4 0 175 KB
MANAJEMEN RISIKO K3 DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT BALUNG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah keselamatan pasien dan keselamatan kesehatan kerja dalam keperawatan Dosen Pengampu Dwi Yunita Haryanti, S.Kep., Ners., M.Kes
Disusun Oleh : Nama : Savira Nurfitasari NIM : 1911011003 Kelas : A3 Keperawatan
PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karuniaNya saya dapat menyelesaikan mini research yang berjudul “MANAJEMEN RISIKO K3 DI INSTALASI GAWAT DARURAT PUSKESMAS BALUNG “ sebagai salah satu syarat untuk bisa mengikuti UAS di semester 3. Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada Dwi Yunita Haryanti, S.Kep., Ners., M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah k3 yang telah memberikan petunjuk sehingga terwujudnya mini research ini. Mini research ini tidak luput dari kesalahan dalam penyusunannya, oleh karena itu saya berharap adanya kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi sempurnanya mini research ini. Saya berharap, semoga mini research ini dapat bermanfaat.
Jember, 15 Januari 2021 Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang dimaksud dengan rumah sakit (RS) adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dimana dalam penyelenggaraan RS bertujuan untuk mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit. Dalam rangka memberikan pelayanan tersebut, maka RS perlu melakukan perbaikan dan peningkatan mutu dari segala aspek yang terdapat di dalamnya. Untuk itu RS dan seluruh organisasi di dalamnya perlu dikelola dengan baik sehingga mampu memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin kepada masyarakat. Perawat merupakan petugas kesehatan dengan presentasi terbesar dan memegang peranan penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam menjalankantugasnya perawat berisiko mengalami gangguan kesehatan dan keselamatan kerja(K3). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko K3 pada perawat diinstalasigawat darurat (IGD). Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan bagian dari RS yang dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan gawat darurat untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut dan mendesak Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,sehat,
dan
bebas
dari
pencemaran
lingkungan,
sehingga dapat mengurangi danatau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnyadapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak sajamenimbulkan pengusaha,tetapi
juga
korban dapat
jiwa
maupun
mengganggu
kerugian proses
materi
produksi
bagi secara
pekerja
dan
menyeluruh,
merusaklingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui PenerapanKeselamatan dan Kesehatan Kerja pada Perawat diInstalasi Gawat
Darurat(IGD)
mengetahui
faktor-faktor
bahaya
yang
dihadapioleh perawat ,
mengetahui urutan prioritas dari bahaya yang sudah terindentifikasidan
faktor-faktor
berhubungan dengan Penerapan Keselamatan danKesehatan Kerja Pada Perawat. 1.3 Manfaat
yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Manajemen Risiko
2.1.1 Pengertian Risiko Kata risiko berasal dari bahasa Arab yang berarti hadiah yang tidak diharap-harap datangnya dari surga. Risiko adalah sesuatu yang mengarah pada ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa selama selang waktu tertentu yang mana peristiwa tersebut menyebabkan suatu kerugian baik itu kerugian kecil yang tidak begitu berarti maupun kerugian besar yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari suatu perusahaan.Risiko pada umumnya dipandang sebagai sesuatu yang negatif, seperti kehilangan, bahaya, dan konsekuensi lainnya. Kerugian tersebut merupakan bentuk ketidakpastian yang seharusnya dipahami dan dikelolah secara efektif oleh organisasi sebagai bagian dari strategi sehingga dapat menjadi nilai tambah dan mendukung pencapaian tujuan organisas 2.1.2
Sumber-sumber Penyebab Risiko
a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. c. Risiko Keuangan, adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan keuangan, seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang. d. Risiko Operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk risiko keuangan. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor manusia, alam, dan teknologi. 2.1.3 Pengertian Manajemen Risiko Menurut Herman Darmawi manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Atau suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. Jadi dapat dsimpulkan bahwa manajemen risiko adalah upaya untuk mengendalikan risiko yang terjadi dengan menerapkan cara-cara sistematik agar kerugian dapat dihindari atau diminimalisirkan. Menurut Djojosoedarso manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan
masyarakat.
Jadi
mencakup
kegiatan
merencanakan,
mengorganisir,
menyusun,
memimpin/mengkordinir, dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko. Menurut Fahmi Manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis. 2.1.4 Manfaat Manajemen Risiko a. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang mengandung bahaya b. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan c. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan dan keamanan investasinya d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan 2.1.5 Proses Manajemen Risiko a. Perencanaan Manajemen Risiko, perencanaan meliputi langkah memutuskan bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen risiko untuk proyek. b. Identifikasi Risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap pelaku bisnis. c. Analisis Risiko Kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek.Skala pengukuran yang digunakan dalam analisa kualitatif adalah Australian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS) d. Analisis Risiko Kuantitatifadalah proses identifikasi secara numeric probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan proyek. e. Perencanaan Respon Risiko, Risk response planningadalah proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai batas yang dapat diterima. f. Pengendalian dan Monitoring Risiko, langkah ini adalah proses mengawasi risiko yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan mengidentifikasikan risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan dan mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi risiko.
2.2
Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2.2.1 Pengertian Instalasi Gawat Darurat (IGD) Gawat : Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien. Darurat : Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan. Menurut Undang-undang RI No.44 Tahun 2009 pasal 1 Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedar, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. (Wikipedia,2015) Undang-undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab II Pasal 32 : Ayat (1) dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Ayat (2) Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka. 2.2.2 Prinsip Umum Instalasi Gawat Darurat (IGD) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.856/Menkes/SK/IX/2009 bahwa Prinsip Umum IGD adalah sebagai berikut : 1. Setiap Rumah Sakit wajib mimiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : a.
Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat.
b.
Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving) Pelayanan di instalasi gawat darurat rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam alam sehari dan 7 hari dalam seminggu Berbagai nama untuk instalasi atau unit pelayana gawat darurat dirumah sakit di seragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat . Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di IGD. Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan berdasarkan Organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat
darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter. Setiap rumah sakit wajip berusaha untuk meyesuaikan pelayanan gawat daruratnya minimal sesuai engan klasifikasi. 2.2.3 Tujuan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Menurut Azrul (1997:37) Tujuan Insatalasi Gawat Darurat, adalah :
Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat.
Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien.
Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana yang terjadi dalam maupun diluar rumah sakit.
Suatu IGD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada masyarakat dengan probelam medis akut.
2.2.4 Persyaratan Fisik Bangunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.856/Menkes/SK/IX/2009 persyaratan fisik bangunan IGD sebagai berikut : 1. Luas
bangunan
IGD
disesuaikan
dengan
beban
kerja
Rumah
Sakit
dengan
memperhitungkan kemungkinan penanganan korban masal atau bencana. 2. Lokasi gedung harus berada dibagian depan Rumah Sakit, mudah dijangkau oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar rumaha sakit. 3. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama (alur masuk kendaraan/ pasien tidak sama dengan arus keluar) kecuali pada klasifikasi IGD level I dan II. 4. Ambulans atau kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp). 5. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar. 6. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampug lebih dari 2 ambulans (sesuai dengan beban Rumah Sakit). 7. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehinga arus dapat lancar dan tidak ada “cross infaction”, dapat menampug korban bencana sesui dengan kemampuan Rumah Sakit, mudah dibersihkan dn memudahkan kontrol kegiatan oleh perawat kepala juga. 8. Area dekontaminasi ditempatkan didepan atau luar IGD atau terpisah dengan IGD 9. Ruang triase harus memuat minimal 2 (dua) brankar.
10. Mempunyai ruang tunggu keluarga pasien. 11. Apotik 24 jam tersedia dekat IGD. 12. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat). 2.2.5 Triage Triage mempunyai arti menyortir atau memilih. Dirancang untuk menempatkan pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan yang tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Dan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan.(Azrul:1997) 2.2.6 Formulir Rekam Medis Gawat Darurat Formulir rekam medis gawat darurat terdiri dari berbagai informasi yang setidaknya meliputi unsur data sebagai berikut (Hatta, 2010:109) : 1. Informasi demografi pasien (ringkasan riwayat klinik) termasuk identitas pasien (nama sendiri, nama ayah/suami/marga). 2. Kondisi saat pasien tiba di rumah sakit. 3. Saat tiba di rumah sakit menggunakan alat transportasi apa (misalnya ambulans, kendaraan pribadi, becak, ojek, taci, kendaraan polisi, dll). 4. Nama orang tua atau pihak tertentu (seperti kantor, sekolah, fakultas dan lainnya) yang membawa pasien ke IGD. 5. Riwayat yang berhubungan, termasuk keluhan utama dan muncunya injury atau penyakit. 6. Temuan fisik yang bermakna. 7. Hasil lab, radiologi dan EKG. 8. Pelayanan yang diberikan. 9. Ringkasan sebelum meninggalkan pelayanan IGD (terminasi pelayan). 10. Disposisi pasien, termasuk pulang kerumah, dirujuk atau diteruskan kerawat inap. 11. Kondisi pasien saat pulang atau dirujuk. 12. Diagnosis saat meninggalkan IGD. 13. Instruksi kepada pasien/wali tentang pelayanan selanjutnya dan tindak lanjut. 14. Tanda tangan dan gelar yang memberikan pelayanan kepada pasien. Biasanya informasi gawat darurat (emergency) dicatat dalam satu lembar rekam kesehatan (pada format kertas). Lembaran lain seperti informasi laboratorium, radiologi, tes atau uji lain: formulir izin (consent) dan instruksi tindak lanjut untuk melengkapi data IGD.
BAB III METODE ANALISIS
BAB IV HASIL ANALISIS 2.1
Risiko K3
Risiko merupakan sesuatu hal yang sangat melekat pada suatu aktivitas. Risiko adalah akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung, dapat berupa konsekuensi yang menguntungkan ataupun merugikan. Risiko K3 didefinisikan sebagai kesempatan untuk terjadinya cidera atau kerugian dari suatu ba haya atau kombinasi dari kemungkinan dan akibat risiko (Kontur, 2006). The Draft International Standart (DIS) of International Standart Organization (ISO) 45001 (DIS/ISO 45001) mendefinisikan risiko K3 sebagai kombinasi dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang berhubungan dengan cidera parah atau sakit akibat kerja atau terpaparnya seseorang/alat pada suatu bahaya. Sedangkan Occupational Health and Safety Assessment Series dalam (OHSAS 18001: 2007) menjelaskan risiko K3 sebagai kombinasi dari kemungkinan suatu kejadian berbahaya yang terjadi atau terpapar keadaan berbahaya dan keparahan dan cidera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian berbahaya atau paparan dari keadaan berbahaya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 66 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit, bahaya potensial merupakan suatu keadaan atau kondisi yang dapat mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian (cedera/injury/penyakit) bagi pekerja, menyangkut lingkungan kerja, pekerjaan (mesin, metoda, material), pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja lain. Beberapa contoh bahaya potensial berdasarkan lokasi pekerjaan di RS
Tabel Bahaya Potensial di Rumah Sakit No Bahaya Potensial 1. Fisik Bising Getaran
Lokasi
Pekerja yang Paling Berisiko
Gedung genset, IPAL ruang mesin-mesin dan perlatan
Karyawan yang bekerja di lokasi perawat, cleaning service dan lainlain
yang
menghasilkan getaran (ruang gigi dan lain-lain) Debu
genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, gudang
Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan
Panas
rekam medis, incinerator CSSD, dapur, laundri, incinerator, boiler
rekam medis pekerja dapur,
X-Ray,
sanitasi dan IP- RS Petugas yang bekerja di lokasi
Radiasi
OK
yang menggunakan c-arm, unit
pekerja
laundry,petugas
gigi 2.
3.
4.
Kimia Desinfektan Gas-gas anaestesi
Semua area Ruang operasi gigi, OK,
Petugas kebersihan, perawat Dokter gigi, perawat, dokter
Ruang pemulihan (RR) Biologi AIDS, Hepatitis B dan Non IGD, kamar Operasi, ruang pemeriksaan gigi,
bedah, dokter/perawat anaestesi
ANon B (virus) Tuberculosis
laboratorium, petugas sanitasi dan laundry Perawat, petugas laboratorium, fisioterapis
Ergonomi Pekerjaan
yang
laboratorium, laundry Bangsal, laboratorium, ruang isolasi dilakukan Area pasien dan tempat penyimpanan barang
Dokter
,
dokter
gigi,
perawat,
petugas
Petugas yang menangani pasien dan barang
secara manual Postur yang salah dalam
(gudang) Semua area
Semua karyawan
melakukan pekerjaan Pekerjaan yang berulang
Semua area
Dokter gigi, petugas pembersih, fisioterapis, sopir,operator komputer, yang berhubungan
dengan pekerjaan juru tulis 5
Psikososial Sering kontak dengan pasien, Semua area
Semua karyawan
kerja bergilir, kerja berlebih, ancaman 6
secara fisik Elektrikal Tersetrum, terbakar,
Semua area yang terdapat
ledakan
arus atau instalasi listrik
Semua karyawan
2.2
Pengendalian Risiko Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 66 Tahun
2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit perlu diselenggarakan agar terciptanya kondisi rumah sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman bagi sumber daya manusia RS, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan RS. Prinsip pengendalian risiko K3 di RS meliputi 5 hirarki, yaitu : 1.
Menghilangkan bahaya (eliminasi) Risiko yang ada pada pengendalian ini dihilangkan atau dikurangi sehingga tidak ada tigkat risiko yang diterima.
2.
Menghentikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (subtitusi) Merupakan teknik mpegendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahayadengan lebih aman atau lebih rendah risikonya.
3.
Rekayasa engineering/pengendalian secara teknik Pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan desain, penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan pengaman antara lain dapat berupa isolasi, pengamanan, dan ventilasi.
4.
Pengendalian secara administrasi Pengendalian secara administrasi dapat dilakukan melalui rotasi penempatan kerja, pemberian pendidikan dan pelatihan, penataan dan kebersihan, perawatan secara berkala terhadap alat yang
digunakan, pengaturan jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman atau pemeriksaan kesehatan. 5.
Alat Pelindung Diri (APD). Penggunaan APD dilakukan sebagai pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya, misalya dengan menggunakan masker, sarung tangan, coverall, dan lain-lain. Gambar 2. 8 Hirarki Pengendalian Risiko
Eliminasi Subtitusi Rekayasa Engineering Administrasi APD