Modul Usahatani PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL USAHATANI



Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Isi di luar tanggung jawab percetakan. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suara ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hal terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) satu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).



MODUL USAHATANI



TURSINA ANDITA PUTRI



MODUL USAHATANI



Penulis : Tursina Andita Putri Foto sampul: Hamid Jamaludin Muhrim Desain sampul dan tata letak isi : Hamid Jamaludin Muhrim Diterbitkan oleh :



DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kamper Wing 4 Level 5 Kampus IPB Dramaga – Bogor 16680



Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Copyright © 2018 Departemen Agribisnis, FEM-IPB



ISBN :



KATA PENGANTAR Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas terbitnya buku “Modul Usahatani” yang ditulis oleh saudara Tursina Andita Putri. Buku ini menjadi salah satu bentuk komitmen Departemen dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing sesuai dengan misi Departemen Agribisnis, yakni “menyelenggarakan program pendidikan sarjana dan pascasarjana bermutu dan berdaya saing tinggi dalam bidang agribisnis tropika serta sesuai kebutuhan masyaakat masa kini dan akan datang”. Oleh sebab itu, Departemen Agribisnis akan selalu mendukung secara moril maupun materil bagi tenaga pendidik yang berkomitmen penuh menyiapkan proses pembelajaran secara professional, salah satunya melalui penerbitan buku atau modul ajar. Modul ini disusun dengan mengacu pada buku ajar (text book) usahatani baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris. Saat ini, jumlah buku dengan topik usahatani masih sangat terbatas sehingga menyulitkan bagi mahasiswa yang ingin mempelajari konsep usahatani. Di samping itu, pokok bahasan yang dibahas dalam setiap buku usahatani tentu berbeda-beda. Oleh sebab itu, penyusunan modul ini disesuaikan dengan silabus pembelajaran Mata Kuliah Usahatani di Departemen Agribisnis. Harapannya dengan adanya Modul Usahatani ini, mahasiswa dapat dengan mudah memahami konsep-konsep usahatani. Modul ini juga dilengkapi dengan contoh kuesioner untuk beberapa cabang usahatani. Kuesioner tersebut dapat menjadi panduan bagi mahasiswa untuk mengumpulkan data berkaitan dengan usahatani. Substansi atau materi usahatani yang dibahas pada buku ini terdiri dari ruang lingkup ilmu usahatani, faktor sosiobiofisik dan klasifikasi usahatani, kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis, faktor-faktor produksi usahatani, aplikasi ekonomi dalam usahatani, pendapatan dan efisiensi usahatani, dan perencanaan usahatani. Keseluruhan materi



v



tersebut disusun dengan sistematis sehingga diharapkan dapat memudahkan mahasiswa untuk mempelajari usahatani sebagai bagian dari sistem agribisnis. Buku “Modul Usahatani” ini bisa terbit atas dukungan dari berbagai pihak, baik di tingkat departemen, fakultas, institut, maupun kementerian. Departemen Agribisnis juga memberikan apresiasi positif dan penghargaan kepada Tim Pengajar Usahatani, yakni Dr. Ir. Nunung Kusnadi (koordinator mata kuliah); Dr. Ir Dwi Rachmina, M.Si, Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM (tim dosen kuliah); Tursina Andita Putri, M.Si, Triana Gita Dewi, M.Sc, Chairani Putri, BIAFS, M.Si, Ach. Firman Wahyudi, M.Si dan Mahfudhotul ‘Ula, SE, M.Si (tim dosen praktikum) atas semangat dan dedikasi yang sangat luar biasa dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pada mata kuliah Usahatani. Semoga buku ini memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat agribisnis.



Bogor, November 2018 Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB



Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si



vi



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR



v



BAB I ANALISIS INSTRUKSIONAL



1



BAB II RUANG LINGKUP ILMU USAHATANI



5



2.1 Pengertian Usahatani dan Ilmu Usahatani



5



2.2 Pengertian Petami dan Rumah Tangga Petani



6



2.3 Kondisi Usahatani di Indonesia



10



2.4 Kedudukan Ilmu Usahatani



14



BAB III FAKTOR SOSIOBIOFISIK DAN KLASIFIKASI USAHATANI 16 3.1 Faktor Sosiobiofisik pada usahatani



16



3.2 Klasifikasi Usahatani



18



BAB IV KEDUDUKAN USAHATANI DALAM SISTEM AGRIBISNIS 22 BAB V FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI



27



5.1 Lahan



27



5.2 Tenaga Kerja



35



5.3 Modal



43



5.4 Manajemen



47



BAB VI APLIKASI EKONOMI DALAM USAHATANI



55



6.1 Hubungan Input-Output



55



6.2 Hubungan Input-Input



65



6.3 Hubungan Output-Output



67



BAB VII PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI



74



7.1 Analisis Pendapatan Usahatani



74



7.2 Ukuran Penampilan Usahatani



79



7.3 Efisiensi Usahatani



86



vii



BAB VIII PERENCANAAN USAHATANI



91



8.1 Perencanaan Parsial



92



8.2 Perencanaan Menyeluruh



98



CONTOH KUESIONER



100



DAFTAR PUSTAKA



132



BIODATA PENULIS



134



viii



BAB 1 ANALISIS INSTRUKSIONAL Buku ini disusun dan ditujukan kepada mahasiswa S1 Departemen Agribisnis yang sedang mengambil mata kuliah Usahatani. Oleh karena itu, beberapa contoh dan latihan yang pada buku ini sebagian diambil dari contoh kasus yang dipelajari ketika proses pembelajaran di kelas. Namun demikian, buku ini juga dapat dimanfaatkan oleh stakeholder yang berkepentingan dalam memahami konsep usahatani.



Gambar 1.1 Struktur Materi Pembelajaran pada Modul Usahatani



1



Substansi usahatani yang dibahas pada buku ini terdiri dari ruang lingkup ilmu usahatani, faktor sosiobiofisik dan klasifikasi usahatani, kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis, faktor-faktor produksi usahatani, aplikasi ekonomi dalam usahatani, pendapatan dan efisiensi usahatani, dan perencanaan usahatani. Keseluruhan substansi tersebut disusun dengan sistematis sehingga diharapkan dapat memudahkan mahasiswa untuk mempelajari usahatani sebagai bagian dari sistem agribisnis. Sistematika penulisan buku ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. Ruang lingkup ilmu usahatani membahas terkait pengertian usahatani dan ilmu usahatani, pengertian petani dan rumah tangga petani, kondisi usahatani di Indonesia, dan kedudukan ilmu usahatani. Dari bab ini diketahui bahwa ada beberapa konsep usahatani yang tidak selalu sama dengan ilmu ekonomi pada perusahaan pada umumnya. Hal ini disebabkan adanya ciri khas usahatani sebagai unit usaha produksi pertanian. Usahatani di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan klasik, seperti lahan sempit, permodalan terbatas, orientasi semi subsisten, keterlampilan dan manajemen petani masih rendah, produktivitas dan efisiensi rendah, teknologi cenderung masih tradisional, price taker dan bargaining position lemah, serta pendapatan rendah. Bab selanjuutnya menjelaskan faktor sosiobiofisik dan klasifikasi usahatani. Pada bab ini diketahui bahwa usahatani itu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiobiofisik. Faktor tersebut secara parsial maupun bersama-sama dapat memengaruhi keberlanjutan usahatani yang dijalankan oleh petani. Faktor-faktor tersbeut juga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap klasifikasi usahatani yang dijalankan oleh petani. Pada Bab keempat, yakni berkaitan dengan kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis. Usahatani merupakan salah satu subsistem dalam sistem agribisnis. Subsistem ini berfungsi menghasilkan produkproduk pertanian primer yang akan dikonsumsi langsung atau diolah dalam industri pengolahan. Aktivitas subsistem usahatani juga sangat



2



bergantung kepada subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem off-farm hulu) sebagai pemasok input yang akan digunakan pada aktivitas usahatani. Bab kelima membahas terkait faktor-faktor produksi, yakni lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Keempat faktor tersebut dinamakan juga dengan unsur pokok usahatani. Tidak menutup kemungkinan antara satu faktor dengan faktor lainnya sangat berkaitan sehingga apabila ada kendala di salah satu atu lebih faktor akan berpengaruh terhadap keberlanjutan usahatani. Selanjutnya pada bab keenam dibahas terkait aplikasi ekonomi dalam usahatani. Pada kegiatan usahatani, biasanya produsen dihadapkan pada tiga pernyataan mendasar, yakni (1) Menentukan jumlah masing-masing input yang digunakan pada proses produksi untk memeroleh keuntungan maksimum; (2) Menentukan kombinasi input yang meminimukan biaya produksi; dan (3) Menentukan kombinasi output yang dapat memaksimumkan penerimaan. Pertanyaanpertanyaan tersebut erat kaitannya dengan ilmu ekonomi, dimana ilmu ekonomi akan memperlajari pengalokasian sumberdaya terbatas untuk memenuhi serangkaian kebutuhan. Pendapatan dan efisiensi usahatani menjadi salah satu ukuran kinerja dari usahatani. Pembahasan ini dibahas pada Bab ketujuh. Aktivitas usaha atau bisnis yang dilakukan tidak akan terlepas dari tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tujuan juga dapat berupa tujuan ekonomi maupun tujuan non ekonomi. Salah satu tujuan ekonomi dari aktivitas usaha atau bisnis adalah memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari korbanan yang telah dikeluarkan. Sedangkan perencanaan usahatani yang meliputi perencanaan keseluruhan dan perencanaan menyeluruh akan dibahas pada bab kesembilan.



3



Demikian sistematika susunan materi pada modul ini. Lebih jelasnya, dapat dibaca secara detail di dalam bab-bab berikutnya. Harapannya modul ini dapat memberikan pencerahan terkait substansi yang berkaitan dengan ilmu usahatani.



4



BAB 2 RUANG LINGKUP ILMU USAHATANI 2.1. Pengertian Usahatani dan Ilmu Usahatani Mosher (1968) mendefinisikan usahatani sebagai pertanian rakyat yang berasal dari kata farm dalam Bahasa Inggris. Menurut Dr. Mosher, farm adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap, atau manajer yang digaji. Sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Dr. Mosher, Census of Agriculture (1948) menyebutkan bahwa farm is any parcel or parcels of land, at least 1000 square meters in area, used for the raising of crops, fruits, vegetables, trees or other agricultural products or of livestock, poultry, and other animals. Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan keterlampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Sedangkan Rifai (1960) menjabarkan bahwa usahatani adalah setiap organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi ini berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang segolongan sosial (baik yang berikatan geneologis maupun tertrial) sebagai laksanawannya. Dapat disimpulkan bahwa usahatani adalah suatu kegiatan mengorganisasikan atau mengelola faktor-faktor produksi yang tersedia secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan produk pertanian yang maksimal untuk kesejahteraan pelaku usahatani. Merujuk dari semua defisini dari usahatani maka dapat disepakati bahwa usahatani ditulis



5



satu kata yang menunjukkan satu kesatuan yang utuh (tidak ditulis secara terpisah, usaha-tani). Soekartawi (1995) menyampaikan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output melebihi input. Selain itu, Adiwilaga (1982) mendefinisikan ilmu usahatani Sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri. Atau dengan arti lain, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki caracara seseorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur, dan menjalankan perusahaan itu. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani merupakan bagian dari ilmu ekonomi pertanian yang mempelajari cara-cara petani menyelenggarakan usahatani. Lebih detail dapat disampaikan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada sutau usahta pertanian agar diperoleh hasil maksimal.



2.2. Pengertian Petani dan Rumah Tangga Petani Seperti yang telah disinggung di atas, pelaku usahatani disebut sebagai petani. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, petani diartikan sebagai orang yang pekerjaannya bercocok tanam. UU No 18 tahun 2012 Tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani, pasal 1 menyebutkan petani adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usahatani di bidang tanaman



6



pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Atau dengan kata lain, petani adalah orang yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Dilihat dari hubungannya dengan lahan yang diusahakan maka petani dapat dibedakan atas : 1. petani pemilik penggarap, adalah petani yang memiliki lahan dan lahan tersebut digarap sendiri, sehingga status lahannya disebut lahan milik 2. petani penyewa, adalah petani yang menggarap tanah orang lain atau petani lain dengan status sewa 3. petani penyakap (penggarap), adalah petani yang menggarap tanah milik petani lain dengan sistem bagi hasil 4. petani penggadai, adalah petani yang menggarap lahan usahatani orang lain dengan sistem gadai Petani berbeda dengan buruh tani. Buruh tani adalah seseorang yang biasanya bekerja di lahan usahatani petani lain dengan mendapat upah, berupa uang atau natura. Petani memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas usahataninya. Sedangkan buruh tani tidak memiliki kekuasaaan dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan. Selain petani, dalam aktivitas usahatani dikenal juga istilah rumah tangga petani. Rumah tangga petani adalah rumah tangga yang sekurangkurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi bertani/berkebun, beternak ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, dan mengusahakan ternak/unggas. Lebih detail Asmarantaka (2007) menjelaskan bahwa Rumah Tangga Petani (RTP) atau farm household adalah satu unit kelembagaan yang terintegrasi dalam mengambil keputusan produksi pertanian,



7



konsumsi, curahan kerja, reproduksi dengan anggaran bersama. RTP dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi yang akan memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Pola perilaku RTP dalam aktivitas pertanian, dapat bersifat semi komersial sampai komersial, sebagian hasil produksi dijual ke pasar dan sebagaian untuk konsumsi keluarga. Pada konsep RTP, aktivitas usahatani tidak terlepas dari kegiatan konsumsi, karakteristik keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Aktivitas usahataninya menggunakan input yang sebagian dibeli dan sebagian dari keluarga sendiri, penggerak atau operatornya adalah petani sebagai kepala keluarga dan penggunaan tenagakerja keluarga yang dominan. Oleh sebab itu, perilaku pengambilan keputusan RTP dalam berproduksi, konsumsi dan bekerja merupakan satu kesatuan (terintegrasi) dan saling terkait.



Gambar 2.1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia Menurut Subsektor, ST 2003 dan ST 2013 Sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)



8



Berdasarkan Sensus Pertanian tahun 2003 dan 2013, jumlah Rumah Tangga Petani hampir di semua subsektor pertanian di Indonesia semakin menurun (Gambar 2.1). Ada delapan subsektor, yakni subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, budidaya ikan, penagkapan ikan, kehutanan, dan jasa pertanian. Dari kedelapan subsektor tersebut, hanya sektor budidaya ikan yang jumlah rumah tangga petaninya meningkat. Satu rumah tangga usaha pertanian dapat mengusahakan lebih dari 1 subsektor usaha pertanian, sehingga jumlah rumah tangga usaha pertanian di sektor pertanian bukan merupakan penjumlahan rumah tangga usaha pertanian dari masing-masing subsektor. Rumah tangga pertanian pengguna lahan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni rumah tangga petani gurem (menguasai lahan kurang dari 0.50 Ha) dan rumah tangga petani bukan gurem (menguasai lahan 0.50 Ha atau lebih). Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, 55.33% dari petani pengguna lahan dikelompokkan ke dalam kelompok petani gurem. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.



Gambar 2.2 Perbandingan Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan dan Petani Gurem, ST 2013 Sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)



9



Small farmer yang diterjemahkan menjadi petani kecil atau petani gurem akhir-akhir ini mendapatkan perhatian besar karena hampir dari sepertiga dari penduduk di dunia adalah petani gurem atau petani kecil. Roset (1999) menyatakan bahwa “… small farms are “multi-functional” – more productive, more efficient, and contribute more to economic development than large farms. Keunggulan petani kecil adalah dalam hal multiple cropping, penggunaan lahan secara parallel, komposisi output yang beragam, lebi irit irigasi, menyerap lebih banyak tenaga kerja, penggunaan input yang tidak dibeli, dan pengguna sumberdaya yang lebih berkomitmen pada isu lingkungan.



2.3. Kondisi Usahatani di Indonesia Seringkali usahatani diidentikkan dengan usaha pertanian dengan skala kecil. Akan tetapi, hal tersebut tidaklah benar. Dari definisi di atas tidak ditemukan satu kata atau pengertian pun yang mendefinisikan usahatani sebagai usaha pertanian skala kecil. Akan tetapi, usahatani dapat digolongkan menjadi dua golongan yakni usahatani rakyat dan usahatani perkebunan. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:



Tabel 2.1. Ciri-Ciri Usahatani Rakyat dan Usahatani Perkebunan No 1 2 3



4



10



Ciri Lahan Status lahan Pengelolaan



Jenis tanaman



Usahatani rakyat Sempit Milik, sewa, sakap - Dilakukan petani atau Rumah Tangga Petani - Sederhana Tanaman pangan, Monokultur dan Campuran



Usahatani Perkebunan Luas Milik dan HGU - Milik Swasta/Negara - TK Upahan - Rumit Tanaman perdagangan, Monokultur



No 5



6 7 8



Ciri Teknologi



Permodalan Pengambilan keputusan Target produksi



Usahatani rakyat Usahatani Perkebunan Sederhana/tradisional Modern/mengikuti perkembangan teknologi Padat Karya Padat Modal Cepat Jangka panjang Tidak selalu tercapai



Dapat tercapai



Selain usahatani rakyat dan usahatani perkebunan, di Indonesia juga dikenal usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Usahatani keluarga didefinisikan melalui dua pendekatan, yakni penggunaan kerja dan pendapatan kotor yang diterima. Dilihat dari sisi tenaga kerja, usahatani keluarga menggunakan sebagian besar tenaga kerja yang berasal keluarga. Sedangkan dari sisi pendapatan kotor, diketahui bahwa pendapatan kotor yang diterima keluarga petani sebagai besar berasal dari usahatani tersebut. Selain itu, usahatani keluarga biasanya dipimpin oleh kepala keluarga yang memutuskan segala yang bersangkutan dengan operasi usahatani dan tujuan usahatani berhubungan erat dengan kepentingan hidup keluarganya. Perusahaan pertanian adalah perusahaan yang memproduksi hasil tertentu dengan sistem pertanian seragam di bawah manajemen terpusat dengan berbagai metode ilmiah dan teknik pengolahan efisien agar menghasilkan laba yang sebesar-besarnya. Di Indonesia, perusahaan pertanian yang telah mempunyai sejarah yang lama adalah perkebunan. Perushaaan pertanian dapat berbentuk perusahaan eksploitasi hutan, perusahaa peternakan atau perikanan yang semanya mempunya tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya. Menurut Hernanto (1991) masalah-masalah yang terjadi pada usahatani di Indonesia adalah sebagai berikut :



11



1. kurang rangsangan Masalah ini dilatarbelakangi oleh sikap puas diri bagi para petani, umumnya petani kecil. Hal ini berdampak pada tidak termotivasinya petani untuk mengetahui dan mempelajari lebih banyak tentang usahataninya dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan pemenuhan kebutuhan keluarganya 2. rendahnya tingkat adopsi teknologi Tingkat pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki oleh petani biasanya menyebabkan rendahnya adopsi teknologi. Kelompok ini disebut kelompok Late Majority, yaitu kelompok yang lambat dalam hal menerima informasi ataupun teknologi terbaru. Biasanya kelompok ini akanmengikuti teknologi yang baru jika teknologi tersebut telah disetujui oleh pendapat umum dan telah diterapkan oleh kebanyakan orang. 3. langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani Ketersediaan pembiayaan pada aktivitas usahatani akan mendukung keberlanjutan usahatani. Pembiayaan yang terbatas maka akan menyulitkan petani dalam penyediaan modal kerja (input usahatani). Modal kerja yang terbatas tentu akan menyebabkan keterbatasan petani memeroleh input usahatani sehingga akan berdampak pada tidak optimalnya output yang dihasilkan 4. masalah transportasi dan komunikasi Transportasi yang tidak memadai tentu akan berakibat pada proses distribusi input maupun output pertanian. Permasalahan transportasi dapat menjadi salah satu sumber risiko, dimana produk usahatani dikenal sebagai produk yang perishable sehingga transportasi yang tidak memadai akan memengaruhi kualitas produk yang pada akhirnya berdampak pada harga produk Demikian juga dengan komunikasi. Komunikasi yang tidak memadai akan menghambat distribusi informasi kepada petani, baik informasi mengenai teknologi baru, informasi penanganan risiko, informasi harga ataupun informasi lainnya. Oleh sebab itu, literasi teknologi informasi dan komunikasi menjadi hal yang penting bagi petani



12



5. kurangnya informasi harga Aspek pemasaran terutama berkaitan dengan harga merupakan masalah di luar usahatani yang perlu diperhatikan. Seperti yang telah diketahui, petani seringkali mengahadapi keterbatasan dalam mengakses informasi harga (baik harga input maupun harga output). Di samping itu, posisi petani yang memiliki bargaining position yang lemah membuat petani terkadang hanya bertindak sebagai penerima harga. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang diperoleh petani yang kemudian berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberlanjutan usahataninya 6. adanya gap penelitian terpakai untuk petani Penelitian di sektor pertanian sudah banyak dilakukan oleh peneliti maupun akademisi. Akan tetapi, penyaluran informasi hasil penelitian kepada petani seringkali mengalami keterlambatan. Sehingga proses adopsi dan adaptasi oleh petani terhadap hasil penelitian juga mengalami keterlambatan 7. luasan usaha yang tidak menguntungkan Lahan usahatani yang sempit akan membatasi petani untuk berbuat lebih banyak pada usahataninya. Salah satunya adalah ketersediaan lahan yang sempit akan membatasi penggunaan teknologi yang modern yang pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya produktivitas yang dihasilkan 8. belum mantapnya sistem dan pelayanan penyuluhan Saat ini rasio jumlah tenaga penyuluh terhadap jumlah petani jauh dari kata ideal. Jumlah penyuluh yang sedikit diharuskan melayani jumlah petani yang banyak dan tersebar. Selain itu, seringkali penyuluh menghadapi permasalahan-permasalahan pertanian yang di luar bidang atau kompetensi tenaga penyuluh. Hal ini mengakibatkan terhambatnya penyaluran informasi kepada petani 9. aspek sosial, politik, ekonomi yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani



13



Petani memiliki peran besar dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, dan pelestarian sumbedaya alam. Peran tersebut seringkali bersinggungan dengan kebijakan pemerintah. Peran petani yang besar tersebut terkadang tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengakomodir kepentingan petani. 2.4. Kedudukan Ilmu Usahatani Berdasarkan definisi ilmu usahatani yang telah disampaikan pada sub bab sebelumnya diketahui bahwa ilmu usahatani merupakan salah satu ilmu terapan. Ilmu terapan adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang ilmu lainnya. Oleh sebab itu, Memperlajari ilmu usahatani tentu juga perl mempelajari ilmu lain sebagai landasan teori. Berikut dijelaskan keterkaitan ilmu usahatani dengan ilmu lainnya melalui Gambar 2.3.



Ekonomi



Keteknikan



Ilmu Usahatani



Manajemen



Sosial Gambar 2.3 Keterkaiatan Ilmu Usahatani dengan Ilmu-Ilmu Lain



14



Dilihat dari Gambar 2.3, mempelajari ilmu usahatani harus ditunjang dengan pengetahuan tentang ilmu-ilmu lainnya, seperti ilmu keteknikan (agronomi, perikanan, peternakan, dan lainnya), ilmu ekonomi, ilmu manajemen, maupun ilmu sosial. Ilmu keteknikan menjadi landasan teori dalam mempelajari aktivitas budidaya yang dilakukan dalam kegiatan usahatani. Ilmu ekonomi dan ilmu manajemen digunakan sebagai landasan teori dalam mengelola dan pengambilan keputusan dalam aktivitas usahatani. Sedangkan ilmu sosial digunakan sebagai landasan teori bagi yang mempelajari ilmu usahatani terkait dengan fenomena-fenomena sosial yang menyertai segala aktivitas usahatani.



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Carilah definisi usahatani sebanyak mungkin (referensi : textbook), kemudian simpulkan pengertian usahatani menurut kelompok Anda! 2. Carilah satu unit usahatani yang dapat digunakan studi kasus selama satu semester!



15



BAB 3 FAKTOR SOSIOBIOFISIK DAN KLASIFIKASI USAHATANI 3.1. Faktor Sosiobiofisik pada Usahatani Aktivitas usahatani tentu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor fisik (faktor teknis), faktor biologis, faktor sosial, ekonomi dan faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut secara parsial maupun bersama-sama dapat memengaruhi keberlanjutan dari kegiatan usahatani yang dijalankan oleh petani. Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang memengaruhi usahatani. 1. Faktor fisik (kondisi teknis) Faktor fisik antara lain adalah iklim (suhu, kelembaban, arah angina), topografi (lahan datar, bergelombang, berbukit), ketinggian lokasi di atas permukaan air laut, jenis tanah (alluvial dari sedimen lumpur, vulkanis humus, organosol, podzolik merah kuning, kapur, pasir, laterit, dan lainnya), dan ketersediaan air (irigasi teknis, irigasi setegah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan). Faktor fisik menyebabkan adanya tempat-tempat tertentu yang hanya dapat digunakan untuk mengusahkan tanaman tertentu karena pada dasarnya masingmasing jenis komoditas selalu membutuhkan syarat-syarat tertentu pula. 2. Faktor biologis Faktor biologis antara lain adalah hama (tikus, wereng, welang sengit, ulat, tungau, lalat bibit, keong emas, dan lainnya), penyakit (kerusakan akibat gangguan organisme, seperti tumbuhan tinggi parastis, ganggang, jamur, bakterim mikoplasma, dan virus), dan gulma (tumbuhan pengganggu, seperti rumput teki, dan lainnya).



16



3.



4.



5.



6.



Hama, penyakit, maupun gulma tentu akan menggangu performa dari usahatani yang dilakukan oleh petani yang secara langsung akan menurunkan produksi dan pendapatan petani. Faktor ekonomi Faktor ekonomi di antaranya adalah ketersediaan sarana produksi, akses pasar, informasi harga, risiko, kredit, sarana dan prasarana transportasi, serta lainnya. Adanya kendala pada yang disebabkan oleh kondisi ekonomi tentu akan menghambat pelaku usahatani dalam berproduksi maupun memasarkan output pertanian yang dihasilkan. Faktor sosial Faktor sosial seperti norma, kaidah, adat, kebiasaan, kelembagaan (warisan, gotong royong, subak di bali, kelompok arisan tenaga kerja, dan lainnya). Faktor kebijakan pemerintah Faktor ini berkaitan dengan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik yang berhubungan dengan produksi, pemasaran, permodalan, teknologi, kelembagaan maupun lainnya. Faktor teknologi Faktor teknologi juga seringkali memengaruhi aktivitas usahatani. Contoh teknologi yang memengaruhi aktivitas usahatani adalah teknologi pada alsintan, teknologi cara budidaya, primatani, Germas (Gerakan Masyarakat), SLPTT dan SLPHT, dan lainnya.



Keenam faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait mengait sehingga berdampak pada aktivitas usahatani secara keseluruhan. Misalnya ada suatu daerah yang cocok untuk komoditas tertentu berdasarkan faktor fisiknya dan didukung dengan faktor ekonomis yang memadai (harga jual yang baik), namun petani di daerah tersebut tidak mau mengusahakan komodiitas tersebut karena faktor sosial yang tidak mendukung (menanam komoditas tersebut merupakan sesuatu yang “tabu” di daerah tersebut). Keterkaitan keenam faktor yang memengaruhi usahatani dapat dilihat pada Gambar 3.1.



17



Gambar 3.1 Faktor-Faktor Sosio-ekonomi-Biofisik Usahatani Faktor-faktor yang saling kait mengait tersebut akan menentukan klasifikasi usahatani. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menonjol atau paling berpengaruh pada usahatani mesti mendapatkan perhatian lebih. Di Samping itu, faktor-faktor yang menghambat juga tidak semestinya diabaikan, sehingga diperlukan upaya perbaikan agar target yang diinginkan dapat tercapai.



3.2. Klasifikasi Usahatani 1. Pola Usahatani - Usahatani Tamanan Pada usahatani tanaman, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau lahan sawah dan lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yakni sawah dengan pengairan teknis, sawah dengan pengairan setengah teknis, sawah



18



dengan pengairan sederhana, sawah dengan pengairan tadah hujan, dan sawah pasang surut. -



Usahatani Ikan



Pada usahatani ikan, terdapat empat macam pola usahatani, yaitu air tawar biasa, air tawar deras, mina padi, air asin. -



Usahatani Ternak



Pada usahatani ternak, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu pola kandang/kareman dan pola lepas.



2. Tipe Usahatani Tipe usahatani berdasarkan macam/jenis tanaman/ternak/ikan yang diusahakan. Misalnya usahatani Padi, Palawija (jagung, kedelai, kacangkacangan, dan lain-lain), Perkebunan kopi, kelapa sawit, kelapa, kakao, dan lain-lain), campuran (mixed cropping), multiple cropping (menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir). 3. Struktur Usahatani Menurut struktur, usahatani terdiri dari usahatani khusus, tidak khusus, dan campuran. - Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, usahatani perikanan, dan usahatani tanaman pangan - Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberaoa cabang usahatani secara bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas. - Usahatani campuran adalah usahatani uang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi. 4. Corak Usahatani



19



Menurut corak, usahatani dapat dibedakan menjadi dua yaitu usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga sehingga bersifat statis dan sederhana. Sedangkan usahatani komersial adalah usahatani dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasar sehingga lebih dinamis dan berorientasi kepada keuntungan (profit oriented). Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani ditentukan oleh berbagai kriteria, antara lain adalah - nilai umum, sikap dan motivasi - tujuan produksi - pengambilan keputusan - tingkat teknologi - derajat komersialisasi dari input dan output - proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan - tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi. Wharton membedakan corak usahatani melalui dua kriteria, yakni kriteria ekonomi (economic criteria) dan kriteria sosibudaya (sociocultural criteria). Adapun indikator untuk masing-masing kriteria tersebut adalah sebagai berikut : - Economic Criteria • the sale of farm product ratio • hired labor of purchased factor input ratio • level of technology • income and level of living • decision-making freedom - Sociocultural Criteria • noneconomic factors in decision-making • degree of “outside” contact • nature of interpersonal relation • physchological differences 5. Bentuk Usahatani



20



Menurut bentuk atau struktur organisasinya, usahatani dapat dibedakan menjadi tiga yaitu usaha perorangan/keluarga, usaha kelompok, dan kooperatif (inti plasma ataupun bentuk kemitraan lainnya). - Usaha perorangan/keluarga adalah usahatani yang seluruh proses usahatani dikerjakan oleh petani sendiri atau bersama keluarganya, dimulai dari perencanaan, pengolahan, dan pemasaran. Biasanya faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh perorangan dan hasilnya ditentukan oleh pemilik. - Usaha kelompok atau kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok yang kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Faktor produksi biasasanya dimiliki bersama. - Usaha kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya saja pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan lainnya. Contohnya adalah PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang merupakan bentuk kerjasama perkebunanan rakyat dengan perkebunan besar (kemitraan model inti plasma).



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Identifikasi profil rumahtangga petani yang menjadi studi kasus pada kelompok anda! 2. Identifikasi cabang usahatani yang diusahakan oleh petani tersebut! 3. Identifikasi klasifikasi usahatani yang dilakukan oleh petani tersebut!



21



BAB 4 KEDUDUKAN USAHATANI DALAM SISTEM AGRIBISNIS Agribisnis merupakan cara pandang atau paradigm baru terhadap pertanian. Pengertian agribisnis yang paling banyak dijadikan acuan adalah pengertian yang dikemudakan oleh John Davis dan Ray Goldberg pada tahun 1957. Menurut Davis dan Goldberg (1957), agribisnis dipandang bukan hanya kegiatan produksi di usahatani (on-farm), tetapi termasuk kegiatan di luar usahatani (off-farm) yang terkait. Lebih detail, Davis dan Goldberg (1957) mendefinisikan agribisnis sebagai “ Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production operation on the farm, and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made for them”. Berdasarkan definisi tersebut, agribisnis mencakup keseluruhan kegiatan mulai dari produksi dan distribusi input, penggunaan input dalam kegiatan usahatani, pengolahan hasil pertanian dan diakhiri dengan distribusi hasil pertanian. Keseluruhan aktivitas tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dalam satu proses yang utuh. Keseluruhan proses atau aktivitas tersebut mengikuti suatu aturan yang disebut sistem. Agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian. Cara baru yang dahulu melihat secara sectoral sekarang insektoral. Apabila dahulu melihat secara subsistem sekarang melihat secara sistem. Apabila agribisnis usahatani dianggap sebagai subsistem maka ia tidak terlepas dari kegiatan di agribisnis non usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Jadi, pendekatan secara sectoral ke insektoral, subsistem kepada sistem dan pendekatan dari produksi ke bisnis.



22



Agribisnis perlu dilihat sebagai suatu sistem yang terintegrasi, yang terdiri dari beberapa subsistem. Antara satu subsistem dengan subsistem lainnya saling terkait. Dengan demikian, jika ada salah satu subsistem tidak bekerja dengan baik, maka akan mengganggu keseluruhan sistem. Subsistem tersebut secara singkat dipaparkan sebagai berikut : a. Subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem hulu) Dikenal juga dengan istilah up-stream off farm. Subsistem ini merupakan sektor yang melibatkan aktivitas bisnis yang sangat luas. Tercakup di dalamnya adalah kegiatan bisnis sarana produksi pertanian, seperti bibit, pupuk, pakan, obat-obatan, peralatan pertanian dan lainnya. Subsistem ini berfungsi untuk memproduksi da memasok kebutuhan input yang akan digunakan dalam subsistem berikutnya, yakni subsitem on-farm (usahatani). Keberadaan dan berkembangnya subsistem pengadaan dan distribusi input ini tentu sangat bergantung pada subsistem lainnya. b. Subsistem produksi pertanian primer (on-farm) Subsistem ini berfungsi menghasilkan produk-produk pertanian primer yang akan dikonsumsi langsung atau diolah dalam industri pengolahan. Kegiatan bisnis di subsistem ini sangat luas dan beragam dalam jenis komoditas, skala usaha, dan teknologi yang digunakan. Sebagai suatu bagian dari sistem agribisnis, subsistem ini sangat bergantung pada subsistem lainnya. Subsistem on-farm akan sangat bergantung pada subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem off-farm hulu) sebagai pemasok input yang akan digunakan pada aktivitas usahatani. Selain itu, subsistem on-farm juga sangat tergantung kepada subsistem pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (subsistem off-farm hilir). Tanpa adanya pemasok input yang memadai dan tanpa adanya permintaan output yang besar di sisi hilir maka kegiatan di subsistem onfarm tidak akan dapat berkembang dengan baik.



23



c. Subsistem pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (subsistem hilir) Dikenal juga dengan istilah down-stream off farm. Subsistem ini juga berperan penting menghubungkan subsistem on-farm dengan industri pengolahan maupun konsumen akhir baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Industri pengolahan pada subsistem ini berperan penting dalam mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi. Secara ekonomi, adanya industri pengolahan tentu berperan penting dalam menciptakan nilai tambah produk pertanian. Perkembangan subsistem ini tergantung pada perkembangan subsistem-subsistem sebelumnya. Pasar tidak akan berkembang dengan baik jika subsistem produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik dalam kuantitas, kualitas, maupun dalam waktu. Demikian pula halnya, subsistem agribisnis lainnya tidak akan berkembang dengan baik jika tidak tersedia pasar yang memadai. d. Subsistem lembaga penunjang (supporting system) Agar setiap subsistem yang diuraikan sebelumnya dapat berjalan dengan baik maka diperlukan seperangkat lembaga yang terkait secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan agribisnis. Sistem agribisnis dalam pengembangannya memerlukan koordinasi dan sinkronisasi antar subsistem. Di samping itu, pengembangan sistem agribisnis juga memerlukan dukungan teknologi, permodalan, perangkat kebijakan pemerintah dan lain-lain. Oleh sebab itu, diperlukan lembagalembaga seperti lembaga penelitian dan pengambangan, pendidikan, penyuluhan, pelatihan, perbankan, asuransi dan lainnya yang dilengkapi dengan seperangkat kebijakan pemerintah yang menunjang terselenggaranya sistem agribisnis yang baik. Agribisnis sebagai suatu sistem seperti yang dijelaskan di atas dapat digambarkan seperti Gambar 4.1. Adanya keterkaitan antar subsistem digambarkan melalui arah panah. Keterkaitan suatu subsistem dengan subsistem berikutnya disebut juga forward linkage, sedangkan keterkaitan



24



suatu subsistem dengan subsistem sebelumnya disebut dengan backward linkage.



Gambar 4.1. Keterkaitan Antar Subsitem dalam Sistem Agribisnis



Keterkaitan antar subsistem dalam sistem agribisnis bisa terjadi karena adanya interaksi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Misalnya terjadi penawaran bibit atau benih dari produsen bibit atau benih ke subsistem usahatani. Dari subsistem usahatani terjadi permintaan input benih atau bibit. Demikian juga terjadi penawaran dan permintaan antar subsistem usahatani dengan subsistem pengolahan hasil, antara subsistem pengolahan hasil dengan subsistem pemasaran. Sebagai contoh pada usahatani tanaman jagung manis, kegiatan usahatani dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (penyiangan, pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan.



25



Keseluruhan aktivitas tersebut harus didukung oleh subsistem hulu dan subsistem hilir. Dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut tentunya seorang petani membutuhkan input-input usahatani. Input usahatani pada kegiatan usahatani jagung manis terdiri dari lahan, benih, pupuk kimia (urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga, dan peralatan usahatani. ketersediaan input-input tersebut tentu sangat memengaruhi keberlangsungan usahatani jagung manis.



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Pelajarilah unit usahatani (yang menjadi studi kasus kelompok Anda) dalam perspektif sistem agribisnis : a. Jenis dan sumber input b. Aktivitas on-farm c. Pengolahan output d. Pemasaran output e. Penunjang (penyuluhan, pembiayaan, koperasi, dan lain-lain).



26



BAB 5 FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI Faktor-faktor yang terdapat pada usahatani terdiri dari faktor lahan, tenaga kerja, modal, dan manajamen/pengelolaan. Keempat faktor tersebut menentukan keberhasilan aktivitas usahatani. Oleh sebab itu faktor-faktor tersebut dinamakan juga dengan unsur pokok usahatani. Penjelasan lebih lanjut terkait masing-masing faktor produksi usahatani adalah sebagai berikut. 5.1.



Lahan Lahan usahatani merupakan bagian dari permukaan bumi yang digunakan untuk kegiatan produksi di bidang pertanian (tanaman, ternak, dan ikan). Sebagai faktor produksi lahan memiliki karakterisktik, yakni luas lahan terbatas, tahan lama (tidak memiliki nilai penyusutan), dan tidak dapat dipindahkan. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang memerlukan lahan untuk tempat tinggal maupun tempat berusaha menyebabkan adanya perubahan pada penguasaan lahan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa jumlah rumahtangga petani yang menguasai lahan pertanian jauh berkurang selama 10 tahun terakhir (-16.32%). Selain itu, diketahui bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah rumahtangga yang menguasai lahan dengan luasan >3 ha yaitu sebesar 22.81%. Namun di sisi lain, jumlah rumahtangga yang menguasai lahan dengan luasan lebih kecil dari 0.1 ha mengalami penurunan yang sangat signifikan (53.75%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah petani gurem di Indonesia (penguasaan lahan = 30000 1,309,896 1,608,699 298,803 22,81 Jumlah 31,232,184 26,135,469 (5,096,715) (16,32) sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)



Jika dilihat berdasarkan jenis lahan, diketahui bahwa jumlah rumahtangga yang menguasai lahan pertanian meningkat drastis yakni mencapai 144.48% (kurun waktu 10 tahun). Akan tetapi, peningkatan tersebut didominasi oleh penguasaan lahan bukan sawah. Selain itu, diketahui bahwa penguasaan lahan bukan sawah tersebut dominan terjadi di luar Pulau Jawa. Detailnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Pertanian menurut Jenis Lahan Jenis Lahan 2003 2013 Perubahan (%) 1. Lahan bukan pertanian 569.47 344.49 (39.51) 2. Lahan Pertanian 3509.59 8580.42 144.48 a. Lahan sawah 1008.34 1988.99 97.25 b. Lahan bukan sawah 2501.25 6591.43 163.53 3. Total luas lahan yang 4079.06 8924.91 118.80 dikuasai sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)



Berdasarkan subsektor dan bentuk organisasi, diketahui bahwa pada kurun waktu 2003 hingga 2013 terjadi penurunan jumlah rumahtangga usaha pertanian. Penurunan tersebut terjadi hampir di semua subsektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,



28



peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian). Perubahan yang menunjukkan positif hanya pada subsektor perikanan (budidaya ikan). Berbanding terbalik, pada kurun waktu yang sama justru terjadi peningkatan jumlah perusahaan pertanian di beberapa subsektor pertanian, seperti subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.



Tabel 5.3 Jumlah Usaha Pertanian Menurut Subsektor dan Bentuk Organisasi



2008



 (%)



1. Tanaman 18,708,052 17,728,162 (5.24) 87 114 pangan a. Padi 14,206,355 14,147,861 (0.41) 69 75 b. Palawija 10,941,919 86,242,28 (21.18) 18 47 2. Hortikultura 16,937,617 10,602,142 (37.40) 225 185 3. Perkebunan 14,128,539 12,770,571 (9.61) 1,862 2,216 4. Peternakan 18,595,824 12,969,206 (30.26) 475 636 5. Perikanan 249,681 1,975,249 (20.66) 631 379 a. Budidaya 985,418 1,187,604 20.52 520 279 ikan b. Penangkapan 1,569,048 864,506 (44.90) 111 100 Ikan 6. Kehutanan 6,827,937 6,782,956 (0.66) 730 656 7. Jasa Pertanian 1,846,140 1,078,308 (41.59) Total 31,232,184 26,135,469 (16.32) 4,010 4,165 sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)



31.03



Usaha Pertanian Lainnya (unit) 1,316



8.70 161.11 (17.78) 19.01 33.89 (39.94) (46.35)



589 950 1,455 1,451 2,196 979 950



(9.91)



35



(10.14)



964



3.87



5,922



Subsektor



Jumlah rumahtangga Usaha Pertanian 2003



2008



 (%)



Jumlah Perusahaan Pertanian 2003



Ketersediaan lahan yang terbatas memengaruhi harga lahan itu sendiri. Selain ketersedian lahan, harga lahan juga dipengaruhi oleh permintaan, penawaran, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana transportasi, dan juga kondisi fisik lahan. Oleh sebab itu, lahan sebagai faktor produksi langka perlu digunakan secara efisien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan lahan dapat efisien adalah



29



kesesuaian lahan (daya dukung lahan), status penguasaan lahan, fragmentasi lahan, dan aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana pendukung. 1. Status Penguasaan Lahan Status penguasaan lahan berpengaruh terhadap kebebasan pilihan komoditas, kebebasan pilihan teknologi, dan kebebasan memanfaatkan hasil. Berdasarkan status penguasaan lahan, maka lahan diberdakan menjadi: a. Lahan milik Lahan yang dimiliki oleh petani. Tanah milik memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) bebas diolah oleh petani; 2) bebas untuk merencanakan dan menentukan cabang usahatani di atas tanah tersebut; 3) bebas menggunakan teknik dan cara budidaya yang paling dikuasai; 4) bebas diperjualbelikan; 5) dapat menumbuhkan tanggungjawab atas tanah tersebut; 6) dapat dijaminkan sebagai agunan. b. Lahan sewa Lahan sewa adalah lahan yang disewa oleh petani kepada pihak lain, karena itu petani mempunyai kewenangan seperti tanah milik sesuai jangka waktu sewa yang disepakati, tetapi penyewa tidak boleh menjual dan menjadikan lahan sebagai agunan. Petani membayar uang sewa (sejumlah tertentu sesuai kesepakatan) atas lahan yang digunakan. c. Lahan gadai Lahan gadai adalah pengalihan penguasaan hak garap lahan dari pemilik tanah kepada pemilik uang. Ada dua motif yang melandasi terjadi gadai, yakni motif ekonomi dan motif sosial. d. Lahan sakap atau bagi hasil Lahan sakap adalah lahan orang lain yang atas persetujuan pemiliknya, digarap atau dikelola oleh pihak lain. Pengelolaan usahataninya, seperti penentuan cabang usahatani dan pilihan teknologi harus dikonsultasikan dengan pemilik lahan. Selain itu,



30



pemilik lahan dan pengelola atau penggarap lahan harus menyepakati sistem bagi hasil atas penggunaan lahan. e. Lahan pinjam Perubahan status penguasaan lahan usahatani biasanya dikendarai oleh bebrapa faktor, seperti tekanan kebutuhan hidup dan juga kegagalan pengelolaan lahan usahatani. Kedua faktor tersebut mendorong petani pemilik berubah menjadi petani penggarap (penyakap, penggadai, peminjam, atau menjadi buruh tani), seperti yang digambarkan pada Gambar 5.1.



Gambar 5.1 Perubahan Status Penguasaan Lahan Usahatani 2. Fragmentasi Lahan Fragmentasi lahan adalah perpencaran lahan yang dikuasai oleh petani. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh sistem jual beli tanah yang hanya sebagian-sebagian saja, karena penjualan tanah bagi petani merupakan alternatif terakhir. Selain itu, sistem warisan, perkawinan, landreform, dan konsolidasi juga menjadi penyebab terjadinya fragmentasi lahan. Demikian juga karena adnya proyek-proyek pembangunan sehingga tanah pertanian yang terkena proyek pembagunan



31



kemungkinan mendapat ganti di tempat lain. Kondisi alam, adanya sungai gunung, kali, dan batas desa juga menjadi alasan terjadinya fragmentasi lahan.



Gambar 5.2. Ilustrasi Perpencaran Lahan Petani Fragmentasi lahan usahatani tentunya menimbulkan kerugian bagi pemilik lahan. Fragmentasi lahan menyebabkan keterbatasan dalam pemilihan komoditas, kesulitan pengendalian hama dan penyakit, keterbatasan penggunaan mekanisasi, menimbulkan biaya tinggi, bahkan akan memengaruhi perencanaan wilayah. 3. Efisiensi Lahan Lahan sebagai salah satu unsur produksi usahatani menjadi ukuran besaran usahatani (farm size). Sedangkan ukuran efisiensi penggunaan lahan dapat diukur melalui produktivitas lahan. Semakin tinggi produktivitas lahan maka akan semakin efisien penggunaan lahan tersebut. Produktivitas lahan adalah rasio antara output yang dihasilkan dengan luasan lahan yang digunakan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 =



32



𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛



Contoh : Pak Ali memiliki lahan seluas 20,000 m2, lahan tersebut ditanami pak Ali dengan tanaman padi sawah. Pada saat panen, gabah yang dihasilkan adalah 10,680 kg GKP. Maka produktivitas lahan yang digunakan oleh pak Ali adalah : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 =



10,680 𝑘𝑔 20,000 𝑚2



= 0.534 𝑘𝑔/𝑚2 atau 5,340 kg/ha



Dalam jangka pendek, luasan lahan pada usahatani tertentu bersifat tetap. Oleh sebab itu, peningkatan produktivitas lahan dapat dilakukan melalui: a. Pemilihan komoditas atau pemilihan cabang usahatani. Cabang usahatani yang berbeda tentu akan menghasilkan jumlah output yang berbeda, sehingga dengan luasan lahan yang tetap akan menghasilkan produktivitas yang berbeda. b. Pengaturan pola tanam Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan sepanjang waktu tertentu. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, petani dapat meningkatkan Intensitas Pertanaman (IP) melalui pengaturan pola tanam dalam satu tahun.



Gambar 5.3 Contoh Pola Tanam Per tahun



33



Intensitas Pertanaman (IP) adalah total luas per tanaman dibagi dengan luasan lahan. Pola tanam pada Gambar 5.3 dapat dihitung IP nya adalah sebagai berikut: IP (gambar pertama) = ((1 ha+1 ha+1 ha)/1 ha) x 100 = 300 IP (gambar kedua) = ((0.5 ha+1 ha+0.5 ha+0.5 ha)/1 ha) x 100 = 250 3. Diversifikasi Lahan Selain yang telah dijelaskan sebelumnya, pada pembahasan lahan ini perlu juga mempelajari terkait diversifikasi lahan. Diversifikasi merujuk kepada penanaman berbagai jenis tanaman dalam satu lahan, memelhara beberapa jenis hewan ternak dalam satu kandang, hingga pemanfaatan lahan lainnya. Salah satu metode untuk mengukur diversifikasi lahan adalah Indeks Diversifikasi Simpson. Secara matematis, Indeks Diversifikasi Simpson dapat ditulis sebagai berikut: 𝐿 2



𝐷 = 1 − [ 𝑖 ] , dimana 𝐿𝑇 = ∑ 𝐿𝑖 𝐿𝑇



Indeks Diversifikasi Simpson bernilai 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati nilai 1 maka lahan semakin terdiversifikasi. Contoh : Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, petani yang memiliki lahan 1 hektar berupaya meningkatkan intensitas pertanaman (IP) dengan melakukan pengaturan pola tanam dalam satu tahun sebagai berikut. Hitunglah Indeks Diversifikasi dari kasus tersebut.



Padi



Kedelai



Jagung



Kacang tanah



Kacang Panjang



September……………………s/d…….…………………........Agustus



34



1 ha



Jawab: Jenis Tanaman Padi Kedelai Kacang Tanah Jagung Kacang Panjang Total Luas (Lt)



Luas Lahan (Li) 1 0.5 0.5 0.5 0.5 3.0



(Li/Lt)2 0.1111 0.0278 0.0278 0.0278 0.0278 0.2222



𝐷 = 1 − 0.2222 = 0.7778 Jadi Indeks Diversifikasnya adalah 0.7778. 5.2.



Tenaga Kerja



Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting untuk diperhatikan terutama bagi usahatani yang padat karya (labour intensive). Kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha atau ikhtiar yang dijalankan untuk menghasilkan barang dan jasa. Pada usahatani, tenaga kerja digolongkan menjadi tiga, yakni tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mesin. Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain. Karakteristik tenaga kerja usahatani menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut: a) Keperluan akan tenaga kerja usahatani tidak kontinyu dan tidak merata b) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas c) Tidak mudah di standarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasi-kan d) Beranekaragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Karakteristik tersebut menyebabkan seorang petani harus memiliki kemampuan memanejerial tenaga kerja agar produktivitas dari tenaga kerja dapat dioptimalkan.



35



1. Tenaga Kerja Berdasarkan Sumbernya Tenaga kerja manusia terdiri dari tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan juga tenaga kerja anak. Dilihat dari sumbernya, tenaga kerja manusia dapat bersumber dari keluarga maupun dari luar keluarga. Tenaga kerja keluarga biasanya terdiri dari petani beserta keluarganya. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga yang ikut membantu pada seluruh atau sebagian dari aktivitas usahatani. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga. Suratiyah (2011) mengungkapkan bahwa perbedaan keduanya dapat didasarkan pada komposisi umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja. Kegiatan kerja tenaga kerja luar keluarga dipengaruhi oleh sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja. Hal paling mendasar yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dengan tenaga kerja keluarga adalah sistem upah. Tenaga kerja keluarga tidak diberikan upah dan seringkali tidak dinilai sebagai opportunity cost yang harus dibebankan kepada usahatani yang sedang diusahakan. Sistem upah pada tenaga kerja luar keluarga dibedakan menjadi 3, yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing sistem upah tersebut akan memengaruhi prestasi kerja (Suratiyah, 2011). Berikut penjelasan dari masing-masing sistem upah: 1. Upah borongan adalah upah yang diberikan kepada tenaga kerja sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja. Sistem ini cenderung membuat pekerja untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya agar dapat mengerjakan pekerjaan borongan lainnya. Biasanya pekerja borongan yang tidak diawasi oleh pemberi kerja akan bekerja di bawah standar agar pekerjaan cepat selesai. 2. Upah harian adalah upah yang diberikan kepada pekerja berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan untuk bekerja. Sistem ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan mendapatkan upah yang semakin banyak.



36



3. Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memerhatikan produktiviitas dan prestasi kerja. Pekerja akan diberikan upah tambahan atau insentif jika berhasil menyelesaikan target pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Sistem ini cenderung akan meningkatkan produktivitas pekerja. Upah tenaga kerja dapat berupa uang tunai atau dapat juga berupa natura. Natura maksudnya adalah upah dalam bentuk barang, seperi makanan, minuman, rokok, produk, dan lainnya. Beberapa pemberi kerja memberikan upah dalam bentuk uang tunai dan natura sekaligus. 2. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja Kebutuhan tenaga kerja pada usahatani dapat diketahui dengan cara mengetahui sebaran kebutuhan tenaga kerja tiap waktu mengikuti proses produksi tanaman atau hewan. Kebutuhan tenaga kerja tersebut kemudian dibandingkan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga. Jika terjadi kekurangan maka dapat dipenuhi melalui tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, kompetensi tertentu yang dimiliki tenaga kerja juga menjadi salah satu pertimbangan ketika memutuskan untuk menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja (Suratiyah, 2011). Intensitas tenaga kerja tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahataninya (komersial atau subsisten), topografi dan jenis tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan. Selain itu, kebutuhan dan distribusi tenaga kerja juga dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan dalam usahatani. Distribusi tenaga kerja per tahun dalam usahatani seringkali tidak merata, tergantung kepada jenis komoditas yang diusahakan dan juga proses produksinya. Misalnya untuk tanaman padi, pada saat pengolahan tanah, penanaman, dan pemanenan dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak sehingga seringkali memerlukan tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan biasanya dapat



37



diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga, bahkan penggunaan tenaga kerja keluarga masih di bawah potensinya. Grafik penggunaan tenaga kerja tiap bulan pada usahatani dapat dicontohkan pada Gambar 5.4.



Gambar 5.4. Grafik Penggunaan Tenaga Kerja Tiap Bulan Berdasarkan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa pada saat-saat tertentu jumlah tenaga kerja keluarga yang tersedia tidak dapat menyelesaika pekerjaan sehingga dibutuhkan tenaga kerja luar keluarga. Contohnya, pada bulan 9 dan bulan 1 kebutuhan tenaga kerja melebihi potensi tenaga kerja keluarga, sehingga pada bulan tersebut diperlukan tenaga kerja luar keluarga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Sebaliknya pada bulan-bulan lainnya kebutuhan tenaga kerja pada usahatani tersebut berada di bawah potensi tenaga kerja keluarga. Maksudnya, keterediaan tenaga kerja keluarga melebihi kebutuhan sehingga tercipta pengangguran musiman. Pengangguran musiman tersebut dapat diatasi dengan cara sebagai berikut (Suratiyah, 2011):



38



a. Cropping system, seperti tumpang sari dan mina padi. Sistem ini dapat meningkatkan intensitasi penanaman dan menyerap tenaga kerja lebih banyak b. Menggunakan teknologi yang memerlukan lebih banyak tenaga kerja c. Diversifikasi vertikal, petani berserta keluarganya melaksanakan sendiri semua proses dari produksi, pemrosesan hasil, dan pemasaran hasil d. Off-farm activities, anggota tenaga kerja dapat bekerja pada sektor off-farm seperti menjadi buruh atau pekerja pada industri UMKM. e. Transigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman pangan. 3. Ukuran Tenaga Kerja Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah man days atau HOK (Hari Orang Kerja). Besaran HOK untuk masing-masing komoditas tentu berbeda karena berkaitan dengan proses produksi pada setiap usahatani komoditas tersebut. Selain itu, biasanya perbedaan wilayah juga menyebabkan perbedaan HOK (walaupun komoditasnya sama). Hal ini sangat tergantung kepada manajemen petani dalam mengatur kebutuhan tenaga kerja usahataninya. Ukuran tenaga kerja sangat terkait dengan satuan waktu (jam kerja, hari kerja dan bulan kerja). Selain itu, ukuran tenaga kerja juga tergantung kepada jenis tenaga kerjanya (pria, wanita, anak, ternak, dan mesin). Berikut adalah penyetaraan satuan kerja : Hari kerja = 7 jam kerja Minggu kerja = 6 hari kerja Bulan kerja = 25 hari kerja Wanita = 0.8 Pria Anak = 0.5 Pria 1 HKP = 1 HOK



39



Berikut adalah contoh pencatatan kebutuhan tenaga kerja pada usahatani tanaman Jagung Manis.



Tabel 5.4 Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Jagung Manis Per Ha Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



Tenaga kerja dalam keluarga JKP* JKW* 81.76 15.40 26.67 11.20 24.71 7.44 24.71 7.44 6.23 0.70



Aktivitas Pengolahan lahan Penanaman Pemupukan 1 Pemupukan 2 Pemupukan 3 Penyiangan dan Pembumbunan Pemberian Furadan 1 Pemberian Furadan 2 Penyemprotan 1 Penyemprotan 2 Penyemprotan 3 Jumlah



Tenaga kerja luar keluarga JKP* JKW* 271.25 1.58 8.47 44.98 25.76 24.50 13.30 -



50.75



11.20



96.04



29.31



24.08 7.63 19.60 11.13 5.67 282.94



4.46 1.84 0.96 0.96 61.60



11.97 7.49 5.04 1.05 0.35 465.22



75.86



sumber: Amandasari (2013), diolah JKP = Jumlah Jam Pria, JKW = Jumlah Jam Wanita *hasil dari jumlah orang x jumlah hari x jumlah jam/hari



Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dihitung penggunaan tenaga kerja dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja). Berikut adalah perhitungan HOK untuk kasus usahatani jagung manis di Desa gunung Malang Tenaga Kerja Dalam Keluarga



40



𝐽𝐾𝑃



= ∑



289.94



-



HKP = ∑



-



HKW = ∑



-



HOK = 40.42 + (8.8*0.8) = 47.46,



7 𝐽𝐾𝑊 7



= ∑



= 40.42



7 61.60 7



= 8.8



asumsi 1 HKP = 1 HOK dan 1 HKP = 0.8 HKW Tenaga Kerja Luar Keluarga 𝐽𝐾𝑃



= ∑



465.22



-



HKP = ∑



-



HKW = ∑



-



HOK = 66.46 + (10.84*0.8) = 75.13



7 𝐽𝐾𝑊 7



= ∑



7 75.86 7



= 66.46 = 10.84



asumsi 1 HKP = 1 HOK dan 1 HKP = 0.8 HKW Sehingga HOK yang dibutuhkan untuk usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang pada tahun 2012-2013 adalah sebesar 122.59 HOK/ha. 4. Efisiensi Tenaga Kerja Efisiensi tenaga kerja atau sering disebut sebagai produktivitas tenaga kerja. Efisiensi tenaga kerja dapat diukur dengan memerhatikan jumlah produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan. Nilai produktivitas tenaga kerja yang diperoleh dapat dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja di wilayah lain pada komoditas yang sama atau dibandingkan dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja di wilayah setempat. a. Memerhatikan jumlah produksi Efisiensi tenaga kerja dapat diukur melalui produktivitas tenag kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan formulasi berikut: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎 Contoh: Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha Produktivitas tenaga kerja = 5,200 kg/122.59 HOK = 42.4 kg/HOK Jadi produktivitas tenaga kerja pada usahatani jagung manis berdasarkankan jumlah produksi adalah 42.4 kg/HOK.



41



b. Memerhatikan penerimaan per hari kerja Penerimaan per hari kerja dapat dihitung melalui formulasi berikut: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (ℎ𝑎) 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎 Contoh: Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha Harga produk per kg = Rp1,490/kg Upah per hari = Rp 50,000/HOK Penerimaan per hari kerja = (5200 x Rp 1490)/122.59 = Rp63,203/HOK Jadi penerimaan per har kerja yang diterima oleh tenaga kerja adalah Rp63,203/HOK. Nilai tersebut di atas upah riil tenaga kerja per HOK. c. Memerhatikan luasan lahan Efisiensi tenaga kerja dengan memerhatikan luasan lahan dapat dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =



𝑙𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑟𝑎𝑝 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖



Contoh: Luasan lahan = 1 ha Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha Waktu kerja = 80 hari Efisiensi tenaga kerja = 1/(122.59/80) = 0.65 HOK/hari/ha



42



Jadi efisiensi tenaga kerja pada usahatani jagung manis dengan memerhatikan luasan lahan adalah 0.65 HOK/hari/ha. Efisiensi tenaga kerja juga dapat dihitung melalui ukuran Person-years equivalent (equivalen orang kerja setahun), dengan formulasi sebagai berikut: 𝑃𝑌𝐸 =



𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛



Contoh : TK keluarga : 24 bulan kerja TK luar keluarga : 15 bulan kerja PYE = (24+15)/12 = 3.25 orang Ukuran efisiensi tenaga kerja dengan menggunakan ukuran PYE dapat dihitung melalui: a. b. c. d. 5.3.



Nilai produksi per PYE Luas lahan yang digarap per PYE Total biaya tenaga kerja per luas lahan yang digarap Unit kerja per orang (Kebutuhan PYE standar/PYE aktual) Modal



Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Modal dalam usahatani dapat berupa lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, ikan, bahan (sarana produksi), stok produksi, uang tunai, dan piutang. Lahan sebagai modal memiliki karakteristik khusus, seperti : 1. Tanah tidak dapat diperbanyak 2. Tanah tidak dapat dipindahkan 3. Dapat berpindah hak miliki



43



4. Dapat diperjualbelikan 5. Nilai (biaya) lahan tidak disusutkan 6. Bunga lahan dipengaruhi produktivitas Suratiyah (2011) menjelaskan bahwa modal dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni land saving capital dan labour saving capital. Modal dikatakan sebagai land saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan lahan tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida dan intensifikasi. Sedangkan modal yang dikatakan sebagai labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk membajak, mesin penggiling padi (rice milling unit/RMU) untuk memproses padi menjadi beras, dan sebagainya. Modal usahatani juga dapat dikelompokkan menjadi real capital dan non real capital. Modal yang termasuk real capital adalah lahan. Sedangkan modal non real capital terdiri dari dua, yakni short run operation capital (uang tunai, bibit, pupuk, obat-obatan, dll) dan long run investment capital (mesin, peralatan, bangunan, ternak kerja, tanaman tahunan, dan lainnya). Selain itu, dilihat dari modal sebagai kekayaan yang ada di usahatani maka modal dapat dikelompokkan menjadi fixed assets (aset tetap) dan working assets (aset kerja). Contoh asset tetap adalah lahan, bangunan, mesin, peralatan, tanaman tahunan, ternak kerja, dan lain-lain. Sedangkan contoh dari asset kerja adalah stok produksi, bahan (sarana produksi), tanaman semusim, ternak unggas, perlengkapan, dan lain-lain. Modal sebagai kekayaan usahatani dapat bersumber dari liabilities (hutang jangka pendek dan hutang jangka pendek) dan equity (modal pemilik). Pernyataan terkait aset, liabilities, dan equity dapat disajikan dalam bentuk neraca, seperti contoh di bawah ini:



44



Gambar 5.5 Hipotetik Neraca Usahatani X per 31 Desember 2017 Secara umum, modal usahatani dapat bersumber dari modal sendiri dan modal dari luar. Modal sendiri maksudnya adalah modal yang bersumber dari kekayaan sendiri, sedangkan modal dari luar maksudnya adalah modal yang bukan milik petani tetapi dikuasai oleh petani dan harus dikembalikan kepada pemilik modal sesuai dengan perjanjian. Contoh modal dari luar adalah kredit, dapat berupa kredit jangka pendek, kredit jangka panjang, kredit investasi, maupun kredit modal kerja. Kredit dapat bersumber dari lembaga formal maupun non formal. Lembaga kredit formal contohnya adalah Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Biasanya kredit yang bersumber dari lembaga kredit formal telah memiliki syarat dan prosedur yang diatur oleh aturan tertulis formal dan mempertimbangkan 5C (The five C’s), yakni Character, Collateral, Condition of Economy, Capital, dan Capacity. Sedangkan lembaga kredit non formal dapat dicontohkan seperti



45



kredit yang berasal dari rentenir, para pelepas uang, tetangga, keluarga, dan lain-lain. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, modal usahatani dapat berasal dari liabilities dan juga ekuitas. Ekuitas atau modal sendiri biasanya tidak terlepas dari aktivitas usahatani dan non usahatani yang dilakukan oleh petani yang kemudian memberikan kontribusi pada penerimaan rumah tangga petani. Modal usahatani dibentuk oleh tiga komponen, yakni adanya sisa/surplus yang dialokasikan dari penerimaan rumah tangga petani, pengeluaran investasi, dan kredit. Secara lebih jelas, pembentukan modal usahatani (capital formation) dapat disajikan pada Gambar 5.6.



Gambar 5.6 Diagram Alir Pembentukan Modal Usahatani



Modal usahatani digunakan petani untuk mengembangkan usahatani. Pengembangan usahatani diharapkan dapat meningkatkan



46



performa dari usahatani yang kemudian berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani yang meningkat kemudian diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup dari petani tersebut sehingga menimbulkan multiplier effect pada segala sisi kehidupan, baik aspek sosial maupun ekonomi dari petani dan keluarganya.



5.4.



Manajemen atau Pengelolaan



Lingkungan usahatani selalu berubah. Perubahan tersebut dapat bersumber dari segala aspek, baik itu dari aspek ekonomi, aspek teknologi, aspek agroklimat, aspek politik, maupun aspek sosial budaya. Aspek-aspek tersebut dapat berubah secara parsial maupun secara bersama-sama dengan aspek lainnya. Perubahan tersebut menuntut petani selaku manajer usahatani untuk segera menyesuaikan agar pelaksanaan aktivitas usahatani dapat berjalan sesuai dengan target. Suratiyah (2011) menjelaskan manajemen sebagai salah satu faktor produksi usahatani yang bersifat tidak langsung. Petani berperan selaku manajer yang menjalankan empat aktivitas, yakni aktivitas teknis, aktivitas komersial, aktivitas finansial, dan juga aktivitas akuntasi. Penjelasan masing-masing aktivitas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Aktivitas teknis a. Memutuskan akan memproduksi apa dan bagaimana caranya b. Memanfaatkan lahan c. Membuat gambaran tentang teknologi dan peralatan yang akan digunakan serta implikasinya pada penggunaan tenaga kerja d. Menentukan skala usaha 2. Aktivitas komersial a. Menghitung berapa dana pa saja input yang dibutuhkan baik yang telah dipunyai maupun yang akan dicari



47



b. Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah input yang diperoleh c. Meramalkan penggunaan input dan produksi yang aka diperoleh d. Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, di mana, kapan, dan kualitas produksi atau hasil 3. Aktivitas finansial a. Mendapatkan dana dari sendiri, dari pinjaman kredit bank, atau kredit yang lain b. Menggunakan dana untuk memeroleh pendapatan dan keuntungan (jangka panjang) c. Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka panjang 4. Aktivitas akuntansi a. Membuat catatan tentang semua transaksi baik bisnis maupun pajak b. Membuat laporan c. Menyimpan data tentang usahanya. Keseluruhan aktivitas tersebut harus dikelola dengan baik oleh petani selaku manajer. Oleh sebab itu, petani diharapkan memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterlampilan yang memadai, agar dapat menyiapkan dan memilih alternative usaha yang terbaik. Pengelolaan aktivitas-aktivitas usahatani oleh petani disebut juga dengan manajemen. Manajemen adalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan manusia di dunia dengan adanya risiko dan ketidakpastian. Secara umum diketahui terdapat empat fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, actuating dan controlling. 1. Planning (Fungsi Perencanaan), meliputi penetapan tujuan dan cara atau metode untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi perencanaan dalam usahatani dapat dilakukan oleh petani dengan cara menetapkan beberapa tujuan dari aktivitas usahataninya, menentukan sumberdaya yang diperlukan, menentukan langkah dan



48



metode untuk mencapai tujuan, serta menetapkan standar kesuksesan dari aktivitas usahatani yang dijalankan 2. Organizing (Fungsi Pengorganisasian), meliputi membagi seluruh kegiatan besar menjadi kegiatan yang lebih kecil dan kemudian mengalokasikan semua sumberdaya yang tersedia untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggungjawab atas tugas tersebut dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil. Pengorganisasian akan mempermudah petani dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang tepat untuk melaksanakan setiap aktivitas usahatani. 3. Actuating (Fungsi Pelaksanaan), meliputi seluruh rangkaian pelasaksaan aktivitas atau tugas yang diberikan. Pelaksanaan harus sejalan dengan perencanaan dan pengorganisasian yang telah disusun sebelumnya. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan, semua sumberdaya yang tersedia harus dioptimalkan penggunaannya sehingga target atau capaian yang diharapkan dapat dicapai. 4. Controlling (Fungsi Pengendalian), meliputi kegiatan dalam menilai suatu kinerja berdasarkan pada standar yang telah dibuat pada saat perencanaan. Pengendalian dapat dilakukan melalui pengawasan, supervisi, inspeksi, hingga audit. Tujuan utama dari pengendalian ini adalah agar penyimpangan yang terjadi dapat diketahui lebih dini sehingga target yang ditetapkan dapat tercapai. Keberhasilan usahatani sangat tergantung kepada kemampuan manajerial dari petani (selaku manajer usahatani). Kemampuan manajerial petani dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan wawasan yang dimilikinya. Suratiyah (2011) menyebutkan bahwa manajemen sebagai sumberdaya sangat dipengaruhi oleh human capital pengelola usahatani tersebut. Produksi yang dihasilkan oleh petani akan berbeda dengan petani lainnya walaupun input yang digunakan sama. Hal ini mengindikasikan bahwa



49



manajemen seorang petani sangat memengaruhi hasil dari aktivitas usahataninya. Beberapa peneliti (Abu dan Kirsten (2009); Charoenrat dan Harvie (2012); Shuwu (2006); Nganga et al (2010); Rahman (2003) dan lainlain) juga menyimpulkan hal serupa, bahwa pengalaman (salah satu aspek dari kemampuan manajerial) memengaruhi tingkat keberhasilan usahatani (profit maupun efisiensi usaha). Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan usahatani merupakan sesuatu yang harusnya telah direncanakan sejak dini oleh petani, yaitu ketika petani menetapkan tujuan dari aktivitas usahatani yang dilakukan. Namun demikian, seringkali petani tidak menganggap penting penentuan tujuan tersebut. Sebagian besar petani (terutama petani skala kecil/gurem) menganggap bahwa mengelola usahatani adalah sesuatu pekerjaan turun temurun, begitu-begitu saja, tidak berubah, dan tanpa tujuan (mengalir saja). Dengan demikian, petani kesulitan untuk mengukur keberhasilan dari aktivitas usahataninya. Padahal, jika tujuannya jelas dan fungsi-fungsi manajemen dapat dijalankan sebagaimana mestinya maka petani akan lebih mudah mengarahkan dan mengambil keputusan terkait aktivitas usahataninya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan usahatani selalu berubah. Perubahan yang terjadi tentu menjadi sumber risiko dan ketidakpastian. Secara teoritis risiko dibedakan dengan ketidakpastian. Disebut risiko jika dihadapkan pada adanya peluang terjadinya sesuatu. Risiko dikaitkan dengan adanya frekuensi kejadian yang secara statistik dapat dipelajari. Adanya frekuensi kejadian tentunya berdasarkan pengalaman yang lalu yang dicatat dalam bentuk data historis. Berbeda dengan risiko, ketidakpastian mengacu pada kemungkinan terjadinya sesuatu tanpa ada informasi peluang kejadian. Petani yang tidak terbiasa dengan perubahan akan kesulitan untuk berdaptasi sehingga mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan. Kegiatan usaha di subsistem usahatani sangat bergantung pada proses biologis tanaman dan hewan. Proses biologis tanaman dan hewan



50



banyak bergantung pada kondisi alam seperti iklim, kondisi fisik tanah, kondisi hama, dan penyakit. Sikap petani terhadap risiko berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi. Apabila petani berani menanggung risiko maka akan lebih optimal dalam mengalokasikan faktor produksi sehingga efisiensi juga lebih tinggi (Shinta, 2011). Sikap petani terhadap risiko ada 3, yakni risk averse, risk neutral, dan risk lover. Risk averse adalah sikap seseorang yang tidak senang sehingga cenderung untuk menghindari sumber-sumber risiko. Orang yang risk averse akan dihadapkan dengan konsekuensi tidak dapat mengharapkan return yang tinggi juga. Risk neutral adalah sikap seseorang yang menerima adanya risiko, tetapi tidak akan mau mengambil risiko lebih demi mencoba mendapatkan return yang lebih tinggi. Risk lovers adalah orang yang menyukai risiko dan menyadari bahwa return yang tinggi diikuti oleh tingkat risiko yang tinggi pula. Risiko dapat dianalisis dan dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan bisnis. Keputusan mengandung risiko dapat dianalisis jika diketahui (1) tindakan, (2) penyataan, (3) peluang, (4) konsekuensi, dan (5) kriteria pemilihan. Secara singkat diuraikan sebagai berikut : 1. Tindakan, adalah keputusan berisiko harus mengandung alternatif tindakan. Tindakan bersifat diskret dan berdiri sendiri. Misalnya: a. dipupuk atau tidak dipupuk b. menggunakan dosis pupuk A, B, C, atau D c. menanam jagung atau padi atau kedelai 2. Pernyataan, menunjukkan dugaan pengambil keputusan terhadap keadaan yang mungkin terjadi. Pernyataan juga berdiri sendiri. Misalnya: a. hujan atau tidak hujan b. ikim buruk, rata-rata atau iklim baik c. produksi berhasil, kurang berhasil, gagal d. serangan hama tinggi, sedang, rendah, tidak ada hama



51



3. Peluang, tingkat kepercayaan atau keyakinan pembuat keputusan dalam menentukan pernyataan dari suatu peristiwa. Total peluang untuk semua pernyataan sama dengan 1. Misalnya: a. Peluang hari hujan 0.4, peluang hari tidak hujan 0.6 b. Peluang kondisi iklim baik 0.3, kondisi iklim rata-rata 0.5, kondisi iklim buruk 0.2 4. Konsekuensi, merupakan akibat yang ditanggung oleh pengambil keputusan karena memilih tindakan tertentu. Misalnya: a. Jika menanam padi pada kondisi iklim baik akan diperoleh pendapatan Rp 4.000.000,- per ha b. Jika tidak dilakukan pemupukan pada kondisi iklim buruk akan menyebabkan kerugian Rp 2.600.000,- per ha



5. Kriteria memilih, merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan pilihan tindakan tertentu. Kriteria biasa dinyatakan dalam bentuk fungsi tujuan (objective function). Misalnya maksimum nilai harapan, minimum expected opportunity loss, dan lain-lain.



Contoh : Petani Ujang di Desa Cisantana mengusahakan lahan 1 hektar. Pada lahan tersebut dapat ditanami berbagai macam tanaman, seperti kubis, kentang, atau jagung. Jika petani menanam kubis, pada kondisi curah hujan tinggi akan memperoleh pendapatan 4.1 juta rupiah, pada kondisi curah hujan sedang akan memperoleh pendapatan 3,5 juta rupiah, dan pada kondisi curah hujan rendah petani akan memperoleh pendapatan 2 juta rupiah. Jika petani menanam kentang, pada kondisi curah hujan tinggi akan memperoleh pendapatan 2,5 juta rupiah, sedangkan pada kondisi curah hujan sedang akan memperoleh pendapatan 4,5 juta rupiah dan pada kondisi curah hujan rendah akan memperoleh 3 juta rupiah. Jika petani menanam jagung, pada kondisi curah hujan tinggi akan memperoleh pendapatan 3,5 juta rupiah, sedangkan pada kondisi curah hujan sedang akan memperoleh pendapatan 3,4 juta rupiah dan pada kondisi curah hujan rendah akan memperoleh pendapatan 2 juta rupiah. Diketahui



52



bahwa peluang terjadinya curah hujan tinggi 0,4 dan curah hujan rendah 0,3.



a. Tanaman apakah yang sebaiknya ditanam dengan menggunakan kriteria maksimum nilai harapan (maximum expected value)? b. Jika pengambilan keputusannya menggunakan kriteria minimum expected opportunity loss, tanaman apa yang harus dipilih Pak Ujang? Jawab: Tabel Pay-off keputusan mengandung risiko Curah Hujan Rendah Sedang Tinggi



Kubis 2 3.5 4.1



Kentang 3.0 4.5 2.5



Jagung 2.0 3.4 3.5



Peluang 0.3 0.3 0.4



a. Melalui tabel pay off di atas, Expected value adalah sebagai berikut: Menanam Kubis : (2 x 0,3) + (3.5 x 0,3) + (4.1 x 0,4) = 3.29 Menanam Kentang : (3 x 0.3) + (4.5 x 0.3) + (2.5 x 0.4) = 3.25 Menaman Jagung : (2 x 0.3) + (3.4 x 0.3) + (3.5 x 0.4) = 3.02 Jadi Keputusannya berdasarkan expected value yaitu menaman kubis karena valuenya paling tinggi. b. Keputusan dengan kriteria expected opportunity loss, adalah sebagai berikut : Menghitung terlebih dahulu loss dari masing-masing pernyataan Curah Hujan Kubis Kentang Jagung Peluang Rendah 1 0 1 0.2 Sedang 1 0 1.1 0.3 Tinggi 0 1.6 0.6 0.5 Perhitungan keputusan berdasarkan opportunity loss Menanam Kubis : (1 x 0,3) + (1 x 0,3) + (0 x 0,4) = 0.6 Menanam Kentang : (0 x 0.3) + (0 x 0.3) + (1.6 x 0.4) = 0.64 Menaman Jagung : (1 x 0.3) + (1.1 x 0.3) + (0.6 x 0.4) = 0.87 Jadi keputusannya berdasarkan expected opportunity loss yaitu menaman kubis karena loss-nya paling kecil.



53



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Pelajarilah faktor-faktor usahatani pada unit usahatani (yang menjadi studi kasus kelompok Anda) a. Lahan (fragmentasi lahan, pola tanam atau pola ternak, produktivitas lahan, intensitas tanam, indeks diversifikasi) b. Penggunaan tenaga kerja berdasarkan aktivitas usahatani, kemudian hitung dan jelaskan HOK dan efisiensi tenaga kerja c. Jelaskan kondisi modal dari petani responden (deskripsi singkar modal dan manajemen yang digunakan, sumber modal, pembentukanmodal, asset yang dimiliki, penyusutan, d. Jelaskan kondisi manajemen dari petani responden (fungsifungsi manajemen yang dilaksanakan petani.



54



BAB 6 APLIKASI EKONOMI DALAM USAHATANI Pada kegiatan usahatani, biasanya produsen dihadapkan pada tiga pernyataan mendasar, yakni (1) Menentukan jumlah masing-masing input yang digunakan pada proses produksi untk memeroleh keuntungan maksimum; (2) Menentukan kombinasi input yang meminimukan biaya produksi; dan (3) Menentukan kombinasi output yang dapat memaksimumkan penerimaan. Pernyataan pertama dijawab dengan menganalisis hubungan input dengan output. Pertanyaan kedua dijawab dengan menganalisis hubungan antara input dengan input, dan pernyataan ketiga dijawab dengan menganalisis hubungan antara satu jenis output dengan jenis output lainnya.



6.1.



Hubungan Input-Output



Produksi merupakan proses transformasi dua input atau lebih menjadi satu atau lebih produk. Proses transformasi tersebut dapat berupa proses fisik, kimia, atau biologis. Di dalam proses produksi, secara fisik terdapat hubungan fungsional antara jumlah input yang digunakan dengan jumlah output yang dihasilkan. Hubungan fungsional tersebut disebut dengan fungsi produksi. Hubungan fungsional input-output penting diketahui produsen untuk memahami perilaku rasional dalam menentukan jumlah input, kombinasi input, jumlah output, dan kombinasi jumlah output. Selain itu, mengetahui hubungan fungsional input-output juga diperlukan ketika produsen menghadapi perubahan harga input dana tau harga output bahkan ketika menghadapi adanya perubahan teknologi. Mengetahui fungsi produksi dan harga input dan output dapat digunakan untuk menentukan jumlah penggunaan input yang memaksimumkan keuntungan. Jumlah penggunaan input dan output



55



yang dihasilkan untuk mencapai keuntungan maksimum disebut penggunaan input dan tingkat output optimal. Penggunaan jumlah input yang optimal merupakan persoalan penting yang sering dihadapi oleh produsen di dalam menjalankan aktivitas usahanya. Petani selaku manajer akan dihadapkan pada persoalan berapa pupuk yang harus digunakan dalam satu hektar tanaman jagung, berapa kilogram pakan ternak yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam broiler, berapa tenaga kerja yang seharusnya digunakan dalam mengoperasikan mesin penggilingan padi berkapasitas 5 ton per jam, dan lain-lain. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mengetahui hubungan jumlah penggunaan input dengan jumlah output yang dihasilkan (fungsi produksi). Fungsi produksi secara umum daoat dinyakan dakam tiga bentuk, yakni grafik, tabelm dan matematik. Fungsi produksi secara matematik dapat dinyakan sebagai berikut : 𝑌 = 𝑓 (𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 , … … , 𝑋𝑛 )



(1)



di mana Y adalah jumlah output yang diproduksi, 𝑋𝑖 (i = 1, 2, … , n) adalah jumlah input ke-I yang digunakan. Untuk mempermudah memahami hubungan tersebut, fungsi produksi pada persamaan (1) dapat disederhanakan dengan mengamati hubungan antara output dengan satu input variabel, sedangkan input lainnya dianggap konstan. Dengan demikian, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut : 𝑌 = 𝑓 (𝑋1  𝑋2 , 𝑋3 , … … , 𝑋𝑛 )



(2)



Contoh fungsi produksi yang dapat dipelajari misalnya adalah yang di bahas oleh Doll dan Orazem (1984) dalam bentuk fungsi produksi klasik. Disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 6.1) dengan data hipotetik penggunaan input (misalnya pupuk urea) dan ouput (misalnya gabah), beserta angka-angka produk rata-rata, dan produk marjinal.



56



Tabel 4.1. Hubungan Input-Output pada Fungsu Produksi Klasik Input X (Urea) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22



Output Y (Gabah) 0 3.7 13.9 28.8 46.9 66.7 86.4 104.5 119.5 129.6 133.3 129.1



PRa 1.9 3.5 4.8 5.9 6.7 7.2 7.5 7.5 7.2 6.7 5.9



PMb Titik Rata-Rata 0 3.6 1.9 6.4 5.1 8.4 7.5 9.6 9.1 10.0 9.9 9.6 9.9 8.4 9.1 6.4 7.5 3.6 5.1 0.0 1.9 -4.4 -2.1



Elastisitas PM/PR 1.9 1.8 1.8 1.6 1.5 1.3 1.1 0.8 0.5 0.0 -0.7



Sumber: Doll and Orazem, 1984 aPR = Produk Rata-Rata; bPM = Produk Marjinal



Data pada Tabel 4.1 dapat dinyatakan dalam bentuk persaman matematik seperti pada persamaan (3). Persamaan tersebut merupakan bentuk fungsi produksi klasik yang bisa membantu dalam menganalisis fungsi produksi menggunakan satu jenis input. 1



𝑌 = 𝑋2 − ( ) 𝑋3 30



(3)



Jika persamaan (3) tersebut digambar dalam grafik dua dimensi, maka akan diperoleh grafik fungsi produksi seperti Gambar 6.1. Pada gambar tersebut diperlihatkan tiga jenis kurva, yaitu Kurva Produk total , Kurva Produk Rata-rata, dan Kurva Produk Marginal. Bentuk Kurva Produk Rata-rata dan Kurva Produk Marginal sangat terkait dengan bentuk Kurva Produk Total. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:



57



Gambar 6.1 Kurva Produk total, Produk Rata-rata, dan Produk Marginal Keterangan : KPT (Kurva Produk Total), KPR (Kurva Produk Rata-rata), KPM (Kurva Produk Marginal)



1. Produk Rata-rata dan Produk Marginal Produk Rata-rata (PR) atau Average Product adalah rata-rata output per input variabel atau (Y/X), sedangkan Produk Marginal (PM) atau Marginal product adalah perubahan produk total yang disebabkan oleh perubahan input variabel, atau dalam bentuk matematik merupakan turunan fungsi Produk Total (PT) atau (dY/dX) atau Y’. Produk Rata-rata dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi teknis penggunaan input variabel. Secara teknis, penggunaan input variabel yang efisien adalah apabila setiap penggunaan input variabel tertentu akan menghasilkan produk tertinggi. Dengan demikian, efisiensi teknis untuk penggunaan input variabel tercapai pada saat Produk Rata-rata



58



maksimum. Dari persamaan (3) dapat dirumuskan fungsi Produksi Ratarata sebagai berikut : 𝑌



1



𝑋



30



𝑃𝑅 = ( ) = 𝑋 − ( ) 𝑋 2



(4)



Produk Rata-rata maksimum diperoleh jika turunan pertama persamaan PR sama dengan nol. Hasil yang diperoleh adalah : dPR/dX = 1 – (1/15)X = 0, atau X =15 Dengan demikian, penggunaan input variabel yang efisien adalah 15 unit. Pada saat X =15, produk total yang diperoleh adalah Y = 112.5. Jika diperhatikan pada Tabel 6.1, X = 15 terletak antara X = 14 dan X =16, dan Produk Total yang diperoleh terletak antara Y = 104.5 dan Y = 119.5. Hal ini terjadi karena pada Tabel 6.1 hubungan input dan outputnya dinyatakan dalam bentuk diskret. Titik Produk Rata-rata maksimum tercapai pada titik singgung Kurva Produk Total (titik A), dengan membuat garis bantu dari titik 0 ke titik singgung terluar Kurva Produk total. Selanjutnya, dari persamaan (3) juga dapat diturunkan Produk Marginal (PM) yang merupakan turunan pertama dari fungsi TProduk Total (TP). Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : 𝑑𝑌



1



𝑑𝑋



10



𝑃𝑀 = ( ) = 2𝑋 − ( ) 𝑋 2



(5)



Produk Marginal adalah perubahan output Y yang disebabkan oleh perubahan input X. Bagi produsen, informasi ini penting untuk menentukan kapan tambahan input masih bermanfaaat untuk meningkatkan produksi atau sebaliknya. Di samping itu, juga dapat diketahui kapan penambahan input yang sama dapat menambah output dengan tambahan yang semakin meningkat (increasing return), dan kapan menambah input yang dapat meningkatkan jumlah output dengan tambahan yang menurun (decresing return), dan kapan tambahan input justru menyebabkan output berkurang. Dari persamaan (3) dan (5) dapat diperoleh Produk Total maksimum, yaitu pada saat Produk Marginal



59



sama dengan nol. Hal ini berarti pada saat tambahan input tidak lagi menambah output. Dari persamaan (5) dapat diperoleh : PM = (dY/dX) = 2X – (1/110) X2 = 0



(6)



Secara matematik penyelesaian persamaan (6) akan menghasilkan dua nilai X, yakni X1 = 0 dan X2 = 20. Dengan menggunakan kriteria turunan kedua, (d2Y/d2X), diperoleh kepastian bahwa X yang memenuhi syarat maksimisasi adalah X = 20. Produk total pada saat X = 20 adalah produk total maksimum, yaitu Y = 133.33. Jika kita lihat pada Tabel 2.1 maka Y = 133.33 adalah output paling tinggi, sedangkan pada grafik diketahui bahwa Produk total maksimum terdapat pada titik C. Produk total maksimum menunjukkan efisiensi penggunaan input tetap. Misalnya input tetap adalah lahan satu hektar, maka produk total maksimum merupakan efisiensi penggunaan lahan seluas satu hektar tersebut, karena pada saat itu jumlah output yang dihasilkan per satu satuan input adalah yang tertinggi. Oleh sebab itu dari efisiensi produksi dapat diketahui efisiensi teknis penggunaan input variabel dan efisiesi teknis penggunaan input tetap. 2. Law of Diminishing Return Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil yang berkurang menjelaskan fenomena di mana penambahan input variabel kepada input tetap akan menghasilkan penambahan produk yang semakin kecil. Hokum ini tidak sama dengan penurunan produk total karena yang dimaksud menurun atau mengecil adalah tambahan produk total yang dihasilkan oleh tambahan sejumlah input variabel yang sama dengan kombinasi input lain yang tetap. Perhatikan Tabel 6.1 kolom penggunaan input X (urea). Input X selalu bertambah dengan jumlah yang tetap, yakni 2 unit. Demikian juga dengan jumlah produk total (Y) yang dihasilkan, selalu naik. Akan tetapi, terihat bahwa tambahan produk total untuk setiap kenaikan input X semakin menurun. Hal ini terjadi diakibatkan karena penambahan input variabel menghasilkan tambahan produk total yang semakin berkurang karena



60



adanya input teap, misalnya luasan lahan yang tidak berubah yaitu seluas satu hektar. Penambahan pupuk urea secara terus menerus pada lahan satu hektar akan menyebabkan tambahan produk total semakin menurun. Lebih jauh berarti, hukum tersebut tidak berlaku jika seluruh input berubah (tidak ada input tetap). 3. Elastisitas Produksi Hubungan lain yang menarik untuk dipelajari adalah konsep elastisitas. Elastisitas produksi adalah persen perubahan output yang disebabkan oleh persen perubahan input. Elastisitas produksi dilambangkan dengan e dan dapat dituliskan sebagai berikut : 𝑒=



% 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 % 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡



(7)



Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut 𝑒=



𝑑𝑌 ) 𝑌 𝑑𝑋 ( ) 𝑋



(



𝑑𝑌 𝑋



=( )



𝑑𝑋 𝑌



(8)



Karena dY/dX adalah PM dan X/Y adalah 1/PR, maka rumus elastisitas (8) dapat dinyatakan dengan PR dan PM sebagai berikut: 𝑒 = 𝑃𝑀/𝑃𝑅



(9)



4. Tiga Daerah Produksi Pada saat penggunaan input bergerak dari 0 sampai mendekati titik B’, maka elastisitas produksi lebih besar dari satu (e > 1). Daerah ini disebut daerah produksi I. pada daerah produksi I, PR lebih kecil dibandingkan PM. Pada daerah ini, awalnya PM meningkatkan sampai pada titik maksimum, kemudian menurun. Sedangkan PR terus meningkat sampai pada titik maksimumnya dan PR mencapai titik sama dengan PM. Dari titik B’ sampai sebelum C’, elastisitas produksi antara satu sampai nol (0 < e < 1). Daerah ini disebut dengan daerah produksi II. Diketahui pada daerah ini PR lebih besar dari PM. PM akan terus menurun sejalan dengan semakin tingginya KPM. Pada saat KPM mencapai titik



61



maksimum (titik C0, maka PM mencapai titik nol. Titik ini merupakan batas akhir dari daerah produksi II. Pada daerah produksi II, PR akan terus menurun (namun PR tidak pernah mencapai titik nol atau negatif). Daerah produksi II disebut juga daerah rasional, atau daerah di mana produsen yang rasional (mencari keuntungan maksimum) akan memutuskan penggunaan input yang optimal. Dengan asumsi produsen mempunya kesempatan untuk menggunakan jumlah input sampai dengan daerah produksi II. Penggunaan input lebih besar dari titik C’ memiliki elastisitas produksi negative (e < 0). Daerah ini disebut juga dengan daerah produksi III. Produsen yang rasional tidak akan mungkin menggunakan input pada daerah produksi III ini, karena dengan penambahan input akan menurunkan produk total yang dihasilkan. 5. Penggunaan Input Optimal Keuntungan maksimum dapat dicari jika diketahui harga input dan harga output. Misalkan p adalah harga output Y dan h adalah harga input X, maka keuntungan dapat dinyatakan sebagai berikut: (10)



𝜋 𝑝𝑌 − ℎ𝑋



Jika persamaan (10) memenuhi persyaratan fungsi keuntungan, maka keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari persamaan (10) sama dengan nol, sehingga diperoleh sebagai berikut: 𝒅𝜋 𝑑𝑋



𝑑𝑌



𝑑𝑌



𝑑𝑋



𝑑𝑋



= 𝑝 ( ) − ℎ = 0 atau 𝑝 ( ) = ℎ



(11)



Sisi kiri persamaan (11) merupakan perkalian antara harga output dengan Produk Marginal (PM), disebut juga sebagai Nilai Produk Marginal (NPM). Pada kondisi keuntungan maksimum NPM sama dengan harga input (h). Persamaan (11) dapat juga dituliskan dalam bentuk seperti di bawah ini :



62



𝒅𝑌 𝑑𝑋



=



ℎ 𝑝



(12)



Keuntungan maksimum dapat dicapai pada saat produk marjinal sama dengan rasio antara harga input dengan harga output (Gambar 6.2). Hal ini menarik diketahui untuk meilihat prilaku produsen berkaitan dengan kenaiakan harga input dan output. Jika proporsi kenaikan harga output lebih besar dari proporsi kenaikan harga input maka produsen akan meningkatkan penggunaan input dan produksi total akan meningkat. Akan tetapi, jika proporsi kenaikan harga input lebih besar dibandingkan dengan proporsi kenaikan harga output maka produsen akan mengurangi penggunaan input sehingga produk Y akan turun.



Gambar 6.2 Penggunaan Input Pada Keuntungan Maksimum Kondisi di atas berlaku jika produsen mengahadapi pasar input dan pasar output dalam kondisi Pasar Persaingan Sempurna (PPS) atau dengan kata lain produsen bertindak sebagai price taker. Berapapun jumlah input yang dibeli atau berapapun jumlah output yang dihasilkan dianggap tidak akan memengaruhi harga input dan harga output.



63



Jika melihat kembali persamaan fungsi produksi pada persamaan (3) dan misalnya diketahui p = 2 dan h = 10. Berdasarkan persamaan (10) maka dapat disusun persamaan keuntungan sebagai berikut : 1



𝜋 = 2 (𝑋 2 − ( ) 𝑋 3 ) − 10𝑋 30



(14)



Keuntungan maksimum diperoleh dengan memaksimumkan fungsi di atas, yaitu jika turunan pertama fungsi tersebut sama dengan nol. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : 𝑋 2 − 20𝑋 + 50 = 0



(15)



Dari persamaan (15) dapat diketahui dua nilai X, yakni X1 = 2.93 dan X2 = 17.07. untuk memilih X mana yang benar perlu dilakukan pemeriksanaan turunan kedua dari fungsi pada persamaan (14). Hasil pemeriksaan turunan kedua, maka diketahui bahwa X yang memenuhi syarat untuk memaksimumkan keuntungan adalah X = 17.07. Dengan demikian diperoleh keuntungan maksimum adalah 80.47. Selanjutnya perlu diketahui bahwa seringkali produsen mengambil keputusan produksi bukan berdasarkan jumlah input optimal, tetapi berdasarkan jumlah output optimal. Oleh sebab itu, perlu mempelajari hubungan keuntungan dengan jumlah output yang dihasilkan atau fungsi keuntungan berdasarkan jumlah output. Keuntungan pada persamaan (10) didefinisikan kembali menjadi : 𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝑉𝐶 − 𝑇𝐹𝐶



(16)



dimana TR adalah penerimaan total (Total Revenue), TVC adalah biaya variabel total (Total variabel Cost) dan TFC adalah biaya tetap total (Total Fix Cost). TR diperoleh dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan (Y) dengan harga produk itu sendiri (p). TVC merupakan perkalian antara jumlah input (X) yang digunakan dengan harga input (h). Sedangan TFC di dalam analisis jangka pendek tidak perlu diperhatikan lebih lanjut. Oleh sebab itu, persamaan (16) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih detail, seperti:



64



𝜋 = 𝑝𝑌 − ℎ𝑋 − 𝑇𝐹𝐶, karena Y = f(X) sehingga X = f-1Y maka, 𝜋 = 𝑝𝑌 − ℎ𝑓 −1 (𝑌) − 𝑇𝐹𝐶



(17)



Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat output optimum yang memaksimumkan keuntungan dapat diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan pada persamaan (17) sama dengan nol. Hasil akhir akan diperoleh bahwa keuntungan maksimum dicapai manakala keseimbangan antara besaran Marginal Revenue (MR) dengan Marginal Cost (MC). Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑑𝜋 ℎ =𝑝− =0 𝑑𝑌 𝑑𝑌 ( ) 𝑑𝑋 ℎ 𝑝= 𝑑𝑌 ( ) 𝑑𝑋 𝑝 = 𝑀𝐶 P atau harga output adalah tambahan penerimaan total yang diperoleh dari setiap tambahan satu unit output atau dTR/dY atau biasa dikenal dengan Marginal Revenue (MR). Dengan demikian, keuntungan maksimum berdasarkan jumlah output yang dihasilkan tercapai pada saat MR = MC.



6.2.



Hubungan Input-Input



Produksi memerlukan dua jneis input atau lebih untuk menghasilkan satu jenis produk atau lebih. Persoalan produksi yang berkaitan dengan penggunaan bermacam input adalah bagaimana komposisi penggunaan input yang dapat meminimumkan biaya untuk memproduksi sejumlah produk tertentu. Untuk itu, perlu dipelajari



65



hubungan antara input dengan input lainnya di dalam menghasilkan tingkar produksi tertentu. Konsekuensi logis adanya penggunaan dua jenis input untuk menghasikan satu jenis output adalah adanya berbagai kombinasi kedua jenis input atau lebih untuk menghasilkan sejumlah output yang sama. Kombinasi ini memiliki makna penting dalam kegiatan produksi. Makna penting pertama adalah adanya substitusi antara satu jenis input dengan jenis input lain. Misalnya produsen bisa mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menambah penggunaan modal, atau sebaliknya untuk menghasilkan sejumlah output yang sama. Pemahaman terhadap adanya substitusi antara satu jenis input dengan jenis input lain dalam menghasilkan sejumlah output yang sama dipelajari pada kurva yang disebut dengan kurva isoquant. Kurva isoquant menggambarkan tingkay produksi tertentu yang dihasilkan dengan berbagai tingkat kombinasi penggunaan input. Substitusi input oleh input lainnya mempunya perilaku yang berbeda-beda. Satu input dapat disubstitusi dengan input lain dengan daya substitusi konstan ataupun dengan daya substitusi menurun. Daya substitusi konstan maksunya adalah tambahan satu jenis input dapat mengurangi penggunaan input lain dengan laju pengurangan yang konstan. Daya substitusi input yang menurun artinya, semakin banyak tambahan satu input, input lain yang tergantikan akan berkurang dengan laju pengurangan yang semakin menurun. Kurva isoquant mempunyai sudut kemiringan (slope) negatif. Sudut kemiringan tersebut disebut juga dengan daya substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution – MRS). MRS X2 untuk X1 daat dinyatakan secara matematis sebagai berikut : 𝑀𝑅𝑆 = 𝑋1 /𝑋2



(18)



Adanya subsitutsi antar input yang digunakan untuk memproduksi output tertentu, memungkinkan untuk mengombinasikan jumlah input tertentu yang memerlukan biaya yang sama. Oleh sebab itu, penting juga untuk mempelajari hubungan kombinasi jumlah input dengan anggaran tertentu atau biasa disebut dengan isocost. Sudut



66



kemiringan garis isocost tergantung pada rasio antara harga masingmasing input. Jika harga ouput diketahui maka melalui garis isocost dan isoquant dapat diketahui kombinasi penggunaan input yang optimal. Dalam hal ini yang disebut optimal adalah penggunaan input yang meminimumkan biaya untuk menghasilkan sejumlah output tertentu, misalnya pada Y0. Biaya minimum tercapai jika kurva isoquant bersinggungan dengan isocost (Gambar 6.3). Secara matematik ini terjadi ketika sudut kurva isoquant sama dengan sudut garis isocost. (𝑋1 /𝑋2 ) = −(ℎ1 / ℎ2 )



(19)



Gambar 6.3 Penentuan Kombinasi Input pada Biaya Minimum



6.3.



Hubungan Output-Output



Sumberdaya yang terbatas dapat digunakan untuk menghasilkan lebih dari satu jenis output. Antara jenis output satu dengan jenis output lain memiliki hubungan yang unik. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan kompetitif (competitive product), komplementer (complementary product), suplementer (supplementary product), dan produk bersama (joint



67



product). Hubungan yang terjadi dinyatakan dalam kurva, yang disebut dengan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) atau Production Possibility Curve. Perlu digarisbawahi bahwa hubungan tersebut terjadi karena keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Berikut akan dijelaskan secara ringkas masing-masing hubungan tersebut. 1. Hubungan Kompetitif Hubungan kompetitf terjadi bila satu jenis output ditingkan, maka output yang lain akan berkurang. Hal ini terjadi karena pada suatu sumberdaya yang jumlahnya terbatas, peningkatan suatu output berarti alokasi penggunaan sumberdaya untuk output tersebut meningkat. Akibatnya penggunaan sumberdaya untuk output yang lain terpaksa dikurangi sehingga output yang lain tersebut juga akan berkurang.



(a)



(b)



Gambar 6.4 Kurva Kemungkinan Produksi kompetitif Ciri adanya kompetisi antara satu produk dengan produk lain digambarkan dengan sudut KKK yang negative. Sudut kemiringan ini disebut dengan daya desak marginal satu produk terhadap produk lainnya atau dikenal dengan istilah Marginal Rate of Product Substitution (MPRS). Terdapat dua kemungkinan hubungan kompetitif, yakni hubungan kompetitif dengan daya desak marginal yang konstan dan hubungan kompetitif dengan daya desak marginal yang menurun (Gambar 6.4). Daya desak marginal konstan diperlihatkan pada gambar



68



6.4a, sedangkan daya desak marginal menurun diperlihatkan pada Gambar 6.4b. 2. Hubungan Komplementer Hubungan antar satu produk dengan produk lain bersifat komplementer (complementary) jika satu produk ditingkatkan maka produk lain akan ikut meningkat. Hal ini terjadi Karena produk yang satu bisa digunakan sebagai input bagi kegiatan produksi lainnya. Pada Gambar 6.5 hubungan komplementer diperlihatkan pada segmen kurva A-B. Sudut kemiringan kurva positif pada segmen tersebut. Pada segmen tersebut jelas terlihat peningkatan produk 1 juga akan meningkatkan produk 2. Sedangkan pada segmen kurva B-C tidak lagi menunjukkan hubungan komplementer tetapi menunjukkan hubungan kompetitif.



Gambar 6.5 Kurva Kemungkinan Produksi Komplementer



3. Hubungan Suplementer Hubungan suplementer terjadi apabila peningkatan satu jenis produk tidak mengganggu produk lain (Gambar 6.6). Hal ini biasanya terjadi apabila sumberdaya berlebih pada waktu-waktu tertentu. Misalnya penggunaan tenaga kerja menjelang musim panen, dimana terjadi



69



kelebihan ketersediaan tenaga kerja. Sehingga tenaga kerja tersebut dapat dimanfaatkan untuk cabang usahatani lainnya maupun untuk kegiatan produktif lainnya. Kegiatan baru tersebut tidak akan menggangu kegiatan produksi yang ada.



Gambar 6.6 Kurva Kemungkinan Produksi Suplementer



Pada Gambar 6.6 hubungan suplementer terjadi pada segmen AB. Pada segmen tersebut kurva berbentuk datar sejajar denngan sumbu (produk 1). Artinya peningkatan produk 1 tidak akan mengganggu produk 2. Akan tetapi, pada segmen B-C kurva kembali berbentuk kompetitif. Hal ini berarti, jika penggunaan sumberdaya berlebih dilakukan secara berlebihan pada akhirnya akan mengganggu kegiatan produksi lain atau menjadi bersifat kompetitif. 4. Hubungan Produk Bersama Hubungan produk bersama (joint product) terjadi jika terdapat ketertarikan jumlah satu produk dengan produk yang lainnya (Gambar 6.7). Ketertarikan jumlah ini karena memang secara teknis, dua produk atau lebih dapat dihasilkan serempak dalam satu proses produksi. Contohnya, antara kulit domba dengan daging domba. Jika dua jenis barang tersebut dianggap dua jenis produk yang berbeda, kedua produk



70



tersebut dapat dihasilkan pada satu ekor domba. Keterikatan jumlah tersebut bisa dalam koefisien tunggal (Gambar 6.7a) atau juga bisa dalam selang tertentu (Gambar 6.7b).



(a)



(b)



Gambar 6.7 Kurva Kemungkinan Produksi Produk Bersama



Secara matematik sudut kemiringan KKP dapat dinyatakan dengan Y1/Y2, atau dalam bentuk fungsi yang kontinu dinyatakan dengan bentuk turunan fungsi tersebut yaitu dY1/dY2. Sudut kemiringan di setiap titik kurva kemungkinan produksi berbeda-beda. Sudut kemiringan ini dikenal dengan istilah Marginal Rate of Product Substitution (MRPS). Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut: 𝑀𝑅𝑃𝑆 = 𝑑𝑌2 /𝑑𝑌1



(19)



Pemahaman terhadap MPRS ini belum dapat membantu produsen menentukan kombinasi produk yang memaksimumkan penerimaan total (Total Revenue). Keputusan ini memerlukan informasi harga masingmasing produk. Jika harga masing-masing produk diketahui, maka kombinasi dua produk atau lebih dapat dinyatakan dengan nilai penerimaan (revenue). Hubungan antara kombinasi dua produk atau lebih yang dapat memberikan nilai penerimaan yang sama disebut dengan isorevenue. Sepanjang garis isorevenue terdapat nilai penerimaan yang



71



sama. Kemiringan garis isorevenue dinyatakan dengan rasio harga masingmasing produk. 𝑅 = ℎ1 𝑌1 + ℎ2 𝑌2 ℎ



𝑌2 = 𝑅 / ℎ2 − ( 1 ) 𝑌2 ℎ2



(20)



Kombinasi optimal dua produk dapat dicapai apabila garis isorevenue bersinggungan dengan kurva kemungkinan produksi. Hal ini juga berarti bahwa kemiringan garis isorevenue sama dengan kemiringan kurva kemungkinan produksi (MPRS). Secara grafik dapat dilihat pada Gambar 6.8, di mana titik kombinasi optimal tercapai pada titik A.



Gambar 6.8 Penentuan Kombinasi Optimal Dua Jenis Produk



Kombinasi dua produk akan memaksimumkan nilai penerimaan jika NPM (Nilai Produk Marginal) kedua produk tersebut sama besar. Penambahan produk Y2 akan menyebabkan produk Y1 berkurang, dan sebaliknya. Hal ini berarti jika Y2 ditingkatkan maka akan terjadi



72



pengorbanan pada produk Y1. Nilai korbanan produk Y1 akibat penambahan produk Y2 disebut juga dengan opportunity cost untuk memproduksi tambahan Y2. Pada kondisi optimum, produk yang dipilih harus mempunyai nilai produk marginal sama dengan produk lain yang mungkin dipilih. Jika produsen memilih produk dengan nilai produk marginal yang lebih kecil dari nilai produk marginal produk alternative maka pilihan tersebut menjadi tidak optimal.



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan produk rata-rata dan produk marginal. Ilustrasikan dengan menggunakan kasus pada petani yang kelompok Anda pelajari! 2. Jelaskan bagaimana aplikasi prinsip ekonomi yang menggambarkan hubungan input dan output pada kasus pada petani yang kelompok Anda pelajari!



73



BAB 7 PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI 7.1.



Analisis Pendapatan Usahatani



Aktivitas usaha atau bisnis yang dilakukan tidak akan terlepas dari tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tujuan juga dapat berupa tujuan ekonomi maupun tujuan non ekonomi. Salah satu tujuan ekonomi dari aktivitas usaha atau bisnis adalah memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari korbanan yang telah dikeluarkan. Pendapatan yang diperoleh merupakan salah satu indikator kinerja usaha yang telah dilakukan. Analisis pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan beberapa metode atau cara. Berdasarkan jenis usaha yang dilakukan, analisis pendapatan usahatani dapat dilakukan melalui analisis cabang usahatani (Farm Enterprise Analysis) dan analisis keseluruhan usahatani (Whole Farm Analysis). Sedangkan berdasarkan waktu, analisis usahatani dapat dibedakan menjadi analisis periode jangka pendek dan juga analisis periode jangka panjang. Cabang usahatani adalah sekumpulan hubungan input-output yang melibatkan sumberdaya input yang digunakan untuk menghasilkan satu atau lebih produk akhir. Analisis cabang usahatani yang dimaksud adalah analisis keberhasilan pengusahaan satu cabang usahatani saja (tanaman, ternak, ikan, atau lainnya). Misalnya beberapa penelitian terdahulu mengkaji tentang analisis cabang usahatani, seperti Pendapatan Usahatani jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor (Amandasari, 2013); Analisis Pendapatan Usahatani



74



Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa barat (Dewi and Fariyanti, 2017); Analisis Faktor Produksi dan Pendapatan usahatani Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor (Widhiasih, 2013); Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm Dengan Peternak di Desa Bojong Jengkol, Bogor) (Yunus, 2013), dan lain-lain. Berikut adalah salah satu contoh tabel analisis pendapatan usahatani.



Tabel 7.1 Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Bayam (Kilogram) per Hektar di Desa Ciaruteun Ilir Periode tanam Tahun 2013-2014 Uraian



Usahatani sempit



Usahatani luas



MK



MH



18.632.776



21.067.546



21.141.884



24.716.807



35.398



44.887



42.369



85.767



18.668.174



21.112.433



21.184.253



24.802.574



Benih bayam



695.685



698.385



941.448



926.449



Pupuk kimia



489.466



381.446



533.236



421.105



1.800.334



1.755.152



2.430.296



2.521.409



136.160



138.240



78.706



107.136



26.444



16.750



89.040



86.653



403.666



266.718



490.627



277.620



2.218.093



1.750.850



4.082.828



2.944.743



66.667



66.667



319.206



315.873



Sewa lahan



535.253



607.183



584.915



616.860



Pajak lahan



17.125



18.760



13.814



16.358



Penerimaan tunai Penerimaan non tunai Total penerimaan



MK



MH



a. Biaya tunai



Pupuk kandang(ayam) Pestisida Herbisida Tali TKLK Biaya transportasi



75



Uraian Total biaya tunai



Usahatani sempit MK



MH



Usahatani luas MK



MH



6.388.893



5.700.151



9.564.116



8.234.206



804.742



91.884



630.584



763.600



3.583.117



3.142.790



1.864.042



1.604.067



598.253



598.253



383.222



383.222



4.986.112



4.652.927



2.877.848



2.750.889



11.375.005



10.353.078



12.441.964



10.985.095



Pendapatan atas biaya tunai 12.243.883



15.367.395



11.577.768



16.482.601



Pendapatan atas biaya total



7.293.169



10.759.355



8.742.289



13.817.479



R/C Rasio atas biaya tunai



3,24



4,21



2,43



3,27



R/C Rasio atas biaya total



1.67



2.09



1.74



2.32



b. Biaya diperhitungkan Sewa lahan (milik sendiri) TKDK Penyusutan peralatan Total biaya diperhitungkan Total biaya



sumber: Dewi P dan Fariyanti A (2017)



Analisis usahatani total (Whole Farm Analysis) adalah analisis pendapatan usahatani secara keseluruhan melibatkan semua cabang usahatani yang dimiliki atau diusahakan oleh seorang petani. Misalnya, dalam satu bidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur (misalnya padi, jagung, dan singkong) dan peneliti akan menganalisis pendapatan usahatani dari ketiga tanaman tersebut sekaligus. Dalam melakukan analisis keseluruhan usahatani, kita dapat melakukan analisis arus uang tunai saja ataupun analisis arus tunai dan tidak tunai sekaligus (akan dibahas pada poin berikutnya pada bab ini). Melakukan analisis pendapatan usahatani tentu ada beberapa konsep yang terlebih dahulu diketahui dan dipahami. Terdapat 3 konsep, yakni pendapatan usahatani, penerimaan usahatani, dan pengeluaran (biaya) usahatani. Berikut akan dibahas masing-masing dari konsep tersebut:



76



1. Pendapatan Usahatani Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi, seperti mesin, tenaga kerja, dan modal. Pendapatan tidak hanya dapat diperoleh dari usaha yang dijalankan tetapi juga diperoleh dari hasil menyewakan kendaraan operasional, lahan, dan sebagainya. Dalam PSAK 23 (Rev 2009), pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas operasional perusahaan. Selain itu, secara harfiah, pendapatan usaha juga daat diartikan sebagai selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Keberhasilan usaha dapat diukur melalui analisis terhadap pendapatan usaha. Melalui analisis pendapatan usaha maka dapat diperoleh gambaran aktual usaha dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan yang bernilai positif. Informasi berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dimanfaatkan untuk perencanaan kegiatan usaha pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, konsep pendapatan tidak akan terlepas dari konsep penerimaan dan biaya. Secara matematika hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut. 𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 dimana π adalah jumlah pendapatan yang diterima, TR adalah total penerimaan (total revenue), sedangan TC adalah total biaya atau pengeluaran yang dikorbankan (total cost). Berdasarkan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan (total revenue) dengan total biaya (total cost). Jika selisih tersebut bernilai positif maka usaha tersebut mendapatkan keuntungan. Namun, jika selisih tersebut bernilai negatif maka usaha tersebut mengalami kerugian. Oleh sebab itu, pendapatan suatu usaha dapat diketahui apabila informasi terkait kondisi penerimaan dan pengeluaran atau biaya selama jangka waktu tertentu dapat diketahui.



77



Di dalam usahatani, pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri, atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang besar tidak selau menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang berlebihan. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas usahatani digunakan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, pendapatan yang diterima kemudian juga digunakan untuk kebutuhan kegiatan usahatani pada periode selanjutnya. 2. Penerimaan usahatani Penerimaan total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et al. 1986). Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, yang merupakan hasil perkalian antara total produksi dengan harga jual. Istilah lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani, yang terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan penerimaan tidak tunai usahatani. Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang. Selain itu, penerimaan usahatani juga diperhitungkan dari kenaikan nilai inventaris (misalnya kenaikan nilai inventaris dari tanaman tahunan yang masih produktif). Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan



78



antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai usahatani. 3. Pengeluaran Usahatani Pengeluaran total usahatani disebut juga biaya produksi. Biaya produksi adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Berdasarkan sifat, biaya digolongkan menjadi dua, yakni biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Sedangkan biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tetap jumlah totalnya dalam kisaran volume kegiatan tertentu. Di dalam usahatani, biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Biaya tunai merupakan sejumlah uang yag dibayarkan untuk pembayaran barang dan atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar secara tunai maupun kredit. Biaya tunai dapat berupa sewa lahan dan pajak lahan, biaya untuk bibit, obat-obatan, pupuk kimia, pupuk kandang, serta biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani. Biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) adalah biaya-biaya yang seharusnya dibayarkan karena telah menggunakan sumberdaya, sehingga biaya ini harus diperhitungkan. Biaya tidak tunai meliputi biaya untuk tenaga kerja keluarga, biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri, penggunaan benih hasil persemaian sendiri.



7.2.



Ukuran Penampilan Usahatani



Usahatani kecil dibedakan dari usahatani komersial oleh eratnya dan pentingnya kaitan antara usahatani dan rumah tangga. Karena itu dapat dipahami apabila usahatani komersial itu dilihat sebagai perusahaan dan mengukur penampilannya dengan patokan atau norma perusahaan. Patokan yang sama dapat diterapkan kepada usahatani kecil yang dipandang sebagai perusahaan. Bagi usahatani yang dianggap



79



sebagai penunjang rumah tangga, tentunya harus digunakan patokan lain yang relevan. Jadi dalam menghitung ukuran penampilan usahatani kecil diperlukan kejelasan mengenai tujuan melakukan analisis.



Gambar 7.1 Arus Barang, Jasa, dan Uang pada Usahatani Kecil Rumah tangga petani menyediakan dan memberikan kerja untuk keperluan produksi usahatani. Sebaliknya, rumah tangga menerima pendapatan berupa uang atau benda untuk langsung dikonsumsi. Tenaga kerja keluarga dan usahatani menggunakan barang dan jasa ari unit kegiatan lainnya di dalam sistem ekonomi yang dibelinya dengan uang atau kadang-kadang dengan benda. Produk (output) usahatani digunakan untuk beberapa kemungkinan, yaitu untuk dikonsumsi langsung oleh keluarga petani, dijual ke unit kegiatan lainnya, dan untuk dipakai sebagai alat pembayar. Rumah tangga juga memakai barang dan



80



jasa dari unit kegiatan lainnya yang umumnya dibeli dengan uang. Dalam beberapa rumah tangga mungkin ada yang memperoleh kesempatan bekerja di luar usaha tani sehingga menerima pendapatan berupa uang dan benda. Untuk usahataniyang menggunakan kredit, sewaktu-waktu dapat diterima pinjaman uang atau kredit dalam bentuk sarana produksi. Bunga pinjaman-pinjaman tersebut harus dibayar dan jumlah pinjamannya dibayar kembali dengan cara langsung atau dipotong dari hasil penjualan produk usahatani (Gambar 7.1).



Ukuran penampilan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yakni ukuran arus uang tunai dan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani. Berikut dijelaskan maisng-masing dari ukuran tersebut. 1. Ukuran Arus Uang Tunai Dari Gambar 7.1 nampak bahwa dalam meninjau penampilan usahatani perlu dibedakan antara yang berbentuk uang tunai dan yang berbentuk benda. Untuk beberapa tujuan mungkin perlu diketahui beberapa uang tunai yang dihasilkan usahatani dan dalam hubungan ini, beberapa uang tunai yang tersedia bagi rumah tangga untuk membeli makanan, bahan bakar, pakaian, membayar iuran, dan uang sekolah. Berikut adalah beberapa ukuran arus uang tunai: 1 – 2 = 3 + 4 – 5 = 6 + 7 = 8 Ket : 1 = penerimaan tunai usahatani 2 = pengeluaran tunai usahatani 3 = pendapatan tunai usahatani 4 = pinjaman tunai usahatani 5 = bunga pinjamn dan pokok 6 = kelebihan uang tunai usahatani



81



7 = penerimaan tunai luar usahatani 8 = pendapatan tunai rumahtangga Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula, pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan usahatani (farm net cash flow) dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani, seperti pinjaman tunai harus ditambahkan dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan pe,belian barang dan jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus dikurangkan. Neraca ini adalah kelebihan yang tunai usahatani (farm cash surplus) dan merupakan uang tunai yang dihasilkan usahatani untuk keperluan rumah tangga. Akhirnya, kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumahtangga seperti upa kerja yang diperoleh dari luar usahatani didefinisikan sebagai pendapatan tunai rumahtangga (household net cash income). Jumlah ini adalah uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitannya dengan usahatani. Karena itu ukuran ini merupakan sebagian dari ukuran kesejahteraan keluarga petani. Arus uang tunai dapat dihitung untuk setiap periode. Banyak hitungan uang dilakukan berdasarkan jangka waktu setahun. Walaupun demikian, apabila, pola penerimaan dan pembayaran berlangsung



82



musiman, maka penilaian keadaan uang tunai mungkin perlu dilakukan lebih sering, misalnya setiap triwulan atau bahkan setiap bulan. 2. Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Walalupun arus uang tunai itu penting untuk mengukur penampilan usahatani, tetapi Nampak jelas dari Gambar 7.1 bahwa ukuran tersebut tidak menceritakan keadaan seluruhnya. Yang tidak termasuk uang tunai juga penting terutama dalam pertanian subsisten dan semi-subsisten. Ukuran pembayaran yang juga mencakup nilai transaksi barang dan perubahan nilai inventaris atau kekayaan usahatani selama kurun waktu tertentu dapat dihitung. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya, setahun, dan mencakup semua produk yang : a. b. c. d. e.



Dijual Dikonsumsi rumahtangga petani Digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternal. Digunakan untuk pembayaran Disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun.



Untuk menghindari perhitungan ganda, maka semua produk yang dihasiljkan sebelum tahun pembukuban tetapi dijual atau digunakan pada saat tahun pembukuuan, tidak dimasukkan ke dalam pendapatan kotor. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani ialah nilai produksi (value of production) atau penetimaan kootor usahatanni (gross return). Dalam menaksir pendapatan otor, semua komponen produk yang ridak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Tanaman dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Perhitungan pendapatan kotor harus juga mencakup semua perubahan nilai tanaman di lapangan antara permulaan dan akhir tahun pembukuan. Perubahan semacam itu sangata penting terutama untuk tanaman tahunan. Meski pun demikian, pada umumnya perubahan ini diabaikan karena



83



penilaiannya sangat sujar. Untuk ternak perubahan nilain ini umumnya dihitung. Pembelian ternak dikurangkan dari pendapatan kotor karena dianggap sebagai produk usahatani yang belum selesai. Dengan demikian pendapatan kotor ternak dihitung sebagai : Penjualan ternak + Nilai ternak yang digunakan untuk dikonsumsi rumahtangga, pembayaran dan hadiah + Nilai ternak pada akhiri tahun pembukuan - Pembelian ternak - Nilai ternak yang diperoleh sebagai upah dan hadiah - Nilai ternak pada awal tahun pembukuan + Nilai hasil ternak susu, telur. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan, total sumberdaya yang digunakan dalam usahatnai. Nisbah seperti pendatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tanaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi, nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Hal yang sama berlaku bagi produksi usahatani yang digunakan untuk bibit atau makanan ternak. Apabila dalam usahatani ini digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannnya dan dianggap sebagai pengeluaran. Pentusutan ini merupakan penuruan nilai investaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan. Perlu dicatat bahwa bunga modal milik sendiri atau yang dipinkam dan orang lain tidak dihitung sebagai pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluatan total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan uang diperoleh keluarga petani dari penggunaan factor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman uang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Karena bunga modal tidak dihitung sebagai pengeluaran, maka



84



pembandingan tidak dikacaukan oleh perbedaan tingkat hutang. Bagimanapun juga, pendapatan bersih usahatani merupakan langkah antara untuk menghitung ukuran-ukuran keuntungan lainnya yang mampu memberikan penjelasan lebih banyak. Barangkali ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil ialah penghasilan bersih usahatani (net farm earning). Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepeada modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap sumberdaya milik keluarga yang dipakai di dalam usahatani. Apabila penghasilan bersih usahatani ditambah dengan pendapatan rumahtangga yang berasal dari luar usahatani, seperti upah dalam bentuk uang atau benda, maka diperoleh penghasilan keluarga (family earnings). Bila untuk keperluan perumusan kebijaksanaan atau perenvanaan diperlukan penilaian terhadap kemiskinan atau sebaran pendapatan, maka ini harus didasarkan kepada penghasilan keluarga. Di dalam usahatani semi-komersial, imbalan kepada modal merupakan patokan yang baik untuk penampilan usahatani. Apabila sebagian modal diperoleh dari pinjaman, maka ada dua ukuran yang dapat dipakai. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital) dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk keperluan ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkah upah yang berlaku. Asilnya biasanya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital) diperoleh dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini pun umumnya dinyatakan dalam persen terhadap nilai modal petani. Selanjutnya, imbalan kepaa tenaga kerja keluarga (return to family labour) dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan kepada tiap orang



85



(return to men). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani.



7.3.



Efisiensi Usahatani



Pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang besar tidak selau menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Efisiensi menurut Soekartawi (1995) merupakan gambaran perbandingan terbaik antara suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh dari usaha tersebut serta besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut. Tingkat efisiensi suatu usaha biasa ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan total biaya produksinya. Untuk mengukur efisiensi suatu usahatani digunakan analisis R/C ratio. Secara teoritis, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode tertentu. Apabila diperoleh nilai R/C > 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya. Sedangkan nilai R/C < 1



86



menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya. Nilai R/C = 1 berarti bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas), karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani. Apabila usahatani di awal aktivitasnya memerlukan investasi yang sangat besar dibandingkan dengan penerimaan, maka kriteria efisiensi dipergunakan NPV, IRR, dan B/C. Alasannya adalah 1) investasi relative dibandingkan penrimaan yang sangat besar, sehingga pengambalian modal bersifat jangka panjang; 2) ada pengaruh waktu terhadap nilai uang dan tingkat suku bunga, artinya nilai uang yang diterima saat ini tidak sama dengan nilai uang pada masa yang akan datang. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing analisis. 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha ditambah penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha. Jadi, untuk menghitung NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur ekonomis dari alat-alat produksi yang digunakan untuk menjalankan usaha yang bersangkutan. Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah usaha menguntungkan atau tidak. Keuntungan dari suatu usaha adalah besarnya penerimaan dikurangi



87



pembiayaan yang dikeluarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value PV dari arus biaya (Soekartawi, 1996). Dalam kriteria ini dikatakan bahwa usaha akan dipilih apabila nilai NPV lebih besar dari nol. Jika suatu usaha mempunyai NPV kurang dari nol, maka tidak akan dipilih atau tidak layak untuk dijalankan. Rumus NPV dalam analisis proyek dituliskan sebagai berikut. 𝑛



𝑁𝑃𝑉 = ∑ 𝑡=0



𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 (1 + 𝑖)𝑡



Dimana Bt adalah Benefit (penerimaan usahatani pada tahun ke-t), Ct adalah cost (biaya usahatani pada tahun ke-t), n adalah umur ekonomis usaha, sedangkan i adalah tingkat suku bunga yang berlaku. 2. Internal Rate of Return (IRR) IRR menunjukkan kemampuan suatu investasi atau usaha dalam menghasilkan return atau tingkat keuntungan yang bisa dipakai. Kriteria yang dipakai untuk menunjukkan bahwa suatu usaha layak dijalankan adalah jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku pada saat usahatani tersebut diusahakan (Gittinger, 1993). Jadi, jika IRR lebih tinggi tingkat bunga bank, maka usaha yang direncanakan atau yang diusulan layak untuk dilaksanakan, dan jika sebaliknya usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan. IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol, karena present value cash inflow pada tingkat bunga tersebut akan sama dengan initial investment. Secara matematik, IRR dapat dituliskan sebagai berikut : 𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 +



𝑁𝑃𝑉1 (𝑖 − 𝑖1 ) 𝑁𝑃𝑉1 − 𝑁𝑃𝑉2 2



Keterangan : NPV1 = NPV yang bernilai positif



88



NPV2 = NPV yang bernilai negatif i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV bernilai positif i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV bernilai negative 3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Dalam analisis ini, data yang diutamakan adalah besarnya manfaat yang didapat. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa suatu usaha akan dipilih apabila Net B/C > 1 (kegiatan usahatani menguntungkan). Sebaliknya, bila suatu usaha memberi hasil Net B/C < 1 (kegiatan usahatani merugikan), maka proyek tidak akan diterima. Usahatani yang memiliki nilai Net B/C = 1 maka kegiatan tersebut bersifat impas (tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan). Secara matematik, rumusan untuk Net B/C adalah sebagai berikut: 𝐵 − 𝐶𝑡 ∑𝑛𝑡=1 𝑡 𝐵 (1 + 𝑖)𝑡 𝑁𝑒𝑡 = 𝐶 − 𝐵𝑡 𝐶 ∑𝑛𝑡=1 𝑡 (1 + 𝑖)𝑡 Keterangan : Bt = Benefit (penerimaan kotor pada tahun ke-t) Ct = Cost (biaya kotor pada tahun ke-t) n = umur ekonomis usaha i = tingkat suku Bunga yang berlaku



89



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Buatlah tabel input-output pada petani responden! 2. Analisislah cost and return pada petani responden! 3. Analisis ukuran pendapatan dan keuntungan dari rumahtangga petani : gross farm income, total farm expenses, net farm income, net farm earning, dst!



90



BAB 8 PERENCANAAN USAHATANI Perencanaan usahatani bersifat menguji implikasi pengaturan kembali sumberdaya usahatani. Petani selaku manajer usahatani tentu akan mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan dalam metode produksi ataupun dalam lingkup organisasi. Kadang kala perubahan yang dimaksud hanya berupa hal kecil, misalnya perubahan varietas tanaman, penggunaan teknologi, dan lainnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan perubahan yang terjadi bersifat besar seperti bila mengubah lahan yang semula tidak bernilai mejadi lahan produksi yang intensif. Pada perencanaan usahatani maka ada beberapa langkah pokok perencanaan yang perlu diperhatikan, yakni : 1. Menyusun rencana teperinci tentang cabang usahatani dan metode/teknologi produksi 2. Menguji rencana dalam kaitannya dengan sumberdaya yang diminta, apakah konsisten dengan kendala-kendala yang ada (institusional, sosial, atau budaya) sebagai patokan 3. Mengevaluasi rencana dan menyusun urutan-urutan rencana akternatif berdasarkan patokan yang sesuai 4. Menyusun perkiraan anggaran biaya dan pendapatan dari pelaksanaan program kegiatan yang direncanakan. Perencanaan usahatani harus memiliki fleksibilitas yaitu mampu menyesuaikan pada segala perubahan (alam atau ekonomi). Secara umum perencanaan usahatani dikelompokkan berdasarkan jangka waktu rencana menjadi 3, yakni jangka pendek (< 1 tahun), jangka menengah (25 tahun), dan jangka panjang (> 5 tahun).



91



Perencanaan usahatani dapat dilakukan pada usahatani sebagai satu kesatuan (whole farm planning) atau sebagian saja (partial analysis). Pada whole farm planning, semua rencana tanaman dan ternak ditinjau dan penggunaan sumberdaya usahatani dipertimbangkan berdasarkan keseluruhan kegiatan. Oleh sebab itu, anggaran disusun berdasarkan semua penerimaan dan pengeluaran usahatani. Misalnya reorganisasi atau mengusahakan usahatani baru. Sedangkan pada analisis parsial, anggaran disusun hanya dengan memperhatikan aspek yang dipengaruhi secara langsung oleh perubahan yang diusulkan. Misalnya, penggunaan teknologi atau menyisipkan suatu usaha baru.



8.1.



Perencanaan Parsial (Partial analysis)



Tujuan perencanaan parsial adalah untuk mengevaluasi akibatakibar yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi atau organisasi usahatani. Pada perencanaan parsial, yang diperhatikan adalah faktor-faktor yang ada kaitannya dengan perubahan saja. Sehingga kelebihan dari perencaan ini adalah tidak memerlukan banyak data dibandingkan dengan anggaran usahatani keseluruhan dan pengerjaannya pun lebih sederhana. Dalam melakukan perencanaan parsial, beberapa ukuran usahatani dapat dilakukan. ukuran tersebut seperti anggaran keuntungan parsial, anggaran marjin kotor, anggaran impas, anggaran arus uang tunai parsial, dan anggaran parametrik. Berikut dijelaskan beberapa contoh dari masing-masing ukuran tersebut. 1. Anggaran keuntungan parsial Dalam melakukan analisis anggaran keuntungan parsial, langkahlangkah yang dilakukan adalah: a. Menjelaskan perubahan dalam organisasi usahatani atau metode produksi, secara hati-hati dan tepat b. Mendaftar dan menghitung keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh perubahan itu. Komponen keuntungan adalah pengeluaran atau biaya yang dihemat sebagai akibat dari



92



perubahan. Atau dapat dikatakan sebagai tambahan pendapatan kotor atau penghasilan yang timbul sebagai akibat dari perubahan. Sedangkan kerugian adalah pengeluaran atau biaya tambahan ang terjadi akibat adanya perubahan atau dengan kata lain merupakan pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang dan tidak akan diterima lagi sebagai akibat dari perubahan tersebut. c. Menghitung keuntungan tambahan yg merupakan selisih antara keuntungan dan kerugian. Jika keuntungan tambahan lebih besar dari kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan maka perubahan tersebut menguntungkan dan bisa dilaksanakan. Namun, jika keuntungan lebih kecil dari kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan maka prubahan tersebut tidak menguntungkan dan tidak bisa dilaksanakan. d. Mendaftar faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan perubahan, berupa risiko perubahan, implikasi perubahan, da keterlampilan atau hal lain yang dibutuhkan. Berikut ini disajikan contoh hipotetik dari seorang petani yang berencana membeli traktor untuk mengelola usahataninya. Pembelian traktor tersebut dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya tenaga kerja yang disewa dan sekaligus memperoleh penghasilan karena dapat mengerjakan tanah orang lain. Karena keterbatasan dana yang dimiliki, maka traktor yang dibeli merupakan traktor bekas. Berikut adalah sebuah analisis anggaran yang dibuat oleh petani tersebut disajikan pada Tabel 8.1. Pertimbangan lain yang dalam perubahan yang dilakukan, antara lain: a. Pembelian traktor dapat meningkatkan ketepatan waktu kerja b. Pembelian traktor mengurangi risiko tidak adanya traktr bila diperlukan



93



c. Pembelian traktor berimplikasi pada dibutuhkannya dana pinjaman sebesar Rp 500.000 d. Petani harus menambah jam kerja sebanyak 220 jam per tahun. Tabel 8.1 Anggaran Parsial untuk Pembelian Sebuah Traktor



Berdasarkan Tabel 8.1 diketahui bahwa keuntungan tambahan yang diperoleh adalah – Rp 28.500. Artinya, kerugian yang ditimbulkan dari pembelian traktor bekas tersebut lebih besar daripada keuntungannya. Oleh sebab itu, rekomendasai yang tepat adalah rencana pembelian traktor bekas tidak direkomendasikan. Akan tetapi, rekomendasi tersebut sangat tergantung dari kehendak petani untuk memiliki traktor atau tidak. Contoh lainnya adalah anggaran parsial dapat dilihat pada Tabel 8.2, dimana perubahan yangdiusulkan adalah meningkatkan produksi sawi dengan mengurangi luas lahan yang digunakan untuk tomat. Pada lahan yang luasnya 2 hektar dapat ditanami tiga kali tanaman sawi dalam



94



setahun, tetapi hanya dua kali tanaman tomat. Tanaman-tanaman tersebut tidak ditanam secara gilir pada lahan yang sama melainkan dengan cara rotasi.



Tabel 8.2 Anggaran Parsial untuk Perubahan Perencanaan Tanaman



Berdasarkan Tabel 8.2 diketahui keuntungan yang diperoleh Rp 16.775, dimana penghasilan yang hilang akibat adanya rencana tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tambahan yang dihasilkan. Oleh sebab itu, rencana tersebut sangat direkomendasaikan secara finansial. 2. Anggaran marjin kotor Anggaran parsial yang ditunjukkan pada Tabel 8.2 dapat disusun dengan lebih sederhana dengan menggunakan anggaran marjin kotor. Penyajian yang lebih sederhana diperoleh dengan cara mengurangi biaya variabel dari pendapatan kotor tiap tanaman. Pendapatan kotor disajikan dalam Tabel 8.3 untuk tomat dan pada Tabel 8.4 untuk sawi. Kedua tabel



95



tersebut menggambarkan anggaran kegiatan yang disederhanakan untuk kedua cabang usahatani.



Tabel 8.3 Anggaran marjin Kotor untuk Tomat



Tabel 8.4 Anggaran Marjin Kotor untuk Sawi



Anggaran parsial untuk menghitung keuntungan tambahan yang diperoleh dari suatu perubahan dapat disusun dengan menggunakan marjin kotor cabang usahatani sebagai berikut :



96



Kerugian : Marjin kotor yang hilang 2 x 2 hektar tomat



Rp 25.660



Keuntungan : Tambahan marjin kotor 3 x 2 hektar sawi



Rp 42.435



Keuntungan tambahan : Rp 42.435 – Rp 25.660 = Rp 16.775 3. Anggaran impas Analisis anggaran yang menggunakan cara titik impas secara langsung dapat digunakan untuk melihat dan menentukan apakah proyek dapat memberikan manfaat atau tidak. Cara menghitung titik impas ini diawali dengan meberi tanda tertentu, dalam hal ini h untuk simbol hours atau JK untuk simbol jam kerja. Parameter yang dinyatakan dengan h ini merupakan variabel yang tidak dapat diduga secara pasti. Pada analisis ini, analisis anggaran parsial ditulis sama dengan analisis sebelumnya, hanya saja variabel yang tidak dapat diduga secara pasti tersebut dihitung dengan menggunakan parameter h. Misalnya pada bagian pengeluaran untuk bahan bakar dan perawatan atau pada keuntungan yang dapat dihemat karena adanya traktor, atau pula pada penghasilan yang diperoleh dari mengerjakan tanah milik orang lain. Bila keuntungan tambahan sama dengan nol (dalam keadaan seimbang bila keuntungan tambahan tercapai), maka parameter h dapat dihitung, yaitu 21.33 jam kerja.



97



8.2.



Perencanaan Menyeluruh (Whole Farm Planning)



Perencanaan menyeluruh memiliki beberapa pendekatan, seperti berdasarkan pengalaman petani, mulai dari apa yang akan dihasilkan hingga mengevaluasi faktor-faktor yang relative tetap pada saat akan mengusahakan atau mengorganisasi usahatani, seperti tanah, iklim, modal, keterlampilan. Perencanaan usahatani menyeluruh dilakukan dengan beberapa tahapan, seperti : 1. Meninjau/mengorganisasikan seluruh cabang usahatani *tanaman, ternak, ikan) 2. Meninjau dan menggunakan sumberdaya usahatani berdasarkan keseluruhan kegiatan 3. Anggaran disusun berdasarkan semua penerimaan dan pengeluaran usahatani, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Contoh perencanaan menyeluruh mencakup penggunaan tanah/lahan (luas tiap kegiatan, jadwal tanam, urutan tanaman),



98



penggunaan air, ketersediaan dan penggunaan tengaa kerja. Khusus ternak pertimbangkan pakan apakah di produksi sendiri atau dibeli, kebutuhan sarana produksi (jenis, jumlah, waktu), kebutuhan peralatan dan bangunan, kebutuhan modal, dan lain sebagainya. Simulasi perencanaan dapat dilakukan melalui program sederhana, program linier, program berfaktor risiko, dan penilaian investasi. Pada analisis penilaian investasi, analisis perencanaan dilakukan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu kriteria investasi digunakan, seperti analisis NPV, B/C rasio, IRR, Payback periode. Selain itu, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha dari sisi non finansial seperti kelayakan aspek teknis, komersial atau pasar, manajemen, ekonomi dan sosial, serta aspek hukum.



TUGAS KEGIATAN BELAJAR : 1. Buatlah analisis perencanaan parsial meliputi anggaran keuntungan parsial dan margin kotor pada kasus unit usahatani petani responden yang kelompok Anda pelajari!



99



CONTOH KUESIONER CABANG USAHATANI



100



KUESIONER PETANI TANAMAN SEMUSIM I.



IDENTITAS PEWAWANCARA



Nama Lengkap



:



Tanggal Wawancara



:



Waktu Wawancara



:



Tanda Tangan Pewawancara



:



II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN 1. 2. 3. 4.



Nama Umur Jenis kelamin Alamat



: ________________________ : _____ tahun : L/P :RT _____ RW_____ Desa _________________ Kecamatan _________________ Kabupaten _________________ Provinsi _________________ :



5. Pendidikan terakhir [ ] Sekolah Dasar (SD) [ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP) [ ] Sekolah Menengah Atas (SMA) [ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________ [ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________ 6. Pengalaman mengikuti pelatihan: [ ] Budidaya ____ bulan [ ] Pengolahan ____ bulan [ ] Pelatihan lainnya ____ bulan, sebutkan ________________ 7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun 8. Pekerjaan lain selain bertani: [ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS) [ ] Pedagang [ ] Pemilik warung [ ] Sebutkan ____________



101



III.



IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI



3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani Umur Hubungan Membantu No Nama L/P Pekerjaan (Th) dg KK Ustan(Y/T) 1 2 3 4 5 6 7 IV.



KARAKTERISTIK USAHATANI



4.1. Penguasaan lahan usahatani No Persil



Jenis Lahana)



Luas (Ha)



Status Penguasaanb)



Jarak dari Rumah (KM)



Jenis Tanaman



1 2 3 4 5 6 a) Isi dengan: 1 = Lahan pekarangan; 2= Lahan kering; 3=Lahan sawah; 4=Kolam; 5=Lainnya sebutkan. b) Isi dengan: 1 = Milik tanpa sertifikat; 2 = Milik dengan sertifikat; 3 = Sewa; 4 = Bagi hasil; 5 = Pinjam; 6 = Lainnya ______________



1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan: a. Harga beli lahan : Rp. …........................................... b. Luas lahan : …………….. ha 2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait : a. Periode sewa : ...................................... sampai ...................................... b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun



102



c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3. Lainnya, Sebutkan ................ d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3. Dibagi dua e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap terkait : a. Periode sakap : ...................................... sampai ...................................... b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........% pemilik) Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........% pemilik) c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difoto) 4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait : a. Periode garap : .................................................................................................. b. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........% pemilik) Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........% pemilik) c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 5. Jika status lahan gadai, a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku ......................................... ................................................................................................................................. . b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan): Nama : .................................................................................................................. Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................ c. Periode gadai : mulai .................................... sampai .......................................



103



d. Nilai gadai : Rp ................................................................................................... e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas 4.2. Penguasaan Alat dan Bangunan Jenis Alat/Bangunan



No.



Jumlah/Ukuran



Taksiran Nilai (Rp)



Kondisi sekarang



1 2 3 4 5 6 V. USAHATANI TANAMAN SEMUSIM 5.1.



Sebutkan cabang usahatani (untuk tanaman semusim) - ……………….. - ……………….. - ……………….. - ………………..



5.2.



Pola tanam dalam satu tahun (Beri penjelasan monokultur, tumpang sari atau polikutur)



September



5.3.



Agustus



Input Produksi Usahatani Input



Lahan



104



s/d



Satuan



Jumlah



Harga



Tempat Beli



Input



Satuan



Jumlah



Harga



Tempat Beli



Benih/Bibit a. ... b. ... c. ... d. ... Pupuk Kimia a. Urea/ZA b. TSP c. KCl d. NPK Pupuk Kandang Kapur Pestisida Cair a. Herbisida b. Insektisida a. Fungisida Pestisida Padat a. Herbisida b. Insektisida b. Fungisida Lainnya: a. ................... b. ................... c. ................... d. ................... 1)



1=produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5= kios desa; 6= koperasi; 7=kelompok tani



5.4. Penggunaan tenaga kerja per musim TK Dalam N Kegiatan Keluarga o a) a) Pria



1 2 3 4



Wanita



TK Luar Keluarga Priaa)



Upah



Wanitaa)



Upah



Penamanam Pemupukan Penyiangan Pemangkasan



105



N o 5 6 7



Kegiatan



TK Dalam Keluarga Priaa)



Wanitaa)



TK Luar Keluarga Priaa)



Upah



Wanitaa)



Upah



Pengendalian HPT Panen Pascapanen



Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari



5.5. Biaya usahatani lainnya per musim Jenis Biaya Satuan a. Iuran irigasi b. Sewa alat pertanian c. Sewa lahan d. Pajak tanah e. Bahan bakar f. Listrik g. Lainnya h. Total biaya lainnya 5.6. Peralatan usahatani Jenis Aset Unit a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.



106



Cangkul Kored Sabit Handsprayer Garpu/skop Pompa Ajir Mulsa Terpal Gerobak Lainnya



Jumlah



Harga/Satuan



Umur ekonomis



Nilai



Nilai(Rp)



5.7. Produksi (Output) Nama Produk 1. ........................ 2. ........................ 3. ........................ 4. ........................ Total VI.



Satuan



Jual



Kons



Benih



Total



PEMASARAN OLEH PETANI



6.1. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom jual pada poin 5.7 Jml Harga Nilai Nama Produk Pasar1 Bayar2 (kg) (Rp/kg) (Rp) 1. ....................... 2. ....................... Total Keterangan: 1) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya 2) Cara pembayaran: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya



VII.



PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA



7.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu tahun terakhir Nilai Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per No Per Penerimaan Hari Minggu Tahun Bulan 1 Gaji/Upah 2 Warung 3 4 5 6 7



107



7.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga Jenis Pengeluaran Makanan pokok Pendidikan Komunikasi/Pulsa Rokok Bahan bakar/energi/listrik Lainnya .......................... Total



108



Rupiah / Bulan



KUESIONER PETANI TANAMAN TAHUNAN I.



IDENTITAS PEWAWANCARA



Nama Lengkap Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tanda Tangan Pewawancara II. 1. 2. 3. 4.



: : : :



IDENTITAS PETANI RESPONDEN



Nama Umur Jenis kelamin Alamat



: ________________________ : _____ tahun : L/P :RT _____ RW_____ Desa _________________ Kecamatan _________________ Kabupaten _________________ Provinsi _________________ :



5. Pendidikan terakhir [ ] Sekolah Dasar (SD) [ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP) [ ] Sekolah Menengah Atas (SMA) [ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________ [ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________ 6. Pengalaman mengikuti pelatihan: [ ] Budidaya ____ bulan [ ] Pengolahan ____ bulan [ ] Pelatihan lainnya ____ bulan, sebutkan ________________ 7. Pengalaman menjadi petani: ______ tahun 8. Pekerjaan lain selain bertani: [ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS) [ ] Pedagang [ ] Pemilik warung [ ] Sebutkan ____________



109



III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI 3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani Umur Hubungan Membantu No. Nama L/P Pekerjaan (Th) dg KK Ustan(Y/T) 1 2 3 4 5 6 7 IV.



KARAKTERISTIK USAHATANI



4.1. Penguasaan lahan usahatani No Persil



Jenis Lahana)



Luas (Ha)



Status Penguasaanb)



Jarak dari Rumah (km)



Jenis Tanaman



1 2 3 4 5 6 c) Isi dengan: 1 = Lahan pekarangan; 2= Lahan kering; 3=Lahan sawah; 4=Kolam; 5=Lainnya sebutkan. d) Isi dengan: 1 = Milik tanpa sertifikat; 2 = Milik dengan sertifikat; 3 = Sewa; 4 = Bagi hasil; 5 = Pinjam; 6 = Lainnya ______________



1. Jika petani membeli lahan setelah ada tanaman, perlu ditanyakan: c. Harga beli lahan (termasuk tanaman): Rp. …........................................... d. Luas lahan : …………….. ha e. Jumlah tanaman: ……………….. pohon f. Umur tanaman: …………………tahun



110



2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait : f. Periode sewa : ...................................... sampai ...................................... g. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun h. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3. Sekaligus setelah tanaman menghasilkan 4. Lainnya, Sebutkan ................ i. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3. Dibagi dua j. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap terkait : d. Periode sakap : ...................................... sampai ...................................... e. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........% pemilik) Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........% pemilik) f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difoto) 4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait : d. Periode garap : ................................................................................................... e. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........% pemilik) Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........% pemilik) f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 5. Jika status lahan gadai, a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ .................... b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan): Nama :.....................................................................................................................



111



Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................ c. Periode gadai : mulai ..................................... sampai ........................................ d. Nilai gadai : Rp ................................................... e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas 4.2. Penguasaan Alat dan Bangunan No



Jenis Alat/Bangunan



Jumlah/Ukuran



Taksiran Nilai (Rp)



Kondisi sekarang



1 2 3 4 5 6 V.



USAHATANI TANAMAN TAHUNAN



5.1. Deskripsi Tanaman Tahunan No Blok Kebun



Umur Tan (Th)



a)



Luas (Ha)



Klonb)



Jml Pohon



Jarak Tanam (mxm)



Umurc) (Th)



Sambung Samping Klon Sumber Jumlah Btg Btg Atasd) Atase)



Produksi/Tahun Jumlah (Kg)



1 2 3 4 5 6 7 Keterangan: a) Diusahakan tanaman dicatat menurut blok umur tanaman. b) Jika campuran, sebutkan varietas atau klon yang dominan c) Umur tanaman sejak dilakukan sambung samping d) Klon batang atas anjuran e) Isi dengan 1= Dari kebun sendiri; 2=Bantuan Pemerintah; 3=Bantuan Swasta; 4=Petani lain; 5=Beli; 6=Lainnya



112



Bentuk Produk



5.2. Penggunaan input menurut blok umur tanaman No Blok Tanaman



Phn



a)



Bibit Harga/ Phn



Kg



Urea Harga/ Kg



Kg



TSP Harga /Kg



Kg



KCl Harga /Kg



P Kandang Kg Harga /Kg



1 2 3 4 5 6 Keterangan: a) Lihat nomor urut blok tanaman pada tabel sebelumnya.



5.3. Penggunaan input menurut blok umur tanaman (Lanjutan) No Blok Tanaman



Kg/Lt



Pestisida1 Harga/Kg/lt



Kg/Lt



Pestisida 2 Harga/Kg/Lt



b)



Jumlah



Harga



a)



1 2 3 4 5 6 Keterangan: a) Lihat nomor urut blok tanaman pada tabel sebelumnya. b) Cantumkan jenis input lainnya



5.4. - A.Penggunaan tenaga kerja menurut blok umur tanaman No. Blok Tanaman _______ Umur ________ Luas _________ TK Dalam TK Luar Keluarga Keluarga No Kegiatan Priaa) Wan a) Pria a) Upah Wan a) Upah 1 Penamanam 2 Pemupukan 3 Penyiangan 4 Pemangkasan 5 Pengendalian HPT 6 Panen 7 Pascapanen Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari



113



5.4. - B. Penggunaan tenaga kerja menurut blok umur tanaman No. Blok Tanaman _______ Umur ________ Luas _________ TK Dalam TK Luar Keluarga Keluarga No. Kegiatan Pria Wanita Pria Upah Wanita Upah a)



1 2 3 4 5 6 7



a)



a)



a)



Penamanam Pemupukan Penyiangan Pemangkasan Pengendalian HPT Panen Pascapanen



Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari



VI.



KEGIATAN PASCAPANEN



Jumlah yang diproses: ____________ kg No 1 2 3 4 5 6 7 8



114



Jenis Kegiatan



Jumlah (Kg)



Durasi waktu



Keterangan



VII.



PEMASARAN OLEH PETANI



7.1. Kegiatan penjualan 3 (tiga) kali penjualan terakhir Tgl Jual



Tujuan jual1)



Bentuk Prdk2)



Grade3)



Harga (Rp/Kg)



Jlh (Kg)



Sistem bayar4)



Biaya Angkut



Biaya Bongkar Muat



Biaya Karung



Keterangan: 1) 1. Pedagang pengumpul tingkat desa; 2. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan; 3. Pedagang besar; 4. Eksportir; 5. Lainnya ___________ 2) Bentuk produk sesuai dengan komoditas yang diamati 3) Isi dengan grade yang dinyatakan oleh pembeli: 4) 1. Tunai; 2. Dibayar dimuka; 3. Dibayar sebagian; 4. Lainnya _______



VIII.



PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA



8.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu tahun terakhir Nilai Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per No. Per Penerimaan Hari Minggu Tahun Bulan 1 Gaji/Upah 2 Warung 3 4 5 8.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga Jenis Pengeluaran Makanan pokok Pendidikan Komunikasi/Pulsa Rokok Bahan bakar/energi/listrik Lainnya ..........................



Rupiah / Bulan



115



KUESIONER PETERNAK I. Nama Lengkap Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tanda Tangan Pewawancara



IDENTITAS PEWAWANCARA : : : :



II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN 1. 2. 3. 4.



Nama Umur Jenis kelamin Alamat



: ________________________ : _____ tahun : L/P :RT _____ RW_____ Desa _________________ Kecamatan _________________ Kabupaten _________________ Provinsi _________________ :



5. Pendidikan terakhir [ ] Sekolah Dasar (SD) [ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP) [ ] Sekolah Menengah Atas (SMA) [ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________ [ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________ 6. Pengalaman mengikuti pelatihan: [ ] Budidaya ____ bulan [ ] Pengolahan ____ bulan [ ] Pelatihan lainnya____ bulan, sebutkan ________________ 7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun 8. Pekerjaan lain selain bertani: [ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS) [ ] Pedagang [ ] Pemilik warung [ ] Sebutkan ____________



116



III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETERNAK 3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani Umur Hubungan No Nama L/P (Th) dg KK 1 2 3 4 5 6 7 IV.



Pekerjaan



Membantu Ustan(Y/T)



KARAKTERISTIK USAHATERNAK



4.1. Identitas Usahaternak Uraian 1. Jenis Hewan Ternak 2. Luas lahan (ha) (termasuk kandang dan lahan hijauan) 3. Status lahan a. Lahan Milik b. Lahan Sewa 4. Luas Kandang (m2) 5. Sifat usahaternak (utama atau sampingan) 6. Jarak rumah ke kandang (km) 7. Sistem dan Status Pengusahaan Ternak: a. Milik Sendiri b. Bagi Hasil (membesarkan ternak orang lain)



117



1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan: a. Harga beli lahan : Rp. …........................................... b. Luas lahan : …………….. ha 2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait : a. Periode sewa : ...................................... sampai ...................................... b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3. Lainnya, Sebutkan ................ d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3. Dibagi dua e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap terkait : a. Periode sakap : ...................................... sampai ...................................... b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan.....% pemilik) Baiya tenaga kerja (...% penyakap dan ...% pemilik) c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difoto) 4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait : a. Periode garap : ........................................................................................... b. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan .......% pemilik) Baiya tenaga kerja (....% penyakap dan…%pemilik) c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 5. Jika status lahan gadai, a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku ........................................................................................................................ b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan): Nama : ........................................................................................................................ Status : 1. Petani 2. Lainnya, .................................... c. Periode gadai : mulai .......................... sampai ........................................ d. Nilai gadai : Rp ................................................... e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas



118



4.2. Aset Ternak Jenis Aset



1. Ternak a. Ayam b. Bebek c. Kelinci d. Babi e. Kambing f. Domba g. Kerbau h. Sapi i. ................



Satuan



Umur beli



Thn beli



Jml



Harga beli



Nilai beli (Rp)



Nilai sekarang (Rp)



Ekor



4.3. Aset Usaha Non-ternak Jenis aset satuan



Jml



Thn beli



Harga beli



Nilai beli (Rp)



1. Lahan m2 2. Kandang m2 a. permanen b. semi permanen 3. Peralatan: a. Cangkul b. Kored c. Garpu/skop d. Pompa air e. Selang air f. Gerobak g. Pikulan Pakan Hijauan h. Ember i. Milkcan j. Karet alas k. Golok l. Lainnya ....



119



Jenis aset



satuan



Jml



Thn beli



Harga beli



Nilai beli (Rp)



4. Kendaraan a. Mobil b. Motor c. Sepeda 5. Lainnya.... Total 4.4. Penggunaan Input Usahaternak Jenis Input Lahan Kandang Bibit Pakan a. Pabrikan (konsentrat) .................. b. Hijauan c. Dedak d. Bungkil e. Ampas tahu f. .................... Vitamin a. .................... b. .................... c. .................... Antibiotik a. ..................... b. ..................... c. ..................... Desinfektan



120



Satuan m2 m2 Ekor



Jumlah



Harga/Satuan



Tempat beli1)



Jenis Input



Satuan



Jumlah



Harga/Satuan



Tempat beli1)



....................... Air untuk ternak dan kandang Listrik untuk ternak dan kandang Lainnya: a. ................... b. ................... 1=Produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5= koperasi; 6=kelompok tani



2)



4.5. Penggunaan Tenaga Kerja TK Dalam Keluarga No Kegiatan Priaa) Wanita a)



1 2



3



4



TK Luar Keluarga Pria a)



Upah



Wanita



Upah



a)



Pembersihan Kandang Mencari Pakan (Hijauan) Pemerahan (untuk Sapi atau kambing) atau mengutip Telur. Pemeliharan (chek kesehatan, inseminasi buatan, memberi



121



No



Kegiatan



TK Dalam Keluarga Priaa) Wanita



TK Luar Keluarga Pria a)



Upah



a)



5 6



Wanita



Upah



a)



makan dan vitamin) Panen Pasca Panen



Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari



4.6. Biaya Lainnya Jenis Inseminasi Buatan Sewa alat Biaya angkut Biaya pengemasan Biaya retribusi Biaya pajak Biaya lainnya .......... Total 4.7. Produksi (output) Produk 1. ........................



Rp/ekor



Satuan



Rp/siklus



Jual



Kons



Siklus/tahun



Bibit



Total



2. ........................ 3. ........................ 4. ........................... Total *) Nama Produk disesuaikan dengan ternak yang diusahakan (Mis: Ayam/bebek, telur, Sapi, Kambing, Susu), Peternak menjual hewan ternak hidup jarang mengolahnya lebih lanjut, kecuali produk seperti telur asin dan susu olahan.



122



4.8. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom jual pada poin 4.7) Jml Harga Nilai Nama Produk Pasar1 Bayar2 (Ekor) (Ekor/kg) (Ekor) 1. .................. 2. .................. 3. .................. 4. .................. Total Keterangan: 3) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya 4) Cara pembayaran: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya



V.



PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA



5.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu tahun terakhir Nilai Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per No Per Penerimaan Hari Minggu Tahun Bulan 1 Gaji/Upah 2 Warung 3 4 5 6 7



123



5.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga Rupiah / Bulan



Jenis Pengeluaran Makanan pokok Pendidikan Komunikasi/Pulsa Rokok Bahan bakar/energi/listrik Lainnya .......................... Total



124



KUESIONER PERIKANAN BUDIDAYA I. Nama Lengkap Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tanda Tangan Pewawancara



IDENTITAS PEWAWANCARA : : : :



II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN 1. 2. 3. 4.



Nama Umur Jenis kelamin Alamat



: ________________________ : _____ tahun : L/P :RT _____ RW_____ Desa _________________ Kecamatan _________________ Kabupaten _________________ Provinsi _________________ :



5. Pendidikan terakhir [ ] Sekolah Dasar (SD) [ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP) [ ] Sekolah Menengah Atas (SMA) [ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________ [ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________ 6. Pengalaman mengikuti pelatihan: [ ] Budidaya ____ bulan [ ] Pengolahan ____ bulan [ ] Pelatihan lainnya____ bulan, sebutkan ________________ 7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun 8. Pekerjaan lain selain bertani: [ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS) [ ] Pedagang [ ] Pemilik warung [ ] Sebutkan ____________



125



III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI 3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani Umur Hubungan No. Nama L/P (Th) dg KK 1 2 3 4 5 6 7 IV.



Pekerjaan



Membantu Ustan(Y/T)



KARAKTERISTIK USAHATANI



4.1. Profil Usaha Perikanan Budidaya Uraian 1. Jenis Ikan 2. Luas kolam (ha) 3. Status kolam (ha) a. Kolam Milik b. Kolam Sewa c. Kolam Sakap/Bagi hasil d. Lainnya .......................................... 4. Sifat usaha (utama atau sampingan) 5. Jarak rumah ke kolam (km) 6. Pola tanam per tahun 7. Tipe usaha perikanan (monokultur/TS) 1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan: a. Harga beli lahan : Rp. …........................................... b. Luas lahan : …………….. ha 2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait : a. Periode sewa : ................................... sampai ......................................



126



b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3. Lainnya, Sebutkan ................ d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3. Dibagi dua e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap terkait : a. Periode sakap : ...................................... sampai ...................................... b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan .......% pemilik) Baiya tenaga kerja (....% penyakap dan ..% pemilik) c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difoto) 4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait : d. Periode garap : .......................................................................................... e. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik) Biaya saprodi (......% penyakap dan ....% pemilik) Baiya tenaga kerja (..% penyakap dan.....% pemilik) f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon kontrak difotocopy) 5. Jika status lahan gadai, a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku ........................................................................................................................ b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan): Nama :...................................................................... Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................ c. Periode gadai : mulai ................................ sampai .............................. d. Nilai gadai : Rp ................................................... e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas 4.2. Aset Usaha Perikanan Jenis Aset Satuan Tahun beli 1. Kolam 2. Bangunan 3. Peralatan:



Unit Harga/Satuan Nilai(Rp)



127



Jenis Aset



Satuan Tahun beli



Unit Harga/Satuan Nilai(Rp)



a. Cangkul b. Kored c. Sekop d. Jaring e. Seser/serok f. Pompa air g. Terpal h. Gerobak i. Keramba j. Jeriken k. Ember l. Lainnya .... 4. Kendaraan a. Mobil b. Motor c. Sepeda 5. Bak Penampungan 6. Lainnya.... Total 4.3. Penggunaan Input Usahatani Jenis Input Kolam Benih/Bibit Pakan: a. Pelet b. Dedak c. Pakan lain............. Pupuk Kandang Vitamin Kapur Obat Cair



128



Satuan m2



Jumlah



Harga/Satuan



Tempat beli1) -



Jenis Input



Satuan



Jumlah



Harga/Satuan



Tempat beli1)



Obat Padat Lainnya: a. ................... b. ................... 1=Produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5= koperasi; 6=kelompok tani



1)



4.4. Penggunaan Tenaga Kerja TK Dalam Keluarga No Kegiatan Priaa) Wanita a)



1 2 3 4 5



6 7 8



TK Luar Keluarga Pria



Upah Wanita Upah



a)



a)



Persiapan kolam Penebaran benih Pengelolaan air Pemberian pakan Pemberantasan Hama dan Penyakit Pemeliharaan kolam Panen Pascapanen



Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari



4.5. Biaya Lainnya Jenis Biaya Sewa alat Biaya angkut Biaya pengemasan Biaya retribusi Biaya pajak Biaya lainnya ..........



Rp/Siklus



Siklus/th



129



4.6. Produksi (output) Nama Produk 1. ........................ 2. ........................ 3. ........................ 4. ........................ Total



Satuan



Jual



Kons



Benih



Total



4.7. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom jual pada poin 4.6) Jml Harga Nilai Jenis Output Pasar1 Bayar2 (kg) (Rp/kg) (Rp) 1. ....................... 2. ....................... 3. ....................... Total Keterangan: 1) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya 2) Cara bayar: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya



V.



PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA



5.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu tahun terakhir Nilai Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per No. Per Penerimaan Hari Minggu Tahun Bulan 1 Gaji/Upah 2 Warung 3 4 5 6 7



130



5.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga Jenis Pengeluaran Makanan pokok Pendidikan Komunikasi/Pulsa Rokok Bahan bakar/energi/listrik Lainnya .......................... Total



Rupiah / Bulan



131



DAFTAR PUSTAKA Amandasari M. 2013. Pendapatan Usahatani jagung Manis di desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Asmarantaka RW. 2007. Analisis Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman pangan di Provinsi Lampung. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian. Vol 1 No 1 Juni 2007. Bayu, K. 2001. Agribisnis. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta. Beneke, R.R. and r. Winterboer. 1973. Linear Programming Applications to Agriculture. Iowa State University Press. Ames Iowa. Kementerian Pertanian. 2013. Booklet Sensus Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian Republik Indonesia Calkins, P.H., D.D. Dipietre. 1983. Farm Business Management : Successful Decisions in a Changing Environment. Macimilan Publishing Co, Inc. Deborah, T.S (Yearbook Editor). 1989. Farm Management. How to Achieve Your Farm Business Goals. Doll, J.P, F. Orazem. 1984. Production Economics Theory with Applications. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. Efferson, J.N. 1953. Principles of Farm Management. Mc Graw Hill Book Co. New York. Halcrow, H.G. 1981. Economics of Agriculture. Mc. Graw Hill International Book Co. New York. Harsh, S.B., L.J. Connor and G.D. Schwab. 1981. Managing the Farm Business. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs New Jersey. Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta Pratica, D dan Fariyanti, A. 2017. Pendapatan Usahatani bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Forum Agribisnis



132



Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Penerbit Universitas Brawijaya (UB Press). Malang Suratiyah, Ken. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI PRESS). Jakarta. Soekartawi, A. Soehardjo, J.L. Dillon, J.B. Hardaker. 1986. Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.



133



BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Panti (Pasaman, Sumatera Barat), 8 Februari 2018. Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis menyelesaikan program S1 Agribisnis IPB dalam kurun waktu 3 tahun 6 bulan. Saat penulis masih menjalani studi di semester 7 program S1, penulis juga terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister Sains Agribisnis, Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor melalui program akselarai S1 dn S2 (Fast track). Tahun 2014-2017 penulis tercatat menjadi dosen honorer Institut pertanian Bogor dan ditempatkan di unit kerja Departemen Agribisnis FEM IPB. Terhitung Maret 2018, penulis resmi menjadi salah satu staf pengajar di Departemen Agribisnis melalui rekruitmen dosen CPNS tahun 2017 dan menjadi bagian dari Divisi Kebijakan Agribisnis. Penulis terlibat di beberapa mata kuliah sebagai tim pengajar, seperti pada mata kuliah Usahatani, Pembiayaan Agribisnis, Metode Kuantitatif Bisnis 1 dan 2, Peramalan Bisnis, dan Pengantar Kewirausahaan. Sebagai dosen penulis juga aktif terlibat dalam beberapa penelitian. Beberapa riset yang pernah dilakukan anatara lain adalah Distribusi Beras di Indonesia, tahun 2018; Model Pembiayaan Mikro untuk Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Petani, tahun 2016; Struktur Biaya dan Tingkat Harga Kewajaran Cabai dan Bawang Merah pada Tiap Level Rantai Pemasaran, tahun 2016; Global Value Chains Cacao and The Role of Indonesia in International Market, tahun 2016; Kebutuhan dan Skim Pembiayaan pada Rantai Pasok Kopi di Provinsi Lampung, tahun 2015. Selain itu, penulis juga aktif melakukan penulisan ilmiah dan telah dipublikasikan di beberapa prosiding dan jurnal ilmiah. Modul Usahatani ini merupakan buku pertama yang ditulis dan diterbitkan.



134