Menciptakan Sekolah Berkarakter [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN MENCIPTAKAN SEKOLAH BERKARAKTER Disampaikan pada pertemuan ke-6 Mata Kuliah Pendidikan Karakter Lintas Disiplin Serumpun Pauh, 29 Oktober 2019



A. Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3, tentang sistim pendidikan nasional menyebutkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertangung jawab.1 Sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU sistim pendidikan nasional maka pendidikan Indonesia harus sejalan dengan itu. Namun saat ini dirasakan masih banyak proses pendidikan yang belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, bisa disebut pendidikan telah gagal, karena banyak peserta didik bahkan lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah. Hal ini bisa kita lihat dari hasil riset yang dilakukan oleh LSM Plan Internasional dan Internasional Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis awal bulan maret 2015, dimana hasil penelitiannya menunjukan fakta yang mencengangkan terkait kekerasan anak disekolah. Terdapat 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan disekolah. Bahkan angka tersebut lebih tinggi dari tren dikawasan asia yakni 70%.2 Disinilah dapat kita pahami betapa pentingnya membangun budaya karakter bagi peserta didik, khususnya dengan menciptakan sekolah 1



UU No. 20 2003.doc-UU2003.pdf. Diakses Tgl 03/10/2019, Jam. 22.37



2



http://www.liputan6.com/news/read/2191106/survei-icrw. Diakses tgl 09/10/2019, Jam.21.03



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



2



berkarakter. Sekolah berkarakter adalah sekolah yang dilakukan melalui pendekatan pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter dalam membangun budaya moral sekolah. Oleh karena itu, pendidikan nilai karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandanga hidup atau ideologi bangsa Indonesia, Agama, Budaya, dan nilai-nilai yang terumus dalam tujuan pendidikan nasional. Dalam menciptakan sekolah berkarakter semua komponen (stakeholder) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dsb. Berdasarkan penjelasan diatas penting rasanya membahas dan mendiskusikannya lagi tentang bagaimana menciptakan sekolah berkarakter itu, dan apa saja nilai karakter yang mesti dikembangkan disekolah tersebut. Maka dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana Menciptakan Sekolah Berkarakter, mudah-mudahan pembahasan ini lebih bisa kita di diskusikan secara mendalam.



B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang ingin pemakalah paparkan dalam makalah ini adalah : 1. Apa Hakikat Sekolah Berkarakter itu? 2. Apa saja Nilai Karakter yang dikembangkan disekolah? 3. Bagaimana membangun Budaya Moral di Sekolah?



C. Tujuan Adapun tujuannya dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, dan selanjutnya menjadi bahan topik diskusi secara bersama untuk membahas bagaiman “Menciptakan Sekolah Berkarakter”. Mudah-mudahan topik ini bisa menambah dan memperluas Khazanah pengetahuan kita.



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



3



BAB II PEMBAHASAN



A. Hakikat Sekolah Berkarakter Sekolah merupakan sebuah tempat dimana proses pendidikan terjadi secara formal. Sekolah merupakan ujung tombak terlaksananya proses pendidikan. Di sekolah terjadi proses transfer ilmu, yang dinamakan proses belajar. Sehingga sekolah merupakan tempat penanaman nilai-nilai ataupun ilmu pada peserta didik, yang akan membentuk pribadi-pribadi unggul yang cerdas dan berkarakter. Sekolah juga memiliki peran yang penting dalam membentuk karakter bangsa, dan karakter bangsa ini dimulai dari peserta didik dan kebiasannya sehingga membentuk karakter yang melekat pada dirinya. Apabila pihak sekolah mengabaikan hal ini tentu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang tidak hanya mengutamakan aspek akademik peserta didik. Sekolah berkarakter adalah upaya sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budaya karakter dalam diri setiap warga sekolah melalui berbagai kegiatan baik dalam proses pembelajaran intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun penciptaan suasana lingkungan sekolah sehingga budaya karakter menjadi sikap batin (believe system) serta menjadi landasan dalam bersikap dan bertingkah laku. Oleh karena itu proses pembelajaran menjadi sangat penting di dalamnya, sebagai sarana menanamkan nilai-nilai karakter yang berbudaya.3 Menurut James A. Beane dan Michael W. Apple, sekolah Berkarakter adalah sekolah yang mengimplementasikan pola-pola nilai karakter dalam pengelolaan sekolah/madrasah yang secara umum mencakup dua aspek yakni struktur organisasi dan prosedur kerja dalam struktur tersebut, serta merancang kurikulum yang bisa mengantarkan anak-anak didik memiliki berbagai pengalaman tentang nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain sekolah berkarakter adalah sekolah yang dikelola dengan struktur yang memungkinkan adanya praktik-praktik nilai karakter itu terlaksana, seperti 3



Ali Imron, Manajemen Peserta didik berbasis sekolah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.24



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



4



pelibatan masyarakat (stakeholder dan user sekolah ) dalam membahas program-program sekolah / madrasah, dan prosedur pengambilan keputusan juga memperhatikan berbagai aspirasi publik serta dapat dipertanggung jawabkan implementasinya kepada publik.4 Berdasarkan fungsi dan tujuan dari Pendidikan nasional, jelas bahwa yang dikatakan sekolah berkarakter itu ialah sekolah dimana setiap jenjangnya harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Karena hal itu berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Karakter yang tumbuh dari sekolah yang berkarakter merupakan nilai-nilai yang tercermin dari perilaku yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, perasaan, sikap, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma Agama, hukum, tata krama, dan adat istiadat.5 Sekolah berkarakter suatu sekolah dimana lingkungannya adalah tempat penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.6 Pengembangan dan pembiasaan inilah yang harus diperhatikan dalam membangun sekolah berkarakter. Ketika menamakan sebagai sekolah berkarakter, maka segala yang berkaitan dengan sekolah tersebut juga harus berkarakter. Setidaknya menjaga perilaku dan lisan ketika di dalam sekolah, karena bagaimana mungkin peserta didik akan menjadi berkarakter ketika para pendidik dan yang berkaitan tidak memiliki karakter. Belajar untuk menjadi berkarakter itu memang tidaklah mudah, karena memiliki banyak kaitan dan saling mempengaruhi. 4



http://ekonominator.blogspot.com/2017/10/pendidikan-karakter-bangsa-strategi.html. Diakses tgl 11/10/2019, jam.10.05 5 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter (menjawab tantangan Krisis Multidimensional), (Jakarta: Bumi Aksara,2013), h.84 6 Ibid



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



5



Dalam pelaksanaannya sekolah berkarakter, semua komponen (stakeholder) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri. yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan dan pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktifitas atau kegiatan kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Keterlibatan semua pihak ini, baik itu warga sekolah (Kepala, guru dan Murid), dan keterlibatan orang tua murid. Semua itu merupakan kelompok yang partisipasinya



bersifat



menentukan



bagi



keberhasilan



sekolah



yang



menananmkan nilai karakter. Sekolah yang menanamkan nilai karakter akan mengajarkan kepada Setiap warga sekolah bagaimana cara berpikir dan berprilaku



yang membantu



individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara, serta



membantu



mereka membuat



keputusan



yang dapat



dipertangung jawabkan.7 Dalam Upaya mengembangkan sekolah menjadi berkarakter, merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi setiap sekolah. Untuk mewujudkan suatu sekolah yang berkarakter memerlukan kerjasama dari berbagai pihak baik pendidik, peserta didik maupun komite sekolah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan sekolah berkarakter, seperti: a.



Lingkungan sekolah yang kondusif



b. Penerapan peraturan sekolah c.



Penerapan nilai-nilai agama, sosial dan budaya



d. Pendidik yang berkarakter dan berkualitas e.



Disiplin, inovatif, kreatif dan berdaya saing



f.



Model pembelajaran yang efektif



g. Sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran h. Kegiatan sekolah yang bersifat mengembangkan potensi 7



Zainal Aqib, Pendidikan Karakter di Sekolah (Membangun karakter dan Kepribadian anak), (Bandung: YRAMA WIDYA, 2012). h, 1



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



6



Sedangkan Pendidikan memiliki tujuan umum yakni untuk memanusiakan manusia sehingga dalam pendidikan yang diolah bukan hanya kecerdasan otak (head) tetapi juga kecerdasan hati (heart), dan ketrampilan untuk menciptakan (hand). Pendidikan dikatakan berhasil bila ketiga aspek tersebut berpadu (balanced) dalam diri peserta didik. Ada enam Keunggulan yang dibangun oleh sekolah berkarakter,8 antara lain: 1. Memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi. 2. Memiliki siswa yang berprestasi. 3. Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada guru. 4. Memiliki budaya sekolah yang kokoh. 5. Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan mampu menjadi contoh teladan. 6. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu bersaing dalam dunia global



B. Nilai Karakter yang di Kembangkan di Sekolah 1. Pengertian Nilai Djahiri (1987: 107) mengatakan bahwa nilai adalah suatu jenis kepercayaan, yang letaknya berpusat pada sistem kepercayaan seseorang, tentang bagaimana seseorang sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga dan yang tidak berharga untuk dicapai. Sumantri (1993:3) menyebutkan bahwa nilai adalah hal yang terkandung dalam diri (hati nurani) manusia yang lebih memberi dasar pada prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati.9 Dari pengertian diatas tentang nilai dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan



rujukan



untuk



tindakan,



dan



merupakan



standar



untuk



mempertimbangkan dalam meraih prilaku baik dan tidak baik untuk dilakukan. maka yang dimaksud nilai-nilai karakter dalam makalah ini adalah sesuatu nilai 8



Zainal Aqib, Op.Cit. h, 24



9



Heri Gunawan, Pendidikan Karakter (Konsep dan Implementasi), (Bandung: Alfabeta, 2014). h, 31



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



7



yang dapat dilaksanakan dan diterap kepada seluruh warga sekolah karena pertimbangan diatas bahwa nilai merupakan sesuatu hal yang positif, karena perilaku ini menguntungkan baik bagi yang melakukan maupun bagi orang lain yang terkena akibatnya. Sama halnya dengan keadilan, tangung jawab, hormat, kasih sayang, peduli, keramahan, toleransi dan lainnya. Nilai-nilai ini walaupun diberikan kepada orang lain, maka persediaan perbendaharaan bagi yang melakukannya pun masih banyak. 2. Nilai Karakter yang di Kembangkan di Sekolah Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai, norma-norma sosial, peraturan/ hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu; 1. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa 2. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri 3. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia. dan 4. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta. 5. Nilai-nilai



perilaku



manusia



dalam



hungannya



dengan



dengan



kebangsaan. Kemendiknas (2010) dalam buku “Panduan Pendidikan Karakter” kemudian merinci secara ringkas kelima nilai-nilai tersebut yang harus ditanamkan kepada siswa, deskripsi nilai-nilai karakter yang dikembangkan disekolah ringkasnya sebagai berikut10:



10



Heri Gunawan, Ibid, h. 33



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



8



No 1.



2.



Nilai Karakter yang Dikembangkan Nilai Karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Religius) Hubungan Karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri yang meliputi:



Deskripsi Perilaku Berkaitan dengan nilai, pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agamanya



Jujur



Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.



Bertanggung jawab



Merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan YME



Begaya Hidup Sehat



Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan yang buruk yang dapat menganggu kesehatan. Merupakan suatu tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.



Disiplin



Kerja keras



Merupakan suatu perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.



Percaya diri



Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



9



3.



Berjiwa wirausaha



Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru,menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatul pemodalan operasinya.



Berpikir logis,kritis, kreatif,dan inovatif



Berpikir dan melakukan sesuatu cara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang dimiliki.



Mandiri



Suatu sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.



Ingin tahu



Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan dengar.



Cinta ilmu



Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaaan yang tinggi terhadap pengetahuan.



Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama. Sadar akan hak dan Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa kewajiban diri dan yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang orang lain lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. Patuh pada aturan sosial



aturan- Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.



Menghargai karya dan Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya prestasi orang lain untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. Santun



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya kesemua orang.



10



Demokratis



4.



5.



Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.



Nilai karakter dalam Sikap dan tindakan yang selalu berupaya hubungannya dengan mencegah kerusakan pada lingkungan alam di lingkungan sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai karakter dalam Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang hubungannya dengan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara kebangsaan diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Nasionalis.



Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya



Menghargai keberagaman



Sikap memberi respek/ hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fissik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.



3. Prinsip-prinsip pendidikan karakter Berdasarkan pada prinsip-prinsip yang direkomendasi oleh kemendiknas tersebut, Dasyim Budimansyah (2010:68) berpendapat bahwa program pendidikan karakter disekolah perlu dikembangkan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip11 sebagai berikut: 1. Pendidikan



karakter



di



sekolah



harus



dilaksanakan



secara



berkelanjutan (kontinuitas). Hal ini mengandung arti bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang panjang,



11



Ibid, 36



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



11



mulai sejak awal peserta didik masuk sekolah hingga mereka lulus sekolah pada suatu satuan pendidikan. 2. Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran (terintegrasi), melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan pendidikan. 3. Sejatinya



nilai-nilai



karakter



tidak



diajarkan



(dalam



bentuk



pengetahuan), jika hal tersebut diintegrasikan dalam mata pelajaran. Kecuali bila dalam bentuk mata pelajaran agama (yang di dalamnya mengandung ajaran) maka tetap diajarkan melalui proses pengetahuan (knowing), melakukan (doing), dan akhirnya membiasakan (habit). 4. Proses pendidikan di lakukan peserta didik dengan secara aktif (aktiv learning) dan menyenangkan (enjoy full learning). 4. Tahapan pengembangan nilai karakter disekolah Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholdernya untuk menjadi pijakan dalam penyelengaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan alkamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik untuk melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Karakter yang dikembangkan disekolah melalui tahap Pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih menjadi kebiasaan untuk melakukan kebaikan tersebut. artinya karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.12



12



Heri Gunawan, Ibid. h,38



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



12



Dengan demikian dibutuhkan tiga tahap dalam pengembangan nilai karakter, yakni: mengembangkan moral knowing (pengetahuan tentang moral), kemudian moral feeling (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action (perbuatan bermoral). Hal ini diperlukan agar peserta didik atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan.



C. Membangun Budaya Moral disekolah Istilah budaya menurut Ahmadi Abu (2007: 58) berasal dari bahasa sangsakerta yang berarti “buddhayah” yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk: budi daya, yang berarti daya dari budi. Oleh sebab itu terdapat perbedaan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah data dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.13 Sekolah merupakan organisasi. Budaya yang ada di tingkat sekolah merupakan budaya organisasi. Sebagai layaknya sebagai organisasi maka sekolah memiliki tujuan, program, dan kegiatan dan aturan-aturan yang di sepakati bersama. Dalam kerangka lebih luas Budaya moral sekolah adalah keseluruhan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut dan diterapkan sekolah yang meliputi: visi, misi dan tujuan sekolah, ethos belajar, integrasi, norma agama, norma hukum dan norma sosial, sehingga semua warga sekolah dapat menginternalisasikan



dan



membudayakan



nilai-nilai



luhur



di



dalam



kehidupannya sehari-hari. Persoalan moral disekolah sering menjadi pusat perhatian guru maupun orang tua siswa, banyak diantara mereka yang saling menyalahkan dan melempar tanggungjawab untuk melempar persoalan siapa yang paling berhak meneyelesaikan persoalan tersebut. Di amerika sendiri dalam buku Thomas 13



Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi pekerti dalam persefektif perubahan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015). h,17



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



13



licona tentang pendidikan karakter dikatakan bahwa banyak ditemukan siswa ketika ditingkat menengah memiliki moral yang cukup baik namun setelah naik ke tingkat lebih tinggi seolah moral yang mereka miliki hilang begitu saja. Thomas licona dalam hal ini mengemukakan beberapa elemen budaya moral yang dapat dibangun disekolah, antara lain sebagai berikut:14 1. Kepemimpinan moral dan akademis kepala sekolah Kepala sekolah merupakan elemen sentral dalam lembaga pendidikan yang menjadi perhatian pendidik, tenaga kependidikan maupun siswa. Budaya moral yang diterapkan kepaa sekolah dalam setiap aktifitasnya akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan budaya moral masyarakat sekolah secara signifikan. Jika kepala sekolah sudah menerapkan budaya moral secara baik maka akan lebih mudah memberikan kebijakan yang nantinya harus dilaksanakan oleh semua elemen disekolah, dengan demikian langkah tersebut dianggap cukup efektif dalam pemebentukan budaya moral. 2. Disiplin sekolah dalam memberikan teladan, mengembangkan dan menegakan nilai-nilai sekolah dalam lingkungan sekolah Kepala sekolah membuat kebijakan dan mengambil keputusan terhadap penerapan budaya moral disekolah. Agar kebijakan tersebut dapat bertahan dan terlaksana secara sistematis pembiasaan disiplin sekolah juga dianggap tidak kalah penting dalam pembentukan budaya moral disekolah. Pendisiplinan dapat dilakukan sebagai kontrol bagi pihak yang belum siap menerapkan budaya moral serta memberikan keteladanan sebagai acuan model yang dapat diikuti baik oleh guru maupun siswa 3. Pengertian sekolah terhadap masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap siswa tentang nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat sebagai sosialisasi dan juga pembelajaran kontekstual yang memungkinkan siswa memahami baik atau buruknya sesuatu yang dilakukannya. 14



https://kumparan.com/ade-munawar-luthfi/membangun-budaya-moral-yang-positif-di-sekolah-1506327163258. Di Akses tgl 22/10/2019. jam.11.20



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



14



4. Pengelola sekolah yang melibatkan siswa dalam pengembangan diri yang demokratis Pengelolaan sekolah yang melibatkan siswa missal dalam penenrapan disiplin, aturan dibuat berdasarkan kesepakatan hasil musyawarah dengan siswa, sehingga siswa merasa saling memiliki terhadap aturan, norma dan nilai yang berlaku disekolah. Dengan harapan mereka akan menjalankan disiplin moral dengan sepenuh hati tanpa adanya paksaan juga mengurangi pelanggaran karena tidak ingin merusak aturan disiplin yang dibuatnya sendiri. 5. Meningkatkan pentingnya moral dengan mengorbankan banyak waktu untuk peduli terhadap moral manusia Melibatkan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan dalam banyak kesempatan agar rasa kepedulian terhadap sesama pada diri siswa dapat meningkat dan juga mempelajarari baik buruknya moral manusia dengan melihat realitas yang terjadi dilingkungan masyarakat. 6. Atmosfir moral terhadap sikap saling menghormati, keadilan dan kerja sama yang mempererat hubungan sekolah dengan para siswa Menjaga atmosfir moral dengan sikap saling menghargai baik antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru karena dengan cara itulah disiplin moral tetap dapat terlaksana dengan baik, upaya saling menghargai mendorong guru dan siswa untuk mempertahankan moralnya dan menarik minat orang lain yang melihat untuk ikut serta mengikuti disiplin moral yang diterapkan siswa disekolah. Salah satu metode paling efektif untuk pendidikan karakter adalah melalui budaya moral sekolah. Jika sekolah dapat menciptakan kehidupan keseharian yang jujur, bersih, tertib, santun, toleran, kerja keras dan dibarengi dengan penanaman norma kehidupan dengan guru sebagai model (Uswatun hasanah) perilaku tersebut secara bertahap akan menjadi budaya sekolah (school culture). Kesemuanya akan menjadi keadaban publik (civic virtue) jika budaya moral sekolah tersebut dapat diwujudkan .



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



15



Pendidikan harus ditanamkan untuk menempa fisik, mental dan moral, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, menjadi warga Negara yang berarti dan bermanfaat. Pendidikan saat ini lebih mementingkan keberhasilan atau prestasi di bidang akademik, penanaman moral, agama, social terkadang terlupakan bahkan dianggap tidak penting. Yang terjadi akhirnya banyak halhal negatif dilakukan oleh para penerus bangsa ini. Dewasa ini, pendidikan yang diselenggarakan memang hanya untuk memenuhi kebutuhan kerja, mencari materi, bukan untuk penyempurnaan hidup.15 Berdasarkan penelitian di Havard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% soft skill. Kebanyakan orang bisa berhasil dikarenakan didukung kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini membuktikan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.16 Adapun faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat dalam membangun budaya moral di sekolah, antara lain17: 1. Sikap pendidik yang tidak menjadi teladan Pendidik dapat menjelaskan dan menerangkan banyak nilai yang tidak baik dalam moral/budi pekerti. Akan tetapi, jika pendidik tidak melakukan nilai tersebut maka proses pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya, guru menekankan pentingnya kejujuran, akan tetapi apabila guru sendiri tidak jujur maka siswa tidak mempunyai telaadan dalam hal nilai ini. 2. Situasi sekolah yang kurang mendukung



15



Nurul Zuriah, Ibid. h, 131



16



Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,(Bandung: Remaja Rosdakarya,2013). h,45



17



Ibid. h, 170-171



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



16



Situasi sekolahpun sangat perlu disesuaikan dengan nilai yang akan ditekankan. Apabila suasana sekolah mendukung nilai yang mau ditanamkan, maka pendidikan nilai pada peserta didik akan lebih mudah, cepat dan mendalam. Banyak keadaan sekolah kurang membantu sehingga penanaman nilai tidak cepat bahkan terhambat. 3. Masyarakat sering menjadi kendala dalam penanaman nilai. Banyak anak sekarang ini belajar tidak sopan, belajar bertingkah seenaknya karena pengaruh kehidupan masyarakat. Misalnya, disekolah di ajarkan nilai kerukunan dan persaudaraan tetapi dimasyaraakat para siswa melihat adanya konflik dan juga perang. Akibatnya, siswa menjadi binggung dan bahkan mudah meniru yang dilakukan atau yang terjadi ditengah masyarakat. Dalam konteks masyarakat perlu digarisbawahi pengaruh media massa, TV, Internet dan lain-lain. Alat komunikasi ini setiap hari mengenalkan nilai tertentu yang kadang berlainan dengan nilai moral yang ditanamkan disekolah. 4. Kurangnya dukungan dari kelurga. Keluarga juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya penanaman nilai. Keluarga yang tidak ikut terlibat membantu menanamkan nilai menjadi akan menjadi hambatan bagi perkembangan nilai anak. Keluarga harus ikut terlibat dan aktif membantu anak dalam mengembangkan nilai kebaikan. Bahkan keluarga perlu mengerti apa yang diberikan disekolah dan nilai itu perlu didukung selama dalam keluarga. Sangat jelas bahwa penanaman nilai



moral atau budi pekerti perlu



diimbangi dengan keadaan lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu hal ini bukan menjadi tugas sekolah saja tetapi tugas kita semua, guru, pendidik, sekolah, orang tua, masyarakat, dan juga pemerinta. Hanya dalam kebersamaan dapat dihasilkan buah dari pendidikan moral atau budi pekerti.



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



17



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Sekolah berkarakter adalah upaya sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budaya karakter dalam diri setiap warga sekolah melalui berbagai kegiatan baik dalam proses pembelajaran intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun penciptaan suasana lingkungan sekolah sehingga budaya karakter menjadi sikap batin (believe system) serta menjadi landasan dalam bersikap dan bertingkah laku. Oleh karena itu proses pembelajaran menjadi sangat penting di dalamnya, sebagai sarana menanamkan nilai-nilai karakter yang berbudaya. Dalam



pelaksanaannya



sekolah



berkarakter,



semua



komponen



(stakeholder) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri. yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan dan pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktifitas atau kegiatan kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai, norma-norma sosial, peraturan/ hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu; 1. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa 2. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri 3. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia. dan 4. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta. 5. Nilai-nilai



perilaku



kebangsaan.



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



manusia



dalam



hungannya



dengan



dengan



18



Karakter yang dikembangkan disekolah melalui tahap Pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih menjadi kebiasaan untuk melakukan kebaikan tersebut. artinya karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.



B. Saran Pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mohon kepada para pembaca khususnya, jika ada pengetahuan yang dapat kita ambil dari makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semuanya. Dan juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan karya tulis penulis ini di masa-masa yang akan datang. Terima Kasih



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III



19



DAFTAR PUSTAKA UU No. 20 2003.doc-UU2003.pdf. http://www.liputan6.com/news/read/2191106/survei-icrw. http://ekonominator.blogspot.com/2017/10/pendidikan-karakter-bangsastrategi.html. https://kumparan.com/ade-munawar-luthfi/membangun-budaya-moral-yangpositif-di-sekolah-1506327163258.



Ali Imron, (2011), Manajemen Peserta didik berbasis sekolah, Jakarta: Bumi Aksara. Masnur Muslich, (2013), Pendidikan Karakter (menjawab tantangan Krisis Multidimensional), Jakarta: Bumi Aksara. Zainal Aqib, (2012), Pendidikan Karakter di Sekolah (Membangun karakter dan Kepribadian anak), Bandung: YRAMA WIDYA. Heri Gunawan, (2014), Pendidikan Karakter (Konsep dan Implementasi), Bandung: Alfabeta. Nurul Zuriah, (2015), Pendidikan Moral dan Budi pekerti dalam persefektif perubahan, Jakarta: Bumi Aksara.



Pendidikan Karakter Lintas Disiplin, Smtr III