Manajemen Penetasan Telur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS “Manajemen Penetasan” Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Ternak Unggas Oleh : Kelompok 5 Kelas C IRVAN RACHMAT WINALDI



200110140059



HARTIWI ANDAYANI



200110140176



FATHI HADAD



200110140242



MIRANDA AYU NURSALSABILA



200110140243



RIZKY SEPTIAN ANUGRAH



200110140245



SYIFA FAUZIYYAH



200110140246



LULU IZDIHAR SALSABILA



200110140247



FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016



I PENDAHULUAN



1. 1



Latar Belakang Unggas adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk



daging dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya unggas merupakan bagian dari ordo Gallifores (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur. Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gisi seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah harus fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja. Adapun untuk menetaskan telur perlu diperhatikan hal-hal yang menunjang keberhasilan dalam menetaskan. Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman sangat tergantung dari jenis hewannya. Semakin kecil hewan, semakin kecil telur yang dihasilkan. Dan, semakin tinggi suhu badan hewan, semakin pendek waktu penetasan telurnya. Bila bentuk telur dan ukurannya seragam, waktu penetasan akan selalu hampir bersamaan. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain seperti itik dan puyuh tidak mempunyai sifat mengeram. Dahulu, untuk memperbanyak populasinya hanya



dengan seleksi alam, baik oleh induknya maupun oleh lingkungan. Namun saat ini, dengan adanya alat penetas buatan akan mempermudah perbanyakan populasi unggas ini.



1. 2



Identifikasi Masalah



1. Bagaimanakah manajemen telur tetas? 2. Bagaimanakah manajemen mesin tetas? 3. Bagaimanakah candling dan sexing pada telur tetas? 4. Bagaimanakah evaluasi telur tetas?



1. 3



Maksud dan Tujuan 1. Mengetahui manajemen telur tetas. 2. Mengetahui manajemen mesin tetas. 3. Mengetahui candling dan sexing pada telur tetas. 4. Mengetahui evaluasi telur tetas.



II PEMBAHASAN



2. 1



Manajemen Telur Tetas



2.1.1



Seleksi Telur Tetas Pada dasarnya salah satu faktor yang mempengaruhi proses penetasan adalah



penyeleksian telur. Seleksi telur tetas merupakan aktifitas awal yang sangat menentukan keberhasilan dalam suatu penetasan. Telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan produktifitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik, umur tidak boleh lebih dari seminggu, dan kualitas fisik telur baik (Rasyaf, 1991). Seleksi telur dilakukan oleh peternak pada dasarnya untuk menghindari kegagalan dalam penetasan telur yang akan mengkibatkan kerugian. Dimana telur yang akan ditetaskan harus disortasi terlebih dahulu untuk memisalahkan telur yang berkualitas dengan telur yang tidak berkualitas atau cacat. Menurut Kortlang (1985), seleksi telur yang baik untuk ditetaskan dapat meningkatkan daya tetas sebesar 5 %. Dalam mempertahankan daya tetas telur maka keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan. Hal ini dikarenakan keadaan fisik telur mempengaruhi daya tetas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyeleksi telur tetas yaitu sebagai berikut. a. Besar telur. Menurut SK Dirjen Peternakan, telur tetas harus mempunyai berat minimal 50 gram dan maksimal 65 gram (untuk ayam ras). Telur yang berukuran terlalu besar atau kecil dalam kelompoknya, daya tetasnya kurang baik.



b. Bentuk telur. Telur-telur yang bentuknya kurang normal, umumnya tidak dapat menetas dengan baik. c. Warna kulit telur. Warna kulit telur berpengaruh terhadap daya tetas telur. Umumnya telur yang warna kulitnya agak gelap, lebih mudah menetas dibandingkan dengan yang berwarna terang. d. Kualitas kulit telur. Telur yang berkulit tipis atau perkapuran tidak merata, umumnya daya tetasnya rendah. Ketebalan kulit telur yang baik yaitu 0,33 0,35 mm. Selain itu, permukaan kulit halus, tidak kotor dan tidak retak. a. Interior quality. Jika telur memiliki nilai Haugh Unit rendah maka daya tetasnya akan rendah. Telur dengan HU > 80 akan menetas sangat baik. Telur dengn ruang udara tepat di ujung tumpul akan menetas 10 - 15% (Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna, 2010). 2.1.2



Fumigasi Telur Tetas Fumigasi adalah proses sterilisasi telur dengan tujuan menghilangkan atau



mengurangi kontaminan bibit bakteri yang menempel pada permukaan telur agar telur benar-benar terbebas dari bakteri maupun jamur. Telur tetas yang telah lolos seleksi kemudian dimasukkan ke dalam ruang fumigasi, fumigasi dilakukan untuk membunuh kuman penyakit, untuk menunjang agar fumigasi yang akan kita lakukan dapat berjalan efektif maka kita harus memperhatikan beberapa hal : 1. Temperatur ruangan fumigasi 27˚-29˚C. 2. Kelembaban 70-75%. 3. Dosis fumigasi (KMnO4 / PK) dan Formalin 1:2 untuk 1 m³. a. PK = 6,5 gr b. Formalin = 12 cc



4. Volume ruangan dan jumlah telur. 5. Waktu fumigasi 15-20 menit (Sudaryani dan Santosa, 2003). Siregar dkk., (1975) menyatakan bahwa daya tetas telur yang mendapat perlakuan fumigasi lebih tinggi dari pada yang tidak. Selain itu persentase embrio yang mati pada kelompok telur yang tidak difumigasi lebih tinggi dari pada yang difumigasi. 2.1.3



Penyimpanan Sebelum Masuk ke Dalam Mesin Tetas Lama penyimpanan telur di holding room akan berpengaruh terhadap telur



yang akan ditetaskan, baik itu terhadap daya tetasnya ataupun terhadap kualitas DOC yang dihasilkan. Telur yang semakin lama disimpan akan berpotensi terhadap tingginya persentase kematian embrio, dan telur yang busuk yang disebabkan oleh mikroba masuk ke dalam telur. Penyimpanan telur sebelum ditetaskan tidak boleh lebih dari 7 hari. Suhu penyimpanan yang ideal berkisar antara 10-20°C, namun bila tidak memiliki lemari pendingin, telur dapat disimpan di suhu kamar yang sejuk dengan cukup ventilasi (Kortlang, 1985). Menurut Blakely dan Bade (1991), bahwa meskipun pada kondisi optimum telur akan turun daya tetasnya bila periode penyimpanan sebelumnya lebih dari 7 hari. Menurut Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna (2010), beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan daya tetas telur selama penyimpanan adalah sebagai berikut. a. Temperatur penyimpanan. Sebaiknya temperature ruang penyimpanan tidak lebih tinggi daripada temperatur untuk perkembangan embrio. Temperatur saat embrio mulai berkembang sekitar 24o C.



b. Kelembaban penyimpanan. Selama penyimpanan, dari bagian dalam telur akan terjadi penguapan yang menyebabkan rongga udara dalam telur menjadi besar. Oleh karena itu, kelembaban penyimpanan telur yang baik yaitu 7580%. c. Lama penyimpanan. Bila telur yang terlalu lama disimpan maka daya tetas akan menurun. Penyimpanan telur sebelum ditetaskan tidak boleh lebih dari 7 hari. d. Posisi telur selama penyimpanan. Telur sebaiknya ditempatkan pada egg tray, dengan bagian tumpul ditempatkan di sebelah atas. Hal ini untuk menjaga agar ruang udara dalam telur tetap pada tempatnya.



2.2



Manajemen Mesin Tetas



2.2.1



Fumigasi Mesin Tetas Fumigasi adalah upaya untuk membasmi mikroba yang menempel pada



kerabang telur maupun mikroba yang terdapat pada mesin tetas dan ruang penyimpanan telur. Sesuai dengan pendapat Ismoyowati (2011) yang menyatakan bahwa fumigasi adalah cara atau langkah yang dilakukan untuk membasmi mikroba yang terdapat pada telur dan mesin tetasnya. Fumigasi dilakukan dengan gas formaldehyde hasil dari campuran antara formalin dengan kalium permanganat. Sesuai dengan pendapat Murtidjo (1992) yang menyatakan bahwa metode fumigasi merupakan cara sanitasi telur dengan menggunakan gas formaldehyde hasil campuran antara formalin dengan Kalium Permanganat. Desinfektan tidak langsung mempengaruhi fertilitas, faktor yang langsung mempengaruhi fertilitas adalah kondisi



semen, kandungan gizi pakan, produksi telur, heretabilitas, rasio jantan-betina, iklim, kualitas kulit telur dan kondisi mesin tetas (North, M.O. and D.D. Bell, 1990).



2.2.2



Kontrol Suhu Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan



telur sama seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Penetas ( pemanas dari listrik ) yang menggunakan tenaga listrik dilengkapi dengan lampu pijar dan seperangkat alat yang disebut termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur suhu di dalam ruangan penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita tentukan, maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar menjadi mati. Apabila dengan waktu tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah, maka termostat bekerja kembali untuk menyambung arus dan lampu pijar menyala pula ( Marhiyanto, 2000 ). Adapun keadaan suhu yang perlu diperhatikan pada penetasan telur ayam dan bebek berkisar 380C – 40oC dan lamanya penetasan 21 hari untuk telur ayam dan 28 hari untuk telur bebek. (Sudrajat, 2003) 2.2.3



Kelembaban Satuan untuk menghitung dari kelebaban adalah prosentase (%). Semakin



tinggi sebarannya maka semakin memberikan proses pipping yang lebih sempurna, yang pada gilirannya memberikan tingkat daya tetas yang meningkat. Hal ini terjadi karena dengan tinggi kelembabannya maka embrio akan mudah menyerap Ca dan P yang ada di cangkang yang dapat digunakan sebagai pembentukan tulang, sehingga pada proses pipping yang berperan dens ovifragusnya maka pemecahan telur saat pipping dapat berjalan dengan sempurna.



Kelembaban udara sangat penting mengingat untuk mempertahankan laju penguapan air di dalam telur. Akibat penguapan udara ini akan membesar kantung udara. Kelembaban udara dapat dilihat pada higrometer dan mengaturnya dengan cara menambah atau mengurangi air di dalam bak air. Pada kerabang telur terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran gas. Oleh karena itu untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65-70%. Kelembaban udara selama inkubasi pada periode hetcher harus lebih tinggi dibandingkan setter karena pada periode hetcher embrio akan menetas untuk memecahkan kerabangnya. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70% (Shanawany, 1994). Kelembaban udara untuk semua jenis unggas berkisar antara 60-80%. 2.2.4



Ventilasi Pada setiap mesin tetas biasanya selalu diberi ventilasi udara agar dapat terjadi



pertukaran udara di dalam mesin dengan udara luar. Ventilasi berfungsi untuk distribusi panas dan kelembaban mengeluarkan CO2 dan suplai O2. Apabila gas CO2 ini terlalu banyak maka mortalitas embryo akan tinggi dan menyebabkan daya tetas telur yang rendah. Volume CO2 yang diperlukan berkisar antara 0,5 – 0,8% dan kebutuhan O2 sekitar 21% serta kecepatan udara didalamnya 12 cm/menit. Ventilasi udara dibuka mulai hari ke-4 sedikit demi sedikit sampai pada hari ke-7 lubang ventilasi sudah terbuka penuh. Untuk mesin penetas semi modern biasanya sudah disertai dengan fan (kipas) untuk membantu pemerataan panas dalam mesin dan membuang udara jika diperlukan.



2.3



Candling dan Sexing pada Telur



2.3.1



Candling (Meneropong Telur) Tidak semua telur yang dieramkan dapat dibuahi, tetapi ada sebagian dari



telur tersebut kosong atau mati. Untuk membedakannya dapat dilakukan dengan cara candling (menaruh telur tersebut diatas lampu dan dilihat) minimal setelah 72 jam telur tersebut dieramkan. Telur yang fertil mempunyai sifat yang gelap pada yolk dengan beberapa pembuluh darah yang terpancar dari spot tersebut, lebih besar spot, lebih nyata embryo didalamnya. Apabila spot muncul tanpa disertai pembuluh darah dan disertai cincin darah yang mengelilinginya, kemungkinan sel kecambah itu mati. Pada perlakuan penetasan telur ayam, peneropongan telur dilakukan minimal tiga kali, yaitu pada hari ke-3, 14, dan 18 (Sentral Ternak, 2009). Telur yang infertil atau mati embrio perlu dikeluarkan dari mesin penetas telur. Telur yang infertil masih bisa dikonsumsi sedangkan telur yang mati embrio bisa untuk campuran pakan ternak. 2.3.2



Sexing Anak ayam yang baru menetas tidak perlu diberi makan dan minum sampai



umur 3 hari, karena persediaan makanan dari yolk masih ada. Sexing anak ayam harus dilakukan pada umur se-awal mungkin agar pengenalannya lebih mudah. Cara sexing yang dapat dilakukan adalah: 1.



Vent Sexing Dengan melihat tonjolan papila (alat kelamin yang rudimenter) pada anak ayam jantan.



2.



Auto Sexing



Bila induk ayam memiliki sifat gen yang sexlinked misalnya kecepatan pertumbuhan bulu, warna bulu dll. Maka anak ayam jantan dan betina dapat langsung dibedakan. 3.



Chick testing Dengan melihat chick tester untuk melihat alat reproduksi ayam jantan dan betina.



2.4



Evaluasi Telur Tetas Dalam suatu usaha penentasan, masalah – masalah yang selalu harus dijaga



adalah mencegah atau menekan kegagalan penetasan sekecil mungkin. Besar atau kecilnya jumlah yang menetas, menentukan kelangsungan usaha penetasan itu atau menentukan usaha pemeliharaan selanjutnya. Hal yang perlu di perhatikan adalah sulitnya untuk mengetahui apakan usaha penetasan itu akan berhasil atau tidak. Sebab, walaupun seorang pelaksana penetasan yang telah bekerja dengan baik, semua syarat telah diperhatikan dengan baik, seperti alat tetas, ruang penetasan dan lain – lain, namun masih saja ada telur yang tidak menetas atau anak – anak ayam yang menetas dalam wujud yang tidak normal (Rasyaf, 1990) Hal yang diperhatikan pada evaluasi telur tetas adalah mortalitas dan fertilitas serta daya tetas. Namun faktor – faktor lain seperti alat tetas, ruang penetasan dan pekerja kandang juga menjadi hal yang bisa di evaluasi jika terjadi kesalahan. Evaluasi telur tetas ini lebih kepada berapa banyak telur yang menetas dan telur yang tidak menetas. Jadi hubungannya dengan daya tetas, fertilitas dan mortalitas telur tersebut.



Daya tetas adalah jumlah telur yang menetas dari sekelompok telur fertil yang dinyatakan dalam persen. Mortalitas adalah jumlah embrio yang mati selama proses penetasan dan dinyatakan dalam persen. Fertilitas adalah perbandingan antara telur fertile dengan telur yang ditetaskan dan dinyatakan dalam persen. Menurut Rasyaf (2002), telur yang tidak menetas menjadi lebih banyak bila menggunakan mesin tetas dibandingkan dengan pengeraman dengan induk ayam. Kesalahan temperatur, kelembaban mesin tetas atau terlalu banyak menggunakan obat pembunuh kuman dapat menyebabkan banyak telur yang tidak menetas. Faktor yang mempengaruhi daya tetas telur menurut Rukmana (2003) adalah sebagai berikut:. 1. Kesalahan-kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas. 2. Kesalahan-kesalahan teknis dari petugas yang menjalankan mesin tetas atau kerusakan teknis pada mesin tetas. 3. Iklim yang terlalu dingin atau terlalu panas, sehingga mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. 4. Faktor yang terletak pada ayam sebagai sumber bibit, antara lain sebagai berikut: a. Sifat Turun Temurun: Telur tetas yang berasal dari babon dengan daya produksi tinggi bukan saja fertilitasnya yang tinggi, tetapi juga daya tetasnya tinggi. b. Perkawinan: Perkawinan antara keluarga dekat (tanpa seleksi) kadangkadang menghasilkan telur-telur yang daya bertetas rendah c. Makanan: Defisiensi vitamin (A,B2, B12,D,E dan asam pantothenat dapat menyebabkan daya tetas telur berkurang).



d. Perkandangan : Temperatur dalam kandang yang terlalu dingin atau terlalu panas akan menurunkan daya tetas telur



III KESIMPULAN



1.



Manajemen telur tetas terdiri dari seleksi telur tetas, fumigasi telur tetas, dan penyimpanan sebelum masuk ke dalam mesin tetas.



2.



Manajemen mesin tetas terdiri dari fumigasi mesin tetas, kontrol suhu pada mesin tetas, kelembaban mesin tetas dan ventilasi mesin tetas



3.



Candling dilakukan dengan menaruh telur tersebut diatas lampu dan dilihat minimal setelah 72 jam telur tersebut dieramkan. Sexing terdiri dari vent sexing, auto sexing, dan chick testing. 4. Evaluasi telur tetas ini lebih kepada berapa banyak telur yang menetas dan telur yang tidak menetas. Hubungannya dengan daya tetas, fertilitas dan mortalitas telur tersebut.



DAFTAR PUSTAKA



Blakely, J dan Blade, D.H. 1991. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ismoyowati, Moch Mufti, dan Ibnu Hari. 2011. Petunjuk Praktikum Ilmu Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Kortlang, C. 1985. The Incubation of Duck Egg. In : Duck Production Science and World Practice. Farrell, D.J. and Stapleton. University of New England. Hal 168-177. Marhiyanto, B. 2000. Suksses Beternak Ayam Arab. Difa Publiser. Jakarta. Murtidjo, Bambang. 1992. Ayam Petelur dan Pedaging. Agromedia pustaka. Jakarta. North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Manual. 4th Ed. Avi Publishing Company Inc. West Port, California. Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Penetasan. Kanisius, Yogyakarta. Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana Rahmat. 2003. Ayam Buras: Intensifikasi dan Kiat Pengembangan. Kainisius. Jakarta. Sentral



Ternak. 2009. Agar Penetasan Kita Berhasil. http://sentralternak.com/index.php/2009/04/13/agar-penetasan-kita-berhasil/. (diakses pada tanggal 17 Oktober 2016 pukul 21.30 WIB)



Shanawany. 1994. Quail Production Systems. FAO of The United Nations. Rome. Siregar, A.P., M.H. Togatorop dan Sumarni. 1975. Pengaruh Beberapa Tingkat Konsentrasi Kalium Permanganat dan Formalin 40% untuk Penghapus Hamakan Telur Tetas. Bulletin LPP, No. 14 : 34 - 38. Sudaryani, T dan Santosa, 2003. Pembibitan Ayam Ras. PT Penebar Swadaya, Jakarta.



Sudrajat, A. 2003. Pengaruh Temperatur dan Lama Pemasakan terhadap Karakteristik Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Broiler. Skripsi Fakultas Peternakan, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.



LAMPIRAN



Distribusi Penugasan Anggota Kelompok  Irvan Rachmat Winaldi



: PPT



 Hartiwi Andayani



: Pembahasan manajemen telur tetas



 Fathi Hadad



: Pembahasan evaluasi telur tetas



 Miranda Ayu Nursalsabila



: Pembahasan candling dan sexing



 Rizky Septian Anugrah



: Pembahasan manajemen mesin tetas (fumigasi dan control suhu)







Syifa Fauziyyah



: Pembahasan manajemen mesin tetas (kelembaban dan ventilasi)







Lulu Izdihar



: Pendahuluan, kesimpulan, editing