Modul Tingkat Dasar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

8



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



MODUL PENATARAN PELATIH OLAHRAGA TINGKAT DASAR



KOMITE OLAHRAGA NASIONAL INDONESIA TAHUN 2015



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



KATA SAMBUTAN Salam Olahraga! Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Modul Penataran Pelatih Olahraga Tingkat Dasar yang merupakan produk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat untuk mewujudkan pelatih yang memiliki: (1) pemahaman IPTEK keolahragaan, (2) mampu menjalankan program latihan dengan baik dan benar, serta (3) mempunyai kompetensi dalam melatih atlet guna meningkatkan pencapaian prestasi puncak tingkat nasional dan internasional, dalam membawa harkat dan martabat bangsa serta mengharumkan bangsa, dapat diselesaikan penyusunannya dengan baik dan tepat waktu. Modul Penataran ini merupakan penjabaran dari Buku Pedoman Penataran Pelatih yang telah diterbitkan KONI Pusat sebagai pedoman maupun acuan dasar penyampaian materi dari setiap jenjang/tingkatan penataran pelatih olahraga: baik tingkat dasar, muda, madya, maupun utama, terutama pada mata pelajaran yang sifatnya umum. Modul ini diharapkan akan bermanfaat bagi Induk Organisasi Cabang Olahraga, KONI Provinsi/Kabupaten/Kota maupun pemangku kepentingan di bidang olahraga, untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelatih sesuai dengan materi yang telah disusun oleh para praktisi di bidang kepelatihan dengan perkembangan IPTEK keolahragaan modern. Penataran ini sangat penting, karena berkaitan dengan penyiapan salah satu SDM tenaga olahraga khususnya pelatih, dimana diharapkan akan diperoleh pelatih-pelatih yang berkualitas dan berdedikasi tinggi dengan potensi & kompetensi tinggi, yang mampu merencanakan dan melaksanakan perubahan penampilan, potensi dan kinerja optimal atlet guna meraih prestasi terbaik guna mengharumkan nama dan martabat bangsa serta negara. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan petunjuk dan meridhoi setiap langkah kita, demi kemajuan dan kejayaan keolahragaan nasional. Jakarta,



September 2015



Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat Ketua Umum,



Mayjen TNI (Purn) Tono Suratman



i



KATA PENGANTAR



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



Ucapan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya proses penyusunan, penyempurnaan dan pemutakhiran Modul Penataran Pelatih Olahraga Tingkat Dasar yang merupakan penjabaran dari Buku Pedoman Penataran Pelatih Olahraga. Materi ini disusun dalam bentuk modul-modul untuk mempermudah dalam penyampaian materi secara lisan maupun praktek lapangan oleh pemateri maupun instruktur serta untuk memberikan standar tentang berbagai dasar keilmuaan yang menjadi kompetensi pelatih tingkat dasar yang diakreditasi oleh KONI Pusat. Diharapkan dengan mempelajari materi modul ini, para pelatih dapat memahami dan mengimplementasikan berbagai prinsip-prinsip latihan secara sistematik dengan landasan ilmiah dan menyesuaikan dengan perkembangan IPTEK keolahragaan yang semakin pesat, sebagai pedoman beraktivitas di lapangan. Modul yang sederhana tapi sistematis ini, merupakan bagian yang sangat mendasar dari materi selanjutnya dengan tingkat kompetensi yang lebih tinggi (tingkat muda, tingkat madya, dan tingkat utama), diharapkan mudah dipahami dan dicerna oleh para pelatih. Oleh karena itu, modul ini disusun dengan prinsip sederhana, mudah, dan praktis untuk diimplementasikan di kelas maupun di lapangan, disesuaikan dengan kemampuan pelatih. Modul ini disusun atas dasar dari Buku yang diterbitkan oleh LANKOR dan disempurnakan oleh berbagai pihak dengan keahliannya masing-masing, baik dari Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Malang, dan rekan-rekan dari KONI Pusat. Perlu disadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna, untuk itu berbagai masukan, saran, pendapat, dan kritik yang membangun agar lebih sempurnanya modul ini, sangat diharapkan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan petunjuk dan meridhoi setiap langkah kita, dan diharapkan modul ini sebagai acuan pedoman pendidikan dan pelatihan atau penataran pelatih olahraga tingkat dasar pemangku kepentingan di bidang olahraga. Jakarta, September 2015 Ketua Bidang Pendidikan dan Penataran KONI Pusat



Brigjen TNI Drs. Subroto, M.M. ii



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



DAFTAR ISI Sambutan Ketua Umum KONI Pusat........................................................... Kata Pengantar ............................................................................................ Daftar Isi....................................................................................................... Daftar Gambar dan Tabel ...........................................................................



i ii iii v



MODUL I KEPEMIMPINAN DAN FALSAFAH KEPELATIHAN OLAHRAGA ................................................................................................. 1. Falsafah Kepelatihan ............................................................................. 2. Peran Pelatih ......................................................................................... 3. Falsafah Latihan ................................................................................... 4. Anti Doping dan Narkoba ...................................................................... 5. Kepemimpinan dalam Kepelatihan Olahraga .......................................



1 1 3 4 4 6



MODUL II TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN ....................................... 1. Hukum Latihan ...................................................................................... 2. Prinsip Latihan ...................................................................................... 3. Sistematika Latihan ..............................................................................



17 17 19 21



MODUL III FISIOLOGI OLAHARAGA ......................................................... 1. Otot Rangka dan Latihan ...................................................................... 2. Tipe Serabut Otot ................................................................................. 3. Distribusi Serabut Otot .......................................................................... 4. Hubungan Serabut Otot Dengan Performa ........................................... 5. Pengaruh Latihan terhadap Tipe Serabut Otot ..................................... 6. Kelelahan Otot ...................................................................................... 7. Pengaruh Distribusi Serabut Otot ......................................................... 8. Kemungkinan Letak dan Penyebab Kelelahan Otot ............................. 9. Kelelahan pada Neuromuscular Junctions ........................................... 10. Kelelahan dalam Mekanisme Kontraktil ................................................ 11. Sistem Syaraf Pusat dan Kelelahan Otot Lokal .................................... 12. Sistem Energi ....................................................................................... 13. Perpindahan Sistem Aerobik dan Anaerobik (energi split) ....................



26 27 29 31 32 35 37 37 38 38 38 41 42 43



MODUL IV PSIKOLOGI OLAHRAGA .......................................................... 1. Motif Berprestasi ................................................................................... 2. Percaya diri............................................................................................ 3. Rasa Harga Diri .................................................................................... 4. Penanaman Disiplin dan Tanggung Jawab .......................................... 5. Penguasaan Emosi .............................................................................. 6. Evaluasi Diri ..........................................................................................



46 48 50 52 52 52 53



MODUL V PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GERAK...................



56 iii



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak .............................................. Peristilahan dalam Studi Perkembangan .............................................. Teori Perkembangan ............................................................................ Periodisasi Perkembangan ................................................................... Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan lndividu ........................... Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Kecil ...................................... Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Besar .................................... Pertumbuhan dan Perkembangan Adolesensi ..................................... Penampilan pada Usia Dewasa ............................................................ Hakekat Belajar Gerak .......................................................................... Proses dan Kondisi Belajar Gerak ........................................................



56 57 57 57 58 58 59 61 63 64 72



MODUL VI TEORI DAN PRAKTEK KONDISI FISIK UMUM........................ 1. Pengembangan Kondisi Fisik ................................................................ 2. Kecepatan ............................................................................................ 3. Daya Tahan .......................................................................................... 4. Fleksibilitas ........................................................................................... 5. Koordinasi .............................................................................................



80 80 87 89 90 91



MODUL VII PERENCANAAN PROGRAM LATIHAN DASAR...................... 1. Program Latihan .................................................................................. 2. Siklus Mikro .......................................................................................... 3. Sesi Latihan .......................................................................................... 4. Unsur dan Isi/unit Latihan ...................................................................... 5. Implementasi Program Latihan.............................................................. 6. Pencatatan Hasil Latihan ...................................................................... 7. Tes dan Evaluasi Latihan .....................................................................



93 93 97 101 103 104 105 107



MODUL VIII TES DAN KEPENGUKURAN OLAHRAGA ............................. 1. Tes dan Evaluasi Latihan ...................................................................... 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Performa Atlet................................ 3. Pengertian Kesegaran Jasmani (Fitnes)................................................



111 111 121 122



iv



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Daftar Gambar Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27 Gambar 28 Gambar 29 Gambar 30 Gambar 31



Dimensi Keilmuan dalam Kepelatihan Olahraga Anti-Doping dan Narkoba (IOC) Overload menghasilkan overkompensasi Pembebanan dan overkompensasi Hukum Reversibilitas – kebugaran yang progresif Tahap latihan (adaptasi dari Bompa) Rasio antar indikator beban latihan Mikrostruktur otot rangka yang terdiri dari beberapa miofibril, dan miofibril terdiri dari beberapa sarkomer Kandungan glikogen pada serabut otot ST dan FT selama latihan lari cepat dan daya tahan Kontribusi sistem energi berdasarkan waktu aktifitas (Thompson: 1991) Energi predominan berkaitan dengan waktu kegiatan (Thompson: 1991) Perbedaan tingkat arousal yang optimal pada atlet Unsur dasar kemampuan fisik (Thompson:1991) Hubungan antar kemampuan fisik (Thompson:1991) Kebutuhan fisik antara pelari marathon dan tolak peluru (Thompson:1991) Pembebanan pada kekuatan maksimal Pembebanan pada daya tahan kekuatan Pembebanan pada kekuatan kecepatan Berbagai pembebanan kekuatan (Thompson: 1991) Piramid tunggal dan piramid ganda Variasi metode piramid dalam latihan berbeban Proses latihan jangka panjang Dasar periodisasi latihan Garis volume dan intensitas latihan Periodisasi dengan kerangka waktu (bulan dan minggu) Pengaturan beban latihan mingguan untuk atlet pemula (Thompson: 1991) Pengaturan beban mingguan untuk atlet senior (Thompson: 1991) Blanko siklus mikro Urutan beban pada sesi latihan Periodisasi dengan unsur latihan Siklus pelaksanaan latihan



2 6 18 18 19 23 24 29 33 43 44 51 81 81 82 83 84 84 85 86 86 94 95 97 98 99 100 101 102 104 105



v



Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar



Daftar Tabel Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5



Tabel 6 Tabel 7



Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot ST dan FT (Fta & FTb) Perubahan Biokimia Serabut Otot karena Latihan Kemungkinan arti-arti dari kelelahan Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Usia Hubungan Penggunaan Metode Keseluruhan dan Bagian dengan Kompleksitas Gerakan dan Keeratan Antar Bagian Gerakan Metode Latihan Daya Tahan Tes untuk Kesegaran Jasmani



31 36 37 58



76 90 124



vi



MODUL I



Penataran tingkat dasar



KEPEMIMPINAN DAN FALSAFAH KEPELATIHAN OLAHRAGA A. Deskripsi Modul ini berisi tentang peran dan tanggung jawab, tipe kepemimpinan serta falsafah olahraga bagi pelatih dan atlet. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu: 1. Memahami peran dan tanggung jawab seorang pelatih; 2. Mengidentifikasi tipe kepemimpinan dan falsafah kepelatihan olahraga; 3. Membandingkan berbagai tipe kepempimpinan; 4. Menjelaskan falsafah kepelatihan olahraga; 5. Menghindari kecurangan-kecurangan dalam berolahraga (penyalah gunaan doping, pemalsuan dokumen, dll.) B. Jumlah Jam Pelajaran: 4 JPL C. Metode Penyajian 1. Ceramah; 2. Tanya jawab; 3. Penugasan (perorangan/kelompok); 4. Presentasi. D. Materi 1. Falsafah Kepelatihan Berkembangnya prestasi olahraga nasional memerlukan proses pembinaan jangka panjang yang terencana dan terarah melalui pengelolaan yang baik dengan dukungan dana yang memadai dan berkecukupan serta sarana dan prasarana olahraga yang memadai. Untuk mencapai prestasi olahraga yang optimal harus diawali dari pemassalan olahraga, dilanjutkan dengan pembibitan calon atlet usia dini melalui pembinaan secara berjenjang dan berkesinambungan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Pencapaian prestasi bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai setiap atlet dalam kegiatan berolahraga. Perkembangan fisik, psikis, dan sosial atlet merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam proses latihan. Oleh karena itu, pelatih perlu memperhatikan berbagai faktor yang menjadi dasar dan prinsip dalam latihan, agar atlet tidak menjadi korban ambisi berprestasi yang berlebihan sehingga dapat mengorbankan sisi kehidupan yang lain.



1



Penataran tingkat dasar Dari berbagai pendapat tentang batasan latihan olahraga yang memiliki berbagai kesamaan, maka dalam buku ini batasan latihan merupakan proses jangka panjang yang sistematik dan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja atlet sesuai dengan cabang olahraga yang dipilihnya. Kinerja atlet dalam hal ini tentu saja mencakup berbagai faktor seperti: fisik, teknik, taktik, dan psikis, dalam upaya menuju pencapaian potensi optimal atlet yang disebut dengan prestasi. Mengingat atlet yang menjadi subjek dalam proses latihan adalah manusia, maka pelatih tidak dapat dengan begitu saja melaksanakan proses latihan tanpa memiliki kompetensi dasar yang baik, agar tidak terjadi korban dalam proses latihan yang sedang berlangsung. Untuk itu diperlukan pemahaman yang baik dan komprehensif tentang prinsipprinsip dasar latihan dan bagaimana melaksanakan latihan secara sistematik dan terprogram. Prinsip dan sistematika serta program yang baik dalam melakukan proses latihan inilah yang memungkinkan berbagai pencapaian prestasi terbaik dan pemecahan rekor dapat terjadi dari tahun ke tahun. Sebaliknya, gagalnya pelatih menjalankan tugasnya dengan mengabaikan hal tersebut di atas akan mengakibatkan para atlet mengalami kemandegan prestasi (stagnasi dan burn out), atau keluar dari olahraga (drop-out) yang disebabkan oleh cedera, mengalami berbagai penyakit, atau kebosanan yang tidak teratasi, serta berbagai masalah psikologis yang lain. Untuk memahami dan mendalami serta mengimplementasikan dengan lebih komprehensif proses fasilitasi atlet dalam berlatih untuk mencapai tujuan yang diharapkan, pelatih perlu mempelajari berbagai ilmu yang diperlukan seperti pada gambar di bawah ini. Anatomi



Fisiologi



Biomekanik a



Statistik



Nutrisi



Teori dan Metodologi Latihan



Psikologi



Tes & pengukuran



Falsafah



Sejarah



Gambar 1. Dimensi Keilmuan dalam Kepelatihan Olahraga



2



Penataran tingkat dasar Melihat gambar di atas bahwa melatih bukanlah tugas yang ringan dan tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Oleh karena itu pembekalan tentang berbagai kompetensi keilmuan diperlukan untuk memberi bekal yang baik bagi pelatih yang memenuhi persyaratan. Pada bab-bab selanjutnya dalam modul ini akan berisi mengenai kandungan berbagai keilmuan di atas. 2. Peran Pelatih Pelatih tidak hanya memiliki peran tunggal sebagai pengajar keterampilan para atletnya, tetapi juga memiliki peran yang cukup banyak dimana peran ini hanya dimiliki oleh profesi pelatih. Berbagai peran dalam mengemban tugasnya dapat berupa sebagai: a. Guru, mengajar dan mendidik atlet agar menjadi manusia yang berilmu, cerdas, dan mampu menjadi manusia yang berkarakter, bermoral, dan bermanfaat. b. Instruktur, memberikan instruksi yang harus dilakukan oleh atlet dan memberikan koreksi serta umpan balik menuju gerakan yang efisien. c. Orangtua, pelatih perlu memberikan kasih sayang dan berbagai nasihat serta perhatian dan perlindungan yang baik kepada atletnya, agar merasa tentram dan nyaman dalam melaksanakan latihan. d. Teman, sebagai teman menerima aduan dan keluhan serta curahan hati para atletnya agar mampu memberikan solusi yang tepat, sehingga atlet merasa percaya diri dan mengalami kemajuan sosial yang baik. e. Motivator, dalam proses latihan yang lama dan penuh ujian serta tantangan, pelatih perlu memotivasi atletnya agar tetap berlatih untuk mencapai tujuan yang diharapkan. f. Administrator, pelatih perlu mengelola latihan dan melakukan pencatatan berbagai peristiwa dan data yang telah dicapai baik dalam latihan maupun pertandingan agar perkembangan atlet dapat terpantau dengan baik. g. Ilmuwan, pengembangan keilmuan merupakan tanggung jawab pelatih agar tidak terjadi malpraktik dalam proses latihan. Pelatih punya tanggung jawab untuk menjadikan pendekatan keilmuan menjadi implementasi nyata dalam latihan. h. Murid/siswa, proses belajar sepanjang hayat merupakan prinsip yang harus tetap dipegang oleh pelatih agar perkembangan yang terjadi dalam dunia kepelatihan selalu menjadi kebutuhan untuk dipelajari dari berbagai sumber. i. Agen jurnalist, setiap keberhasilan dan masalah yang muncul dalam proses latihan/pertandingan menjadi tanggung jawab pelatih untuk menyampaikan dengan tepat kepada media massa/pers. j. Disipliner, disiplin adalah jalan pertama menuju keberhasilan, sehingga pelatih memiliki tanggung jawab untuk menerapkan disiplin bagi para atletnya agar mampu menghargai waktu, perilaku, dan setiap jerih payah yang dilakukan bersama dalam rangka mencapai karakter manusia yang baik. 3



3. Falsafah Latihan



Penataran tingkat dasar



Secara sederhana falsafah diartikan sebagai cara pandang terhadap situasi dan kejadian dalam kehidupan kita (Thompson, 1991:11). Dengan kegiatan olahraga kita dituntun untuk melakukan pertimbangan dan keputusan yang sesuai dengan prinsip kehidupan yang harmonis, sesuai dengan filosofi “Nation and character building”. Kegiatan olahraga mengandung berbagai aktivitas yang melibatkan berbagai pihak seperti atlet, pelatih, wasit, organisator, penonton, dan pihak-pihak lain seperti media masa dan sebagainya. Semua pihak memiliki peran sesuai dengan posisinya yang dilaksanakan untuk menjamin kegiatan olahraga dapat berlangsung dengan harmonis dan mencapai tujuan yang diharapkan. Memahami filsafat berarti pelatih perlu menyadari bahwa: a. Prestasi adalah hasil usaha keras tetapi jujur untuk mencapai potensi optimal atlet dengan proses latihan yang tepat. b. Pelatih memiliki berbagai peran dan kewajiban untuk mengembangkan atlet menjadi manusia yang sehat jasmani, rohani, mental dan spritual, bukan hanya sekedar mencapai prestasi tinggi. Dari uraian di atas pelatih perlu menentukan pilihan falsafah yang harus ditempuh bagi diri dan atletnya dengan berpedoman pada prinsipprinsip dan nilai luhur yang ada pada olahraga. Implementasi dari falsafah yang dijiwai oleh nilai luhur tersebut adalah : a. Kesehatan atlet adalah utama dibanding yang lainnya, sedangkan ”kemenangan bukan segala-galanya”. b. Saling menghargai kawan dan lawan dalam pertandingan olahraga. c. Menghormati peraturan dan keputusan wasit sebagai pengadil di lapangan sekaligus memahami bahwa wasit dapat melakukan kesalahan yang tidak disengaja. d. Menghargai jerih payah masing-masing pihak untuk mencapai prestasi, sehingga kecurangan dapat dihindarkan dan menempatkan yang terbaik yang pantas mendapat kemenangan. e. Bersama-sama menjunjung tinggi arena olahraga sebagai tempat ibadah, sehingga yang dilakukan di arena pertandingan adalah pengabdian pada bangsa, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. 4. Anti Doping dan Narkoba Anti-Doping telah menjadi salah satu agenda utama di dalam pembahasan dan perkembangan dunia olahraga modern. Isu ini menjadi penting di tengah maraknya penemuan berbagai cara penggunaan doping dalam meningkatkan performa seorang atlet.



4



Penataran tingkat dasar Sesuai Pasal 85 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), maka: a. Doping dilarang dalam semua kegiatan olahraga; b. Setiap Induk Organisasi Cabang Olahraga dan/atau Lembaga Organisasi Olahraga Nasional wajib membuat peraturan doping dan disertai sanksi; c. Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah. Ada 2 (dua) pengertian doping, yaitu: a. Adanya zat terlarang (menurut daftar WADA) di dalam tubuh seorang atlet; b. Penggunaan, upaya-upaya yang dilarang WADA oleh seorang atlet untuk meningkatkan prestasinya. Untuk mencegah pemakaian doping, harus memberi informasi tentang makanan/minuman, suplemen, vitamin kepada pelatih dan atlet, membuat buku-buku panduan/buletin informasi tentang doping, atlet tidak boleh memakan obat sembarangan tanpa sepengetahuan dokter. Penggunaan makanan/minuman yang dapat meningkatkan kemampuan atlet dengan cara yang tidak wajar, merupakan kecurangan dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur olahraga. Pelatih harus memiliki prinsip untuk menjauhkan atletnya dari penyalahgunaan doping, penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang. Prinsip anti- doping dan narkoba tersebut harus menjadi jiwa pelaku olahraga, sehingga olahraga bersih dari berbagai akibat negatif bahan-bahan tersebut. Prinsip ini akan mampu membawa olahraga sebagai solusi kehidupan bermasyarakat sehingga citra olahraga akan semakin membaik dan meningkat. Dalam upaya pencapaian prestasi olahraga yang maksimal, masih dijumpai olahragawan melakukan tindakan tidak terpuji/tercela dengan mengkonsumsi penggunaan zat terlarang dan/atau menggunakan metode terlarang untuk meningkatkan kinerja fisik dalam olahraga (doping). Hal ini merupakan penipuan dan membahayakan kesehatan atlet yang bersangkutan. Masyarakat olahraga yang selama ini menganut prinsipprinsip dasar keolahragaan yang menjunjung tinggi nilai sportivitas, menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan, mengecam keras pemanfaatan doping dan penyalahgunaan narkoba oleh atlet. Selain itu doping memiliki efek yang merusak atlet: kerusakan organ tubuh dalam waktu panjang, ketergantungan yang sulit untuk diatasi, dan menghancurkan masa depan kehidupan atlet secara keseluruhan.



5



Penataran tingkat dasar



Gambar 2. Anti-Doping dan Narkoba (IOC) 5. Kepemimpinan dalam Kepelatihan Olahraga a. Makna Kepemimpinan Pada hakekatnya kepemimpinan tidak hanya berkenaan dengan jabatan formal pimpinan dalam suatu organisasi atau instansi tertentu, tetapi juga melekat pada diri seseorang karena situasi atau kondisi tertentu dan karakteristik profesinya harus menggerakkan orang lain agar mau berbuat sesuatu. Kepemimpinan secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin adalah seseorang yang mampu memotivasi, memberi arahan, menggerakkan untuk berbuat, dan mengendalikan atau mengontrol orang lain. Pemimpin memberikan tantangan kepada anggotanya untuk mengerjakan tugas, mengatasi masalah, dan membuat keputusan untuk mencapai sasaran atau tujuan bersama kelompoknya. Tanggung jawab utama pemimpin adalah mengelola sumber daya manusia pengikutnya dalam mengatasi kendala situasional. Untuk itu pemimpin perlu memahami kualitas personal pengikutnya, dan untuk menjadi pemimpin yang baik tidak mungkin hanya berlangsung sekejap, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengalaman yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan personal. Berkaitan dengan kualitas pemimpin, ada beberapa pendekatan yaitu: 1) Trait Theories, menyatakan bahwa pemimpin adalah dilahirkan. Artinya bahwa faktor bakatlah yang dibawa sejak lahir yang menentukan seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik atau tidak. Sifat-sifat dasar yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang baik dibawa sejak lahir, misalnya: karismatik, cerdas, bersemangat, antusias, empatik, dan loyal. 6



Penataran tingkat dasar 2) Behavioral Theories menyatakan bahwa pemimpin tidak dilahirkan, melainkan dapat dibentuk melalui latihan. Artinya bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik dapat dicapai melalui proses pendidikan dan latihan. Dalam perkembangannya kebanyakan orang percaya bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik ditentukan oleh kedua-duanya. Faktor bakat berperan penting, tetapi hanya dapat diaktualisasikan secara optimal melalui pendidikan dan latihan. b. Gaya Kepemimpinan Ada berbagai upaya yang dilakukan para ahli untuk mengenali karakteristik pemimpin berdasarkan gaya yang ditampilkan. Pelatih sebagai seorang pemimpin memiliki gaya tertentu yang pada dasarnya dapat diklasifikasi berdasarkan gaya kepemimpinan pada umumnya. Pate dkk.(1984) mengemukakan 2 macam klasifikasi gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan Autoritarian versus Demokratis; dan gaya kepemimpinan berpusat pada orang versus Berorientasi Tugas. Adapun karakteristik, kelebihan, dan kelemahan setiap gaya tersebut adalah sebagai berikut: 1) Gaya Kepemimpinan Autoritarian  Mengontrol orang lain menggunakan autoritasnya.  Menggerakkan orang lain dengan cara memerintah.  Berusaha segala sesuatu berjalan sesuai kemauan sendiri.  Berbuat dengan cara tidak personal.  Menghukum anggota yang keliru atau menyimpang.  Menentukan sesuatu berdasarkan pembagian kerja.  Menetapkan bagaimana sesuatu harus dikerjakan. Kelebihannya: - Dapat efektif bila pemimpin berstatus jauh lebih tinggi dibanding pengikutnya. - Cocok untuk situasi yang memerlukan keseriusan dan kedisiplinan. - Cocok untuk situasi dimana pengikut kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa perlu perlindungan dari pemimpin. Kelemahannya: - Banyak peserta yang merasa tertekan. - Tidak dapat diperoleh saran dan masukan dari pengikut yang sebenarnya dapat bermanfaat. 2) Gaya Kepemimpinan Demokratis  Berbuat secara bersahabat dan bersifat personal.  Melibatkan semua anggota dalam perencanaan. 7



  



Penataran tingkat dasar Memperbolehkan anggota saling berinteraksi tanpa harus minta ijin. Mau menerima saran dan masukan. Tidak berusaha mendominasi dalam percakapan.



Kelebihannya: - Kebanyakan pengikut merasa dihargai. - Dapat meningkatkan kekompakan dan persatuan. - Berpeluang lebih besar untuk menanamkan pendidikan.



nilai-nilai



Kelemahannya: - Tidak cocok untuk situasi yang mengharuskan pengambilan keputusan secara cepat. - Tidak cocok untuk situasi yang memerlukan disiplin ketat dan agresivitas dalam penyelesaian tugas. - Penggunaan waktu kurang efisien. 3) Gaya Kepemimpinan Berpusat pada Orang Gaya ini dapat disebut juga Kepemimpinan Berorientasi Hubungan Baik Antar Individu. Cirinya terutama menekankan pada pemenuhan kebutuhan personal dari pengikutnya. Gaya ini lebih efektif untuk pengikut yang karakteristiknya:  Kebutuhan afiliasi tinggi.  Kebutuhan pencapaian rendah.  Lebih memilih hadiah intrinsik.  Kebutuhan untuk independen tinggi.  Penerimaan autoritas rendah.  Toleransi terhadap kemenduaan tinggi. 4) Gaya Kepemimpinan Berorientasi Tugas Cirinya adalah secara eksklusif menekankan pada penyelesaian tugas. Gaya ini lebih efektif untuk pengikut yang memiliki karakteristik:  Kebutuhan afiliasi rendah.  Kebutuhan pencapaian tinggi.  Lebih memilih hadiah materi.  Kebutuhan untuk independen rendah.  Kemenerimaan autoritas tinggi.  Toleransi terhadap kemenduaan rendah. Ada pendapat lain mengenai klasifikasi gaya kepemimpinan, khususnya mengenai gaya pelatih olahraga. Berikut yang diungkapkan dalam buku Beginning Coaching yang diterbitkan oleh Australian Coaching Council, yang membedakan menjadi 5 gaya, yaitu gaya: 1) Autoritarian; 2) Praktis dan cekatan; 3) Ramah dan baik hati; 4) Bersemangat; dan 5) Gampangan dan tenang. 8



Penataran tingkat dasar 1) Pelatih Autoritarian (Autoritarian Coach)  Selalu menggunakan perintah atau komando.  Lugas dan disiplin.  Sering menggunakan hukuman.  Bersemangat bila timnya menang dan mengumpat bila timnya kalah.  Menggunakan cara marah-marah agar dihormati. 2) Pelatih Praktis dan Cekatan (Businesslike Coach)  Tidak berorientasi pada orang-orang, tetapi berorientasi pada tugas.  Bekerja keras, tekun dan cermat melaksanakan tugasnya.  Menggunakan sepenuh waktunya untuk memikirkan tugasnya. 3) Pelatih Ramah dan Baik Hati (Nice Guy Coach)  Selalu menggunakan pendekatan personal dan kooperatif.  Penuh perhatian dan ramah terhadap atlet.  Peduli pada masalah yang dihadapi setiap atlet. 4) Pelatih Bersemangat (Intense Coach)  Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.  Selalu berusaha mencapai keinginannya dengan terlalu bersemangat sehingga tampak tegang dan gelisah.  Memberikan dorongan kepada atlet dengan cara menggebugebu.  Menghadapi situasi dengan sikap emosional. 5) Pelatih Gampangan dan Tenang (Easy going Coach)  Selalu bersikap gampangan, santai, dan sambil lalu dalam menghadapi situasi.  Tidak menunjukkan keseriusan dalam menghadapi masalah.  Selalu bersikap tenang dan acuh-tak acuh dalam menghadapi masalah. Gaya-gaya kepemimpinan tersebut merupakan klasifikasi yang dibuat secara ekstrim. Masing-masing gaya memiliki kelebihan dan kelemahan dalam efektivitas kepemimpinan. Sesuai dengan kelebihan dan kelemahannya, pada dasarnya setiap gaya dapat efektif bila diterapkan dalam situasi dan kondisi yang tepat, dengan kata lain bahwa untuk suatu situasi dan kondisi tertentu dibutuhkan gaya tertentu pula agar efektif kepemimpinannya. Dalam kenyataannya memang jarang ada pelatih yang secara ekstrim hanya memiliki satu gaya saja, dan pada umumnya gaya pelatih secara natural merupakan perpaduan dari gaya-gaya tersebut, secara sengaja memadukan atau menggunakan gaya-gaya kepemimpinan secara berganti-ganti sesuai dengan situasi dan kondisi. Memahami karakteristik, kelebihan, dan kelemahan setiap 9



Penataran tingkat dasar gaya kepemimpinan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelatih untuk mengevaluasi diri dan kemudian memformulasikan gaya kepemimpinan yang akan digunakan untuk menghadapi situasi dan kondisi tertentu dalam melaksanakan tugasnya. c. Pemimpin yang Efektif Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menjadikan anggotanya merasa kebutuhannya terpenuhi dan dirinya sendiri merasa anggotanya dapat memenuhi kebutuhannya. Efektivitas pemimpin pada dasarnya dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yang kompleks, yaitu: faktor individual pemimpin; faktor pengikut; dan faktor kondisi lingkungan. 1) Faktor Individual Pemimpin Kualitas individual pemimpin yang terhadap efektivitas pemimpin adalah:  Usia dan pengalaman.  Kompetensi teknis.  Gaya.  Posisi kontrol dalam organisasi.  Kualitas kepribadian.



berpengaruh



langsung



2) Faktor Pengikut Kualitas perilaku kepemimpinan yang baik memerlukan pemahaman tentang para pengikutnya atau orang-orang yang dipimpin. Masalah yang kompleks, apakah kepemimpinan yang baik menyebabkan pengikutnya berbuat baik, atau sebaliknya pengikut yang baik menyebabkan kepemimpinan menjadi efektif, memang sulit untuk dijawab secara pasti. Namun demikian dapat diyakini bahwa kepribadian, sifat, watak, dan perilaku pengikut mempunyai pengaruh yang besar terhadap efektivitas pemimpin. Beberapa sifat pengikut yang penting untuk dipertimbangkan adalah:  Kebutuhan berafiliasi.  Kebutuhan mencapai sesuatu.  Mengharapkan hadiah (reward).  Kebutuhan untuk tidak tergantung.  Penerimaan pada autoritas.  Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity). Adanya hubungan antara sifat pengikut dengan efektivitas pemimpin secara parsial, dapat terbukti dari fakta bahwa tipe sifat tertentu dari pengikut akan merespon dengan baik atau sebaliknya merespon dengan buruk terhadap gaya kepemimpinan tertentu. 10



3) Faktor Kondisi Lingkungan



Penataran tingkat dasar



Kondisi dan situasi lingkungan yang ada pada saat pelaksanaan tugas akan berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya pemimpin. Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh adalah:  Sifat tugas.  Derajat ketertekanan (stress).  Kejelasan peran.  Ukuran kelompok.  Kendala waktu.  Ketergantungan tugas. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dalam proses berlangsungnya aktivitas, dengan demikian masing-masing faktor akan memberikan warna atau andil untuk menjadikan efektif atau tidaknya kepemimpinan. Apabila faktor-faktor itu dapat berada pada kondisi yang saling mendukung, maka akan terjadilah kepemimpinan yang benar-benar efektif. d. Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan Pemimpin sebaiknya selalu berusaha meningkatkan kemampuan kepemimpinannya agar semakin efektif. Agar kepemimpinan benar-benar efektif, pemimpin perlu berusaha menemukan berbagai kondisi lingkungan dan variabel-variabel yang membentuk suatu situasi tertentu dan berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan. Ada beberapa saran yang dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinannya, yang diungkapkan dalam buku Sport Leadership Course yang diterbitkan oleh International Olympic Committee, yaitu: 1) Berusahalah menyadari kemampuan diri anda, dan motif-motif yang akan berpengaruh terhadap kepemimpinan anda. 2) Berusahalah menyadari karakteristik dan minat para pengikut. 3) Berusahalah fleksibel, ubahlah gaya anda untuk menyesuaikan dengan situasi. 4) Minggirlah, dan berikan kesempatan orang lain untuk tampil bilamana situasinya memang mengharuskan. 5) Kenalilah bahwa keberhasilan bukan hanya karya anda sendiri, melainkan juga atas partisipasi para pengikut, dan situasi yang mendukung keberhasilan. 6) Memerintah dan mengawasi pelaksanaannya bukanlah kepemimpinan. Hal itu mengabaikan pentingnya dimensi yang disebut mempengaruhi. 7) Pendelegasian adalah penting untuk keterlibatan pengikut dan diperlukan motivasi untuk menjaga keberlanjutan pengikut. 11



Penataran tingkat dasar 8) Berusahalah mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam berbagai situasi yang akan berpengaruh terhadap usahanya mempengaruhi orang-orang. 9) Kembangkan suatu pendekatan rencana induk dalam kepemimpinan untuk mencapai sasaran dan tujuan secara konsisten. 10) Berikan pengalaman berlatih bagi pemimpin masa depan. e. Pelatih yang Dihormati Untuk menjadi pelatih yang dihormati dan disegani, selain harus memiliki kompetensi profesional juga perlu memiliki kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Pelatih sebagai pemimpin, dihormati dan disegani juga karena komitmennya terhadap tugas, kebijaksanaan atau kearifan, keadilan dan ketepatan dalam memperlakukan orang lain. Secara lebih operasional ada pendapat yang menjelaskan bahwa kehormatan pelatih diperoleh karena berbuat sebagai berikut: 1) Menanamkan cita-cita atau harapan terbaik yang diinginkan. 2) Mengenakan pakaian sesuai dengan sesi yang dilaksanakan. 3) Bertanggungjawab memelihara kedisiplinan selama sesi latihan berlangsung. 4) Percaya diri, tegas, konsisten, bersahabat, adil, dan ahli. 5) Dapat menangani pertolongan awal cedera ringan. 6) Mengorganisasi dengan baik mulai dari rencana setiap sesi latihan, mingguan, bulanan, sampai tahunan. 7) Mampu memutuskan dan memberi argumentasi mengapa sesuatu harus dilakukan, atau juga meminta saran dan masukan ketika dirinya ragu-ragu. f.



Tanggung Jawab Legal Pelatih Pelatih setidaknya memiliki 10 (sepuluh) menjalankan aktivitasnya, yaitu sebagai berikut:



tugas



ketika



1) Memberikan lingkungan yang aman. 2) Aktivitas harus direncanakan secara tepat. 3) Atlet harus dievaluasi bila cedera dan kehilangan kapasitas atau kemampuan. 4) Atlet muda harus ditangani sesuai tingkat perkembangannya. 5) Memberikan peralatan yang aman dan sesuai. 6) Atlet harus diperingatkan tentang resiko dalam cabang olahraganya. 7) Aktivitas harus disupervisi secara baik. 8) Pelatih harus tahu pertolongan pertama pada kecelakaan. 9) Membuat aturan tertulis secara jelas mengenai latihan dan pelaksanaan umum. 10) Pelatih harus membuat dan menyimpan catatan secara tertib. 12



g. Landasan Filosofi



Penataran tingkat dasar



Secara umum dapat dikatakan bahwa seseorang yang dalam hidupnya memiliki landasan filosofi yang baik akan menjadikan dirinya bijaksana dalam bertindak. Filosofi merupakan seperangkat pemandu yang menjadikan pedoman seseorang untuk bertindak. Filosofi seseorang terbentuk dari gagasan yang berkembang dari pengalaman, pendapat yang diperoleh dari pengetahuan yang dikumpulkan, dan harapan-harapan tentang masa depannya. Demikian juga para pelatih dalam menjalani profesinya perlu memiliki landasan filosofi yang baik dan jelas, sehingga tidak terombang-ambing pikirannya dan dapat mengambil keputusan yang tepat bila menghadapi masalah yang rumit. Untuk mengembangkan filosofi kepelatihan yang diyakini kebenarannya, dalam buku Beginning Coaching didasarkan pada: 1) Mengetahui mengapa para pelatih menjadi pelatih. Pertimbangkan alasan-alasan para pelatih menjadi pelatih, seperti berikut: - Saya ingin membantu orang lain untuk berkembang. - Saya merasa melewatkan waktu dengan baik ketika melatih. - Saya senang dihargai. - Saya ingin dikenal sebagai pelatih yang sukses. - Saya senang melihat orang lain melewatkan waktu dengan baik. - Saya senang membantu orang lain. - Saya senang merasa punya kekuasaan yang diperoleh dari melatih. - Saya senang melihat atlet makin baik. - Saya merasa telah melakukan hal yang berharga setelah melatih. - Saya senang menerapkan pengalaman lampau dalam olahraga. Untuk setiap pelatih, alasan-alasan tersebut berlaku pada dirinya walaupun dengan penekanan yang berbeda-beda. Mana yang sesuai bagi dirinya dapat direnungkan. 2) Mengetahui mengapa para atlet menjadi atlet. Pertimbangkan alasan-alasan para atlet menjadi atlet, seperti berikut: - Ingin berprestasi. - Merasa memperoleh arahan. - Mencari persahabatan. - Merasa ikut serta dalam kelompok. - Sekedar sensasi. 13



Penataran tingkat dasar 3) Mempertimbangkan pendapat orang lain, seperti dalam hal: Kepentingan orangtua terhadap program olahraga antara lain: -



Keselamatan. Kesenangan. Melayani keinginan anak. Keterlibatan famili. Kesuksesan. Mengembangkan olahraga.



Hasil yang diharapkan administrator dari program olahraga meliputi: - Memperoleh penghasilan. - Mengikuti kejuaraan. - Pencapaian personal. - Kepuasan melihat atlet perprestasi. - Dapat melibatkan anak-anaknya. 4) Mengkomunikasikan filosofinya kepada pihak terkait. Langkah menetapkan tujuan dan mengkomunikasikan kepada fihak-fihak terkait perlu dilakukan agar semua pihak dapat berperan dalam fungsi sebagai suatu sistem, dan masing-masing berperan secara kompak menuju ke arah tujuan yang sama. Karakteristik tujuan yang ditetapkan sebaiknya: -



Dapat diukur. Dapat diobservasi. Cukup menantang. Dapat dicapai dan dapat dipercaya. Berjangka pendek dan berjangka panjang.



Dengan memahami hal-hal tersebut, maka setiap pelatih dapat mengembangkan filosofinya masing-masing sesuai dengan pengalaman, apa yang dipahami, dan tujuan yang ingin dicapainya. h. Kode Etik Pelatih Suatu profesi yang sudah mapan seharusnya memiliki asosiasi profesi. Salah satu perangkat yang perlu diadakan oleh asosiasi profesi adalah Kode Etik Profesi. Kode Etik Profesi digunakan sebagai acuan norma berperilaku dan berbuat dalam berkarya melaksanakan tugas profesionalnya. Pelatih olahraga merupakan salah satu profesi yang sedang berkembang di Indonesia. Kedepan perlu dipikirkan para pelatih olahraga untuk membentuk asosiasi profesi dan mengembangkan kode etik pelatih olahraga. Berikut dikemukakan pendapat mengenai seharusnya pelatih berperilaku, yang dapat mengembangkan kode etik pelatih olahraga, yaitu :



prinsip-prinsip diacu dalam 14



Penataran tingkat dasar 1) Mengajarkan kepada para atlet bahwa peraturan dalam olahraga merupakan kesepakatan bersama yang tak seorangpun boleh tidak melaksanakan atau melanggarnya. 2) Ketika dimungkinkan, sekelompok atlet diberi kesempatan yang masuk akal untuk sukses. 3) Hindari terjadinya atlet berbakat bermain berlebihan, atlet perlu sama rata dan berhak mendapat waktu yang sama. 4) Pastikan bahwa peralatan dan fasilitas memenuhi standar keselamatan dan sesuai dengan usia dan kemampuan atlet. 5) Kembangkan rasa hormat tim terhadap kemampuan lawan, juga terhadap keputusan official dan pelatih tim lawan. 6) Ikutilah saran dokter ketika menentukan kapan atlet yang cedera diijinkan kembali berlatih atau mengikuti kompetisi. 7) Buatlah komitmen personal untuk menjaga diri selalu menyampaikan prinsip-prinsip pelatihan yang benar, dan prinsipprinsip pertumbuhan-perkembangan yang dikaitkan dengan para atlet. Selain hal-hal tersebut, ketika menangani atlet usia dini perlu prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Dalam menggunakan waktu, energi, dan antusiasme para atlet muda harus masuk akal atau rasional. 2) Skedul dan lamanya waktu praktik dan kompetisi harus disesuaikan dengan tingkat kematangan anak. 3) Perlu diingat bahwa anak bermain untuk mendapat kesenangan dan menikmatinya, dan kemenangan hanyalah bagian dari motivasi. 4) Jangan pernah mengejek atau meneriaki atlet yang melakukan kesalahan atau kalah dalam kompetisi.



E. Evaluasi NO 1. 2. 3. 4. 5.



6.



SOAL Tanggung jawab pelatih adalah mengusahakan kemenangan atlet nya dengan segala cara. Keuntungan dari gaya kepelatihan demokratis adalah atlet dapat mengembangkan interaksi secara wajar. Kepemimpinan otoriter tidak bisa digunakan dalam segala situasi. Menurut teori Trait, faktor bakat adalah yang menentukan seseorang menjadi pelatih yang baik. Organisasi Cabang Olahraga Nasional wajib membuat peraturan doping meskipun tidak harus memberikan sanksi. Gaya Kepemimpinan Otoriter cocok untuk situasi dimana pengikut kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa



Y



T v



v v v v v 15



Penataran tingkat dasar



NO 7. 8. 9. 10.



SOAL perlu perlindungan dari pemimpin. Salah satu kelemahan Gaya Kepemimpinan demokratis adalah penggunaan waktu kurang efisien. Pelatih dapat mengembangkan filosofinya sesuai dengan pengalaman. Filosofi merupakan seperangkat pemandu yang menjadikan pelatih selalu bijaksana dalam bertindak. Filosofi pelatih dapat terbentuk dari gagasan, pengetahuan, dan harapan-harapan tentang masa depannya.



Y



T



v v v v



---------------o0o---------------



16



Penataran tingkat dasar



MODUL II TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN A. Deskripsi Modul ini berisi tentang hukum, prinsip dan sistematika latihan dalam rangka meningkatkan keterampilan dan prestasi atlet semaksimal mungkin. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu: 1. Menjelaskan tentang tujuan latihan. 2. Menjelaskan tentang hukum latihan antara lain: overload, reversibilitas, kekhususan. 3. Menjelaskan tentang prinsip latihan antara lain: pedagogik, individual, keterlibatan aktif, dan variasi latihan. 4. Menjelaskan tentang sistematika latihan antara lain: pentahapan latihan dan pembebanan latihan. B. Jumlah Jam Pelajaran : 6 JPL C. Metode Penyajian 1. Ceramah; 2. Tanya jawab; 3. Penugasan (perorangan/kelompok); 4. Presentasi. D. Materi Setiap kejadian di dalam kehidupan ini merupakan gejala alam yang selalu mengikuti berbagai hukum atau prinsip yang mendasari terjadinya sebab akibat (hubungan dan kausalitas), atau aksi reaksi. Proses latihan merupakan sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan untuk menganut hukum dan prinsip tertentu yang secara empirik dan keilmuan telah terbukti dan teruji secara jelas seiring dengan berkembangnya ilmu kepelatihan. Oleh karena itu hasil latihan tidak selalu positif dan optimal bila pembebanan tidak diberikan dengan kaidah hukum dan prinsip-prinsip latihan yang benar. Beberapa hukum dan prinsip latihan dimaksud sebagai berikut : 1. Hukum Latihan a. Hukum Overload Tubuh manusia memiliki sifat adaptasi terhadap setiap perlakuan yang dikenakan terhadapnya, termasuk beban latihan. Bila tubuh dengan tingkat kebugaran tertentu diberikan beban latihan dengan tingkat intensitas yang ditetapkan, maka tubuh akan mengadaptasi dengan rangkaian proses sebagai berikut: proses awal 17



Penataran tingkat dasar setelah pembebanan adalah kelelahan dan memerlukan istirahat; setelah beristirahat dengan kurun waktu tertentu maka tubuh akan kembali bugar namun dengan tingkat kebugaran yang lebih baik dari sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini. Peningkatan kebugaran melalui adaptasi dari hukum overload ini disebut dengan overkompensasi.



Gambar 3. Overload menghasilkan overkompensasi Hukum overload juga menunjukkan bahwa pemberian beban latihan harus sesuai untuk mendapatkan overkompensasi yang optimal sesuai dengan bentuk dan jenis beban latihan yang diberikan. Pada gambar 4 di bawah dapat dilihat bagaimana variasi pembebanan dan pengaruhnya terhadap overkompensasi.



Gambar 4. Pembebanan dan overkompensasi b. Hukum Reversibilitas Hukum reversibilitas menuntut atlet untuk berlatih secara berkelanjutan dan progresif. Latihan yang berkelanjutan akan menghasilkan tingkat kebugaran yang semakin meningkat, sebaliknya bila latihan dihentikan maka kebugaran atlet akan menurun. Gambar 5 merupakan gambaran dari hukum revesibilitas, dimana atlet melakukan latihan secara teratur dan berkelanjutan sehingga menghasilkan kemajuan kebugaran yang progresif.



18



Penataran tingkat dasar



Gambar 5. Hukum Reversibilitas – kebugaran yang progresif c. Hukum Kekhususan Hukum kekhususan memberikan tuntunan bahwa beban latihan yang diberikan kepada atlet harus sesuai dengan kebutuhan terhadap kemampuan dan keterampilan fisik (biomotor abilities) cabang olahraganya dan kondisi objektif dari atlet tersebut seperti umur kronologis, dan umur perkembangannya, kemampuan fisik dan mentalnya saat itu, serta ciri khas yang dimiliki atlet yang tidak atau sulit diubah namun tidak mengurangi kinerjanya. Hukum kekhususan juga memberikan tutntutan pada pelatih untuk memahami sepenuhnya kondisi atlet terhadap cabang olahraga yang ditekuninya, kelemahannya, kekuatannya serta peluang dan tantangan bagi atlet yang diasuhnya untuk dapat mencapai prestasi. 2. Prinsip Latihan a. Prinsip Pedagogik Latihan pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu individu dalam meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotornya. Prinsip pedagogik ini mengarahkan latihan untuk mengikuti berbagai kaidah yaitu multilateral, pengembangan kesehatan, kebermanfaatan, kesadaran, sistematik, dan gradual. Prinsip pedagogik sangat penting untuk menjalankan latihan menuju kepada perkembangan yang lengkap melalui kegiatan multilateral pada umur tertentu, mencapai prestasi tanpa mengorbankan kesehatan fisik maupun psikis atlet, latihan yang bermanfaat untuk tidak hanya mengetahui dan memahami, tetapi atlet perlu untuk mampu bagaimana menerapkan dan hidup bersama dengan orang lain. Dengan prinsip pedagogik ini pelatih dituntut untuk memberikan kesadaran yang penuh akan setiap beban latihan yang diberikan kepada atlet dengan segala manfaat positif maupun dampak negatifnya sehingga setiap latihan yang diberikan perlu dirancang secara sistematik dan meningkat secara gradual untuk menjamin semua unsur pedagogik dapat dicapai. 19



b. Prinsip Individual



Penataran tingkat dasar



Setiap atlet merupakan individu yang unik dan tidak ada dua individu yang tepat sama di dunia ini. Hal ini mengandung konsekuensi terhadap bagaimana individu tersebut mereaksi beban latihan. Beban latihan yang sama tidak akan direaksi dengan sama oleh atlet yang berbeda, oleh karena itu pelatih perlu memahami setiap atlet secara individual. Individu ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti; faktor keturunan, umur latihan dan umur perkembangan. Prinsip ini juga berkaitan dengan hukum kekhususan yang berimplementasi pada latihan yang khusus bagi setiap atlet. Hukum dan prinsip inilah yang memunculkan adanya beban luar dan beban dalam. Beban luar adalah beban yang diberikan dari luar atlet, misalnya oleh pelatih diprogramkan lari 4 x 400m dengan waktu @ 90 detik. Sedangkan beban dalam adalah beban fisiologis dan psikologis atlet setelah mendapatkan beban luar sebagai reaksi dan adaptasi internalnya, seperti: denyut nadi, perubahan warna kulit, dan sebagainya. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa dua orang yang berbeda diberikan beban luar yang sama akan mereaksi secara berbeda yang ditunjukkan dengan denyut jantungnya, kadar laktat dalam darahnya, sehingga wajar bila atlet yang satu mengalami kelelahan lebih dahulu daripada atlet yang lain. Sebaliknya bila atlet diminta untuk berlari dengan beban dalam yang sama (denyut nadi 160/menit) maka waktu yang dicapai (beban luar) untuk berlari 1200m akan berbeda. c. Prinsip Keterlibatan aktif Salah satu tugas pelatih dalam proses latihan adalah memperlakukan atlet dengan kesempatan yang sama, oleh karena itu pelatih perlu merancang manajemen latihannya agar setiap atlet dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal. Keterlibatan yang aktif pada setiap atlet akan menghasilkan hasil yang optimal. Keterlibatan ini berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kegiatan fisik (motor density), yaitu bagaimana atlet dapat melaksanakan aktifitas fisik dengan kesempatan yang sama pada setiap sesi latihan. 2) Kegiatan mental dan intelektual, yaitu bagaimana atlet dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyusunan program latihan, pelaksanaan latihan dan kompetisi dan berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan kepribadian dan kedewasaan atlet.



20



d. Prinsip Variasi



Penataran tingkat dasar



Latihan merupakan proses jangka panjang, oleh karena itu diperlukan kegembiraan dan kesenangan dalam berlatih agar tidak terjadi kebosanan dan atlet meninggalkan latihan. Pemberian variasi dalam latihan merupakan cara yang baik untuk memberikan kesempatan bagi atlet untuk menikmati latihan dengan rasa senang dan gembira. Variasi yang diberikan oleh pelatih dalam latihan dapat berupa: 1) Tempat latihan yang berganti-ganti, misalnya di stadion, di ruang latihan beban, di alam bebas, di pantai, bukit, tempat rekreasi, dan sebagainya yang dapat memberikan suasana baru bagi atlet. 2) Metode latihan yang bervariasi. Untuk tujuan latihan yang sama pelatih dapat menggunakan metode berbeda, misalnya latihan kecepatan dapat diberikan dengan metode repetisi, namun dapat juga dengan metode permainan. Latihan kekuatan dapat diberikan dengan metode pembebanan (besi) dan dapat pula dengan medicine ball, partnerwork, dan sebagainya. 3) Suasana latihan, yaitu dengan memberikan berbagai situasi lapangan yang berbeda dengan mendatangkan klub lain untuk berlatih bersama, atau berlatih dalam kondisi keramaian yang ada di lapangan, dan sebaliknya. 3. Sistematika Latihan Latihan yang baik adalah latihan yang dirancang secara sistematis dengan mengikuti berbagai karakteristik cabang olahraganya, ketersediaan waktunya, dan atlet yang akan dibinanya. Beberapa aspek penting untuk menentukan sistematika latihan dapat disampaikan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut: a. Pentahapan latihan Prestasi puncak pada seorang atlet sering dicapai pada usia di atas 20 tahun yang biasa disebut sebagai usia emas (golden age), pada beberapa cabang olahraga bahkan prestasi puncak dapat bertahan sampai usia mendekati 30 tahun. Dengan demikian, latihan merupakan proses yang panjang dan lama sehingga dilakukan secara sistematik dengan membagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut: 1) Tahap Latihan Dasar Merupakan tahap latihan awal yang harus dilewati oleh atlet muda sebelum masuk dalam spesialisasi pada satu-satunya cabang yang akan ditekuni. Harus diakui bahwa pencarian bakat bukanlah hal yang mudah tanpa melalui pelaksanaan aktifitas pada berbagai gerakan motorik, kecabangan olahraga, maupun kemampuan kondisi fisik yang sesuai. Oleh karena itu dengan melakukan berbagai aktifitas dalam latihan dasar yang berprinsip 21



Penataran tingkat dasar multilateral maka dimungkinkan atlet muda dapat diidentifikasi bakatnya sejak dini. Selain itu kesamaptaan jasmani atlet pada tingkat kebugaran yang memadai pada usia muda sangat mendukung proses latihan untuk tahap selanjutnya. Tujuan pada tahap latihan dasar ini adalah memberikan landasan yang baik kepada atlet muda berkaitan dengan aspek fisik, mekanik, psikologi dan moral sebagai prekondisi untuk mencapai hasil yang baik melalui kemampuan pengembangan, keterampilan, dan karakter. ini a) b) c)



d)



e)



Sasaran yang harus dicapai pada tahap latihan dasar adalah sebagai berikut: Pengembangan kondisioning dan koordinasi; Pengembangan pola gerak dasar olahraga yang akan dituju/ditekuni; Kesiapan berlatih dan pembentukan kepribadian yang baik seperti kesiapan, persahabatan, team spirit, disiplin, kejujuran, solidaritas, kemauan dan bekerja keras untuk berlatih; Menanamkan pengalaman pada latihan dan kompetisi dengan sikap yang baik seperti persahabatan pertama, pertandingan kemudian; Menemukan bakat atlet dan mengembangkannya kepada arah yang benar.



2) Tahap Latihan lanjutan Tahap lanjutan merupakan tahap penghubung dari tahap latihan dasar menuju tahap prestasi tinggi. Pada tahap ini tujuan latihan adalah untuk memperkuat fondasi keterampilan, kualitas dan kemampuan fisik dan melakukan latihan yang lebih khusus (spesialisasi) pada cabang olahraga atau nomor yang akan ditekuni. Tahap ini dimulai pada usia sekitar 14 tahun pada cabang-cabang olahraga tertentu. Sasaran latihan pada tahap ini adalah: a) Memperkuat kemauan (will power) untuk berlatih dan menghadapi berbagai kendala psikologis dan fisik. b) Mengembangkan harmonisasi kondisi fisik dengan koordinasi seperti: kekuatan, kecepatan, dayatahan, kelincahan dan mobilitas untuk menuju spesialisasi cabang olahraga dengan pendasaran fisik yang kuat menuju ke prestasi tinggi di kemudian hari. c) Pengembangan latihan teknik dan taktik dengan melakukan berbagai uji coba atau implementasi latihan dan pertandingan dengan frekuensi yang lebih sering. 22



Penataran tingkat dasar



3) Tahap Prestasi Tinggi



Tahap ini merupakan bagian yang terakhir dari seluruh proses latihan. Tujuan pada tahap ini adalah kemampuan atlet untuk mengikuti kejuaraan nasional dan internasional serta mencatatkan prestasi terbaik. Sasaran latihan pada tahap ini adalah prestasi tinggi. Tahap Prestasi Tinggi



hp



Tahap lanjutan



spesialisasi



Tahap dasar



Pembinaan Multilateral



Gambar 6. Tahap latihan (adaptasi dari Bompa) b. Pembebanan Latihan Beban latihan dapat dilihat dari berbagai perspektif baik dari sisi beban sebagai kombinasi dari fungsi volume, intensitas, recovery, dapat juga ditinjau dari sisi indikator latihannya, dan dapat dilihat dari bagian yang terkena beban dalam fungsi tubuh manusia. Di bawah ini akan diuraikan beban latihan ditinjau dari beberapa perspektif dan bagaimana beban tersebut secara sistematik diberikan dengan pedomannya. 1) Unsur-unsur beban Setiap latihan memiliki indikator latihan yaitu indikator: fisik, teknik, taktik, dan mental. Keempat unsur latihan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Harmonisasi dari kemampuan keempat indikator tersebut akan memberikan kontribusi yang besar terhadap prestasi. Keempat indikator ini dapat diimplementasikan pada beban latihan dengan indikator dan karakteristik yang berbeda, dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan cabang olahraga dan nomor-nomornya. Misalnya nomor lompat dalam cabang olahraga atletik memiliki kebutuhan yang sangat besar pada indikator fisik dan teknik, namun olahraga permainan seperti bola voli memerlukan indikator taktik yang lebih indikator. Untuk itu pelatih harus mampu mengidentifikasi indikator unsur tersebut dengan benar. 2) Indikator Beban Untuk menentukan beban latihan tersebut tepat atau tidak, berat atau ringan, dapat dilihat dari tiga indikator yaitu: 23



a) Volume



Penataran tingkat dasar



Volume menunjukkan jumlah pembebanan dengan satuan kilometer, meter, kilogram, dan waktu dalam menit atau detik. b) Intensitas Intensitas latihan menunjuk pada persentase beban dari kemampuan maksimalnya, misalnya mengangkat beban dengan 90% dari kemampuan maksimal atlet. c) Pemulihan (recovery) Waktu dan bentuk kegiatan yang diperlukan untuk melakukan pulih asal setelah melakukan pembebanan, baik dalam seri, set, maupun antar sesi. Penempatan rasio antar indikator beban latihan sangat menentukan keberhasilan proses latihan dan hasil pengingkatan kinerja atlet. Pada gambar 7 di bawah ini dapat dilihat rasio beban latihan secara umum.



Gambar 7. Rasio antar indikator beban latihan Rasio pembebanan ini disusun sesuai dengan periode dan fase latihannya, tujuan latihan yang akan dicapai dan berat ringannya latihan. Misalnya: Pada Persiapan Umum biasanya latihan memiliki ciri volume yang meningkat tapi intensitas masih rendah. Sedangkan pada periode kompetisi intensitas yang tinggi volume sudah menurun rendah. E. Penugasan Berikan contoh-contoh latihan pada cabang olahraga yang anda tekuni berkaitan dengan pembebanan berikut ini: 1. Unsur beban: Fisik Kekuatan dengan rasio: Intensitas tinggi, volume rendah dan pemulihan lama. 2. Unsur beban: Fisik Kekuatan dengan rasio: Intensitas rendah, volume tinggi dan istirahat pendek. 3. Unsur beban: Teknik dasar dengan rasio: Intensitas sedang volume sedang istirahat sedang. 24



Penataran tingkat dasar 4. Unsur beban: Teknik lanjutan dengan rasio: Intensitas tinggi volume rendah dan pemulihan lama. 5. Contoh yang lain



F. Evaluasi NO 1. 2.



3.



4. 5.



6. 7.



8.



9. 10.



SOAL Peningkatan komponen kondisi fisik melalui adaptasi dari hukum overload disebut dengan overcompentation. Hukum kekhususan memberikan tuntunan bahwa beban latihan harus menyesuaikan umur kronologis, umur perkembangan, kemampuan fisik, mental, serta ciri khas yang dimiliki atlet. Beban dalam adalah beban yang diberikan oleh pelatih kepada atlet, misalnya oleh pelatih diprogramkan lari 4 x 400m dengan waktu @ 90 detik. Tahap latihan dasar merupakan tahap penghubung menuju tahap prestasi tinggi. Pada cabang olahraga tertentu, tahap latihan lanjutan dimulai pada usia sekitar 14 tahun dengan salah satu sasaran latihan memperkuat kemauan (will power) berlatih. Indikator beban latihan dapat dilihat dari perspektif volume, intensitas dan recovery. Berlatih dalam kondisi keramaian yang ada di lapangan dan sebaliknya, dapat dilakukan sebagai variasi suasana latihan. Kegiatan mental dan intelektual, yaitu bagaimana atlet dapat melaksanakan aktifitas fisik dengan kesempatan yang sama pada setiap sesi latihan. Akibat langsung dari pembebanan adalah kelelahan. Untuk tujuan latihan yang sama, pelatih dapat menggunakan metode berbeda.



Y



T



v



v



v v



v



v v



v v v



---------------o0o---------------



25



Penataran tingkat dasar



MODUL III FISIOLOGI OLAHRAGA A. Deskripsi Modul ini berisi tentang sistem kerja otot rangka, tipe serabut otot, hubungan serabut otot dengan latihan, kelelahan otot, dan sistem energi latihan. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu: 1. Menjelaskan tentang sistem kerja otot rangka. 2. Menjelaskan tentang tipe serabut otot (muscle fibers). 3. Menjelaskan hubungan serabut otot dengan latihan 4. Menjelaskan tentang penyebab terjadinya kelelahan otot terhadap atlet. 5. Mengetahui sistem energi predominan pada berbagai cabang olahraga. B. Jumlah Jam Pelajaran



: 4 JPL



C. Metode penyajian 1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Penugasan (perorangan/kelompok) 4. Presentasi D. Materi Fisiologi olahraga merupakan bagian dari anatomi, anatomi adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur organisme atau morfologi, sehingga kita dapat mempelajari struktur dasar dari berbagai bagian tubuh dan hubungan di antara mereka, sedangkan fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi tubuh. Dalam fisiologi kita mempelajari bagaimana sistem organ tubuh, jaringan-jaringan dan kerja sel serta bagaimana fungsi mereka bila terintegrasi untuk mengatur lingkungan internal kita. Oleh karena fisiologi terfokus pada fungsi dari struktur, kita tidak dapat dengan mudah memahami fisiologi tanpa mengerti anatomi terlebih dahulu. Fisiologi latihan mempelajari bagaimana struktur dan fungsi tubuh kita berubah apabila kita melakukan latihan yang akut maupun latihan yang kronis. Fisiologi olahraga merupakan aplikasi lebih jauh dari konsep fisiologi latihan terhadap pelatihan (training) dan meningkatkan performa berolahraga atlet. Jadi fisiologi olahraga berasal dari fisiologi latihan. Tubuh manusia harus melakukan berbagai penyesuaian yang diperlukan dalam serangkaian interaksi yang komplek dengan melibatkan berbagai sistem tubuh, seperti: 1. Sistem tulang sebagai kerangka gerak dasar melalui gerakan otot;



26



Penataran tingkat dasar 2. Sistem kardiovaskluler (jantung dan pembuluh darah) mengirimkan zatzat gizi ke berbagai sel-sel tubuh dan mengangkut limbah hasil metabolisme; 3. Sistem kardiovaskuler dan respiratori (jantung, pembuluh darah dan pernafasan) secara bersama-sama menyampaikan oksigen ke seluruh sel dalam tubuh dan membuang karbondioksid; 4. Sistem integumentari (kulit) membantu mempertahankan temperatur tubuh dengan melakukan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya; 5. Sistem urinari membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan dalam waktu yang relatif lama melakukan pengaturan/ regulasi tekanan darah; 6. Sistem pesyarafan dan endokrin (kelenjar) secara langsung mengkoordinir seluruh kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berbagai penyesuaian terjadi walaupun sampai pada tingkat seluler, sebagai contoh: terjadinya suatu atau sekelompok otot berbagai enzim diaktivasi dan hasil akhir dari kontraksi otot adalah energi. Jadi aktivitas fisik merupakan suatu proses yang sangat rumit (komplek) karena melibatkan berbagai unsur dalam tubuh. 1. Otot Rangka dan Latihan Mengerti akan fisiologi, struktur, dan fungsi otot rangka merupakan dasar untuk mengerti lebih lanjut tentang bagaimana tubuh dapat menyesuaikan terhadap latihan fisik. Otot-otot tubuh merupakan alat, energi yang tersimpan secara kimiawi diubah menjadi pekerjaan mekanik. Dalam hubungan ini jumlah pekerjaan mekanik yang dilakukan itu menentukan berapa jumlah energi yang harus diubah dari yang tersimpan secara kimiawi. Di dalam suatu sistem tertutup seperti suatu otot yang berkontraksi, perubahan-perubahan kimiawi di pihak lain harus seimbang. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak panas yang dihasilkan dari pada yang diakibatkan oleh proses-proses kimiawi yang kita kenal. Olahraga sangat penting untuk otot-otot rangka, karena: a. Tanpa kontraksi otot sudah barang tentu tidak akan terjadi suatu gerakan. b. Suatu gerakan dapat berlangsung secara kontinyu dalam waktu tertentu, tergantung kepada tingkatan usaha dan besarnya kelelahan otot. c. Karena otot-otot rangka mengkonsumsi sebagian besar (terbanyak) oksigen dan paling banyak membutuhkan darah selama latihan berat (heavy exercise), maka dari bagian-bagian tubuh lainnya, seperti hati, ginjal, pencernaan dan lain jaringan dipengaruhi oleh apa yang terjadi di dalam otot rangka. 27



Penataran tingkat dasar Otot-otot rangka atau yang dikendalikan oleh kehendak kita, dinamakan juga otot-otot bergaris, kesatuan-kesatuan jaringan otot yang terkecil adalah serabut-serabut otot (musscle fibers) merupakan sebuah sel yang panjang dan mengandung banyak inti. Di dalam tubuh manusia, diperkirakan terdapat 270 juta serabutserabut otot bergaris (Thibodeau, 1987). Mereka mendapat pesyarafan dari syaraf-syaraf kranial atau spinal, dan dikontrol secara sadar. Jenis otot ini mengandung baik akhiran-akhiran syaraf nyeri, maupun proprioseptor-proprioseptor. Fungsi utamanya ialah untuk gerakangerakan tubuh dan untuk mempertahankan sikap tubuh. Suatu otot mempunyai parenchima yang terdiri dari serabut-serabut otot dan satu stroma (jaringan dasar) jaringan ikat. Tiap-tiap serabut dikelilingi oleh suatu jaringan halus yang terdiri dari serabut-serabut jaringan ikat retikuler dan beberapa serabut lolagen dan elastis yang dikenal sebagai endomysium dan ini yang memisahkan tiap-tiap sel dari sel-sel lainnya. Penghubung-penghubung otot dengan tulang atau kulit, dan tempat-tempat melekat mereka disebut sebagai origo dan insertio. Pada waktu otot berkontraksi origo tidak ikut bergerak, sehingga dinamakan juga punctum fixum. Insertio adalah bagian otot rangka, ujung ototnya melekat dengan perantaraan tendo, yang bergerak bilamana otot berkontraksi. Oleh karena itu maka insertio disebut juga sebagai punctum mobile (Lihat gambar 8, gambar struktur otot).



28



Penataran tingkat dasar



Gambar 8. Mikrostruktur otot rangka yang terdiri dari beberapa miofibril, dan miofibril terdiri dari beberapa sarkomer 2. Tipe Serabut Otot Beberapa tahun yang lalu, para ahli anatomi dan ahli histologi mengklasifikasikan otot menjadi dua macam, yaitu otot merah dan otot putih sesuai dengan warna yang dominan yang terkandung dalam serabut otot. Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka serabut otot merah lebih cocok atau sesuai untuk kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang lama, kontraksi yang lambat, untuk menyanggah postural, pekerjaan-pekerjaan otot untuk melawan gaya tarik bumi, sedangkan otot putih sangat banyak ditemukan pada otot-otot flekstor (otot yang digunakan untuk menekuk). Seiring dengan perkembangan teknologi, pengelompokan tipe serabut otot menjadi lebih teliti, sehingga hasil pengujian di laboraturium dapat membantu kita untuk mengerti, mengapa seseorang digolongkan sebagai tipe olahragawan daya tahan, sedangkan yang lain digolongkan 29



Penataran tingkat dasar sebagai olahragawan yang mengutamakan kecepatan dan atau kekuatan. Selanjutnya, Herbert A. de Vries (1994) mengatakan bahwa jenis serabut otot setidak-tidaknya diklasifikasikan berdasarkan empat cara pendekatan yang berbeda: a. pengelihatan secara anatomis – merah dan putih. b. fungsi otot – cepat dan lambat atau cepat lelah dan tahan terhadap kelelahan. c. kandungan biokimia – tinggi atau rendahnya kapasitas aerobik, dan d. sifat-sifat secara hitokimia – jenis atau sifat enzim yang terkandung di dalamnya. Gollnick, P.D., dkk., (1972) mengatakan, bahwa sebutan dan pembagian jenis serabut otot bermacam-macam. Misalnya tipe otot olahragawan daya tahan disebut juga: tipe aerobik, tipe I, merah, tonik, slow twitch (ST) atau slow- oxidative (SO), sedangkan tipe otot untuk olahragawan yang mengutamakan kecepatan dan atau kekuatan disebut juga: tipe anaerobik, tipe II, putih, fasik, fast-twitch (FT) atau fastglycolytic (FG). Dengan mengidentifikasi ketiga jenis/tipe serabut otot itu akan lebih jelas bagi kita, bagaimana prinsip-prinsip energi yang dihasilkan oleh ST (oksidatif), Fta (oksidatif – glikolitik), dan FTb (glikotik). Sistem ini memberikan suatu rentangan kontinum metabolisme di dalam otot. Yang paling penting dari pandangan fisiologi olahraga, bahwa masing-masing tipe serabut otot mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap latihan. Dengan alasan ini, beberapa ahli fisiologi olahraga membagi dan mengklasifikasikan struktur dan sifat-sifat fungsi antara serabut otot ST dan FT, dan masing-masing dari mereka saling melengkapi, sehingga dapat disimpulkan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Sifat-sifat Aspek-aspek Persyaratan



Ukuran syaraf motorik Ambang pengerahan syaraf motorik Kecepatan konduksi syaraf motorik



Aspek Struktural



Diameter serabut otot Afnitas troponin terhadap Kalsium Pengembangan Retikulum Sarkoplasma Kepadatan Mitokhondria Kepadatan Kapiler Kandungan Mioglobin



Energi Dasar



Timbunan fosfokreatin Timbunan glikogen



Tipe Serabut Otot ST



FTa



FTb



kecil rendah lambat



besar tinggi cepat



besar tinggi cepat



kecil jelek jelek tinggi tinggi tinggi



besar baik baik tinggi menengah menengah



besar baik baik tinggi rendah rendah



rendah rendah



tinggi tinggi



tinggi tinggi



30



Sifat-sifat Timbunan trigliserida



Aspek Enzimatik



Tipe miosin Aktivitas miosin ATPase Aktivitas enzim glikolitik Aktivitas enzim oksidatif



Aspek Fungsional Kekuatan kontraksi Waktu kontraksi Waktu relaksasi Produksi tenaga Efisien energi Daya tahan Elastisitas



Persentase pada Tungkai Pelari jarak jauh Pelari jarak pendek



Penataran tingkat dasar Tipe Serabut Otot ST



FTa



FTb



tinggi



menengah



rendah



lambat rendah rendah tinggi



cepat tinggi tinggi tinggi



cepat tinggi tinggi rendah



rendah lambat lambat rendah tinggi tinggi rendah



tinggi cepat cepat tinggi rendah rendah tinggi



tinggi cepat cepat tinggi rendah rendah tinggi



80 23



14 48



5 28



Tabel 1. Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot ST dan FT (Fta & FTb) 3. Distribusi Serabut Otot Fox E. L.L dkk., (1989) mengatakan, bahwa setelah manusia dilahirkan ke dunia, distribusi antara serabut otot ST dan FT sangat bervariasi. Setelah berumur satu tahun, lebih dari 50% serabut otot terdiri dari serabut otot ST. Setelah itu, tidak tejadi perubahan yang besar di dalam distribusi serabut otot, tetapi akan terjadi perubahan di dalam ukurannya. Tidak seperti pada orang dewasa, ukuran serabut otot sangat bervariasi, tidak terjadi perubahan yang besar di dalam distribusi serabut otot, tetapi akan terjadi perubahan di dalam ukurannya. Pada anak-anak walaupun terjadi perubahan di dalam ukurannya, akan tetapi tidak bervariasi. Pertanyaan yang sering timbul mengenai distribusi tipe serabut otot di antara olahragawan dan hubungan antara persentase serabut otot ST dengan VO2max adalah: a. Apakah latihan dapat menyebabkan perubahan persentase distribusi serabut otot ST dan FT? b. Apakah peningkatan VO2max dapat dipengaruhi oleh latihan yang secara genetik dibatasi oleh persentase serabut otot ST yang dibawanya sejak lahir? Jawaban dari pertanyaan yang pertama adalah: latihan tidak akan dapat merubah distribusi persentase serabut otot ST dan FT, kecuali apabila dilakukan “cross innervation”, artinya syaraf yang semula 31



Penataran tingkat dasar menginervasi serabut otot ST, kemudian ditransplantasikan ke serabut otot FT ditransplantasikan ke serabut otot ST. Karena syaraf motorik ke otot mempunyai “efek pengaruh” (influential effect) atau disebut juga “trophic effect” terhadap kemampuan fungsional serabut otot. Dalam pembahasan selanjutnya, akan dibahas tentang pengaruh latihan terhadap peningkatan ukuran dan kapasitas fungsional masing-masing tipe serabut otot. Akan tetapi latihan tidak dapat mengkonversi jenis serabut otot yang satu menjadi jenis serabut otot yang lain (Junusul Hairy, 1987). Jawaban yang kedua, memang telah diketahui bahwa distribusi serabut otot dan besarnya VO2max dibatasi oleh faktor genetik yang dibawanya sejak lahir. Tetapi bagaimanapun juga, bahwa VO2max olahragawan yang lebih besar daripada non olahragawan dengan serabut otot ST di atas 40%. Ini dapat diinterprestasikan, bahwa latihan dapat meningkatkan VO2max jauh lebih besar dari pada persentase kandungan serabut ST yang dimiliki. Jadi kalau dijawab langsung dari pertanyaan yang kedua itu “tidak”. Karena persentase distribusi serabut otot ST yang dibawanya sejak lahir, tidak sepenuhnya membatasi atau mempengaruhi besarnya peningkatan VO2max yang disebabkan oleh latihan. 4. Hubungan Serabut Otot Dengan Performa Serabut otot FT yang memiliki sifat kontraksi yang cepat karena memiliki aktifitas m-ATPase (miosin-ATPase), sedangkan serabut otot ST sebaliknya. Perbandingan kecepatan waktu kontraksi antara serabut otot FT dan ST, yaitu 2 : 1 (0,05 detik : 0,10 detik) dan waktu relaksasi kedua-duanya proporsional. Tetapi serabut ST di dalam penggunaan energi lebih efisien, sehingga sangat baik untuk kegiatan yang memerlukan waktu yang lama, lebih efisien di dalam aktivitas isometrik (Gregor, R. J., 1979). Oleh karena itu, maka proporsi dari serabut-serabut otot ST dan FT harus merupakan suatu faktor penting di dalam mempertimbangkan kemampuan suatu otot untuk mempertahankan kontraksi-kontraksi yang berkelanjutan. Serabut otot ST memiliki lebih banyak kalogen, sehingga kurang elastis dan lebih kaku dari pada serabut otot FT. Keadaan demikian bukan berarti menghambat fungsi serabut, tetapi karena memang sifat serabut otot FT banyak membantu fungsi serabut otot FT di dalam menghasilkan tenaga (force) – kontraksi yang cepat dan kuat tanpa mengalami hambatan yang berarti, karena serabut otot FT memiliki sifat “komplayen yang lebih tinggi” (higher compliance). Signifikansi fungsional karakteristik biokimia dan fisiologis yang berbeda pada serabut otot ST dan FT, selama latihan ditunjukkan oleh fakta bahwa serabut FT teristimewa dikerahkan untuk kegiatan dalam waktu yang pendek, intensitas yang tinggi, seperti pada lari cepat, sedangkan serabut otot ST dikerahkan untuk kegiatan-kegiatan yang 32



Penataran tingkat dasar berlangsung dalam waktu lama atau segala kegiatan yang bersifat daya tahan (Gollnick, P. D., dkk., 1973). Hal ini seperti terlihat pada gambar 2 (hal 17) yang menunjukkan kandungan glikogen pada kedua tipe serabut otot manusia selama latihan lari cepat dan latihan daya tahan. Kandungan glikogen pada serabut otot FT selama latihan lari cepat, terjadi penurunan yang sangat cepat dan sampai jumlah yang sangat besar, tetapi pada serabut otot ST penurunan yang sangat cepat dan dalam jumlah sangat besar, terjadi selama latihan daya tahan. Satu faktor lagi yang perlu mendapat perhatian pada gambar 4, level glikogen awal tidak membatasi/mempengaruhi latihan lari cepat, karena pada saat kelelahan dicapai, kandungan glikogen pada kedua tipe serabut otot tetap banyak. Sebaliknya, glikogen pada serabut otot ST, dihabiskan dalam waktu dua jam pada saat melakukan latihan daya tahan yang melelahkan. Dalam hal ini, level glikogen awal sangat mempengaruhi performa. Agar lebih jelas, perhatikan dengan seksama pembahasan selanjutnya. Vollestad, dkk., (1984) dari hasil penelitian yang mereka lakukan, pembuktian bahwa pengosongan/pengurasan glikogen otot berturut-turut dilakukan oleh: serabut otot ST, FTa dan FTb. Orang coba berlatih pada tingkatan 75% dari konsumsi oksigen maksimalnya (VO2max) pada treadmil atau sepeda ergometer (stationary ergocycle) sampai mereka kelelahan. Sampel otot diambil dengan cara biopsi pada otot quadriceps lateralis. Ternyata, kandungan glikogen pada kombinasi serabut otot FTa dan FTb pada waktu istirahat 16% lebih besar dari pada serabut otot ST. Yang lebih mengherankan lagi adalah pada serabut otot ST dan FTa menunjukkan laju pengosongan glikogen yang sama sejak latihan dimulai. Hal ini merupakan indikasi bahwa kedua serabut otot ST dan FTa dikerahkan bersama-sama.



Gambar 9. Kandungan glikogen pada serabut otot ST dan FT selama latihan lari cepat dan daya tahan Kandungan glikogen pada serabut otot FTa dan FTb, dan FTb saja, pertama-tama tidak berubah. Kemudian, terjadi penurunan pada kombinasi serabut otot FTa dan FTb dan akhirnya pada serabut otot FTb. Hal ini menunjukkan perbedaan “kekuatan ambang” pada penggunaan serabut otot. Secara singkat, bahwa intensitas latihan mampu 33



Penataran tingkat dasar mengerahkan lebih dulu serabut otot ST dan FTa. Walaupun intensitas latihan tetap dipertahankan pada 75% dari VO2max, pengaruh kelelahan memerlukan pengerahan serabut otot FTb, sehingga latihan tetap dapat dilanjutkan. Penemuan ini tidak bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli sebelumnya, yang pada umumnya serabut otot ST dikerahkan selama latihan dengan intensitas yang rendah dan serabut otot FT selama latihan dengan intensitas yang tinggi. Yang lebih penting, hasil-hasil dari penemuan itu menunjukkan bahwa serabut otot ST selalu dikerahkan pada permulaan latihan yang tergantung kepada intensitas, durasi, atau kelelahan yang terjadi, baru kemudian FTa dan FTb ikut berperan. Untuk latihan dengan intensitas moderat, pengerahan serabut otot adalah berturut-turut ST dan FTa, baru kemudian serabut otot FTb dipergunakan, apabila kegiatan tersebut dilanjutkan. Untuk latihan dengan intensitas yang tinggi, serabut otot ST, FTa dan FTb dikerahkan dengan lebih cepat, tetapi pada kegiatan yang memerlukan kegiatan habis-habisan (all-out power), seluruh serabut otot dikerahkan dalam waktu yang secepat mungkin (Gollnick, P. D., dkk., 1974., dan Vollestad, N. K., dkk., 1984). Banyak penelitian dilakukan mengenai sifat-sifat tipe serabut otot olahragawan yang dengan cemerlang memenangkan suatu kejuaraan besar, baik olahraga yang bersifat kecepatan (lari cepat), dan olahraga yang bersifat daya tahan (lari jarak jauh). Dalam laporan-laporan yang disampaikan sebagai hasil penelitian menunjukkan bahwa, olahragawan cepat memiliki persentase serabut otot FT yang lebih tinggi dan pada olahragawan daya tahan memiliki persentase ST yang lebih tinggi. Begitu juga hasil-hasil penelitian tentang profil enzim anaerobik lebih besar pada pelari cepat dan enzim aerobik lebih besar pada olahragawan daya tahan. Tetapi harus diingat, bahwa keberhasilan di dalam suatu kejuaraan tidak hanya ditentukan oleh kandungan serabut-serabut otot yang dimilikinya, tetapi juga harus dilihat atau ditinjau dan faktor-faktor yang mendukung. Bagaimana tentang perbedaan komposisi dan ukuran otot olahragawan laki-laki dan perempuan? Costill, D. L., dkk., (1976), dan Prince, F. P., dkk., (1977) menemukan tidak ada perbedaan distribusi serabut otot atau sifat-sifat histokimia antara kedua jenis kelamin. Umumnya, persentase serabut otot ST dan enzim-enzimnya sama tinggi dengan persentase serabut otot FT dan enzim-enzimnya pada pelari cepat dan pelari jarak jauh, baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gregor, R. J., dkk., (1979) terhadap olahragawan elit wanita (atletik) tentang komposisi tipe serabut otot, secara proposional sama dengan pria, akan tetapi pada wanita ukuran relatif serabut otot ST tehadap serabut otot FT cenderung lebih besar dari pria. 34



Penataran tingkat dasar Kecenderungan ukuran otot, bagaimanapun juga, pada nomornomor tertentu, sama antara pria dan wanita, yaitu: nomor-nomor yang memerlukan power yang besar dan kurang daya tahan menghubungkan dengan ukuran relatif, lebih besar pada serabut otot FT. Hubungan di dalam ukuran relatif ada, karena serabut otot FT lebih kecil pada olahragawan yang mempunyai spesialisasi nomor daya tahan, dan ukuran serabut otot ST nya sama untuk tipe olahragawan yang berbeda (Gregor, R. J., dkk., 1979). Kesimpulannya, distribusi serabut otot dan sifat-sifat enzimatik otot yang dimiliki antara wanita dan pria adalah sama. 5. Pengaruh Latihan terhadap Tipe Serabut Otot Dengan melakukan latihan secara teratur dan berkelanjutan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap tipe serabut otot, walaupun pengaruh tersebut tidak terjadi pada tingkatan yang sama, baik pada serabut otot Slow-Twitch (ST) maupun pada serabut otot Fast-Twitch (FT). Dengan kata lain, latihan-latihan tertentu dapat memberikan rangsangan terhadap serabut-serabut otot Slow-Twitch dan Fast-Twitch. Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan latihan, adalah sebagai berikut: -



Perubahan pada kapasitas aerobik Walaupun serabut otot FT pada umumnya mempunyai kapasitas oksidatif yang lebih rendah dari pada serabut otot ST, tetapi dengan latihan, kapasitas oksidatif kedua tipe serabut otot sama-sama meningkat (Baldwin, K., dkk., 1972 dan Gollnick, P. D., dkk., 1972). Ini berarti bahwa sifat-sifat yang membedakan kapasitas oksidatif antara kedua tipe serabut otot tidak dapat berubah karena latihan yang dilakukan. Dengan kata lain, serabut otot ST selalu memiliki kapasitas aerobik yang lebih tinggi dari pada serabut otot FT, baik sebelum maupun setelah melakukan latihan. Perubahan kapasitas glikolitik, kelihatannya lebih spesifik, yaitu terjadi peningkatan kapasitas glikolitik pada serabut otot FT (Fink, W., dkk.,1975, dan Gollnick, P.D., dkk., 1973).



-



Perubahan tidak terjadi pada tingkatan yang sama Perubahan pada serabut otot ST dan FT tidak semuanya terjadi pada tingkatan yang sama. Rangsangan tertentu mengenai perubahan pada serabut otot ST dan FT tergantung pada tipe, durasi, dan intensitas latihan (Costill, D. L., dkk., 1976, dan Gollnick, P.D., dkk., 1972). Peningkatan ukuran serabut otot terutama disebabkan oleh meningkatnya ukuran diameter dan jumlah miofibril didalam sel otot (mitokhondria, retikulum sarkoplasma, dan sebagainya) meningkat secara proposional. Kedua tipe serabut otot mengalami hipertrofi selama melakukan latihan beban, akan tetapi peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot yang tahan terhadap kelelahan, dan disertai oleh meningkatnya kapasitas otot untuk 35



Penataran tingkat dasar menghasilkan ATP melalui oksidasi foforilasi, sehingga serabut otot ST menempati daerah terbesar pada otot olahragawan daya tahan dari pada serabut otot FT. Begitu juga sebaliknya, serabut otot FT menempati daerah terbesar pada otot olahragawan lari cepat (sprinter), tolak peluru, ataupun pada lempar cakram. -



Latihan tidak dapat mengkonversi serabut otot Telah banyak dibuktikan, bahwa dengan latihan serabut otot ST dan FT tidak dapat dikonversikan satu sama lain (Eriksson, B., dkk., 1973, dan Saltin, B., dkk., 1976). Dengan latihan aerobik terjadi konversi secara bertahap pada tipe serabut otot FTb (fast-glicolitic) menjadi FTa (fast-oxidatipe-glicilitic), tetapi tidak terjadi perubahan yang mencolok pada perbandingan antara tipe serabut otot ST dan FT. Perubahan-perubahan biokimia yang disebabkan oleh latihan pada serabut otot seperti terlihat dalam Tabel 2 di bawah ini.



Perubahan Biokimia pada Serabut Otot yang Disebabkan oleh Latihan Perubahan Aerobik Meningkatnya kandungan glikogen. Meningkatnya oksidasi glikogen. Meningkatnya jumlah dan ukuran mitokhondria. Meningkatnya aktivitas enzim siklus krebs dan ETS (elektron transports system). Meningkatnya simpanan glikogen otot. Meningkatnya oksidasi lemak. Meningkatnya simpanan trigliserida otot. Meningkatnya persediaan lemak sebagai bahan bakar. Meningkatnya aktivitas enzim yang terlibat di dalam aktivitas transport, dan pemecahan asam lemak. Perubahan Anaerobik Meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC. Meningkatnya simpanan ATP dan PC dalam otot. Meningkatnya aktivitas enzim yang membentuk dan memecah ATP (ATP turn over enzymes). Meningkatnya kapasitas glikolitik. Perubahan Relatif Serabut Otot ST dan FT Meningkatnya kapasitas aerobik pada kedua tipe serabut otot. Meningkatnya kapasitas glikogen (FT lebih besar dari pada ST). Hipertrofi tergantung kepda bentuk latihan: FT – dengan latihan. Kecepatan dan kekuatan: ST – dengan latihan daya tahan. Pada kedua tipe serabut otot tidak dapat saling dikonversikan.



Tabel 2. Perubahan Biokimia Serabut Otot karena Latihan 36



6. Kelelahan Otot



Penataran tingkat dasar



Walaupun telah banyak dilakukan penelitian terhadap kelelahan otot, namun tidak satupun dari hasil penelitian itu yang secara pasti menemukan letak dan penyebab kelelahan itu sendiri. Sebetulnya bermacam-macam pengertian dari kata kelelahan (lelah) seperti tampak pada Tabel 3 di bawah ini. Dalam penulisan ini, kelelahan otot adalah ketidakmampuan otot untuk mempertahankan tenaga yang diperlukan atau yang diharapkan. Pembahasan ini dimulai dari pengaruh distribusi tipe serabut otot terhadap kelelahan dan kemudian akan dilanjutkan kepada kemungkinan letak dan penyebab kelelahan otot itu sendiri. Kemungkinan Arti-arti dari Kelelahan Definisi 1. Lemahnya performa intelektual. 2. Lemahnya performa motorik. 3. Meningkatnya aktivitas EMG (electromyography) di dalam suatu performa. 4. Rendahnya frekuensi power spektrum EMG. 5. Kegagalan menghasilkan tenaga (force). Persepsi yang membingungkan 1. Meningkatnya suatu usaha untuk mempertahankan tenaga. 2. Perasaan tidak enak atau rasa nyeri karena kegiatan otot. 3. Merasa lemah/tidak mampu untuk menghasilkan tenaga. Tabel 3. Kemungkinan arti-arti dari kelelahan 7. Pengaruh Distribusi Serabut Otot Pada halaman-halaman sebelumnya telah diterangkan, bahwa serabut-serabut otot FT lebih mudah lelah dari pada serabut-serabut otot ST. Pada manusia, satu di antara sekian banyak cara memperoleh informasi kelelahan otot dapat dicapai dengan pencatatan menurunnya puncak tegangan pada kelompok otot setelah melakukan sejumlah ulangan kontraksi yang sangat cepat. Menurunnya puncak tegangan otot, dapat diambil sebagai ukuran terjadinya kelelahan. Dari hasil penelitian disampaikan, bahwa kelelahan otot (merupakan indikasi dari besarnya penurunan puncak tegangan) terbesar terjadi pada: a. Persentase distribusi terbesar serabut-serabut otot FT di dalam otot. b. Daerah terbesar serabut otot FT pada otot. Karena perbedaan-perbedaan secara biokimiawi dan fisiologis antara serabut otot ST dan FT pada sebelumnya - seperti yang akan dibicarakan berikutnya dan merupakan hal yang sangat penting di dalam membantu memahami beberapa penyebab kelelahan otot. 37



Penataran tingkat dasar 8. Kemungkinan Letak dan Penyebab Kelelahan Otot Di dalam tubuh, otot atau sekelompok otot dapat mengalami kelelahan, karena kegagalan salah satu atau keseluruhan perbedaan mekanisme neuromuskuler yang terlibat didalam kontraksi otot. Sebagai contoh, kegagalan otot untuk berkontraksi secara sadar, dapat terjadi karena: a. Syaraf motorik yang menyarafi serabut-serabut otot didalam kesatuan motorik untuk mengirikan rangsangan-rangsangan persyarafan (nervous impulses). b. Persimpangan neuromuskuler (neuromuscular junction) memancarkan rangsangan-rangsangan persyarafan dari syaraf motorik ke serabut- serabut otot. c. Mekanisme kontraksi itu sendiri untuk menghasilkan tenaga, dan d. Sistem syaraf pusat, seperti otak dan spinal cord memulai dan memancarkan rangsangan-rangsangan persyarafan ke otot. Kebanyakan penelitian mengenai kelelahan otot lokal tercurah kepada neuromuscular junction, mekanisme kontraktil, dan sistem syaraf pusat, sedangkan penelitian yang dilakukan terhadap kemungkinan syaraf motorik sebagai letak dan penyebab kelelahan tidak begitu banyak. 9. Kelelahan pada Neuromuscular Junctions Menurut Clamann, H. P., dkk., (1979), dan komi, P. V., dkk., (1979) banyak bukti-bukti yang mendukung dan menentang bahwa, kelelahan otot lokal disebabkan oleh kegagalan neuromuscular Junctions. Bentuk kelelahan ini nampaknya lebih umum terjadi pada satuan motorik FT, dan boleh dianggap sebagian terbesar kelelahan dari serabut-serabut otot FT jika dibandingkan dengan serabut-serabut otot ST. Kegagalan neuromuscular junctions untuk memancarkan rangsangan-rangsangan persyaratan ke serabut-serabut otot adalah faktor terbesar yang menyebabkan penurunan pengiriman bahan- bahan kimia, asetilkolin dari akhiran syaraf (nerve ending). 10. Kelelahan dalam Mekanisme Kontraktil Beberapa faktor yang terlibat di dalam kelelahan itu adalah mekanisme kontraktil itu sendiri. Beberapa diantaranya adalah: a. Penumpukan asam laktat Terjadinya kelelahan otot yang disebabkan oleh penumpukan asam laktat telah lama dicurigai. Bagaimanapun juga, baru belakangan ini orang menentukan hubungan antara penumpukan asam laktat pada intramuskuler dengan menurunnya antara puncak tegangan (ukuran dari kelelahan). Padahal kedudukan di antara hubungan itu sendiri tidak dapat mengakhiri pembuktiannya, bahwa asam laktat yang menyebabkan kelelahan, memberikan bantuan yang agak besar, sehingga melemahkan pendapat tersebut (Fox, E. L., 1989). Sebagai contoh: eksperimen yang bersifat klasik, yang 38



Penataran tingkat dasar dilakukan oleh sekelompok peneliti 50 tahun yang lalu, dari dugaannya dikatakan bahwa asam laktat menyebabkan kelelahan otot, sedangkan penumpukan asam laktat itu sendiri tidak pernah diukur. Penumpukan asam laktat di dalam otot manusia (vastus lateralis) digambarkan sebagai rasio konsentrasi di dalam serabutserabut otot FT dan ST, ini berarti bahwa rasio meningkat, asam laktat di produksi lebih banyak lagi di dalam serabut-serabut FT jika dibandingkan dengan di dalam serabut-serabut ST. Kemampuan terbesar untuk membentuk asam laktat inilah mungkin salah satu faktor yang turut menentukan tingginya kapasitas performa anaerobik (anaerobic perfomance capasity) dari serabut-serabut FT. Juga perlu mendapat perhatian bahwa rasio asam laktat pada ST : FT meningkat, puncak tegangan otot menurun. Ini dapat diinterprestasikan bahwa besarnya kelelahan pada serabut FT berhubungan dengan besarnya kemampuan mereka untuk membentuk asam laktat. Pendapat bahwa penumpukan asam laktat menyertai di dalam proses kelelahan selanjutnya, menurut Strauss,R.H.,(1979) diperkuat fakta bahwa oleh karena dua mekanisme maka asam laktat menghalang-halangi fungsi otot. Kedua mekanisme tersebut tergantung kepada efek asam laktat pada ph intraseluler atau konsentrasi ion hidrogen (H+). Dengan meningkatnya konsentrasi asam laktat, konsentrasi H+ meningkat, dan ph menurun. Di lain pihak, peningkatan konsentrasi ion H+ menghalang- halangi proses rangkaian ekstasi oleh menurunnya sejumlah kalsium (Ca²+) yang dikeluarkan dari retikulum sarkoplasma dan gangguan kapasitas mengikat Ca²+ troponin. Di lain pihak peningkatan konsentrasi ion H+ juga menghambat kegiatan fosfofruktokinase, yaitu enzim kunci yang terlibat didalam anaerobik glikosis. Demikian lambatnya hambatan glikosis, sehingga mengurangi penyediaan ATP untuk energi. b. Pengosongan Penyimpanan ATP dan PC Karena ATP merupakan sumber energi secara langsung untuk kontraksi otot, dan PC dipergunakan untuk resintis ATP secepatnya, pengosongan fosfagen intraseluler mengakibatkan kelelahan. Sebagaimana penyelidikan terhadap manusia telah disimpulkan, bahwa kelelahan tidak berasal dari rendahnya konsentrasi fosfagen di dalam otot (Fox, E. L., dkk., 1989). Suatu kesimpulan yang sama telah diperoleh dari hasil penelitian terhadap otot katak yang dipotong pada otot sartorius nya. Hasil penelitian tersebut menuturkan, bahwa penurunan yang paling besar di dalam konsentrasi ATP dan PC terjadi pada dua menit pertama kontraksi otot, sebelum penurunan pada puncak tegangan 39



Penataran tingkat dasar otot. Ketika otot telah mencapai puncak kelelahan (setelah 15 menit kontraksi) masih tersisa 76% konsentrasi ATP waktu istirahat yang tersedia untuk otot. Tambahan pula bahwa konsentrasi ATP dan PC mengikat sangat cepat sekali di dalam beberapa menit pertama pada masa pulih asal (recovery). Selanjutnya sebagai indikasi terpakainya fosfagen dan kelelahan otot tidak mempunyai korelasi yang tinggi. Meskipun keterangan terdahulu yang menyatakan, bahwa kemungkinan ATP dan PC tetap terlibat di dalam proses kelelahan tidak dapat sepenuhnya ditinggalkan (Fox, E. L., dkk., 1989, dan Strauss, R. H.,1979). Sebagai contoh, telah diingatkan bahwa selama kegiatan kontraksi, konsentrasi ATP di daerah miofibril mungkin lebih berkurang dari pada di dalam otot keseluruhan. Oleh karena itu, ATP menjadi terbatas di dalam mekanisme kontraktil, walaupun hanya terjadi penurunan yang moderat dari jumlah total ATP di dalam otot. Kemungkinan yang lain adalah bahwa hasil energi didalam pemecahan ATP lebih sedikit dari jumlah ATP yang tersedia di dalam batas-batas untuk kontraksi otot (Holloszy, J. O., 1984, dan deVries, H. A., 1986). Sebagai contoh, sejumlah energi dilepaskan bila satu molekul ATP dipecah menjadi ADP + Pi dan pernah dihitung untuk menurunkan hampir 15% dari 12,9 kilokalori (kcal) pada waktu istirahat dan sampai serendah 11,0 kcal setelah latihan yang melelahkan (Lamb, D. R., 1984). Alasan dari penurunan ini mungkin dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi ion H+ dalam jumlah kecil sampai besar didalam intraseluler, dan merupakan penyebab utama dari penumpukan asam laktat (Stegemann, 1981). c. Pengosongan Simpanan Glikogen Otot Sebelumnya telah disinggung bahwa selama latihan yang lama (umpamanya 30 menit – 4 jam), simpanan glikogen otot di dalam beberapa serabut otot (terutama serabut otot ST), hampir seluruhnya dikosongkan atau dikuras. Karena pengosongan glikogen demikian hebatnya, sehingga menyebabkan kelelahan kontraktil. Ini pemikiran yang benar, walaupun asam lemak bebas (free fatty acid) dan glikogen (dari hati) lebih dari cukup yang masih tersedia sebagai bahan bakar untuk serabut-serabut otot (Bigland, B. Ritchie, dkk.,1986, dan Strauss, R. H., 1979). Kelihatannya, bahan-bahan bakar lainnya tidak dapat sepenuhnya menutupi kebutuhan energi serabut-serabut otot yang glikogennya terkuras (Newsholme, E. A., 1984) Seperti halnya dengan asam laktat dan kelelahan, hubungan sebab akibat antara pengosongan glikogen otot dan kelelahan otot tidak dapat ditentukan dengan tegas (Astrand, P. O., 1986). Faktorfaktor lain yang berhubungan dengan kelelahan selama periode 40



Penataran tingkat dasar latihan yang lama (Fox, E. L., dkk., 1989) meliputi: 1) Rendahnya tingkatan/level glukose darah, menyebabkan pengosongan cadangan glikogen hati. 2) Kelelahan otot lokal disebabkan karena pengosongan cadangan glikogen otot. 3) Kekeringan (dehidrasi) dan kurang elektrolit, menyebabkan termperatur tubuh meningkat. 4) Rasa jenuh. d. Faktor-faktor Lain Beberapa faktor lain sebagai tambahan, tetapi kurang diperhatikan, yang mungkin mempunyai andil terhadap kelelahan otot adalah kurangnya oksigen dan tidak memadainya aliran darah di serabut-serabut otot. 11. Sistem Syaraf Pusat dan Kelelahan Otot Lokal Mungkin penelitian yang terakhir, tentang peranan komponen sistem syaraf pusat terhadap kelelahan otot lokal, yang dilakukan oleh Erling, dkk., (Astrand, P. O., dkk., 1986). Dia dan kawan-kawan menampilkan dengan sangat cermat seri-seri eksperimennya, bagaimana ulangan-ulangan masa kerja yang melelahkan yang terdiri dari mengangkat beban yang dilakukannya secara berirama oleh gerakan-gerakan menekuk siku atau jari tengah. Istirahat selama 2 menit pada akhir kelelahan atau istirahat penuh (kelompok kontrol) atau ketika fisik sedang aktif secara berganti-ganti diselingi istirahat diantara masa kerja. Periode-periode istirahat aktif, terdiri dari kegiatan apa yang dinamakan sebagai “pengalihan kegiatan” seperti menampilkan kegiatan fisik dengan tanpa melelahkan otot. Salah satu dari eksperimen-eksperimen tersebut menampilkan sejumlah performa yang mempergunakan pengalihan kegiatan selama periode istirahat. Ternyata orang coba menunjukkan performanya 22% lebih besar dari pada mempergunakan istirahat total (complete rest). Eksperimen-eksperimen selanjutnya didalam seri-seri yang sama pada studi tersebut menunjukkan hasil sama yang dicapai bila: a. Pengalihan kegiatan dilakukan secara simultan dengan masamasa kerja yang melelahkan b. Sirkulasi darah ke otot yang terlibat di dalam latihan-latihan yang melelahkan dan latihan yang dialihkan terserap. c. Pekerjaan mental dipakai sebagai pengalihan kegiatan. b. Pekerjaan yang melelahkan dilakukan dengan membandingkan antara mata terbuka dengan mata tertutup. Menurut Trauss, R. H., (1979) lebih banyak kerja yang dilakukan dengan mata terbuka. Hasil ini menyimpulkan bahwa pulih asal dari kelelahan otot lokal adalah dipengaruhi oleh faktor sistem syaraf dan tidak tergantung kepada aliran darah lokal. 41



Penataran tingkat dasar Secara fisiologis, mekanisme kerja demikian ini bagaimana dapat terjadi? Walaupun mekanisme ini tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan bahwa kelelahan otot, tempat terjadinya gangguan di dalam daerah sekitarnya mengembalikan sinyal/isyarat ke sistem syaraf pusat (otak) melalui syaraf sensoris. Dalam putaran ini, otak mengirimkan sinyal penghambat ke sel-sel syaraf di dalam sistem motorik, dan menyebabkan menurunnya kerja otot. Selama istirahat, total daerah yang mendapat gangguan cenderung untuk menyimpan kembali sinyal tersebut didalam otot, dan kelelahan secara berangsurangsur menjadi berkurang, atau tidak tampak. Kalau pengalihan kegiatan dilakukan selama periode istirahat, sinyal yang lain dari perifer atau dari otak itu sendiri akan mengenai (berasal dari kata kena) daerah fasilitator otak. Sebagai akibatnya, implus-implus fasilitator akan dikirimkan ke sistem motorik, menyebabkan performa otot lebih baik atau mempercepat pulih asal dari kelelahan. Daerah yang di dalam mekanisme kontraktil ototnya terganggu, maka mulailah semua kejadian-kejadian seperti: penumpukan asam laktat, pengosongan ATP – PC dan glikogen otot dan itu merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan atau menurunnya performa otot. 12. Sistem Energi Semua kegiatan manusia dapat diamati melalui gerakan-gerakan yang dilakukan merupakan aplikasi energi yang disebut energi kinetik. Energi tersebut berasal dari energi kimia melalui makanan ke dalam tubuh yang dibentuk energi yang dinamai energi potensial. Secara simpel energi yang bekerja dari tubuh manusia dalam kegiatannya terbagai menjadi dua macam sistem yaitu: a. Sistem energi aerobik. b. Sistem energi anaerobik. Manusia pada dasarnya dapat menggunakan salah satu sistem energi tersebut atau kombinasi dari kedua sistem. Walaupun pada kenyataannya atlet sering menggunakan gabungan dari kedua sistem dimana salah satu energi memiliki porsi yang seimbang atau dominan sehingga cabang atau event olahraga tersebut memiliki sistem energi predominan pada sistem tertentu. Sistem energi aerobik, merupakan sistem energi dalam otot yang dalam kerjanya memerlukan oksigen. Sistem ini biasanya bekerja pada aktivitas atau gerakan olahraga dengan intensitas yang rendah ke sedang namun dengan durasi yang lama, seperti: lari jarak jauh, balap sepeda, dan sebagainya. Sistem energi anaerobic, merupakan sistem energi otot yang dalam kerjanya tidak memerlukan oksigen. Sistem ini dibagi menjadi dua jenis yaitu: 42



Penataran tingkat dasar a. Sistem anaerobik alaktik, dimana merupakan pengunaan energi awal untuk bergerak atau start, sehingga sering disebut “Start up system” (Thompson, 1991:2.15). Sistem ini memiliki kerja dengan intensitas yang tinggi dengan waktu yang sangat singkat (1-5 detik) dan tidak menghasilkan zat buang seperti asam laktat, sehingga disebut anaerobik alaktik. b. Sistem anaerobik laktat, adalah sistem energi tanpa menggunakan oksigen tetapi menghasilkan zat buang atau asam laktat, sehingga disebut sistem anaerobik laktat. Sistem ini bekerja dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang relatif lebih lama dibanding dengan sistem energi alaktik (6 detik sampai 2 menit). Dari sistem energi di atas kita dapat memahami bahwa setiap cabang olahraga memiliki sistem energi predominan yang berbeda, dimana implementasinya dalam melatih harus menjadi pertimbangan bagaimana kita memberikan beban latihan yang tepat untuk cabang olahraga yang memiliki sistem energi predominan tertentu. 13. Perpindahan Sistem Aerobik dan Anaerobik (energi split) Perpindahan sistem energi, menentukan seberapa besar sumbangan sistem energi aerobik atau anaerobik berperan pada saat atlet melakukan kegiatan. Pada gambar di bawah ditunjukkan bagaimana kontribusi sistem energi berlangsung berdasarkan waktu bila atlet melakukan kegiatan tanpa istirahat.



Gambar 10. Kontribusi sistem energi berdasarkan waktu aktifitas (Thompson: 1991)



43



Penataran tingkat dasar Dari gambar di atas dapat lebih diilustrasikan pada gambar di bawah ini.



Gambar 11. Energi predominan berkaitan dengan waktu kegiatan (Thompson: 1991) Dari gambar di atas nampak bahwa setelah 2 menit terjadi perpindahan predominan energi dari anaerobik ke sistem aerobik dimana peran sistem aerobik menjadi semakin lama semakin dominan. Kegiatan dengan menggunakan oksigen ini merupakan kegiatan dominan dalam kehidupan manusia dari lahir hingga dewasa. Oleh karena itu dinyatakan bahwa kegiatan aerobik merupakan kegiatan yang sehat. Fungsi jantung dan paru-paru sangat berperan dimana oksigen dan bahan bakar dibawa ke otot melalui darah. Kegiatan ini tahan terhadap kelelahan karena dilaksanakan dengan intensitas yang relatif rendah. Latihan untuk aerobik disarankan berdurasi tidak kurang dari 20 menit (Thompson: 1991). Latihan aerobik dapat dilakukan dengan lari jauh maupun sistem pembagian/ pemecahan jarak dengan interval yang intensitasnya lebih tinggi. Untuk mendeteksi intensitas dan istirahat latihan aerobik dapat digunakan denyut nadi. Sistem energi anaerobik dalam aplikasi aktifitas di lapangan dilakukan dengan intensitas yang relatif tinggi dan volume rendah. Pada sistem energi alaktik peran energi awal (ATP-PC) sangat besar. Istirahat diperlukan sampai tubuh membentuk ATP yang baru. Sedangkan pada tahap selanjutnya dimana produksi asam laktat berlangsung atlet memerlukan waktu yang lebih untuk memulai latihan selanjutnya sampai kadar asam laktat dalam darah kembali normal. Penggunaan denyut nadi sebagai parameter latihan pada sistem energi anaerobik tidak dapat dipakai sebagai patokan. E. Penugasan Identifikasi beberapa hal di bawah ini sesuai dengan cabang olahraga anda: 1. Jenis serabut otot yang manakah (cepat atau lambat) yang diperlukan secara dominan pada cabang olahraga anda, dan sistem energi yang mana? 44



Penataran tingkat dasar 2. Uraikan teknik cabang olahraga anda menjadi beberapa gerakan teknik dasar dan identifikasikan otot-otot dominan yang bekerja pada gerakan tersebut. F. Evaluasi



NO



SOAL



Y



1.



Otot-otot rangka mengkonsumsi sebagian besar oksigen dan paling banyak membutuhkan darah selama latihan berat (heavy exercise).



2.



Serabut otot putih lebih cocok atau sesuai untuk kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang lama dan kontraksi yang lambat.



3.



Latihan tidak akan dapat merubah persentase serabut otot merah dan putih.



v



4.



Ukuran serabut otot dapat ditingkatkan dengan latihan beban.



v



5.



Kelelahan dapat diartikan lemahnya performa intelektual, motorik, dan kegagalan menghasilkan tenaga.



v



6.



Terjadinya kelelahan otot penumpukan asam laktat.



v



7.



Sistem energi aerobik dalam kerjanya tidak memerlukan oksigen dan bekerja pada aktivitas dengan intensitas tinggi.



8.



Gerakan start pada sprinter merupakan contoh dari penggunaan sistem anaerobik alaktik.



v



Marathon merupakan contoh menggunakan sistem energi aerobik.



v



9. 10.



banyak



disebabkan



olahraga



oleh



yang



Contoh aktivitas yang menggunakan sistem energi anaerobik adalah aktivitas dengan intensitas yang relatif tinggi dan volume rendah.



T



v



v



v



v



---------------o0o--------------



45



MODUL IV



Penataran tingkat dasar



PSIKOLOGI OLAHRAGA A. Deskripsi Modul ini berisi tentang peran psikologi bagi atlet dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi baik dalam proses latihan maupun pada menjelang dan sesudah menghadapi suatu pertandingan. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu: 1. Menjelaskan pentingnya psikologi olahraga dalam menghadapi segala resiko yang mungkin terjadi pada pertandingan. 2. Meningkatkan kinerja atlet, baik sebelum, masa pertandingan maupun sesudah pertandingan. 3. Memberikan strategi dan teknik-teknik untuk mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki atlet. 4. Menyiapkan atlet dalam kondisi optimal, rileks dan fokus menghadapi pertandingan. B. Jumlah Jam Pelajaran : 4 JPL C. Metode Penyajian 1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Penugasan (perorangan/kelompok) 4. Presentasi D. Materi Para atlet banyak yang mengalami rasa cemas ketika akan menghadapi suatu pertandingan atau pada saat pertandingan, perasaan cemas mudah timbul apabila atlet tidak dipersiapkan untuk menghadapi tekanan, dilanda ketakutan akan gagal yang berlebihan. Sukses atau gagal pada hakekatnya lebih banyak ditentukan oleh perasaan atlet itu sendiri. Atlet yang kalah tidak selalu merasa gagal apabila ia sudah merasa berbuat sebaik-baiknya atau dapat memecahkan rekornya sendiri, meskipun masih harus mengakui keunggulan lawan. Kalah dan merasa gagal akan melanda si atlet bila ia menetapkan harapannya lebih tinggi dari kemampuannya atau kurang memperhitungkan kekuatan lawan. Zeigarnik effect sangat dipengaruhi situasi. Dalam olahraga, situasi waktu atlet mengalami kekalahan termasuk situasi penonton yang mencemoohkan, media masa yang mencaci-maki, dll. Juga situasi kejiwaan atlet itu sendiri yang mungkin merasa harus menang tapi ternyata diluar dugaan harus menelan kekalahan yang menyakitkan. 46



Penataran tingkat dasar Untuk mencegah terjadinya hal tersebut di atas, pelatih perlu membuat program latihan dengan psikologi olahraga yang bertujuan untuk mempersiapkan para atlet untuk mengahadapi segala resiko yang mungkin terjadi dalam menghadapi suatu pertandingan maupun perlombaan. Psikologi otahraga mempunyai peran yang sangat panting bagi atlet untuk meningkatkan kinerja baik sebelum, masa pertandingan maupun pasca pertandingan, hal ini terkait dengan situasi bila mengalami kemenangan atau kegagalan sudah siap untuk menghadapinya dengan baik. Peran psikologi olahraga bagi atlet sangat penting dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi baik dalam proses latihan maupun pada menjelang dan sesudah menghadapi pertandingan. Pelatih harus pandai mengatur strategi dan jeli membaca situasi perkembangan perilaku atlet selama mengikuti proses latilan, kadangkala atlet akan merasa bosan, jenuh dan mungkin akan mengalami kekecewaan terhadap apa yang telah dililakukan. Hal ini bisa mengakibatkan atlet mengalami berbagai masalah secara psikis, maka peran pelatih sebagai orang tua kedua sangat dibutuhkan untuk memulihkan tekanan mental yang dihadapi atlet. Seperti kita ketahui salah satu kompetensi seorang pelatih sebelum menyatakan siap menjadi seorang pelatih adalah menguasai dan memahami betul tentang psikologi olahraga, sebab salah satu tugas penting pelatih dan pskilogi olahraga adalah memberikan strategi dan teknik-teknik untuk mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, baik saat berlatih maupun bertanding. Mengetahui potensi diri bukanlah satu-satunya yang harus dipelajari oleh atlet melainkan juga oleh orang yang bukan atlet. Penting bagi pelatih untuk mengetahui bahwa penampilan buruk atlet selama kompetisi adalah konsekuensi dari konsekuensi yang belebihan dan kurang optimalnya kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu tugas dan fungsi pelatih dalam menanamkan dan memberikan perlakuan secara psikologi kepada atlet baik semasa latihan maupun menjelang kompetisi dan pasca kompetisi. Gejala umum psikologi yang dimiliki oleh para atlet selama mempersiapkan proses latihan, selama pertandingan dan pasca pertandingan meliputi berbagai hal sebagai berikut: - Bosan (Bored) - Cemas - Demam Lapangan (Nervous) - Tegang (Stress) - Percaya Diri (Self Confidence) - Senang (Fun) - Puas (Satisfy) - Bangga (Proud) - Kecewa (Disappointed)



47



Penataran tingkat dasar Hal-hal tersebut di atas akan dialami oleh para atlet, maka peran pelatih sangat penting dalam mengeloladan mengaturstrategi agar gejala umum psikologi di atas dapat diminimalisir dan dikendalikan menjadi hal positif yang akan mendukung proses latihan menuju suatu kompetisi. Tujuan dari tulisan ini adalah sebagai bahan pegangan dan pertimbangan serta informasi bagi para pelatih ketika menangani atlet dalam mempersiapkan proses latihan menuju kompetisi. Tekanan yang meningkat dalam kompetisi dapat menyebabkan atlet bereaksi secara mental dan fisik. Reaksi itu dapat secara negatif mempengaruhi kemampuan pencapaian prestasi mereka. Mereka bisa menjadi sangat tegang dan jadi pemarah, detak jantung bertambah cepat, muncul keringat dingin, kecemasan berlebihan saat kompetisi dan tidak fokus ke pertandingan. Salah satu tugas penting pelatih adalah mengatasi berbagai hal negatif di atas. Makin kompetitifnya persaingan membuat psikologi olahraga semakin berperan berkembang. Atlet dituntut bisa mengatasi berbagai tekanan untuk mempertahankan prestasi. Salah satu hal yang dipelajari adalah bagaimana pelatih mampu membawa atlet rileks menghadapi pertandingan dan fokus tanpa kekuatiran. Psikologi olahraga menjadi obat mujarab dalam memenangkan pertandingan, khususnya melawan ketakutan pada diri sendiri. 1.



Motif Berprestasi Motivasi muncul karena adanya sumber yang mendorong manusia untuk berusaha. Sumber motivasi ada dua yaitu motivasi yang berasal dari dalam manusia itu sendiri (instrinsik) dan motivasi yang berasal dari luar manusia (ekstrinsik) atau sering disebut juga sebagai faktor internal dan eksternal. Motivasi instrinsik adalah dorongan untuk berbuat berasal dari dalam diri yang bersangkutan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk berbuat lebih disebabkan oleh pengaruh dari luar individu. Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk mewujudkan hasil kerja yang melebihi hasil kerja orang lain. Dorongan itu merupakan tenaga dari dalam diri manusia yang menyebabkannya berbuat sesuatu. Besarnya dorongan untuk berprestasi tergantung pada besarnya harapan yang ingin dicapai, kuatnya potensi yang menimbulkan motivasi, kepuasan yang ingin dicapai. Ketiga komponen inilah yang menimbulkan motivasi. Motivasi berprestasi merupakan hasil interaksi antara usaha, kepuasan, dan ganjaran. Teori kebutuhan mengemukakan bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan berprestasi. Manusia yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, memerlukan pekerjaan yang membuatnya puas, memanfaatkan peluang untuk tumbuh kembang, senang apabila dapat merubah tantangan menjadi kesempatan menginginkan otonomi dalam pelaksanaan tugas, selalu mengharapkan terbuka terhadap masukan. Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan dipaksa untuk lebih sering dan lebih dulu mengatasi persoalan sendiri daripada orang lain 48



Penataran tingkat dasar yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa kebutuhan akan prestasi adalah keinginan untuk mengungguli atau berhasil dalam situasi persaingan. Prinsip tentang motivasi berprestasi adalah setiap orang memiliki motivasi berprestasi, tetapi hanya beberapa yang konsisten lebih terarah pada prestasi itu daripada orang lain. Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk bertingkah laku sebagai berikut: (1) jika ditantang akan berusaha makin keras untuk menghasilkan sesuatu lebih baik; (2) jika berhasil memenangkan persaingan dengan mencapai standar yang ditentukan akan merasa puas; (3) lebih suka pada pekerjaan dengan tingkat resiko moderat; (4) apabila menerima umpan balik yang cepat dan tepat akan menunjukkan aktivitas kerja yang lebih giat, (5) menyadari bahwa pencapaian prestasi besar itu diperoleh dalam waktu singkat dan dengan mudah, sehingga secara mental akan lebih suka berusaha dan bertarung secara gigih; (6) apabila menghadapi rintangan, segera memikirkan alternatif cara untuk mengatasinya; (7) lebih senang memilih rekan yang terbukti ahli, meskipun pribadinya belum dikenalnya secara jelas; (8) tidak memperhatikan orang lain terhadap dirinya melainkan lebih memperhatikan usaha untuk mengatasi rintangan, (9) akan bersungguh-sungguh terlibat dalam tugasnya dan tidak berhenti memikirkan tugasnya sampai selesai. Karakter motivasi berprestasi memiliki empat komponen dasar yaitu; keinginan, kepuasan, keyakinan dan usaha keras. Situasi yang mendorong munculnya motivasi berprestasi adalah komponen dasar keinginan dan kepuasan. Hal ini terjadi apabila ada standar kualitas, situasi bersaing dan ada keinginan untuk bekerja cepat dan baik. Keinginan untuk bekerja keras hingga berhasil merupakan gambaran dari komponen dasar “usaha keras”. Hal ini mencerminkan tanggung jawab dari seorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Lebih lanjut situasi yang mendukung komponen dasar 'keyakinan diri' adalah terselesaikannya tugas yang mempunyai tingkat kesulitan moderat dan resiko yang timbul diperkirakan dapat diatasi, sehingga memberikan peluang bekerja dengan rekan yang kompeten, memberikan peluang untuk mendapat umpan balik. Dengan demikian konstruksi motivasi berprestasi adalah: (a) keinginan; (b) kepuasan; (c) usaha keras; dan (d) keyakinan diri. Kempat indikator tersebut mengandung standar kualitas, situasi persaingan, keinginan bekerja lebih cepat dan baik, bertanggung jawab, berani menerima tantangan dan suka memecahkan masalah. Dalam olahraga, seorang atlet akan lebih sering membandingkan prestasinya dengan atlet lainnya. Untuk dapat maju atau meningkat, modal utama bagi atlet adalah harus memiliki keinginan untuk berprestasi lebih baik, keinginan atau motifasi berprestasi inilah yang akan mendorong atlet untuk selalu berusaha memecahkan rekor dan 49



Penataran tingkat dasar mencapai prestasi setinggi-tingginya. Untuk mengembangkan motivasi atlet secara mendalam kiranya perlu diketahui sifat-sifat motif sebagai berikut: a. Merupakan sumber penggerak dan pendorong dari dalam diri subyek, yang terorganisasi. b. Terarah pada tujuan tertentu secara selektif. c. Untuk mendapat kepuasan atau menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan. d. Dapat disadari atau tidak disadari. e. lkut menentukan pola kegiatan. f. Bersifat dinamik. g. Merupakan ekspresi dari suatu emosi atau afeksi. h. Ada hubungan dengan unsur kognitif dan konatif. Motivasi merupakan determinan sikap dan kinerjanya. Strategi dalam memelihara motivasi dalam proses latihan menuju suatu kompetisi. 2. Percaya diri Rasa percaya diri adalah hasil dari perbandingan tujuan dan kemampuan yang dimiliki atlet akan memiliki self confidence jika mereka mempercayai kemampuan untuk mencapai tujuan (You only achieve what you believe). Rasa percaya diri seorang atlet dapat dilihat. dari kegigihannya mengejar sesuatu ketika perencanaan meleset dari perkiraan dan antusiasme yang ditunjukkan. Jika menemukan hal itu, bersikaplah positif. Sebagai pelatih, harus menunjukkan rasa tanggung jawab baik saat sukses maupun gagal. Untuk meningkatkan rasa percaya diri, seorang atlet dapat menggunakan mental imagary untuk memvisualisasikan penampilan primanya untuk mengingat dan merasakannya kembali, membayangkan berbagai skenario dan bagaimana bisa menggunakan skenario strategi untuk bisa meraih hasil yang ditargetkan. Dan untuk dapat berprestasi harus ada kepercayaan pada diri atlet bahwa ia sanggup dan mampu untuk mencapai prestasi yang diinginkan.Jelas bahwa percaya diri sendiri merupakanmodal utama untuk berprestasi Cratty (1973) mengemukakan bahwa atlet pada umumnya lebih sering menghadapi situasi tegang dibandingkan bukan atlet. Ketegangan dapat menimbulkan rasa cemas (anxiety) dan dalam hal ini dibutuhkan kepercayaan diri untuk dapat mengatasi keadaan tersebut. Kepercayaan pada diri sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam pembinaan mental atlet. Percaya pada diri sendiri akan menimbulkan rasa aman. Kepercayaan pada diri sendiri biasanya berhubungan dengan "emotional security", makin mantap kepercayaan pada diri sendiri maka makin mantap pula emotional security-nya, hal ini akan terlihat pada sikap dan tingkah laku yang tidak mudah bimbang, tenang, tegas dan sebagainya. 50



Penataran tingkat dasar Sukses yang pernah dicapai seseorang atlet akan menumbuhkan rasa percaya diri oleh karena itu perlu sekali atlet-pemula mendapat kesempatan mengenyam kemenangan. Suatu kekalahan juga tidak harus mengakibatkan kerugian pada usaha menanamkan rasa percaya diri pada diri sendiri. Hal ini tergantung pada kemampuan pelatih dan pembina dalam mengadakan pendekatan dan teknik menimbulkan motivasi, misalnya menunjukkan kelemahan dan kelebihan lawan, di samping itu juga menunjukkan rasa puas atas hasil yang dicapai atlet. Over confidence atau rasa percaya diri pada diri sendiri yang berlebihan juga dapat terjadi pada diri atlet, misalnya pada atlet yang mempunyai sifat terlalu optimis dan kebetulan selalu menang bertanding di daerahnya. Over confidence berhubungan erat dengan sifat-sifat kepribadian atlet yang bersangkutan. Segi negatif yang sering terjadi pada atlet Over confidence sering menganggap enteng lawan. Karena harapan sukses terlalu tinggi maka apabila mengalami kekalahan, atlet yang bersangkutan akan lebih mudah mengalami frustasi. Perasaan kurang percaya pada diri sendiri jelas merupakan tumpuan yang lemah untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya. Kurang percaya pada diri sendiri berarti meragukan kemampuan sendiri. Hal ini merupakan bibit ketegangan pada waktu menghadapi pertandingan atau menghadapi lawan yang seimbang dan ketegangan tersebut jelas merupakan bibit kekalahan. Kegagalan yang dialami atlet yang kurang percaya diri akan mudah menimbulkan putus asa dan apabila dituntut untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi tetapi tidak berhasil, akan dapat menyebabkan timbulnya frustasi. Menurut Robert N. Singer (1984) menghadapi atlet yang kurang percaya diri sendiri (lack of confidence), pelatih dapat membantu atlet merasakan identitas dirinya (sense of identity), yaitu memahami keadaan yang terjadi pada dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas diperlukan pengelolaan kecemasan (arousal) agar terjadi titik optimal antara kekhawatiran dan keyakinan untuk rnenang sehingga atlet merasa adanya getaran fisik maupun psikis yang optimal untuk dapat mencapai performa yang baik. Di bawah ini digambarkan dua orang atlet dengan perbedaan titik optimal arousalnya.



Gambar 12. Perbedaan tingkat arousal yang optimal pada atlet 51



Penataran tingkat dasar Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa setiap atlet memiliki tingkat getaran optimal yang berbeda untuk mencapai prestasi terbaiknya. Atlet A memiliki tingkat arousal yang lebih rendah dibanding atlet B untuk mencapai performa optimalnya. 3. Rasa Harga Diri Menurut Maslow (1970), harga diri yang merupakan kebutuhan individu berhubunagn dengan motif atau kebutuhan berprestasi dan kepercayaandiri sendiri, di samping itujuga berkaitandengan status, pengakuan, reputasiyang menimbulkanperasaan untuk menghargai diri sendiri. Kebutuhan akan harga diri tidak akan terpenuhi atau terpuaskan tanpa adanya orang lain. Menurut Alderman (1974) kebutuhan harga diri dapat dipenuhi melalui hubungan interpersonal dengan orang lain (pelatih, sesama atlet dan penonton). Rasa harga diri dapat dibina melalui ketergantungan atlet dalam kelompok-kelompok olahraga yang dipandang elit para atlet atau oleh masyarakat, misalnya dalam olahraga bela diri, rasa harga diri ditimbulkan dengan adanya tingkatan kelas atau kelompok yang diberi tanda dengan sabuk yang warnanya berbeda-beda. 4. Penanaman Disiplin dan Tanggung Jawab Disiplin adalah sikap atau kesediaan psikologis untuk menempati atau mendukung nilai-nilai atau norma yang berlaku. Atlet yang disiplin akan berusaha menepati ketentuan, tertib dan biasanya patuh pada pembuat peraturan (pelatih dan pembina). Disiplin atlet bila dikembangkan lebih lanjut dapat menimbulkan kesadaran yang mendalam untuk menepati segala bentuk nllai-nilai, meskipun tidak ada yang mengawasi, bahkan akhirnya juga akan mematuhi rencana-rencana yang dibuatnya sesuai dengan pengetahuan tentang hal-hal yang dianggap baik. Kesadaran yang timbul dari dalam diri tanpa adanya pengawasan. dari orang lain menimbulkan disiplin diri sendiri. Atlet yang memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan latihan sendiri tanpa ada yang memerintah dan mengawasi. la sudah mempunyai rasa tanggungjawab untuk menepati dan mendukung nilai-nilaiyang dianggap baik dan tepat untuk dilakukan. Sikap untuk menepati dan mendukung nilai-nilai adalah sikap yang megandung tanggung jawab untuk kelangsungan nilai-nilai tersebut direndahkan oleh orang lain. Dalam jangka waktu lama maka tanggung jawab untuk mendukung nilai-nilai tersebut dapat dikembangkan menjadi sikap dalam menghadapi nilai-nilai dalam kehidupan sehari--hari. 5. Penguasaan Emosi Penguasaan emosi dilakukan dengan latihan untuk menjaga stabilitas emosional menghindarkandiri dari rasa jemu (boredom), kelelahan mental (mental fatique) dan mengontrol gejala-gejala fisiologis 52



Penataran tingkat dasar yang terjadi sebagai akibat terjadinya fluktuasi emosional. Latihan penguasaan emosi atau emotional control sangat penting bagi setiap atlet. Karena fluktuasi emosional akan sangat berpengaruh pada proses fisiologis dan kondisi mental secara keseluruhan sehingga jelas akan berpengaruh terhadap penampilan dan kinerja atlet. Latihan penguasaan emosional dapat dilakukan antara lain dengan: a. Latihan meningkatkan kesadaran dan penguasan fisik, yang dikenal dengan body awareness. Latihan ini biasanya dilakukan untuk mengetahui dan John D. Lawter (1972) mengemukakan bahwa dalam keadaan overstress mendiagnosa pengaruh psikologis terhadap perubahan sisiologis. Salah satu cara yang cukup terkenal adalah dengan biofeedback. b. Meningkatkan stabilltas emosional, yaitu dengan latihan penguasaan diri untuk meredam kemarahan, rasa tidak puas atas keputusan wasit sehingga dapat menguasai ketegangan ototnya, meskipun dalam keadaan tidak puas atau terganggu stabilitas emosinya. c. Menghindarkan rasa jemu (boredom) dan kelelahan mental (mental fatique) dapat dilakukan dengan latihan relaksasi, membiarkan atlet dapat mengisi waktu luang dengan baik, menciptakan berbagai variasi. Fluktuasi emosional juga akan mempengaruhi aspek-aspek kejiawaan yang lain (kognisi dan konasi) dan kematangan emosional akan mempengaruhi stabilitas psikis atlet. Seorang atlet yang dapat mengendalikan emosi atau dapat menguasai diri dalam situasi pertandingan yang penuh ketegangan akan dapat menunjukkan prestasi yang tinggi. Threshold yaitu tingkatan batas ambang ketegangan akan terjadi interferensi (gangguan) dalam penampilan seorang atlet. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh permainan yang seimbang dan wasit yang berat sebelah atau penonton yang dianggap merupakan lawan. Dalam keadaan semacam ini kematangan emosi atlet akan diuji, mungkin permainannya menjadi agak kacau untuk sementara atau menjadi kacau sama sekali untuk kemudian diakhiri dengan kekalahan. 6. Evaluasi Diri Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya maka atlet dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hai-hal yang telah dilakukannya sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.



53



Penataran tingkat dasar Oleh karena itu pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Atlet untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri baik dari segi fisik, teknik maupun mental. Koreksi diperlukan jika menurut pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang kurang. Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut dengan teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di dalam bukunya halhal yang intinya sebagai berikut: target jangka panjang, menengah dan pendek dalam latihan dan pertandingan. Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan, suatu gerakan atau penampilan yang mengesankan, catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya, hasil dan jalannya pertandingan, hasil yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk, penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan. Menuju suatu kompetisi yang dipersiapkan dengan perencanaan dan persiapan yang baik akan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan target dan tujuan. Oleh karena itu, pelatih harus dapat mengoptimalkan dan memberdayakan psikologi olahraga dalam suatu proses latihan, pertandingan dan pasca pertandingan agar atlet dapat mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki menjadi hal positif. Hal-hal tersebut di atas merupakan alternatif dan bahan bagi para pelatih ketika menangani para atlet yang akan menjalani proses latihan pertandingan dan pasca pertandingan. E. Penugasan Kasus 1 Seorang atlet yang mengalami gangguan motivasi, diskusikan dan temukan alternatif solusi pemecahannya. Kasus 2 Seorang atlet yang kehilangan kepercayaan diri dan penuh rasa tegang dan khawatir menghadapi pertandingan, diskusikan dan temukan alternatif solusi pemecahannya. Kasus 3 Seorang atlet muda sangat berbakat yang temperamental dan tidak dapat mengendalikan emosi dalam pertandingan sehingga sering mendapatkan peringatan wasit, diskusikan dan temukan alternatif solusi dan jalan terbaik untuk mengoptimalkan dia. F. Evaluasi



NO 1.



SOAL



Y



Salah satu kompetensi seorang pelatih sebelum menyatakan siap menjadi seorang pelatih adalah menguasai dan



v



T



54



Penataran tingkat dasar



NO



SOAL



Y



T



memahami betul tentang psikologi olahraga.



2.



Salah satu tugas penting pelatih adalah memberikan strategi dan teknik-teknik untuk mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan atlet, baik saat berlatih maupun bertanding.



3.



Peran pelatih kurang penting dalam merancang strategi agar gejala umum seperti cemas, demam lapangan, tegang, kecewa dapat diminimalisir.



4.



Latihan penguasaan emosi sangat penting bagi setiap atlet, karena akan sangat berpengaruh pada proses fisiologis dan kondisi mental secara keseluruhan, sehingga akan berpengaruh terhadap penampilan dan kinerja atlet.



v



Rasa percaya diri seorang atlet dapat dilihat dari kegigihannya mengejar sesuatu ketika perencanaan meleset, maka sebagai pelatih harus menunjukkan rasa tanggung jawab baik saat sukses maupun gagal.



v



Atlet yang memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan latihan sendiri tanpa ada yang memerintah dan mengawasi, atlet sudah mempunyai rasa tanggung jawab untuk menepati dan mendukung nilai-nilai yang dianggap baik dan tepat untuk dilakukan.



v



7.



Evaluasi diri untuk mengenali keadaan yang terjadi pada atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini.



v



8.



Pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan.



v



9.



Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan dipaksa untuk lebih sering dan lebih dulu mengatasi persoalan sendiri daripada orang lain yang memiliki motivasi berprestasi rendah.



v



5.



6.



10.



v



v



Untuk dapat berprestasi optimal, seorang atlet tidak harus memiliki motivasi interinstik yang tinggi.



v



---------------o0o---------------



55



MODUL V



Penataran tingkat dasar



PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GERAK A. Deskripsi Modul ini berisi tentang pengertian, teori-teori pertumbuhan dan perkembangan gerak yang diperlukan pelatih agar mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu: 1. Menjelaskan beberapa teori pertumbuhan dan perkembangan gerak. 2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gerak. 3. Menjelaskan konsep gerakan tubuh, pengertian dan klasifikasi keterampilan gerak, serta unsur-unsur yang membentuk gerakan terampil. 4. Menjelaskan proses dan kondisi belajar gerak. 5. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran gerak dalam olahraga. B. Jumlah Jam Pelajaran: 8 JPL C. Metode penyajian 1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Penugasan (Perorangan/kelompok) 4. Presentasi D. Materi 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak Pokok bahasan pada modul ini tentang teori pertumbuhan dan perkembangan, terutama mengenai kecenderungan sifat pertumbuhan fisik dan perkembangan gerak yang terjadi pada diri manusia pada umumnya sejalan dengan bertambahnya usia. Selain itu juga disajikan tentang kebutuhan akan aktivitas fisik pada setiap fase perkembangan agar terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Sajian materi ajar disesuai dengan keperluan pelatih olahraga, oleh karena yang disajikan diutamakan tentang pertumbuhan dan perkembangan mulai masa anakanak dan adolesensi. Bahasan tentang usia dewasa dan usia lanjut hanya sepintas saja. Pengetahuan tentang teori pertumbuhan dan perkembangan gerak merupakan sebagian landasan ilmiah yang sangat diperlukan oleh pelatih olahraga agar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Dengan memahami sifat pertumbuhan dan perkembangan pada setiap fase perkembangan, akan memberikan kemungkinan bagi pelatih untuk 56



Penataran tingkat dasar memberi perlakuan para atletnya dengan lebih baik. Oleh karena itu para pelatih perlu memahami bahasan yang disajikan dalam naskah ini. 2. Peristilahan dalam Studi Perkembangan a. Pertumbuhan (growth): peningkatan ukuran tubuh, sebagai hasil penyempurnaan bagian-bagian tubuh. b. Perkembangan (development): peningkatan kapasitas fungsi dan kemampuan kerja organ-organ tubuh. c. Kematangan (maturation): peningkatan atau kemajuan yang bersifat kualitatif dalam hal perkembangan biologis. d. Penuaan (aging): proses penurunan kualitas organik yang diakibatkan karena bertambah usia. 3. Teori Perkembangan a. Teori Kematangan (Maturational Theory): 1) Perubahan biologis yang terjadi pada diri manu menunjukkan perkembangan yang teratur mengikuti tahap urutan tertentu. 2) Kecepatan perkembangan pada setiap tahap tidak sama pada setiap individu. 3) Faktor internal lebih menentukan dibanding faktor eksternal dalam mempengaruhi perkembangan individu. b. Teori Keperilakuan (Behavioral Theory): 1) lndividu tidak bersifat pasif, tetapi bersifat reaktif terhadap lingkungan. 2) Faktor ekstemal lebih menentukan dibanding faktor internal dalam mempengaruhi perkembangan individu. c. Teori Kognitif (Cognitive Theory): 1) lndividu dapat mempengaruhi lingkungan, dan lingkun dapat mempengaruhi individu, atau antara individu dan lingkungan berinteraksi. 2) Proses perkembangan individu dipengaruhi oleh pertumbuhan biologis, pengalaman, hubungan sosial dan sikap orang dewasa terutama orangtuanya, serta sifat umum manusia yang cenderung mencari keseimbangan dengan lingkungan dan dalam dirinya sendiri. 4. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan kecenderungan sifat perkembangan yang terjadi pada individu pada umumnya, sepanjang hidup manusia dapat diidentifikasi periodisasi fase-fase perkembangan yang disajikan dalam tabel berikut:



57



Penataran tingkat dasar Fase Perkembangan



Batasan Usia



Fase sebelum lahir



Selama 9 buIan 10 hari



1.



Awal



Saat pembuahan sampai 2 minggu



2.



Embrio



2 sampai 8 minggu



3.



Janin



8 minggu sampai rnenjelang lahir bayi



Bayi



Saat lahir sampai 1 atau 2 tahun



Neonatal



Saat lahir sampai 4 minggu



Anak kecil



1 atau 2 sampai 6 tahun



Anak besar perempuan



6 sampai 10 tahun



Anak besar laki-laki



6 sampai 12 tahun



Adolesensi perempuan



10 sampai 18 tahun



Adolesensi laki-laki



12 sampai 20 tahun



Dewasa Muda



18/20 sampai 40 tahun



Dewasa Madya



40 sampai 60 tahun



Dewasa Tua (usia lanjut)



lebih dari 60 tahun



Tabel 4. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Usia 5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan lndividu a. Faktor yang mempengaruhi perkembangan janin yaitu kondisi ibu yang mengandungnya, baik itu gizi, aktivitas fisik, kondisi emosi, penyakit yang diidap, maupun konsumsi obat-obatan, minuman beralkohol, rokok, dll. b. Faktor yang mempengaruhi perkembangan sesudah lahir, antara lain keturunan atau genetik, gizi, aktivitas fisik, horman pertumbuhan, penyakit, musim dan iklim, suku bangsa atau ras, kondisi sosialekonomi, kondisi psiko-sosial, kecenderungan sekular (dari masa ke masa). 6. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Kecil a. Pertumbuhan fisik 1) Secara proporsional pertumbuhan relatif melambat dibanding masa bayi. 2) Jaringan tulang tumbuh lebih cepat dibanding jaringan otot. Kaki dan tangan tumbuh lebih cepat dibanding togok. 3) Laki-laki dan perempuan relatif masih seimbang. b. Perkembangan kemampuan fisik 1) Kemampuan gerak dasar semakin baik. 2) Fungsi pengungkit pada kaki dan tangan mulai meningkat sejalan dengan pertumbuhan memanjangnya. 58



Penataran tingkat dasar 3) Mulai dapat menghayati dan menyadari konsep dasar obyek, ruang, waktu, gaya, dan hubungan sebab akibat. c. Minat melakukan aktivitas fisik 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



lngin selalu aktif bergerak. Umumnya menyenangi gerak berirama. Suka meniru-niru gerakan. Selalu ingin tahu dan imajinatif. Suka menjelajah dan mencoba-coba dalam beraktivitas. Bersifat individualistik dan egosentrik dalam beraktivitas. Suka gaduh saat bermain.



d. Aktivitas yang diperlukan 1) 2) 3) 4) 5)



Gerakan yang dapat merangsang otot kaki, lengan, dan bahu. Permainan sederhana yang dilakukan dalam waktu relatif singkat. Menirukan gerakan-gerakan binatang atau gerakan lain. Aktivitas kelompok dengan teman sebaya. Aktivitas menggunakan sarana dengan berbagai ukuran dan bentuk.



7. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Besar a. Pertumbuhan fisik 1) Secara proporsional pertumbuhan relatif melambat disbanding pada pada anak kecil dan bayi. 2) Kaki dan tangan tumbuh relatif lebih pesat dibanding togok. 3) Pada usia 10-14 tahun umumnya perempuan cenderung lebih tinggi dan sesudahnya laki-laki menjadi lebih tinggi. 4) Proporsi bentuk tubuh laki-laki dan perempuan mulai ada perbedaan. 5) Kecenderungan tumbuh kearah tipe tubuh tertentu mulai tampak. b. Perkembangan kemampuan fisik Kemampuan fisik yang menonjol perkembangannya adalah: kekuatan, fleksibilitas, dan keseimbangan. 1) Perkembangan Kekuatan: a) Peningkatan terpesat perempuan dicapai 2 tahun lebih awal. b) Laki-laki menjadi sedikit lebih kuat. c) Perkembangan simetris antara kanan dan kiri, tetapi umumnya bagian kanan sedikit lebih kuat, kecuali yang kidal bagian kiri sedikit lebih kuat. 2) Perkembangan fleksibilitas: a) Perempuan meningkat sampai usia 12 tahun, laki-laki masih meningkat sesudah usia 12 tahun. b) Tidak ada hubungan fleksibilitas satu sendi dengan sendi lain. 59



Penataran tingkat dasar 3) Perkembangan keseimbangan: a) Terjadi pada usia antara 6-16 tahun. b) Mulai usia 8 tahun keseimbangan dinamik laki-laki cenderung lebih baik. c. Perkembangan Koordinasi dan Penguasaan Gerak Dasar 1) Perkembangan koordinasi gerak: berkembang dengan baik. 2) Perkembangan penguasaan gerak dasar: a) Terjadi penyempurnaan kemampuan gerak dasar. b) Mekanika gerak makin baik. c) Kontrol dan kelancaran gerak meningkat. d) Pola gerak makin bervariasi. e) Gerakan makin bertenaga. Penguasaan gerak dasar berkembang dengan baik bila memperoleh kesempatan yang cukup untuk melakukannya. Gerakangerakan berikut umumnya sudah dapat dilakukan seperti bentuk gerakan orang dewasa, hanya masih kurang bertenaga, antara lain berjalan, berlari, mendaki atau memanjat, meloncat, berjingkat, mencongklang, mengguling, lompat tali, menyepak, melempar, menangkap, memukul, memantul-mantul bola, dan berenang. d. Minat Melakukan Aktivitas Fisik 1) Sifat sosial-psikologis pada usia 6-9 tahun: a) b) c) d) e) f) g)



lmajinatif. Senang suara dan gerak berirama. Senang mengulang-ulang aktivitas tertentu. Senang aktivitas kompetitif. Rasa ingin tahunya besar. Selalu memikirkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan. Lebih menyenangi aktivitas kelompok dengan teman sebaya dan sama jenis daripada aktivitas individual. h) Mulai berminat melakukan permainan yang menggunakan peraturan, tetapi yang sederhana. i) Cenderung membandingkan dirinya dengan teman, dan mudah rendah diri bila merasa ada kekurangan dan mengalami kegagalan. j) Mudah gembira karena pujian, dan mudah kecewa karena kritik. k) Senang menirukan idolanya. l) Selalu menginginkan persetujuan dari orang dewasa mengenai apa yang dilakukan. 2) Sifat sosial-psikologis pada usia 10-12 tahun: a) Senang kegiatan yang aktif. b) Minat melakukan olahraga kompetitif meningkat. 60



Penataran tingkat dasar c) Minat melakukan permainan terorganisasi meningkat. d) Rasa bangganya tinggi atas keterampilan yang dikuasai dan cenderung berusaha memperoleh kebanggaan. e) Selalu menarik perhatian orang dewasa, dan akan berusaha keras bila memperoleh dorongan orang dewasa. f) Mempercayai orang dewasa dan selalu berusaha memperoleh persetujuan akan apa yang dilakukan. g) Merasa sangat puas bila mencapai sesuatu dan sangat kecewa bila gagal. h) Cenderung memuja orang yang dianggapnya pahlawan. i) Kondisi emosinya belum stabil, mudah gembira dan mudah sedih. j) Mulai memahami arti waktu, dan ingin mencapai sesuatu tepat waktu. e. Aktivitas yang Diperlukan Anak Besar 1) Aktivitas keterampilan yang bertujuan: a) b) c) d) e)



Bermain dalam situasi berlomba atau bertanding. Aktivitas pengujian diri. Aktivitas menggunakan alat. Pengenalan cabang-cabang olahraga yang sederhana. Berlatih melakukan gerakan-gerakan keterampilan.



2) Aktivitas beregu: a) Permainan atau perlombaan beregu. b) Menari berkelompok membentuk formasi tertentu. 3) Aktivitas Mencoba-coba: a) Menyelesaikan tugas dengan cara dan kemampuan masingmasing. b) Melakukan gerak bebas dan tari kreatif. 4) Aktivitas latihan fisik dan keberanian: a) Latihan kemampuan fisik yang berunsur gerak: jalan, lari, lompat, loncat, lempar, tangkap, sepak, panjat, mengguling, mengulur, dan melipat tubuh. b) Permainan kombatif: perang-perangan, kejar-kejaran. Latihan relaksasi. 8. Pertumbuhan dan Perkembangan Adolesensi a. Pertumbuhan Fisik 1) Pertumbuhan Ukuran Tubuh: a) Pada awalnya mengalami percepatan, kemudian melambat dan berhenti. b) Laki-laki cerderung menjadi relatif lebih tinggi dan lebih besar. 61



Penataran tingkat dasar c) Togok laki-laki relatif tumbuh lebih pesat dibanding kaki dan tangan, bahu melebar, dada makin bidang. d) Pinggul perempuan melebar dan membesar, buah dada membesar. e) Tipe tubuh tiap individu makin jelas. 2) Perkembangan jaringan tubuh: Laki-laki makin berotot. Perempuan makin berlemak. 3) Perkembangan Seksual: a) Terjadi pematangan organ reproduksi. b) Merupakan masa puber yaitu berkembangnya kegairahan seksual. c) Awai masa puber perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dari laki-laki. d) Perempuan mulai menstruasi, tumbuh buah dada, tumbuh rambut kelamin dan ketiak. e) Laki-laki mulai mimpi sampai keluarsperma, tumbuh jakun, tumbuh kumis, rambut kelamin dan ketiak. f) Larynk melebar disertai suara menjadi lebih besar. 4) Perubahan Fisiologis: a) Penurunan denyut nadi bazal. b) Penurunan temperatur tubuh bazal. c) Peningkatan tekanan darah sistolik. d) Peningkatan volume pernafasan, kapasitas vital, dan kapasitas pernafasan maksimum. b. Perkembangan Kemampuan Fisik 1) Perkembangan yang menonjol: kekuatan, kecepatan, ketahanan kardiovaskular. 2) Laki-laki lebih besar peningkatannya. c. Perkembangan Kemampuan Gerak 1) Laki-laki mengalami perkembangan lebih besar dibanding perempuan. 2) Laki-laki terus meningkat kemampuan gerak yang memerlukan kekuatan, kecepatan, kelincahan, dan ketahanan. d. Aktivitas yang Diperlukan 1) Masa adolesensi merupakan masa yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan penyempurnaan keterampilan gerak melalui kegiatan olahraga. 2) Olahraga perorangan, berpasangan, beregu. 3) Olahraga aerobik dan fitnes. 62



Program olahraga pada masa mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:



Penataran tingkat dasar pertumbuhan perlu



1) Pertimbangan Fisiologis: a) Olahraga untuk meningkatkan volume jantung, volume paruparu, jumlah haemoglobin, volume darah, ambilan oksigen maksimum (V02 Max), pertumbuhan organ tubuh, proses metabolisme. b) Pada masa adolesensi adaptasi sistem peredaran darah dan pernafasan dalam berolahraga sangat baik, sehingga efektif untuk meningkatkan prestasi olahraga. 2) Pertimbangan Kesehatan: a) Olahraga hendaknya dapat memberi rangsangan perkembangan semua organ tubuh secara proporsional dan merata. b) Olahraga dilakukan dalam berbagai bentuk gerakan yang melibatkan otot-otot secara merata. c) Latihan beban untuk meningkatkan kekuatan melalui kontraksi isometrik sebaiknya tidak dilakukan karena dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan skeletal, jaringan pengikat, dan persendian. d) Program latihan untuk usia kurang dari 10 tahun sebaiknya ditekankan pada pengembangan koordinasi neuromuskular, kemudian sesudahnya berangsur-angsur pada peningkatan kemampuan aerobik dan anaerobik. e) Pada usia 12-14 tahun ditingkatkan pembinaan ketahanan secara bertahap, dan sesudahnya ditingkatkan latihan kekuatan dan kecepatan sejalan dengan tingkat kematangan skeletal. 9. Penampilan pada Usia Dewasa a. Puncak prestasi fisik dan gerak 1) Ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan keterampilan gerak pada umumnya mencapai puncaknya pada usia dewasa muda. 2) Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sangat nyata. 3) Perbedaan antar individu dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan masing-masing. 4) Kemampuan fisik dan keterampilan gerak dapat ditingkatkan dan dipertahankan dalarn jangka waktu tertentu pada usia dewasa muda. 5) Prestasi puncak pada olahraga yang sangat memerlukan fleksibilitas sudah dapat dicapai sebelum usia dewasa. 6) Prestasi puncak pada olahraga yang sangat memerlukan kekuatan, kecepatan, dan ketahanan umumnya dicapai pada usia dewasa muda. 63



Penataran tingkat dasar 7) Usia 20-30 tahun dapat dikatakan sebagai usia prestasi puncak, walaupun ada yang mencapai sebelum atau sesudahnya, tetapi jumlahnya sedikit. 8) Kekuatan maksimal baik laki-laki maupun perempuan umumnya dicapai pada usia 21-25 tahun. 9) Daya tahan fisik maksimal umumnya dicapai sesudah usia pencapaian kekuatan maksimal. 10) Prestasi puncak dalam olahraga dapat dipertahankan sementara waktu lamanya berprestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor kebiasaan hidup, lingkungan, dan latihan. b. Penurunan kemampuan karena penuaan 1) Penurunan kemampuan terjadi karena penurunan kualitas fungsi organ-organ tubuh. 2) Mulainya terjadi penurunan kualitas fungsi setiap organ tubuh tidak secara bersamaan, dan tidak sama pada setiap individu. c. Aktivitas fisik bagi orang dewasa dan usia tua 1) Bermanfaat mula-mula untuk meningkatkan kemampuan fisik, kemudian untuk mempertahankan kondisi puncak yang dicapai selama mungkin, dan akhirnya untuk memperlambat penurunan kemampuan. 2) Untuk menjaga kondisi fisik yang baik diperlukan olahraga secara teratur. 10. Hakekat Belajar Gerak Pengetahuan tentang teori belajar gerak merupakan sebagian dari landasan ilmiah yang diperlukan oleh pelatih olahraga untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Dalam materi ini disajikan bahasan tentang kajian belajar gerak yang berupa teori-teori dalam bentuk konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Berdasarkan pertimbangan kesesuaian dengan forum penyajiannya, maka kajian dibatasi pada hal-hal yang bersifat mendasar yang sangat diperlukan oleh para pelatih olahraga tingkat dasar dalam menjalankan tugas profesionalnya. Setelah mempelajari naskah ini diharapkan pelatih mampu: -



-



Menjelaskan pengertian belajar gerak, ranah gerak, dan kedudukan belajar gerak dalam berolahraga. Menjelaskan konsep gerakan tubuh, pengertian dan klasifikasi keterampilan gerak, serta unsur-unsur yang membentuk gerakan terampil. Menjelaskan proses dan kondisi belajar gerak. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran gerak dalam olahraga. 64



Penataran tingkat dasar a. Pengertian Belajar Gerak Belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui responrespon muscular dan diekspresikan dalam gerakan tubuh. Dalam belajar gerak, yang dipelajari adalah pola-pola gerak tertentu, misalnya gerakan-gerakan olahraga. Pelajar berusaha mengetahui atau memahami suatu gerakan kemudian berusaha melakukan atau mewujudkan konsep gerakan itu dalam gerakan tubuh dengan mengaktifkan sistem penggerak tubuhnya. Proses belajar gerak berupa kegiatan mengamati gerakan dan kemudian mencoba melakukan berulang-ulang, menerapkan pola-pola gerak tertentu sesuai situasi yang ada. Pada tingkatan tertentu pelajar dapat menciptakan pola-pola gerak baru untuk tujuan-tujuan tertentu. Belajar gerak melibatkan ranah kognitif, afektif, psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan perilaku berpikir. Ranah afektif berkenaan dengan perilaku emosi dan perasaan. Ranah psikomotor berkenaan dengan perilaku gerak tubuh. b. Ranah Gerak Tubuh Ranah gerak tubuh (domain psikomotor) adalah elemen atau unsur yang tercakup dalam gerak tubuh. Gerak tubuh merupakan salah satu kemampuan manusia untuk menjalani hidupnya. Gerak tubuh dapat diklasifikasi menjadi beberapa ranah (domain). Anita J. Harrow (1972) mengklasifikasi menjadi 6 ranah, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6)



Gerak refleks Gerak dasar fundamental Kemampuan perseptual Kemampuan fisik Gerak keterampilan Komunikasi non-diskursif



Keenam ranah tersebut merupakan suatu kesatuan yang membentuk gerakan tubuh manusia, yang merupakan suatu urutan mulai dari yang bersifat bawaan sejak lahir, sampai yang tarafnya paling tinggi yang memerlukan proses belajar untuk dapat menguasainya. 1) Gerak refleks Gerak refleks adalah respon gerak atau aksi yang terjadi secara spontan tanpa kemauan sadar atau tanpa dipikir lebih dahulu, yang ditimbulkan oleh suatu stimulus. Gerak refleks merupakan kemampuan gerak yang: a) Dimiliki oleh setiap orang b) Bersifat bawaan. c) Tidak perlu dipelajari untuk mampu melakukan. 65



Penataran tingkat dasar d) Bersifat prerekuisit terhadap perkembangan kemampuan gerak tubuh yang bertaraf lebih tinggi. Misalnya refleks postural (refleks untuk memelihara tegaknya tubuh) merupakan prasarat untuk berkembangnya kemampuan berjalan, berlari, meloncat, dsb.) 2) Gerak dasar fundamental Gerak dasar fundamental adalah gerakan-gerakan dasar yang berkembangnya terjadi sejalan dengan pertumbuhan tubuh dan tingkat kematangan pada masa pertumbuhan. Kemampuan gerak dasar fundamental: a) Ada yang mulai bisa dilakukan pada masa bayi dan ada yang mulai pada masa anak-anak. b) Semakin sempurna penguasaannya pada masa sesudahnya. c) Dapat ditingkatkan kualitasnya melalui latihan atau melakukannya berulang-ulang. Gerak dasar fundamental dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu: a) Gerak lokomotor, yaitu gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya: merangkak, berjalan, berlari, meloncat, melompat. b) Gerak non-lokomotor, adalah gerak yang berporos pada persendian tertentu. Misalnya: menekuk siku, mengayun lengan, menekuk lutut, mengayun kaki, menekuk leher, memilin tubuh. c) Gerak manipulatif, adalah gerak memanipulasi atau memainkan suatu obyek dengan menggunakan tangan, kaki, atau bagian tubuh yang lain. Misalnya: memukul bola, menyepak bola, menggiring bola, melempar sasaran. 3) Kemampuan perseptual Kemampuan perseptual adalah kemampuan menginterpretasi stimulus yang diterima oleh organ indera. Kemampuan perseptual berguna untuk memahami segala sesuatu yang ada disekitar, sehingga seseorang mampu berbuat atau melakukan tindakan tertentu sesuai dengan situasi yang dihadapi. Misalnya ketika seseorang sedang bermain bola, ia dapat melihat bola dan memahami situasi bolanya, sehingga ia dapat memainkan bola sesuai dengan situasinya. Kemampuan perseptual yang erat hubungannya dengan olah gerak tubuh ada 5 macam, yaitu: a) Kemampuan persepsi kinestetik; b) Kemampuan persepsi visual; c) Kemampuan persepsi auditori; d) Kemampuan persepsi taktil; 66



e) Kemampuan koordinasi.



Penataran tingkat dasar



Kemampuan persepsi kinestetik adalah kemampuan mengiterpretasi rasa posisi dan gerak tubuh atau bagian tubuh, merupakan fungsi dari indera yang berada pada otot, sendi, dan tendon, yang berguna untuk merasakan posisi dan gerakan yang benar dan yang salah, sehingga memungkinkan seseorang mampu meningkatkan keterampilan geraknya. Kemampuan persepsi visual adalah kemampuan menginterpretasi stimulus yang diterima oleh mata sehingga mengerti tentang apa yang dilihat, merupakan fungsi dari indera penglihat, dan berguna untuk mengenali obyek yang dilihat, sehingga memungkinkan seseorang merespon terhadap obyek yang dihadapi. Kemampuan persepsi auditori adalah kemampuan menginterpretasi stimulus yang diterima oleh telinga, sehingga mengerti tentang apa yang didengar, merupakan fungsi dari indera pendengar, berguna untuk mengenali suara yang didengar, sehingga memungkinkan seseorang merespon makna suara yang didengar. Kemampuan persepsi taktil adalah kemampuan menginterpretasi stimulus yang diterima oleh indera peraba atau sentuhan pada kulit, merupakan fungsi dari indera peraba yang berada pada permukaan kulit, berguna untuk mengenali keadaan suatu obyek yang diraba, dipegang, atau menyentuh kulitnya, sehingga memungkinkan seseorang merespon atau memanipulasi suatu obyek yang diraba. Kemampuan koordinasi adalah kemampuan memadukan persepsi atau pengertian yang diperoleh dalam penginterpretasian stimulus oleh beberapa kemampuan perseptual kedalam pola gerak tertentu yang sinkron dan terintegrasi, merupakan fungsi dari sistem syaraf pusat dan sistim penggerak tubuh, berguna untuk memadukan respon organ-organ tubuh dalam mengantisipasi stimulus yang diterima, sehingga memungkinkan seseorang mengembangkan keteramplan geraknya. 4) Kemampuan fisik Kemampuan fisik atau kemampuan biomotor adalah kemampuan fungsi sistem organ-organ tubuh dalam melakukan aktivitas fisik. Kemampuan fisik sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan gerak tubuh, dan membentuk gerakan yang terampil. Kemampuan fisik dibedakan menjadi 4 macam, yaitu: 67



a) b) c) d) e)



Ketahanan (endurance); Kekuatan (strength); Kecepatan (speed); Fleksibilitas (flexibility); Kelincahan (agility).



Penataran tingkat dasar



Kemampuan biomotor ini dikaji lebih dalam pada modul tersendiri (Pengembangan Kondisi fisik). 5) Gerak keterampilan Gerak keterampilan adalah gerak yang mengikuti pola atau bentuk tertentu yang memerlukan koordinasi dan kontrol sebagian atau seluruh tubuh, yang dapat dikuasai melalui proses belajar. Seseorang yang mampu melakukan gerakan keterampilan dengan efektif dan efisien dapat disebut terampil. Dikatakan efisien jika tenaga yang dikeluarkan dalam melaksanakan gerakan sekecil mungkin, tanpa mengeluarkan tenaga yang tidak perlu dikeluarkan. Dikatakan efektif jika pelaksanaan gerakan sesuai dengan kemauan atau tujuan yang ingin dicapai. Gerak keterampilan dapat diklasifikasi menjadi 3 macam, yaitu: a) Keterampilan adaptif sederhana adalah keterampilan yang dihasilkan dari penyesuaian gerak dasar fundamental dengan situasi atau kondisi tertentu pada saat melakukan gerakan. Misalnya berlari melewati bermacam-macam rintangan. b) Keterampilan adaptif terpadu adalah keterampilan yang dihasilkan dari perpaduan antara gerak dasar fundamental dengan penggunaan perlengkapan atau alat tertentu. Misalnya memukul bola menggunakan raket. c) Keterampilan adaptif kompleks adalah keterampilan yang memerlukan penguasaan bentuk gerakan dan koordinasi banyak bagian tubuh. Misalnya melakukan smes bola dalam bolavoli. Di dalam mempelajari keterampilan gerak cabang-cabang olahraga, pelajar atau atlet dapat dikategorikan menjadi 4 tingkat, yaitu: a) Tingkat pemula (beginner); b) Tingkat madya (intermediate); c) Tingkat lanjut (advance); d) Tingkat mahir (highly skilled). Batasan setiap tingkat pada dasarnya tidak begitu jelas, dan hanya bersifat taksiran. Hanya orang yang ahli di bidang keterampilan gerak bersangkutan yang mampu menaksir secara baik. 68



6) Komunikasi non-diskursif



Penataran tingkat dasar



Komunikasi non-diskursif adalah komunikasi melalui perilaku gerak tubuh. Perilaku gerak tubuh yang bersifat komunikatif dapat diklasifikasi menjadi: a) Gerak ekspresif, adalah gerak yang bertujuan mengkomunikasikan suatu pesan. Misalnya mengacungkan tangan mengepal ke atas sambil meloncat untuk menyatakan kepuasan atau kegembiraan. b) Gerak interpretif, adalah gerak tubuh yang memancarkan nilai keindahan atau mengandung makna tertentu. (1) Gerak estetik adalah gerak yang menampilkan nuansa keindahan. (2) Gerak kreatif adalah gerak yang diciptakan dengan muatan makna tertentu. Gerakan balet merupakan contoh dari gerak interpretif. c. Belajar gerak dalam berolahraga Berolahraga pada dasarnya mengandung unsur pengerahan kemampuan fisik dan upaya menampilkan gerakan yang terampil dalam upaya mencapai prestasi yang tinggi. Prestasi olahraga yang tinggi memerlukan dukungan kemampuan fisik yang baik dan kemampuan atau keterampilan gerak yang baik pula, di samping kemampuan mental dan emosi. Latihan fisik merupakan bagian olahraga yang berkenaan dengan upaya meningkatkan kemampuan fisik. Teori-teori Physical Training dan Physical Conditioning dapat menjadi landasan ilmiah dalam latihan fisik. Belajar gerak merupakan sebagian dari upaya meningkatkan prestasi olahraga yang berkenaan dengan peningkatan kualitas gerak tubuh. Teori-teori belajar gerak dapat digunakan sebagai landasan ilmiahnya. 1) Keterampilan Gerak Keterampilan gerak merupakan perwujudan dari kebenaran mekanika tubuh yang berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan tenaga dan efektivitas pencapaian tujuan. Untuk mencapai prestasi olahraga yang tinggi, pembinaan keterampilan gerak sama pentingnya dengan pembinaan kemampuan fisik. a) Pengertian Keterampilan Gerak Keterampilan gerak adalah kemampuan melakukan gerakan secara efisien dan efektif, sebagai hasil dari kontrol dan koordinasi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan. 69



Penataran tingkat dasar Keterampilan gerak: (1) Diperoleh dari proses belajar gerak. (2) Untuk mencapai tingkat keterampilan tertentu memerlukan waktu yang lamanya tidak sama pada setiap individu, tergantung pada bakat yang dimiliki. (3) Makin kompleks gerakan yang dipelajari, makin lama waktu belajar yang diperlukan. b) Klasifikasi Keterampilan Gerak Keterampilan gerak dapat dikaji berdasarkan karakteristik gerakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, dan dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa sudut pandang, yaitu: (1) Klasifikasi berdasarkan keterlibatan kelompok otot tertentu. (2) Klasifikasi berdasarkan kompleksitas rangkaian gerakan. (3) Klasifikasi berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan. (4) Klasifikasi berdasarkan stabilitas lingkungan. Berdasarkan keterlibatan kelompok otot tertentu, keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: (1) Keterampilan gerak agam/agal (gross motor skill), yaitu keterampilan gerak yang melibatkan kelompok otot besar sebagai penggerak utamanya. Misalnya gerakan meloncat, menendang, memukul. (2) Keterampilan gerak halus (fine motor skill) adalah pada keterampilan gerak yang melibatkan kelompok otot halus sebagai penggerak utamanya, Misalnya gerakan menarik pelatuk senapan, melepas anak panah dalam memanah. Berdasarkan kompleksitas rangkaian gerakan, keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: (1) Keterampilan sederhana, adalah keterampilan gerak yang hanya terdiri atas 1 atau 2 elemen gerak saja. Misalnya menangkap bola, melempar bola, menendang bola. (2) Keterampilan kompleks adalah keterampilan gerak yang terdiri atas beberapa elemen gerak yang harus dikoordinasikan menjadi satu rangkaian gerak. Misalnya menyemes bolavoli, mendribel dan menembak ke ring basket, rangkaian gerak senam lantai, loncat indah Berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan, keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu: (1) Keterampilan gerak diskret, adalah keterampilan gerak yang satuan geraknya dapat ditandai dengan jelas awal dan akhirnya. Misalnya gerak melempar bola. 70



Penataran tingkat dasar (2) Keterampilan gerak serial, adalah keterampilan gerak diskret yang dilakukan berulang-ulang, misalnya gerak guling depan beberapa kali berturut-turut. (3) Keterampilan gerak kontinyu, adalah keterampilan gerak yang merupakan rangkaian gerakan yang dilakukan secara berlanjut, misalnya gerakan berenang. Berdasarkan stabilitas lingkungan, keterampilan gerak dapat dikategikan menjadi 2 yaitu: (1) Keterampilan gerak tertutup adalah keterampilan gerak yang dilakukan pada lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi, dilakukan karena stimulus dari dalam diri pelaku, tanpa dipengaruhi stimulus dari luar. Misalnya berjalan, berlari, melempar. (2) Keterampilan gerak terbuka adalah keterampilan gerak yang dilakukan dalam kondisi yang terus berubah-ubah, dilakukan selain karena stimulus dari dalam juga dipengaruhi oleh stimulus dari luar. Misalnya bermain sepakbola, bertinju. d. Kemampuan yang membentuk keterampilan gerak Diperlukan berbagai macam kemampuan agar seseorang mampu melakukan keterampilan gerak yang baik. Secara garis besar dapat dikemukakan ada 3 kelompok kemampuan yang diperlukan yaitu: 1) kemampuan fisik; 2) kemampuan mental; dan 3) kemampuan emosi. 1) Kemampuan fisik: a) Kekuatan dan power b) Ketahanan c) Kecepatan dan kelincahan d) Fleksibilitas e) Ketajaman indera 2) Kemampuan mental: a) Memahami keterampilan yang akan dilakukan b) Kecepatan memahami stimulus c) Kecepatan membuat keputusan d) Memahami hubungan jarak (spasial) e) Menaksir obyek yang bergerak f) Menaksir irama g) Mengingat rasa gerak (memori kinestetik) h) Memahami mekanika gerakan i) Berkonsentrasi 3) Kemampuan emosi: a) Ketiadaan faktor emosi yang mengganggu b) Adanya kebutuhan dan keinginan belajar atau melakukan 71



gerakan c) Memiliki sikap positif terhadap prestasi d) Memiliki kontrol diri



Penataran tingkat dasar



Keterlibatan setiap unsur kemampuan yang mendukung keterampilan gerak tersebut tidak sama intenstitasnya pada setiap macam keterampilan gerak yang dilakukan. Intensitas keterlibatan sangat tergantung pada pola dan karakteristik gerak keterampilan yang dilakukan. 11. Proses dan Kondisi Belajar Gerak a. Proses belajar gerak Belajar gerak sebagai suatu aktivitas berlangsung dalam suatu proses untuk mencapai tujuan belajar. Pencapaian tujuan belajar gerak selalu melalui tahapan atau fase-fase belajar yang dapat diidentifikasi ada 3 fase belajar yaitu: fase kognitif atau fase awal; fase asosiatif atau fase menengah; dan fase otonom atau fase akhir. 1) Fase kognitif atau fase awal Pada fase kognitif atlet berusaha memahami ide atau konsep gerakan melalui mendengarkan penjelasan atau melihat contoh gerakan. Agar konsep gerak yang difahami atlet adalah benar, perlu sajian model gerakan yang benar dan dapat diamati dengan jelas oleh atlet. Berdasarkan pemahaman konsep gerakan yang diperoleh, atlet kemudian berfikir dalam bentuk rencana gerak dan urutan rangkaian gerakan yang akan dilakukan. Rencana gerak tersebut kemudian dilaksanakan dalam kegiatan mempraktekkan gerakan. Saat awal mempraktekkan gerakan, aktivitas kognitif masih mendominasi proses pelaksanaan gerak. Pikiran tentang konsep gerak masih lebih dominan dibanding memikirkan pelaksanaan geraknya, sehingga respon geraknya masih belum benar dan belum lancar. 2) Fase asosiatif atau fase menengah Setelah atlet mempraktekkan gerakan berulang-ulang, proses belajar gerak akan memasuki fase asosiatif yaitu fase dimana dalam melaksanakan keterampilan gerak, konsep gerak yang ada dalam pikiran sudah semakin mudah dilaksanakan dalam respon geraknya. Aktivitas kognitif sudah berasosiasi secara baik dengan respon geraknya, sehingga atlet semakin mudah dan benar dalam melaksanakan konsep gerakan. Atlet semakin menguasai keterampilan gerak yang dipelajari. Dengan mengulang-ulang praktek gerak, atlet akan mencapai fase otonom. 72



3) Fase otonom atau fase akhir



Penataran tingkat dasar



Fase otonom merupakan puncak pencapaian keterampilan gerak. Pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan secara otonom dan otomatis. Gerakan yang otonom adalah gerakan dapat dilakukan walaupun pada saat yang bersamaan pelaku melakukan aktivitas kognitif selain gerak yang dilakukan. Misalnya pemain bolavoli dapat menyemes dengan baik sambil memperhatikan posisi pengeblok dan mencari daerah yang kosong. Sedangkan gerakan yang otomatis adalah gerakan yang dilakukan seolah-olah dengan sendirinya. Misalnya pesilat yang spontan menangkis ketika ada serangan. Gerak yang otonom dan otomatis dapat terbentuk melalui proses berlatih atau praktik berulang-ulang dalam jangka waktu relatif lama. b. Kondisi belajar gerak Kondisi belajar gerak adalah suatu persyaratan yang diperlukan agar terjadi proses belajar gerak. Kondisi belajar gerak ada 2 yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. 1) Kondisi internal, adalah persyaratan yang harus ada dalam diri atlet, yaitu mengingat bagian-bagian gerakan dan mengingat rangkaian gerakan. 2) Kondisi eksternal, adalah persyaratan yang merupakan stimulus dari luar diri pelajar yang diperlukan agar terjadi proses belajar, meliputi 4 hal yaitu: a) Pemberian penjelasan gerakan atau instruksi verbal: (1) Diberikan oleh pelatih (2) Disampaikan secara singkat dan jelas, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. (3) Mengenai unsur-unsur pokok tentang gerakan, urutan gerakan, dan kunci-kunci cara melaksanakan. (4) Untuk gerakan yang berbahaya, disampaikan faktor bahayanya dan cara menghindari. b) Pemberian contoh gerakan (1) Dilakukan langsung oleh pelatih, menggunakan model orang lain (model hidup), atau rekaman video kaset. (2) Diatur agar mudah diamati pelajar. (3) Ditunjukkan unsur-unsur pokok dan urutannya. (4) Dilakukan beberapa kali. c) Instruksi mempraktikkan gerakan (1) Pelatih memberikan kesempatan mempraktikkan gerakan sampai pelajar menunjukkan peningkatan dan menguasai gerakan. 73



Penataran tingkat dasar (2) Peningkatan penguasaan gerakan dapat ditandai dengan indikator: gerakan makin lancar, makin halus, makin terkontrol, kesalahan berkurang, penampilan terbaik makin konsisten. (3) Pemberian kesempatan praktik dengan memperhatikan prinsip-prinsip: pengaturan giliran, pengaturan waktu aktif dan waktu istirahat, praktik bervariasi, beban belajar meningkat, pemberian motivasi dan semangat. d) Pemberian umpan-balik (1) Umpan-balik adalah informasi yang diperoleh pelajar setelah praktik gerak, sudah benar atau masih salah, dan kesalahan yang dilakukan. (2) Umpan-balik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu umpan-balik internal dan umpan-balik eksternal. (3) Umpan-balik internal berasal dari diri pelajar sendiri, yaitu umpan-balik kinestetik yang berbentuk rasa gerak. (4) Umpan-balik eksternal berasal dari luar diri pelajar, yaitu dari pelatih, dari teman latihan, atau hasil pelaksanaan gerakan yang direkam atau dapat dilihat langsung. (5) Umpan-balik yang diberikan oleh pelatih dapat disampaikan secara klasikal dan secara individual di selasela waktu praktik. (6) Umpan-balik secara klasikal diberikan bila kebanyakan pelajar melakukan kesalahan yang sama. (7) Umpan-balik secara individual diberikan kepada pelajar yang melakukan kesalahan tertentu. (8) Pemberian umpan-balik jangan terlalu banyak menyita waktu, karena dapat mengganggu kesempatan praktik. c. Strategi pembelajaran gerak Strategi pembelajaran gerak adalah semua daya upaya untuk menyiasati proses belajar gerak agar berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan belajar. Ada banyak daya upaya yang dapat dilakukan, dan beberapa yang paling penting adalah dalam bentuk: 1) Pengaturan urutan materi belajar Urutan materi belajar sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan belajar. Urutan yang baik dapat mempermudah penguasaan gerakan. Beberapa pertimbangan dalam menentukan urutan adalah sebagai berikut. a) Tingkat kesulitan gerakan b) Tingkat kompleksitas gerakan c) Intensitas penggunaan daya fisik d) Kemungkinan terjadi transfer positif 74



Penataran tingkat dasar Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, materi belajar sebaiknya dengan urutan: - Dari yang mudah ke yang semakin sulit - Dari yang sederhana ke yang semakin kompleks - Dari yang ringan ke yang semakin berat - Ditahapkan berdasarkan keserupaan karakteristik stimulus dan respon gerakan, sehingga dapat terjadi transfer positif Transfer positif adalah terjadinya pengaruh penguasaan gerakan yang telah dipelajari sebelumnya dapat mempermudah penguasaan gerakan yang dipelajari kemudian. Transfer positif dapat terjadi bila gerakan yang sedang dipelajari memiliki karakteristik stimulus dan respon yang serupa dengan gerakan yang dipelajari sebelumnya, atau setidak-tidaknya serupa responnya. Kebalikan transfer positif adalah transfer negatif yang berarti penguasaan gerakan sebelumnya mempersulit penguasaan gerakan sesudahnya. 2) Pengaturan waktu belajar Pemanfaatan waktu belajar yang baik akan meningkatkan efisiensi pencapaian tujuan. Oleh karena itu pemanfaatan waktu harus diatur dengan baik. Dalam satu sesi belajar, waktu perlu diatur penggunaannya secara tepat untuk 4 macam kondisi eksternal dalam belajar gerak, yaitu untuk penjelasan, pemberian contoh, kesempatan praktik, dan pemberian umpan-balik. Porsi terbesar waktu belajar harus digunakan untuk praktek. Namun demikian harus memperhatikan faktor kelelahan dalam praktek. Untuk itu perlu perlu diatur waktu aktif dan waktu istirahat yang proporsional. Ada 2 macam model praktek yang mempertimbangkan waktu aktif dan waktu istirahat yaitu: a) Praktik padat (massed practise); b) Praktik terdistribusi (distributed practise). Dalam praktek padat pelajar mempraktekkan gerakan terusmenerus tanpa istirahat sampai waktu habis. Sedangkan dalam praktek terdistribusi pelajar memprakeikkan gerakan diselangseling dengan waktu istirahat. Untuk menguasai keterampilan gerak, pada umumnya praktik terdistribusi lebih efektif dibanding praktek padat. 3) Pengaturan lingkungan belajar Lingkungan belajar perlu diatur sebaik-baiknya agar proses belajar gerak dapat berlangsung dengan baik. Pengaturan lingkungan belajar perlu mempertimbangkan: a) Kesesuaian dengan bentuk kegiatan b) Keleluasaan untuk bergerak 75



c) Keselamatan pelajar d) Kemenarikan e) Kenyamanan



Penataran tingkat dasar



4) Metode mengajar Metode mengajar atau cara-cara dan prosedur dalam mengajarkan suatu materi belajar gerak perlu dipilih sesuai dengan karakteristik materi belajar dan tujuan yang ingin dicapai. Ada beberapa metode mengajar yang dapat dipilih, diantaranya yang penting adalah: a) Metode keseluruhan dan bagian Metode keseluruhan merupakan pendekatan mengajar dimana materi belajar yang berupa rangkaian beberapa gerakan diajarkan secara keseluruhan sekaligus. Pelajar mempraktekkan gerakan secara keseluruhan juga. Metode bagian merupakan pendekatan mengajar dimana materi belajar yang berupa rangkaian beberapa gerakan diajarkan secara bertahap bagian demi bagian. Pelajar mempraktikkan gerakan bagian demi bagian. Pemilihan penggunaan kedua metode tersebut didasarkan pada pertimbangan kompleksitas gerakan dan keeratan hubungan antar bagian gerakan. Semakin kompleks atau semakin banyak bagian rangkaian gerakan, cenderung cocok menggunakan metode bagian. Sedangkan semakin erat hubungan antar bagian dalam rangka rangkaian gerakan, cenderung lebih cocok menggunakan metode keseluruhan. Dalam prakteknya, kedua metode tersebut digunakan secara kombinasi. Pertimbangan pengkombinasiannya dapat digambarkan dalam tabel berikut. Keeratan Hubungan Antar Bagian Gerakan Tinggi



Sedang



Metode keseluruhan Kombinasi dua metode Rendah



Sedang



Rendah Metode bagian Tinggi



Kompleksitas gerakan Tabel 5. Hubungan Penggunaan Metode Keseluruhan dan Bagian dengan Kompleksitas Gerakan dan Keeratan Antar Bagian Gerakan Tabel di atas dapat digunakan oleh pelatih untuk panduan dalam mempertimbangkan metode mana yang sebaiknya digunakan. 76



Penataran tingkat dasar Pengembangan penerapan dari metode bagian dan metode keseluruhan dapat dikenal dengan apa yang disebut Metode Progresif. Dalam metode progresif, bagianbagian rangkaian gerakan diajarkan mulai dari bagian pertama. Sesudah dikuasai bagian pertama kemudian ditambah dengan bagian kedua, ketiga, dan seterusnya sampai merupakan rangkaian gerakan keseluruhan. b) Metode drill dan pemecahan masalah Metode drill adalah cara pendekatan dalam mengajar dimana pelajar diberi instruksi untuk melakukan gerakan tertentu berulang-ulang sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Guru terus mengontrol secara ketat apakah petunjuk yang diberikan dilaksanakan oleh pelajar. Metode ini merupakan pendekatan yang berorientasi pada guru. Metode drill cocok untuk belajar gerak yang tujuannya untuk menguasai bentuk gerak keterampilan yang bersifat baku. Metode pemecahan masalah adalah cara pendekatan dalam mengajar dimana pelatih menyampaikan tujuan belajar gerak dan memberi gambaran tentang gerakan keterampilan yang harus dikuasai, kemudian pelajar melakukan praktik sesuai dengan kreativitasnya masing-masing. Pelajar diberi kebebasan berusaha seluas-luasnya. Guru memantau kegiatan pelajar yang berusaha, dan memberikan konsultasi. Metode ini merupakan pendekatan yang berorientasi pada pelajar. Metode pemecahan masalah cocok untuk belajar gerak yang tujuannya untuk meningkatkan kreativitas, inisiatif, kemampuan mengambil keputusan, kemandirian mengeksplorasi dan mengembangkan keunikan gerak tubuh. c) Metode ketepatan dan kecepatan Metode ketepatan adalah cara pendekatan dalam mengajar dimana dalam mempelajari gerak keterampilan baru lebih mengutamakan ketepatan gerak. Misalnya dalam belajar memukul bola dalam tenis, guru menginstruksikan yang penting bola masuk (ketepatan), tidak perlu keras (kecepatan). Metode kecepatan adalah cara pendekatan dalam mengajar dimana dalam mempelajari gerak keterampilan baru lebih mengutamakan kecepatan gerak. Misalnya juga dalam belajar memukul bola dalam tenis, guru menginstruksikan yang penting pukulan keras (kecepatan), tidak masuk tidak apa-apa (ketepatan). Pemilihan pendekatan mana dari keduanya yang sebaiknya dilakukan sangan ditentukan oleh karakteristik gerakan yang dipelajari, yaitu sebagai berikut: 77



Penataran tingkat dasar (1) Metode ketepatan sesuai digunakan untuk mempelajari gerakan dimana faktor momentum atau kelajuan tidak merupakan faktor prasarat benarnya gerakan. Misalnya dalam mempelajari gerakan renang gaya tertentu, yang penting benarnya dulu, dan baru kemudian meningkatkan kecepatan. (2) Metode kecepatan sesuai digunakan untuk mempelajari gerakan dimana momentum atau kelajuan gerak merupakan faktor prasarat benarnya gerakan. Misalnya dalam mempelajari gerakan salto, kecepatan gerak sangat diperlukan untuk keberhasilannya. Dalam kebanyakan cabang olahraga misalnya tenis, bulutangkis, bolavoli, sepakbola, banyak gerak keterampilan dimana faktor ketepatan dan kecepatan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan dalam pertandingan. Untuk itu pelatih perlu mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut secara tepat. Pelatih harus menentukan kapan sebaiknya menggunakan pendekatan ketepatan dan kapan pendekatan kecepatan, atau mana yang harus didahulukan penggunaannya. Ada penelitian yang menyimpulkan bahwa dalam mempelajari gerakan keterampilan dimana faktor ketepatan dan kecepatan sama pentingnya, pendekatan ketepatan yang terlalu ketat pada awal belajar dapat merugikan perkembangan efektivitas gerakan. Misalnya dalam pukulan tenis, meningkatkan pukulan yang tepat tetapi lambat menjadi pukulan yang tepat dan cepat, lebih sulit dibanding meningkatkan pukulan yang cepat tetapi kurang tepat menjadi pukulan yang cepat dan tepat. F. Penugasan Sesuai dengan cabang permasalahan berikut ini:



olahraga



yang



anda



tekuni,



diskusikan



1. Bagaimana melatihkan teknik gerakan dasar olahraga pada atlet pada usia kanak-kanak (kecil dan besar)? 2. Buatlah lomba atau pertandingan yang sesuai dengan usia pertumbuhan dan perkembangan anak, dari masa anak besar sampai pada masa adolesensi.



G. Evaluasi NO 1.



SOAL



Y



Pada fase awal belajar gerak, pelatih sebaiknya memberi umpan balik hanya pada saat atlet selesai melakukan gerakan.



v



T



78



Penataran tingkat dasar



NO



SOAL



Y



2.



Gerakan pertama yang dikuasai manusia adalah gerak reflek.



v



3.



Berdasarkan banyaknya elemen gerak, keterampilan gerak dapat diklasifikasi menjadi 2, yaitu: keterampilan tertutup dan keterampilan terbuka.



4.



Keterampilan tertutup adalah keterampilan gerak yang dilakukan dalam lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi.



5.



Praktik lama tetapi tidak sering (praktik padat) akan menghasilkan peningkatan lebih baik daripada praktik singkat tetapi sering (praktik terdistribusi).



6.



Sesuai dengan fase kognitif seorang pelatih dapat menggunakan video slow motion, hal ini bertujuan agar konsep gerak dipahami atlet secara benar.



7.



Berdasarkan kondisi lingkungan, keterampilan gerak dapat diklasifikasi menjadi 2 yaitu: keterampilan sederhana dan keterampilan kompleks.



8.



Teori kematangan menyatakan faktor internal lebih menentukan dibanding faktor eksternal dalam mempengaruhi perkembangan individu.



v



9.



Pada masa adolesensi (remaja), adaptasi sistem peredaran darah dan pernafasan dalam berolahraga sangat baik, sehingga efektif untuk meningkatkan prestasi olahraga.



v



10.



Program latihan untuk usia lebih dari 12 tahun sebaiknya ditekankan pada pengembangan koordinasi neuromuskular, kemudian berangsur-angsur pada peningkatan kemampuan aerobik dan anaerobik.



T



v v v



v



v



v



---------------o0o---------------



79



MODUL VI



Penataran tingkat dasar



TEORI DAN PRAKTEK KONDISI FISIK UMUM A. Deskripsi Modul ini berisi tentang dasar-dasar kemampuan kondisi fisik umum dan bagaimana mengembangkannya. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu: 1. Menyebutkan berbagai macam dasar kemampuan kondisi fisik. 2. Mengidentifikasi kebutuhan kemampuan kondisi fisik sesuai dengan cabang olahraga. 3. Menerangkan dan mempraktikkan metode pengembangan kondisi fisik. 4. Membandingkan berbagai metode peningkatan kondisi fisik. B. Jumlah Jam Pelajaran



: 6 JPL



C. Metode penyajian 1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Penugasan (perorangan/kelompok) 4. Praktik lapangan D. Materi 1. Pengembangan Kondisi Fisik a. Kesegaran jasmani (fitness) Salah satu tujuan utama dalam latihan adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Kesegaran jasmani itu sendiri memiliki arti: kemampuan individu dalam menghadapi tugas sehari-hari tanpa adanya kelelahan yang berarti. Jadi antara individu satu dengan yang lain memiliki kebutuhan tingkat kesegaran jasmani yang berbeda. Seorang atlet nasional jelas memerlukan tingkat kesegaran jasmani yang lebih tinggi dibanding dengan dengan pekerja kantor. b. Unsur-unsur kesegaran jasmani Unsur kesegaran jasmani disamping kesehatan secara medis adalah kemampuan biomotor atau kondisi fisik. Dasar utama dari unsur kondisi fisik menurut Thompson ada 5 yaitu: kecepatan, kekuatan, daya tahan, koordinasi dan fleksibilitas.



80



Penataran tingkat dasar



Gambar 13. Unsur dasar kemampuan fisik (Thompson:1991) Dalam aktivitas olahraga selalu terjadi kebutuhan yang kompleks dan terkait antara satu dengan yang lain, sehingga terjadi inter-relasi antara unsur-unsur kondisi fisik di atas sebagai berikut: 1) Kecepatan dengan daya tahan menjadi daya tahan kecepatan (speed endurance). 2) Kecepatan dan kekuatan menjadi kekuatan kecepatan (power). 3) Kekuatan dengan daya tahan menjadi daya tahan kekuatan (strength endurance). 4) Unsur-unsur fisik lain yang merupakan pengembangan dari unsur di atas seperti kecepatan mengubah arah/kecepatan koordinasi (kelincahan) atau kecepatan singkat (quickness).



Gambar.14. Hubungan antar kemampuan fisik (Thompson:1991)



81



Penataran tingkat dasar Dalam proses latihan, setiap cabang olahraga memerlukan dasar kemampuan kondisi fisik dasar sama yang disebut dengan Persiapan Fisik Umum (PFU). Namun pada tahap berikutnya setiap cabang memerlukan kemampuan kondisi fisik sesuai dengan ciri dan sifat kebutuhan kondisi fisiknya yaitu pada Persiapan Fisik Khusus (PFK). Dibawah ini contoh dua nomor dalam cabang olahraga atletik yang memiliki kebutuhan kondisi fisik yang berbeda.



Gambar 15. Kebutuhan Fisik antara Pelari Marathon dan Tolak Peluru (Thompson:1991) Dari gambar di atas jelas bahwa kondisi fisik yang sangat dibutuhkan pada tolak peluru tidak dibutuhkan oleh marathon seperti kekuatan. Sebaliknya dayatahan sangat diperlukan oleh pelari marathon tetapi tidak terlalu diperlukan oleh petolak peluru. c. Kondisi fisik dan pengembangannya Untuk memahami secara lebih mendalam masing-masing kemampuan kondisi fisik dan bagaimana mengembangkannya akan dibahas masing- masing unsur berikut ini. 1) Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan untuk melawan tahanan/ resistan atau beban fisik baik dari luar maupun dari badannya sendiri. Kekuatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: a) Kekuatan Maksimal (Maximal Strength); b) Daya Tahan Kekuatan (Strength Endurance); dan c) Kekuatan kecepatan (Power/Speed Strength).



82



a) Kekuatan maksimal



Penataran tingkat dasar



Kekuatan maksimal adalah kemampuan untuk melawan tahanan secara maksimal. Batasan ini tidak diperhitungkan seberapa cepat gerakan untuk melawan tahanan tersebut tetapi seberapa besar tahanan yang dapat dilawan. Untuk melatih kekuatan maksimal ada beberapa metode yang dapat digunakan, namun pada prinsipnya adalah menggunakan beban dengan intensitas yang tinggi (berat) dan pengulangan/ repetisi yang sedikit.



beban berat repetisi sedikit



Gambar 16. Pembebanan pada Kekuatan Maksimal b) Daya tahan kekuatan Daya tahan kekuatan adalah kemampuan untuk melawan tahanan/ beban dalam waktu yang lama. Batasan ini menunjuk pada lamanya waktu atau lamanya pengulangan secara simultan dalam melawan beban tersebut. Untuk mengembangkan daya tahan kekuatan dapat digunakan berbagai metode yang pada dasarnya adalah menggunakan beban dengan intensitas yang kecil (ringan) dan pengulangan yang banyak.



83



Penataran tingkat dasar



beban ringan



repetisi banyak



Gambar 17. Pembebanan pada Daya Tahan Kekuatan c) Kekuatan kecepatan (power) Kekuatan kecepatan atau power adalah kemampuan untuk melawan tahanan/beban dengan gerakan yang cepat dan eksplosif. Batasan ini merujuk pada kemampuan melakukan gerakan dengan cepat, sehingga bila tahanan yang dihadapi tidak mampu digerakkan dengan cepat, maka kekuatan kecepatan akan berubah menjadi kekuatan eksplosif. Kekuatan eksplosif merupakan aplikasi usaha yang cepat untuk melawan tahanan, namun bebannya cukup berat sehingga gerak yang dihasilkan dan tampak terlihat bebannya tidak bergerak dengan cepat.



beban sedang



repetisi cepat



Gambar 18. Pembebanan pada kekuatan kecepatan 84



Penataran tingkat dasar Bila ketiga ilustrasi tersebut digabungkan menjadi satu, maka nampak perbedaan bagaimana mengembangkan jenis kekuatan yang satu dengan kekuatan yang lain.



beban berat



repetisi sedikit



beban ringan



repetisi banyak



beban sedang



repetisi cepat



Gambar 19. Berbagai Pembebanan Kekuatan (Thompson: 1991) Berdasarkan aturan pembebanan latihan kekuatan di atas, pelatih dapat menggunakan berbagai metode latihan kekuatan yang disesuaikan aturan pembebanannya dengan kaidah di atas. Ada beberapa metode latihan kekuatan dengan beban yang dapat digunakan yaitu: (1) Metode set blok, yaitu melakukan latihan kekuatan dengan beban yang dilakukan dengan jenis gerakan latihan yang tetap dengan beban dan repetisi tertentu sesuai dengan tujuan latihan. Misalnya atlet melakukan latihan squat dengan dosis: 3 x 3 x 120 kg (90%). Artinya atlet mengangkat beban seberat 120 kg (90% kemampuan maksimal) dilakukan tiga kali repetisi dan sebanyak tiga set. Setelah melakukan latihan tersebut, atlet melakukan latihan dengan teknik angkatan yang lain, misalnya Chess-press. (2) Metode Piramid Metode piramid merupakan salah satu sistem latihan kekuatan yang dipandang memiliki efek paling baik dalam peningkatan kekuatan. Pada sistem ini atlet mengangkat beban dari intensitas yang lebih rendah dengan ulangan banyak kemudian secara berangsur menuju ke intensitas yang lebih tinggi dengan ulangan sedikit. Ada beberapa variasi dalam sistem piramid ini yaitu: piramid tunggal, piramid ganda, piramid terpancung, dan piramid skewed. Adapun 85



Penataran tingkat dasar pelaksanaannya dapat dilihat pada diagram di bawah ini. (Bompa,1993) piramid tunggal



piramid ganda 4x 3x 2x



1x 100%



1x



2–3 x 95%



1x 3-4 x 90%



2x 3x



6 x 85%



4x



Gambar 20. Piramid Tunggal dan Piramid Ganda



piramid terpancung



piramid skewed 95%



90% 4X



90%



80% 6X 80%



85%



80%



70% 8X



Gambar 21. Variasi Metode Piramid dalam latihan berbeban (3) Superset Sistem ini dilakukan seperti pada sistem set, tetapi setiap satu set dengan satu gerakan pada otot agonis, kemudian diikuti satu set yang lain pada otot antagonisnya. Misalnya setelah melakukan squat diikuti leg-curl. (4) Split routines Pada sistem ini, atlet melakukan latihan untuk bagian otot tertentu pada satu sesi latihan, kemudian pada sesi latihan yang lain melakukan latihan untuk 86



Penataran tingkat dasar bagian otot yang lain. Misalnya: Untuk hari Senin atlet melakukan latihan untuk otot-otot lengan dan bahu dan hari Kamis untuk otot-otot tungkai, dst. (5) Multi poundage dan burn out Kedua sistem latihan ini memiliki kemiripan dimana pada dasarnya atlet mengangkat beban dari intensitas tinggi dan ulangan sedikit dilanjutkan dengan penurunan intensitas dengan ulangan makin banyak. Pada multi poundage repetisi tidak dibatasi dengan bilangan tetapi sampai atlet lelah, sedangkan pada burn out ulangan sampai 20 kali. Bila dicermati kedua sistem ini sebenarnya kebalikan dari pelaksanaan sistem piramid, sehingga ada yang menyebut piramid terbalik. (6) Metode sirkuit Metode sirkuit atau circuit training adalah latihan dengan menggunakan beberapa pos exercise yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kekuatan secara menyeluruh pada tubuh atlet. Pos-pos pada sirkuit diatur dengan urutan yang bergantian antara tubuh bagian bawah dan atas, agonis dan antagonisnya sedemikian rupa sehingga tidak ada kelelahan yang terakumulasi pada otot lokal tertentu. Hal ini memungkinkan atlet untuk melaksanakan seluruh pos latihan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. (7) Plyometrics Plyometrics adalah metode latihan untuk kekuatan kecepatan (power) dengan menggunakan beban utama badan atlet itu sendiri yang bertujuan untuk menghubungkan kekuatan maksimal yang telah dimiliki oleh atlet ke dalam aplikasi gerakan cepat dan kuat (powerful) sesuai dengan sifat cabang olahraga tertentu. Plyometrics dilakukan dengan melakukan gerakan lompat-lompat dengan satu atau dua kaki, baik tanpa rintangan maupun dengan rintangan. Kaidah latihan dengan plyometrics adalah sebagai berikut: (a) Dilakukan untuk atlet dewasa. (b) Dilaksanakan setelah fase latihan kekuatan maksimal. (c) Kontak anggota badan dengan tanah (landasan) harus sesingkat mungkin untuk mendapatkan hasil latihan yang efektif. (d) Waktu pelaksanaan (durasi) tidak lebih dari 5 detik (sejauh atlet mampu melakukan kontak tanah dengan cepat). 87



Penataran tingkat dasar (e) Pelaksanaan lebih dari 5 detik ditujukan untuk daya tahan-kekuatan-kecepatan (Power endurance) bagi cabang-cabang olahraga tertentu yang memiliki kebutuhan khusus. 2. Kecepatan Kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah tempat/bergerak pada seluruh tubuh atau bagian dari tubuh dalam waktu yang singkat. Kecepatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: a. Kecepatan maksimal b. Kecepatan optimal c. Daya tahan kecepatan d. Kecepatan reaksi e. Quickness f. Kelincahan Kecepatan maksimal, adalah fase dimana gerak mencapai pada titik kecepatan penuh setelah didahului dengan percepatan. Misalnya pada pelari sprint dari balok start atlet melakukan percepatan, setelah 20 sampai 30 meter atlet mulai masuk pada fase kecepatan maksimal selama waktu tertentu tergantung dari kemampuan atlet. Sistem energi yang digunakan untuk kecepatan maksimal adalah sistem energi anaerobic alaktik (ATP-PC). Oleh karena itu untuk melatih kecepatan maksimal adalah dengan memberikan lari dengan jarak antara 30 meter sampai 50 meter sesuai dengan kemampuan fisik atlet. Jarak di atas 50 meter akan ditempuh lebih dari 5 detik dimana sistem energi telah berubah menjadi an-aerobik laktik dan ini disebut dengan dayatahan kecepatan. Kecepatan optimal, adalah kemampuan mengembangkan kecepatan maksimal tapi terkontrol. Contoh dari penggunaan kecepatan optimal ini adalah awalan pada nomor lompat di atletik. Untuk melatih kecepatan optimal ini diperlukan beberapa ciri yaitu: lari dengan irama yang baik sesuai dengan cabang olahraga yang dituju, memerlukan keakuratan antara jarak dengan langkah dan datangnya atau tempat objek yang akan dituju, misalnya seorang pemain basket harus berlari menerima dan mendrible bola untuk menuju pada gerakan lay-up. Daya tahan kecepatan, adalah kemampuan untuk bergerak cepat dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan. Latihan dayatahan kecepatan biasanya dalam bentuk lari atau bergerak cepat dalam waktu berkisar antara 6 sampai 120 detik tergantung dari kebutuhan cabang olahraganya dengan metode repetisi atau pengulangan. Sistem energi yang digunakan adalah an-aerobik lactik, sehingga latihan ini memerlukan pemulihan yang cukup lama untuk masuk pada repetisi atau set selanjutnya. Daya tahan kecepatan ini disebut juga dengan dayatahan an-aerobik. 88



Penataran tingkat dasar Kecepatan reaksi, adalah waktu antara datangnya stimulus dengan gerakan awal. Misalnya waktu reaksi seorang sprinter pada saat di balok start adalah sejak pistol berbunyi (aba-aba ya!!) dengan sprinter menjejakkan kaki ke balok start. Untuk melatih kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan memberikan stimulus berupa pendengaran, penglihatan dan sentuhan kepada atlet untuk mereaksi. Rangsang pendegaran dapat berupa bunyi peluit, tepukan, atau suara-suara yang lain. Rangsang penglihatan dapat berupa mengangkat tangan, melempar bola kearah atlet untuk ditangkap atau dipukul, dan sebagainya, sedangkan rangsang sentuhan dapat dilakukan dengan menyentuh atlet belakang agar atlet tidak bisa melihat dan mendengar. Pelatih dapat melakukan berbagai latihan reaksi dengan berbagai cara seperti: variasi posisi rangsang, jarak antara posisi persiapan dengan rangsang yang diberikan, keras lemahnya rangsang, dan berbagai gerakan awal sebelum rangsang diberikan. Quickness, merupakan waktu yang menghubungkan antara reaksi dengan dimulainya gerakan menuju pada kecepatan (Martens:2004). Jadi quickness cenderung pada gerakan akselerasi tahap awal, dimana waktunya adalah sangat singkat antara 1 sampai 3 detik. Pengembangan quickness dapat dilakukan dengan melakukan gerak reaktif seperti loncat cepat, mengejar benda (bola) bergerak, bergerak cepat mengikuti instruksi pelatih (depan, belakang, kanan, kiri) dalam satu gerakan terputus. Kelincahan (Agilitas) merupakan kemampuan untuk bergerak, berhenti, dan mengubah kecepatan serta mengubah arah dengan cepat dan tepat (Martens;2004). Untuk menjadi lincah atlet perlu kuat, cepat, terampil, dan seimbang. Untuk mengembangkan kelincahan pelatih dapat memberikan latihan bergerak cepat melewati tanda-tanda yang telah dipasang sedemikian rupa. Latihan juga dapat diberikan dengan memberikan instruksi arah yang tidak terputus (kanan-kiri-depanbelakang). Kelincahan dapat dipandang sebagai kompleksitas dari quickness. 3. Daya Tahan Daya tahan adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya kelelahan yang berarti. Daya tahan dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Daya tahan aerobik, sering disebut juga dengan aerobic fitness dimana dalam proses kegiatan diperlukan O2, karena dilakukan dalam jangka yang lama seperti lari jarak jauh dan balap sepeda. Pengembangan dayatahan aerobik dapat dilakukan dengan: lari jauh (long-slow distance training), lari tempo, lari interval (extensive interval), fartlek, cross country dan bentuk-bentuk latihan yang lain. 89



Penataran tingkat dasar b. Daya tahan anaerobik, sering disebut dengan anaerobic capacity atau kapasitas anaerobik dan dalam aplikasi cabang olahraga tertentu disebut dengan daya tahan kecepatan. Untuk melatih kapasitas anaerobik dapat digunakan latihan sprint (lari cepat) dengan jarak tertentu dengan waktu di atas 5 sampai 120 detik. Metode yang digunakan adalah: lari ulangan (repetition run), lari tempo, dan lari interval (intensive interval). Di bawah ini disajikan tabel untuk latihan daya tahan. Intensitas (% DNadi)



Metode Latihan



Frekuensi/ Minggu



Durasi



% aerobik



% anaerobik



95%



5%



Lari jauh



70-80%



1-2 x



Lari tempo



85-89%



1-2 x



20-30’



80%



20%



Interval ext.



85-89%



1-2 x



2-5’ (1:1)



70%



30%



Interval Int.



90-95%



1x



30-90” (1:4)



30%



70%



Fartlek



70-90%



1x



20-60’



75%



25%



Repetisi (sprint)



95-100%



Sesuai OR



10-15” (1:6)



5%



95%



(sumber: Martens: 2004)



Tabel 6. Metode Latihan Daya Tahan 4. Fleksibilitas Fleksibilitas adalah kemampuan luas gerak persendian. Gerak alami tiap persendian tergantung pada tendon, ligament, dan serabut otot yang ada. Batas dari gerak akhir persendian disebut dengan posisi akhir atau end position (Thompson:1991). Untuk mengembangkan fleksibilitas dapat dilakukan dengan penguluran (stretching). Ada dua tipe penguluran (stretching) yaitu: stretching aktif dan stretching pasif. a. Stretching aktif, adalah penguluran dimana atlet mengontrol gerakan. Stretching aktif ini dapat dilakukan dengan dinamis (menggerakan bagian yang berpangkal pada persendian), seperti memutar lengan untuk penguluran pada bahu. Cara lain adalah dengan stretching statis, yaitu bagian gerak diposisikan pada “posisi akhir” dan diletakkan pada tempat yang telah diatur, misalnya dinding, lantai, atau meja, dan sebagainya. b. Stretching pasif, adalah penguluran yang dilakukan dari “posisi akhir” yang dikontrol/dibantu oleh partner (teman atlet atau pelatih). Dari penelitian yang dilakukan, stretching pasif menghasilkan peningkatan gerak sendi yang lebih baik daripada stretching dinamis. 90



Penataran tingkat dasar Pada pengembangannya, stretching pasif ini dikombinasi dengan kontraksi otot sebelumnya yang disebut dengan PNF (Proprioceptive Neuromuscular Fasilitation) dimana otot pada persendian yang akan distretch dikontraksikan lebih dahulu, kemudian dirilekskan dan diulur. (kontraksi-releksasi-stretching) 5. Koordinasi Koordinasi adalah kemampuan untuk melakukan berbagai gerakan pada berbagai tingkat kesulitan dengan cepat, tepat dan efisien. Ini berarti bahwa atlet yang memiliki tingkat koordinasi yang baik tidak hanya mampu melakukan keterampilan gerak dengan baik tetapi juga mampu mengatasi tugas latihan dengan cepat. Untuk mengembangkan koordinasi diperlukan waktu yang cukup. Latihan gerakan koordinasi dasar seperti lari, lompat, lempar, dan sebagainya dapat dimulai dari usia 8-11 untuk perempuan dan 8-13 untuk laki-laki. Sampai pada usia dewasa latihan koordinasi tetap penting untuk mempertahankan keseimbangan koordinasi karena latihan yang sudah menjurus pada kekhususan cabang olahraga Untuk pembahasan lebih lanjut pada latihan koordinasi dapat dilihat pada Modul tentang Belajar Gerak. E. Penugasan Sesuai dengan cabang olahraga yang anda tekuni berikanlah analisis berikut ini: 1. Kemampuan fisik yang mana yang dibutuhkan oleh cabang olahraga anda dengan kategori (4. sangat dibutuhkan; 3. Dibutuhkan; 2. cukup dibutuhkan; 1. kurang dibutuhkan). 2. Berikan contoh-contoh bentuk gerakan latihan kekuatan, kecepatan, dan dayatahan yang paling cocok dengan cabang olahraga anda. 3. Buatlah sirkuit training untuk daya tahan kekuatan dengan 8 gerakan. F. Evaluasi



NO



SOAL



Y



T



1.



Setiap cabang olahraga hanya memerlukan satu jenis kemampuan kondisi fisik tertentu.



v



2.



Semua cabang olahraga memerlukan kemampuan kondisi fisik yang sama.



v



3.



Penggabungan kemampuan kekuatan dan kecepatan biasa disebut dengan power.



v



4.



Latihan kekuatan dengan intensitas rendah dan repetisi pengulangan yang banyak adalah untuk melatih daya tahan kekuatan.



v 91



Penataran tingkat dasar



NO



SOAL



Y



5.



Latihan kecepatan maksimal dapat dilakukan dengan metode berlari secepat-cepatnya pada jarak 150 meter.



6.



Circuit training merupakan salah meningkatkan daya tahan kekuatan.



7.



Untuk mengetahui kemampuan dayatahan dapat dilakukan dengan Test VO2max.



8.



Plyometrics merupakan jenis latihan untuk meningkatkan daya tahan aerobik.



9.



Latihan fleksibilitas dapat dilakukan dengan peregangan (stretching) aktif dan pasif.



v



10.



Latihan koordinasi adalah latihan kemampuan teknik cabang olahraga.



v



satu



metode



untuk



untuk



mendasari



T v



v v V



---------------o0o---------------



92



Penataran tingkat dasar



MODUL VII PERENCANAAN PROGRAM LATIHAN DASAR A. Deskripsi Modul ini berisi tentang dasar-dasar penyusunan program latihan secara teratur, sistematis, dan terencana untuk mencapai sasaran latihan. Setelah mempelajari modul ini diharapkan para pelatih mampu: 1. Memahami program jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. 2. Memahami fungsi dan tujuan dari fase persiapan, fase kompetisi dan fase transisi. 3. Memahami beberapa tipe siklus mikro. 4. Melaksanakan penyusunan sesi/unit latihan B. Jumlah Jam pelajaran



: 6 JPL



C. Metode penyajian 1. Ceramah 2. Diskusi tanya jawab 3. Penugasan 4. Presentasi D. Materi 1. Program Latihan Pelatih mempunyai tugas yang penting dan prioritas yaitu menyusun pogram latihan. Dengan adanya program latihan, seorang pelatih dapat melakukan tugasnya secara teratur dan sistematis serta terencana untuk mencapai sasaran latihan melalui tahap-tahap yang diinginkan. Tanpa adanya program latihan, pelatih tidak akan mampu bekerja dengan baik dan benar, diumpamakan pelatih berada ditengah hutan belantara tanpa mengenal arah dan tujuan. Untuk itu, suatu keharusan bagi pelatih untuk menyusun program latihan yang akan dipergunakan sebagai panduan/pedoman dalam pelaksanaan tugasnya. Pelatih yang masih baru, biasanya akan mengalami kesulitan untuk menyusun program latihan, mengingat mereka tidak memiliki kemampuan yang integral tentang ilmu pengetahuan pendukung dan pengalaman melatih yang memadai. Oleh karena itu, materi program latihan ini akan menyajikan proses penyusunan program latihan secara sederhana, agar mudah dipahami dan dilaksanakan. 93



Penataran tingkat dasar



a. Program jangka panjang



Latihan merupakan proses jangka panjang, diperlukan waktu antara 8 sampai 12 tahun bagi pelatih untuk menciptakan atlet berprestasi nasional dan internasional. Proses pencapaian prestasi tinggi yang membutuhkan jangka waktu pendek, hanya dapat dicapai oleh atlet yang memiliki bakat istimewa. Para atlet yang dilatih secara spartan mungkin dapat mencapai prestasi tinggi namun hanya mampu bertahan dalam jangka pendek atau mungkin akan drop-out sebelum waktunya karena cedera atau burn-out. Dalam prinsip latihan telah dipelajari bagaimana latihan dilakukan melalui pentahapan (dasar-lanjutan-tinggi), untuk itu perlu perencanaan latihan secara bertahap yang memerlukan waktu relatif panjang (8-12 tahun atau lebih) sehingga disebut dengan Program Latihan Jangka Panjang. Gambar di bawah ini menunjukkan bagaimana proses pentahapan latihan dan rekomendasi isi latihan serta berbagai prekondisi dan kompetisi yang dapat diikuti oleh atlet sesuai dengan tahap latihannya. Gambar di bawah ini diberikan secara umum, bagi cabang-cabang olahraga tertentu memiliki kekhususannya masing-masing.



PT/PB-PP



Latihan tingkat tinggi



(21 tahun ke atas)



Prestasi



Tahap



Kompetisi: nasional-



internasional Tinggi Akhir: Latihan pada cabang olahraga khusus. Komp: Daerah-nasional



Tahap Spesialisasi Awal :Latihan pada cabang olahraga pilihan & Blok. Komp: sekolah-daerah



Sekolah/penjas/ klub (15-17 thn) Kegembiraan, Sekolah/penjas pengembangan Tahap Dasar (8-14thn) Pembinaan Multilateral



jasmani-rohani-sosial. Komp: Festival



Gambar 22. Proses Latihan jangka Panjang Diagram di atas menunjukkan bahwa proses latihan perlu direncanakan dengan baik untuk menghindari terjadinya drop-out atau meninggalkan olahraga karena beberapa sebab seperti: cedera, latihan terlalu keras sehingga burn-out, terjadi penghentian 94



Penataran tingkat dasar perkembangan prestasi (stagnasi) dan berbagai kebosanan serta kejenuhan yang semuanya menyebabkan prestasi optimal/ pencapaian potensi tidak tercapai. b. Program jangka menengah Merupakan program yang dirancang pada tiap tahap latihan, yaitu bagaimana pelatih mengelompokkan atlet berdasarkan pada tahap latihannya, sehingga setiap kelompok latihan/klub memiliki atlet dengan lapisan yang jelas. Tahapan ini menunjukkan bagaimana proses latihan merupakan sistem yang jelas, dimana tahap yang lebih awal merupakan batu loncatan untuk menuju tahap selanjutnya. Tahap jangka menengah ini juga merupakan dasar dalam menyusun struktur kompetisi, dimana pada tahap dasar kompetisi masih bersifat kegembiraan dalam sebuah festival yang berorientasi pada kebersamaan, sosial, dan pengenalan aturan yang sederhana. Pada tahap lanjutan atlet sudah mulai mengikuti pertandingan resmi pada tingkat remaja dan junior pada tataran sekolah dan perguruan tinggi maupun klub, sedangkan pada tingkat tinggi atlet mengikuti sistem kompetisi pada tingkat nasional dan internasional baik di perguruan tinggi maupun pada klub dan event-event yang mewakili negara dalam single/multi event. c. Program jangka pendek/latihan tahunan Program latihan jangka pendek biasanya diimplementasikan dalam sebuah periodisasi latihan tahunan (Program Latihan Tahunan). Program jangka pendek inilah yang menjadi ujung dalam program latihan secara keseluruhan. Dalam program jangka pendek yang dikenal dengan periodisasi dibagi menjadi beberapa periode latihan yaitu: periode persiapan, periode kompetisi, dan periode transisi. Periode persiapan dibagi menjadi dua fase yaitu fase persiapan umum dan fase persiapan khusus, sedangkan periode kompetisi dibagi menjadi fase prakompetisi dan fase kompetisi utama (main competition). Sebagai visualisasi periodisasi tersebut dapat dilihat pada diagram di bawah ini. RINCIAN PROGRAM Persiapan Pers. Umum Pers. Khusus



Kompetisi Pra Kompetisi Main Komp



Transisi



Gambar 23. Dasar Periodisasi Latihan



95



Penataran tingkat dasar Dari diagram di atas nampak bahwa ada periode persiapankompetisi dan transisi serta fase persiapan umum, khusus, pre kompetisi dan main kompetisi serta transisi. Rangkaian tersebut di atas disebut satu siklus besar (macro cycle). Dalam satu tahun (periodisasi) untuk atlet junior diharapkan hanya satu puncak, akan tetapi untuk atlet advance dapat terdiri dari dua macro (dua puncak), dan bahkan dapat pula terdiri dari tiga macro (tiga puncak). Berikut diuraikan bagaimana isi masing-masing periode dalam periodisasi tersebut: 1) Periode Persiapan Periode persiapan adalah awal periode dimana memerlukan waktu yang paling panjang di antara periode yang lain. Pada periode persiapan program latihan dikembangkan melalui pengembangan volume latihan yang bergerak dengan persentase yang semakin naik lebih dahulu daripada intensitas latihan. Volume meningkat dan mencapai puncaknya pada pertengahan fase persiapan khusus dan kemudian menurun sampai pada periode kompetisi dan transisi. Sedangkan intensitas latihan meningkat pelan di bawah garis volume pada persiapan umum. Pada persiapan khusus pertengahan dimana volume mulai menurun, garis intensitas masih meningkat sehingga menjadi sama dan kemudian lebih tinggi dari garis volume. Latihan pada fase persiapan umum di banyak cabang olahraga cenderung berisi mengenai teknik dasar atau perbaikan teknik secara bagian dari kelemahan teknik yang ada pada fase kompetisi sebelumnya. Pembinaan kondisi fisik diarahkan pada pembinaan otot-otot seluruh tubuh dan pembinaan daya tahan otot dan cardiovascular. Fase persiapan umum ini merupakan fase yang mendasari fase-fase selanjutnya. Pada fase persiapan khusus, isi latihan mulai mengarah pada pembangunan otot khusus sesuai dengan cabang olahraga dan sistem energi yang dominan. Bentuk gerakan-gerakan kompetisi sudah nampak pada fase ini sehingga atlet sudah dapat mengikuti try-out (latih tanding) atau kejuaraan yang tidak penting sebagai sarana evaluasi latihan. 2)



Periode kompetisi Pada periode kompetisi volume latihan semakin menurun, namun intensitas latihan meningkat mendekati puncak. Ini berarti bahwa latihan berorientasi pada kompetisi yang akan dihadapi. Pada fase prekompetisi, atlet banyak melakukan uji-coba sehingga kematangan bertanding d a n kepercayaan diri meningkat. Fase ini menjadi pengantar ke kompetisi utama 96



Penataran tingkat dasar dimana semua kemampuan fisik, mental, teknik, dan taktik atlet dimunculkan secara optimal pada kompetisi utama. 3) Periode transisi Periode transisi merupakan periode terpendek, dimana atlet diberi kesempatan untuk melakukan regenerasi dari beban latihan yang telah dilaksanakan selama periode dan fase sebelumnya. Isi latihan pada periode ini biasanya istirahat aktif dengan melakukan kegiatan gerak yang menyenangkan yang bukan menjadi cabang olahraganya. Untuk mengatur volume dan intensitas latihan dapat dilakukan dengan garis volume dan intensitas pada periodisasi berikut: Persiapan Pers. Umum



Pers. Khusus



Kompetisi Pre Komp.



Transisi



Main Komp.



Intensitas: Gambar 24. Garis Volume dan intensitas latihan 2. Siklus Mikro Istilah siklus mikro atau microcycle berasal dari bahasa Yunani micros, yang artinya “kecil”, dan bahasa Latin cyclus yang artinya serangkaian kejadian. Siklus mikro dilakukan tiap minggu atau 3 sampai 7 hari di dalam program pelatihan tahunan. Siklus mikro adalah bagian dalam periode dan fase latihan yang diimplementasikan dalam program latihan mingguan. Pelatih harus mampu menyusun program latihan mingguan/siklus mikro sesuai dengan periode dan fase dalam periodisasi latihan. Dalam diagram periodisasi siklus mikro dapat dinotasikan pada bagian atas periode sebagai berikut:



97



Penataran tingkat dasar Januari 1



2



3



4



Pebruari 5



6



7



Maret 8



Pers. Umum



9



10



11



Persiapan



12



April 13



14



Pers. Khusus



Ket: volume:



15



16



17



Mei 18



19



20



21



Juni 22



Kompetisi



Pre Komp.



Main Komp.



Intensitas:



Gambar 25. Periodisasi dengan kerangka waktu (bulan dan minggu) Dari gambar di atas dapat dilihat pada bulan Januari terdapat empat minggu yaitu minggu pertama sampai dengan minggu keempat. Ini berarti bahwa bulan Januari ada 4 siklus mikro. Sedangkan periode persiapan dimulai pada bulan Januari dan berakhir pada bulan April minggu kedua. Pada dasarnya siklus mikro (program latihan mingguan) terdiri dari sesi latihan atau latihan harian. Program latihan mingguan disusun setiap minggu dengan mempertimbangkan berbagai hal. Program latihan mingguan bermanfaat untuk menentukan jumlah hari latihan dan jumlah sesi latihan (frekuensi latihan). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program mingguan adalah sebagai berikut: a. Usia kronologis dan usia pertumbuhan dan perkembangan anak Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses berlatih adalah pertumbuhan fisik dan mental serta usia latihan (waktu yang diperlukan untuk berlatih). Semakin cepat pertumbuhan dan perkembangan anak, dan usia latihan yang semakin lama, hari dan sesi latihan yang diberikan kepada siswa dapat ditingkatkan. b. Periode dan fase Untuk menyusun latihan mingguan perlu diketahui periode dan fase latihan mingguan yang disusun. Periode dan fase perlu disesuaikan dengan grafik intensitas dan volume latihannya. c. Pengaturan beban latihan Untuk memberikan beban secara proporsional kepada atlet perlu memperhatikan pengaturan beban latihan. Dengan pengaturan beban latihan yang tepat, atlet dapat mengadaptasi dan mengalami kompensasi akibat latihan yang dilakukan. Untuk memberikan ilustrasi pengaturan beban latihan selama seminggu dapat dilihat pada gambar 25 di bawah ini.



98



23



24



Transisi



Penataran tingkat dasar



Gambar 26. Pengaturan beban latihan mingguan untuk atlet pemula (Thompson: 1991) Dari gambar 26 di atas menunjukkan contoh beban latihan mingguan bagi atlet pemula yang belum berpengalaman. Bagan atas menunjukkan latihan pada periode persiapan dengan frekuensi 4 hari latihan per minggu. Sedangkan bagan bawah menunjukkan periode kompetisi dengan atlet yang sama dengan 4 hari latihan. Gambar 26 di bawah ini merupakan contoh beban latihan mingguan bagi atlet berpengalaman. Bagan yang paling atas menunjukkan latihan pada periode persiapan dengan frekuensi 6 hari latihan perminggu. Bagan dibawahnya menunjukkan periode persiapan untuk atlet yang sama dengan frekuensi latihan 7 hari perminggu. Sedangkan bagan paling bawah menunjukkan atlet berpengalaman pada periode kompetisi dengan frekuensi 7 hari latihan perminggu.



99



Penataran tingkat dasar



Gambar 27. Pengaturan beban mingguan untuk atlet Senior (Thompson: 1991) Selanjutnya rancangan beban latihan dalam satu minggu tersebut perlu diimplementasikan dalam program latihan mingguan dengan pola yang telah ditentukan dengan menggunakan blangko latihan mingguan seperti berikut ini.



100



Penataran tingkat dasar



BLANGKO LATIHAN MINGGUAN Nama Atlet : Cabang / nomor : Prestasi



SENIN



SELASA



Umur / umur latihan : Sasaran :



RABU



KAMIS



JUMAT



B S R I



Keterangan : B: Berat, S : Sedang, R: Ringan, I: Istirahat



SABTU



MINGGU



Pelatih,



----------------------Gambar 28: Blanko Siklus Mikro 3. Sesi Latihan Sesi latihan adalah beban latihan yang diberikan kepada atlet dalam satu pertemuan yang terdiri dari satu atau lebih unit latihan. Unit-unit latihan bisa berupa unit latihan teknik, fisik, mental atau gabungan dari beberapa unit latihan tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pelatih dalam menyusun sesi latihan adalah sebagai berikut: a. Penyusunan sesi latihan harus memperhatikan grafik beban latihan pada siklus mikro (latihan mingguan). b. Menentukan tujuan latihan khusus pada sesi tersebut. Tujuan utama latihan teknik dapat berbentuk latihan fisik, teknik atau latihan yang lain. Secara rinci tujuan itu perlu diketahui untuk menentukan bentuk latihan yang akan dilaksanakan. c. Sesi latihan perlu disusun secara baik agar berjalan secara efektif. Susunan sesi latihan diatur sebagai berikut: a. Pemanasan Bertujuan untuk meningkatkan suhu tubuh dan mempersiapkan otot untuk melaksanakan kegiatan inti latihan. Pemanasan dilakukan secara umum dan kemudian khusus sesuai dengan isi latihan inti yang akan dilaksanakan. b. Latihan inti yang dapat berisi latihan teknik, fisik saja, mental atau latihan taktik saja, atau gabungan dari hal-hal tersebut dengan mendahulukan latihan teknik yang diikuti dengan latihan yang lain dengan kaidah seperti pada diagram di bawah. Pada diagram tersebut 101



Penataran tingkat dasar dapat dilihat bila ada dua unsur latihan, maka yang letaknya di atas didahulukan. c. Penenangan Bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh ke kondisi normal dan siap melaksanakan kegiatan normal.



Koordinasi / teknik



Kekuatan, Kecepatan,Power



Daya tahan kekuatan,daya tahan kecepatan



Kondisioning



Daya tahan umum Gambar 29. Urutan beban pada sesi latihan Berikut disajikan sebuah contoh sesi latihan untuk pemain bolavoli pada periode persiapan dan fase persiapan umum. Hari / Tanggal : Senin / 21 Januari 2006 Persiapan Umum Cab : Bolavoli Pemanasan : 20 Menit 1. Lari keliling lapangan voli 5 putaran dengan berbagai gerak lari (kedepan, samping, belakang, silang, hopping, dll 2. Peregangan statis dan dinamis. Inti : 60 menit 1. Teknik passing bawah (berpasangan 2 orang – 40 pass, 3 orang – 30 pass, 4 orang – 20 pass) 2. Teknik spike & passing bawah (berpasangan 2 orang 30 spikes, 3 orang 25 spikes, 4 orang 20 spikes) 3. Teknik spike dengan net bola dipegang (30 spikes) 4. Bermain sederhana Penenangan : 10 menit



102



4. Unsur dan Isi/unit Latihan



Penataran tingkat dasar



Di atas telah diuraikan dari periode, fase, siklus mikro dan sesi latihan yang merupakan satu runtutan terminologi praktis dalam menyusun program latihan. Namun pelatih sering mengalami hambatan saat akan menuangkan perencanaan tersebut dalam sebuah sesi latihan yang mengandung unit-unit latihan misalnya: unit latihan teknik dasar, unit kekuatan, mental dan taktik, dan sebagainya. Unit-unit latihan tersebut sebenarnya merupakan implementasi dari unsur latihan yang perlu dirancang dalam sebuah latihan. Adapun unsur-unsur latihan tersebut adalah: (a). fisik, (b). teknik, (c). taktik, (d). mental. Masing-masing unsur latihan tersebut telah dibahas pada materi tersendiri dalam buku ini. Yang akan disajikan pada bab ini adalah bagaimana menempatkan unit latihan tersebut pada sebuah periodisasi latihan. Setelah kita dapat mengisi blangko periodisasi dan merancang periode, fase, kerangka waktu dalam bulan dan minggu (mikro), selanjutnya perlu dicantumkan unsur-unsur latihan dalam blangko tersebut secara garis besar. Pencantuman unsur-unsur latihan dalam blangko periodisasi akan memudahkan pelatih dalam menyusun siklus mikro dan sesi latihan. Pada diagram di bawah ini dapat dilihat unsur-unsur latihan dalam periodisasi. Setelah unsur latihan dimasukan dalam blangko periodisasi, maka pelatih diharapkan mampu mengisi keperluan dari masingmasing unsur latihan sesuai dengan periode dan fase latihannya. Dengan demikian isi latihan dapat dirancang sesuai dengan periode, fase dalam periodisasi. Perlu dipahami bahwa latihan bersifat khusus, baik terhadap masing-masing atlet maupun terhadap masing-masing cabang olahraga, oleh karena itu kebutuhan terhadap unsur dan unit latihan bias sangat berbeda. Kebutuhan akan unsur latihan pada sprinter bias sangat jauh berbeda dengan pelari marathon, atau permainan sepakbola. Oleh karena itu pelatih harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan unsur dan isi dalam program latihan yang dibimbingnya.



103



Penataran tingkat dasar Januari 1



2



Transisi



3



Februari 4



5



6



7



Maret 8



9



10



11



12



April 13



14



Persiapan Pers. umum



15



16



Mei 17



18



19



20



21



Juni 22



Kompetisi Pers. khusus



Pre Komp.



Main Komp.



Fisik T T Mental



Gambar 30. Periodisasi dengan Unsur Latihan Periodisasi latihan tahunan dapat disusun dengan mengacu pada hal-hal sebagai berikut: a. Puncak Prestasi Utama (Main Peak Performance) tiap tahun. b. Pelatih harus mengetahui puncak pertandingan yang akan diikuti untuk mencapai prestasi tertinggi pada tahun itu. c. Puncak Prestasi antara sebelum mencapai puncak utama adalah kompetisi/pertandingan yang dilakukan sebagai suplemen dari latihan untuk mengetahui keberhasilan latihan atau sebagai kualifikasi untuk menuju perandingan utama. d. Bila terdapat dua puncak pertandingan yang diharapkan saling mendukung antara satu dengan yang lain maka periodisasi latihan yang digunakan adalah dengan dua puncak. e. Pemuncakan kinerja tersebut dituangkan dalam blangko periodisasi latihan yang disediakan pada lampiran - 1. f. Bila memiliki sistem kompetisi/pertandingan internasional, penyusunan periodisasi latihan dilakukan dengan memperhatikan kalender pertandingan tersebut. g. Try-out yang dilaksanakan di luar jadwal di atas merupakan pertandingan yang dilakukan berdasarkan prioritas kebutuhan dan merupakan sarana evaluasi pada proses latihan. 5. Implementasi Program Latihan Setelah memiliki periodisasi latihan dan siklus mikro maka pelatih perlu melaksanakan program latihan secara konsekuen tetapi fleksibel tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Pada dasarnya ada beberapa proses dalam implementasi latihan sebagai berikut:



104



23



24



Penataran tingkat dasar Perencanaan



Pelaksanaan 1



Evaluasi



Modifikasi



Pelaksanaan 2



Gambar 31 Siklus Pelaksanaan latihan 6. Pencatatan Hasil Latihan Setiap akhir sesi latihan pelatih perlu melakukan pencatatan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil latihan pada sesi tersebut. Pencatatan ini bermanfaat untuk mengetahui keberhasilan latihan dan sebagai pedoman latihan pada minggu selanjutnya atau pada fase dan periode yang sama untuk makro yang akan datang. Adapun tata cara pengisian format catatan hasil latihan bisa dilakukan seperti contoh di bawah ini.



105



Penataran tingkat dasar CATATAN HASIL LATIHAN Nama atlet Umur latihan Nomor Tanggal



: Aditya : 3 thn : Sprint 100m Unsur / Isi latihan



Volume(V) / intensitas (I)



2/1/2014



Pemanasan Inti : Teknik Sprint ABC Ankle (A) High knee (B) Heel kick (C) High knee extension (D) Kombinasi A-B/A-C/ABC/ ABD/ ABCD Penenangan : stretching , jogging



10 menit (V) 40 menit (V) 10 x 15 meter = 150 m 10 x 20 meter = 200 m 10 x 20 meter = 200 m 10 x 25 meter = 250 m 5 x 5 x 30 meter = 750 m. I = 80% - irama/rythem 30 menit (V) 75% (i) 10 menit



3/1/2014



Pemanasan Inti : Kekuatan/Daya tahan Kekuatan



10 menit 3 set x 8 sta x 30 detik (V) 60% MR (i)



Circuit Training (8 station) 1. Leg curl 2. Shoulder press 3. Sit up 4. Squat thrust 5. Squat 6. Arm curl 7. Back arch 8. Running dumble Fleksibilitas / PNF Penenangan : jogging



2 set x 10 gerakan x 20 detik 10 menit



4/1/2014



dst......



5/1/2014



dst ......



Keterangan 90 menit 1550m ABC



106



Penataran tingkat dasar 7. Tes dan Evaluasi Latihan Tes dan evaluasi dilakukan setiap akhir bulan/pada masa siklus dimana pelatih menyelesaikan sasaran latihan tertentu seperti: kekuatan, dayatahan, kecepatan atau teknik, dan sebagainya. Tes dan evaluasi lebih rinci dapat dilihat pada bab lain buku ini. E.



Penugasan Sesuai dengan cabang olahraga yang anda tekuni silakan membuat sesi latihan harian dan/atau latihan mingguan pada: 1. Periode persiapan umum 2. Periode persiapan khusus 3. Periode pra-kompetisi 4. Periode kompetisi



F. Evaluasi



NO



SOAL



Y



1.



Menyiapkan atlet menuju multi event nasional dan internasional melalui program latihan jangka panjang 8-12 tahun.



v



2.



Program Latihan jangka pendek adalah perencanaan latihan dalam 1 tahun.



v



3.



Fase persiapan umum adalah fase mengembangkan kemampuan fisik dimana volume latihan tinggi dan intensitas sedang, sehingga di fase ini dapat melakukan uji coba.



v



4.



Fase kompetisi adalah fase meningkatkan kemampuan keterampilan atlet dan pengalaman bertanding, ciri yang dikembangkan adalah volume latihan tinggi dan intensitas latihan juga tinggi.



v



5.



Fase transisi adalah fase yang cukup singkat waktunya dengan tujuan untuk pemulihan.



v



6.



Siklus mikro adalah kumpulan dari sesi latihan selama 1 minggu, dimana pengaturan beban latihan (training load) di atur berdasarkan kebutuhan pada fase latihan.



v



7.



Pemanasan adalah aktivitas untuk meningkatkan suhu tubuh secara umum dan khusus yang bertujuan untuk mengurangi resiko cedera.



v



T



109



Penataran tingkat dasar



NO



SOAL



Y



T



8.



Sesi latihan yang terdiri dari latihan fisik dan teknik, dilaksanakan dengan urutan latihan fisik terlebih dahulu.



v



9.



Pendinginan atau cold down adalah salah satu bagian dari sesi latihan yang kurang penting.



v



10.



Untuk mengejar prestasi yang cepat, latihan harus disusun dengan beban latihan yang berat terus setiap hari.



v



---------------o0o---------------



110



Penataran tingkat dasar



MODUL VIII TES DAN PENGUKURAN OLAHRAGA A. Deskripsi Modul ini berisi tentang pemahaman tentang tes, pengukuran dan evaluasi latihan. Setelah mempelajari modul ini diharapkan para pelatih mampu: 1. Memahami dan mengerti tentang definisi tes, pengukuran dan evalusi. 2. Memahami prinsip-prinsip evaluasi. 3. Memahami langkah-langkah dalam membuat evaluasi. 4. Memahami manfaat dan kegunaan tes dan pengukuran. 5. Memahami kriteria pemilihan tes 6. Melakukan tes dan pengukuran secara sederhana. B. Jumlah Jam Pelajaran



: 4 JPL



C. Metode penyajian 1. Ceramah. 2. Diskusi tanya jawab. 3. Penugasan. 4. Praktik D. Materi 1. Tes dan Evaluasi Latihan Para ahli kepelatihan berpendapat untuk menjadi pelatih yang baik, lebih dahulu dia harus menjadi guru yang baik. Dengan kata lain dapat dikatakan: pelatih itu sama dengan guru ditambah tugas lain atau disebut guru plus (+). Oleh National Coaching Foundation dalam terbitannya tentang "The Coach at Work” dinyatakan, bahwa pelatih itu tidak sekedar memberi instruksi atau mengajar atau melatih tetapi mencakup ketiga-tiganya, dan bahkan lebih dari itu.



Pelatih = Memberi instruksi + Mengajar + Melatih + ........... Tiga tahapan utama yang perlu dimiliki bagi setiap pelatih ialah kemampuan: 1) menyusun program, 2) melaksanakan program, dan 3) mengkaji hasil program. Untuk tahapan-tahapan tersebut perlu pemilikan pengetahuan,



111



Penataran tingkat dasar pengalaman, kemampuan dan keterampilan; antara lain yang dinamakan tes, pengukuran dan evaluasi. Seorang pelatih sedikit banyak perlu mengerti dan menjalankan tes, pengukuran, dan valuasi. Melalui alat-alat tersebut seorang pelatih dapat mengetahui apakah program yang disusun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak atau tidak? Apakah pelaksanaannya lancar atau tersendat-sendat? Masalah-masalah apa yang dihadapi? Dan apakah hasil latihannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan? Dalam pelatihan, bahan latihan dan bimbingan yang diberikan kepada para atlet pada prinsipnya lebih bersifat individual. Artinya akan tergantung dari tiap perorangan itu sendiri. Karena setiap atlet memiliki latar belakang yang berbedabeda; baik fisik, mental, sosial, maupun emosional yang berpengaruh terhadap kemampuan dan keterampilannya, untuk itu penanganannya pun harus berbeda pula. Berangkat dari hal-hal tersebut, seorang pelatih harus mengetahui kemampuan dan kebutuhan setiap atletnya, agar program dan latihan yang diberikan sesuai dengan atlet masing-masing. Tes, pengukuran, dan evaluasi merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi hal tersebut. a. Pengertian tentang tes, pengukuran, dan evaluasi Antara tes, pengukuran dan evaluasi, satu dan lainnya sangat erat kaitannya. Hal ini mengakibatkan dalam pemakaian kata dan dalam pelaksanaan sehari-hari sering kali digunakan secara bercampur aduk dikarenakan perbedaan yang tidak begitu tajam dan jelas. 1) Tes Tes adalah suatu bentuk pertanyaan untuk menilai pengetahuan atau suatu bentuk pengukuran untuk menilai kemampuan aktivitas jasmaniah (Johnson dan Nelson). Pengertian lain, tes ialah suatu teknik pengukuran dan evaluasi untuk mendapatkan informasi tentang seseorang atau kelompok (Larson dan Yocom). 2) Pengukuran Pengukuran ialah suatu alat untuk mengumpulkan data dalam proses evaluasi dengan berbagai instrumen dan cara teknik (Johnson dan Nelson). Pengukuran memacu kepada observasi atau pengamatan yang hasilnya dinyatakan dalam suatu bilangan atau bersifat kuantitatif (Remmers, Gage, dan Rummel). Sedangkan menurut Safrit:, pengukuran ialah proses/alat yang menunjukkan suatu jumlah bilangan tentang kemampuan yang dimiliki seseorang atau atlet. Misalkan seseorang/atlet melakukan tembakan ke basket selama satu menit, kekuatan otot-otot perut dalam melakukan sit-ups, mengukur kecepatan lari dalam menempuh jarak tertentu.



112



Penataran tingkat dasar 3) Evaluasi/Penilaian Evaluasi ialah suatu proses menilai tentang hasil-hasil pengukuran kaitannya dengan tujuan yang dicapai. Pengukuran hanya berguna, apabila hal itu dapat mengetahui kemajuan yang diperoleh dalam mencapai tujuan atau sasaran (Safrit). Evaluasi ialah proses penilaian tentang keefektifan pencapaian tujuan pendidikan (Bovard, Cozen, dan Hagman). Menurut Larson dan Yocom, evaluasi berkaitan dengan proses dalam kegiatan-kegiatan pendidikan atau pelatihan. Hal ini berarti, evaluasi mencakup keseluruhan proses termasuk materi program, kepemimpinan, prasarana, sarana, keikutsertaan peserta dalam pelaksanaan, pengadministrasian atau hasil. Evaluasi berkaitan dengan bagaimana tujuan dari program tersebut tercapai. Untuk kejelasannya, kita dapat mengatakan bahwa tes adalah satu bentuk saja dalam pengumpulan data. Tes biasanya dilakukan secara formal. Sedangkan pengukuran dapat dilaksanakan baik secara formal atupun tidak formal. Tes dan pengukuran memberikan informasi terhadap suatu tindakan yang dilakukan dengan menyisihkan waktu tertentu. Fungsi utama pengukuran adalah untuk mengumpulkan data; sedangkan fungsi utama evaluasi adalah untuk perbaikan dalam pelatihan atau pendidikan. Tegasnya, pengukuran dan evaluasi dalam kegiatan pelatihan hanya dibenarkan apabila hasilnya adalah untuk perbaikan proses atau hasil pelatihan. Mengenai ruang lingkup, pengukuran lebih luas dibandingkan dengan tes, karena tes adalah satu bentuk saja dari alat pengukuran yang ada. Sebagai seorang pelatih, dalam mengevaluasi program hendaknya menggunakan berbagai alat ukur yang dikuasai. Evaluasi lebih luas dibandingkan dengan pengukuran. Dalam evaluasi, selain tes dengan pengukuran yang dapat digunakan dalam pengumpulan data dan informasi, juga dapat melalui wawancara, angket pertanyaan, observasi, daftar cek atupun catatan khusus (anecdotal record). Data yang diperoleh dari hasil pengukuran bersifat obyektif; sedangkan yang diperoleh dari hasil wawancara, angket, observasi, daftar cek bersifat subyektif.



113



Penataran tingkat dasar b. Prinsip-prinsip evaluasi Dalam mengevaluasi suatu kegiatan hendaknya mengikuti prinsipprinsip sebagai berikut: 1) Bertahap. Evaluasi dilakukan sejak tahapan awal sampai dengan akhir pelaksanaan. Dan setiap tahap tersebut dievaluasi untuk mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Semua itu sangat berguna untuk langkah berikutnya. 2) Bersambungan. Evaluasi dilakukan secara berencana dan mengikuti tahapan yang berlaku dan dilakukan terus menerus untuk rnemperoleh gambaran .tentang perubahan penampilan dan perilaku setiap atlet sebagai hasil kegiatan latihan yang berlangsung. 3) Menyeluruh. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh yang menyangkut semua aspek kegiatan dan kepribadian atlet. Hal itu meliput aspek fisik, keterarnpilan, mental, sosial maupun emosional. Dalam kegiatan olahraga aspek fisik yang penting antara lain kesehatan, kekuatan, kecepatan, kelincahan, dayatahan otot, dayatahan pernafasan dan lainlainnya. Dalam permainan sepakbola aspek keterampilan misalkan: keterampilan menggiring bola, menembak ke gawang, mengontrol bola, mengoperkan kepada teman. Aspek mental termasuk memiliki semangat juang tinggi, tidak mudah patah semangat, tahan menghadapi kesulitan dan masalah selama mengikuti kegiatan, seringkali unggul sewaktu menghadapi saat-saat yang kritis. Aspek sosial dan emosional termasuk kemarnpuan berkomunikasi dan kerja sama dengan teman-teman lain, dapat menerima pendapat ataupun kritik dari teman, tidak mudah marah yang tidak pada tempatnya, dapat menahan diri bila mendapat ejekan orang luar dan lain-lainnya. Evaluasi bersifat menyeluruh karena hal itu mencakup proses kegiatan maupun hasilnya. 4) Objektif. Penilaian yang objektif menggambarkan aspek-aspek sebenarnya yang hendak diukur dan mencerminkan tingkat keberhasilan yang sebenamya. Kebenaran diperoleh bilamana digunakan alat atau instrumen yang cocok dan dilakukan oleh penilai atau petugas yang berkompeten. c. Langkah-Langkah dalam evaluasi lstilah evaluasi pengertiannya sarna dengan penilaian. Dua kata ini pemakaiannya saling bergantian. Pengertian langkah-langkah sama dengan tahapan. Dalam pelaksanaan evaluasi ada empat langkah atau tahapan yang harus dilalui, yaitu:



114



Penataran tingkat dasar 1) Menentukan tujuan Langkah awal yang harus ditempuh ialah menentukan tujuannya. Tujuan harus jelas untuk memberi arahan secara pasti. Tujuan itu harus dirumuskan dengan tegas dan jelas untuk memudahkan kegiatan yang dilakukan. Rumusan tujuan menggambarkan pula ruang lingkup yang memberi batasan. 2) Mengumpulkan data dan informasi Setelah tujuan ditentukan, langkah berikutnya ialah bagaimana mengumpulkan data dan atau informasi berdasar batasan yang berlaku. Untuk memperoleh data dan atau informasi diperlukan alat atau instrumen yang sesuai. Untuk itu dapat menggunakan alat atau instrumen yang tersedia; sedangkan bila belum ada hendaknya instrumen tersebut dibuat lebih dahulu. 3) Mengolah data dan menyimpulkan hasil Setelah data dan atau informasi terkumpul, harus diseleksi dahulu; mana yang dapat digunakan dan mana yang harus dibuang. Hanya yang memenuhi syarat untuk diolah. Pengolahannya berdasar sifat data dan atau informasi. Pengolahan yang sederhana dapat dengan penghitungan persentase. Bila data tersebut berbentuk sejumlah bilangan dapat diolah dengan statistik. 4) Menyusun laporan Hasil suatu evaluasi atau penilain hanya akan bermakna apabila disusun dalam bentuk laporan tertulis. Dengan laporan tertulis akan mudah dan dapat dibaca oleh orang lain dan disimpan sebagai dokumen yang sewaktu-waktu dapat diperoleh kembali. d. Kegunaan Tes dan Pengukuran Banyak alasan, mengapa seorang pelatih perlu melakukan pengetesan dan pengukuran. Pengukuran yang hanya sekedar untuk memperoleh data dan atau informasi hanya akan membuang- buang waktu, tenaga, dan biaya. Telah diutarakan di atas, bahwa tujuannya harus jelas dan tegas. Beberapa kegunaan dan manfaat yang diperoleh bagi atlet maupun pelatih dari hasil pengukuran, ialah: 1) Menentukan tingkat kemampuan. Pengetesan dan pengukuran bermanfaat untuk mengetahui secara pasti kemampuan seseorang dalam sekelompok atlet atau dilihat tingkat individu atlet itu sendiri.



115



Penataran tingkat dasar 2) Mengelompokkan sesuai kemampuan. Pengelompokan sesuai dengan kemampuan adalah penting sekali bagi pelatih maupun atlet. Pengelompokan kemampuan bisa terbagi atas kemampuan baik sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang sekali. Atas dasar pengelompokan kemampuan, pelatih dapat memberikan jenis latihan yang sesuai dengan kebutuhannya. Lebih-lebih bila dalam kepelatihan, penanganan terhadap individu atau perorangan atlet harus lebih ditekankan. 3) Mendiagnose kelemahan. Selama kepelatihan selain memperhatikan kemampuan dan keterampilan pada diri si atlet, juga perlu mengetahui kelemahan-kelemahannya. Dengan mengetahui kelemahan seorang atlet, pelatih akan dapat memilih dan menentukan jenis-jenis latihan yang harus lebih ditekankan baginya. Mengetahui kelemahan secara individual setiap atlet bukanlah merupakan hal yang mudah bagi pelatih. Tetapi hal ini akan dapat diatasi atas dasar kesungguhan dan pengalaman. 4) Membebaskan dari program latihan tertentu. Dari hasil pengetesan, selain dapat mengetahui tingkat kelemahan seorang atlet dapat juga mengetahui kelebihan-kelebihannya. Dengan tingkat kemampuan sangat tinggi atau tinggi, atlet tersebut dibebaskan dari latihan yang baginya sudah mencapai tingkatan yang tinggi. 5) Memotivasi atlet. Pengetesan dan pengukuran juga merupakan rangsangan atau motivasi bagi atlet. Bila ada rencana untuk dites, setiap atlet terdorong untuk berlatih yang lebih baik dan sungguh-sungguh agar hasil pengetesan lebih baik dibanding dengan ternan-ternan lainnya. Rangsangan atau motivasi merupakan pendorong yang sangat penting bagi tiap atlet. 6) Memprediksi kemampuan atlet kedepan. Dengan mengetahui hasil pengetesan dalam situasi dan kondisi pada waktu itu, seorang pelatih akan dapat memperkirakan kemampuan atlet di waktu mendatang. Kemampuan atlet dapat diprediksi, bila pengukuran dilakukan beberapa kali, dalam berbagai situasi dan kondisi serta dikaitkan dengan hasil pengukuran atlet-atlet lainnya. 7) Menyusun norma. Untuk dapat menentukan bagaimana tingkat kemampuan seorang atlet berdasar hasil tes yang dicapai diperlukan adanya norma yang berlaku dalam jenis tes tersebut. Suatu norma tersusun berdasarkan jenis kelamin pria atau wanita dan tingkat kemampuan tertentu. Misalkan norma bagi atlet wanita untuk cabang olahraga atletik, nomor 100 meter, tingkat propinsi.



116



Penataran tingkat dasar 8) Mengevaluasi program dan pelaksanaan latihan. Mengevaluasi program, dan bagaimana pelaksanaan latihan berikutnya merupakan tugas yang harus dilakukan setiap pelatih. Hal itu harus mendasarkan kepada hasil pengetesan dan atau pengukuran. Dalam mengevaluasi hendaknya mencakup berbagai aspek yang termasuk dalam program serta pelaksanaannya, dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang benar. 9) Merevisi program dan pelaksanaan latihan. Dari hasil pengukuran dapat diketahui hal-hal mana yang sesuai dengan rumusan tujuan yang telah dan mana-mana yang belum sesuai dengan tujuannya. Di sini akan terlihat kebaikan dan kelemahan-kelemahannya. Berpangkal penemuan kelemahan, program latihan perlu diperbaiki dengan pelaksanaan yang lebih baik. 10) Mengumpulkan data untuk penelitian. Pengetesan sangat berguna sebagai tahapan dalam penelitian, khususnya tahapan dalam pengumpulan data. Tahapan pengumpulan data termasuk unsur yang sangat panting, karena penelitian yang benar, data yang terkumpul harus pula benar. Pelatih dalam bekerja memerlukan berbagai data dan informasi tentang atletnya. Dalam mendapatkan data dan atau informasi dibutuhkan alat yang disebut instrumen pengukuran. Untuk itu perlu pengertian dan kemampuan menerapkannya. Seorang pelatih sebaiknya mempunyai pengalaman sebagai guru. Pengertian pengukuran lebih luas dari pada tes. Data yang diperoleh dalam tes dan pengukuran adalah obyektif. Pengertian evaluasi lebih luas daripada pengukuran. Alat yang digunakan dalam evaluasi hasilnya bersifat obyektif maupun subyektif. Dalam melaksanakan evaluasi lebih dahulu ditetapkan tujuannya secara jelas, lalu berupaya memperoleh data dan atau informasi; selanjutnya data dan informasi tersebut diolah, kemudian hasil dan kesimpulannya dilaporkan. Kegunaan melakukan pengukuran misalkan untuk mengetahui kemampuan atletnya, untuk mengelompokkan, untuk mengetahui kemajuannya, dan untuk perbaikan program. Kegunaan pengukuran selalu terkait dengan tujuan melakukan pengukuran itu sendiri.



117



Penataran tingkat dasar e. Kriteria Pemilihan Tes Pengertian kriteria menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah ukuran yang menjadi penilaian atau penetapan sesuatu. Untuk lebih mudahnya, kriteria dalam hal ini diartikan syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam memilih suatu tes atau alat ukur. Para ahli sepakat ada lima kriteria utama yang harus dipenuhi dalam pengetesan atau pengukuran, yang mencakup: 1) kesahihan (validitas), 2) keterandalan (reliabilitas), 3) objektivitas, 4) norma, dan 5) tuntunan pelaksanaan baku. 1) Kesahihan (Validitas) Suatu syarat yang sangat penting dalam memilih suatu tes atau alat ukur ialah, tes atau alat ukur tersebut harus sahih (valid). Suatu tes dikatakan sahih, apabila tes tersebut mengukur sesuai dengan tujuannya. Misalnya, bila kita ingin mengukur kecepatan lari seseorang atlet, maka alat ukurnya kecepatan lari 30 meter. Karena untuk lari 30 meter, faktor utama yang mempengaruhi dan berperan ialah faktor kecepatan. Dapat pula dikatakan, suatu alat ukur adalah sahih, apabila alat ukur tersebut mengukur sesuai dengan unsur-unsur penting dan tepat dari yang harus diukur. Bila kita ingin mengukur kemampuan seseorang bermain bolavoli, haruslah dipilih atau ditentukan unsur-unsur penting apa yang berpengaruh terhadap kemampuan bermain bolavoli. Yang termasuk unsur-unsur penting antara lain: kemampuan fisik termasuk daya eksplosif; kemampuan teknis: servis, mengumpan, smash, memblok/membendung. Juga dikatakan, suatu tes adalah sahih, apabila tes atau alat ukur tersebut mengukur sesuai dengan tuntutan yang harus diukur. Tuntutan dimaksudkan hal-hal penting yang harus dipenuhi. Dengan dernikian penerapannya sama seperti unsur-unsur penting yang lalu. Karena suatu tuntutan semestinya merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. Misalkan tuntutan setiap orang untuk dapat hidup layak ialah pemenuhan akan kebutuhan utama termasuk sandang, papan atau perumahan, dan pangan atau makanan. Cara yang dapat ditempuh dalam mencari atau menghitung kesahihan atau validitas suatu tes, antara lain: a) Melalui penilaian para ahli di bidangnya. Misalkan kita ingin menyusun suatu rangkaian tes bolavoli. Lebih dahulu ditentukan unsur-unsur penting yang rnencakup kemampuan fisik rnaupun teknik-teknik dasar dalam berrnain bolavoli. Kemampuan fisik dan



118



Penataran tingkat dasar teknik-teknik tersebut diukur, hasilnya dinyatakan dalam bentuk penjumlahan/kuantita. Selanjutnya sampel atau para atlet diukur kemampuan fisik dan teknis bermain bolavoli sesungguhnya. Para ahli yang dipilih, yaitu para pelatih bolavoli, pakar bola voli menilai kemampuan setiap pemain. Hasil dari setiap ahli dijumlahkan dan merupakan kemampuan bermain bagi setiap atlet. Hasil pengukuran kemampuan fisik dan teknis para pemain dikorelasikan dengan hasil penilaian para ahli. Apabila hasil penghitungan statistik berkorelasi tinggi, dikatakan tes atau alat ukur tersebut adalah sahih. b) Hasil pengukuran atau tes yang akan disusun dikorelasikan dengan tes yang sejenis dan yang sudah diakui kesahihan validitasnya. Kembali kita ingin menyusun suatu rangkaian tes bolavoli seperti di atas. Hasil pengukuran kemampuan fisik dan teknik-teknik telah dilakukan. Berikutnya sampel atau sekelompok pemain yang di tes tersebut di tes suatu rangkaian tes bolavoli yang sudah diakui kesahihannya. Kemudian hasil tes yang akan disusun, dikorelasikan dengan hasil pengukuran tes bolavoli yang sudah ada dan yang sahih. 2) Keterandalan (Reliabilitas) Keterandalan atau reliabilitas suatu alat ukur diartikan, sampai berapa jauh alat ukur tersebut memperoleh hasil pengukuran secara ajeg atau konsisten waktu pengukuran pertarna dengan pengukuran kedua. Suatu alat ukur adalah andal/reliabel, apabila alat tersebut memperoleh hasil pengukuran yang sama/ajeg antara pengukuran pertama dan kedua. Pengertian ajeg atau konsisten ini tidak harus persis sama, dapat pula lebih kurang sarna, yaitu hasil pengukurannya sedikit di atas atau di bawahnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam menghitung alau mencari keterandalan (reliabilitas) alat ukur misalkan dengan teknik "tes dan tes ulang" atau disebut "test-retest". Hasil pengukuran/tes pertama dikorelasikan dengan tes kedua atau ulangannya. Bilamana koefisien korelasinya tinggi, dikatakan bahwa tes tersebut andal atau terandalkan. 3) Objektivitas Objektivitas suatu alat ukur diartikan, keajegan hasil suatu tes yang diperoleh dari dua atau lebih pengetes atau tester. Pengertian keajegan dalam hal ini setara dengan kata keseragaman. Jadi bila seorang atlet melakukan lompat jauh, dan hasil lompatannya diukur oleh dua atau



119



Penataran tingkat dasar lebih tester dan hasil pengukurannya ada keseragaman antara tester satu dan lainnya, maka hasil pengukuran itu dikatakan objektif. Baik reliabilitas maupun objektivitas pada prinsipnya mempunyai pengertian adanya keajegan atau keseragaman hasil pengukuran. Perbedaannya, untuk realibilitas keseragaman hasil diperoleh bila pengukuran dilakukan oleh atlet yang sarna, pelatih yang sama, dengan waktu pengukuran yang lain. Sedangkan objektivitas diperoleh, bila pengukuran hasilnya seragam, dilakukan pada atlet-atlet yang sama, waktu pengukuran yang sama, tetapi diukur oleh pelatih yang berlainan. 4) Norma Norma ialah petunjuk atau pedoman dimana hasil suatu pengukuran dibandingkan. Dengan adanya norma, maka seorang atlet yang melakukan tes, hasilnya dapat diketahui berdasarkan norma yang berlaku. Dan atlet tersebut dapat dinyatakan apakah dia termasuk golongan yang sangat baik, baik, atau kurang. Suatu norma umumnya digolongkan menjadi lima tingkat: ialah tingkatan sangat baik, baik, sedang, kurang, dan sangat kurang. Untuk menyusun suatu norrna harus mengikuti ketentuan yang berlaku dan berdasarkan sampel tertentu. Misalkan norma yang berlaku untuk atlet wanita, yunior, tingkat propinsi. 5) Tuntunan pelaksanaan baku Dalam setiap tes atau alat ukur harus ada tuntunan yang baku tentang bagaimana tes itu harus dilakukan. Tuntunan atau petunjuk tcrsebut berlaku bagi atlet yang di tes maupun pelatih yang mengetes. Untuk tes lari cepat 40 meter, tuntunan yang harus ada misalkan: start berdiri, setelah ada aba-aba "siaap-ya" atlet lari secepat-cepatnya, menempuh jarak 40 meter dan melewati garis finis. Kecepatan lari dihitung sejak dari aba- aba "ya" sampai atlet melewati garis finis; dan dicatat sampai dengan perseratus detik, misalnya. Dari lima kriteria utama tersebut di atas yang paling utama ialah validitas. Selain itu kriteria tambahan atau persyaratan lain yang perlu clipertimbangkan ialah faktor ekonomis. Baik ekonomis ditinjau dari segi biaya, tenaga, peralatan yang diperlukan, lama waktu pengetesan juga kemanfaatan atau kegunaan alat ukur. Pelatih dalam memilih suatu tes sebagai alat ukur harus memperhatikan sekurang-kurangnya tiga hal dan memenuhi tiga kriteria/persyaratan. Pertama, alat ukur/tes itu harus valid/sahih, yaitu rnengukur sesuai dengan tujuan yang ingin diukur. Tujuan yang harus diukur



120



Penataran tingkat dasar mengandung arti, bahwa tes itu harus mengukur unsur-unsur penting bagi cabang olahraga yang terkait. Kriteria kedua, tes itu harus reliabel atau akurat. Kriteria ini berarti adanya keseragaman atau akurasi antara hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran ulangannya atau kedua. Dengan catatan kondisi sewaktu pengetesan pertama dan sewaktu tes kedua dalam keadaan lebih kurang sama. Kriteria ketiga ialah, tuntunan pelaksanaan yang baku. Tuntunan yang baku ini berlaku bagi atet yang di tes (testi) maupun bagi pelatih atau orang yang mengetes (tester). 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Performa Atlet Dalam pelatihan faktor-faktor yang mempengaruhi performa atlet ialah faktor fisik, teknik, taktik, dan psiko!ogis. Faktor-faktor ini sangat berkait satu dengan lainnya. Persiapan yang matang dalam hal tersebut akan banyak berperan dalam keberhasilan. Dalam uraian ini hanya akan dibahas persiapan fisik. Aspek fisik paling utama harus ditekankan/disiapkan bagi setiap atlet. Karena hanya kondisi fisik yang prima yang memungkinkan atlet dapat berlatih dengan intensif dan dapat mencapai prestasi tinggi. Tujuan dari latihan kondisi fisik ialah untuk meningkatkan potensi fungsional dan mengembangkan kemampuan motorik atlet setinggi-tingginya dalam standar tinggi. Dalam persiapan fisik ada dua aspek yang harus dipenuhi. Pertama tahap yang dinamakan Persiapan Fisik Umum (PFU) dan kedua tahap Persiapan Fisik Khusus (PFK). Kalau dalam istilah asingnya disebut General Physical Preparation (GPP) dan Specific Physical Preparation (SPP). a) Persiapan Fisik Umum (PFU) Tujuan utama PFU tanpa mengingat kekhususan cabang olahraga ialah untuk meningkatkan kemampuan kerja organ-organ tubuh (kerja otot, jantung, paru-paru, pernafasan, pencernaan dll). Makin tinggi kemampuan kerja organ-organ tubuh, makin mudah menyesuaikan dan meningkatkan tuntutan kebutuhan latihan fisik dan psikologik. Demikian pula, makin luas dan kuat PFU makin tinggi tingkat kemampuan motorik/ geraknya. Bagi anak muda atau atlet harapan PFU berlaku untuk semua cabang olahraga tanpa mengingat/memperhatikan kekhususan cabang olahraganya. Sedangkan bagi atlet top (elit atlet) latihannya harus disesuaikan dengan kekhususan dan kebutuhan cabang olahraganya dan sesuai pula dengan kebutuhan individu. PFU ini disamakan dengan Persiapan Kesegaran Jasmani (PKJ).



121



Penataran tingkat dasar b) Persiapan Fisik Khusus (PFK) Persiapan Fisik Khusus/atau disebut Specific Physical Preparation (SPP) dibina setelah dikembangkannya PFU. Tujuan utamanya ialah melanjutkan pengembangan fisik atlet yang bersifat. fisiologis dan metodologis. Atlet yang PFU-nya sudah mapan akan lebih mudah untuk menaikkan taraf fungsionalnya yang lebih tinggi. Dengan kata lain, seorang atlet yang memiliki daya tahan khusus tinggi, sudah harus memiliki daya tahan umum sebelumnya/sebagai dasanya. Karena itu untuk mencapai pengembangan fungsional khusus pelatih harus menekankan latihanlatihannya mengarah atau berkait kepada teknik, taktik cabang olahraga dan keistimewaan kebutuhan aspek psikologisnya. Pelatih harus memperhatikan betul-betul; untuk mengembangkan atlet muda atau pemula latihan-latihan yang berat bebannya (a heavy load exercises) dapat menimbulkan cedera dikarenakan tulang-tuiang dan ligamenta-ligamenta (artingan-jaringan ikat) belum kuat betul-betul, olah sebab itu latihan yang bertujuan pengembangan secara umum harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan atlet. 3. Pengertian Kesegaran Jasmani (Fitnes) Kesegaran jasmani sebenarnya merupakan satu aspek saja dari kesegaran total. Karena kesegaran total mencakup selain kesegaran jasmani juga kesegaran mental, kesegaran sosial, dan kesegaran emosional. lstilah kesegaran jasmani ada pula yang menamakan dengan kesemaptaan jasmani. Dua istilah ini mempunyai pengertian sama. Pengertian kesegaran jasmani ialah taraf kemampuan dan ketahanan kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dalam waktu relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Taraf kesegaran jasmani yang diperlukan bagi seseorang lain dengan kesegaran jasmani bagi sesorang yang bekerja di sawah (seorang petani). Taraf kesegaran jasmani yang diperlukan bagi atlet muda lebih rendah dibanding dengan kebutuhan kesegaran jasmani bagi atlet elit. Dengan demikian kesegaran jasmani selalu dikaitkan segar untuk tugas apa? a. Unsur-unsur kesegaran jasmani Menurut Larson dan Yocom unsur-unsur penting kesegaran jasmani ialah: 1) Kekebalan terhadap penyakit Hal ini berkaitan dengan aspek medik, dan merupakan faktor penting untuk kesegaran jasmani. Karena sempurnanya kesegaran jasmani berarti kebal terhadap semua penyakit keturunan maupun terjangkitnya penyakit. Kekebalan terhadap penyakit terutama ditentukan oleh faktor keturunan, di samping karena pengaruh



122



Penataran tingkat dasar makanan, istirahat, kebersihan, aktivitas fisik, rekreasi, pakaian. Pemeriksaan medik penting sekali bagi setiap atlet, lebih-lebih atlet yang mengikuti pertandingan atau kompetisi. Pemeriksaan medik bagi olahragawan yang sekedar untuk rekreasi tidak selengkap dibanding elit atlet yang harus berlatih lebih berat. 2) Kemampuan biomotor seperti kecepatan, dayatahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kekuatan, kelincahan, keseimbangan, ketepatan, koordinasi dan fleksibilitas. Definisi dan pengembangan kemampuan biomotor tersebut telah dibahas pada modul tersendiri tentang Pengembangan Kondisi Fisik. b. Butir-butir tes kesegaran jasmani No. 1.



Komponen Kesegaran Jasmani



Butir-butir tes



Dayatahan terhadap penyakit



Pemeriksaan kesehatan



2.



Kekuatan dan daya tahan otot



Ginning Dipping Sit-up Berbaring/angkat kaki Push-up Meremas tangan kanan dan kiri



3.



Daya tahan kardio respiratori/ Kardiovarkuler



a. b. c. d.



Lari 1.600 meter Lari 2,4 km Lari 15 MenitBalke Tes Bleep



4.



Kecepatan



a. b.



Lari 30 meter Lari 40 meter



5.



Power atau Kekuatan eksplosif



a. b. c.



Vertical-jam Lompat jauh tanpa awalan Lompat jauh



6.



Kelincahan



a. b. c.



Lari bolak-balik Lari zig-zag Tes Boomerana



7.



Fleksibilitas



a. b.



Togok fleksi kedepan Togok fleksi kebelakang



8.



Koordinasi



a. b. c.



Menendang bola melambung Smash bolavoli Lempar-tangkap bola



9.



Keseimbangan



a. b.



Jalan di balok keseimbangan Berdiri satu kaki mata terbuka/tertutup



123



Penataran tingkat dasar



10.



Ketepatan I Akurasi



a. b. c.



Memanah Menembak Shot bolabasket



Tabel 7. Tes untuk Kesegaran Jasmani E. Penugasan 1. Mengapa seorang pelatih perlu memiliki pengertian dan kemampuan melakukan pengukuran cabang olahraga yang digeluti oleh atletnya? 2. Bagaimana pendapat kelompok, bahwa pelatih sebaiknya juga guru atau mempunyai pengalaman sebagai guru? 3. Mengapa pelatih perlu meningkatkan motivasi kepada atlet binaannya? Dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan dalam hal tersebut? 4. Coba tentukan unsur-unsur penting yang terdapat dalam cabang olahraga pilihan anda. 5. Dari unsur-unsur penting tersebut, unsur atau unsur-unsur mana yang sekiranya ada keajegan hasil pengukuran atau mempunyai tingkat akurasi/reliabilitas tinggi. 6. Pilih salah satu butir tes cabang olahraga Anda dan buatlah tuntunan pelaksanaannya sehingga merupakan petunjuk bagi testi maupun tester. 7. Mengapa kemampuan fisik mendasari keberhasilan atlet dalam persiapan teknik dan taktik? 8. Unsur-unsur atau komponen-komponen kesegaran apa yang banyak menunjang keberhasilan atlet dalam cabang olabraga Anda? 9. Kemampuan fisik khusus apa saja yang sekiranya banyak menunjang keberhasilan atlet cabang olahraga Anda? F.



Evaluasi



NO



SOAL



Y



1.



Pengertian tes adalah suatu teknik pengukuran dan evaluasi untuk mendapatkan informasi tentang kondisi atlet.



v



2.



Pengukuran adalah alat untuk menilai capaian yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai



3.



Membandingkan hasil tes dari beberapa atlet merupakan kegiatan evaluasi



v



4.



Salah satu prinsip evaluasi adalah melakukan tes secara periodik.



v



T



v



124



Penataran tingkat dasar



NO 5. 6.



7. 8.



SOAL



Y



Hasil data tes dan pengukuran tidak dapat digunakan sebagai evaluasi program latihan. Kriteria dalam evaluasi adalah kesahihan (validitas), keterandalan (reliabilitas), objektivitas, norma, dan tuntunan pelaksanaan baku. Pengulangan tes yang dilakukan dengan hasil yang sama menunjukan bahwa instrument yang digunakan mempunyai tingkat validitas yang tinggi. Reliabilitas adalah ketika melakukan pengukuran kecepatan dengan lari 30 meter.



9.



Norma adalah pedoman dimana hasil suatu pengukuran dibandingkan dengan standar tertentu.



10.



Untuk mengetahui dayaledak/power otot dilakukan dengan tes ‘Leg dynamometer”.



tungkai



dapat



T v



v



v v v v



---------------o0o---------------



125