Makalah Ulama-Ulama Penyebar Agama Islam-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ULAMA-ULAMA PENYEBAR AGAMA ISLAM DAN KARYAKARYANYA DIKAWASAN MELAYU (Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Peradaban Melayu)



Dosen Pengampu: Afriantoni, M.Pd.I



Disusun Oleh: Kelompok 5 Astri Okta Wahyuni



(1730206039)



Zahrah Assyifa



(1720206033)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2019



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Adapun penulisan Makalah ini bertujuan agar kita mengetahui UlamaUlama penyebar agama islam dan karya-karyanya di Kawasan Melayu Tak lupa juga kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada Bapak Afriantoni, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Islam dan Peradaban Melayu, yang telah memberikan arahan kepada kami selama untuk pembuatan makalah ini Kami menyadari jika pada makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, mungkin disebabkan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Palembang, Oktober 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN..............................................................................................i KATA PENGANTAR...........................................................................................ii DAFTAR ISI........................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah......................................................................................1 C. Tujuan.........................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2 A. Islam dan Negeri Melayu...........................................................................3 B. Ulama-Ulama Penyebar Agama Islam di Kawasan Melayu 1. Ahmad Hasan.......................................................................................3 2. Abdul Rauf Singkel..............................................................................7 3. Syekh Nurudin Al-Raniri..................................................................11 4. Abdul Samad Al-Palimbani..............................................................12 5. Muhammad Arsyad Al-Bantani.......................................................14 6. Syekh Nawawi Al-Bantani.................................................................14 7. Ahmad Khatib Minangkabau.....................................................................................15 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN.........................................................................................16 B. SARAN......................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa. Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Siapa sajakah Ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di wilayah Melayu? 2. Apa saja Karya-karya yang dibuat ulama tersebut? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui Ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di wilayah Melayu 2. Mengetahui karya-karya yang dibuat oleh ulama tersebut



1



BAB II PEMBAHASAN A. Islam dan Negeri Melayu Masuk dan berkembang pesatnya agama Islam di Indonesia pada abad ke- 13–17 M memunculkan banyak pendapat yang berbeda-beda bahkan saling bertentangan. Khususnya tentang darimana agama ini datang dan siapa yang membawanya masuk. Begitu pula mengenai saluran-saluran komunikasi yang digunakan sehingga memungkinkan agama ini diterima secara luas oleh penduduk Nusantara dalam waktu yang relatif singkat. Semula diduga bahwa yang membawa dan memperkenalkan agama ini di kawasan ini ialah pedagang-pedagang dari Gujarat, India. Sejak itu perdagangan dipandang sebagai saluran utama bagi pesatnya perkembangan Islam di kepulauan Nusantara. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa faktornya sangat kompleks. Sebelum berkembang pesat, Islam harus menempuh jalan yang berliku-liku dan rumit serta panjang, dan faktornya bukan hanya perdagangan semata-mata. Pada abad ke-12 dan 13 M, disebabkan banyaknya kekacauan dan peperangan di Timur Tengah termasuk Perang Salib, mendorong penduduk Timur Tengah semakin ramai melakukan kegiatan pelayaran ke Asia Tenggara (Hasan Muarif Ambary 1998; Azyumardi Azra 1999 dalam huda).Faktor lain bagi pesatnya perkembangsan Islam ialah mundurnya perkembangan agama Hindu dan Buddha, mengikuti surutnya kerajaan Hindu dan Buddha yang diikuti oleh mundurnya peranan politiknya. Abad ke-13 M ketika agama Islam mulai berkembang pesat di kepulauan Melayu, sebagai contoh, ditandai dengan mundurnya kerajaan Sriwijaya atau Swarnabhumi. Pada fase awal sampai jelang pertengahan abad ke-20, Indonesia masih berada dalam situasi penjajahan dua kutub kekuatan besar dunia, yaitu Belanda, mewakili kekuatan kawasan Eropa, dan lalu Jepang, mewakili kekuatan wilayah Timur. Akibat penjajahan tersebut, masyarakat Indonesia mengalami tekanan tidak hanya di bidang politik dan ekonomi, 2



tetapi juga sosial dan budaya, termasuk dalam hal keagamaan. Hal itu ditandai dengan berkembangnya agama Kristen yang dibawa oleh penjajah Belanda dan disebarluaskan kepada sejumlah besar masyarakat Indonesia dan juga ajaran agama Shinto dari Jepang—dengan skala yang lebih kecil bila dibandingkan dengan agama Kristen tentunya. Tidak hanya itu, terhadap umat Islam, penjajah Belanda menerapkan politik “belah bambu” atau yang dikenal juga dengan divide et impera dengan menciptakan faksifaksi ataupun klasifikasi-klasifikasi tertentu. Akibatnya, umat Islam terkotak-kotak menjadi sekian banyak kelompok yang terpisahkan oleh pemikiran, pendapat, sikap, dan wacana keagamaan. Situasi tersebut pastilah merugikan umat Islam di Indonesia dan mendorong mereka untuk melakukan perlawanan. Di samping perlawanan militer, terjadi juga semacam perlawanan keagamaan dan pemikiran yang diwarnai nuansa keagamaan. Disadari atau tidak, semangat perlawanan umat Islam terhadap penjajah Belanda maupun Jepang secara khusus diwarnai oleh semangat keislaman yang kuat. Lebih jauh lagi, banyak sekali ulama yang bahkan terlibat langsung dalam kancah perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang Perjuangan para ulama yang masuk ke dalam kelompok ini didasari oleh keprihatinan mereka atas kondisi umat Islam yang terpecah belah akibat penjajahan dan dampak yang ditimbulkannya, sehingga memicu sejumlah tokoh ulama di nusantara untuk bergerak mempelopori perbaikan khususnya kehidupan keislaman masyarakat. B. Ulama-Ulama Penyebar Agama Islam di Kawasan Melayu 1. Ahmad Hassan Ahmad Hassan tercatat dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1887 di Singapura. Beliau lahir dari pasangan keturunan India dari garis ayah maupun ibu, yaitu Ahmad yang bernama asal Sinna Vappu Maricar, dan ibu Muznah keturunan Mesir asal Madras India kelahiran Surabaya, Indonesia. Nama beliau sebenarnya adalah Hassan1



1



Iskandar, Salman, 99 Tokoh Muslim Indonesia. Penerbit Mizan, Bandung, 1999.



3



Masa kecil dan pendidikan awal A. Hassan dilaluinya di Singapura. Di sini beliau belajar bahasa asing, seperti bahasa Arab, Tamil, dan Inggris, selain bahasa Melayu sebagai bahasa setempat. Beliau pun sedari kecil sudah belajar Alquran dan agama Islam dari sejumlah guru di luar waktu sekolahnya. Oleh ayahnya, A. Hassan dibina menjadi penulis seperti halnya sang ayah yang merupakan pemimpin redaksi surat kabar “Nurul Islam” di Singapura. Tidak hanya itu, A. Hassan diarahkan untuk berguru kepada sejumlah tokoh ulama di Singapura pada masanya, seperti Muhammad Thaib, Said Abdullah Al-Musawi, Abdul Lathif, Haji Hassan, dan Syekh Ibrahim India.2 Dari sekian ulama itulah bakat-bakat keulamaan A. Hassan terbina dan mulai terlihat di masa mudanya. Di samping itu, A. Hassan pernah menjadi guru di sebuah Madrasah Islam. Kariernya berlanjut ketika dia bekerja di sebuah media massa “Utusan Melayu” sebagai penulis rubrik keagamaan. 3 Di situlah kiranya A. Hassan mulai memberikan kontribusi dalam hal pemikiran keislaman bagi umat Islam di semenanjung Melayu dan semakin kuat menampakkan profil keulamaannya Keulamaan A. Hassan semakin tampak dan kokoh ketika kemudian beliau menginjakkan kaki di sejumlah daerah di Indonesia. Mulai dari awal hijrahnya ke Surabaya, lalu ke Bandung, dan terakhir ke Bangil, Jawa Timur, A. Hassan berkontribusi besar bagi umat Islam lewat perjuangannya di bidang pendidikan dan penyebaran pemikiran Islam. Riwayat perjuangan itulah yang membuatnya pantas masuk ke dalam jajaran nama besar ulama nusantara yang bersumbangsih bagi dinamika umat Islam pada eranya masing-masing. Persatuan Islam tampil dengan ide kembali kepada Alquran dan Sunah sebagai dasar agama. A. Hassan melalui ormas Persatuan 2



Hizbullah, Ahmad, Ahmad Hassan: Ulama Nasional yang Serba Bisa, Mandiri, Tegas, dan Gigih Berdakwah, dalam http://dunia.pelajarislam.or.id/dunia.pii/arsip/ahmad-hassanulama-nasionalyang-serba-bisa-mandiri-tegasdan-gigih-berdakwah.html (diakses tanggal 10 September 2014) 3



Mughni, Syafiq A., Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1994, hlm.11-12.



4



Islam gencar mengampanyekan semangat itu sejak mulai intens terlibat dalam diskusi dan dakwah kepada masyarakat di Bandung, sampai akhirnya beliau hijrah ke Bangil dan menetap di sana. Melalui jalur dan gaya pendekatan yang dipilihnya, A. Hassan pun memiliki corak yang khas dan istimewa di tengah peta perjuangan sekian banyak ulama nusantara lainnya dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat. Jalur pendidikan yang dirintisnya, yaitu Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) merupakan sarana bagi A. Hassan dan dilanjutkan



oleh



anak-cucunya,



untuk



menyebarkan



gagasan



keislamannya secara sistematis dan terstruktur. Pesantren itu juga menjadi sarana kaderisasi kaum muda muslim untuk meneruskan kiprahnya menyebarkan paham Islam yang murni berasaskan Alquran dan Sunah. Di luar pesantren, A. Hassan menggunakan metode debat dan menulis dalam berdakwah. Dua langkah itu pula yang mengantarnya kesohor sebagai ulama-penulis dan ahli debat yang gigih dan lihai dalam dalam mempertahankan pendapatnya. Selain mengajar, A. Hassan yang juga memiliki bakat tulismenulis, melanjutkan kegiatan itu dengan menulis artikel-artikel keislaman yang diterbitkan oleh media yang dikelola oleh Persatuan Islam. Selain artikel, ada pula beberapa topik keislaman yang ditulisnya secara lebih komprehensif dan diterbitkan dalam bentuk buku. Karya-karya itulah yang disebarluaskannya seiring dengan aktivitasnya membina kehidupan beragama jemaah Persatuan Islam dan umat secara luas. Pada tahun 1941 A. Hassan tercatat pindah dari Bandung ke Bangil dan menetap di sana. Di tempat barunya, A. Hassan mendirikan Pesantren Persatuan Islam dan juga membina sendiri pesantren itu dengan mengajar dan menerbitkan buku yang digunakan sebagai buku daras bagi para santrinya. Tidak hanya itu, buku-buku karyanya dicetak, diterbitkan, dan dijualnya sendiri, selain untuk membiayai kebutuhan pesantrennya, juga untuk media dakwahnya kepada masyarakat di Bangil.



5



Karya-karya Ahmad Hassan Sebagai perwujudan keulamaan dan kecendekiawanannya, A. Hassan menulis banyak sekali karya dalam bentuk buku maupun artikel keislaman di majalah yang diterbitkannya baik ketika di Bandung ikut membesarkan Persatuan Islam, maupun setelah pindah ke Bangil Jawa Timur dan membina Pesantren Persatuan Islam Bangil. Karya yang selanjutnya Al-Furqan Tafsir Qur’an, karya ini memiliki tempat tersendiri di tengah masyarakat muslim di Indonesia. Karya itu seolah sudah menjadi identitas tersendiri bagi penulisnya. Al-Furqan adalah Ahmad Hassan, dan Ahmad Hassan adalah AlFurqan. Harus diakui, Al-Furqan Tafsir Qur’an adalah yang paling monumental dan bisa dibilang sebagai masterpiece dari keseluruhan karya tulis A. Hassan. Karyanya itu menempati posisi tersendiri dalam sejarah panjang penerjemahan Alquran di nusantara. Federsfield dalam hizbullah menyebutkan, periodisasi sejarah penerjemahan dan penafsiran Alquran di Indonesia dibagi ke dalam tiga bagian. Periode pertama dimulai sejak permulaan abad ke-20 hingga awal tahun 1960an, Periode kedua berlangsung antara tahun 1960 s.d 1970 dan periode ketiga muncul mulai tahun 1970-an. Bila dibandingkan dengan karya sejenis pada masa awal penerbitannya, Al-Furqan Tafsir Qur’an memiliki kekhasan tersendiri. Dalam bagian Pendahuluan, misalnya, sang penulis menguraikan berbagai hal yang dibagi ke dalam 35 pasal, mulai dari riwayat singkat proses penulisan karyanya, keterangan ringkas tentang metodologi penerjemahan (dan juga penafsiran), sejarah, isi Alquran, gramatika Arab, makna konsep-konsep tertentu dalam Alquran, hingga glosarium yang berisi beberapa kata atau konsep penting dalam Alquran. 2. Abdul Rauf Singkel Syeikh Abd. Rauf Singkel adalah seorang ulama yang sangat terkenal pada abad ke-17M di Aceh. Beliau dilahirkan pada tahun 1024H/1615M3 di Fansur Singkel yang terletak di bahagian Pantai 6



Barat, Sumatera. Yaitu di Kabupaten Aceh Selatan. Nama lengkapnya ialah Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al Fansuri al-Singkeli. Setelah meninggal dunia beliau dikenali dengan Teungku di Kuala atau Syiah Kuala kerana dia mengajar dekat kuala sungai/krueng Aceh. Beliau telah meninggal dunia pada hari Jumaat tahun 1105H/1693M dan dimakamkan dekat kuala sungai Aceh tersebut4. Syeikh Abdul Rauf Singkel telah memulaikan pendidikan di kampung halamannya sendiri kemudian meneruskannya di ibu kota kerajaan Aceh pula. Selepas itu beliau meneruskan pendidikannya ke Tanah Arab (H:ijāz) pada tahun 1642M5 dan mengambil masa selama 19 tahun, di antaranya ialah beberapa tahun di Mekkah, Madinah, Jeddah, Zebid, Betalfakih dan tempat-tempat lain. Beliau menuntut ilmu daripada seorang guru/ulama yang terkenal di dunia Islam pada masa itu, ulama tersebut ialah Ahmad al-Qusyasyi seorang pemimpin atau Syeikh Tarikat Syatariyah. Syeikh Abdul Rauf Singkel juga telah dapat menyelesaikan pengajian beliau dengan jayanya melalui seorang lagi ulama terkenal, yaitu Molla Ibrahim yang juga merupakan pengikut Syeikh Ahmad alQusyasyi.6 Mengenai pengalamannya menuntut ilmu dikatakan sama saja seperti pengalaman kebanyakan para penuntut ilmu yang lain, yaitu sering saja berpindah dari satu tempat ke tempat lain dari seorang guru kepada guru yang lain. Beliau juga mempelajari berbagai ilmu seperti tata bahasa Arab, membaca al-Qur’an, ilmu hadist, fiqh dan lain-lain. Namun demikian, beliau lebih mengutamakan tentang ilmu-ilmu asas Islam pada permulaan pengajiannya semasa di Yamen. Di sini beliau pernah belajar seni bacaan al-Qur’an pada seorang guru yang dianggap sebagai qari terbaik pada masa itu, yaitu Sheikh Abdullah al4



Ibid., h. 125.



5



Prof. Dr. Azyumardi Azra (1999), Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, h. 133 6



Ibid., h. 123.



7



Adani. Selain daripada itu, beliau juga belajar dengan Syeikh Ibrahim ibn Abdullah yang kemudiannya beliau diperkenalkan pula kepada Syeikh Ahmad al-Qusyasyi, yaitu gurunya dalam bidang tasawuf serta ilmu-ilmu yang lain.7 a) Peranan Dalam Aspek Agama Untuk mengetahui tentang peranan Abdul Rauf Singkel dalam aspek keagamaan, perlulah dilihat ketika beliau pulang dari menuntut ilmu di



(Mekkah



dan



Madinah).



Sebagaimana



yang



diketahui,



sekembalinya dari Tanah Arab pada tahun 1661M, pemikiran pemikirannya dapat mempengaruhi kalangan penguasa istana. Sehingga Sultanah Safiyatuddin yang sedang memerintah pada masa itu telah menjadikan beliau sebagai rujukan keilmuan dan sebagai penasihat istana.8 1) Pengiktirafan Sebagai Pegawai Agama Salah seorang ulama terkemuka tersebut yang menjadi orang kepercayaan Sultan Iskandar Muda ialah Syeikh Abdul Rauf Singkel. Beliau pada peringkat awalnya dilantik oleh sultan sebagai imam Masjid Bait al-Rahim. Disamping tugasnya sebagai imam masjid tersebut, beliau juga terkenal kerana mempunyai sebuah pesantren yang cukup ramai muridnya. Antara tahun 1641M sehinggalah tahun 1690-an Masehi, Syeikh Abdul Rauf Singkel dipilih oleh Sultanah Safiyatuddin dan pemerintah seterusnya untuk memegang jabatan Qadi Malik Al-‘Adil atau “Jaksa Agung adalah untuk mengetuai satu lembaga sebagai pembantu sultanah dalam menjalankan pemerintahan. 2) Pengamal/Penyebar Tariqat Tasawuf Kedudukan Abdul Rauf Singkel sebagai pemimpin Tarikat Syatariyah melalui panduan dan ajaran gurunya Syeikh Ahmad Qusyasyi, membolehkan beliau mengembangkan gagasangagasan keagamaannya sendiri sehingga ke Tanah Melayu 7



Prof. Dr. Azyumardi Azra, op. cit., h. 133



8



J. B. Kristanto, op. cit., h. 461



8



melalui



tarikat



ini.



Adapun



muridnya



yang



turut



bertanggungjawab dalam menyebarkan gagasan ini ialah Syeikh Abdul Muhyi setelah beliau pulang ke kampungnya di Jawa Barat. Malah usaha beliau menyebarkan ajaran tarikat sangat meluas hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, penyebaran tarikat ini begitu cepat berkembang dan pengajarannya bukan saja subur di kalangan rakyat jelata, bahkan mendapat tempat di kalangan pembesar danpemerintah. Selain daripada Tarikat Syatariyah yang tersebar luas di Nusantara terutamanya di Aceh, terdapat



berbagai



aliran



tasawuf



lagi



seperti



Tarikat



Naqsyabandiyah, Qadariyah, Syaziliyah dan lain-lain. 3) Penyelesaian Konflik Intelektual Pemikiran keagamaan yang diperkenalkan melalui Tarikat Syatariyah oleh Abdul Rauf Singkel ini, banyak membantu dalam menyelesaikan konflik keagamaan dan intelektual yang terjadi di Aceh. Seperti terjadi pertembungan yang sengit antara para pengikut doktrin Tasawuf Wujudiyah pimpinan Hamzah alFansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani, dengan para pengikut doktrin Tasawuf Shuhudiyah pimpinan Nuruddin al-Raniri dan Abdul Rauf Singkel. Karya-karya Abdul Rauf Singkel a) Bidang Penulisan Sebagai seorang pengarang, banyak karya-karya beliau yang dihasilkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Antara lain ialah:  Tarikat al- Syatariyah Tarikat Syatariyah yang mengikuti faham mazhab al-Syafi’ei, dengan mengamalkan ajaran-ajaran mistiknya penuh dengan dalil



dalil al-Qur’an, serta menekankan kepatuhan kepada syariah. Kifāyat al-Muhtajīn karya ini, merupakan kitab yang membicarakan tentang ciriciri







utama ajaran tasawuf dan asas-asas pendiriannya. Mir’at al-Tullāb yaitu sebuah kitab yang merupakan pengantar ilmu fiqh mengikut mazhab al-Syafi’ei. Mengenai isi kandungannya hampir sama saja 9



dengan karya Nuruddin al-Raniri yang berjudul Sirat al-Mustaqim, bedanya hanya terletak pada bentuk kupasannya. karya Nuruddin al-Raniri mengupas tentang ibadah-ibadah saja, sedangkan karya Syeikh Abdul Rauf Singkel mengupas tentang ibadah dan ditambah juga dengan masalah muamalat. b) Bidang Perndidikan Selain sumbangan hasil karya beliau, Syeikh Abdul Rauf Singkel juga memainkan peranan yang besar terhadap pendidikan di Aceh, yaitu mulai dari Peringkat Asas hingga ketahap Perguruan Tinggi. Sistem pendidikan di Aceh bermula dari “Meunasah” (Madrasah), yaitu sesuai dengan tarafnya sebagai sekolah peringkat rendah, murid-murid diajar menulis dan membaca huruf Arab, membaca al-Qur’an, cara beribadah, akhlak, kisah-kisah dari sejarah Islam, rukun iman serta nyanyian/nasyid pada setiap malam Jumaat. Selepas menamatkan pengajian di peringkat “Meunasah” para pelajar akan meneruskan pelajaran menengah mereka di “Rangkang”. Semasa di peringkat “Rangkang” inilah mereka akan mempelajari Bahasa Arab, ilmu tauhid, ilmu fiqh, ilmu tasawuf, sejarah Islam dan ilmu-ilmu umum yang lain seperti geografi, ilmu hisab dan sejarah umum. Berikutnya selepas dari peringkat menengah, pengajian di peringkat tinggi pula akan bersambung di sebuah institusi yang dinamakan “Balee”. Kemudian, kumpulan daripada beberapa “Rangkang” dan “Balee” ini akan melahirkan sebuah Kompleks Pendidikan yang terkenal dengan nama “Dayah”. 3. Syekh Nurudin Al-Raniri Nama lengkapnya adalah nurudin Muhammad bin Ali bin Hasan Al-Hamid al-Quraysi al-Raniri. Dilahirkan di Ranir atau randir sebuah pelabuhan tua di pantai Gujarat. Tidak ada informasi yang pasti mengenai tanggal dan tahun keelahirannya, karena ia tidak anyak berbicara mengenai dirinya baik karya-karyanya 10



maupun kepada murid-muridnya, tapi diperkirakan pada akhir abad ke-16. Ayahnya berasal dari keluarga imigran Arab Hadramy, Arab Selatan, yang menetap di Gujarat India. Meskipun ia keturunan Arab, Ar-Raniri dianggap lebih dikenal sebagai seorang ulama Melayu dari pada India atau Arab. Ar-raniri diangkat sebagai Syeikh Al Islam, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani. Dengan memperoleh dukungan dari sultan, Ar-Raniri mulai melancarkan berbagai pembaruan pemikiran Islam di tanah Melayu, khususnya di Aceh. Selama lebih kurang tujuh tahun, ia menentang doktrin wujudiah yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al-Sumatrani. Karya-karya Ar-Raniri Al-Raniri adalah seorang ulama yang produktif, berpengetahuan luas dalam berbagai bidang ilmu agama, karya-karyanya membicarakan masalah-masalah dibidang fiqih, aqidah, tasawuf dan hadits 1. Al-Shiratal al-Mustaqiem dalam bahasa indonesia dengan tema pembahasan tentang fiqih meliputi shalat, zakat, puasa, haji dan kurban serta hukum-hukumnya 2. Durrah al-fara’idh fi syarh al-aqaid dalam bahasa indonesia dengan topik pembahasan analisis kritik terhadap pembahasan syarh al-aqaid al-nasqfiyyah 3. Hidayah al-habib fi al-targhib wa al-tarhib fi al-hadits, memuat 381 hadits 4. Bustan al-salathinfi dzkr al-awwalin dan al-Akhirin, merupakan karya terbesar dalam sejarah wilayah aceh, dengan topik pembahasan meliputi sejarah nabi-nabi, raja-raja, menteri-menteri dan wali-wali. Pada bagian penutup sejarah negeri-negeri melayu, sedangkan bab terakhir membicarakan akal, filsafat dan sifat-sifat perempuan 5. Nubdzah di da’wah al-dzill dengan topik pembahasan tasawuf dan merupakan penegasan aliran pemikirannya yang menilai konsep panteisme sesaat. Dan masih banyak lagi karya lainnya 11



4. Abdul Samad Al Palimbani Palimbani merupakan keturunan arab Yaman, ayahnya bernama Syekh Abdul Jalil bin syekh abdul wahab al-mahdani. Hijrah kepalembang diakhir abad ke 17M, menjadi mufti diwilayah kedah (sekarang salah satu profinsi diMalaysia) abdul samad menghabiskan masa mudanya di Mekkah dan Madinah untuk belajar menulis. Ia memperoleh ijazah dari syekh saman untuk mengajar dan memperkenalkan tarekat samaniyah di palembang. Atas petunjuk gurunya, ia belajar kepada Syekh Abdul Rahman bin abdul azz al-maghribi yang mengajarkan beberapa buku filsafat dan tasawuf Selama berada di Mekkah dan Madinah, abdul samad banyak menulis beberapa buku baik dalam bahasa arab maupun bahasa indonesia untuk memenuhi permintaan masyarakat dipalembang. Komunikasi dan hubungannya dengan tanah kelahirannya tidak pernah terputus bahkan ia menyarankan agar masyarakat palembang khususnya dan bangsa indonesia umumnya untuk melawan penjajahan belanda. Pada masa tuanya ia kembali ke palembang mengajarkan tarekat samaniyah dan memiliki banyak pengikut. Setelah berdakwah dipalembang ia pergi ke kedah dan wafat disana tempat keluargannya tinggal Karya-karya Abdul Samad al-Palimbani 1. Zuhrah al-muridfi bayan kalimah tauhid, dalam bahasa indonesia ditulis pada tahun 1764M 2. Nasihah al-muslimin wa tadzkirah al-mu’minin fi fadhail aljihad fi sabililah wa karamah al-mujahidin fi sabililah, dalam bahasa arab ditulis pada tahun 1772M 3. Tuhfah al-ragibin fi bayan haqiqah imam al-mumin wa ma ufiiduhi fi riddah al-murtadin, daam bahasa indonesia ditulis tahun 1774M untuk memenuhi permitaan sultan palemang dalam rangka membendung pengaruh tasawuf harnzah fansuri



12



4. Al-urwah al-wustqa wa silsilah uli tuqa dalam bahasa arab dan memuat kumpulan doa, wirid dan bacaan dzikir untuk waktuwaktu tertentu 5. Hidayah al-salikhin fi suluk maslak al-mutaqin, dalam bahasa indonesia dan rampung ditulis pada 1787M. Dan masih banyak karya lainnya 5. Muhammad Arsyad Al-Banjari Muhammad Arsyad al-banjari lahir pada tahun 17101812M di Martapura kalimantan selatan. Beliau adalah ulama paling terkenal di kalimantan selatan yang merupakan tokoh penting dalam proses islamisasi di Kalimantan. Beliau memperoleh pendidikan dasar agama dari ayahnya dan dari guru-guru didesanya. Pada saat berusia 7 tahn arsyad sudah mampu membaca Al-quran dengan baik Ia melanjutkan



pendidikan



ke



haramain



(Mekkah



&Madinah) . bersama-sama murid dari indonesia seperti Abdul samad al-palimbani dan beberapa penuntut ilmu dari melayu indonesia, kemudian pindah ke madinah dan belajar diisana selama 5 tahun. Setelah itu ia kembali ke kalimantan pada tahun 1773M Karya-Karya Muhammad Arsyad Al-Banjari 1. Sabilal muhzadin, bidang fiqih 2. Kanz al-ma’rifah, bidang tasawuf 6. Syekh Nawawi Al-Bantani Muhammad bin Umar bin Umar al-nawawi al-bantani aljawi lahir pada tahun 1813M beliau dikenal sebagai ulama nusantara yang paling terkenal pada abad ke 19. Dari namanya bisa diketahui ia berasal dari Banten, ayahnya adalah seorang penghulu di Tanara Serang Banten. Ibunya bernama khadijah juga berasal dari Tanara. Masa kecil Nawawi dihabiskan untuk belajar ilmu agama kepada ayahnya, juga kepada haji sahal seorang ulama banten dan raden haji yusuf di Purwakarta Jawa Barat Pada usia 15 tahun, nawawi berangkat ke mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan tinggal disana selama 3 tahun untuk 13



belajar imu-ilmu agama kepada syekh-syekh di masjidil haram. Pada tahun 1883 syekh nawawi kembali ke banten dan mengajarkan para pemuda dikampungnya ilmi-ilmu agama. Tidak lama dibanten ia kembali ke Mekkah pada tahu 1855 melanjutkan belajar sampai menjadi guru di haramain hingga akhir hayatnya Syekh nawawi merupakan ulama yang produktif, beliau sangat dihormati oleh ulama-ulama di haramain. Sehingga beliau memungkinkan untuk mengajar di masjidil haram sejak tahun 1860. Padahal untuk mengajar di Masjidil Haram bukanlah perkara mudah, sebab yang berhak mengajar disana adalah mereka yang punya kapastas ilmu yang sangat tinggi Karya-karya Syekh Nawawi Al-Bantani Tafsir al-munir atau tafsir marah labid Syekh nawawi wafat pada tahun 1897M Di Mekkah dan dimakamkan di samping makan sayyidah khadijah, istri Rasulullah SAW 7. Ahmad Khatib Minangkabau Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat pada tahun 1276 H/1855 M. Ayahnya adalah seorang jaksa di Padang, sedangkan ibunya adalah anak dari Tuanku Nan Renceh, seorang ulama terkemuka dari golongan Padri. Ahmad Khatib kecil memperoleh pendidikan awal pada sekolah pemerintah yang didirikan Belanda, yaitu sekolah rendah dan sekolah guru di kota kelahirannya. Kemudian pada tahun 1876, Ahmad Khatib melanjutkan pendidikan agamanya di Makkah, tempat kelak ia memperoleh kedudukan tinggi dalam mengajarkan agama dan imam dari madzhab Syafi’i di Masjidil Haram. Karya Ahmad Khatib Minangkabau yaitu buku yang berjudul izhar Zugal al-Kadzbin yang isinya penolakan kepada tarekat salah satu kumpulan tarekat. Syekh khatib meninggal di Mekkah pada tahun 1916 dalam usia 60 tahun



14



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peran aktif yang dilakukan oleh para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat Nusantara. Para ulama yang pertama kali menyebarkan Islam di Nusantara adalah Nuruddin Ar-Raniri, Syeikh, Syeikh Muhammad bin Umar AnNawawi Al-Bantani, Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau B. Saran Sebagai umat muslim seharusnya kita menyadari seberapa sulitnya para wali Allah SWT, tersebut di atas dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Maka dari itu, kita sebagai penerusnya harus menjaga kemurnian dari nilai Islam itu sendiri. Jangan sampai Islam tersisihkan oleh mode di zaman yang semakin menyesatkan umat ini.



15



DAFTAR PUSTAKA Huda, Khairul.(2016).Islam Melayu dalam pusaran sejarah. Sebuah Transformasi Kebudayaan Melayu Nusantara. Vol.8, No.1 Hal 78 Hizbullah, Nur(2014). Kontribusi Ulama dan pejuang pemikiran Islam di Nusantara dan Semenanjung Melayu. Vol.XX. No 2 Murtopo, Ali. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam dan Peradaban Islam. Palembang: NoerFikri



16