Mengenang Eric Samola [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mengenang Eric Samola, Peletak Dasar Manajemen Baru Jawa Pos Oleh:HM Siradj *) SEMBILAN tahun lalu, tepatnya pada 10 Oktober 2000, Eric Frist Herman Samola, SH, peletak dasar-dasar manejemen baru Jawa Pos meninggal dunia karena sakit. Tapi semangat yang diwariskannya tetap hidup dan terpelihara sampai Jawa Pos berkembang sebesar sekarang. Di mata Dahlan Iskan, Chairman/CEO Jawa Pos Group, sosok pekerja keras yang sesungguhnya dan dikenalnya adalah mendiang Eric Samola, putra Kawanua yang memberinya kepercayaan untuk memimpin Jawa Pos. “Karena saya tahu Pak Eric pekerja keras, maka saya takut tidak sukses diberi kepercayaan olehnya,” kata Dahlan. Mendiang Eric berinisiatip membeli Jawa Pos pada 1982. Secara bisnis, kondisi koran yang didirikan oleh The Cung Sen ini sebenarnya kala itu sedang dalam kondisi tidak menarik. Oplahnya tinggal sekitar 6 ribuan eksemplar. Tapi ‘instink’ bisnis Eric bicara lain. Dia yakin koran ini bisa menjadi besar kalau ditangani secara sungguh-sungguh oleh orang-orang yang bekerja secara sungguh-sungguh pula. Meski koleganya kurang setuju, Eric yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah TEMPO saat itu), pantang mundur. Bahkan, dia berani memberi jaminan, kalau proyek ini gagal dia akan bertanggung jawab secara pribadi. Artinya, dia akan mengganti seratus persen uang TEMPO yang digunakan untuk membeli Jawa Pos apabila koran tersebut tidak berkembang. Dan berkat kejeliannya pula Eric mendapatkan seseorang yang tepat untuk mewujudkan keyakinannya itu, yaitu Dahlan Iskan. Lelaki kelahiran Magetan, Jatim ini dipilih Eric untuk memimpin Jawa Pos. Kelak di kemudian hari terbukti bahwa ‘instink’ dan kejelian Eric benar-benar jitu. Dahlan ternyata sangat ‘klik’ dengan ilmu manajemen, gaya kepemimpinan, dinamika, dan speed ala seorang Eric Samola. Ibarat istilah Jawa, Eric dan Dahlan seperti “tumbu oleh tutupe”. Istilah ini biasa digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang klop alias pas banget. *** Tidak Boleh Flu Eric sebagai figur yang meletakkan dasar-dasar manajemen baru Jawa Pos sangat pas dengan sosok Dahlan Iskan yang mampu dan mau bekerja all-out menerjemahkan semua ide-ide brilian Eric Samola. Sebagaimana dikemukakan Dahlan dalam bukunya, “Warisan Go Samola”, “Perkembangan awal Jawa pos boleh dikata berkat ide-ide Eric Samola yang brilian yang dijabarkan secara baik dan dijalankan secara sungguhsungguh”. Di dunia ini, kata Dahlan, terlalu banyak ide yang baik tidak mendapatkan muara yang



memadai. Demikian juga terlalu banyak kerja keras yang tidak dilandasi ide yang baik. “Kasus Jawa Pos adalah bertemunya secara sempurna ide yang jitu, penjabaran yang tepat, dan pelaksanaan yang all-out”, tegas Dahlan. Big bos Eric pekerja keras, bos Dahlan Iskan pekerja sangat keras. Jangan main-main jadi anak buah dua orang bos ini. Tidak boleh capek, 'tidak boleh' tidur, dan...'tidak boleh' sakit! Jangan sampai minta izin tidak masuk kerja karena sakit flu. Bos Dahlan akan bilang, “Flu kok sakit!”. Baru belakangan baru diketahui bahwa Dahlan Iskan ternyata terkena sakit liver. Jangan-jangan dia sakit seperti itu gara-gara kerja terlalu keras dan kurang istirahat! Berkat penjabaran ide Eric yang dilaksanakan dengan kerja keras dan kerja smart oleh lelaki yang sempat menjalani operasi tranplantasi liver (cangkok hati) pada 6 Agustus 2007 di Tianjin, China ini, Jawa Pos tidak saja berhasil menjadi sebuah koran terbesar di Indonesia (hasil riset AC-Nielsen awal 2009), tapi bahkan menjadi sebuah jaringan sekitar 200 perusahaan koran yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Juga memiliki 40 jaringan percetakan, pabrik kertas, bisnis penyiaran televisi daerah, dan sebagainya. *** Saling Menulari Dalam bukunya, “Warisan Go Samola”, Dahlan Iskan juga menulis,“Saya bersyukur, dulu Ciputra (Ir Ciputra, begawan enterpreneurship terkemuka di Indonesia) menularkan (ilmunya) dengan sukses kepada Eric Samola. Lalu Eric menularkan lagi ke saya dan saya juga menyiapkan diri untuk ditulari. Lebih bersyukur, saya pun giliran punya kesempatan untuk menularkan ke puluhan orang –dan puluhan orang itu menularkannya kepada ratusan orang”. Eric Samola memang lama jadi “murid” Ir Ciputra. Ia mengawali karirnya di PT Pembangunan Jaya, perusahaan sang begawan enterpreneurship itu. “Saya sudah melihat potensi dasar Eric Samola sejak rekrutmen. Dari empat sampai lima pelamar yang dipanggil kala itu, Eric paling menonjol”, jelas Pak Ci kepada Don Kardono, pimpinan Indo.Pos. Kelebihan Eric, kata Pak Ci, antara lain, logika berpikirnya runtut, masuk akal, cerdas, dan cepat. Dia juga berani menyampaikan pendapat, beradu argumentasi, berdebat, berbeda prinsip. Ada orang yang banyak bicara, tetapi tidak fundamental, tidak mendasar. Ada orang yang memandang sesuatu apa adanya, tidak bisa melihat di balik itu. Eric, menurut Pak Ci, termasuk kategori yang bisa melihat potensi yang tersembunyi. Jadi, sangat masuk di akal kalau dia tepat memilih Dahlan. *** Aspirasi Pembaca Pada suatu kesempatan, di dalam sebuah seminar di Manado, Dahlan bicara, “Bila saya



dinilai pekerja keras, almarhum Eric Samola itu bekerja tambah keras lagi.” Seorang Eric Samola tidak hanya penuh semangat dan bekerja keras di saat masih sehat, tapi juga tetap hebat di kala “sakit”. Kata sakit sengaja saya beri tanda kutip, karena sejatinya kala itu secara fisik dan pemikiran mendiang tampak selalu dalam kondisi normal. Bagaimana tidak, beberapa bulan setelah dirawat akibat stroke, mendiang masih saja rajin ngantor, memimpin rapat, dan mengajak keliling berkunjung ke agen-agen koran Jawa Pos di daerah-daerah. Padahal, ketika itu beliau sedang mengalami kesulitan berbicara akibat sakitnya. Komunikasi berlangsung dengan cara menggambar atau menulis dalam bentuk yang sederhana, dibantu istri mendiang, Ibu Dorothea Eric Samola. Dengan cara itu pula staf Jawa Pos masih dapat terus berkomunikasi dengan mendiang Pak Eric. Termasuk, di saat mendiang mengecek oplah koran Jawa Pos kepada saya yang saat itu menjabat sebagai wakil direktur pemasaran Jawa Pos. Dalam kondisi seperti itu, pria kelahiran Minahasa, Sulawesi Utara, 26 Agustus 1936, ini tetap rajin melakukan perjalanan panjang bermobil untuk berkunjung ke agen-agen sampai ke Jember dan Banyuwangi. Juga ke Solo, Yogya, Semarang, dan daerah-daerah lainnya. Itu pun secara PP (pulang-pergi) alias tidak menginap, sehingga kami yang sehat wal afiat ini malu mengeluh capek dan kesemutan karena terlalu lama berada di mobil. Semangat dan etos kerja yang diteladani secara langsung dari Pak Eric benar-benar luar biasa. Dengan mengunjungi agen secara langsung seperti itu, Pak Eric mengajarkan bahwa Jawa Pos tidak boleh merasa pandai sendiri dan merasa sudah memberikan semua yang terbaik untuk pembaca. Agen koran yang jadi ujung tombak –karena selalu berhubungan langsung dengan pelanggan- harus didengar omongannya. Dari mereka, antara lain Jawa Pos dapat menyerap aspirasi pembaca. Pak Eric selalu mengingatkan, jangan sampai Jawa Pos kalah cepat dibanding perkembangan yang terjadi di masyarakat. Istilahnya, jangan sampai Jawa Pos kalah cerdas dibanding pembacanya! Ternyata benar. Hampir serupa dengan yang diucapkan mendiang Eric Samola lebih dari sembilan tahun lalu itu, pada 9 Oktober 2009 lalu di forum Word Media Summit di Beijing, 'Raja' media CEO Newscorp's Rupert Murdoch mengatakan, "Banyak koran besar di dunia ini mati karena gagal mengenali kebutuhan pembacanya!" *** Oplah Sejuta Pak Eric memimpikan oplah sejuta eksemplar. Impian itu sejatinya sudah terwujud dan bahkan lebih kalau dihitung secara total keseluruhan oplah koran-koran di grup Jawa Pos. Itu terlaksana hanya beberapa tahun berselang pasca beliau meninggal dunia pada 10 Oktober 2000 di rumah sakit Mount Elizabeth, Singapura dan dimakamkan di Jakarta. Dahlan Iskan, orang yang dipilihnya, telah berhasil mewujudkan impiannya secara gemilang!



*** *) HM Siradj, Mantan Wadir Jawa Pos, Dirut Jawa Pos Telecommunications.