Materi Kajian Gender Kelompok 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP GENDER DALAM PENDIDIKAN Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah “Kajian Gender" Dosen Pengampu : Septiani Resmalasari, M. Pd



Disusun Oleh: Azizu Rizal



(1908104116)



Sri Dewi Suciati



(1908104098 )



Ayu Dehit Mahmudatin



( 1908104107)



M. Bayu Rohman



(1908104106)



TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL / 5C FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON 2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kekhadirat Allah Swt yang telah memberikan taufik dan hidayahNya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selau umatnya. Amin. Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu penyusun dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu peyusun berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Penyusun berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Amin.



Cirebon, September 2021



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, dimana laki-laki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing, yang di konstruksikan oleh kultur setempat, yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan dan posisi dalam masyarakat tersebut. Dalam konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan konstruksi secara sosial maupun budaya. Sesungguhnya perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan perempuan. Studi-studi tentang gender saat ini melihat bahwa ketimpangan gender terjadi akibat rendahnya kualitas sumberdaya kaum perempuan sendiri, dan hal tersebut mengakibatkan ketidakmampuan mereka bersaing dengan kaum lelaki. Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan adalah mendidik kaum perempun dan mengajak mereka berperan serta dalam pembangunan. Dalam realitas yang kita jumpai pada masyarakat tertentu terdapat adat kebiasaan yang tidak mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan perempuan dalam pendidikan formal. Bahkan ada nilai yang mengemukakan bahwa “perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya kedapur juga.” Ada pula anggapan seorang gadis harus cepat-cepat menikah agar tidak menjadi perawan tua. paradigma seperti inilah yang menjadikan perempuan menjadi terpuruk dan dianggap rendah oleh kaum laki-laki. B. Rumusan Masalah 1) Apa itu Pengertian Gender? 2) Apa saja Faktor-Faktor Ketidaksetaraan Gender dalam Pendidikan? 3) Bagaimana Kesetaraan Gender dalam Pendidikan? 4) Bagaimana Menganalisis Secara Komprehensif Gender dalam Pendidikan? C. Tujuan Masalah 1) Untuk mengetahui Pengertian Gender 2) Untuk mengetahui Faktor-Faktor Ketidaksetaraan Gender dalam Pendidikan 3) Untuk mengetahui bagaimana Kesetaraan Gender dalam Pendidikan



4) Untuk mengetahui bagaimana Menganalisis Secara Komprehensif Gender dalam Pendidikan



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Gender Menurut Unger & Crawford (1992) gender merupakan perbedaan antara perempuan dan laki yang dikontruksi secara sosial bukan berdasarkan perbedaan biologis semata. Hal yang hampir sama dikemukakan Moser (1993) gender adalah peran sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Perbedaan peran gender ini terbentuk oleh faktorfaktor ideologis, sejarah, etnis, ekonomi dan kebudayaan. Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan bukan secara biologis, melainkan terbentuk melalui proses sosial dan kultural. Gender dapat berubah sementara jenis kelamin biologis akan tetap tidak berubah (Grewal & Kaplan, 2002). Sementara itu menurut Mosse (1996) gender merupakan seperangkat peran yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki, bukan secara biologis dan peran ini dapat berubah sesuai dengan budaya, kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Gender menentukan berbagai pengalaman hidup, yang dapat menentukan akses terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan sumber daya. Gender berkaitan dengan kualitas dan relasi yang dibentuk dalam hubungan kekuasaan dan Ketidaksetaraan Gender dalam Pendidikan dominasi dalam struktur kesempatan hidup perempuan dan laki-laki, pembagian kerja yang lebih luas dan pada gilirannya berakar pada kondisi produksi dan reproduksi yang diperkuat oleh sistem budaya, agama dan ideologi yang berlaku dalam masyarakat (Ostergaard, 1992). Gender adalah suatu kontruksi sosial yang mengkategorikan perempuan dan laki-laki berdasarkan persepsi dan perasaan. Gender bervariasi berdasarkan waktu, tempat, budaya serta pengalaman hidup (Bradley,2007) . Oleh karena itu dapat disimpulkan pengertian gender berbeda dengan jenis kelamin, jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, berlaku secara umum, tidak dapat berubah, dan merupakan kodrat dari Tuhan. Sedangkan gender lebih berhubungan dengan perbedaan perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial, budaya dan psikologis. B. Faktor-Faktor Ketidaksetaraan Gender dalam Pendidikan Bias gender ini tidak hanya berlangsung dan disosialisasikan melalui proses serta sistem pembelajaran di sekolah, tetapi juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga. Stereotip gender yang berkembang di masyarakat telah mengkotak-kotakkan peran apa yang pantas bagi perempuan dan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh nilai dan sikap yang dipengaruhi faktor-faktor sosial budaya masyarakat yang secara melembaga telah memisahkan gender ke dalam peran-peran sosial yang berlainan.



Faktor yang menjadi alasan pokok yang penyebab ketidaksetaraan gender menurut Suleeman (1995) yaitu: 1). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal semakin terbatas jumlah sekolah yang tersedia 2). Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mahal biaya untuk bersekolah. 3). Investasi dalam pendidikan juga seringkali tidak dapat mereka rasakan karena anak perempuan menjadi anggota keluarga suami setelah mereka menikah. Sedangkan faktor-faktor penentu ketidaksetaraan gender di bidang pendidikan menurut Van Bemmelen (2003) meliputi: 1). Akses perempuan dalam pendidikan. 2). Nilai gender yang dianut oleh masyarakat. 3). Nilai dan peran gender yang terdapat dalam buku ajar. 4). Nilai gender yang ditanamkan oleh guru. Faktor-faktor kesenjangan gender bidang pendidikan ke dalam 4 aspek yaitu: 1). Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. 2). Partisipasi adalah keikutsertaan atau peran seseorang/kelompok dalam suatu kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. 3). Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. 4). Manfaat adalah kegunaan sumber yang dapat dinikmati secara optimal. Studi yang dilakukan Suryadi (2001) menemukan bahwa pilihan keluarga yang kurang beruntung memberikan prioritas bagi anak laki-laki untuk sekolah dengan alasan biaya, bukan hanya dilandasi oleh pikiran kolot dan tradisional semata, tetapi juga dilandasi dengan pengalaman empirik bahwa tingkat balikan (rate of return) terhadap pendidikan perempuan yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa ratarata penghasilan pekerja perempuan secara empirik memang lebih rendah dibandingkan penghasilan pekerja laki-laki.Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaksetaraan gender dalam pendidikan antara lain nilai, akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Nilai yang berkembang dalam masyarakat yang mengkotak-kotakan peran laki-laki dan perempuan dapat mempengaruhi stereotip gender. C. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, terjadi pula dalam dunia pendidikan. Bahkan, institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestarikan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat. Secara garis



besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi, antara lain; (1) Kurangnya partisipasi. Dalam hal partisipasi hampir perempuan di seluruh dunia menghadapi masalah yang sama. Dibandingkan dengan laki-laki partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah. Jumlah murid perempuan umumnya hanya separuh atau sepertiga jumlah murid laki-laki. (2) Kurangnya keterwakilan perempuan sebagai tenaga pengajar ataupun pimpinan lembaga pendidikan formal menunjukkan kecenderungan bahwa dominasi lakilaki dalam hal tersebut lebih tinggi daripada perempuan. (3) Perlakukan tidak adil. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas seringkali bersifat merugikan murid perempuan. Guru secara tidak sadar cenderung menaruh harapan dan perhatian lebih besar kepada murid laki-laki daripada murid perempuan. Para guru terkadang masih berpikiran perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan tinggi. Masalah ketidaksetaraan gender dalam dunia pendidikan terkait erat dengan diskriminasi. Diskriminasi tersebut terbagi menjadi dua jenis, yaitu diskriminasi de jure dan diskriminasi de facto. Diskriminasi secara de jure merupakan diskriminasi secara aturan. Di dalam aturan tersebut laki-laki dan perempuan benar-benar dibedakan. Padahal, dalam dunia pendidikan tidak ada Undang-Undang yang membedakan antara keduanya. Justru keduanya diberikan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Dengan kata lain, secara de jure sejatinya tidak ada diskriminasi. Namun secara de facto masih terdapat persepsi yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan muncul pandangan bahwa perempuan merupakan warga kelas dua yang berada di bawah laki-laki. Karenanya, mereka tidak berhak memiliki pendidikan yang sama dengan lakilaki. Dalam konteks perguruan tinggi pun diskriminasi antara laki-laki dan perempuan masih terlihat. Dalam hal pemilihan jurusan misalnya, masih terdapat anggapan jika perempuan itu baiknya mengambil jurusan sastra, sedangkan laki-laki itu teknik. Selain itu, tidak sedikit dari masyarakat juga masih melihat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah utama. Karena itu dalam pendidikan mereka lebih diutamakan. Pandanganpandangan seperti inilah yang menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Di sisi lain kondisi ini pula yang menyebabkan tingkat Drof Out anak perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki, terutama terjadi pada masyarakat perempuan yang berada di wilayah pedalaman atau pedesaan.Kesenjangan gender dalam dunia pendidikan tentu perlu diatasi, jika tidak selamanya perempuan akan termarjinalkan dalam ranah tersebut. Dengan kata lain, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan mutlak diperlukan agar perempuan memiliki kesempatan sama dengan laki-laki dalam memajukan dunia pendidikan. Dalam upaya memenuhi kesetaraan gender, pendidikan perlu memenuhi dasar yang dimilikinya, yakni menghantarkan setiap individu atau masyarakat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan berbasis kesetaraan.



Adapun ciri-ciri kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut; 1. Perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografis publik. Dalam konteks ini sistem pendidikan, tidak boleh melakukan tebang pilih terhadap kondisi masyarakat, terutama dari segi jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. 2. Adanya pemerataan pendidikan yang tidak mengalami bias gender. Dunia pendidikan, sistem dan SDM di dalamnya harus memiliki kesadaran bahwa semua manusia layak mendapatkan pendidikan, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan bagitu, maka hal-hal yang bersifat bias gender dapat diminimalisasikan. 3.



Memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu.Para pengambil kebijakan di dunia pendidikan perlu memiliki kesadaran bahwa setiap individu memiliki minat dan bakat dalam menjalani aktivitas pembelajan di kelas. Dengan minat dan bakat yang berbeda tersebut, setiap pendidik perlu menyediakan model dan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki oleh setiap peserta didik, baik laki-laki maupun perempuan.



4. Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman. Dalam konteks ini pendidikan yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kebutuhan di masa yang akan datang. Tujuannya agar kiprah peserta didik di waktu yang akan datang bisa teraktualisasikan. Apabila peserta didik laki-laki dan perempuan diberikan pendidikan yang menyuntuh kepada tuntutan zaman, maka ke depan antarkeduanya memiliki kesempatan untuk mengaktulisasikan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, di masa yang akan datang keduanya sama-sama dibutuhkan oleh zaman. Sejatinya, secara yuridis konsep pendidikan berperspektif gender telah dirumuskan oleh pemerintah dalam Tap MPR No. IV tahun 1999 tentang GBHN yang mengamatkan kedudukan dan peranan perempuan sebagai berikut ; 1) Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. 2) Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta historis perjuangan kaum perempuan, dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat”.



Selain Tap MPR tersebut Inpres No. 9 Tahun 2000 yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid pun berisi tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Secara rinci menginstruksikan ; (a) Melakukan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing. (b) Memperhatikan secara sungguh-sungguh pedoman pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. (c) Khusus ditujukan Menteri Pemberdayaan Perempuan agar memberikan bantuan teknis kepadainstansi dan lembaga pemerintahan ditingkat Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender kepada presiden”. Berdasarkan Tap MPR dan Inpres tersebut perempuan memperoleh kesempatan dan hakhaknya sebagai manusia, untuk mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, maupun pendidikan dalam rangka membangun kehidupan bangsa yang lebih baik. Di sisi lain yang menjadikan perlunya diberikan kesamaan antara laki-laki dan perempuan dalam beraktifitas dalam dunia pendidikan, sebab dimata hukum kedudukan mereka sama. Setidaknya terdapat tiga hal tujuan pendidikan persfektif gender. Pertama,mempunyai akses sama dalam pendidikan baik laki-laki maupun perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk mengikuti pendidikan formal sampai jenjang yang lebih tinggi. Dalam konteks globalisasi saat ini sudah waktunya kaum perempuan diberikan hak-haknya dalam segala bidang, terutama dalam bidang pendidikan. Sehingga anggapan perempuan sebagai warga negara kelas duamenjadi hilang. Kedua, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban sama dalam mencari ilmu pengetahuan. Hal ini senada dengan yang dikatakan Nabi SAW; mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan”. Menjadi jelas bahwa Nabi SAW. tidak pernah membedakan laki-laki dan perempuan untuk berkiprah dalam dunia pendidikan. Ketiga, persamaan kedudukan dan peranan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya, laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi subyek (pelaku utama) dalam membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mustahil hal ini dapat dilakukan jika tidak diawali dari dunia pendidikan. Pendidikan yang mengutamakan keseteraan gender menjadi tonggak untuk memajukan bangsa menjadi lebih baik. D. Menganalisis Secara Komprehensif Gender dalam Pendidikan Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, sehingga mereka akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam segala lapisan masyarakat di sepanjang zaman, dimana perempuan dianggap lebih rendah



daripada laki-laki. Dari sinilah doktrin ketidasetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ketidaksetaraan tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Marginalisasi terhadap Perempuan Marginalisasi berarti menempatkan atau mengeser perempuan kepinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau tidak rasional, kurang atau tidak berani sehingga tidak pantas atau tidak dapat memimpin. Akibatnya perempuan selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan untuk memimpin. Seperti: (1) dalam proses pembangunan perempuan diikutsertakan tetapi tidak pernah diajak turut dalam mengambil keputusan dan pendapatnya jarang didengarkan, (2) dalam keluarga perempuan tidak diakui sebagai kepala rumah tangga, perempuan tidak boleh memimpin dan memerintah suami sekalipun suami tidak dapat memimpin, (c) dalam diri perempuan sendiri terdapat perasaan tidak mampu, lemah, menyingkirkan diri sendiri karena tidak percaya ddiri. 2. Steorotip Masyarakat terhadap Perempuan Pandangan stereotip masyarakat yakni pembakuan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki sudah mempunyai sifat masing-masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat dikukur dari qodrat yang telah ada. Sebagai contoh: (1) urusan rumah tangga diserahkan kepada istri dan anak perempuan, pendidikan anak menjadi tanggungjawab ibu, dan mengurus suami diserahkan sepenuhnya kepada istri tanpa adanya upah, (2) kebanyakan perempuan memilih pekerjaan yang sudah dibagikan sesuai tanpa mempedulikan kemampuan atau potensi sebenarnya yang dimiliki, (3) jika seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan, maka perempuan yang bertanggung jawab karena tugas perempuan tinggal dirumah 3. Subordinasi terhadap Perempuan Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah dari laki-laki sehingga menyebabkan mereka merasa sudah selayaknya sebagai pembantu nomor dua sosok bayangan dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi. Laki-laki menganggap bahwa perempuan tidak mampu berpikir. 4. Beban Ganda terhadap Perempuan Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan lebih lama mengerjakannya bila diberikan kepada laki-laki karena perempuan bekerja di sektor publik masih memiliki tanggung jawab pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat di serahkan kepada pembantu rumah tangga sekalipun pembantu rumah tangga sama-sama perempuan.



BAB III PENUTUP A. Simpulan Budaya bias laki-laki membentuk perempuan cenderung nrimo, karenanya upaya sistematis dan berkelanjutan tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan menjadi semakin mendesak, akses pendidikan perempuan dan laki-laki harus mendapatkan kesempatan yang sama. Anak perempuan sebagaimana anak laki-laki harus mempunyai hak atau kesempatan untuk sekolah lebih tinggi. Pendirian gender perlu diterjemahkan dalam aksi nyata berupa gerakan pembebasan yang bertanggung jawab, mendorong laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi pencerahan, yaitu sikap yang didasrkan pada akal,alam,manusia,agar diperoleh persamaan kebebasan dan kemajua bersama,tanpa membedakan jenis kelamin. Pendidikan memandang gender Dalam deklarasi hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pengajaran, pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima,serta rasa persahabatan antar semua bangsa. Terkait hal ini sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi sosial maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya reasi gender di dalam masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA 1. Rahmi Fitrianti2 & Habibullah, Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan, Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012 2. Achmad Saeful, Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan, Tarbawi Vol 1, Februari 2019) 3. Warni Tune Sumar, Implementasi Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan, MUSAWA, Vol. 7 No.1 Juni 2015 : 158 - 182