Maklah M Konflik Dan S [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN KONFLIK DAN STRESS “Manajemen Konflik”



Disusun oleh :



Widiastuti



1710111039



Mutia Rahmawati



1710111065



Mahira



1710111069



PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2019



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisdapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Konflik”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Konflik dan Stress Melalui kesempatan yang sangat berharga ini penulis menyampaikan ucapan terima kasihkepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah ini, dan terutama kepadayang terhormat : 1. Ibu Dwi Siti Tjiptaningsih,SE,MM selaku dosen Manajemen Konflik dan Stress 2. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa moral ataupun materil dalam proses penyelesaian makalah ini Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan yangtelah diberikan. Serta penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi semua pihak.



Jakarta, 2 September 2019



Penyusun



1



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................



i



DAFTAR ISI..............................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang........................................................................... B. RumusanMasalah...................................................................... C. TujuanPenelitian........................................................................



1 2 2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Manajemen Konflik ................................................. B. Gaya Manajemen Konflik........................................................... C. Peran Komunikasi Dalam Manajemen Konflik..........................



4 5 9



D. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Gaya Manajemen Konflik. E. Manajemen Konflik Antarorganisasi- Negara.....................................



17



12



BAB III PENUTUP A. Simpulan...................................................................................... B. Saran............................................................................................



22 23



DAFTAR PUSTAKA



2



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karaktersitik yang beragam. Kehidupan manusia memang tidak terlepas dari konflik mengingat, manusia memiliki banyak sekali perbedaan satu sama lain seperti perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama dan kepercayaan bahkan tidak jarang manusia memiliki perbedaan pemikirian dan pendapat. Perbedaan dapat menjadi sumber potensial dari timbulnya konflik dalam kehidupan manusia. Di Indonesia sendiri kuantitas dan kualitas konflik cenderung meningkat serta dapat terjadi pada setiap bidang kehidupan masyarakat. Pada bidang kehidupan sosial misalnya, kerusuhan yang terjadi pada bulan November 2012 di Lampung Selatan antara kelompok pendatang etnis Bali dan penduduk asli lampung yang berdampak pada tewasnya belasan orang dan berbagai kerugian material menunjukkan bahwa Indonesia dengan masyarakat yang heterogen sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial yang merugikan apabila tidak segera diatasi dan dicarikan solusinya. Disisi lain konflik juga dapat memberikan pengaruh positif pada pihakpihak yang berkonflik. Munculnya konflik dalam dunia organisasi dapat mendorong



pihak-pihak



yang



berkonflik



untuk



melakukan



usaha-usaha



penyelesaian konflik dengan menciptakan inovasi, kreatif, cepat beradaptasi dan kritis yang pada akhirnya meningkatkan ketrampilan masing-masing individu dalam berorganisasi apabila konflik tersebut dapat dikelola atau diselesaikan dengan baik, pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Stephan Proksch di dalam buku Conflict Management yang menyatakan “dalam bisnis, kami memahami istilah konflik berarti fenomena sosial yangdapat muncul ketika orang berinteraksi



dan



mengejar



tujuan



bersama.



Ketidaksepakatan



sering



terjadidimulai ketika dua orang atau pihak memiliki kepentingan yang berbeda dan bekerja melawan masing-masinglain dalam mengejar tujuan mereka sendiri,Konflik



tidakhanya



membawa



potensi



destruktif,



mereka



juga



menawarkan banyak peluang untuk perubahan,pengembangan dan inovasi”. 1



Meski begitu pada dasarnya konflik di dalam organisasi saat ini dipandang sebagai hal yang tidak dapat dihindarkan karena individu dan kelompok saling bergantung dalam mencapai tujuan sehingga apabila konflik tidak dikendalikan secara efektif akan menimbulkan pengaruh yang buruk pada kinerja organisasi. Dan apabila organisasi tidak mampu mengelola konflik dengan baik maka akan menyebabkan menurunnya produktivitas kerja, merusak hubungan dan komunikasi di dalam organisasi, merusak sistem organisasi, menurunkan mutu pengambilan keputusan, menimbulkan sikap dan perilaku negatif di dalam organisasi serta mempengaruhi kondisi kesehatan pihak-pihak yang berkonflik. Oleh karena itu individu-individu di dalam organisasi perlu menguasai pengetahuan dan ketrampilan mengenai pengelolaan atau manajemen konflik agar dapat bermanfaat guna mendorong perubahan dan inovasi serta tidak menghambat tujuan organisasi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas ada beberapa masalah yang perlu dirumuskan dan dibahas yaitu : 1. Apa pengertian Manajemen Konflik ? 2. Apa saja Gaya Manajemen Konflik ? 3. Apa Peran Komunikasi dalam Manajemen Konflik ? 4. Apa Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Gaya Manajemen Konflik? 5. Bagaimana Manajemen Konflik antarorganisasi- Negara? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan wawasan mahasiswa tentang manajemen konflik. 2. Untuk mengetahui apa arti manajemen konflik. 3. Untuk mengetahui gaya manajemen konflik. 4. Untuk mengetahui peran komunikasi dalam manajemen konflik. 5. Untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara kecerdasan emosional dengan gaya manajemen konflik. 6. Untuk mengetahui manajemen konflik antarorganisasi- negara.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Manajamen Konflik Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk 3



komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. B. Gaya Manajemen Konflik Gaya manajemen konflik, menurut Rahim (2002), adalah suatu upaya untuk mendiagnosis dan mengintervensi sekaligus mengatasi konflik afektif dan substantif dalam tingkatan interpersonal, intragrup, dan antarkelompok. Intervensi yang dimaksud adalah untuk menekan perkembangan konflik substantif dan mengurangi konflik afektif dalam berbagai tingkatan. Thomas (Hendel, Fish, & Galon, 2005) menambahkan bahwa gaya manajemen konflik dideskripsikan sebagai suatu usaha untuk mengatasi konflik dengan melibatkan sikap asertif dan kooperatif dalam berbagai tingkatan. Hendel, Fish, dan Galon (2005) mengemukakan bahwa pemilihan gaya manajemen konflik berhubungan dengan



4



efektivitas pengelolaan konflik itu sendiri. Gaya manajemen konflik, selain merupakan upaya penyelesaian konflik, juga adalah upaya untuk meminimalisir, mengeliminasi, atau membatasi durasi dari konflik tersebut (Spaho, 2013). Ada lima gaya manajemen konflik untuk merespon dan menyelesaikan konflik : 1. Menampung (accommodating) Cara ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan menampung pendapat semua pihak yang terlibat didalam konflik.Dengan pengumpulan pendapat dari pihak yang memiliki konflik maka perusahaan akan mencari solusi yang tepat dan mengutamakan kepentingan pihak tertentu yang berkonflik.Ketika melakukan akomodasi biasanya individu akan mengorbankan kepentingannya sendiri untuk memuaskan kepentingan orang lain. 2. Menghindari (Avoiding) Menghindari masalah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk penyelesaian konflik.Jenis penyelesaian konflik seperti ini tidak membantu anggota karyawan lain untuk mencapai tujuan mereka dan tidak membantu tim manajemen menghindari masalah.Gaya manajemen konflik ini dapat dikatakan tidak peduli dengan konflik yang sedang terjadi.Namun cara ini sangat efektif untuk menyelesaikan masalah yang tidak penting. 3. Kolaborasi (Collaborating) Kolaborasi merupakan cara penyelesaian konflik dengan bermitra untuk memperoleh hasil yang dapat memuaskan semua pihak yang berkonflik.Cara ini merupakan cara para manajer untuk menghindari dari perpektif menang kalah atau win win (Sama – sama menang ).Dalam gaya manajemen konflik ini, semua pihak yang berkonflik berkolaborasi untuk memenuhi kepentingan masing-masing sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.Hal ini sangat efektif untuk menghadapi konflik yang sangat komplek dan memerlukan untuk menemukan solusi baru. Gaya ini mendorong orang berfikir kreatif. Salah satu kelebihan gaya ini adalah orang berusaha mencari berbagai alternatif, semua pihak terdorong untuk mempertimbangkan semua informasi dari berbagai sumber dan prespektif. Namun, gaya ini tidak efektif bila pihak – pihak yang terlibat konflik tidak punya niat untuk menyelesaikan masalah atau bila waktu



5



terbatas. Bila diaplikasikan pada tahap konflik yang lebih tinggi, gaya ini dapat menimbulkan kekecewaan karena logika dan pertimbangan rasional sering dikalakan oleh emosi yang terkait dengan suatu pendirian atau sikap. Gaya kolaborasi menyatukan langkah semua pihak pada upaya mencari pemecahan bagi persoalan yang kompleks. Gaya ini tepat digunakan bila orang dan masalah jelas terpisah, dan biasanya tidak efektif bila pihak – pihak yang bertikai memang ingin bertengar. Gaya ini dapat menjadi motivator positif dalam sesi brainstorming atau problem solving. Pastikan setiap orang yang berkepentingan ikut berpartisipasi. Ungkapan yang dapat digunakan untuk memicu gaya kolaborasi dalam upaya menangani konflik antara lain: 1. “tampaknya ada perbedaan pendapat disini, mari kita cari bersama sumber perbedaan itu” 2. “ sebaiknya kita ajak beberapa orang lagi dari departemen lain untuk bersama – sama mengupas pemecahannya.” 4. Bersaing (Competing) Cara penyelesain konflik ini juga bisa disebut dengan penyelesaian menang dan kalah.Pada saat bersaing, setiap individu yang berkonflik harus memperjuangkan kepentingannya dengan dengan mengorbankan individu lainnya.Dia dapat menggunakan kekuasaan untuk memenangkan konflik yang timbul. Cara penyelesain konflik ini mungkin dapat mengorbankan karyawan lain dan pendekatan cara ini dapat dilakukan ketika dalam keadaan darurat dan waktu mendesak. 5. Kompromi (Compromising) Dalam gaya manajemen konfik ini tidak akan ada individu yang menang atau kalah karena kedua belah pihak tidak akan mencapai apa yang mereka inginkan.Gaya manajemen konflik jenis kompromi membutuhkan ketegasan dan kerja sama.Ketika berkompromi, seseorang yang memiliki tujuan untuk menemukan pemecahan permasalah secara bijak dan dapat diterima serta memuaskan kedua belah pihak.Jenis kompromi sangat tepat untuk digunakan pada konflik yang membutuhkan solusi sementara atau kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama pentingnya.



6



Rahim (Safitri, Burhan, & Zulkarnain, 2013) menjabarkan lima gaya manajemen konflik, yaitu: a. Integrating Seseorang berfokus pada keuntungan maksimum dan seimbang bagi pihak-pihak yang terlibat pertikaian. Orang dengan gaya ini berfokus agar pihak-pihak yang terlibat dapat berpartisipasi aktif dalam pemecahan masalah, sehingga kedua belah pihak dapat mendapatkan hasil yang saling menguntungkan. b. Obliging Seseorang cenderung ‘mengalah’ dengan pihak lainnya, sehingga orang tersebut merelakan kepentingannya, sedangkan pihak yang lain dapat memperoleh keuntungan maksimum. c. Dominating Seseorang sangat menekankan kekuatannya di atas pihak lainnya dan sangat fokus terhadap kepentingannya sendiri, serta tidak menghiraukan kepentingan pihak lainnya. d. Avoiding Seseorang memiliki perilaku acuh, yang tidak menghiraukan kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain. Seseorang dengan gaya manajemen konflik ini cenderung menghindar ketika konflik terjadi. e. Compromising Seseorang berupaya menyelesaikan masalah dengan cara mencari ‘jalan tengah’ yang memuaskan sebagian kepentingan dirinya dan sebagian kepentingan orang lain. Walaupun mirip, gaya ini berbeda dengan gaya integrating. Compromisinglebih menekankan pada ‘jalan tengah’ yang hanya setengah-setengah yang berarti tidak semua kepentingan kedua belah pihak terpenuhi dan harus merelakan sesuatu untuk ditukarkan satu sama lain demi tercapainya ‘jalan tengah’ tersebut, sementara integratingfokus pada ‘jalan tengah’



yang



menguntungkan



kedua



belah



pihak



secara



maksimal.Berdasarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat berbagai macam aspek dalam gaya manajemen konflik. Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Manajemen Konflik



7



Menurut Wirawan manajemen konflik yang digunakan pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : 1. Pengalaman menghadapi situasi konflik Proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu. 2. Kecerdasaan emosional Penelitian



yang



dilakukan



oleh



Ming



(dalam



Wirawan,



2010)



mengemukakan bahwa kesuksesan manajemen konflik memerlukan ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa gaya manajemen konflik integrating dan compromising memiliki korelasi positif dengan kecerdasan emosional. 3. Kepribadian Kepribadian individu akan memengaruhi gaya manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan konflik. Kilmann dan Thomas (dalam Millia, 2012) dalam penelitiannya yang mengkorelasikan tipe kepribadian dan gaya manajemen konflik menghasilkan kesimpulan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung menyukai gaya manajemen konflik akomodasi dan mengindar, sedangkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung menyukai gaya manajemen konflik kompetisi atau kolaborasi. 4. Budaya organisasi dan Sistem Sosial Budaya organisasi dan sistem sosial dengan norma perilaku yang berbeda menyebabkan para anggotanya memiliki kecenderungan untuk memilih gaya manajemen konflik yang berbeda. 5. Situasi konflik dan posisi konflik Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik berkompetisi akan mengubah gaya manajemen konfliknya jika menghadapi situasi konflik yang tidak mungkin ia menangkan. Oleh karena itu, situasi konflik sangat mempengaruhi gaya manajemen konflik itu sendiri agar situasi konflik itu dapat dimenangkan.



C.



Peran Komunikasi Dalam Manajemen Konflik



8



Untuk mencapai pemecahan konflik dalam kelompok yang efektif, anggota kelompok harus mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian menggabungkan informasi-informasi tersebut sehingga menghasilkan pemecahan yang tepat dan kreatif. Dalam sebagai besar pemecahan konflik kelompok, ada beberapa informasi yang disampaikan kepada semua anggota, ada beberapa informasi yang hanya diketahui oleh sebagian anggota, dan ada informasi yang diketahui hanya oleh satu anggota dan anggota lain tidak dapat ada yang mengetahuinya. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menyampaikan apa yang dia ketahui kepada anggota kelompok lainnya. Tiap anggota juga bertanggung jawab untuk mencari informasi yang tidak dia ketahui tetapi diketahui oleh anggota lain. Dengan demikian kedua keterampilan dalam menyampaikan dan menerima adalah hal yang pokok untuk semua anggota kelompok. Apa yang menyebabkan timbulnya masalah dalam pertukaran informasi adalah adanya gangguan yang biasanya ada dalam pemecahan konflik kelompok. Penggabungan informasi, ide, pegalaman dan pendapat dari anggota adalah bagian mendasar dalam pemecahan masalah atau konflik kelompok. Seberapa berhasilnya anggota kelompok menggabungkan sumber-sumber mereka ke tingkat yang lebih luas tergantung pada tiga hal : 1. Keterampilan penyampaian dan penerimaan; 2. Norma-norma kelompok dan prosedur komunikasi; 3. Pola komunikasi antar anggota kelompok. Budyatna



dan



Ganiem



(2011)



dalam



bukunya Teori



Komunikasi



Antarpribadimencoba menuliskan beberapa pendapat ahli mengenai tiga kecakapan komunikasi yang mengembangkan pengelolaan konflik secara berhasil. Tujuan utama dalam mengelola konflik supaya adanya kesesuaian dan efektifitas dalam perilaku individu sendiri dengan menggunakan kecakapan berkomunikasi yang mengembangkan pengelolaan konflik secara berhasil. 1. Kecakapan berkomunikasi untuk memprakarsai konflik Petunjuk-petujuk berikut adalah untuk memprakarsai konflik (termasuk untuk merespons konflik) didasarkan pada hasil karya dari beberapa penelitian lapangan (adler, 1977; Gordon, 1970; Whetten & Cameron, 2005)



9



a. Mengakui dan menyatakan mempunyai masalah yang nyata. b. Jelaskan dasar dari konflik yang potensial dalam arti perilaku, konsekuensi dan perasaan. c. Hindarkan menilai motif-motif orang lain. d. Pastikan orang lain paham masalah yang sedang dihadapi. e. Utarakan solusi yang dipilih sedikit banyak dapat memusatkan pada dasar yang sama. f. Mental harus dipersiapkan dulu mengenai apa yang akan dikatakan sebelum berhadapan dengan orang lain, sehingga permintaan akan singkat dan tepat. g. Buatlah singkat. 2. Kecakapan berkomunikasi untuk merespons konflik Adalah lebih sulit untuk menciptakan iklim yang kolaboratif apabila untuk merespons konflik yang diprakarsai oleh pihak lain daripada memulai konflik yang tepat. Kebanyakan orang tidak menggunakan rangkaian perilakukonsekuensi-perasaan untuk memprakarsai konflik, dan malah sebaliknya menyatakan perasaannya secara tidak tepat dan eveluatif yang dapat membahayakan pihak lain, dan sulit bagi pihak-pihak lain untuk mengatasi sifat mereka yang defensif dan merespons tidak tepat. Tugas yang paling berat sebagai pemberi respons ialah menangani konflik yang diprakarsai secara efektif dan mengubahnya ke dalam diskusi pemecahan masalah yang produktif. Berikutnya adalah petunjuk-petunjuk yang akan membantu merespons secara efektif dalam situasi-situasi ini. a. Gunakan “tameng” mental untuk merespons secara efektif. b. Berikan respons yang empatik dengan kepentingan dan kepedulian yang sungguh-sungguh. c. Uraikan dengan kata-kata sendiri pemahaman mengenai masalah itu dan ajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menjelaskan masalah. d. Carilah persamaan dasar dengan menemukan aspek dakwaan yang disetujui. e. Minta kepada pemrakarsa konflik untuk menyarankan solusi alternatif 3. Kemampuan berkomunikasi untuk menengahi konflik



10



Terkadang seseorang diminta untuk menengahi pada sebuah konflik mengenai orang lain. Seorang penengah adalah pihak ketiga yang tidak terlibat ke dalam konflik dan bertindak sebagai pemandu yang netral dan tidak memihak, mengatur sebuah interaksi yang memungkinkan pihak-pihak yang konflik untuk menemukan solusi mengenai masalah mereka yang dapat diterima secara timbal balik. Para penengah dapat memainkan peran dalam menyelesaikan konflik jika mereka memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut ini : a. Pastikan bahwa orang-orang yang terlibat konflik setuju bekerja sama. b. Bantu orang-orang untuk mengidentifikasi konflik yang sebenarnya. c. Pelihara netralitas. d. Jaga supaya pembicaraan terfokus pada masalah-masalah dan bukan pada pribadi-pribadi. e. Mengusahakan untuk menjamin waktu bicara yang sama. f. Pusatkan pembicaraan dalam menolong kedua belah pihak mencari penyelesaian. g. Gunakan persepsi untuk mengecek dan membuat uraian dengan kata-kata sendiri untuk memastikan kedua belah pihak benar-benar memahami dan mendukung penyelesaian yang telah disetujui. h. Buatlah rencana kegiatan dan prosedur tindak lanjutnya.



D.



Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Gaya Manajemen Konflik Emosi merupakan hal yang sangat mempengaruhi bagaimanaterjadinya suatu



konflik dan bagaimana gaya manajemen konflik digunakan. Dalam disertasi Lee Fen Min (2003 dalam Wirawan, 2010:135) mengemukakan bahwa kesuksesan manajemen konflik dipengaruhi oleh kecerdasan emosi. Kecerdasan



emosi



adalah



kemampuan



untuk



mengembangkan,



mengekspresikan, dan memahami serta mengaplikasikan dan mengelola emosi dalam dirinya dan orang lain (Naghavi dan Redzuan, 2011).Goleman (1999: xiii) Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan memotivasi diri sendiri, selain itu Goleman (1999: 45) menyebutkan bahwa terdapat ciri ciri lain kecerdasan emosional yaitu petama, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi. Kedua, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih lebihkan



11



kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir. Ketiga dan yang terakhir adalah berempati dan berdoa. Goleman (1999: xv) menyebut bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan



dasariah



manusia



untuk



mempertahankan



hidup.



Misalnya



kesanggupan untuk mengendalikan emosi, membaca perasaan orang lain, dan memelihara hubungan dengan sebaik baiknya. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang mengatasi dan mengontrol emosi dalam menghadapi konflik, menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran. Dari pengertian para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa emotional intelligence merupakan kemampuan individu dalam mengenali dan menganalisis emosi diri maupun orang lain, serta kemampuan untuk mengelola emosi untuk membina hubungan dan memeliharanya sebaik-baiknya. Gaya Manajemen Konflik. Dalam menghadapi konflik, individu akan meresponya dengan bentuk perilaku. Perilaku mereka membentuk suatu pola tertentu, pola perilaku individu dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen konflik (Wirawan, 2010: 134) Gaya manajemen konflik adalah strategi-strategi atau cara-cara yang digunakan oleh setiap individu untuk menghadapi situasi konflik.Strategi-strategi ini terdiri dari gaya kompetisi, kolaborasi, menghindar, mengakomodasi, kompromi. Dari beberapa gaya manajemen konflik tersebut harus digunakan dan dikembangkan sesuai dengan situasi konflik (Anastasia, 2007:32). Berdasarkan beberapa konsep diatas, maka gaya manajemen konflik dapat disimpulkan sebagai proses pengkoordinasian yang digunakan individu dalam menata dan mengatur pertentangan dalam wujud sikap dan perilaku agar mendapatkan hasil yang positif dari perselisihan yang terjadi. Lima macam gaya manajemen konflik menurut winardi: 1. Tindakan menghindari, yang berisi sikap tidak kooperatif, dan tidak asertif;menarik diri dari situasi konflik, dan atau bersikap netral dalam segala macamsituasi.



12



2. Kompetisi atau Komando Otoritatif, yang berisi sikap tidak kooperatif, tetapiasertif; bekerja dengan cara menentang keinginan pihak lain, usaha untuk mendominasi dalam situasi “menang atau kalah”, dan memaksakan segalasesuatu dengan kekuasaan yang ada. 3. Akomodasi



atau



Meratakan,



yaitu



bersikap



kooperatif



dan



asertif,



membiarkankeinginan pihak lain menonjol; meratakan perbedaan untuk terciptanyakeharmonian yang diciptakan secara buatan. 4. Kompromis, beriskap cukup kooperatif dan asertif tetapi tidak dengan tingkatekstrim. Usaha untuk mencapai kepentingan bersama, mengadakan tawar– menawar untuk mencapai pemecahan yang dapat diterima tetapi bukan pemecahan optimal, sehingga tak seorangpun merasa ia menang atau kalah. 5. Kolaborasi (Kerjasama) atau Pemecahan Masalah, Bersikap kooperatif, maupun asertif; berupaya mencapai kepuasan setiap pihak yang berkepentingan dengan cara bekerja melalui perbedaan yang ada, lalu dari situ dicari pemecahan masalah sehingga setiap orang mencapai keuntungan sebagai hasilnya. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Manajemen Konflik. 1. Emosi Membuat Seseorang Memahami Tahap Terjadinya Konflik. Ada beberapa tahap dalam manajemen konflik, tidak semua individu mampu mengembangkan manajemen memecahkan konflik, terlebih bagi individu yang tidak bisa fokus pada manajemen penyelesaian, sehingga untuk melatih manajemen individu bisa melakukan latihan olah emosi, untuk meningkatkan manajemen memecahkan konflik, contohnya jika ada masalah yang terjadi individu lain, individu bisa membayangkannya jika konflik itu terjadi pada diri individu, apa yang harus individu lakukan, ada dua tahap sederhana dalam manajemen konflik, yang pertama, kenali terlebih dahulu konflik yang sedang individu hadapi, lalu memikirkan kemungkinan yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalah tersebut, dan kemudian individu pilih kemungkinan manajemen penyelesaian yang paling baik dan tepat untuk di lakukan, dengan demikian individu tidak perlu memikirkan secara berulang manajemen penyelesaian konflik yang sama. 2. Kapasitas Kecerdasan Emosi Berhubungan dengan Hilangnya Konflik.



13



Kapasitas



kecerdasan



emosi



dengan



manajemen



konflik



sangat



berpengaruh dan menentukan pada individu dalam memecahkan konflik, ada banyak jalan menuju roma, begitu juga dalam pemecahan konflik, seorang yang memiliki kecerdasan, hubungan kecerdasan emosi dengan manajemen konflik, dalam pemecahan konflik tidak hanya memperhatikan dirinya saja juga memperhatikan kepentingan individu lain. 3. Emosi Mempengaruhi Pola Pikir untuk Menyelesaikan Masalah. Berusaha berfikir demokratis dan melihat konflik dari banyak sisi, individu yang memiliki kecerdasan emosi akan menjunjung tinggi martabat individu lain dalam manajemen konflik, juga tanpa menjatuhkan individu lain di lingkungan individu, dan menyampaikan konflik dengan cara win win solution (sama sama menang), individu yang handal dalam memecahkan konflik akan sangat dibutuhkan individu dan banyak yang datang padanya meminta bimbinganya, karenaindividu yang handal dalam memecahkan konflik pada saat yang sama individu juga mampu menjadi individu mediator bagi konflik yang dihadapi individu lain, seberapa tinggi individu dalam manajemen konflik setinggi itu pulalah individu itu. 4. Berhubungan dengan Solusi Secara Menyeluruh Manajemen konflik merupakan penilaian menyeluruh individu mengenai manajemen khusus dalam pemecahan konflik yang terjadi dalam hidupnya. 5. Kecerdasan Emosi Memberikan Pemahaman Proses Konflik Manajemen konflik dapat dilakukan dengan pemahaman (insight) menyeluruh sebagai suatu proses berpikir, belajar, mengingat serta menjawab atau merespon dalam bentuk pengambilan keputusan. 6. Kecerdasan Emosi Mempengaruhi Pemahaman pada Fenomena Untuk mencapai manajemen manajemen konflik yang baik, individu dituntut untuk memiliki manajemen untuk melakukan prediksi, analisis, dan fakta fakta serta prinsip prinsip mengembangkan hubungan sebab akibat pada fenomena yang terjadi. 7. Kecerdasan Emosi Menciptakan Karakter yang Baik ,yaitu : a) Memiliki kontrol internal yang baik b) Membuat sedikit atribusi untuk menyalahkan diri sendiri



14



c) Memiliki konsep diri yang positif dan berpikir secara rasional d) Menikmati proses berpikir dan aktivitas kognitif lainnya 8. Kecerdasan Emosi Sebagai Bahan Pembelajaran Konflik a) Terkait dengan banyak kebiasaan belajar dan sikap yang adaptif b) Memiliki kepercayaan diri dalam mengambil keputusan c) Memiliki harapan yang tinggi dan tujuan yang jelas d) Manajemen konflik membutuhkan manajemen sosial yang tinggi dan tingkat kecemasan yang rendah 9.



Kecerdasan Emosi Mengurangi Kecemasan dalam Menghadapi Konflik Individu yang mampu manajemen konfliknya dengan efektif karena



memiliki kecerdasan emosi yang baik mempunyai manajemen sosial yang lebih baik dan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Individu dengan kematangan hubungan kecerdasan emosi dengan manajemen konflik dapat melakukan manajemen konflik secara efektif. 10. Kecerdasan Emosi Mampu Mengelola Situasi Tak Terduga Holyoak, dalam penelitian yang dilakukan oleh Halim, F. W., dkk. berjudul “Emotional Stability and Conscientiousness as Predictors towards Job Performance.” (University Putra Malaysia Press Vol 19 page 139 145. 2011) mengemukakan bahwa individu dengan kestabilan hubungan kecerdasan emosi dengan manajemen konflikyang tinggi mampu untuk mengelola situasi yang tidak terduga dan mempunyai manajemen konflik yang efektif. Individu dengan kematangan hubungan kecerdasan emosi dengan manajemen konflik melihat konflik sebagai tantangan dan peluang. 11. Kecerdasan



Emosi



Menjadikan



Seseorang



Menjadi



Optimis



dalam



Menyelesaikan Konflik Watson dkk. dalam penelitian Kammayer Mueller, J. D., Judge, T. A., & Scott, B. A. 2009. yang berjudul “The Role of Core Self Evaluations in The Coping Process.” (Journal of Applied Psychology. Vol 94 No. 1 page 177 195.) mengemukakanbahwa kestabilan hubungan kecerdasan emosi dengan manajemen konflik yang tinggi membuat individu melihat suatu konflik sebagai suatu



15



tantangan dan peluang untuk mengembangkan diri sehingga individu menjadi optimis akan terselesaikannya suatu konflik. 12. Kematangan Kecerdasan Emosi dengan Manajemen Konflik Berpengaruh Pada Proses Kognisi Menurut Stevens, M. dalam bukunya yang berjudul “How To Be A Better Problem Solver” (1996) menyatakan bahwa kestabilan hubungan kecerdasan emosi dengan manajemen konflik merupakan salah satu variabel yang berpengaruh dalam proses kognisi dalam usaha manajemen konflik. Selain itu menurut Rakhmat, J. dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Komunikasi” (2011), menyatakan bahwa : faktor situasional, faktor biologis dan faktor sosiopsikologis (kebudayaan) yang meliputi motivasi, kepercayaan dan sikap yang tepat serta kebiasaan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya manajemen konflik pada individu yang itu semua dipandang dari persepsi pribadi, yakni dari kecerdasan emosi yang seseorang miliki.



E. Manajemen Konflik Antarorganisasi –Negara 1. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok. 2. Konflik antara organisasi Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negaranegara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien. 3. Konflik Organisasional. Konflik organisasional dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu konflik dalam organisasi dan konflik antarorganisasi. Konflik dalam organisasi contohnya adalah konflik antar personal atau antar grup di dalam perusahaan. Sedangkan konflik antarorganisasi contohnya konflik antara suatu perusahaan dengan perusahaan



16



lainnya (Rahim, 2002). Terdapat perbedaan antara konflik dalam organisasi dengan konflik antarorganisasi, yang dapat ditinjau dari 6 aspek yaitu: a. Tingkat interaksi b. mekanisme penyelesaian c. pengambilan keputusan d. insentif dan motivasi e. target perbaikannya f. serta akibat yang ditimbulkannya Dari penelitian terdahulu tentang penyebab konflik, diketahui bahwa konflik dapat terjadi karena adanya saling pengaruh antar sub-sistem dalam organisasi (Pondy, 1966). Penyebab konflik juga karena adanya perbedaan pemahaman, personalitas, tujuan, kinerja, metode, pertanggungjawaban, otoritas, atau rasa tidak mau bekerjasama,



frustrasi, persaingan, atau ketidakpatuhan



(Thomas dan Schmidt, 1976). Demikian pula dari sisi ukuran organisasi, makin besar ukuran organisasi dan makin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik (Eisenhardt et al., 1977). Terjadinya konflik juga disebabkan adanya perbedaan sifat-sifat pribadi,



kepentingan, nilai, dan cara



berkomunikasi (Lambert et al., 2006). Dari penelitian terdahulu tentang proses pengelolaan konflik, diketahui bahwa terdapat strategi kompetisi dan strategi kerjasama. Dari kedua strategi tersebut kemudian oleh Thomas (1992) dirinci menjadi lima pendekatan yaitu dominasi, akomodasi, menghindari, kompromi, dan berkolaborasi. Pengelolaan konflik dengan strategi kerjasama merupakan kontributor penting untuk kepemimpinan yang efektif (Chen et al., 2005). Namun demikian perbedaan jenjang kepemimpinan (pimpinan puncak, menengah, bawah) serta perbedaan gender (laki-laki dan perempuan) dapat mempegaruhi pilihan strategi



dalam



mengolakonflik



(Thomas



beberapapenelitianterdahulutentangakibatkonflik,



et



al.,



diketahui



2008). bahwa



Dari dahulu



terdapat pandangan bahwa konflik sebagai suatu bentuk penyimpangan dan cenderung merusak, namun kini konflik telah dianggap suatu hal yang biasa terjadi (Pondy, 1989; Thomas, 1992), yang penting adalah bagaimana mengelolanya untuk mencapai hasil yang konstruktif (Tjosvold 2008). Diperlukan hubungan kerjasama yang baik serta saling keterbukaan antara para pihak yang bersengketa (Tjosvold et al., 2014). Penyebab konflik antarorganisasi dapat dikelompokkan dalam 2 tema pokok yaitu : pertama, adanya perbedaan penafsiran



17



isi kontrak kerjasama; dan kedua adanya pelanggaran isi kontrak kerjasama. Proses pengelolaan konflik antarorganisasi dapat dikelompokkan dalam 2 tema pokok yaitu :pertama, berkolaborasi dalam menyelesaikan konflik; dan kedua, bersaing dalam menyelesaikan konflik. Akibat konflik antarorganisasi dapat dikelompokkan dalam 2 tema pokok yaitu : konstruktif atau mendapatkan banyak manfaat; dan kedua, destruktif atau mendapatkan kerugian. 4.



Konflik Antarorganisasi Konflik juga bisa terjadi antaraorganisasi yang satu dengan yang lain. Hal



ini tidak selalu disebabkan oleh persaingan dari perusahaan-perusahaan di pasar yang sama. Konflik ini bisa terjadi karena adanya ketidak cocokan suatu badan terhadap kinerja suatu organisasi. Sebagai contoh badan serikat pekerja di cocok dengan perlakuan suatu perusahaan terhadap pekerja yang menjadi anggota serikatnya. Konflik ini dimulai dari ketidaksesuaian antara para manajer sebagai individu yang mewakili organisasi secara total. Pada situasi konflik seperti ini para manajer tingkat menengah kebawah bisa berperan sebagai penghubungpenghubung dengan pihak luar yang berhubungan dengan bidangnya. Penyebab Konflik Antarorganisasi Hal ini terjadi karena persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Biasanya konflik ini sering di sebut persaingan yang mengarah pada pengembangan produk baru, teknologi dan jasa-jasa,harga-harga yang lebih rendah, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Cara ManajemenKonflik Sepanjang kehidupan manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi, setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Agar konflik tidak jadi berlarut-larut maka konflik dapat dicegah atau dikelola dengan : 1. Disiplin Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola mencegah



dan



konflik. Contohnya Manajer perawat harus mengetahui dan



18



memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya. 2.



Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat



untuk mencapai



tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya: Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. 3. Komunikasi Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif.Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan seharihari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup. 4. Mendengarkansecaraaktif Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan. Konflik antar negara adalah konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih. Mereka memiliki perbedaan tujuan dan berupaya memaksakan kehendak negaranya kepada negara lain. Cara-cara Pemecahan Konflik Antar negara Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan dengan akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi : 1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.



19



2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan. 3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak



diberikan



keputusan



yang



mengikat.



Contoh :



PBB



membantu



menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda. 4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Kestabilan dan Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain. 5. Jalan buntu, yaitu; keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan



memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin. 6. Ajudikasi, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.



20



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konflik di dalam lingkungan perusahaan dan masyarakat tidak bisa dihindari, dan konflik tidak selamanya akan membawa dampak buruk kedalam kehidupan, apabila konflik dapat diselesaikan atau dapat di kendalikan dengan baik maka hal tersebut dapat memberikan dampak positif yaitu sebuah pembelajaran, hal ini dapat membuat organisasi menjadi lebih berkembang nantinya. Dengan hal tersebut maka perlu dilakukan manajemen konflik, untuk mengendalikan konflik yang ada. Manajemen konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflikManajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik,langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresiflangkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Dalam mengendalikan manajemen konflik memiliki beberapa gaya dalam



21



mengatasinya, yaitu dengan (accommodating), menghindari, kolaborasi, bersaing, kompromi. Setiap konflik perlu adanya komunikasi maka sangat penting untuk kita dapat berkomunikasi dengan baik untuk menyampaikan informasi – informasi penting dalam menyelesaikan dan mengendalikan masalah agar tetap terjaga produktivitas kinerja. Kecerdasan emosional dalam gaya manajemen konflik adalah bagaimana seseorang dalam mengekspresikan dan mengaplikasikan emosionalnya dalam gaya manajemen konfliknya. Manajemen konflik antarorganisasi, merupakan bagaimana mengatasi konflik yang terjadi antarorganisasi baik dalam internal maupun antarorganisasi. B. Saran 7.



Saran untuk Perusahaan Perusahaan harus mengendalikan sesuai dengan konfliknya dan dengan gaya manajemen konflik yang sesuai. Mengendalikan konflik sesegera mungkin agar tidak menimbulkan dampak yang besar bagi karyawan dan perusahaan.



8.



Saran untuk Karyawan Karyawan dapat lebih bekerjasama dengan baik antar karyawan dan dengan saling menghargai dan memahami antar karyawan agar terhindar dari konflik pribadi.



22



Daftar Pustaka



Pickering,Peg.2006.How to Manage Conflict Kiat Menangani Konflik Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Proksch,Stephan.2014.Conflict Managemen.German: SpingerGabler https://www.pahlevi.net/pengertian-manajemen-konflik/ https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/1562/05.2%20bab%202.pdf? sequence=9&isAllowed=y https://karyatulisilmiah.com/gaya-manajemen-konflik/ file:///D:/Libraries/Download/Documents/13-syeh.pdf file:///D:/Libraries/Download/Documents/5a166c2ad5bb9MakalahManajemenKo nflik-AnglingFeninaPrabawontika-17082010013.pdf https://www.google.co.id/amp/s/dosenpsikologi.com/hubungan-kecerdasanemosi-dengan-manajemen-konflik/amp http://nonilstr.blogspot.com/2016/04/peranan-komunikasi-dalam-konflik.html? m=1 https://core.ac.uk/download/pdf/78026941.pdf



23