Makalah Tentang Amniotomi Episiotomi Dan CTG Dosen Pengajar: Angga Arsesiana, SST.,MTR - Keb [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TENTANG AMNIOTOMI EPISIOTOMI DAN CTG Dosen Pengajar : Angga Arsesiana, SST.,MTr.Keb



Di Susun Oleh: Islamanda



Nim : 2019.C.11A.1012



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN S1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini,diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami jugatidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihakatas bantuan, dukungan dan doanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.



Palangka Raya 27 November 2020 i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.........................................................................................................i DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1 A. Latar Belakang................................................................................................................1 B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1 C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1 BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................2 1.1 Amniotomi.....................................................................................................................2 1.2 Episiotomi......................................................................................................................4 1.3 CTG (Cardiotokografi)..................................................................................................8 BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................14 A. Kesimpulan.....................................................................................................................14 B. Saran...............................................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15



ii



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian Ibu dan anak sudah berkembang, karena kurangnya sosialisasi tentang kesehatan sehingga masyarakat sangat minim sekali dengan pengetahuan tentang kesehatannya. Rata-rata AKI di sebabkan oleh perdarahan pada persalinan yang abnormal, pada persalinan ada yang di sebut Kala II Persalinan di sebut juga kala pengeluaran yang merupakan peristiwa terpenting dalam proses persalinan karena objek yang di keluarkan adalah objek utama yaitu bayi. Indikasi amniotomi jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya. Dan episiotomy adalah pengguntingan pada perineum yang memudahkan bayi untuk keluar melalui jalan lahir jika tedapat masalah pada perineum ibu. Kala III persalinan merupakan kala dimana pengeluaran plasenta setelah bayi lahir, dan di susul dengan kala IV dimana kala ini tentang pengawasan pada ibu dan bayi setelah 1-2 jam postpartum. Pemberian asuhan pada bayi baru lahir juga tidak kalah penting dengan Kala I, kala II, kala III, dan kala IV, karena untuk menilai apakah bayi tersebut sehat dan dalam keadaan baik. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Amniotomi ? 2. Apa itu Episiotomi ? 3. Apa itu CTG ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa itu Amniotomi 2. Untuk mengetahui apa itu Episiotomi 3. Untuk mengetahui apa itu CTG



1



BAB 2 PEMBAHASAN 1.1 Amniotomi Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput ketuban (amnion) dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan didalam rongga amnion. Tindakan ini hanya dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau hamper lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung sebagaimana mestinya. Menurut hasil berbagai penelitian yang dikutip dari jurnal kedokteran, melakukan amniotomi dini secara rutin pada persalinan sama sekali tidak memberikan manfaat terhadap proses persalinan. Dahulu ada anggapan bahwa dengan dipecahkannya ketuban maka proses persalinan akan lebih pendek dan nyeri akan berkurang anggapan ini terbantahkan oleh penelitian yang melibatkan wanita dengan hasil bahwa, ternyata pemecahan selaput ketuban secara rutin sama sekali tidak terbukti mempercepat persalinan dan mengurang rasa nyeri. Cairan amnion berfungsi sebagai pelindung bayi dari tekanan kontraksi uterus. Karena alas an inilah maka amniotomi dini tidak dilakukan pada persalinan kala I. biasanya selaput ketuban akann pecah secara spontan. Diantara waktu kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati. Raba selaput ketuban untuk memastikan apakah kepala sudah masuk panggul dengan baik dan tali pusat atau bagian-bagian kecil tubuh bayi (misalkan tangan) tidak bisa dipalpasi. Jika ternyata baguian-bagian kecil dari tubu bayi dapat dipalpasi, maka janagn sekali-kali mencoba memecahkan selaput ketuban karena akan meyebabkan penyulit persalinan. Saat memecahkan selaput ketuban, satu tangan berada diatas fundus untuk memfiksasi kepala agar tetap berada didalam PAP denagn baik dan terkunci sementara satu tangan berada dalam vagina bertugas untuk memecahakn selaput ketuban. Setelah selaput ketuban dipecahkan, pertahankan satu tanganuntuk berada didalam vagina untuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat atau bagian kecil janin tidak teraba.



2



Indikasi untuk melaksanakan amniotomi adalah sebagai berikut : 1. Penolong akan memasanh electrode ppemantau janin internal 2. Pada saat kelahiran, terlihat bahwa bayi akan lahir dengan ketuabn masih utuh 3. Kebutuhan untuk menstimulasi persalinan misalnya bial terjadi disfungsi uterus hipotonik 4. Untuk memfasilitasi penurunan janin dan mengurangi kemungkinan bahwa dorongan akibat kontraksi akan menyebabkan ketuban pecah dengan tiba0tiba sehingga terjadi proplaps tali pusat. Kemungkinan dampak yang disebabkan oleh amniotomi adalah sebagai berikut : 1. Kompresi tali pusat 2. Kompresi kepal yang tidak merata disertai molding yang lebih luas dan kaput suksedaneum dapat meningkatkan resiko perdarahan intravaskula, terutama jika ketuban pecah pada awal persalinan. Bahaya potensial disebabkan oleh amniotomi adalah sebagai berikut : 1. Prolaps tali pusat ptensial jika ketuban pecah dengan kondisi kepala janin belum engage atau janin memiliki presentasi gabungan atau dengan atau presentasi bokong yang tidak cakap atau bayi kecil 2. Infeksi intrauterus potensial jika ketuban pecah sebelum persalinan dimulai dan pecahnya ketuban berlangsung lama. Tindakan amniotomi berpotensi bahaya, oleh karena itu , bidan hanya dapat melaksanakan amniotomi pada keadaan sebagai berikut : 1. Pembukaan lengkap, tetapi selaput ketuban belim pecah 2. Bayi berada pada posisi puncak kepala dengan kepala sudah menancap Prinsip-prinsipdalam melakukan amiotomi adalah sebagai berikut : 1. Lakukan amniotomi dengan teknik aseptic. 2. Pada saat amniotomi, kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari panggul selama prosedur karena tindakana seperti itu akan menyebaabkan prolaps tali pusat.



3



3. Dorongan yang menyebabkan ketuban pecah berkurang 4. Ketuban tidak diregang dengan ketat terhadap kepala janin ( sehingga terdapat ruang yang tidak terlalu sedikit untuk memegang ketuban kemudian merobeknya dengan aman. 5. Gunakaan alat yang efektif dan mudah digunakan untuk tindakan cepat, seperti klem alia atau berbagai bentuk lain yang diproduksi untuk tujuan ini. instrument yang menggelinding atau tergelincir pada permukaan selaput tidak menguntungkan bagi klinis sekaligus memperpanjang periode pemeriksaan dalam bagi ibu. 6. Setelah melakukan pemecahan ketuban, biarkan jari didalam vagina sampai kontraksi selanjutnya. 7. Mengevaluasi dampak amniotomi pada serviks (pembuaan) dan pada janin (penurunan dan rotasi). 8. Memastikan bahwa tidak terjadi proplaps tali pusat 9. Evaluasi bunyi jantung janin selama dan setelah amniotomi dilakukan. Tindakan ini bertujuan untuk mengkaji dampak yang timbul pada janin segera setelah amniotomi. 2.2 Episiotomi Episiotomy adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah rupture perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan untuk melakukan epieiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata agar mudah dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup. Sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan, karena ada indikasi tertentu untuk tetap dilakukannya tindakan episiotomy. Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomy karena hal itulah yang dianjurkan, bukan episiotominya. Alasan untuk tidak dilakukan episiotomi rutin : 1. Jumlah darah yang hilang meningkat dan resiko terjadinya hematom



4



2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak terjadi pada episiotomi rutin daripada tanpa episiotomi 3. Meningkatnya nyeri pasca persalinan didaerah perineum 4. Meningkatnya resiko infeksi Indikasi episiotomi untuk mempercepat proses kelahiran bayi dilakukan jika terdapat hal berikut : 1. Gawat janin dan janin akan segera dilahirkan dengan tindakan 2. Penyulit kelahiran pervagina misanya karena bayi sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum atau forsep 3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan. Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur dan robekan pada muskulus sfingter ani (rupture perinea totalis) yang tidak bisa dijahit dan dirawat dengan baik, karena jika terjadi akan mengakibatkan beser berak. Tujuan tindakan episiotomi 1. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak 2. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit 3. Menghindari robekan perineum spontan 4. Memperlebar jalan lahir pada tindakan pervagina Pertimbangan melakukan episiotomi 1. Waktu yang tepat melakukan episiotomi 2. Pada waktu puncak his dan pada saat meneran 3. Lingkar kepala pada perineum sekitar 5 cm 5



4. Indikasi melakukan episiotomi 5. Hamper



mayoritas



pada



primigravida



dapat



dihindarkan



dengan



mempertimbangkan elastisitas perineum 6. Pada multigravida dengan perineum yang kaku 7. Pada persalinan premature atau letak sungsang Jenis-jenis Episiotomi 1. Episiotomi medialis. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. 2. Episiotomi mediolateralis Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. 3.



Episiotomi lateralis



Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Episiotomi ini sudah jarang dilakukan, karena banyak menimbulkan komplikasi. Cara Melakukan Episiotomi 1. Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan. 2. Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan. 3. Tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka diantara jari telunjuk dan tengah.



6



4. Gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan). 5. Lanjutkan pimpinan persalinan. Penjahitan Episiotomi 1.



Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika ada terkontaminasi atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.



2.



Pastikan dan bahan-bahan yang digunakan sudah didesinfeksi tingkat tinggi.



3.



Setelah memberikan anestesi local dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah dianestesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menentukan batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.



4.



Buat jahitan pertama kurang lebih 1cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.



5.



Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin hymen.



6.



Tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah cincin hymen sampai jarum berada dibawah laserasi. Periksa kebagian antara jarum diperineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.



7.



Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak tiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin perlu satu atau dua lapisan jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.



8.



Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua.Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan.



7 9.



Tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin hymen.



10.



Ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina.potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek , simpul akan longgar dan laserasi akan membuka.



11.



Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa taau peralatan yang tertinggal didalam.



12.



Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedam anus, raba apa ada jahitan pada rectum. Jika teraba ada jahitan ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pascapersalinan, jika penyembuhan belum sempurna, segera rujuk.



13.



Cuci genetalia dengan lembut dengan sabun dan air desinfeksi tingkat tinggi. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman . 2.3 CTG (Cardiotokografi) Cardiotokografi



adalah



suatu



metoda



elektronik



untuk



memantau



kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam persalinan. Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia kandungan minimal 26-28 minggu, atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi. Cardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin untuk menilai kesejahteraanya (fetalwellbeing). Dalam Cardiotokografi terdapat 3 hal yang di catat : 1. Denyut jantung janin 2. Kontraksi Rahim 3. Gerakan janin. Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya dengan gerakan atau aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat peningkatan frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik, pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut jantung janin. Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam.



8 Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan. 



PEMERIKSAAN CARDIOTOKOGRAFI



Pemeriksaan Cardiotokografi biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan indikasinya terdiri dari : 



IBU



1. Pre-eklampsia-eklampsia 2. Ketuban pecah 3. Diabetes mellitus 4. Kehamilan > 40 minggu 5. Vitium cordis 6. Asthma bronkhiale 7. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO 8. Infeksi TORCH 9. Bekas SC 10. Induksi atau akselerasi persalinan 11. Persalinan preterm. 12. Perdarahan antepartum. 13. Ibu perokok. 14. Ibu berusia lanjut. 15. Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid. 



JANIN



1. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) 2. Gerakan janin berkurang 3. Suspek lilitan tali pusat 4. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin 5. Hidrops fetalis 6. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.



9 7. Mekoneum dalam cairan ketuban 8. Riwayat lahir mati 9. Kehamilan ganda 



MEKANISME PENGATURAN DENYUT JANTUNG JANIN



Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut/menit ( dpm) dengan variasi normal 20dpm diatas atau dibawah nilai rata-rata. Jadi nilai normal denyut jantung janin antara 120-160 dpm. Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung janin antara lain melalui : 1. Sistem saraf simpatis, sebagian besar berada dalam miokardium. Contoh rangsangan ; dengan obat beta-adrenergik akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curahan jantung. Dalam keadaan stres, sistem saraf ini berfungsi mempertahankan aktifitas jantung. Hambatannya,dengan obat propanolol akan menurunkan frekuensi dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ. 2. Sistem saraf parasimpatis, terdiri atas serabut n. vagus yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA,VA,dan neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan n.vagus,misalnya dengan asetilkolin,akan menurunkan frekuensi DJJ, sedangkan hambatannya dengan atropin akan meningkatkan frekuensi DJJ. 3. Baroreseptor,yang letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan meningkat,reseptor ini akan merangsang n. Vagus dan n.glosovaringeus,yang akibatnya akan terjadi penekanan pada aktifitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ. 4. Kemoreseptor, yang terdiri dari atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak di daerah karodid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar O2 dan CO2 dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat, akan terjadi reflek dari reseptor sentral berupa takhikardi dan



peningkatan tekanan darah untuk memperlancar aliran darah,meningkatkan kadar O2 dan menurunkan kadar CO2.



10 Keadaan hipoksia/hiperkapnea akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks bradi kardi. Hasil interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradi kardi dan hipertensi. 5. Susunan saraf pusat. Variabelitas denyut jantung janin akan meningkat sesuai dengan aktifitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktifitas otak menurun maka variabilitas denyut jantung janin juga akan menurun. Rangasangan hipotalamus akan menyebabkan takhikardi. 6. Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada keadaan stres,misalnya asfiksia, maka medula adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dengan akibat takhikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan tekanan darah. Karakteristik Denyut Jantung Janin Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada 2 macam : 



Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi)







Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut jantung janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus







SYARAT PEMERIKSAAN CTG



1. Usia kehamilan 28 minggu. 2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan). 3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui. 4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik. 



PERSIAPAN PASIEN



1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).



2. Kosongkan kandung kencing. 3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.



11 4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit. 5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum maksimum DJJ. 6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi berakhir. 7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum maksimum. 8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG. 9. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf. 10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin dicapai). 11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG. 12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit). 13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada tempatnya. 14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai. 15. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter. PARAMEDIK (BIDAN) DILARANG MEMBERIKAN INTERPRETASI HASIL CTG KEPADA PASIEN 



INDIKASI PEMERIKSAAN



1. kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, penyakit infeksi kronis dan lain-lain 2. kehamilan dengan berat badan janin rendah



3. oligohidramnion 4. polihidramnion



12 



CARA PEMERIKSAAN



1. sebaiknya dilakukan dua jam setelah makan 2. waktu pemeriksaan selama 20 menit 3. selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi. 4. bila ditemukan kelainan pada pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan yang sesuai. 5. konsultasi langsung dengan dokter kandungan.



13 BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan Amniotomi merupakan suatu tindakan untuk memecahkan ketuban pada saat pembukaan sudah lengkap. Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter). Tindakan amniotomi perlu dilakukan apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap. Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan. B. Saran Dalam memberikan asuhan persalinan kala I kita sebagai bidan harus memahami apa saja yang dibutuhkan ibu dan bayi dengan rajin membaca agar tidak salah dalam memberikan asuhan. Sehingga apabila plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit kita dapat menanganinya jika rajin membaca dan bisa menambah keterampilan kita.



14 DAFTAR PUSTAKA AbarwatiA, E R , Sunarsih,T, (2011), KDPK Kebidanan Teori & Aplikasi, Nuha Medika,



Yogyakarta,



Jee, Lofever, J, , PedomanPemeriksaanLaboratoriumdanDiagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta. Smyth



RMD, Markham C, Dowswell T. 2013. Amniotomy For Shortening



Spontaneous



Labour.



shortening-spontaneous-labour



 



Summaries.cochrane.org/CD006167/amniotomy-for-



15