Masa Penjajahan Belanda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Masa Penjajahan Belanda di Indonesia



A. Kekuasaan Belanda atas Nama VOC VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) adalah kongsi dagang asal Belanda yang memenopoli aktivitas dagang di Asia dan menyatukan perdagangan rempah-rempah dari wilayah Timur,dan kongsi terbesar di Nusantara dalam memperkokoh kedudukan Belanda di Indonesia. 1. Latar Belakang, Sejarah Berdirinya VOC Awal terbentuknya VOC dimuali dari datangnya orang Eropa melalui jalur laut Vasco da Gama ditahun  1497-1498 yang berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Harapan. VOC didirikan oleh Bangsa Belanda pada tanggal 21 Maret 1602 yang dipimpin oleh De Heen Zeventien atau Dwean Tujuh Belas dengan Gubernur Jendralnya adalah Pieter Both. VOC didirikan oleh Johan van Oldenbarneveldt. Alasan Johan van Oldenbarneveldt mendirikan VOC adalah untuk menghindari persaingan dagang antar pedagang Belanda yang kian memanas. Meningkatnya dominasi Belanda atas pulau Jawa tidak datang tanpa perlawanan. Ketika Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan untuk membangun jalan di tanah yang dimiliki Pangeran Diponegoro (yang ditunjuk sebagai wali tahta Yogyakarta setelah kematian mendadak saudara tirinya), ia memberontak dengan didukung oleh mayoritas penduduk di Jawa Tengah dan ia menjadikannya perang jihad. Perang ini berlangsung tahun 1825-1830 dan mengakibatkan kematian sekitar 215,000 orang, sebagian besar orang Jawa. Tapi setelah



Perang Jawa selesai - dan pangeran Diponegoro ditangkap - Belanda jauh lebih kuat di Jawa dibanding sebelumnya. Tanam Paksa atau Sistem Kultivasi di Jawa Persaingan dengan para pedagang Inggris, Perang Napoleon di Eropa dan Perang Jawa mengakibatkan beban finansial yang besar bagi Kerajaan Belanda. Diputuskan bahwa Jawa harus menjadi sebuah sumber utama pendapatan untuk Belanda dan karena itu Gubernur Jenderal Van den Bosch mendorong dimulainya era Tanam Paksa (para sejarawan di Indonesia mencatat periode ini sebagai era Tanam Paksa namun Pemerintah Kolonial Belanda menyebutnya Cultuurstelsel yang berarti Sistem Kultivasi) di tahun 1830. Dengan sistem ini, Belanda memonopoli perdagangan komoditi-komoditi ekspor di Jawa. Terlebih lagi, pihak Belanda lah yang memutuskan jenis (dan jumlah) komoditi yang harus diproduksi oleh para petani Jawa. Secara umum, ini berarti para petani Jawa harus menyerahkan seperlima dari hasil panen mereka kepada Belanda. Sebagai gantinya, para petani menerima kompensasi dalam bentuk uang dengan harga yang ditentukan Belanda tanpa memperhitungkan harga komoditi di pasaran dunia. Para pejabat Belanda dan Jawa menerima bonus bila residensi mereka mengirimkan lebih banyak hasil panen dari waktu sebelumnya, maka mendorong intervensi top-down dan penindasan. Selain pemaksaan penanaman dan kerja rodi, pajak tanah Raffles juga masih berlaku. Sistem Tanam Paksa menghasilkan kesuksesan keuangan. Antara tahun 1832 dan 1852, sekitar 19% dari total pendapatan pemerintah Belanda berasal dari koloni Jawa. Antara tahun 1860 dan 1866, angka ini bertambah menjadi 33%. Pada awalnya, Sistem Tanam Paksa itu tidak didominasi hanya oleh pemerintah Belanda saja. Para pemegang kekuasaan Jawa, pihak Eropa swasta dan juga para pengusaha Tionghoa ikut berperan. Namun, setelah 1850 - waktu Sistem Tanam Paksa direorganisasi - Pemerintah Kolonial Belanda menjadi pemain utama. Namun reorganisasi ini juga membuka pintu bagi pihak-pihak swasta untuk mulai mendominasi Jawa. Sebuah proses privatisasi terjadi karena Pemerintah Kolonial secara bertahap mengalihkan produksi komoditi ekspor kepada para pengusaha swasta Eropa.



2. Tujuan dari Didirikan VOC Tujuan utama dari didirikannya VOC oleh Bangsa Belanda adalah ingin menguasai jalur perdagangan Nusantara sebelah Barat yang sangat strategis. Selain tujuan utama tersebut, ada beberapa tujuan lain, yaitu: 1. Menyaingi kongsi dagang milik Inggris India, yaitu EIC (East India Company) 2. Menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan 3. Melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah  



Untuk menguasai perdagangan di Indonesia dan dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa, maka VOC di berikan hak-hak istimewa (Hak Oktroi) dari pemerintahan Belanda yang meliputi: 1. Hak memonopoli perdagangan   



Petani harus menjual rempah-rempah kepada VOC Harga ditentukan oleh VOC Uang yang digunakan adalah Uang VOC/Uang Belanda



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Hak mencetak dan mengedarkan uang Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja Hak memiliki tentara sendiri Hak mendirikan benteng Hak menyatakan perang dan damai Hak mengangkat dan memperhatikan penguasa-penguasa setempat Hak menjalankan kekuasaan kehakiman



  Selain tujuan utama dan hak oktroi, VOC juga mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menguasai dan mengontrol perdagangan Hindia, yaitu: 1. Memonopoli perdagangan rempah-rempah 2. Cultur Procenten, yaitu pengumpulan hasil panen dari rakyat oleh penguasa local dengan harga yang sangat murah 3. Pelayaran Hongi, yaitu pelayaran dengan menggunakan perahu kora-kora untuk mengawasi pelaksanaan perdagangan VOC dan menindak pelanggarnya atau patroli untuk mengawasi pelaksanaan monopoli 4. Contingenten, yaitu penarikan pajak berupa hasil bumi atau kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi 5. Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban menjual hasil bumi kepada VOC atau memaksa masyarakat pribumi untuk menjual hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC 6. Preanger Stelsel atau system Priangan, yaitu penyerahan wajib pajak kepada VOC atas hasil bumi masyarakat di wilayah Priangan pada periode 1677-1871 bukan berupa uang melainkan hasil bumi yang setara dengan uang pajak tersebut 7. Hak Eksterpasi, yaitu hak VOC megurangi tanaman produksi yang berlebihan   Karena VOC memiliki hak-hak istimewa ini, menyebabkan VOC berkembangan pesat bahkan Portugis mulai terdesak. Salin itu, untuk mencapai tujuan tersebut pada tahun 1613 VOC dipindahkan yang kantor sebelumnya berada di daerah Banten ke Jayakarta. Pemindahan kantor VOC tidaklah mudah, karena rasa conkak dan penuh nafsu VOC untuk menikmati keuntungannya yang melimpah dalam berdagang, menimbulkan rasa kebencian rakyat local yang disebabkan oleh adanya tindakan kekerasan pemaksaan dalam berdagang. Oleh karena itu, pada tahun 1618 Sultan Banten yang dibantu tentara Inggris di bawah



Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta. Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang dari Jayakarta pasukan Banten pada awal tahun 1619 juga mengusir Inggris dari Jayakarta. Dengan demikian Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Kesultanan Banten. Tahun 1619 Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J.P. Coen). J.P. Coen lalu menyerang kembali Jayakarta dan berhasil merebut kembali Jayakarta pada tahun 31 Mei 1619, lalu membumi hanguskan tempat tersebut. Setelah menghancurkan tempat tersebut, J.P. Coen membangun kembali kota baru yang bergayakan kota dan bangunan di Balanda. 3. Akhir Masa Penjajahan VOC Setelah berkuasa hamper 200 tahun, VOC resmi dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 oleh Pemerintah Belanda. Hal yang menyebabkan pemerintah Belanda membubarkan VOC adalah sebagai berikut: 1. Persaingan perdagangan dengan kongsi dagang milik negara Inggris (EIC) dan Prancis 2. Penduduk Indonesia, terutama di Jawa menjadi miskin sehingga tidak mampu membeli barang VOC 3. Perdagangan gelap merajalela, da menerobos monopoli perdagangan VOC 4. Pegawai-pegawai VOC kebanyakan korupsi 5. Banyak biaya perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk 6. Kerugian yang besar dan hutang yang banyak



B. Kekuasaan Belanda atas Nama Prancis (Pemerintahan Daendels) 1. Latar Belakang Setelah VOC dibubarkan, pada tahun 1808 mulai berlangsung suatu zaman baru dalam hubungan Jawa-Eropa. Negara Belanda telah berada di bawah kekuasaan Prancis pada tahun 1795. Sehubungan dengan sentralisasi kekuasaan yang semakin besar, maka Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Louis Napoleon sebagai penguasa di Negeri Belanda pada tahun 1808. Louis mengirim Marsekal Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jendral dan untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris di Samudera Hindia. Pada tanggal 1 Januari 1808, Daendels tiba di Banten dan tanggal 15 Januari 1808 kekuasaan resmi berada di tangan Daendels. 2. Tujuan Kedatangan Daendels di Indonesia sebagai Gubernur Jendral memiliki dua tugas. Pertama, mempertahankan pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Kedua, memperbaiki keadaan tanah jajahan di Indonesia. Untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels membuat kebijakan, yaitu: 1. Membuat jalan raya dari Anyer sampai Panarukan



2. 3. 4. 5.



Mendirikan benteng-benteng pertahanan Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya Memperkuat pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia



Usaha yang dilakukan Daendels banyak membutuhkan biaya, untuk itu Daendels menempuh jalan-jalan berikut: 1. Aturan penyerahan sebagian dari hasil bumi sebagai pajak dan atuarn penjualan paksa hasil bumi kepada pemerintahan denagn harga yang telah ditetapkan 2. Pelaksanaan kerja rodi 3. Penjualan tanah kepada orang-orang partikelir 4. Perluasan tanaman kopi karena hasilnya menguntungkan   3. Akhir Masa Pemerintahan Daendels Pada bulan Mei 1811, kedudukan Daendels sebagai Gubernur Jendral digantikan oleh Jan Willem Janssens yang merupakan adik dari Deaendels. Hal ini disebabkan Daendels bertindak diaktor, kejam, dan sewenang-wenang. Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam maupun luar negeri. Akhirnya, Daendels dipanggil pulang ke Negeri Belanda. Alasan lain Daendels digantikan karena Prancis menyadari tidak mampu, maka Napoleon Bonaparte memanggil Daendels untuk diikut sertakan dalam penyerbuan ke Rusia pada perang koalisi VI. Pada tanggal 4 Agustus 1811, 60 kapal Inggris muncul di depan Batavia dan sampai tanggal 26 Agustus kota-kota berikut daerah-daerah sekitarnya ajtuh ke tangan Inggris. Janssens mendur ke Semarang, pihak Inggris berhasil memukul mudur pihak Janssens dan pada tanggal 18 September Janssens menyerah di dekat Salatiga. Pada saa itu, Janssens menandatangani Kapitulasi Tutang yang isi pokoknya ialah Pulau Jawa menjadi milik Inggris. Sejak saa itu, Indonesia menjadi jajahan Inggris. 4. Peninggalan-Peninggalan pada Masa Daendels 1. Gerbang Amsterdam Gerbang Amsterdam (Bahasa Belanda: Amsterdamsche Poort disebut juga Pinang Poort (Gerbang Pinang) atau kasteel Poort adalah gerbang sisa peninggalan VOC semasa J.P Coen. Pada pertengahan abad ke-19, gerbang ini merupakan satu-satunya dari benteng yang dihancurkan  dan mulai ditinggalkan semasa Gubernur Jendral H.W Daendels. Gerbang ini pernah mengalami beberapa kali pemugaran. Gubernur Jendral Gustaaf Wiilem Baron van Imhoof (1743-1750) pernah merenovasi benteng bagian selatan termasuk benteng Amsterdam dengan gaya Rococo. Kemudian, sepeninggal Daendels gerbang ini dipugar pada kurun waktu antara 1830-1840. Patung Dewa Mars Dewi Minerva ditambahkan pada gerbang ini. Kemudian hilan semasa kedudukan Jepang di Indonesia.  Bangunan ini dihancurkan seiring dengan mulai beroperasinya trem kereta kuda, April 1869 dikawasan tersebut. Lokasi saat ini gerbang tersebut berada di persimpangan jalan Cengkeh (Prinsenstraast), jalan Tongkol (Kasteelweg) dan jalan Nelayan Timur (Amsterdamschegrracht) sekarang. Dalam rencana revitalisasi Kota Tua, replica gerbang ini akan dibuat walaupun tidak di ketahui apakah akan berada di tapak yang sama.



 2. Museum Bank Mandiri Berdiri pada tanggal 2 Oktober 1988. Museum yang menepati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah Gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factroji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan. Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dinasionalisasi pada tahun 1906 menjadi salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Bank Ekpor-Impor Indonesia (Bank Exim) pada tanggal 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih menjadi Kantor Pusat Bank Export-Import (Bank Exim), hingga akhirnya legal merger Bank Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam bank Mandiri (1999), maka gedung tersebut pun menjadi asset Bank Mandiri. 3. Museum Nasional Cikal bakal museum ini lahir tahun 1778, tepatnya pada tanggal 24 April, pada saat pembentukan Baataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. J.C.M. Radermacher, ketua perkumpulan menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta koleksi buku dan benda-benda budaya yang nantinya menjadi dasar untuk pendirian museum. Di masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles yang juga merupakan direktur dari Baataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan membangun gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit no. 3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk literary Society (dulu bernama “Societeit de Harmonie”). Lokasi gedung ini sekarang menjadi badian dari kompleks Sekretariat Negara. 4. Museum Seni Rupa dan Keramik Gedung yang dibangun pada 12 January 1870 itu awalnya digunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk Kntor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordianris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia). Saat kedudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1944, tempat itu dimanfaatkan tentara KNIL dan selanjutnya untuk asrama militer TNI. Pada tanggal 10 January 1972, gedung dengan delapan tiang besar di bagian depan itu dijadikan bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi. Tahun 1973-1976, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Walikota Jakarta Barat dan baru setelah itu diresmikan oleh Presiden yang saati itu adalah Presiden Soeharto sebagai balai Seni Ruoa Jakarta. Pada 1990 bangunan itu digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta. 5. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang dibangun pada tahun 1765 oleh VOC di Yogyakarta selama masa colonial VOC. Benteng ini dibangun oleh VOC sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan Gubernur Belanda kala itu. Benteng dengan bentuk persegi ini mempunyai menara pantau keempat sudutnya dan didalamnya terdapat bangunanbangunan rumah perwira asrama prajurit, gudang logistic, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah presiden.



c. Kekuasaan Belanda atas Nama Inggris (Pemerintahan Raffles) 1. Latar Belakang Pada tahun 1811, pimpinan Inggris di India yaitu lord Muito memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Penang (Malaya) ununtuk menguasai Pulau Jawa. Dengan mengerahkan 60 kapal, Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus 1811 dan pada tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tutang. Isi dari Kapitulasi Tutang adalah: 1. Pulau jawa dan sekitarnya dikuasai Inggris 2. Semua tentara Belanda menjadi Tawanan Inggris 3. Orang Belanda dapat dijadikan pegawai Inggris Pemerintah Inggris di Indonesia dipegang oleh Raffles, Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur dengen tugas mengatur dan meningkatkan perdagangan dan keamanan. 2. Tujuan Raffles adalah orang pembaharu dan penentang feodalisme sebagaimana Daendels. Pembaharuan yang dilakukan Raffles di Indonesia secara teoritis mirip dengan pemikiran Dirk van Hogendrop pada tahun 1799. Inti dari pemikiran kedua orang tersebut adalah asas Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan yang merupakan asas yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggir di India dan cita-cita Revolusi Prancis, kebebasan bagi setiap orang, dan pemerintah hanya berhak menarik pajak dari penggarap. Pemerintah dijadikan untuk mencapai kesejahteraan umum, dan kesadaran baik sarekat, terlebih kekuasaan Negara tidak mungkin bertahan hidup dengan memeras rakyatnya. Di bawah ini adalah kebijakan yang di buat Raffles: 1. Contingenten (penyerahan hasil bumi dari daerah jajahan) diganti dengan Lardrente Stelsel (system pajak bumi), sedangkan penyerahan wajib dihapuskan 2. Monopoli, pelayaran Hongi, dan segala pemaksaan di Maluku dihapuskan 3. Perbudakan dilarang 4. Membagi daerah Jawa atas 16 daerah keresidenan dengan tujuan untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah yang dikuasainya.   Dalam pemerintahannya, Raffles menghendaki adanya system sewa tanah atau dikenal juga dengan system pajak bumi. Dala usahanya, untuk melaksanakan system sewa tanah ini Raffles berpegang pada 3 asas, yaitu:  



Segala bentuk dan penyerahan wajib serta pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam Pengawasan tertinggi langsung dilakukan oleh pemerintah tanah atas dengan menarik pendapatan atas tanah-tanah dengan pendapatan dan sewanya tanpa perantara BupatiBupati, yang kerja selanjutnya adalah terbatas pada pekerjaan-pekerjaan umum







Menyewakan tanah-tanah yang diawasi oleh pemerintah secara langsung dalam persil-persil besar atau kecil, menuruk keadaan setempat, berdasarkan kontrakkontrak untuk waktu yang terbatas.



3. Akhir Masa Pemerintahan Raffles Pemerintahan Raffles berakhir sampai tahun 1816 karena keadaan di negeri jajahannya sangat bergantung pada keadaan di negeri Eropa. Pada tahun 1814, Napoleon Bonaparte kulam melawan raja-raja di Eropa dalam perang koalisi. Untuk memulihkan kembali keadaan Eropa, maka diadakan Kongres Wina tahun 1814 sedangkan antara Inggri dengan Belanda ditindak lanjuti. Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian Convention of London yang isinya:  



Belanda menerima kembali jajahannya yang diserahkan oleh Inggris dalam Kapitulasi Tutang Inggris memperoleh Tanjung Harapan dan Srilanka dari Belanda



D. Kekuasaan Kolonial Hindia Belanda 1. Latar Belakang Setelah Belanda memperoleh kekuasaannya dari tangan Inggris, mereka mengirim Van der Capellen sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Van der Capellen, Belanda sedang mengalami kesulitan keuangan akibat perang di Eropa dan menghadapi perlawanan-perlawanan dari daerah jajahannya termasuk Indonesi. Dalam menjalankan pemerintahannya, Komisaris Jendral yang beranggotakan pemerintah yang kolektif terdiri dari 3 orang yaitu Flout, Buysskes, dan Van der Capellen melakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1. System Residen tetap dipertahankan 2. Dalam bidang hokum, system juri di hapuskan 3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal tetap dipertahankan 2. Tujuan Tujuan dari Belanda mengirim Van der Capellen adalah mengontrol kembali pemerintahan di Negara jajahan yaitu Indonesia. Banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ole Van der Capllen, diantaranya: a. System Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) System ini diusulkan oleh Van den Bosch dan diterima baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan besar bagi negeri induk. Menurut Van den Bosch, Cultuur Stelsel didasarkan atas hokum adat yang enyatakan bahwa barang siapa yang  berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya. Karena raja-raja di Indonesia sudah takluk oleh Belanda, pemerintah Belanda menganggap dirinya sebagai pengganti raja-raja tersebut. Ketentuan pokok dari system Tanam Paksa adalah sebagai berikut:



    



Perjanjian pembagian sebagaian tanahnya dengan rakyat untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran Eropa Bagian dari tanah pertanian yang disediakan oeh penduduk untuk tujuan ini tidak diperbolehkan melebihi  dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan ountuk menanam padi Tanah ayng difunakan bebas pajak Kerusakan tanaman yang bukan kesalahan rakyat akan di tanggung pemerintah.



Pelaksanaan system tanam paksa ini memberikan dampak bagi rakyat Indonesia, baik positif maupun negative. 1. Dampak Positif Rakya Indonesia mengenal teknik menanam jenis-kenis tanaman baru, dan rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi impor 2. Dampak Negatif Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan, beban pajak yang berat, dan pertanian khususnya padi banyak mengalami gagal panen Pelaksanaan system tanam paksa ini berjalan cukup baik dalam jangka waktu 10 tahun. Namun, system ini menimbulkan beberapa reaksi yang cukup keras dari beberapa tokoh, misalnya: 1. Edward Douwes Dekker Menulis buku berjudul Max Havelar, buku ini menceritakan kekejaman, penindasan, dan pemerasan yang dilakukan Belanda dan bupati Lebak Aryo Kartonatanegara. 2. Frans Van der Putte Putte menceritakan penderitaan para kuli kontrak gula dalam artikelnya yang berjudul Suiken Contracten 3. Baron van Haevel (tokoh agama) Akibat berbagai tekanan, lambat laun system ini mulai dihapuskan. Tahap-tahap penghapusan system tanam paksa adalah sebagai berikut:     



Penanaman paksa Lada dihapuskan pada tahun 1860 Penanaman paksa Nila dihapuskan pada tahun 1865 Penanaman paksa Tembakau dihapuskan pada tahun 1866 Penanaman paksa Tebu dihapuskan pada tahun 1878 Penanaman paksa Kopi dihapuskan pada tahun 1917



Akhirnya, system Tanam Paksa ini diganti dengan sisitem Politik Liberal. 1. Sistem Politik Liberal Kebijakan ini tentu memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk menanam modalnya di Indonesia. Tahapan pemberlakuan system politik Liberal adalah sebagi berikut:   



Menghapus system tanam paksa Memperluas penanaman modal swasta asing pada bidang pertambangan dan pengankutan Mengeluarkan UU Agraria (Agrarische Wet) tahun 180 Staten General (Parlemen Belanda). UU tesebut merupakan usulan Menteri Jajahan Peniagaan de Wadl. Isi dari UU Agraria tersebut adalah sebagai berikut:



1. Gubernur Jendral tidak diperbolehkan menjual tanah milik pemerintah, tanah itu dapat disewakan paling lama 75 tahun 2. Tanah milik pnduduk yang dimiliki langsung oleh penduduk desa boleh disewakan oleh pengusaha swasta selama 5 tahun 3. Tanah milik pemerintah, antara lain hutan yang belum dibuka serta tanah yang berada diluar wilayah milik desa Tujuan dari UU Agraria: 1. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan permodalan asing 2. Member peluangg kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk pribumi 3. Membuka kesempatan kerja bagi rakyat terutama menjadi buruh perkebunan 4. Mengeluakan UU Gula (Suiken Wet) pada tahun 1870, UU ini berisi tentang pelarangan ekspor tanaman tebu ke luar negeri Pelaksanaan system ini ternyata tidak membawa kesejahteraan, hal ini disebabkan oleh sikap pasif penduduk pribumi menanggapi kebijakan ekonomi ini. 2. Sistem Balas Budi Politik Etis atau Politik Balas Budi (1902) adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang Munculnya politik etis dilatarbelakangi oleh : 1. Sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib rakyat. 2. Tanam paksa memberi keuntungan besar bagi Belanda sebaliknya menimbulkan penderitaan rakyat. 3. Belanda melakukan penekanan dan penindasan terhadap rakyat .



4. Rakyat kehilangan tanah sebagai hak milik utamanya. 5. Adanya kritik terhadap praktik kolonial liberal.   Trilogi van Deventer mencakup tiga kebijakan yaitu : 1. Migrasi Kebijakan ini yaitu memindahkan pekerja pribumi yang pada tanam paksa memilih untuk memberikan tenaga bukan hasil bumi kepada Belanda. Kebijakan ini sangat menguntungkan Belanda karena persebaran pekerja tidak terkonsentrasi di satu daerah saja. Dengan kebijakan migrasi ini daerah yang jarang pekerjanya menjadi semakin merata dan pada akhirnya semakin bertambah hasil yang didapat Belanda sedangkan bagi Indonesia kebijakan ini membuat rakyat Indonesia semakin miskin. 2. Irigasi Sistem saluran air merupakan salah satu keahlian Belanda. Pengairan ini diterapkan di Indonesia bukan hanya semata – mata untuk pribumi, namun kebijakan ini memang lebih menguntungkan Belanda, karena dengan adanya kebijakan ini Belanda bisa lebih banyak mengeruk hasil alam Indonesia. Bangunan sistem irigasi masih tersisa sampai sekarang, bahkan sistem yang dibuat Belanda sampai sekarang masih dipakai dalam bidang irigasi pertanian di Indonesia. 3. Edukasi Dengan adanya kebijakan edukasi ini, rakyat pribumi bisa mengenyam pendidikan. Namun kebijakan edukasi ini hanya terbatas pada para bangsawan atau keluarga priyai. Para tokoh nasionalis Indonesia lahir dari kebijakan ini. Dari sinilah Indonesia mulai bangkit dengan para pemuda berintelektual serta sadar akan nasionalisme.