Mtu A01 2019 03 P2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS Pembibitan dan Penetasan Ayam Broiler



Oleh : Kelas : A Kelompok : 1



Brigita Utami Luthfiana



200110170003



Astri



200110170069



Muhammad Wildan Naufaldi



200110170113



Hary Pari Swara



200110170140



Dian Ariyani Widiastuti



200110170179



Zukhrif Aulia Fitri Farhani



200110170196



FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2019



I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Sektor peternakan unggas merupakan sektor yang menjanjikan pada saat ini



karena produknya quick yielding (cepat menghasilkan) dan mengandung nilai gizi tinggi. Komoditas unggas terutama ayam banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Harga yang terjangkau serta kandungan gizi yang baik menjadi salah satu faktor utama unggas sangat digandrungi oleh masyarakat. Performans yang baik pada unggas akan tampak, apabila faktor genetik dan lingkungan pemeliharaannya juga baik. Manajemen merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu proses pemeliharaan. Salah satu yang mempengaruhi produktivitas ayam ialah bibit, meskipun disamping itu terdapat faktor lain seperti pakan dan manajemen pemeliharaan. Pada dasarnya, bibit, pakan maupun manajemen merupakan faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan. Bibit yang baik akan menghasilkan ayam yang baik pula. Kualitas bibit harus ditunjang oleh keberhasilan penetasan. Penetasan memiliki peranan penting dalam menghasilkan ayam yang berkualitas. Pada saat masa-masa penetasan merupakan masa-masa krusial karena tergantung dari fertilitas telur yang ditetaskan dan daya tetas yang dihasilkan berdasarkan dari manajemen pembibitan (breeding) dan manajemen penetasan (hatchery). Dengan demikian makalah ini dibuat untuk mengetahui manajemen pembibitan dan penetasan yang baik dan benar agar dapat menghasilkan ayam dengan kualitas dan mutu yang baik bagi konsumen.



1.2



Identifikasi Masalah



(1)



Bagaimana persiapan kandang dan peralatan kandang untuk ayam broiler sebelum datang.



(2)



Bagaimana manajemen penerimaan DOC (day old chick).



(3)



Bagaimana manajemen pemeliharaan ayam broiler pada berbagai periode.



(4)



Bagaimana seleksi bibitunggul ayam broiler.



(5)



Apa saja jenis-jenis penetasan.



(6)



Apa saja keuntungan dari masing-masing cara penetasan.



(7)



Apa yang dimaksud dengan fertilitas pada penetasan dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.



(8)



Apa yang dimaksud dengan daya tetas dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.



(9)



Bagaimana seleksi telur tetas



(10)



Bagaimana penanganan telur tetas sebelum ditetaskan



(11)



Bagaimana tatalaksana penetasan dan hal apa saja yang harus diperhatikan.



1.3



Maksud dan Tujuan



(1)



Mengetahui persiapan kandang dan peralatan kandang untuk ayam broiler sebelum datang.



(2)



Mengetahui manajemen penerimaan DOC (day old chick).



(3)



Mengetahui manajemen pemeliharaan ayam broiler pada berbagai periode.



(4)



Mengetahui seleksi bibitunggul ayam broiler.



(5)



Mengetahui jenis-jenis penetasan.



(6)



Mengetahui keuntungan dari masing-masing cara penetasan.



(7)



Mengetahui yang dimaksud dengan fertilitas pada penetasan dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.



(8)



Mengetahui yang dimaksud dengan daya tetas dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.



(9)



Mengetahui seleksi telur tetas.



(10)



Mengetahui penanganan telur tetas sebelum ditetaskan.



(11)



Mengetahui tatalaksana penetasan dan hal apa saja yang harus diperhatikan.



II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Penetasan Ayam Penetasan dapat dilakukan baik secara alami maupun buatan.Tingkat



keberhasilan antara penetasan alami dan penetasan buatan dipengaruhi oleh beberapa factor. Keberhasilan penetasan buatan tergantung banyak faktor antara lain telur tetas, mesin tetas dan tata laksana penetasan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan produktifitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik sesuai dengan rekomendasi untuk strain atau jenis ayam, umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu, bentuk telur harus normal, sempurna lonjong dan simetris, seragam, berat 35 – 50 gram (Suprijatna dkk, 2005). Fumigasi mesin tetas merupakan suatu langkah awal yang penting pada proses penetasan telur untuk mencegah timbulnya penyakit menular melalui penetasan. Daya tetas telur yang mendapat perlakuan fumigasi lebih tinggi dari pada yang tidak (Siregar, 1975). Bahan yang tepat dipergunakan untuk fumigasi adalah formalin yang dicampur dengan KMnO4, dengan dosis pemakaian 40ml formalin + 20gram KMnO4 digunakan untuk ruangan bervolume 2,83 m3 (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Fumigasi telur sangat penting karena kerabang telur mengandung banyak bakteri maupun parasit karena pada proses penetasan, baik temperatur maupun kelembaban sangat sesuai dengan kebutuhan bakteri dan kapang, sehingga bakteri dan kapang yang hidup pada proses penetasan akan berkembang biak dengan cepat (Mahfudz, L.D., 1998). Fumigasi dilakukan pada saat telur akan diletakan di dalam mesin tetas dengan teknik dan dosis fumigasi yang sesuai, fumigasi telur tetas yang



tidak tepat dapat merusak kutikula telur, sehingga penguapan telur dengan densifektan (KMnO4 sebanyak 17,5 gram dan formalin 40% sebanyak 35 ml) merupakan salah satu cara mengurangi kerusakan kutikula (Srigandono, 1997). Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan bila tersedia temperatur dalam mesin tetas yang baik pada hari ke – 1 sampai ke – 18 yaitu 101oF (38,33o C) (Paimin, 2012). Temperatur yang baik pada saat persiapan penetasan yaitu sebaiknya diturunkan suhunya hingga 98,8oF pada hari ke – 19 hingga hari ke – 21 (Rahayu dkk., 2011). Kelembaban pada mesin penetasan yang baik pada hari ke – 1 hingga hari ke – 18 yaitu 50 – 60 % (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Kelembaban yang baik pada hari ke – 19 sekitar 55 – 60% serta hari ke 20 – 21 kelembaban sekitar 80% (Rahayu dkk., 2011). Apabila gas CO2 ini terlalu banyak, mortalitas embrio akan tinggi dan menyebabkan daya tetas telurnya rendah (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Pemutaran telur tetas yang baik dapat menghindarkan dari terjadinya penempelan embrio pada kerabang yang diakibatkan oleh temperatur yang tidak merata, pemutaran dilakukan sampai umur 18 hari selama proses pengeraman (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Candling dilakukan setelah telur melewati masa kritis pertama. Masa kritis merupakan waktu yang sangat penting dalam proses pembentukan dan perkembangan embrio selama telur ditetaskan. Masa kritis pertama yang terjadi pada hari ke 1 hingga ke 3 setelah telur dimasukkan ke dalam mesin tetas (Sudjarwo, 2012). Pull chick adalah proses pengeluaran dan pengumpulan DOC dari mesin hatcher ke ruang pull chick. Pulling the hatch adalah proses pengeluaran dan



pengumpulan DOC dari mesin hatcher ke ruangan pull chick pada hari ke – 21(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).



2.2



Pembibitan Ayam Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan



keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam galur murni, ayam pembibit Great Grand Parent Stock atau ayam bibit buyut, ayam pembibit Grand Parent Stock, ayam pembibit parent stock atau ayam induk. Ayam pembibit yang sering digunakan adalah Ross, Cobb, dan Hubbard. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso dan Sudaryani (2011), menyatakan bahwa strain ayam yang populer di Indonesia adalah Cobb, Ross, Lohman meat, Hubbard, Hybro dan AA plus. Ayam pembibit yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain: mata jernih, bulu halus dan mengkilap, kondisi fisik sehat, kaki normal, dan dapat berdiri tegak tampak segar dan aktif, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dalam pemeliharan. Hal ini sesuai dengan pendapat Permentan ( 2011) yang menyatakan bahwa ayam pembibit harus dari ayam yang sehat, memiliki keterangan asal DOC, memenuhi syarat-syarat kesehatan hewan dari pihak berwenang serta bibit yang digunakan bebas dari penyakit yang menular. Manajemen pemeliharaan menjadi 3 periode berdasarkan umurnya yaitu periode starter, grower dan layer. Menurut (Nugroho et al., 2012). Ayam periode starter sampai grower merupakan fase yang harus diperhatikan karena akan mempengaruhi terhadap produksi telur. Pemeliharaan ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yaitu tingkat kematian serendah mungkin, kesehatan ternak



baik,keseragan bobot badan merata. Untuk mencapai hal-hal tersebut ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam pemeliharaan ayam pembibit yaitu perkandangan dan peralatan serta persiapannya, pemeliharaan masa awal dan akhir,



pemberian



pakan,



pencegahan



dan



pemberantasan



penyakit



dan



pengelolaan.Pemeliharaan ayam selama periode grower meliputi kebutuhan ruang (kandang), kebutuhan pakan dan minum, kontrol berat badan, seleksi ayam dan pencegahan penyakit (Sudaryani dan Santosa, 2000). Tujuan dari pemeliharaan ayam pembibit adalah untuk dapat menghasilkan telur berkualitas yang memiliki daya tetas yang tinggi. Parent stock dipelihara untuk tujuan utama adalah menghasilkan final stock yang berkualitas baik. (Yaman, 2010). Pembibitan terdiri atas tiga tipe, tipe ayam petelur, ayam pedaging dan tipe dwiguna dari tipe tersebut untuk di Indonesia tipe ayam pedaging dan tipe dwiguna lebih di kenal (Rahayu dkk., 2011). Pemilihan bibit dilakukan dengan menyeleksi anak ayam yang berasal dari indukan yang sehat, kondisi mata cerah,bergerak aktif dan tidak cacat fisik. Ciriciri bibit ayam yang baik adalah sehat, bergerak aktif, kaki berwarna merah muda, bulu bersih dan anus bersih (Fatah, 2010). Keberhasilan dari pemeliharaan ayam pembibitan dilihat dari tiga pilar pertama kualitas bibit genetika, pakan dan didukung dengan manajemen yang baik (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Pemilihan strain yang tepat dilihat dari kemampuan induk menghasilkan telur, daya tetas, dan daya tahan tubuh yang baik terhadap lingkungan (Rahayu dkk., 2011).



III PEMBAHASAN



3.1



Manajemen Pembibitan Pada usaha peternakan ayam, keberhasilan pemeliharaan adalah bermula dari



digunakannya bibit yang baik, yaitu yang pertumbuhannnya cepat dan produksi telurnya tinggi serta terbebas dari bibit penyakit. Bibit yang baik akan diperoleh dari perusahaan peternakan pembibitan yang melaksanakan prinsip-prinsip manajemen pembibitan yang benar. Manajemen ayam pembibitan pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan ayam petelur komersil, yaitu untuk tujuan menghasilkan telur setinggi – tingginya. Namun terdapat perbedaan prinsip dalam hal biologis telur, yaitu telur yang dihasilkan peternakan pembibitan selain harus tinggi produksinya juga harus menghasilkan telur dengan fertilitas dan daya tetas yang tinggi pula. Selain itu, juga telur harus terbebas dari berbagai bibit penyakit yang dapat ditularkan induk melalui telur yang dapat menular kepada bibit anak ayam hasil tetasan. 3.1.1 



Fase pemeliharaan Fase Brooding 1. Persiapan kandang Kandang dibersihkan dari kotoran, kemudian disucihamakan dengan menggunakan insektisida. Setelah serangga dan kutu mati, kandang dan peralatan lain dicuci dengan air biasa lalu bagian bagian kandang yang rusak diperbaiki. Setelah kandang bersih dan kering disucihamakan lagi dengan formalin 10%. Pasang peralatan kandang yang sudah dibersihkan . Taburkan



kapur diatas lantai secara tipis dan merata. Taburkan sekam dengan ketebalan kurang lebih 10 cm. Setelah brooder, feeder tray, tempat minum,chickguard) semprot dengan textrol/sarakill dosis 1: 250. Tiga hari sebelum DOC datang kandang difumigasi khususnya untuk sistem litter disemprot dengan formalin 10% kemudian kandang ditutup. 2. Persiapan penerimaan DOC Sehari seblum DOC datang, kandang dibuka dan blower dijalankan agar sisa bahan fumigasi yaitu formalin bisa terbuang keluar. Pemanas dicoba untuk dinyalakan. Dua jam sebelum DOC datang, siapkan air minum yang dicampur dengan antibiotik.Timbang ransum sesuai dengan program yang telah ditentukan dan dihitung sesuai dengan jumlah DOC tiap broodernya. Sebelum DOC datang, brooder dinyalakan agar suhu di dalam kandang merata. Masukan tempat air minum yang telah diisi larutan antibiotik. 3. Saat DOC Datang Hitung jumlah jantan dan betina. Sebelum dimasukan ke dalam brooder house, sebaiknya dilakukan vaksinasi ND + IB dengan cara disemprotkan ke arah mata dan hidung. Kemudian diamkan sekitar satu jam, selanjutnya tutp boks dibuka. Masukan dan hitung jumlah DOC, untuk tiap brooder. Serta catat jumlah ayam yang mati/afkir dari tiap boks.Apabila DOC telah minum semuanya (2-3 jam), masukan tempat ransum ke dalam brooder. Perlu diingat bahwa ransum yang diberikan tidak boleh terlalu banyak karena masih proses belajar. DOC masih mempunyai cadangan dari kuning telur. 4. Pemeliharaan dalam kandang



Kandang dewasa dan DOC sebaiknya terpisah sekitar 90 m. Kandang betina dan jantan pun harus dipisah sampai fase grower. Kebutuhan pemanas untuk ayam bibit pedaging 450 ekor /brooder. Apabila anak ayam telah tumbuh sempurna maka pemanas tidak dibutuhkan lagi. Perubahan temperatur yang tiba tiba, ventilasi kandang yang kurang baik, pemberian ransum yang jelek kualitasnya dan suara berisik membuat DOC rentan stress. Oleh karena itu pengawasan pada periode ini harus lebih ketat dan pastikan semua berjalan normal.



5. Ransum Starter Penyediaan ransum harus ditabur sampai anak ayam bisa makan. Satu tempat pakan untuk 100 ekor anak ayam. Cahaya dalam kandang harus cukup sehingga memungkinkan anak ayam bisa melihat ransu dengan baik. Taruh tempat pakan di luar tudung pemanas agar ransum tidak terlalu kering. Anak ayam masih dalam tahap belajar makan sehingga kadang sulit makan. Pemberian ransum harus bertahap yaitu sedikit demi sedikit tapi sesering mungkin.



6.



Pencegahan penyakit Untuk mencegah timbulnya penyakit yang dibawa dari luar kandang maka



semua yang akan masuk ke lingkungan pembibitan harus disucihamakan. Orang yang masuk ke areal peternakan harus bersih agar tidak membawa kuman yang membahayakan ayam. Disamping hal hal tersebut untuk pencegahan penyakit juga dilakukan program vaksinasi yang berbeda tiap perusahaan. Dengan pencegahan penyakit ini angka kematian biasanya menjadi cukup rendah. Angka kematian dibawah 5% artinya cukup baik. 7.



Pemotongan paruh, Jengger dan Jari Kaki Bagian Belakang Dubbing yaitu pemotongan jengger pada anak ayam jantan yang fungsinya



agar tidak menghalangi mata yang dapat mengganggu dalam perkawinan yang nantinya akan menurunkan fertilitas. Debeaking yaitu pemotongn paruh yang biasanya dilakukan antara umur 6 – 9 hari untuk mengefisienkan penggunaan ransum dan tidak terjadi kanibalisme. Males Toe Clipped yaitu pemotongan pada jari kaki bagian belakang agar tidak melukai punggung betina pada saat kawin.







Fase Grower 1.



Persiapan Kandang Bangunan kandangnya sama seperti bangunan kandang untuk petelur



komersil tetapi apabila temperatur terlalu tinggi maka produktivitas nya akan menurun. Untuk daerah yang agak panas sebaiknya dilengkapi dengan blower dan cooling pad untuk mengatur kecepatan angin serta temperatur dalam kandang. Kedua sisi kandang tertutup. Perlengkapan tempat ransum bisa digunakan yang otomatis atau hanging feeder dan tempat minum bisa digunakan nipple atau hanging waterer. 2.



Ransum Pada fase grower pemberian makanan sangat menentukan target berat



badan yang akan dicapai, sehingga program pemberian makanan perlu dilaksanakan dengan hati-hati. Biasanya sistem pemberian pakan dilakukan dengan sistem (restricted feeding). Ransum yang digunakan untuk fase ini mengandung energi metabolism 2900 kkal/kg dengan protein 15%. Selain protein, keseimbangan asam asam amino juga perlu dipertimbangkan. 3.



Pemeliharaan jantan dan betina Untuk ayam tipe pedaging seleksi sudah bisa dilakukan pada saat ayam



berumur 6-8 minggu. Untuk jantan yang pertumbuhannya lambat (kecil) sebagiknya segera diafkir. Jantan yang besar dengan kaki yang kokoh dijadikan calon pejantan. Sebelum mulai berproduksi perlu diseleksi kembali calon penjantan atau induk betina. 4.



Program pencegahan penyakit



Jika ayam belum memiliki kekebalan terhadap penyakit coccidiosis segera keluarkan dari kelompoknya walaupun sudah mulai bereproduksi. Usahakan ayam sudah bebas dari penyakit cacing sejak periode grower sehingga pada periode breeding sudah tidak ada masalah lagi.  Fase Produksi 1. Kandang dan perlengkapan Lantai kandang sebaiknya terbuat dari tembok, agar mudah dibersihkan dan mencegah perkembangan penyakit. Kelembaban litter sekitar 20-25%, cahaya yang cukup terang perlu diperhatikan dengan baik. Luas lantai kandang untuk ayam bibit harus lebih luas dibandingkan dengan untuk ayam petelur komersil. Selain dapat diperlihara dalam kandang dengan sistem slat, ayam petelur pembibit juga dapat dipelihara dalam kandang dengan litter. Dengan sistem litter biaya kandang menjadi lebih murah dan umumnya lebih banyak dipergunakan oleh para peternak. Litter yang bersih dan kering pada pemeliharaan ayam bibit ini sangat penting. Selain ayam lebih sehat juga mencegah agar kaki ayam tidak kotor. Jika kotor akan mengotori sarang dan telur . Perlengkapan kandang yang harus ada pada kandang ayam petelur bibit yaitu tempat ransum yang sederhana. Umumnya untuk betina memakai grill yang tujuannya agar jantan tidak bisa makan ditempat ransum betina karena dengan adanya grill kepala jantan tidak bisa masuk. Begitu pula tempat ransum jantan tidak bisa digunakan oleh betina karena digantung lebih tinggi. Tempat minum gunakan niple atau tempat minum yang digantung. Sarang,



sarang biasanya ditempatkan di bagian tengah kandang dan bahan yang digunakan dari kayu atau logam. 2.



Pengelolaan Pejantan Agar Fertilitas Telur Tinggi Ayam jantan bisa kawin anatara 10-30 kali/hari, tergantung kepada



adanya kompetisi antara pejantan dalam kandang, jumlah betina yang tersedia, social order, temperatur lingkungan, cahaya dan lainnya. Pejantan akan lebih banyak kawin dengan betina yang agresif dibandingkan dengan betina yang penakut. 3.



Ransum Ransum yang biasa digunakan mengandung protein 15 % dan energi



metabolis 2900 kkal/kg. Ransum tidak diberikan secara adlibitum tetapi secara terbatas atau dengan sistem jatah yang disertai puasa. Tujuan pemberian ransum cara terbatas yaitu agar ayam yang dipelihara tidak terlalu gemuk. Kecenderungan menjadi gemuk ini lebih banyak terjadi pada ayam tipe medium dan tipe berat, dibandingkan dengan ayam petelur tipe ringan. 4. Recording (Pencatatan) Untuk memperoleh gambaran tentang kondisi perusahaan, meliputi produksi telur, jumlah konsumsi ransum, program vaksinasi, berat badan, jumlah angka kematian,jumlah ayam yang diafkir, jumlah telur yang pecah,jumlah floor egss. 3.1.2 Sistem Perkawinan Ayam jantan bisa kawin antara 10 – 30 kali sehari tergantung kepada adanya kompetisi antara pejantan dalam kandang, jumlah betina yang tersedia, social order, temperatur lingkungan, cahaya, dan lain lain. Pejantan akan lebih banyak kawin



dengan betina yang agresif dibandingkan dengan betina yang penakut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses perkawinan sebagai berikut : 1. Berat Badan Pejantan Pejantan sebaiknya tidak terlalu gemuk. Badan yang gemuk bisa memperla,bat proses perkawinan dan bisa menurunkan jumlah telur fertil. Untuk itu, pada masa breeding kualitas pejantan harus diperhatikan. Perbandingan antara jantan dan betina untuk berbagai tipe ayam berbeda beda.



2. Pejantan harus ada kesempatan exercise Pejantan harus ada kesempatan berolahraga yang bermanfaat untuk mengindusir perkawinan. Misalnya tempat ransum yang lebih tinggi agar pejantan ketika mengambil ransum harus loncat atau menegakan tubuh 3. Bengkak pada telapak kaki Sering menjadi kendala pada perkawinan pembengkakan biasanya disebabkan karena lantai kandang keras. Adanya gangguan kaki umumnya akan menurunkan angka telur fertil yang dihasilkan. 4. Penggantian pejantan Setelah melalui siklus produksi tertentu, fertilitas pada ayam petelur akan menurun. Biasanya peternak mengadaka pergantian pejantan yang tua dengan



yang masih muda. Penggantian ini biasanya dilakukan setelah ayam tersebut berproduksi selama 2/3 (8 bulan) dari periode produksi. Cara ini memang akan menambah fertilitas tetapi juga akan menambah biaya produksi (untuk memelihara pejantan cadangan) karena itu tidak dianjurkan. 5. Pejantan tidak mau kawin Apabila lantai kandang menggunakan lantai slat dan litter/wire, sering dijumpai ada beberapa pejantan yang tetap tinggal pada bagian slat atau wire sehingga tidak terjadi perkawinan denga betina yang berada pada bagian lantai litter. Untuk mengatasinya dapat memindahkan ranusm ke bagian litter agar pejantan bisa berkumpul dengan betina.



3.1



Penetasan 1) Penanganan Telur Tetas Telur yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan untuk ditetaskan segera



dimasukkan kedalam mesin tetas. Namun, bila terpaksa harus disimpan terlebih dahulu, penyimpanannya harus benar dan ditempat yang memenuhi persyaratan. Telur tidak boleh disimpan lebih dari satu minggu untuk mempertahankan daya tetasnya. Bebrapa hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan daya tetas telur adalah sebagai berikut : 1. Temperature penyimpanan. Sebaiknya temperature ruang penyimpanan tidak lebih tinggi dari pada temperature untuk perkembangan embrio. Apaila temperature ruangan tempat penyimpanan diatas temperature perkembangan embrio maka telur tetas yang disimpan jika telah dibuahi akan berkembang. Oleh karena itu , ruangan penyimpanan telur harus berkisar 65oF (18,3oC).



2. Kelembaban penyimpanan. Selama penyimpanan dari bagian dalam telur akan terjadi penguapan yang menyebabkan rongga udara dalam telur manjadi besar. Untuk mencegah penguapan ini dilakukan dengan meningkatkan kelembaban penyimpanan. Kelembaban penyimpanan telur yang baik yaitu 75-80%. 3. Lama penyimpanan. Bila telur terlalu lama disimpan makan daya tetas akan menurun. Oleh karena itu, biasanya telur ditetaskan dalam 2 kali perminggu. Untuk penetasan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari. 4. Posisi telur selam penyimpanan. Telur sebaiknya ditempatkan pada egg tray dengan bagian tumpl ditempatkan disebelah atas. Hal ini untuk menjaga agar ruang udara dalam telur tetap pada tempatnya. 5. Pemutaran telur selama penyimpanan. Telur yang disimpan lebih dari 1 minggu sebaiknya diputar dengan total pemutara 90o. 6. Ruang tempat penyimpanan telur tetas tidak boleh terkena angina langsung. 7. Tiak setiap orang diperkenankan memegang telur tetas yang disimpan, terutama bila tangan dalam keadaan kotor. Jika telur tetas akan dikeluarkan di tempat penyimpanan dan akan dimasukkan kedalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi atau pengembunan pada permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelembaban yang tinggi dan temperature yang rendah selama penyimpanan. Titik-titik air ini perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri didalamnya yang dapa menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetasnya. Kondensais dapat dihilangkan dengan mengurangi



kelembaban penyimpanan sesaat sebelum telur



dikeluarkan dan meningkatkan temperature ruangan penyimpanan agar menguap dengan cepat. Sebelum masuk kedalam mesin tetas, telur tetas harus mengalami pemanasan dulu pada temperature 23,9oC selama 6-8 jam untuk merangsang pertumbuhan embrio. Jika telur dari ruang penyimpanan langsung dimasukkan kedalam mesin tetas maka temperature mesin tetas akan segera turun. Hal ini akan menyebabkan telur yang telah berada dalam mesin tetas menjadi lambat menetas. 2) Fumigasi Mesin dan Telur Tetas Sebelum dan sesudah digunakan, mesin tetas harus selalu bersih dan disuci hamakan atau di fumigasi.fumiagsi yang paling mudah adalah dengan gas formalidehide, dengan mencampur kalium permanganate (KMnO4) Kristal dengan larutan formalin 40%. Gas yang dihasilkan adalah gas formaldehyde yang sangat efektif untuk menyuci hamakan ruangan. Agar diperoleh hasil yang optimal untuk membasmi mikroorganisme pathogen tetapi tidak membahayakan embrio, anak ayam, dan petugas maka perlu diperhatikan konsentrasi daln lamanya penggunaan. Dosis penggunaan fumigasi sangat bervariasi, tergantung luas ruangan dan tujuan fumgasi. Sebagai pedoman, dosis fumgasi adalah dua bagian larutan formalin dalam mililiter dicampur dengan Kristal



KMnO4 dalam gram. Dalam keadaan



normal digunakan satu kali dosis, sedangkan kondisi ruangan pernah dijangkiti wabah maka dosisnya harus ditingkatkan. Pada penetasan secara modern untuk usaha penetasan komersial (hatchery), dosis fumigasi ini disesuaikan dengan besarnya ruangan dan tujuan. Fumigasi dilakukan dengan tahapan :



1. Ambil sebuah bejana atau mngkuk yang terbuat dari gelas, porselen, atau keramik. Tempatkan bejana atau mangkuk dalam mesin tetas yang akan difumigasi, kemudian masukkan Kristal KMnO4 kedalam bejana. 2. Tuangkan larutan formalin kedalam bejana. Setelah itu, tutup pintu mesin tetas beberapa menit sampai terbentuk gas formaldehyde yang menyebar keseluruh ruangan dalam mesin tetas. 3. Setalah fumigasi selesai mesin tetas dicoba dihidupkan sampai temperature stabil. Fumigasi telur hanya efektif untuk membunuh bakteri pada permukaan kulit telur. Hal ini dimaksudkan untuk mereduksi bakteri yang akan masuk kedalam telur dan mencegah penyebaran bakteri ke dalam mesin tetas. Sanitasi dilakukan dengan menggunakan formaldehyde gas. Caranya dengan mencampurkan formalin 40% dengan KMnO4 untuk ruangan yang volumenya 2,83 m3. Takaran ini disebut satu kali konsentrasi. Telur yang akan difumigasi biasanya ditempatkan duruangan tertutup kemudian bahan campuran tadi ditempatkan didalam mangkok dan dibiarkan selama 20 menit. Formaldehyde gas yang keluar dari campuran tadi akan membunuh bakteri yang ada pada permukaan kulit telur. Quaternary ammonia disemprotkan pada telur dalam larutan air hangat yang mengandung 200 ppm. Chlorin dioxide disemprotkan pada telur dengan konsentrasi 80 ppm. Pencucian dilakukan dengan menggosok bagian kotornya menggunakan kertas semen bias juga dicuci dengan air hangat (40,5-43,3oC) yang mengandung desinfektan. 3) Seleksi Telur Tetas Seleksi telur tetas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memilih telur tetas yang memenuhi persyaratan untuk ditetaskan. Pada suatu penetasan hanya



telur tetas yang memenuhi persyaratan saja yang digunakan. Oleh karena itu, seleksi telur tetas ini merupakan aktifitas awal yang sangat menentukan keberhasilan penetasan. Telur tetas yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Telur tetas



harus berasal



dari induk



(pembibit)



yang sehat



dan



produktivitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik sesuai dengan rekomendasi untuk strain atau jenis ayam. 2. Umur telur tidak boleh lebih dari 1 minggu. Daya tetas akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur telur. 3. Kualitas telur fisik telur meliputi hal-hal berikut : 



Besar telur. Menurut SK Dirjen Peternakan, telur tetas harus mempunyai berat minimal 50 gram dan maksimal 65 gram (ayam ras). Telur yang berukuran terlalu besar atau kecil dalam kelompoknya daya tetasnya kurang baik.







Bentuk telur harus normal tidak terlalu lonjong atau bulat, ukuran panjanglebar berbanding 7:5.







Warna kulit telur. Telur yang warna kulitnya lebih gelap, lebih mudah menetas dibandingkan dengan yang berawarna terang.







Kualitas kulit telur. Telur yang berkulit tipis atau terlalu porous akan mengakibatkan penguapan isi telur terlalu tinggi sehingga akan menurunkan daya tetas. Akan tetapi , telur yang terlalu tebal juga akan mengakibatkan daya tetas menurun karena anak ayam kesulitan memecah kulit telur. Ketebalan kulit telur yang baik yaitu 0,33 – 0,35 mm.







Interior quality. Jika telur memiliki nilai Haugh Unit tinggi makan daya tetasnya akan tinggi. Telur denga HU lebih dari 80 akan menetas sangat



baik. Telur dengan ruang udara tetap diujung tumpul, akan menetas 1015% lebih baik. 4) Syarat Penetasan Telur Mesin tetas berfungsi mengganti peran induk unggas dala penetasan telur untuk menghasilkan anak unggas. Cara kerjamesin tetas pada prinsipnya meniru induk unggas pada waktu mengerami telurnya. Hal itu yang menyebabkan mesin tetas yang baik dapat menciptakan kondisi seperti kondisi alami induk unggas. Untuk menciptakan kondisi idel sepert pada penetasna aam, harus diperhatikan suhu, kelembaban, sirkulasi udara (kebutuhn O2 dan CO2), dan pemutaran telur. 1. Suhu Perkembangan embrio akan mengalami istirahat, tidak berkembang pada akondisi temperature tertentu, yaitu yang disebut physiological zero. Temperatur tersebut adalah 75OF (23,6oC). di atas temeratur tersbut, embrio akan berkembang. Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan (mengguakan mesin tetas) bila tersedia suhu sekitar 95-105OF (35-40OC). penelitian menunjukkna bahwa di antara temperature tersebut terdapat temperature io==optimal, di mana dihasilkan perkembangan embrio terbaik. Pada 19 hari pertama penetasan, temperature optimal lebih tinggi dibandingkan dua hari terakhir penetasan. Suhu optimal untuk perkebangan embrio tidak sama dengan semua telur, tergantung ada banyak faktor seperti besar telur, kualitas kerabang, genetis (bangsa dan strain ayam), umur telur, dan kelembapan udara selama penetasan. Terdapat tiga suhu optimal untuk perkembangan embrio, yaitu:



a. Pada saat perkembangan embrionnal di dala tubuh induk, bermula dari terbentuknya zigot sampai telur dikeluarkan. Suhu tbuh induk berfluktasi sekitar 105-107OF (40,6-41,7OC). b. Pada saat perkembangan embrional selama 19 hari pertama penetasan. Tempertaur pada saat ini bervariasi tergntung jenis mesin tetas, besar telur, dan jenis telur. Pada mesin tetaas jenis forced-draft, temperature yang ideal adalah 99,5OF 36,7OC), sedangkan untuk jenis still-air 1OF lebih tinggi. c. Perekmbangan embri pada saat 20-21 hari penetasan. Temperature optimal untuk mesin tetas forced-draft adalah lebih rendah daripada 19 hari pertama, yaitu antara 98-99OF (36,7-37,2OC). 2. Kelembaban Kelembaban udara dalam mesin tetas akan berpengaruh terhadap penyusutan isi telur selama penetasan. Apabila penyusutan isi telur terlalu tinggi karena kelembaban yang terlalu rendah maka akan mengakibatkan anak ayam yang dihasilkan kecil dan lemah karena megalami dehidrasi. Akan tetapi, ila penyusutan terlalu rendah akibat kelembaban yang terlalu tinggi maka anak ayam yang dihasilkan terlalu besar dan abdomennya terlalu lembek. Kelembaban udara dalam mesin tetas yang ptimal selama penetasan harus dijaga sehingga tidak terjadi dehidrasi maupun telalu lembap. Kelembapan optimal berkisar 50-60%, tetapi tepatnya tergantung banyak hal, antara lain besar telur dan temperature mesin tetas. 3. Pemutaran



Posiis dan pemutaran telur selama inkuasi sangat penting dilakukan untuk memperoleh daya tetas yang tinggi. Posisi telur selama inkubasi, sebaiknya bagian tumpul diletakkan di sebelah atas. Telur sebaiknya dputar 450 dengan total pemutaran 90O dan ini memberikan hasil yang memuaskan. Jumlah pemutaran telur dalam incubator komersial cukup 3-4 kali per hari, sampai dengan hari ke-18. Pemutaran ini dimaksudkan agar permukaan yolk tidak melekat pada membrane kulit telur. Apabila pemutaran terlalu sering maka hal ini kurang praktis, walaupun mungkin akan menambah data tetas. 4. O2 dan CO2 Kandungan CO2 dalam penetasan jangan lebih dari 0,5%. Kandungan CO2 sampai 2% akan sangat menurunkan daya tetas dan bila mencapai 5% akan menyebabkan anak ayam atau anak itik tidak menetas. Untuk menghindarkan terjadinya hal tersebut (CO2 lebih dari 0,5%), hendaknya penetasan diusahakan jauh dari jalan raya atau jauh dari jalan yang ramai dengan kendaraan bermotor (Tjiptono, 2006). 5) Tatalaksana Penetasan Tatalaksana penetasan merupakan suatau rangkaian kegiatan, mulai dari persiapan mesin tetas, kegiatan rutin selama penetasan, sampai pada pembersihan mesin tetas setelah penetasan. 1. Persiapan Mesin Tetas -



Pilih ruangan bersih dan tidak lembab untuk menempatkan msin tetas. Sirkulasi udara ruangan harus lancar tetapi mesin tetas jangan terkena angina langsung. Penerangan dalam ruangan harus cukup.



-



Sebelum dan sesudah digunakan mesin tetas harus selalu bersih dan disuci hamakan atau difumigasi.



2. Memasukkan Telur Kedalam Mesin Tetas Dilakukan pada pagi hari untuk memudahkan pengawasan kondisi mesin tetas pada awal penetasan. Apabila telur dimasukkan pada malah hari relative sulit mengontrol mesin. Thermometer ditempatkan dirak telur dengan ketinggian 5 cm diatas permukaan telur. 3. Kegiatan rutin selama penetasan Sejak telur dimasukkan pada pagi hari sampai dengan 3 hari pertama, kegiatan rutin yang dilakukan ialah : -



Kontrol temperature mesin tetas



-



Kontrol bahan bakar (alat pemanas)



-



Pengontrolan dilakukan 3 kali sehari (pagi, siang, sore)



Kegiatan pada hari keempat sampai dua hari sebelum telur menetas ialah : a. Pemutaran atau pembalikan telur Selama penetasan telur harus diletakkan secara tepat dan dilakukan pemutaran secara teratur. Pada penetasan dengan mesin tetas, telur diletakkan dengan ujung tumpul dibagian atas, tidak berarti harus vertical. Akan tetapi, bila diletakkan horizontal seperti pada penetasan alami yang dilakukan induk ayam, telur tetap akan menetas. Secara alami, kepala ayam akan berkembang pada ujung tumpul dekat rongga udara selama perkembangan embrio akan bergerak menuju bagian tumpul tersebut. Pada ayam, perputaran tersebut terjadi selama minggu kedua penetasan. Hal ini akan mudah berlangsung bila bagian tumpul berada pada posisi lebih tinggi dari pada ujung runcing telur.



Apabila telur diletakkan dengan bagian ujung runcing lebih tinggi maka 60% embrio yang berkembang dengan letak kepala pada bagian runcing. Hal ini akan mengakibatkan anak ayam pada saat menjelang menetas mengalami kesulitan untuk memecah rongga udara pada saat terjadi peralihan system pernapasan, yaitu pada saat pernapasan dengan jantung dimulai. Hal ini berdampak kepada menurunnya daya tetas sebesar 10% dan ayam yang lemah meningkat 35-40%. Oleh karena itu, pada saat penetasan harus dipastikan bahwa ujung tumpul berada lebih tinggi daripada ujung runcing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemutran teur setial 15 enit dapat meigkatkan daya tetas, tetapi tidak menguntungkan. Pada mesin tetas modern di perushaan penetasan besar, petaran telur diatur secara otomatis sekitar 6-8 kali perhari atau 3 jam sekali. Pad apenetasan dengan mesin tetas sederhana, pemutaran biasanya dilakkan 3 kali per hari. Hal ini merupakan frekuensi yang optimal dlam menghasilkan daya tetas yang tinggi. b. Pendinginan Telur Pendinginn telur dilakukan mulai hari keempat sampai 2 hari sebelum telur menetas. Pendinginan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Lamanya sekitar 15 menit. Pendinginan telur dilakukan degan cara mengeluarkan telur dari mesin tetas setelah pemutara telur, dibiarkan di udara terbuka. Pendinginan ini dimaksudkan utnuk mengurangi telur terlalu panas dan membiarkan teur dapat menghirup udara segar. Pada penetasan menggunakan mesin tetas modern, hal ini tidak diperlukan karena system sirkulasi udara telah dibuat sedemikian rupa sehingga ucara segar cukup tersedia.



c. Pengaturan Ventilasi Pengaturan ventilasi agar sirkulasi udara di dalam mesin tetas berjalan lancar. Pegaturannya sebagai berkut: -



Hari 1-3, ventilasi bagian atas tertutup (seluruhnya)



-



Hari 4, ventilasi dibuga ¼ bagian



-



Hari ke-5, ventilasi dibuka ½ bagian



-



Hari ke-6, ventilasi dibuka ¾ bagian



-



Hari ke-7 sampai menetas, dibuka seluruhnya



d. Peneropongan Telur/Pemeriksaan (Candling) Pemeriksaan dilakukan dengan teropong yang dilengkapi sumber cahaya lamu pijar atau sinar matahari. Frekeunsi pemerksaan telur selama penetasan cukup 3 kali. Pemeriksaan pertama pada hari ke ima untuk telur berwana terang/putih, atau ke tujuh untuk telur berwarna gelap/coklat. Saat itu, sudah jelas terlihat perkembangan embrio berupa sebuat titik dengn caban-cabang berwarna merah di dalam kuning telur. Pemeriksaan telur tahap pertama merupakan seleksi pertama selama proses penetasn. Telur yang tidak fertile harus dikeluarkan dan dimanfaatkan sebagai telur konsumsi. Pemeriksaan telur tahap kedua pada hari ke empat belas untuk menyeleksi telur fertile yang mati. Cirinya, saat peneropongan tampak sebagai gumpalan gelap yang tidak bergerak. Sementara pada telr fertile yang hidup, gumpalan gelap akan bergerak bila telur digerakkan. Telur fertile yang mati harus dikeuarkan dari mesin tetas karena menimulkan bau busk, bahkan dapat mengganggu proses penetasan.



6) Fertilitas dan Daya Tetas Pengertian fertilitas (kesuburan) dari suatu kelompok telur tetas adalah jumlah telur yang bertunas (fertile) dari sekian banyaknya telur yang dierami atau ditetaskan, dan dihitung dalam bentuk persentase (Bell dan Weaver, 2002). Fertilitas diartikan sebagai persentase jumlah teur fertile berdasarkan jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilitas terjadi di infundibulum sekitar 15 menit setelah ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviduct selama 30 menit untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan sperma dibantu oleh cilia dari oviduct, anti peristaltic otot, dan mortilitas sperma. Bila pejatan dan betina dikawinkan secara individu, fertilitas yang cukup tinggi akan diperoleh 2-3 hari setelah perkawinan. Namun, bila pejantan dikawinkan dengan sekelompok betina, koleksi telur tetas biasanya dilakukan setelah 2 mingggu pejantan berada dalam kandang. Fertilitas masih cuku baik jika pejantan diambil dari kelompok betina dalam kandang, 5-6 hari setelah perkawinan terakhir. Setelah itu, fertilitas akan enurun. Selama 5-6 hari fertilitas masih cukup baik karena di infundibulum ada tempat menyimpan sprema yang asih mampu membuahi telur, tempat menimpan sperma ini disebut sperm nest. Di uterus juga terdapat tempat menyimpan sprema yang disebut uterovaginal glands. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas sebagai berikut: 1.



Motilitas sperma. Dalam satu hari, pejantan akan memproduksi sperma normal selama 12 jam. Motilitas berkurang bila pejantan terlalu sering mengawini betina.



2.



Umur. Fertilitas yang baik untuk jantan maupun betina terjadi pada prouksi tahun pertama dan menurun setelah tahun tersebut. pejantan digunakan saat beruur 2 bulan sampai 2 tahun.



3.



Produksi sperma. Sifat sperma yang mepunyai motilitas tinggi setelah produksi, akan menghasilkan fertilitas yang tinggi. Sperma yang mengandung presentase sperma abnormal yang tinggi, fertilitasnya menjadi rendah.



4.



Ransum. Produksi sperma akan tereduksi akibat kekurangan jumlah makanan atau defisiensi suatu zat makanan. Jika ransum kekurangan vitamin E maka akan menyebabkan sterilitas pada jantan. Oleh karenaitu kualitas maupun kuantitas ransum harus baik.



5.



Hormon. Pejantan akan meningkat kemampuan mebuahinya (fertilitas) bila disuntk dengan hormone sex jantan. Sebaliknya, bila seekor pejantan disuntik dengan hormone adrenalin produksi sperma kana menurun dan fertilitas menjadi rendah.



6.



Lama penyinaran. Jumlah pencahayaan terhadpa induk ssaat produksi sangat mempengaruhi fertilitas. Makin tinggi produksi telur fertilitas semakin baik. Penyinaran selama 16 jam optimal untuk produksi telur.



7.



Preferential mating. Pada unggas jantan maupun betina ada sifat memilih pasangan. Bila betina tidak disukai jantan atau sebaliknya maka fertilitas akan rendah.



8.



Musim. Udara lingkungan yang panas menyebabkan telur yang dihasilkan kurang fertile. Temperature optimum untuk berlangsungnya perkawinan yaitu 190C.



9.



Peck order. Jika betina rendah peck order-nya maka telur yang dihasilkan rendah fertilitasnya.



10. Perbandingan jumlah jantan dan btina. Tiap jenis unggas mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengawini betinanya umumnya bervariasi antara 10-30 kali perhari. Oleh karena itu, perbandingan jumlah jantan dan betina harus tepat. 11. Lamanya jantan berada dalam kandang. Jantan memerlukan waktu beradaptasi dengan betina yang ada dalam kandang. Pejantan baru bias kawin dengan baik setelah 2 sampai 3 hari didalam kandang. Meskipun jantan telah dikeluarkan, telur fertile masih ditemu 3 sampai 4 minggu sesudahnya. Namun, fertilitasnya akan menurun. 12. Bangsa atau tipe ayam. Ayam tipe petelur atau ringan memiliki fertilitas lebih baik dari pada ayam tipe berat. Rendahnya fertilitas pada yam tipe berat dikarenakan rendahnya frekuensi perkawinan hal ini disebabkan ayam yang terlalu bersar atau gemuk selalu mengalami kesulitan dalam melakukan perkawinan sehingga libidonya rendah. Oleh karena itu, pada ayam tipe besar diperlukan lebih banyak pejantan. Untuk mengetahui telur fertile dalam suatu penetasan, dilakukan dengan cara meneropongkan telur pada suatu alat yang dilengkapi sumber cahaya. Alat itu disebut candler. Namun, dalam penggunaan praktis, untuk mengetahui kualitas telur tetas aaldah daya tetas (Hatchability). Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemapuan telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan 2 cara, yaitu membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan, dan membandingkan



jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertile (dibuahi). Cara kedua jauh lebih akurat dalam menentukan daya tetas, karena daya tetas hanya diperhitungkan dari telur yang benar-benar terbuahi. Telur tetas yang dikumpulkan dari kandang tiak semua menetas dengan baik dan tidak semuanya fertile. Factor-faktor yang mempengaruhi daya tetas : 1. Breeding. System perkawinan yang sangat dekat hubungan keluraganya tanpa disertai seleksi ketat umumnya menyebabkan daya tetas rendah. Contoh : Perkawinan (mating) Jantan



Betina



Daya tetas (%)



Rhode Island Red (RIR)



X



RIR



66,4



White Lenghorn (WL)



X



WL



50,5



White Lenghorn (WL)



X



RIR



76,5



Terlihat bahwa dengan melalui inbreeding (RIR X RIR atau WL X WL) daya tetas telur yang dihasilkan rendah. Sementara melalui cross breading daya tetasnya meningkat tapi perlu dilakukan seleksi yang baik. 2. Produksi telur. Ayam petelur dengan rate produksi tinggi akan memproduksi telur dengan daya tetas lebih tinggi dibandingkan dengan yang rate produksinya rendah. 3. Umur induk. Fertilitas dan daya tetas umumnya sangat baik pada produksi telur tahun pertama. Semakin tua induk maka daya tetas semakin menurun dan kualitas kulit telur umumnya juga menurun. 4. Tata laksana pemeliharaan. 



Kondisi kandang. Ayam petelur yang sering mengalami temperature ekstrim panas atau dingin, menghasilkan telur dengan daya tetas rendah.







Ransum. Jika ransum kekurangan Ca maka kulit telur yang dihasilkan akan lembek dan daya tetasnya rendah. Kekurangan vitamin D dalam ransum mengakibatkan kualitas kulit jelek dan daya tetasnya rendah.



IV KESIMPULAN



Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesinpenetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa mengeram. Tata laksana meliputi pemilihan telur dan fumigasi. Faktor yang mempengaruhi Penetasan yaitu : Suhu, Kelembaban, Sirkulasi untuk oksigen dan karbondioksida, pemutaran telur. Bibit ayam untuk produksi telur ataupun daging diperoleh dari proses pemuliaan dimulai dengan memperoleh Pure Line, lalu Grand Parent Stock dan Parent Stock setelah itu barulah bisa didapat Final Stock atau ayam Komersil. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas tentunya harus dapat mengontrol factor-faktor yang mempengaruhinya yaitu meliputi pemilihan bibit yang baik, perkandangan, pakan, Pencegahan penyakit, serta manajemen pemeliharaan yang baik.



DAFTAR PUSTAKA



Bell, D.D. dan Weaver, W.D. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Academic Publisher. United Fatah, M.A. 2010. Budidaya Ayam Broiler. Karang Taruna Seri Usaha Ekonomi Produktif. Banten. Iskandar. R. 2003. Pengaruh Lama Penyimpanan telur dan Frekuensi Pemutaran Telur Terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Terlur Puyuh. Skripsi. FP-USU, Medan. Kholis, S., dan M. Sitanggang. 2002. Ayam Arab dan Poncin Petelur Unggul. Edisi ke-1. AgroMedia Pustaka. Jakarta Kartasudjana, R dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Mahfudz, L.D. 1998. Manajemen Penetasan Telur Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4thEdition. Van Nostrand Rainhold. New York. Rahayu, Imam, Titi Sudaryani, Hari Sentosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Tjiptono, Fandy. (2006). Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset Togatorop dan Sumarni . 1975 . Pengaruh Beberapa Tingkat Konsentrasi Kalium Permanganat dan Formalin 40% untuk Penghapus Hamakan Telur Tetas. Bulletin LPP, No . 14 Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Cetakan ke tiga. Gadjah Mada University press : Yogyakarta. Sudjarwo,E. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras Terhadap Fertilitas, Daya Tetas Telur Dan Berat Tetas. Jurnal Agrisistem.



Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Yaman, M. A. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar Swadaya, Depok, Jakarta. Winarno, F. G . 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.