Makalah Tingkah Laku Keagamaan Yang Menyimpang B [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tingkah Laku Keagamaan yang Menyimpang dan Aliran Klinik dalam Masyarakat “Ditujukan untuk memenuhi tugas” Mata Kuliah



: Psikologi Agama



Dosen



: Dra. Diah Nurita



Jurusan



: Tarbiyah - PAI (IV-B)



Di susun Oleh Kelompok 10 (Sepuluh)



- Irmayani - Tria Tantra - Putri Wulandari - Nike Andayani



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT TAHUN PERIODE : 2016- 2017



KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini



dengan



penuh



keyakinan



serta



usaha



maksimal.



Semoga



dengan



terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua. Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada ibu dosen mata kuliah Psikologi Agama yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Tingkahlaku Keagamaan dan Aliran Klinik Dalam Masyarakat ” sehingga dengan kami dapat menemukan halhal baru yang belum kami ketahui. Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis. Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.



Tanjung Pura, Juli 2017



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1 C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 1 BAB II ..................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2 A. Sikap Keberagamaan .................................................................................... 2 B. Tingkah Laku Keberagamaan ...................................................................... 4 C. Penyimpangan Perilaku Keberagamaan ....................................................... 5 D. Kasus Perilaku Keberagamaan Yang Menyimpang ..................................... 6 E. Aliran Klenik Dalam Masyarakat ................................................................ 8 BAB III ................................................................................................................. 11 PENUTUP ............................................................................................................. 11 A. Kesimpulan ................................................................................................ 11 DAFTARPUSTAKA ............................................................................................ 12



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap



keagamaan



merupakan



perwujudan



dari



pengalaman



dan



penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut persoalan bathin seseorang, karenanya persoalan sikap keagamaan pun tak dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya. Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara unsure kognisi (pengetahuan), afeksi (penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang, karenanya ia berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang. Sikap keagamaan sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan berupa fithrah beragama; dimana manusia punya naluri untuk hidup beragama, dan faktor luar diri individu, berupa bimbingan dan pengembangan hidup beragama dari lingkungannya. Dalam kehidupan di masyarakat, sering ditemui perilaku/ sikap keagamaan yang menyimpang, maka dalam makalah ini dengan kajian psikologis, akan dibahas tentang hal tersebut, berikut dengan penyebabnya, yang diharapkan dari sini dapat digali berbagai alternatif yang dimungkinkan untuk menghindari penyimpangan tingkah laku keagamaan tersebut



B. Rumusan Masalah a. Bagaimana sikap keberagamaan? b. Kasus apa saja yang termasuk prilaku menyimpang? c. Bagaimana Aliran Klenik dalam masyarakat?



C. Tujuan Pembahasan a. Untuk mengetahui sikap keberagamaan b. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk prilaku menyimpang c. Untuk mengetahuipengertian aliran klenik



1



BAB II PEMBAHASAN A. Sikap Keberagamaan Mengawali pembahasan mengenai sikap keberagamaan, maka terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum, sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu.Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang, serta tergantung kepada objek tertentu. Sikap merupakan predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi.Tiga komponen psikologis yaitu kognisi, afeksi, dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek, baik yang berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Sedangkan komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Dengan demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berpikir, merasa, dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap suatu objek. Sikap keberagamaan menekankan pentingnya dimensi personal iman. Lihat saja perintis psikologi agama, contohnya William James, dalam bukunya The Varieties of Religious Experience (Terj: Keberagaman Dalam Pengalaman Keberagamaan) membedakan individu dalam berperilaku keberagamaan, sepert; (i) mereka yang menganggap agama adalah kebiasaan yang membosankan, dan (ii) mereka yang menganggap agama merupakan sumber semangat.1



1



Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama: Sejak William James hingga Gordon W. Allport, (Yogyakarta: KANISIUS, 1995), Cet.Ke-2, hal.. 26



2



Kelompok pertama, memiliki ciri dingin, menyerah-pasrah tanpa emosi, tak bersemangat, plegmatis.Sedangkan kelompok kedua penuh gairah, terlibat, bersemangat tinggi, dan meluap dengan vitalitas. Dengan demikian James membedakan dua sikap keagamaan yang berlawanan.Sikap yang pertama disebut jiwa sehat, healthy-mindedness, dan sikap yang kedua, jiwa yang sakit, sick soul.Sikap jiwa yang sehat adalah positif, optimistis, bahagia, spontan.Jiwa yang sakit dihinggapi oleh rasa penyesalan, penyalahan diri, murung, tertekan.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan, dapat diamati dengan beberapa teori psikologi yang mengungkapkan mengenai perubahan sikap tersebut,antara lain: (i) teori stimulus-respons, (ii) teori pertimbangan sosial, (iii) teori konsistensi, dan (iv) teori pengertian. Pertama, teori stimulus-respon yang memandang manusia sebagai organisme yang berusaha menyamakan perubahan sikap dengan proses belajar. Menurut teori ini ada tiga variabel yang mempengaruhi terjadinya perubahan sikap, yaitu; perhatian, mengerti, dan penerimaan. Kedua, teori pertimbangan sosial melihat perubahan sikap dari pendekatan psikologi sosial.Menurut teori ini perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap adalah; persepsi sosial, posisi sosial dan proses belajar. Sedangkan faktor eksternal terdiri adalah; faktor penguatan/reinforcement; komunikasi persuasif; dan harapan. Ketiga, teori konsistensi.Menurut teori ini perubahan sikap lebih ditentukan oleh faktor intern, yang tujuannya untuk menyeimbangkan antara sikap dan perilaku. Inti dari teori konsistensi ini adalah bahwa perubahan sikap merupakan proses yang terjadi pada diri seseorang dalam upaya untuk mendapatkan keseimbangan antara sikap dan perbuatan/tingkah laku. Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka seseorang kemudian memilih sikap tertentu sebagai dasar untuk bereaksi atau bertingkah laku. Pertimbangan tersebut melalui proses



2



Ibid h.29



3



dari munculnya persoalan hingga tercapainya suatu keseimbangan. Adapun beberapa proses/fase terjadinya perubahan sikap dari teori konsistensi ini adalah;3 1. Munculnya persoalan yang dihadapi. 2. Munculnya beberapa pengertian yang harus dipilih. 3. Mengambil keputusan berdasarkan salah-satu pengertian yang diambil. 4. Terjadi keseimbangan. Keempat,



teori



pengertian.“Mengerti”



berarti



mengetahui



sebab-



musababnya. Dan karena perilaku manusia yang mau dimengerti oleh psikologi, maka sebabmusababnya disebut “motif” atau “motivasi”, mengingat manusia itu makhluk berbudi. Maka yang kami maksudkan di sini dengan “motif” ialah penyebab psikologis yang merupakan sumber serta tujuan dari tindakan dan perbuatan



seorang



manusia.Penyebab



ini



bersifat



kausal



dan



final



sekaligus.Artinya manusia melakukan perbuatannya baik karena terdorong maupun karena tertarik.Yang diselidiki psikologi ialah kebutuhan dan keinginan manusia, baik keinginan yang disadari maupun yang tidak disadarinya. Adapun beberapa motif yang dikemukakan secara psikologis, yaitu;4 1. Untuk Mengatasi frustasi 2. Untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib masyarakat 3. Untuk memuaskan intelek/rasa ingin tahu 4. Untuk mengatasi ketakutan/fobia



B. Tingkah Laku Keberagamaan Dalam kehidupan bermasyarakat dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Tingkah laku keberagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan yang didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya.Tingkah laku



3



Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012), h.286-289. Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), Cet.Ke-3, hal. 72. 4



4



keagamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa beragama dengan kesdaran serta pengalaman keberagamaan pada individu.5 Individu yang telah memilih sikap keberagamaan tertentu adalah sebagai dasar untuk memunculkan sebuah reaksi/respon/perbuatan/tingkah_laku/perilaku keberagamaan kemudian. Jadi, tingkah laku akan ada sesudah sikap diputuskan.



C. Penyimpangan Perilaku Keberagamaan Pengertian Perilaku Menyimpang Tingkah laku keberagamaan selalu saja mengeluarkan stereotipe indvidiual yakni; positive, neutral, dan negative.Positif terdapat pada paradigma orang yang memahami perilaku keberagamaan sesorang mengandung manfaat, dan netral adalah sesorang yang cenderung mengabaikan tingkah laku keberagamaan yang diperlihatkan suatu orang tertentu. Serta negatif tentu anggapan awal (halo effect) terhadap orang beragama yang menunjukan suatu tingkah laku itu tidak dikehendaki, tidak bermanfaat, atau ungkapan semacamnya. Ada anggapan bahwa istilah “perilaku menyimpang” tidak mempunyai nilai ilmaih. Anggapan ini berkesimpulan bahwa istilah tersebut bersama dengan istilah “masalah-masalah sosial” dan “patologi sosial” hanya menunjuk pada sejumlah kondisi yang ditinjau dari segi sistem nilai si-peninjau akan menunjukkan variasi,



tergantung dari saat terjadinya dan siapa yang



meninjaunya.6 Mengenai anggapan ini Cohen (1969) mengemukakan bahwa memang benar tidak ada konsensus, dan juga bahwa istilah “perilaku menyimpang” seringkali berkaitan dengan aturan-aturan normatif yang dianut dan dimiliki sipenilai pada suatu saat. Tetapi berbagai interpretasi mengenai istilah tersebut perlu difahami, dalam arti bahwa definisi-definisi, konsep-konsep, ataupun kegiatankegiatan yang dibahas atau diteliti sebagai “perilaku menyimpang” menunjuk pada



ciri-ciri



perilaku



tertentu.



Dan



5



Cohen



mendefinisikan



“perilaku



H. Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), Cet.Ke-8, h. 100. Saparinah Sadli, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 33 6



5



menyimpang” adalah tingkah laku yang melanggar, bertentangan, atau menyimpang dari aturan-aturan normatif,pengertian-pengertian normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Adapun berbagai istilah senada lainnya dengan “Perilaku Menyimpang” yang seringkali menuju hal yang serupa, namun padahal hakikat istilah masing-masing tersebut terkadang beda, berikut di antaranya: 1. Perialku Abnormal 2. Perilaku Mal-Adaptif 3. Gangguan Mental 4. Gangguan Perilaku 5. Psikopatologi 6. Penyakit Jiwa 7. Penyakit Mental 8. Ketidakwarasan



D. Kasus Perilaku Keberagamaan Yang Menyimpang Tingkah laku keberagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya mengalami perubahan.Perubahan sikap seperti itu dapat terjadi pada orang per orang (dalam diri invidu) dan juga pada kelompok atau masyarakat.Sedangkan perubahan sikap itu memiliki tingkat kualitas dan intensitas yang mungkin berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui area netral ke arah negatif.Dengan demikian, perilaku keberagamaan yang menyimpang sehubungan dengan perubahan sikap itu sendiri, dan perubahan itu tidak selalu berkonotasi buruk atau negative.7 Perilaku beragama yang menyimpang dari tradisi keagamaan yang cenderung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran dan gerakan 7



Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012)272



6



pembaharuan,seperti contohnya Martin Luther. Dan juga Sidharta Gautama yang meninggalkan agama Hindu kemudian menjadi pelopor pelahirnya agama budha.Keduanya merupakan contoh dari sekian banyak kasus sikap keagamaan yang menyimpang, namun yang positif.8 Perilaku beragama yang menyimpang seperti itu merupakan masalah yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tindakan yang negatif dari tingkat yang terendah paling tinggi, seperti sikap regresif (menarik diri) hingga ke sikap yang demonstratif (unjuk rasa).Sikap menyimpang seperti itu umumnya berpeluang untuk terjadi dalam diri seseorang maupun kelompok pada setiap agama. Perseteruan antaragama yang terjadi seperti peristiwa perang salib, munculnya gerakan IRA di Inggris (Irlandia Utara), hingga ke aliran-aliran keagamaan yang dianggap menyimpang misalnya, Children of God di Amerika maupun sekte kiamat di Jepang yang menanamkan kelompoknya Aum Sbinrikyo (kebenaran tinggi).9 Perilaku keagamaan yang menyimpang boleh dikatakan dapat terjadi pada hampir semua bidang kehidupan manusia dan kaitannya dengan nilai-nilai ajaran agama.Penyimpangan tersebut mungkin menyangkut bidang keyakinan, ritual, doktrin, ataupun perangkat keagamaan.Kehadiran aliran ataupun sekte beru, dan keluar dari nilai-nilai dasar ajaran agama formal, dapat dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan seperti ini lazimnya akan berkembang ke bentuk gerakan perilaku keberagamaan. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya, jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud dinilai buruk dan ditolak. Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku ini disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyakterjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat.Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku seperti itu tak jarang pula berlaku pada kehidupan 8 9



Ibid h. 272 Ibid h.272



7



manusia sebagai individu ataupun kehidupan sebagai kelompok masyarakat.Dan dalam kehidupan masyarakat beragama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang.10



E. Aliran Klenik Dalam Masyarakat Aliran Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI,1989:409). Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan., hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan dengan bantuan guna-guna atau kekuatan ghaib lainnya. Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap kekuatan gaib. Bagi penganut agama



masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang gaib ini



umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional , ketimbang rasional. Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tenteunya tidak memiliki batas dan indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emosional dan cenderung berada diluar jangkauan nalar. Karena itu tak jarang dimanipulasi



dalam bentuk kemasan yang dihubungkan dengan



kepentingan tertentu. Manipulasi melalui kepercayaan agama lebih diterima oleh masyarakat, sebab agama erat dengan sesuatu yang sakral. Penyimpangan tingkah laku keagamaan yang dilakukan aliran klenik seperti ini menurut Robert H. Thouless dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi sugesti. Istilah ini digunakan oleh para ahli psikologi untuk proses yang diamati dalam berbagai eksperimen dengan hebnotisme. Dalam analisisnya Robert H. Thouless mencontohkan bagaimana tukang hipnotis meyakinkan seseorang melalui persepsi yang diciptakannya. Faktor-faktor lain yang juga mendukung timbul dan berkembangnya aliran seperti ini adalah kekosongan spiritual dan penderitaan. Mereka yang memiliki kesadaran beragama yang rendah atau tidak sama sekali, umumnya jika mengalami penderitaan, cenderung akan kehilangan pegangan hidup. Di saat-saat



10



Jalaluddin, Psikologi Agama(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012)h.373.



8



seperti itu pula, mereka menjadi sangat sugestibel.Oleh karena umumnya dalam kondisi yang putus asa seperti itu, praktik kebatinan seperti aliran klenik di anggap dapat menjanjikan dan merupakan tempat pelarian dalam mengatasi kemelut batin mereka.11 Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal. Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan dengan bantuan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya. Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap kekuatan gaib. Bagi penganut agama masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang gaib ini umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional. Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tentunya tidak memiliki batas dan indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emosional dan cenderung berada di luar jangkauan nalar. Karena itu tak jarang dimanipulasi dalam bentuk kemasan yang dihubungkan dengan kepentingan tertentu. Manipulasi melalui kepercayaan agama lebih diterima oleh masyarakat, sebab agama erat kaitannya dengan sesuatu yang sakral. Hal inilah yang menjadikan perilaku dari seseorang menyimpang dari aturan-aturan yang telah berlaku khususnya norma keagamaan. Agama dijadikan alat untuk memanipulasi manusia supaya percaya dengan apa yang dilakukannya. Penyimpangan tingkah laku keagamaan yang dilakukan aliran klenik ini menurut Robert H. Thouless dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi sugesti.



Dalam



analisisnya



mencontohkan



bagaimana



tukang



hipnotis



menyakinkan seseorang melalui persepsi yang diciptakannya. Dalam kenyataan di masyarakat praktik yang bersifat klenik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu:12



11



12



Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012) h.374-378 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012) h.379



9



1. Pelakunya menokohkan diri selalu orang suci dan umumnya tidak memiliki latar belakang yang jelas (asing). 2. Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa dalam masalah yang berhubungan dengan hal-hal gaib. 3. Menggunakan ajaran agama sebagai alat untuk menarik kepercayaan masyarakat. 4. Kebenaran ajarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional. 5. Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat. Suburnya praktik ini antara lain ditopang oleh kondisi masyarakat yang umumnya awam terhadap agama namun memiliki rasa fanatisme keagamaan yang tinggi. Kondisi ini menjadikan masyarakat memiliki tingkat sugestibel yang tinggi, sehingga lebih reseptif gagasan baru yang dikaitkan dengan ajaran agama. Sebaliknya, tokoh klenik umumnya memiliki kemampuan untuk memberi sugesti. Sugesti sebagai proses komunikasi yang menyebabkan diterima dan disadarinya suatu gagasan yang dikomunikasikan tanpa alasan-alasan yang rasional, tampaknya memang sering disalahgunakan dalam kasus-kasus keagamaan, terutama oleh mereka yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Fanatisme keagamaan yang tidak dilatarbelakangi oleh pengetahuan keagamaan yang cukup tampaknya masih merupakan lahan subur bagi muncul dan berkembangnya aliran klenik ini. Faktor-faktor lain yang juga mendukung timbul dan berkembangnya aliran seperti ini adalah kekosongan spiritual dan penderitaan. Mereka yang memiliki kesadaran beragama yang rendah atau tidak sama sekali, umumnya, jika mengalami penderitaan, cenderung akan kehilangan pegangan hidup. Di saat-saat seperti itu pula, mereka menjadi sangat sugestibel. Oleh karena umumnya dalam kondisi yang putus asa seperti itu, praktik kebatinan seperti aliran klenik dianggap dapat menjanjikan dan merupakan tempat pelarian dalam mengatasi kemelut batin mereka.13



13



Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012) h.380



10



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perilaku keagamaan yang menyimpang ialah suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma agama yang dianut oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat. Norma keagamaan merupakan salah satu bentuk norma yang menjadi tolok ukur tingkah laku keagamaan seseorang, kelompok atau masyarakat yang mendasarkan nilai-nilai luhurnya pada ajaran agama. Penyimpangan sikap keagamaan, ditentukan oleh terjadinya penyimpangan pada tingkat fikir seseorang , sehingga akan mendatangkan kepercayaan atau keyakinan baru kepada yang bersangkutan (baik indivual maupun kelompok).



Individu yang tidak menyimpang tersebut adalah atas dasar pembentukan kepribadian, perumusan sikap dan keserasian hubungan sosial atau suatu perbuatan dalam upaya memenuhi ketaatan kepada Yang transpersonal atau supranatural. Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal. Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan dengan bantuan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya.



11



DAFTARPUSTAKA Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012) Ramayulis, H. Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), Cet.ke-8 Sadli, Saparinah. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) Syukur Dister, Nico. Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), Cet.ke-3 W. Crapps, Robert. Dialog Psikologi dan Agama: Sejak William James hingga Gordon W. Allport, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), Cet.ke-2



12