Makalah Teori Kostruktivisme Humanisme Dan Pendidikan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • DiNi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Masalah Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Konstruktivisme dan humanisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar.



1.2



Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, saya merumuskan masalah : 1. Apakah Konstruktivisme itu? 2. Apa pandangan para ahli tentang pendekatan konstruktivisme? 3. Apa sajakah penerapan konstruktivisme dalam pendekatan dan pembelajaran?



4



4. Apa humanisme itu? 5. Apa itu humanisme Menurut Maslow dan Aplikasinya dalam Pendidikan ? 6. Apa teori carl roger tentang humanisme? 7. Bagaimana Penerapan Pendekatan



Teori Belajar Humanisme dalam



Pendidikan dan Proses Pembelajaran?



1.3



Tujuan Tujuan adanya makalah ini adalah Untuk dapat mengetahui semua yang telah dituangkan dalam rumusan masalah. Dan dapat mengetahui terobosan baru untuk diimplikasikan dalam suatu pembelajaran.



1.4



Manfaat Beberapa manfaat yang dapat kita peroleh dari penugasan makalah ini yaitu sebagai berikut: 1. bagi



mahasiswa



manfaat



yaitudapat mengetahui



tentang



dengan teori



adanya tugas belajar



makalah ini



konstruktivisme



dan



humanisme. 2. bagi dosen manfaat dengana danya praktikum ini yaitu dosen dapatmengetahui tingkat pemahaman siswa yang telah makalah tentang teori



belajar



konstruktivisme



dan



humanisme.



5



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Pengertian Teori Konstruktivisme Teori



konstriktivisme



adalah



gagasan



bahwa



masing-masing



pembelajaran harus menemukan dan mengubah informasi yang rumit jika mereka ingin menjadikannya milik sendiri.Teori konstruktivsme melihat pembelajaran sebagai orang yang terus menerus memeriksa informasi baru terhap peraturan lama dan kemudian merevisi aturan apabila hal itu tidak lagi berguna, karena siswa harus lebih aktif daalam pembelajaran mereka sendiri daripada biasanya di ruang kelas,teori ini sering juga di sebut pengajaran yang berpusat pada siswa (student centered instructions). Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat (Saefudin: 2008). Konstruktivisme



merupakan



landasan



berpikir pembelajaran



kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran (Nurhadi, 2004: 33). Berdasarkan definisi di atas, pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.Dalam pandangan konstruktivisme strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Dalam pembelajaran konstruktivisme guru berperan sebagai fasilitator sekaligus membimbing dan mengarahkan siswa membangun sendiri pengetahuan dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Trianto (2007) menyebutkan bahwa pendekatan konstruktivisme mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) dengan adanya pendekatan



6



konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi siswa dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori, (2) antara pengetahuan-pengetahuan



yang



ada



harus



ada



keterkaitan



dengan



pengalaman yang ada dalam diri siswa, (3) setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka pelajari. (4) Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari. Paradigma pembelajaran konstruktivisme memiliki tujuan sebagai berikut: a)



Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.



b)



Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.



c)



Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemaha,an konsep secara lengkap.



d)



Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.



e)



2.2



Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.



Pandangan Peaget dan Vygotsky tentang Pendekatan Konstruktivisme Beberapa pandangan tokoh-tokoh besar konstruktivisme antara lain konsep Jean Peaget dan Vygotsky tentang belajar yang merupakan dasar bagi pendekatan konstruktivisme dalam belajar a.



Konsep Konstruktivisme Jean Peaget Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafaat konstruktivisme dalam proses belajar. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual. Menurutnya belajar adalah proses perubahan konsep. Dalam proses tersebut, si pelajar setiap kali membangun konsep baru melalui



7



asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh karena itu, belajar merupakan suatu proses yang terus menerus, tidak berkesudahan. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui proses organisasi inilah manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikann informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga manusia dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut. Proses adaptasi adalah proses yang berisikan dua kegiatan: 1)



Menggabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima atau disebut dengan asimilasi.



2)



Mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan. Dalam proses adaptasi ini, Piaget mengemukakan empat konsep dasar (Nurhadi, 2004) yaitu skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.  Skemata



yaitu



manusia



berusaha



menyesuaikan



diri



denganlingkungannya.  Asimilasi yaitu penyerapan informasi atau pengalaman baru dalam pikirannya dan memadukan stimulus dengan perilaku yang sudah ada dalam diri.  Akomodasi yaitu menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.



8



 Keseimbangan yaitu keserasian antara asimilasi dan akomodasi dalam diri seseorang agar terjadi efisiensi interaksi dalam lingkungannya. Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa dalam pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif anak tergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanupulasi



dan



berinteraksi



dengan



lingkungannya.



Sedangkan



perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses kesinambungan tentang keadaan ketidak seimbangan dan keadaan keseimbangan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn, dan Tony, 1995:222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:  Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan.  Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa.  Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal.  Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas.  Kurikulum



bukanlah



sekedar



dipelajari,



melainkan



seperangkat



pembelajaran, materi, situasi dan sumber. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998:5).



9



Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi (1998: 133) mengemukakan: 1) Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dengan urutan yang sama. 2) Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkal laku intelektual 3) Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi). Adapun dampak yang terjadi akibat penerapan teori konstruktivisme dari Piaget terhadap pembelajaran: o Kurikulum: pendidik harus merencanakan kurikulum yang berkembang sesuai dengan peningkatan logika anak dan pertumbuhan konseptual anak. o Pengajaran: guru harus lebih menekankan pentingnya peran pengalaman bagi anak, atau interaksi anak dengan lingkungan di sekelilingnya. Misal guru harus mencermati peran penting konsep-konsep fundamental, seperti kelestarian objek-objek, serta permainan-permainan yang menunjang struktur kognitif.



b.



Konsep Konstruktivisme Vygotsky Menurut Vygotsky (Elliot, 2003:52) belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting.



10



1) Belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. 2) Proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga muncul perilaku sesorang karena intervening kedua elemen tersebut, pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat inderanya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang telah diterima tersebut diolah. Fungsi mental biasanya ada dalam percakapan atau komunikasi dan kerja sama di antara individu-individu (proses sosialisasi) sebelum akhirnya berada dalam diri individu (internalisasi). Pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif manusia telah melahirkan konsep perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia berkaitan erat dengan perkembangan bahasanya. Sehingga Vygotsky membagi perkembangan kognitif yang didasarkan pada perkembangan bahasa menjadi empat tahap (Ella, 2003) yaitu: 1) Preintelectual speech Tahap awal dalam perkembangan kognitif ketika manusia baru lahir, yang ditunjukkan dengan adanya proses dasar secara biologis (menangis, mengoceh dan bergoyang-goyangkan tangan) yang secara perlahan-lahan berkembang menjadi bentuk yang lebih sempurna seperti berbicara. 2) Native psychology Tahap kedua dari perkembangan bahasa ketika seorang anak “mengeksplore” atau menggali objek-objek konkret dalam dunia mereka. Anak mulai memberi nama atau label terhadap objekobjek tersebut dan telah dapat mengucapkan beberapa kata dalam pembicaraannya. 3) Egocentric speech



11



Tahap ini ketika anak berusia 3 tahun, anak selalu melakukan percakapan tanpa mempedulikan orang lain atau apakah orang lain mendengarkan mereka atau tidak. 4) Inner speech Tahap



ini



memberikan



fungsi



yang



penting



dalam



mengarahkan perilaku sesorang.Ide dasar dari teori belajar Vygotsky adalah scaffolding yaitu memberikan dukungan dan bantuan kepada seorang anak yang sedang belajar, kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah anak mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya agar anak dapat belajar mandiri. Berbeda



dengan



konstruktivisme



kognitivisme



ala



Piaget,



konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh vygotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999:62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekananya pada lingkungan sosial dalam belajar. Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999:63) adalah sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. 2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari 3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai



12



mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Mengenai belajar sains, Vygotsky menyarankan bahwa interaksi sosial itu penting saat siswa menginternalisasi pemahaman-pemahaman yang sulit, masalah-masalah, dan proses. Elanjutnya proses internalisasi melibatkan rekonstruksi aktivitas psikologis dengan dasar penggunaan bahasa. Jelas tampak bahwa penggunaan bahasa secara aktif yang didasarkan



pemikiran



merupakan



sarana



bagi



siswa



untuk



menegosiasikan kebermaknaan pengalaman-pengalaman mereka.Para konstruktivis



sosial



menekankan



bentuk-bentuk



bahasa



untuk



mempermudah konstruksi kebermaknaan anak, antara lain: pertanyaan dengan ujung terbuka, menulis kreatif, dialog kelas, dan lainlain. Lawson



(1998)



menurutnya



orang



yang



terampil



dalam



beragumentasi, terampul pula dalam menalar. Dari pengalaman mengajar selama ini, kita merasakan bahwa dengan meminta para siswa beragumentasi, kita pupuk keterbukaan dalam diri mereka, yang merupakan suatu syarat untuk memperoleh daya nalar yang tinggi. Dampak konsep Vygotsky terhadap pembelajaran ditengarai sebagai berikut: o Kurikulum: karena anak belajar umumnya melalui interaksi, kurikulum harus dirancang untuk menekankan adanya interaksi antara pembelajar dengan tugas-tugas pembelajaran o Pembelajaran: dengan bantuan yang sesuai oleh orang dewasa, anakanak sering dapat melaksanakan tugas-tugas yang tidak mampu diselesaikan sendiri. Terkait dengan itu, maka scaffolding (pijakan atau para-para) dimana orang dewasa secara kontinyu menyesuaikan tingkat responnya terhadap tingkat kognitif (kinerja) anak-anak terbuksi sebagai suatu cara pengajaran yang efektif. Menurut Setiawan (2004:28) bahwa dalam teori konstruktivisme, siswa lebih diberi tempat daripada guru. Artinya dalam proses pembelajaran, siswa merupakan pusat pembelajaran (student centre). Pandangan ini berangkat dari penelitian bahwa siswa pada hakikatnya



13



terus menerus melakukan interaksi dengan benda-benda atau kejadiankejadian, serta berhubungan dengan lingkungan sosial dan alam sekelilingnya. Dari hasil interaksi tersebut, mereka memperoleh pemahaman tertentu. Pemahaman-pemahaman tersebut selanjutnya dibangun sebagai pengetahuan yang tersimpan di dalam otaknya. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri(Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Para Rasionalis lebih menekankan rasio, logika, dan pengetahuan deduktif, sedangkan kaum empiris lebih menekankan pengalaman dan pengetahuan induktif. Menurut Staver, konstruktivisme merupakan sintesis pandangan rasionalis dan empiris. Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara subjek dan objek, antara realitas yang eksternal dan internal. Osborne (1993) dan Matthews (1994) menjelaskan bahwa konstruktivisme mengandung suatu bahaya yang mengarah ke empirisme dan relativisme. Beberapa konstruktivis lainnya terlalu menekankan abstraksi atau konstruksi yang dapat mengarah ke relativisme, yang menyatakan bahwa semua konsep adalah sah karena setiap ide yang diturunkan dari suatu abstraksi harus dianggap sah. Empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi. Empirisme adalah pandangannya bahwa sumber terpenting dari pengetahuan adalah dunia luar. Bagi empirisme, esensi pengetahuan adalah representasi dari dunia luar yang didapat terutama dari observasi atas alam semesta. Nativisme berlawanan dengan empirisme. Nativisme mengklaim bahwa sumber pengetahuan adalah dari dalam. Kalau kita simak, konstruktivisme memuat dua segi empirisme dan nativisme,



14



pengetahuan itu sumbernya berasal dari luar tetapi dikonstruksikan dari dalam diri seseorang. Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terusmenerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan dalam perkembangan pengetahuannya



2.3



Penerapan Konstruktivisme dalam Pendidikan dan Pembelajaran 1) Pengetahuan tidak bisa diberikan begitu saja kepada siswa dan diharapkan siswa juga harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. 2) Teori ini memusatkan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, 3) Pengajar berperan sebagai fasilitator atau instruktur yang membantu murid mengkonstruksi koseptualisasi dan solusi dari masalah yang dihadapi. 4) siswa adalah subjek utama dalam kegiatan penemuan pengetahuan. 5) Pengajar harus dapat memahami dan menghargai pemikiran siswa yang seringkali



siswa



menampilkan



pendapat



yang



berbeda



bahkan



bertentangan dengan pemikiran pengajar.



2.4



Hakikat Humanisme Psikologi humanistik menekankan kebebasan personal, pilihan, kepekaan dan tanggung jawab personal. Sebagaimana yang dinyatakan secara tidak langsung oleh tema itu, psikologi humanism juga memfokuskan pada prestasi, motivasi, perasaan, tindakan dan kebutuhan akan umat manusia.



Akhir



dari



perkembangan



pribadi



manusia



adalah



15



mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan potensinya secara utuh, bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan lingkungannya. Teori humanisme merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori belajar humanistik sifatnya sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusi yang dicita-citakan dan bertujuan untuk memanusiakan manusia itu sendiri serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Tujuan belajar menurut teori ini adalah memanusiakan manusia artinya perilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.Menurut para pendidik aliran ini penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yaitu membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan potensi mereka. Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu proses pemerolehan informasi baru dan personalisasi informasi ini pada individu. Sesuai beberapa pendapat-pendapat di atas teori Humanistik adalah suatu teori yang mana manusia itu dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan potensinya secara utuh, bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan lingkungannya



2.5



Humanisme Menurut Maslow dan Aplikasinya dalam Pendidikan Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada 2 hal : 1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang. 2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.



16



Maslow mengemukakan bahwa individu berprilaku dalam upaya memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang bias timbul berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berkembang atau berusaha, mengambil kesempatan, membahayakan apa yang sudah dia miliki dan sebgainya, tetapi di sisi lain seseorang memiliki dorongan untuk lebih maju kea rah keutuhan, kepercayaan diri menghadapi dunia luar. Maslow berpendapat, bahwa manusia memilki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmani yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yang paling estetis. Teori Maslow mengenai proses belajar mengajar, misalnya apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa siswa-siswa tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa siswa tidak dapat tenang di kelas, atau bahkan mengapa siswa tidak mempunyai motivasi belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalakan siswa atas kejadian ini secara berlangsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan siswa di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi atau keluarga yang membuat mereka cemas atau takut, dan lain-lain.



2.6



Teori Carl Roger tentang Humanisme Carl Roger adalah seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Menurut Roger yang terpenting



dalam



proses



pembelajaran



adalah



pentingnya



guru



memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa diri dan dunia seseorang. Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme? Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan



17



caranya sendiri, dan menilainya sendiri tenteng apakah proses belajarnya berhasil. Jadi teori belajar humanisme yaitu suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Gagasan Rogers mengenai prinsip-prinsip belajar yang humanistic itu meliputi : 1. Hasrat untuk belajar Menurut Rogers manusia itu mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini mudah dibuktikan. Perhatikan saja betapa ingin tahunya anak kalau ia sedang mengeksplorasi lingkungannya. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanistic. Di dalam kelas yang humanistic anak-anak diberi kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia disekitarnya. Orientasi ini bertentangan sekali dengan kelas-kelas gaya lama dimana guru atau kurikulum menentukan apa yang harus dipelajari oleh anak-anak. 2. Belajar yang berarti Prinsip kedua ini adalah belajar yang berarti, yang mempunyai makna. Hal ini terjadi apabila yang dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari itu mempunyai arti baginya. Sebagai contoh, misalnya anak cepat belajar menghitung uang receh karena uang tersebut dapat digunakan untuk membeli sesuatu permainan yang digemarinya. 3. Belajar tanpa ancaman Menurut Rogers, belajar itu mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar berjalan dengan lancer manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang biasanya menyinggung perasaan. 4. Belajar atas inisiatif sendiri



18



Bagi para humanist, belajar itu paling bermakna manakala hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan apabila melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada siswa untu belajar bagaimana caranya belajar (to learn how to learn). Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari dan menemukan sumber, merumuskan masalah, menguji praduga dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri itu memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun terhadap hasil belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid itu belajar atas inisiatif sendiri, dia memiliki kesempatan untuk menimbangnimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantu pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak lain. Disamping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif maupun afektif. Rogers dan pada humanist yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai whole-person learning, belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para humanist berkeyakinan bahwa kalau belajar itu bersifat pribadi dan afektif akan menghasilkan roso handarbeni, perasaan memiliki (feeling of belonging) pada diri siswa. Dengan demikian siswa akan merasa lebih terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting ialah lebih bergairah untuk terus belajar. 5. Belajar dan perubahan Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling bermanfaat itu ialah belajar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat berubah, dan apa yang dipelajari di sekolah sudah di pandang cukup untuk memenuhi tuntutan jaman. Tetapi kini, perubahan merupakan fakta hidup



19



yang sentral. Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari dimasa lalu tidak lagi dapat membekali orang untuk hidup dan berfungsi dengan berhasil didunia mutakhir ini. Apa yang dibutuhkan dewasa ini



ialah orang-rang



yang mampu belajar



dilingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.



2.7



Penerapan Pendekatan Teori Belajar Humanisme dalam Pendidikan dan Proses Pembelajaran Dalam kaitannya dengan proses pendidikan formal ( sekolah ), Slavin mengelompokkan tahapan perkembangan anak, yaitu tahapan early childhood, tahapan middle childhood, dan tahapan adolescence, dengan dimensi utama perkembangan mencakup dimensi kognitif, dimensi fisik, dan dimensi sosioemosi. Tiap dimensi perkembangan tersebut memiliki kaarakteristik yang berbeda antara tahapan perkembangan yang satu dengan tahapan perkembaangan yang lainnya. Aplikasi



teori



humanisme dalam



pembelajaran,



guru



lebih



mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Menurut Gege dan Berliner, prinsip dasar dari pendekatan humanisme untuk mengembangkan pendidikan, murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan banyak pengetahuan. Murid akan belajar lebih baik dalam lingkungan yang tidak mengancam. Peran guru dalam proses pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitor bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (



20



student center ) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa mampu memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terkait oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.



2.8



Pendidikan 1. Hakikat Pendidikan Imanuel Kant dalam Faisal (1988c: 211) menyatakan bahwa manusia menjadi manusia karena pendidikan. Berikut ini konsep-konsep tentang pendidikan yang telah dirangkum oleh Saifullah (1988; 79-95). a. Pendidikan



adalah



kegiatan



memperoleh



dan



menyampaikan



pengetahuan, sehingga memungkinkan transmisi kebudayaan dari generasi satu kegenerasi berikutnya. b. Pendidikan adalah proses dimana individu diajar bersikap setia dan taat dengan mana pikiran manusia ditera dan dibina. c. Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan di dalam, dimana individu diberi pertolongan untuk mengembangkan kekuatan, bakat kemampuan dan minatnya. d. Pendidikan adalah pembangunan kembali atau penyusunan kembali pengalaman, sehingga memperkaya arit perbendaharaan pengalaman yang dapat meningkatkan kemampuan dalam menetukan arah tujuan pengalaman selanjutnya. e. Pendidikan adalah proses dimana seseorang diberi kesempatan menyesuaikan diri terhadap aspek-aspek kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan modern untuk mempersiapkan agar berhasil dalam kehidupan orang dewasa.



21



2. Aliran-aliran dalam pendidikan Aliran pendidikan merupakan gagasan dan pelaksanaan pendidikan yang selalu dinamis dan sesuai dengan dinamika dankebutuhan manusia dan masyarakat. 1) Aliran Klasik Adapun aliran-aliran klasik dalam pendidikan antara lain: a. Aliran Empirisme. Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition



yang



mementingkan



stimulasi



eksternal



dalam



perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungannya, sedangkan pembawaan tidak dipertimbangkan sama sekali. Tokoh aliran ini adalah filsuf Inggris yang bernama John Locke (1704-1932) yang mengemukakan tentang Teori Tabularasa, yakni 1. Segala pengetahuan, keterampilan, dan sikap manusia dalam perkembangan ditentukan oleh pengalaman (empiri) 2. Lingkungan membentuk perkembangan manusia atau anak didik 3. Lingkungan 100% menentukan perkembangan manusia 4. Anak yang lahir tidak membawa, ia bagaikan kertas kosong. b. Aliran Nativisme. Aliran ini bertolak dari Libnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor yang juga termasuk dalam kategori pendidikan, dianggap kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Schopenhauser (filsuf Jerman 1788-1800) berpendapat diantaranya: 1. Anak yang lahir sudah memiliki pembawaan baik dan buruk sendiri-sendiri. 2. Pembawaanlah yang menentukan perkembangan anak tersebut. 3. Lingkungan sama sekali tidak bisa berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak.



22



c. Aliran Naturalisme. Aliran ini ada persamaan dengan aliran nativisme. Filsuf Prancis J.J Rouseau (1712-1778) berpendapat bahwa: 1. Sejak lahir anak sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri, baik



bakat,



minat,



kemampuan,



sifat,



watak,



maupun



pembawaan lainnya. 2. Pembawaan itu akan berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungannya. 3. Semua yang baik tangan sang pencipta, dan semua menjadi buruk di tangan manusia. d. Aliran Konvergensi. Perintis aliran ini adalah William Stern (18711939), ahli pendidikan bangsa Jerma. Ia berpendapat bahwa: 1. Faktor



pembawaan



dan



faktor



lingkungan



sama-sama



mempunyai peranan yang penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan dan sulit untuk dipisahkannya 2. Perkembangan anak tergantung pada pembawa dan lingkungan, yakni kedua garis itu menuju ke satu titik yang disebut proses konvergensi.



23



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa : 1. teori konstruktivisme menurut



teori



konstruktivisme



belajar



adalah



proses



mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses konstruksi makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga neokognitif. 2. Teori belajar humanistik Teori belajar humanistik adalah teori belajar dan pembelajaran yang mengedepankan memanusiakan manusi dalam pembelajaran, menurut



pandangan



teori



humanistik



pendidik



bukan



sekedar



mengembangkan aspek kognitif siswa, akan tetapi juga pendidik diharapkan dapat mengembangkan aspek psikomotorik (keterampilan) dan



aspek



afeksi



(sikap). Teori



belajar



humanistik



merupakan



menyempurna dari teori pembelajaran sebelumnya. Yang hanya menyangkup sebuah aspek saja. Guru dalam teori humanistik sebagai fasilitator, guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran



24



3.2



Saran Penggunaan metode pembelajaran humanistik sesuai bagi peserta didik, karena



dalam



metode



pembelajaran



humanistik



tak



hanya mengajarkan kognitif dan psikomotor saja, akan tetapi afektif. Hal ini diperlukan untuk mendidik peserta didik lebih memiliki sikap yang baik, tak hanya pandai dan cerdas Ada baiknya dalam proses belajar mengajar seorang guru haruslah memahami konsep dasar dari teori belajar dan pembelajaran, sehingga dapat memahami setiap kondisi dari setiap situasi yang dialaminya didalam kelas dengan para peserta didiknya.



25



DAFTAR PUSTAKA



Cleves, J, Gender & Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Suyono. Hariyanto. 2014. “Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya



Fakih, M, Analisi Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.



Ahmed, L, Wanita & Gender Dalam Islam, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2000. Santrock, John W. 2011. “Psikologi Pendidikan Edisi Kedua”.Jakarta: Kencana Prenada Group Suardi, Moh. 2012. “Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi”. Jakarta: PT Indeks



26