Makalah Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hadis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ummu
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS



MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis pada Program Studi Ilmu Hadis Semester I



Dosen Pemandu: Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyanah Dr. La Ode Ismail Ahmad, M.Th.I



Oleh: SUSANTI INADJO NIM: 80700219002



PROGRAM PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019



2



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa Rasulullah tidak ada sumber hukum selaim Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an masih bersifat umum, kecuali sebagian sesuai dengan ushul. Sebagai hukum yang terdapat dalam Hadis sama dengan yang ada dalam Al-Qur’an. Hadis menjelaskan yang mubham merinci yang mujmal, membatasi yang Mutlak, mengkhususkan yang umum. Hadis juga menjelaskan hukum yang belum ada dalam Al-Qur’an.1 Hadis merupakan Praktek nyata dari apa yang yang terdapat di dalam AlQur’an, dan muncul dalam praktek yang berbeda-beda, sesuai masing-masing yang menafsirkannya. Beliau (Rasulullah) mempraktekkan dengan perbuatan ataupun ucapan, ada juga dengan cara taqriri (ketetapan beliau.2 Dalam Studi Ilmu Hadis, Ulama Hadis telah membagi beberapa periodelisasi terutama dalam pembukuan Hadis. yakni, pertama al-Wahyu wa at-Takwin, yakini periode pembentukan Hadis, dimulai sejak abad Rasulullah Saw sampai beliau wafat (610 M-632 M/11 H). kedua,periode Iqbal ar-Riwayah, yaitu periode sedikitnya periwayatan Hadis, di mulai sejak Rasulullah wafat (632 M/11H). sampai pada masa Umar bin Khatab (634-644 M/13-23 H). ketika, periode Intisyar ar-Riwayah yaitu 1



Muhammad.Ajaj Al-Khathib, Hadis Nabi Sebelum Dibukakan (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 45. 2



Muhammad.Ajaj Al-Khathib, Hadis Nabi Sebelum Dibukakan, h. 45-46.



3



periode tersebarnya hadis, di mulai pada masa pemerintahannya Utsman bin Affan (644-656 M/23-25 H) sampai masa pemerintahan khalifah bani Umayyah sebelum khalifah Umar bin Abdul Azis (717-720 M/99-101 H). keempat, periode tadwin, yaitu periode pembukuan hadis, dimulai sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Azis (717-720 M/99-101 H). kelimah, periode Tanqih, yaitu periode penyeleksian terhadap hadis yang diketuai oleh Imam Bukhari (194-256 H) dan keenam, periode syarah, yaitu periode penjelasan atas kitab-kitab hadis hasil tanqih.3 B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hadis? 2. Bagaimana Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hadis?



Muhammad ‘aJaj al-Khatib, Hadis Nabi Sebelum dibukukan h. 1



3



4



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hadis Kamus besar Indonesia mendefinisikan bahwa pertumbuhan adalah ‘Tumbuh dan bertambah besar’.4 perkembangan adalah ‘berasal dari kata kembang, mekar, terbuka, atau membentang. Sehingga dikatakan perkembangan ialah ‘bertambang dan meluas dengan sempurnah’.5 Endang Sutari mengatakan bahwa pertumbungan dan perkembangan Hadis yaitu: ‘masa atau periode Hadis dari sejak lahir, tumbuh dalam pengenalan, pengahayatan dan pengamalan dari generasi ke generasi.6 Belajar Sejarah Hadis dari awal lahirnya sampai melewati berbagai macam prosesnya, seehingga sampailah kepada kita dalam bentuk kitab-kitab, tentu tidak lepas dari kerja keras dan usaha para periwayat dan ulama Hadis, untuk mempalajarinyam memngajarkannya, mengamalkannya. Dari berbagai periode yang di lalui sehingga tidak heran ada berbagai macam perbedaan pendapat para ulama, ada banyak syarat dan ketentuan agar bisa meriwayatkan Hadis.7



4



Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 1745 5



Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 724-725



6



Endang Sutari, Ilmu Hadis (Cet. II; Bandung: Amal Bakti Press, 1997), h. 29



7



Hading, jurnal UIN, di akses pada tanggal 03 oktober 2019



5



B. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hadis Berbicara tentang Sejaran tentu berbicara tentang Masa lampu atau masa silam, sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadis sangat menarik di ulas, dilihat dari berbagai usaha dari masa Rasulullah sampai masa pengkodifikasian hadis, bahkan sampai hari ini masih menjadi kontropersi di kalangan para pengkaji hadis. sejarah akan mengungkap bagaimana usaha-usaha ulama Hadis dalam setiap periode dalam menjaga dan melestarikan Hadis, sehingga sampai kepada kini saat ini,



Dalam



keadaan buku-kubu atau kitab-kitab hadis yang secara sempurnah ulasannya. Dan itupun masih saja mendapat banyak tanggapan dan perbedaan pendapat dikalangan kita.8 Bahkan semakin menarik ketika di ulas oleh para kaum orientalis tentang orisinalitas Hadis. alasan para kaum orientalis adalah jauhnya dari masa Rasulullah wafat ke masa pengkodifikasian hadis. mereka mengatakan dengan rentan waktu yang begitu jauhnya, maka ada kemungkinan hadis ini dimanipulasi sehingga mereka meragukan keasliannya atau keorisinalitasnya sekalipun itu Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.9 Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hadis pada setiap periode mengalami banyak perbedaan pendapat dikalangan ulama Hadis. bahkan dalam menetukan periodelisasipun para ulama berbeda pendapat, di antaranya: yakni Mustafa A’zhami



8



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis (Cet. II; Gorontalo: Sultan Amai Press,2011), h. 27



9



H.L. Bech dan N.J.G. Kaptein, Pandangan Barat terhadap Literatul Hukum, Filosofi, Teologi, dan Mistik Tradisi Islam (Jakarta: INIS 1988).



6



membaginya dalam dua periode, periode pra classical hadis literature dan the learning and transmitting of hadis. Muhammad ‘Abd al-Rauf membaginya dalam lima periode. Periode marhalah al-shahifah, marhalah al-musgannaf, marhalah almusnad, marhalah al-shahih dan marhalah al-tahliyah. Sedangkan T.M. Hasbi AshShiddieqy membaginya ke dalam tujuh periodisasi.10 Dari berbagai macam perbedaan pendapat para ulama Hadis dalam menentukan periode Pertumbuhan dan Perkembangan Hadis, namun tentu tidak lepas dari periode Rasulullah, periode Sahabat, periode Tabi’in, periode atau masa kodifikasi dan pasca kodifikasi sampai saat ini.11 1. Hadis pada masa Rasulullah (13 SH-11 H ) Rasulullah merupakan pelopor pertama daalm sejarah hadis, karena Beliau adalah penerima Wahyu (‘ashr al-wahy) yang dalam hal ini adalah Hadis itu sendiri, dan sekaligus masa terbentuknya Hadis (‘ashr al-takwin). Pada



masanya



Rasulullah



terbentuknya



hadis



berawal



dari



beliau



mengajarkannya dengan berbagai macam cara a. Husn al-tarbiyah wa al-ta’lim yakni memberikan pelajaran dengan mencontohkan sikap dan perilakunya yang baik. Sebagaimana



ada



sebuah



riwayat



bahwa



ketika



Nabi



berceramah



menyampaikan secara jelas, lantang dan tegas. Dikatakan bahwa Ekspresi Nabi pada saat itu ketika berpidato seakan-akan sebagai komdan perang yang siap bertempur 10



M Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa, 1991), h. 70-74



11



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 27-28



7



beliau sangat bersemangat dan antusias.12 Dan ketika ada pertanyaan, beliau akan menjawab lebih dari apa yang ditanyakan atau menjawabnya dengan panjang lebar.13 1) Tadarruj yakni mengajarkannya dengan bertahap karena beliau memperhatikan dan mempertimbangakan buadaya , social dan psikologis dari umat. Yang tidak begiu serta merta mampu meneri semuanya sekaligus. Dan juga dapat di mengerti oleh semua umat.14 2) Tanwi wa al-tagyir yakni membagi masing-masing masalah agar tidak membingungkan. Dan menjelaskan dengan penuh pariasi yang berusa agar apa yang beliau sampaikan tidak akan terasa berat, dan mudah dimengerti oleh para sahabat.15 3) Tathbiq al-amal yakni bukan hanya menjelaskan akan tetapi langsung mencontohkannya. Misalnya: mengajarkan sejumlah Ayat Al-Qur’an kepada para sahabat, lalu memerintahkan sahabat untuk membacanya dan mengamalkannya. Dan mereka para sahabat setelah belajar dari Rasulullah langsung mengamalkannya dan tidak akan menambah hafalan kecuali yang



Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid ibn Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, juz V (Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, 1952), h. 65 12



Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalaniy, fath al-Bari bi Syarh Shahih alBukhari, juz VII (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), h. 289 13



14



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 29



15



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 29



8



sebelumnya telah mereka amalkan. Merak berkata ‘Kami mempelajari AlQur’an, Ilmu dan pengamalannya sekaligus’.16 4) Mura’ah al-mustawiyat al-mukhtalifah



yakni mempertimbangakan kondisi



psikologis yang bertanya, sehinnga bisa ada jawaban yang berbeda dari setiap penanya yang berbeda. Sebagaimana sebuah kisah Nabi pernah ditanya oleh sahabat tentang amalan yang utama, Nabi menjawab ‘beriman kepada Allah dan Rasulnya’ beliau ditanya lagi, kemudian apa? Beliau menjawab ‘jihad di jalan Allah’ kemudian apa lagi ya Rasulullah? Beliau menjawab ‘haji mabrur’. Ketika beliau ditanya oleh sahabat lain, dengan pertanyaan yang sama, maka beliau menjaab dengan muatan dan urutan yang berbeda, beliau mengatakan ‘shalat pada waktunya, berbakti kepada kedua orangtua, jihad di jalan Allah. Perbedaan dari jawaban ini bermaksud untuk memperbaiki Akhlak dilihat dari siapa yang bertanya.17 5) Taisir wa’adam at-tasydid



yakni selalu memudahkan dan mengutaman



kemaslahatan umat. Itulah mengapa islam sampai kepada kita dengan jalan kedamaian, karena Rasulullah mencontohkannya. Dalam sebuah pesan beliau menegaskan ‘Permudahlan dan jangan mempersulit’



Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah Qabl al-Tadwin ( Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h. 60



16 17



Nizar Ali , Memahami Hadis Nabi , Metode dan Pendekatan (Yogyakarta: YPI Rahma, 2001), h. 112



9



Pada masa ini masa istimewa karena menerima langsung dari Nabi Saw karena antara sahabat dengan Rasulullah tidak ada hijab. Para sahabat mempergunakan waktu mereka bersama Rasulullah, untuk belajar Hadis tentang apa saja yang mereka tidak ketahui, Rasulullah sebagai mubayyin para sahabat bertanya tentang Akhirat dan Dunia yang mereka tidak ketahui. Sahabat mendengarnya dari musyafahah dan musyahadah. Bahkan beliau juga mengadakan forum-forum khusus untuk belajar 1) Ta’lim al-Nisa’18 2) Ta’lim al-Awlad 19 3) Fardiyah wa jama’ah wa ‘amamah. 4) Markaz al-Ta’lim20 Ada beberapa sahabat tercatat dalam sejarah ynag paling banyak meriwayatkan hadis, sesuai dengan sebabnya masing-masing. 1) Al-Sabiqun al-awwalun (para sahabat yang pertama kali masuk islam). seperti: Abu Bakar, Umar bi Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ibn Mas’ud. 2) Ummahat al-Mukminin (Istri-Istri Rasul) 3) Sahabat yang selalu berada disisi Rasulullah, yakni Abdullah bin Amar bin alAsh Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalaniy, fath al-Bari bi Syarh Shahih alBukhari, juz I, h.206 18



Nasiruddin Albani, Shifat al-Shalat al-Nabi (Riyadh: Maktabah al-Ma’rifah, 1996), h. 183



19 20



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 33



10



4) Sahabat yang tidak lama bersama Rasulullah namun banyak sekali meriwayatkan hadis, yakni Abu Hurairah 5) Sahabat yang sangat sungguh-sungguh belajar dari Rasulullah, namun tergolong dari usia terpaut jauh dari masa wafatnya Nabi, tetapi banyak bertanya kepada sahabat yang lain.21 b. Hadis pada masa Sahabat (11 H-40 H) Berbeda dari masa sebelumnya, di masa sahabat Hadis mengalami banyak kemunduran karena masa ini periwayatan hadis di batasi dan menyebabkan Hadis kurang berkembang. Di sebabkan oleh perhatian para sahabat terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an. Maka terjadilan pembatasan periwayat ( alatsabbut wa al-iqlal min al-riwayat) karena ada kekhawatiran akan tercampurnya – Al-Qur’an dengan Hadis karena pada zaman itu Al-Qur’an masing ada dalam hafalan masih pada fase awal pembukuan. 22 Ada dua jalan yang di lakukan para sahabat dlam meriwayatkan hadis, yaitu: 1. Periwayatan lafzhi. Meriwayatkan seperti yang di sampaikan Rasulullah saw 2. Periwayatan ma’nawi. Karean keadaan darurat maka para penghafal hadis atau sahabat meriwayatkan dengan kata yang berbeda namun memiliki makna yang sama



Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib , Ushul al- Hadis ‘Ulumuh wa Mushthalahuh (Beirut: Dar alFikr, 1981), h. 71-72 21



22



Utang Runuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta: Gaya Media Pratama 1996), h. 54



11



c. Hadis Pada Masa Tabi’in (41 H- Akhir Abad I Hijriyah) Semakin luasnya ajaran islam, maka para sahabat banyak pergi keberbagai daerah untuk mengajarkan Hadis maka melalui merekalah berkembang pesat Hadis sampai kepada para tabi’in. pusat kota yang menjadi tujuan para tabi’in untuk belajar hadis, antaranya: Madinah,Makkah, Kufah, Basrah, Syam, Mesir, Yaman, Magribi dan Andalus, Khurasan, Meskipun berkembang pesat, pada masa ini juga muncul hadis maudhu. Sebagai konflik politik kaum muslimin. Sebenarnya konflik ini sudah ada pada masa sahabat, yang mengakibatkan terjadinya perang jamal dan perang shiffin yang menjadikan kaum muslimin terpecah menajdi beberapa kelompok. Di antaranya adalah : Khawarij, Syi’ah, Mu’awiyah, dan golongan Jumhur pada umumnya. Itu sebabnya adanya hadis maudhu’ di buat untuk kepentingan politik. d. Hadis Pada Masa Kodifikasi (Abad II H) Kodifikasi adalah pencatatan, penulisan, pembukuan. Secara individu pencatatan telah dilakukan sahabat pada zaman Nabi Saw. Yang dimaksud kodifikasi disini ialah pencatatan secara resmi karena perintah Khalifah. Bersamaan dengan meluasnya Ajaran dan wilayah islam, maka tersiarlah bid’ah – bid’ah. Para penghafal Hadis terpencar dan banyak juga yang meninggal Dunia pada perang. Sehingga menyebabkan berkurangnya para penghafal Hadis. berdasarkan hal ini maka menuntut adanya untuk di bukukan Hadis secara menyeluruh.23



23



Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Mekkah: Pustaka Pelajar, 2005), h. 20



12



Oleh karena itu, pada abad pertama Amirul Mukminin Umar bin Abdul Azis mengirim surat kepada para pejabat qadhinya di Madinah. Sebagai berikut:



‫انظرما كان من حد يث رسول هللا فا كتبه فأنى خفت دروس العلم وذهاب‬ ‫العلماء‬ ‘periksalah, mana saja yang termaksud Hadis Rasulullah maka tulislah. Karena, sesungguhnya aku Khawatir terhadap musnahnya ilmu agama dan wafatnya para ulama’. Pengkodifikasian ini di mulai pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Azis (Kahlaifah ke-8 dai Dinasti Bani Umayyah) Beliau memerintahkan gubernur Madinah pada saat itu yang dijabat oleh Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm agar mengumpulkan hadis dari para penghafalnya.24 Kemudian instruksi tersebur juga disambut dengan baik oleh seorang Ulama yang bernama Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin Syihab al-Zuhri, seorang Ulama besar Hijab dan Syam. beliau lebih dikenal dengan Ibn Syihab al-Zuhri. Dan setelah di kodifikasi, dikirimkan kepada pengusaha-pengusaha daerah.25 e. Hadis pada Masa Pemurnian dan Penyempurnaan (Abad III H) Masa pemurnian hadis adalah masa ketika mudawwin melakukan seleksi secara ketat dan memisahkan antara hadis-hadis marfu’, mawquf, dan maqthu. Dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun dari Dinasti Abbasiyah sampai pada masa Khalifah al-Muqtadir. 24



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 49



25



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 49-50



13



Ulama hadis melestarikan hadis dengan upaya-upaya berikut: 1) Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah yang jauh, karena hadis yang telah di bukukan hanya berada di kota-kota tertentu pada Abad ke II H. 2) Sejak permulaan Abad III H, telah di bagi dalam beberapa klasifikasi Hadis kedalam Hadis marfu’ mawquf dan maqthu. 3) Dalam perkembangan selanjutnya, sejak pertengahan Abad ke III H, milai di adakan seleksi hadis kedalam Hadis Shahih dan hadis Dha’if 4) Dikritik, baik sanad maupun matan Hadis 5) Menyusun kitab-kitab dengan mencantumkan metode-metodenya dengan mengulas permasalahannya sesuai tema Hadis Dan lahirlah tiga kitab hadis yang di pisahkan melalui kualitasnya: 1) Kitab shahih 2) Kitab Sunan 3) Kitab musnad Pada abad ini juga terjadi pemtasan antara Ulama mutaqaddimin dan ulama muta’akhirin.26 f. Hadis pada Masa Pemeliharaan dan Penerbitan (Abad IV- Pertengahan Abad VII H)



26



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 53-57



14



Setelah di dewankan pada abad III H, masing ada beberapa hadis shahih yang belum dibukukan yang diluar dari kitab-kitab hadis yang sebelumnya. Dapat ditemukan dalam kitab 1) Al-Shahih karya Ibn Khuzaimah 2) Al-Anwa’wa al-Taqsim karya ibn hibban 3) Al-Muntaqa’ karya Ibn jarud 4) Al-musnad karya abu awanah 5) Al-mukhtarah karya Muhammad bin ‘Abd al-Wahid al-Maqdisi Berbeda dengan abad sebelumnya, pada zaman ini para periwayat hadis tidak lagi pergi keberbagai daerah untuk belajar hadis, karena mereka hanya melihat pada kitabkitab ahdis yang sudah ada. Meskipun kualitas dan kuantitasnya tidak lagi sama dengan para periwayat sebelumnya. Akan tetapi mereka menyusun berbagai macam kitab hadis dengan tidak menggunakan sistem mushanaf , maka lahirlah kitab-kitab sebagai berikut: 1) Kitab Athraf, dengan menyebutkan sebagian matan saja, namun menjelaskan seluh sanad 2) Kitab mustahkraj, menggunakan matan-matan dari al-Bukhari dan Muslim, namun dengan sanadnya yang berbeda-beda 3) Kitab Mustadrak, menyusun hadis-hadis yang memiliki Syarat dari Bukhari dan Muslim



15



4) Kitab jami’, menghimpun hadis dari semua kitab yang sudah ada.27 5) Hadis pasca masa Pensyarahan dan Pembahasan (Pertenganah Abad VII HSekarang) pada umunya yang paling banyak di lakukan ulamap ada masa ini adalah memepelajari



kitab-kitab



yang



sudah



ada,



dan



memahaminya



dan



megembangkannya, melalui metode syarah,28 mukhtashar,29 zawa;id.30 Dan perkembangan hadis terakhir ini panjang mulai dari pertengahan abad VII sampai zaman moderent.31



27



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h.57-59



28



Kitab Syarah adalah kitab yang memuat pensyarahan hadis, contohnya fath al-bari.



29



Kitab mukhtashar adalah kitab yang berisi ringkasan dari semua kitab hadis. Contohnya aljami’ al-sagir 30



Kitab zawaid adalah kitab yang menghimpun hadis dari kirtab tertentu dan tidak bercampur dengan kitab hadis lainnya. Contohnya zawaid al-sunan al-Kubra 31



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis, h. 61



16



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulakn bahwa sejarah yang membahas Hadis dari masa awal kemunculannya, sampai pada masa kodifikasi. Bahkan sampai saat ini, masih saja menjadi perbedaan dikalangan para Ulama. Berbicara tentang sejarah hadis pada awal kemunculannya. Pada masa Rasulullah (13 SH/11 H). Rasulullah adalah pelopor pertama mengajarkannya kepada para sahabat. Kemudian masuk pada masa sahabat (11H-40 H). setelah Rasulullah wafat, maka para sahabat meneruskan untuk mengajarkan Hadis sampai keberbagai daerah. Namun para sahabat menyampaikan hadis dengan menggunakan dua metode, pertama, meriwayatkan secara lafzih. Kedua meriwayatkan secara ma’nawi. Kemudian masuk pada masa Tabi’in (41 H- akhir abad 1 H). semakin meluasnya islam maka hadis bisa sampai kepada para Tabi’in, pada masa Tabi’in muncullah pemalsuan hadis, karena di pelopori oleh komplik politik. Selanjutnya hadis pada masa kodifikasi ( abad 11 H). atas perintahnya Khalifah Umar Abdul Azis dari dinasti Umayyah Khalifah k-8, melalui gubernur Madinah pada saat itu, yang sedang dipimpin oleh Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm. Selanjutnya masuk



17



pada masa pemurnian dan penyempurnaan hadis (Abad III H). pada masa ini terjadilah seleksi hadis yang ketat, sehingga terjadilah pemisahan antara hadis marfu’ mauquf, dan maqhtu. Pada pemerintahannya Khalifah al-Makmun sampai pada Khalifah al-Muqtadir dari bani Abbasiyah. Selanjutnya hadis pada masa pemeliharaan dan penerbitan (Abad IV- pertengahan abad VII H). setelah di dewakan pada abad III H, para ulama hadis untuk membukukan hadis yang belum di bukukan sebelumnya. Kemudian terakhir pada masa pensyarahan dan pembahasan (pertengahan abad VII H-sekarang). Dan pada masa ini para ulama hadis mempelajari, memahami, dan mengembangkannya.



18



B. Daftar Pustaka Muhammad.Ajaj Al-Khathib, Hadis Nabi Sebelum Dibukakan Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1999.



Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 2008.



Endang Sutari, Ilmu Hadis Cet. II; Bandung: Amal Bakti Press, 1997.



Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadis Cet. II; Gorontalo: Sultan Amai Press,2011.



H.L. Bech dan N.J.G. Kaptein, Pandangan Barat terhadap Literatul Hukum, Filosofi, Teologi, dan Mistik Tradisi Islam Jakarta: INIS 1988.



M Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis Bandung: Angkasa, 1991.



Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid ibn Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, juz V Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, 1952.



19



Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalaniy, fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, juz VII Beirut: Dar al-Fikr, tt.



Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah Qabl al-Tadwin Beirut: Dar al-Fikr, 1997.



Nizar Ali , Memahami Hadis Nabi , Metode dan Pendekatan Yogyakarta: YPI Rahma, 2001. Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalaniy, fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, juz I. Nasiruddin Albani, Shifat al-Shalat al-Nabi (Riyadh: Maktabah al-Ma’rifah, 1996.



Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib , Ushul al- Hadis ‘Ulumuh wa Mushthalahuh Beirut: Dar al- Fikr, 1981. Utang Runuwijaya, Ilmu Hadis Jakarta: Gaya Media Pratama 1996. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Mekkah: Pustaka Pelajar, 2005.



Kitab Syarah adalah kitab yang memuat pensyarahan hadis, contohnya fath al-bari.



Kitab mukhtashar adalah kitab yang berisi ringkasan dari semua kitab hadis. Contohnya al-jami’ al-sagir.



20



Kitab zawaid adalah kitab yang menghimpun hadis dari kirtab tertentu dan tidak bercampur dengan kitab hadis lainnya. Contohnya zawaid al-sunan al-Kubra.



Hading, jurnal UIN, di akses pada tanggal 03 oktober 2019