Modul 2 - PCM Encoding & Kuantisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



Tujuan Percobaan 1. Membangkitkan sinyal PCM encoder. 2. Proses decoder PCM data. 3. Proses encoding dan decoding suara. Alat – alat yang digunakan



II.



1. Emona Telecoms-Trainer 101 2. Osiloskop Dua channel 20MHz 3. Dua kabel untuk Emona Telecoms-Trainers 101 ke osiloskop 4. Assorted Emona Telecoms-Trainer 101 patch leads III.



Teori Dasar Modulasi Kode Pulsa/Pulse Code Modulation (PCM), merupakan salah satu



teknik memproses suatu sinyal analog menjadi sinyal digital yang ekivalen. Prosesproses utama pada sistem PCM, diantaranya Proses Sampling (Pencuplikan), Quantizing (Kuantisasi), Coding (Pengkodean), Decoding (Pengkodean Kembali). Dapat dilihat pada Gambar A dibawah ini.



Gambar 3.1. proses sampling - decoding



PCM adalah sistem untuk mengkonversi sinyal pesan analog ke aliran serial 0s dan 1s. Proses konversi ini disebut encoding. Sederhananya encoding melibatkan : 



Sampling tegangan sinyal analog secara berkala menggunakan skema sampel-dan-kontinu (ditunjukkan dalam Eksperimen 13).







Membandingkan setiap sampel untuk satu set tegangan referensi yang disebut tingkat kuantisasi.







Memutuskan tingkat kuantisasi yang sampel tegangan terdekat.







Menghasilkan bilangan biner untuk tingkat kuantisasi. 1







Keluaran bilangan biner satu bit pada satu waktu (yaitu, dalam bentuk serial).







Mengambil sampel berikutnya dan mengulangi proses. Sebuah hal yang sangat penting untuk kinerja sistem PCM adalah frekuensi



clock encoder. Clock menunjukan PCM encoder kapan melakukan sampel dan menunjukan percobaan sebelumnya, ini harus minimal dua kali frekuensi pesan untuk menghindari aliasing (atau, jika pesan berisi lebih dari satu gelombang sinus, setidaknya dua kali frekuensi tertinggi). Hal lain yang penting mengenai kinerja PCM berhubungan dengan perbedaan antara tegangan sampel dan tingkat kuantisasi yang dibandingkan. Penjelasannya, kebanyakan tegangan sampel tidak akan sama dengan salah satu level kuantisasi . Seperti disebutkan di atas, Encoder PCM memberikan sampel pada tingkat kuantisasi yang paling dekat dengannya. Namun, dalam prosesnya, nilai sampel asli akan hilang dan perbedaan ini biasa dikenal sebagai kesalahan kuantisasi, kesalahan itu terjadi ketika data PCM dikodekan oleh penerima, ini disebabkan karena tidak ada jalur bagi penerima untuk mengetahui apakah tegangan sampel itu asli. Ukuran kesalahan dipengaruhi oleh jumlah tingkat kuantisasi . Semakin banyak tingkat kuantisasinya (untuk memberikan jarak dari tegangan sampel) maka akan semakin rapat proses samplingnya. Ini berarti bahwa perbedaan antara tingkat kuantisasi dan sampel lebih rapat sehingga kesalahan yang terjadi lebih rendah. Pada percobaan ini, modul PCM Encoder menggunakan sebuah PCM encoding dan decoding Chip (disebut codec) untuk mengkonversi tegangan analog antara -2V dan +2 V ke bilangan biner 8-bit. Dengan delapan bit, memungkinkan untuk memproduksi 256 nomor yang berbeda antara 00000000 dan 11111111 inklusif. Ini pada gilirannya berarti ada 256 tingkat kuantisasi (satu untuk setiap nomor). Setiap bilangan biner ditransmisikan dalam bentuk serial pada sebuah frame. Bit nomor yang paling signifikan (disebut bit-7) dikirim pertama, bit-6 dikirim berikutnya dan seterusnya ke bit paling terakhir (bit-0). Modul PCM Encoder juga mengeluarkan sinyal Sinkronisasi frame terpisah (FS) yang



2



berlangsung tinggi pada saat yang sama ketika bit-0 dikeluarkan. Sinyal FS telah dimasukkan untuk membantu dengan PCM decoding (dibahas dalam pembahasan awal Percobaan 13) tetapi juga dapat digunakan untuk membantu mengatur scope ketika terlihat sinyal PCM Encoder. Gambar 1 dibawah menunjukkan contoh tiga frame dari PCM Encoder modul output data (setiap bit yang ditampilkan baik sebagai 0 dan 1 karena bisa terjadi salah satunya) bersamaan dengan memasukan clock



Gambar 3.2. frame data keluaran PCM encoder



IV.



Prosedur Percobaan



Bagian A - Pengantar PCM encoding menggunakan tegangan DC statis 1. Mengumpulkan satu set peralatan yang tercantum di atas. 2. Mengatur scopes sesuai petunjuk dalam Percobaan 1. Pastikan bahwa:  Kontrol Sumber Pemicu diatur ke posisi CH1 (atau INT).  Kontrol Mode ditetapkan ke posisi CH1. 3. Letakan modul PCM Encoder dan atur saklar mode atau Mode switch pada posisi PCM. 4. Hubungkan sesuai yang ditunjukan pada gambar 2. Catatan: Masukan kabel hitam dari osiloskop pada soket ground (GND).



3



Gambar 4.1. Rangkaian 1



Set-up diatas dapat diwakili atau dijelaskan oleh diagram blok pada Gambar 4.1. di bawah ini. PCM Modul Encoder di clock oleh modul Master Signal dengan keluaran DIGITAL 8KHz. Analog input yang terhubung ke 0V DC.



Gambar 4.2. Blok Diagram Rangkaian 1



5. Sesuaikan Timebase Control untuk melihat keluaran tiga pulsa PCM Encoder modul FS. 6. Atur kontrol scope's Slope pada posisi "-" Mengatur Slope pada posisi "-" akan membuat osiloskop memulai memanjang ke atas di seluruh layar ketika sinyal FS beranjak dari tinggi ke rendah daripada rendah ke tinggi. Anda dapat benar-benar melihat perbedaan antara dua pengaturan jika Anda memutar kontrol Slope lingkup bolak-balik. Jika Anda melakukan ini, pastikan bahwa kontrol Slope selesai pada posisi "-".



4



7. Sesuaikan



kontrol



scope



Posisi



Horizontal



sehingga bentuk gelombang akan memulai pada awal jejak sejajar dengan garis paling kiri vertikal pada layar. 8. Atur kontrol scope’s Time Base pada posisi 0.1ms/div. 9. Sesuaikan scope kontrol Variable Sweep sampai sinyal FS tampak seperti sinyal pada Gambar 4. Menyesuaikan scope kontrol dengan cara ini akan membuat lebih mudah bagi anda untuk menggambarkan bentuk gelombang jika anda meminta secara singkat. Namun, Anda harus menyadari bahwa layar divisi horisontal tidak lagi sama dengan Timebase kontrol pengaturan. Dengan kata lain, scope Timebase harus dikalibrasi lagi. Ini adalah masalah ketika mengukur periode sinyal dan sehingga Anda harus mengembalikan kontrol ke posisi terkunci pada akhir percobaan. 10. Atur kontrol Scope Mode ke posisi DUAL untuk melihat modul PCM Encoder dengan masukan CLK dan keluaran FS-nya. 11. Gambarkan dua bentuk gelombang untuk skala di tempat yang disediakan pada halaman 12-8 memberikan ruangan yang cukup untuk sinyal digital ketiga. Catatan: Untuk menggambarkan sinyal clock yaitu di ketiga atas kertas grafik dan sinyal FS di sepertiga tengah. 12. Hubungkan Scope’s input Channel 2 ke output Encoder modul PCM seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini. Catatan: Garis putus-putus menunjukkan kabel sudah ada di tempat.



5



Gambar 4.3. Rangkaian 2



Set-up ini dapat diwakili atau dijelaskan oleh blok diagram pada Gambar 4.4 di bawah ini. Channel 2 sekarang akan menampilkan 10 bit data output Encoder modul PCM. 8 bit pertama termasuk frame kesatu dan dua bit terakhir termasuk pada frame berikutnya.



Gambar 4.4. Blok Diagram Rangkaian 2



13. Gambarlah bentuk gelombang ini untuk skala dalam ruang yang tersisa pada kertas grafik. Catatan: Jika Anda mengalami kesulitan memicu CRO aturlah Pemicu Sumber kontrol Coupling pada posisi HF REJ.



6



Bagian B - PCM encoding dari variabel tegangan DC Sejauh ini, Anda telah menggunakan modul Encoder PCM untuk mengkonversi tegangan DC tetap (0V) ke PCM. Bagian selanjutnya dari percobaan, memungkinkan anda melihat apa yang terjadi ketika anda memvariasikan tegangan DC. 14. Atur scope’s kontrol Mode ke posisi CH1. 15. Atur scope’s kontrol Trigger Source ke posisi EXT. 16. Atur scope’s kontrol Trigger Source Coupling ke posisi HJ REJ. 17. Modifikasi set-up seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7 di bawah ini. Catatan: Perhatikan bahwa input ketiga pada scope’s yang digunakan. Masukan ini biasanya berlabel EXT atau EKSTERNAL namun posisinya bervariasi dari satu scope’s ke scope’s yang lain. Jika Anda tidak dapat menemukan itu, memintalah bantuan pada instruktur.



Gambar 4.5. Rangkaian 3



Set-up ini dapat diwakili atau dijelaskan oleh diagram blok pada Gambar 4.6 di halaman berikutnya. Variabel Modul DCV digunakan untuk mengubah tegangan DC pada input modul PCM Encoder. Input scope’s pemicu eksternal yaitu yang digunakan sehingga anda dapat melihat tegangan DC di input Channel 1 sebagai tampilan yang stabil.



7



Gambar 4.6. Blok Diagram Rangkaian 3



18. Mengatur Scope’s Channel 1 Redaman Vertikal ke posisi 1V/div. 19. Mengatur Scope’s Channel 1 Input kontrol Coupling ke posisi GND. 20. Gunakan kontrol Scope’s Channel 1 Posisi Vertikal untuk meluruskan Channel 1 dengan mengikuti jejak salah satu garis horizontal pada layar Scop’s. Catatan: Baris pada layar Scop’s ini yaitu nol volt, kini sebagai referensi anda yang dapat anda gunakan untuk melihat apakah variabel DCV modul output positif atau negatif. 21. Mengatur Scope’s Channel 1 dan Channel 2 kontrol Input Coupling ke posisi DC. 22. Mengatur Scope’s kontrol Mode ke posisi DUAL. 23. Sesuaikan Variabel DC Unit kontrol pada modul variabel DCV dengan modul PCM Encoder output kode yang Anda gambarkan sebelumnya. 24. Gunakan Scope’s untuk mengukur tegangan output DCV modul variabel. Catatan: Ini harus sangat mendekati 0V. 25. Putar kontrol Variabel DC pada modul Variabel DCV searah jarum jam sambil melihat layar Scope’s. 26. Lanjutkan untuk memutar kontrol Variabel DC pada modul Variabel DCV searah jarum jam dan berhenti saat output Encoder modul PCM adalah 11111111. 27. Gunakan Scope’s untuk mengukur tegangan output pada modul variable DCV. Lalu catat hasil pengukuran dalam tabel 1 pada halaman berikutnya. 28. Kembalikan outpu dari modul PCM encoder untuk 0 Volt. 29. Putar kontrol Variabel DC pada modul Variabel DCV kearah berlawanan jarum jam sambil melihat layar Scope’s.



8



30. Lanjutkan untuk memutar kontrol Variabel DC pada modul Variabel DCV kearah berlawanan jarum jam dan berhenti saat output Encoder modul PCM 00000000. 31. Ukur dan catat tegangan output modul variabel DCV. Table 1 PCM Encoder's output code PCM Encoder's input voltage 11111111 00000000



Bagian C – Kuantisasi Bagian selanjutnya dari percobaan ini memungkinkan anda dapat meneliti kuantisasi. 32. Putar kembali kontrol Variabel DC pada modul Variabel DCV



disekitar



pertengahan atau dibagian tengah. 33. Lihat jika Anda dapat melakukan variasi kontrol Variabel DC ke kiri dan kanan tanpa menyebabkan kode keluaran (output) berubah. Tegangan sampel dapat diubah tanpa menyebabkan kode keluaran (output) berubah karena ini dibandingkan dengan level kuantisasi tetapi jumlahnya terbatas. Ini berarti bahwa, dalam prakteknya, ada berbagai tegangan sampel untuk setiap tingkat kuantisasi.



Bagian D - PCM Encoding dengan Perubahan Tegangan secara Kontinyu Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi ketika PCM encoder digunakan untuk mengkonversi sinyal yang terus berubah seperti gelombang sinus. 34. Kembalikan scope’s kontrol Trigger Sourch ke posisi CH1 (atau INT). 35. Kembalikan scope’s kontrol Trigger Sourch Coupling ke posisi AC. 36. Mengatur scope’s Channel 1 dan Channel 2 pada kontrol Vertikal Attenuation ke posisi 2v/div. 37. Tempatkan modul VCO dan atur kontrol jarak pada posisi HI.



9



38. Putar kontrol Frequency Adjust pada modul VCO sepenuhnya kearah berlawanan jarum jam. Catatan: modul VCO akan digunakan untuk memberikan modul PCM Encoder dengan 50 KHz. 39. Lepaskan semua susunan pada percobaan sebelumnya. 40. Hubungkan dengan susunan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 di bawah.



Gambar 4.7. Rangkaian 4



41. Atur scope’s kontrol Timebase ke posisi 50𝜇𝑠/𝑑𝑖𝑣. 42. perhatikan modul PCM encoder PCM DATA output pada layar Scope’s.



V. Data Percobaan dan Analisa No.



Blok Diagram



Bentuk Gelombang



10



1.



Analisa :



2.



Analisa :



3.



Analisa : 4.



11



Analisa :



5.



Analisa :



6.



Analisa :



VI. Tugas Akhir o Gambarkan blok diagram PCM (Encoder dan Decoder) juga jelaskan prosesnya! Jawab :



12



Modulasi Kode Pulsa/Pulse Code Modulation (PCM) merupakan salah satu teknik memproses suatu sinyal analog menjadi sinyal digital yang ekivalen. Prosesproses utama pada sistem PCM, diantaranya adalah Proses Sampling (Pencuplikan), Quantizing (Kuantisasi), Coding (Pengkodean), Decoding (Pengkodean Kembali).



Gambar A Pada Gambar A ditunjukkan diagram blok proses pengiriman pada PCM diantaranya: Filter (LPF), Sampler, Quantizer dan Coder. Pada tahap pertama, sinyal input (analog) dengan frekuensi fm masih bercampur dengan noise atau sinyal lain yang berfrekuensi lebih tinggi. Untuk menghilangkan sinyal-sinyal yang tidak di inginkan atau biasa disebut noise, maka digunakan LPF (low pass filter) seperti yang ditunjukkan Gambar B.



. Gambar B Setelah sinyal di filter, selanjutnya adalah pengambilan sample seperti yang ditunjukkan pada Gambar A dan C. Frekuensi sampling (fs) harus lebih besar atau sama dengan dua kali frekuensi sinyal informasi (fs ≥ 2fm). sesuai dengan Theorema Nyquist. Sinyal output sampler disebut sinyal PAM (Pulse Amplitudo Modulation).



13



Gambar C Sinyal PAM yang ditunjukan pada Gambar C tersebut yang merupakan potongan dari sinyal aslinya kemudian diberi nilai (level) sesuai dengan amplitudo dari masing-masing sample sinyal. Jumlah pembagian level sinyal yang digunakan disesuaikan dengan jumlah bit yang di inginkan untuk mengkodekan satu sample sinyal PAM berdasarkan persamaan berikut : 𝑵 = 𝟐𝒏 N adalah jumlah level sample yang di ambil dan n adalah jumlah bit yang digunakan untuk mengkodekan satu sinyal PAM. Misalkan sinyal-sinyal PAM tersebut akan dikodekan menjadi 4 bit maka jumlah level yang akan diperoleh adalah , 𝑵 = 𝟐𝟒 = 𝟏𝟔.



Gambar D Selanjutya, setiap sample yang telah terkuantisasi masuk ke dalam blok CODER. Pada tahapan ini , sample sinyal yang masih berbentuk analog dirubah menjadi biner dengan urutan serial. CODER sendiri terdiri dari dua blok utama yaitu, A/D Converter yang berfungsi untuk merubah sinyal analog menjadi biner,



14



akan tetapi keluarannya masih dalam bentuk parallel seperti yang di tunjukkan Gambar D, karenanya dibutuhkan blok kedua berupa P/S Converter agar deretan biner menjadi serial.



Gambar E Pada penerima, yang ditunjukan pada Gambar E, adalah sinyal yang masuk telah mengalami peredaman dan kembali bercampur dengan berbagai sinyal lain yang tidak di inginkan (noise) selama proses pengiriman, hal ini merusak sinyal informasi sehingga akan lebih sulit untuk di proses. Karenanya, sinyal harus diperbaiki terlebih dahulu dengan menggunakan “Regenerative Repeater” seperti yang ditunjukkan pada Gambar E dan F.



Gambar F Selanjutnya dengan menggunakan prinsip yang sama, deretan sinyal biner yang telah diperbaiki tersebut dirubah kembali menjadi bentuk analog melalui proses DECODER. Sinyal yang masih merupakan deretan seri dirubah menjadi



15



parallel dan dikonversikan ke analog, sehingga output DECODER merupakan sinyal PAM seperti yang terlihat pada Gambar E dan G. Sinyal PAM ini kemudian difilter dengan menggunakn LPF untuk mengembalikannya menjadi sinyal informasi yang di inginkan.



Gambar G VII. Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. PCM merupakan salah satu teknik memproses suatu sinyal analog menjadi sinyal digital yang ekivalen. Proses-proses utama pada sistem PCM, diantaranya



adalah



Proses



Sampling



(Pencuplikan),



Quantizing



(Kuantisasi), Coding (Pengkodean), Decoding (Pengkodean Kembali). 2. PCM coding merupakan proses perubahan dari sinyal input berupa sinyal pulsa menjadi kode, sedangkan PCM decoding sebaliknya yaitu, proses perubahan kode menjadi deretan sinyal pulsa. 3. Proses encoding dan decoding menggunakan sinyal clock dan frekuensi sinkronisasi yang sama. 4. Untuk mencapai sinyal output yang sama dengan sinyal informasinya, pada proses decoding harus melalui LPF terlebih dahulu. Karena LPF berperan untuk memperbaiki sinyal output yang masih terdapat noisenya atau LPF adalah filter yang membuang sinyal berfrekuensi tinggi dimana sinyal tersebut rentan akan noise. Sehingga jika menggunakan LPF sinyal output akan sama dengan sinyal informasi.



VIII. Daftar Pustaka 16



1. Modul Praktikum Desain Sistem 3,Laboraturium Telekomunikasi, ITENAS.



17