Makalah Polietilena PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polietilena atau yang lebih dikenal plastik adalah produk yang digunakan hampir dalam semua bidang. Baik dalam rumah tangga sampai industri, pasti terdapat produk polietilena atau plastik baik itu dalam bentuk tandon air, pipa peralon, maupun tempat makan (tupperware). Selain itu, bila kita menyelidiki kebutuhan plastik tiap tahunnya terus meningkat. Hal itu wajar, mengingat gaya hidup manusia jaman sekarang yang banyak menggunakan plastik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun di Indonesia industri polietilena belum mampu memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi permintaan pasar dilakukan kebijakan impor polietilena dari luar negeri. Dengan memperhatikan kebutuhan polietilena yang semakin meningkat dan yang tak dapat terpenuhi oleh pabrik polietilena yang ada di Indonesia, maka pendirian pabrik polietilena baru adalah salah satu penyelesaian untuk memenuhi kebutuhan polietilena di Indonesia. Selain dapat menyelamatkan devisa negara, industri polietilena juga merupakan lahan bisnis yang baik dan menguntungkan.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian polietilena dan bagaimana struktur molekulnya? 2. Bagaimana karakteristik dan Klasifikasi polietilena? 3. Bagaimana reaksi pembentukan polietilena ? 4. Aplikasi dalam industri dan kehidupan sehari-hari 5. Apa manfaat polietilena? 6. Analisa Kimia dan/Fisiska Polietilen 1.3 Tujuan Tujuan makalah ini adalah mengkaji Polietilena lebih dalam, proses pembentukannya dan kegunaannya/ aplikasinya baik untuk kebutuhan umum maupun industri. Serta menjawab rumusan masalah yang ada .



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Polietilena adalah polimer yang terdiri dari rantai panjang monomer etilena (IUPAC: etena). Di industri polimer, polietilena ditulis dengan singkatan PE. Polietilena adalah bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih yang mempunyai titik leleh bervariasi antara 110-137oC. Umumnya polietilen bersifat resisten terhadap zat kimia. Pada suhu kamar, polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik. (Billmeyer, 1994)



Sifat Fisik : Rumus molekul



: (− CH2 – CH2 −)n



Berat molekul



: 10.000 – 100.000 gr/mol



FaseWarna



: padat



Berat jenis



: putih



Kristalinitas



: 0,94 – 0,965 gr/cc



Titik lebur kristal



: 55 – 85 %



Koefisien friksi



: 0,06 – 0,3



Konduktivitas therma l



: 2,3 – 3,4 Btu/j.ft2.oF



Sifat Kimia : 1.



Tidak larut dalam pelarut apa pun pada suhu kamar tetapi mengendap oleh hidrokarbon dan karbon tetraklorida.



2.



Tahan terhadap asam dan basa.



3.



Dapat dirusak oleh asam sulfat pekat.



4.



Tidak tahan terhadap cahaya dan oksigen.



5.



Bila dipanasi secara kuat akan membentuk sambung silang yang dikuti dengan pembelahan ikatan secara acak pada suhu lebih tinggi, tetapi dipolimerisasi tidak terjadi.



6.



Larutan dari suspensi polietilena dengari karbon tetraklorida pada suhu sekitar 60°C dapat direaksikan dengan Cl membentuk produk lunak dan kenyal. Pemasukan atom C1 secara acak ke dalam rantai dapat menghancurkan kekristalan polietilena.



7.



Polietilena thermoplastic dapat diubah menjadi elastomer tervulkanisir yang mengandung sekitar 30% Cl dan 1,5% belerang melalui pengklorosulfonan. Vulkanisir pada umumnya dilakukan melalui pemanasan dengan oksida logam tertentu. Hasil akhir yang berupa hipalon, tahan terhadap bahan kimia dan cuaca.



2.2 Klasifikasi Polietilena Polietilena terdiri dari berbagai jenis berdasarkan kepadatan dan percabangan molekul. Sifat mekanis dari polietilena bergantung pada tipe percabangan,struktur Kristal dan berat molekkulnya. a. Polietilena bermassa molekul sangat tinggi (Ultra high molecular weight polyethylene / UHMWPE) UHMWPE adalah polietilena dengan massa molekul sangat tinggi, hingga jutaan. Biasanya berkisar antara 3.1 hingga 5.67 juta. Tingginya massa molekul membuat plastik ini sangat kuat, namun mengakibatkan pembentukan rantai panjang menjadi struktur kristal tidak efisien dan memiliki kepadatan lebih rendah dari pada HDPE. UHMWPE bisa dibuat dengan teknologi katalis, dan katalis Ziegler adalah yang paling umum. Karena ketahanannya terhadap penyobekan dan pemotongan serta bahan kimia, jenis plastik ini memiliki aplikasi yang luas. UHMWPE digunakan



sebagai onderdil mesin pembawa kaleng dan botol, bagian yang bergerak dari mesin pemutar, roda gigi, penyambung, pelindung sisi luar, bahan anti peluru, dan sebagai implan pengganti bagian pinggang dan lutut dalam operasi. b. Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene / HDPE) HDPE dicirikan dengan densitas yang melebihi atau sama dengan 0.941 g/cm3. HDPE memiliki derajat rendah dalam percabangannya dan memiliki kekuatan antar molekul yang sangat tinggi dan kekuatan tensil. HDPE bisa diproduksi dengan katalis kromium/silika, katalis Ziegler-Natta, atau katalis metallocene. HDPE digunakan sebagai bahan pembuat botol susu, botol/kemasan deterjen, kemasan margarin, pipa air, dan tempat sampah. c. Polietilena ''cross-linked'' (Cross-linked polyethylene / PEX atau XLPE) PEX adalah polietilena dengan kepadatan menengah hingga tinggi yang memiliki sambungan cross-link pada struktur polimernya. Sifat ketahanan terhadap temperatur tingi meningkat seperti juga ketahanan terhadap bahan kimia. d. Polietilena berdensitas menengah (Medium density polyethylene / MDPE) MDPE dicirikan dengan densitas antara 0.926–0.940 g/cm3. MDPE bisa diproduksi dengan katalis kromium/silika, katalis Ziegler-Natta, atau katalis metallocene. MDPE memiliki ketahanan yang baik terhadap tekanan dan kejatuhan. MDPE biasa digunakan pada pipa gas e. Polietilena berdensitas rendah (Low density polyethylene / LDPE) LDPE dicirikan dengan densitas 0.910–0.940 g/cm3. LDPE memiliki derajat tinggi terhadap percabangan rantai panjang dan pendek, yang berarti tidak akan berubah menjadi struktur kristal. Ini juga mengindikasikan bahwa LDPE memiliki kekuatan antar molekul yang rendah. Ini mengakibatkan LDPE memiliki kekuatan tensil yang rendah. LDPE diproduksi dengan polimerisasi radikal bebas. f. Polietilena linier berdensitas rendah (Linear low density polyethylene / LLDPE) LLDPE dicirikan dengan densitas antara 0.915–0.925 g/cm3. LLDPE adalah polimer linier dengan percabangan rantai pendek dengan jumlah yang cukup signifikan. Umumnya dibuat dengan kopolimerisasi etilena dengan rantai pendek alfa-olefin (1-butena, 1-heksena, 1-oktena, dan sebagainya). LLDPE memiliki kekuatan tensil yanglebih tinggi dari LDPE, dan memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap tekanan.



g. Polietilena berdensitas sangat rendah (Very low density polyethylene /VLDPE) VLDPE dcirikan dengan densitas 0.880–0.915 g/cm3. VLDPE adalah polimer linier dengan tingkat percabangan rantai pendek yang sangat tinggi. Umumnya dibuat dengan kopolimerisasi etilena dengan rantai pendek alfa-olefin.



2.3 Reaksi Pembentukan Pada umumnya, semua polimer dibentuk dari proses polimerisasi. Begitu pula dengan Polietilena, Polietilena dibentuk dari proses polimerisasi etena. Berikut adalah proses pembentukan Polietilena. Reaksi polimer adisi adalah reaksi yang sering dilakukan dalam pembentukan Polietilena. Reaksi ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. 1. Inisiasi Untuk tahap pertama ini dimulai dari penguraian inisiator dan adisi molekul monomer pada salah satu radikal bebas yang terbentuk. Bila kita nyatakan radikal bebas yang terbentuk dari inisiator sebagai R*, dan molekul monomer dinyatakan dengan CH2 = CH2, maka tahap inisiasi dapat digambarkan sebagai berikut:



2. Propagasi Dalam tahap ini terjadi reaksi adisi molekul monomer pada radikal monomer yang terbentuk dalam tahap inisiasi.



Bila proses dilanjutkan, akan terbentuk molekul polimer yang besar, dimana ikatan rangkap C= C dalam monomer etilena akan berubah menjadi ikatan tunggal C–C pada polimer polietilena. 3. Terminasi Terminasi dapat terjadi melalui reaksi antara radikal polimer yang sedang tumbuh tumbuh dengan radikal mula-mula yang terbentuk dari inisiator (R’) CH2 – CH2 + R ---→ CH2 – CH2-R atau antara radikal polimer yang sedang tumbuh dengan radikal polimer lainnya, sehingga akan membentuk polimer dengan berat molekul tinggi R-(CH2)n-CH2 + CH2-(CH2)n-R’ ----→ R-(CH2)n-CH2CH2-(CH2)n-R’ Pembuatan polietilena merupakan proses penggabungan gugus molekul penyusunan yang disebut molekul raksasa yang disebut polimer. Proses ini lebih dikenal dengan polimerisasi atau proses pembentukan polimer. Pada saat terjadinya polimerisasi, lengan ikatan rangkap atau atom karbon lepas kemudian bergabung dengan karbon lainnya yang juga mengalami hal yang sama. Begitu seterusnya sehingga membentuk rangkaian panjang secara molekuler. Pemutusan ikatan rangkap atau kovalen itu, biasa disebabkan karena adanya panas, tekanan atau karena sebab-sebab kimia lainnya 2.4 Proses Pembuatan Polietilena 1. High pressure porcess menghasilkan Low Density Polietilen. Polimerisasi tekanan tinggi menghasilkan polietilen dengan banyak cabang, cabang cabang terbentuk karena transfer rantai antar molekul selama proses polimerisasi. Mekanisme untuk polimerisasi low density polietilen adalah polimerisasi radikal bebas. 2. Diagram proses polietilen (proses phillip) Teknologi ini merupakan teknologi yang paling tua dalam pembuatan polyethylene. Philips Petroleum Company telah mengembangkan proses slurry yang efisien untuk memproduksi LLDPE. Reaktor dibangun menyerupai “large folder loop” yang mengandung serangkaian pipa dengan diameter 0.5 sampai 1 meter.



Reaktor berbentuk double loop diisi dengan suatu pelarut ringan (biasanya isobutene), dan mengelilingi loop dengan kecepatan tinggi secara kontinyu [Kirk Othmer, et al. 1998]. Reaktor double loop bekerja pada tekanan 3,5 MN/m2, temperatur 85 sampai 100°C, dan waktu tinggal rata-rata adalah 1,5 jam. Katalis



chromium/titanium dipakai dalam teknologi ini [Alagoke, Olabisi: 1997 ]. Katalis disuspensikan oleh pelarut dan diumpankan ke dalam reaktor [Ulman’s encyclopedia, 1992]. Aliran campuran mengandung ethylene dan comonomer (1-butene, 1-hexene, 1-oktene, atau 4-methyl-1-pentene), dikombinasikan dengan diluent hasil recycle dan suspensi katalis, diumpankan ke dalam reaktor. Dalam reaktor tersebut kopolimer etilen membentuk partikel-partikel yang tumbuh berlainan disekitar partikel katalis [Kirk Othmer, et al. 1998].



Temperatur merupakan variabel operasi yang paling kritis dan harus selalu dikontrol untuk menghindari terjadinya swelling (pengembangan) dari polimer. Setelah melewati waktu tinggal antara 1.5 sampai 3 jam, resin mengendap secara singkat dalam tahap pengendapan di tepi bawah loop dan dilepaskan menuju ke flash tank. Akhirnya pelarut dan monomer yang terpisah masuk ke dalam sistem recovery pelarut untuk pemurnian dan recycling [Kirk Othmer, et al. 1998]



3. Diagram proses polietilen (proses Ziegler) Secara sederhana proses ziegler Ata adalah sebagai berikut :



Pertama masukkan pelarut hidrokarbon sebagai inert solvent kedalam reaktor. Kemudian TiCl4 direaksikan dengan metal alkil pada suhu sekitar 120ᵒC, tekanan dalam reakstor dipertahankan 20 atm. Selanjutnya gas etilen diinjeksikan ke reaktor, hingga terjadi polimerisasi dengan hasil larutan kental (slurry polymer). Selanjutnya polimer ditransfer kedalam tangki dekomposisi dimana katalisator sisa dinonaktivkan. Berikutnya pelarut hidrokarbon dipisahkan untuk dimurnikan dan di daur ulang. Polimer selanjutnya dikeringkan dan dikenakan proses ekstrusi hingga dipeoleh hasil resin polimer padat. Secara lebih kompleks proses ziegler dapat dijelaskan



Contoh struktur katalis Ziegler Natta dengan kombinasi Titanium (IV) Chloride (TiCl4) dan co-catalyst TEAL (Triethylalumunium) dapat dilihat pada gambar



TiCl4 +



Al(C2H5)3







Katalis Ziegler Natta



2.5



Aplikasi polietilena : a) Bahan anti peluru



g) Roda gigi



b) Botol susu



h) Implan



c) Pipa gas



pengganti



bagian



pinggang dan lutut



d) Pipa air e) Kemasan deterjen f) Tempat sampah



2.6 Manfaat Polietilena Polietilena bermanfaat sebagai bahan dasar pembuatan plastik. Karena jenis polietilena sangat banyak, maka dapat dihasilkan berbagai macam produk plastik, contohnya LDPE dapat dimanfaatkan menjadi botol kemasan air mineral, MDPE dapat dibuat menjadi Tupperware, dan HDPE dapat dimanfatkan menjadi pipa-pipa pada pabrik. Selain itu polietilena berdensitas tinggi dapat dibuat menjadi tandon-tandon untuk menyimpan bahan kimia. Tandon-tandon polietilena memiliki beberapa kelebihan misalnya, tahan sinar UV, tahan cuaca ekstrim, dan installasi yang mudah.



2.7 Karakterisasi Polimer PE a) Spektroskopi Infra Red Infra red spektroskopi adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi ikatanikatan kimia dan gugus-gugus fungsi lainnya. Yaitu dengan mengukur eksitasi vibrasi dari atom-atom di sekeliling ikatan yang menghubungkan atom-atom tersebut. Posisi dari garis-garis absorbsi Infra Red tergantung pada tipe gugus fungsi yang diperiksa, dan spektra Infra Red secara keseluruhan merupakan sidik jari yang unik dari suatu molekul tertentu. Absorpsi cahaya Infra Red menyebabkan vibrasi molekul. Perbedaan Spektroskopi Infra Red dengan 2 spektroskopi lainnya yaitu NMR dan UV. •



NMR (Nuclear Magnetic Resonance) menggunakan gelombang radio yang merubah nuclear spin searah dengan medan magnet (ΔE sekitar 10-6 kcal mol-1).







UV (Ultra Violet) menggunakan energi cahaya yang lebih tinggi yang mengakibatkan elektronic transisi (ΔE sekitar 40 - 300 kcal mol-1).







Pada energi cahaya yang sedikit lebih rendah dari radiasi sinar tampak akan menyebabkan eksitasi vibrasi dari ikatan-ikatan dari suatu molekul. Spektrum elektromagnetik ini disebut range infra red. Range medium dari infra red adalah yang paling bermanfaat dalam kimia organik. Absorbsi infra red dinyatakan dengan panjang gelombang (wavelength) yaitu 2.5 – 16.7 micron meter, atau kebalikannya : bilangan gelombang (wavenumber) yaitu 600 – 4000 cm-1(E sekitar 1 - 10 kcal mol-1).



b). Differential Scanning Calorymetry Differensial Scanning Calorimetri adalah suatu teknik untuk mempelajari perubahan yang terjadi pada polimer ketika dipanaskan. DSC dipergunakan dalam penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal polimer. Sampel polimer dan sebuah benda referensi dipanaskan dalam atmosfer nitrogen, dan selanjutnya transisi-transisi termal yang terjadi yang terjadi pada sampel polimer tersebut dideteksi dan diukur. Sampel polimer diletakkan dalam wadah aluminium yang sangat kecil (crucible).



Suatu termogram DSC, dengan titik A adalah suhu transisi gelas, ada penurunan baseline, yang berarti sampel membutuhkan lebih banyak panas. Ini terjadi karena polimer yang telah melewati titik transisi glass akan memiliki kapasitas panas yang lebih besar. Setelah melewati transisi glass, maka mobilitas rantai polimer semakin besar, dengan menaikkan temperatur (memberi panas) polimer memiliki energi yang cukup untuk bergerak dan menata belitan rantai menjadi lebih teratur, ini dinamakan kritalisasi. Ketika sampel polimer telah terkristalisasi, maka sampel akan mengeluarkan panas, B adalah titik tengah dari peak kristalisasi tersebut dan dinamakan titik temperatur kristalisasi. Karena pada area peak ini polimer mengeluarkan panas, maka kristalisasi disebut transisi eksotermik.



c). Kekuatan Mekanik Uji tarik yang sederhana, dapat memberikan sifat-sifat mekanik yang penting dari suatu polimer. Kemiringan kurva pada grafik Stress vs Strain memberikan Sifat Mekanik Modulus Young atau kekakuan dari polimer. Jika uji tarik dilakukan pada Polietilen bercabang, maka polietilen tersebut akan meluluh/yield dan necking (membentuk leher). Berbeda dengan polistiren (polimer yang bersifat rapuh) akan langsung putus pada elongasi rendah. Pada polietilen, dimana terbentuk necking saat uji tarik, maka segment kristal akan tersusun kembali dan rantai-rantai molekul bergeser satu dengan yang lain sesuai dengan arah tarikan (terorientasi).



Plastik dan serat sama-sama memperlihatkan suatu gradien yang curam (modulus tinggi), tetapi serat bisa mempertahankan tegangan yang lebih besar sebelum putus (akhir kurva). Elastomer pada mulanya memiliki modulus yang rendah, tetapi sekali teregang maka modulusnya naik tajam. Suatu kurva tegangan perpanjangan yang umum untuk plastik seperti polietilen yang memperlihatkan berbagai elemen kelakuan tarik dapat kita lihat pada gambar.



Awalnya modulus tinggi, sampai mencapai suatu titik dimana plastik tersebut yield atau berdeformasi. Sebelum titik deformasi tersebut, perpanjangan bersifat dapat balik. Pada titik deformasi/yield telah diaplikasikan tegangan yang cukup untuk membuat molekul-molekul terurai dan dapat bergerak satu sama lain, dan perpanjangan selanjutnya bersifat tidak dapat balik. Akhirnya sampel tersebut patah. Kelakuan tarik polimer yang dijelaskan di atas (bentuk kurva tegangan-perpanjangan) tergantung pada morfologi awal polimer. Jika polimer tersebut amorfus atau mempunyai tingkat kekristalan yang rendah, dengan penerapan tegangan dapat menaikkan kekristalannya, yang berakibat menaikkan modulus. Jika dari kurva tegangan – perpanjangan, suatu polimer memperlihatkan titik yield dan mengalami perpanjangan sampai putus, ultimate tensile stregth-nya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya berat molekul. Morfologi ternyata sangat penting dalam menentukan mekanikal propertis dari polimer kristalin. Baik kekuatan tarik maupun mekanisme putus dari



suatu polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor -seperti ukuran spherulite dan struktur interlamellar. Polimer dengan ukuran tekstur spherulite yang kecil dan halus cenderung putus pada perpanjangan yang lebih panjang, dibandingkan dengan ukuran tekstur spherulite yang besar dan kasar akan putus pada perpanjangan yang lebih pendek.



DAFTAR PUSTAKA



1. Malcolm P. Stevens, Polymer Chemistry: An Introduction; 2001; 184 2. Billmeyer F.W., Text Book of polymer Science, 1984 3. Hart Harold; Sumihar; Kimia Organik; Erlangga; 1983;74-77 4. Callister William D., Material Science and Engineering, John Willey & Sons, 1997. 5. Andersson, T.;Wesslen, B; Journal App. Polymer Science; 2002 6. Bovey F.A., Macromolecules An Introduction to polymer Science; 1982; 8 7. Vollhardt, Organic Chemistry, structure and function; 2000; 95 – 100 8. Joseph I, Gold Steir at All, 1992, Scanning Electron Microscopy and X- Ray Microanalysis, Second Edition, Plenum Pres Newyork. 9. Craig I.H., Shyichuk A.V., Syrotynska I., Photo-Induced Scission and Crosslinking in LDPE, LLDPE, HDPE; Polymer Engineering and Science 2005; 579-587 10. Helmut Gunzler, IR Spectroscopy, 2006, 200 - 210. 11. Khokan Kanti Majumder, Graham Hobbs, Sati N. B, Molecular, Rheological, and Crystalline properties of LDPE in Blown Film Extrusion, Polymer Engineering and Science, Dec 2007. 12. Showa Denko – Chandra Asri Petrochemical Center, 1994, SDK Slurry Phase HDPE process Technology manual for PT. Chandra Asri Volume-2, Chapter 4.2, 4.3. 13. Carey, Francis; Organic Chemistry; McGraw Hill; 2003; 10 – 98 14. Olmsted John, Williams Gregory M.; Chemistry; John Wiley & Sons; 2006; 533-536 15. Williams C. Michael; DSC Evidence for Microstructure and Phase Transitions in Polyethylene melt at high temperature; Macromolecules; 2000; 33; 520 – 522 16. Tyuleneva N.K., Kalinina I.G., Shlyapnikov A; Oxidation of polyethylene with an uneven distribution of antioxidant; International Polymer Science and Technology; 2006; 7-9