ini juga mengindikasikan adanya penurunan absorbsi dari vitamin B12. Berkurangnya efektifitas fungsi dari faktor intrinsik disebabkan oleh gastrectomy, yang dapat menyebabkan kehilangan sel yang memproduksi faktor intrinsik,reseksi usus yang merupakan tempat absorbsi kompleks faktor intrinsik-vitamin B12, dan penyakit-penyakit yang melibatkan ilem bagian distal, seperti regional enteritis, tropical sprue, dan Whipple disease(Kumar, dkk, 2003). Namun, pada kasus dijelaskan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Sehingga penyebab faktor intrinsik tidak terdeteksi belum diketahui. Pada metabolismenya, vitamin B12 membutuhkan senyawa folat. Apabila terjadi defisiensi folat, maka akan mempengaruhi folat. Namun, vitamin B 12 secara independen dari metabolisme folat, mempengaruhi sistem saraf. Hal ini kemudian dihubungkan dengan adanya neuropati pada anemia pernisiosa (defisiensi vitamin B 12) walaupun secara biokimia belum ada penjelasan lebih lanjut. Kekurangan vitamin B 12 berdampak pada demielinisasi cornu lateral dan posterior medulla spinalis. Kelainan saraf yang terjadi tidak menggambarkan keparahan tingkat anemia ataupun sebaliknya (Kumar, dkk, 2003).Hal tersebut sesuai dengan skenario kasus. Pada kasus dapat diketahui bahwa pasien mengalami parastesi dan



keadaan mudah lelah, sehingga kemungkinan pasien telah mengalami kelainan saraf. Pada dasarnya, akibat defisiensi vitamin B 12 ini tidak spesifik. Bisa mengarah ke anemia, jaundice, kongenital heart failure, dan lain sebagainya (Kumar, dkk, 2003). b. Tes yang dijalani untuk mendiagnosa adanya anemia pernisiosa: (1) Kadar vitamin B 12 pada serum rendah (2) kadar folat normal atau melebihi normal (3) histamine-fast gastric achlorhydria (akibat hilangnya sel parietal lambung) (4) serum anti-IF antibodies (5) ketidakmampuan untuk mengabsorbsi oral-dose kobalamin (the Schilling test) (6) megaloblastic anemia moderat sampai parah (7) leukopenia dengan hipersegmentasi inti granulosit (8) adanya respon dramatis akibat adanya administrasi vitamin B12 secara peroral. Dari kasus, pada poin ke 1, 2, 4, dan 7 sudah memenuhi. Setelah dilakukan analisis pustaka dan kasus memiliki kecocokan tanda dan gejala, sehingga dapat anemia megaloblastik pernisiosa dapat menjadi suatu diagnosis kerja untuk merawat pasien. Gambaran dorsal lidah pada penderita anemia megaloblastik pernisiosa:



Manifestasi penyakit ini pada rongga mulut antara adalah adanya glossitis, yaitu permukaan lidah yang licin, berwarna merah terang, adanya sensasi rasa terbakar dan rasa gatal pada lidah (Pindborg, 1991; Field & Longman, 2003). a. Atropi Glositis Pada pasien yang mengalami defisiensi vitamin B12 atrofik glositis akan disertai dengan rasa sakit, keitis angularis, dan stomatitis aptosa rekuren. (Lewis& Lamey, 1994) Dari pemeriksaan social history, pasien tidak mengkonsumsi ikan, keju, serta susu. Seperti yang kita ketahui, sumber asam folat hewani antara lain dari keju dan susu. Sementara sumber vitamin B12 antara lain dari ikan. Oleh karena itu, dapat diperkirakan pasien mengalami defisiensi asam folat dan juga vitamin B 12 yang merupakan penyebab dari anemia megaloblastik, dimana



penggambarannya di oral dapat berupa atropi



glositis. b. Chronic Atrophi Candidiasis (Tipe Median Rhomboid Glositis) Kandidiasis yang sering disebut juga candidosis, trush, dan moniliasis merupakan suatu keadaan patologis yang hanya menginfeksi jaringan kulit dan mukosa. Kandidiasis oral merupakan suatu keadaan klinis dari kandidiasis mukokutaneus di rongga mulut akibat munculnya etiologi dan faktor - faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya infeksi ini. Berdasarkan penelifian, para ahli menyebutkan bahwa penyebab terjadinya kandidiasis oral yang paling utama adalah kandida albikans, meskipun hubungan



spesies



lain



mungkin



juga



terlibat



Kandidiasis



oral



diklasifikasikan dalam tiga manifestasi klinis yang berbeda, yaitu ; kandidiasis akut, kandidiasis kronis Klasifikasi kandidiasis oral Pembagian klasifikasi penyakit ini berdasarkan onset dan durasi ( akut dankronis);



gambaran klinis termasuk, warna, lokasi dan keterlibatan



kulit; dan yang berhubungan dengan penyakit immunocompromised. 1. Acute Pseudomembranous candidiasis (Thrush)



Thrush merupakan suatu infeksi superfisialis dari lapisan atas epithelium mukosa mulut dan mengakibatkan terbentuknya plak atau flek putih pada permukaan mukosa. Plak tersebut tersusun atas debris keratotik, sel inflamasi, sel epitel deskuamasi, bakteri, fibrin. Bentuk plak pada trush adalah lembut, mudah dilepaskan, dan creamy. Gambaran klinis yang dapat membedakan trush dengan lesi putih lainnya adalah mudah dilepaskan dari mukosa mulut dan meninggalkan permukaan yang eritematous. 2. Acute Athropic Candidiasis Secara klinis acute athropic candidiasis berupa bercak kemerahan dari mukosa yang kasar, atrofik, dan sakit seklai, menetap untuk beberapa waktu lamanya disertai tanda-tanda yang minimal dari lesi pseudomembranous (putih) dan terdapat antibody terhadap Candida albicans yang membedakan dengan trush. Gejalanya berupa rasa terbakar., pengecapan berkurang dan sakit kerongkonganselama masa penyembuhan setelah terapi antibiotic spectrum luas. 3. Chronic Athropic Candidiasis Chronic



Athropic



Candidiasis



termasuk denture



stomatitis,



angular cheilitis dan median rhomboid glossitis. a. Denture stomatitis Denture stomatitis merupakan suatu peradangan difus dari daerah pendukung gigi tiruan atas, dengan atau tanpa disertai tanda pecah-pecahdan peradangan dari sudut mulut. Biasanya disebabkan oleh gigi tiruanrahang atas yang tidak beradaptasi dengan baik. Denture stomatitis sangat jarang pada gigi tiruan rahang bawah karena gigi tiruan rahang atas memberikan tekanan negative atau beradaptasi terlalu rapat sehingga mencegah masuknya antibody saliva ke daerah ini sehingga banyak jamur yang melekat pada gigi tiruan yang kontak dengan mukosa. b. Angular cheilitis Adalah bentuk dari infeksi yang melibatkan sudut bibir dan berasa perih. Selain spesien candida sebagai penyebabnya,



kemungkinan penyebab yang lain adalah kurangnya dimensi vertical gigi tiruan,defisiensi vitamin C dan B kompleks, OH buruk. c. Median rhomboid glossitis Adalah bercak licin, gundul, merah seperti daging tanpa papillafiliformis. Lama kelamaan lesi tersebut menjadi bergranula, bulat,menonjol keras. Lokasi paling umum adalah garis tengah dorsum lidah.Keadaan ini umumnya tanpa gejala. M edian rhomboid glossitis mudahdikenal melalui gambaran klinisnya, lokasi khasnya dan sifat tanpa gejalanya. Etiologi : Median Rhomboid Glossitis merupakan suatu daerah berbatas jelas berwarna merah tua tanpa papil lidah. Kelainan ini telah diasumsikan sebagai kelainan perkembangan yang disebabkan oleh kegagalan penarikan tuberkulum impar selama perkembangan lidah. Beberapa peneliti menyatakan bahwa median rhomboid glossitis adalah akibat dari infeksi candida kronik yang terlokalisasi. Faktor lokal seperti menghisap tembakau dan memakai gigi tiruan tampaknya mendorong proliferasi lokal Candida albicans di dorsum lidah, (PINDBORG, 2009). Median Rhomboid Glossitis adalah suatu akibat akhir yang tetap dari infeksi candida albicans dalam kaitan dengan faktor-faktor lain yang mungkin seperti, merokok atau perubahan pH mulut, (LANGLAIS, 2000). Gambaran klinis : Bercak licin, gundul, berwarna merah merah seperti daging tanpa papilla filiformis; lokasi yang paling umum di garis tengah dorsum lidah, tepat di anterior papila—papila circum valata, ukuran dan bentuk bervariasi. Sering menyertai penyakit-penyakit sistemik, tanpa gejala, tidak ada perawatan khusus. Secara linis, median genjang glossitis terlihat pada orang dewasa dan biasanya tanpa gejala. Ini muncul sebagai nodular merah atau daerah merah muda dari depapillation atau mungkin putih (burkets, 2008) Ukuran 2-2,5 cm Histologi



Fitur histologis kadang-kadang keliru untuk karsinoma dan diperlakukan sesuai. Terlepas dari kebutuhan untuk penilaian histologis tepat, Karsinomapraktis tidak pernah berkembang di situs ini. Histologis, penampakan juga variabel dan mencakup. Hiperplasia tidak teratur dengan inflamasi infiltrasi sebuah granular sel tumor dengan hiperplasia pseudo epitheliomatous atau mungkin candidosis melapis (varian putih) (Burkets, 2008).



Berdasarkan uraian di atas, yaitu atrofi glositis dan atrofi candidiasis kronis merupakan lesi merah manifestasi penyakit sistemik anemia makrositik megaloblastik pernisiosa, maka diagnosis final yang ditegak adalah terjadi perubahan warna pada lesi, yaitu lesi merah sebagai manifestasi penyakit sistemik anemia makrositik megaloblastik pernisiosa. 7. Treatment Planning Penanganan glossitis tergantung dari penyebabnya. Berdasarkan pemeriksaan penunjang, penyebab glositis adalah defisiensi gizi, maka diperlukan supplement yang memadai, seperti pemberian vitamin B12. Pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut diatasi dengan pemberian kortikosteroid. Obat kumur yaitu campuran setengah teh baking soda dan dicampur dengan air hangat akan membantu keadaan ini. Kebersihan rongga mulut, dengan penggunaan sikat gigi, dental floss dan membersihkan lidah selepas makan, harus diusahakan untuk mencegah kekambuhan. Penggunaan bahan obat atau makanan yang merangsang



iritasi lidah sebaiknya dihindari, termasuk



makanan yang panas dan mengandung alkohol. Berhenti merokok dan penggunaan tembakau dalam jenis apapun. Indikasi rawat inap pasien glossitis adalah bila lidah sudah menghalangi jalan napas oleh proses enlargement.



BAB V MAPPING CONCEPT



BAB VI KESIMPULAN Kelainan yang sering tampak pada rongga mulut adalah lesi pada mukosa mulut. Lesi memiliki banyak variasi, salah satunya berdasarkan warna lesi. Pada kasus disebutkan bahwa pipi dan lidah pasien tampak lebih merah. Hal ini menandakan adanya lesi merah. Lesi merah merupakan salah satu manifestasi dari penyakit sistemik. Dari pemeriksaan penunjang diperoleh kesimpulan bahwa pasien menderita anemia makrositik megaloblastik pernisiosa. Sehingga sebagai benang merah, diagnosis final yang ditegakkan yaitu terdapat lesi merah (contoh atropi glositis dan atrofi kandidiasis kronis) sebagai manifestasi penyakit sistemik anemia makrositik megaloblastik pernisiosa. Treatment planning yang dapat dilaksanakan adalah pemberian vitamin B12, edukasi kesehatan gigi, upaya mengurangi konsumsi alkohol dan tembakau serta kontrol plak.



BAB VII DAFTAR PUSTAKA



Aslinia F, Mazza JJ, Yale SH. 2006. Megaloblastic Anemia and Other Causes of Macrocytosis. Clin Med Res. 4 (3): 236-241 Birnbaum W. 2004. Diagnosis Kelainan dalam Mulut: Petunjuk bagi Klinis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteragn EGC Bruch JM, Treister NS. 2009. Clinical Oral Medicine and Pathology. Springer: New York Chandra S, et al. 2007. Oral Medicine. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd: New Delhi. India Field A & Longman L. 2003. Tyldesley's Oral Medicine. 5th ed. London: Oxfor Universiy Press. Gayford JJ and Haskell R. 1979. Clinical Oral Medicine. Bristol: John Wright & Sons LTD Greenberg MS, Glick M. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis & Treatment 10th Edition. Ontario: BC Decker. Inc. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17808/3/Chapter%20II.pdf James



WD. et al. 2011. Cafe Au Lait Spots. http://emedicine.medscape.com/article/911900-overview. Diakses tanggal 11 April 2012



Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003. Robbins Basic Pathology, 7th edition. Missouri:Elsevier. Langlais RP, Miller CS. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Alih bahasa. Susetyo, Budi. Jakarta: Hipokrates Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Diseases. New York: Thieme Lewis, MAO. 1994. Tinjauan Klinis Peneyakit Mulut. Jakarta : Widyamedika Lichtin



AE. 2008. Megaloblastic Macrocytic Anemias. http://www.merckmanuals.com/professional/hematology_and_oncology/a nemias_caused_by_deficient_erythropoiesis/megaloblastic_macrocytic_an emias.html. Diakses tanggal 3 April 2012



Lynch MA, Brightman JV, Greenberg MS. 1993. Ilmu Penyakit Mulut Diagnosis dan Terapi edisi delapan Jilid 1. Binarupa Aksara : Jakarta Barat



Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. II (1): 140-145 Mitchell, RN. 2006, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robins & Cotran Ed 7. EGC : Jakarta. Neville, BW et al. 2002. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Saunders Company: Philadelphia Pindborg. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Tangerang : Bina Rupa Aksara. Regezi J.A, Sciubba J. 1993. Oral Pathology: Clinical- Pathologic Correlations. 2nd edition. WB Saunders: Philadelphia Scully, Crispian. 2004. Oral Maxillofacial Medicine. Philadelphia: Elsevier Schillling, R. 2012. Megaloblastic Macrocytic Anemia. http://www.nethealthbook.com/articles/megaloblastic_macrocytic_anemia. php. Diakses tanggal 3 Aptil 2012 Sonis. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed. Philadelphia: W.B Saunders Company Theberge, C. 2003. Anemia Megaloblastic. Physicians Committee for Responsible Medicine