Nagari Sulit Air [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Di Kabupaten Solok, terdapat sebuah nagari yang bernama Sulit Air. Nama yang sangat unik untuk sebuah wilayah. Ketika pertama mendengar namanya, mungkin kita berpikir bahwa wilayah ini kesulitan air. Namun, benarkah demikian? Secara administratif, Nagari Sulit Air terletak di Kecamatan X Koto Diatas, kabupaten Solok. Memiliki luas daerah 80 km persegi dengan penduduk berjumlah 65 ribu orang. Namun yang tersisa di kampung hanya delapan ribu orang, selebihnya orang Sulit Air merantau semua. Berada di atas Danau Singkarak, Nagari Sulit Air sebenarnya tak benar-benar tandus. Nagari ini sama sekali tidak mengalami kesulitan air. Ada 70 sumber air minum dan 120 tempat pemandian umum tersedia di sini.Bahkan di tengah nagarinya terdapat sungai Katialo yang biasa dimanfaatkan untuk masyarakat. Hanya, memang, Sulit Air bukan tanah yang subur karena kandungan mineral serta tembaga yang tak berpotensi diolah. Itu pula yang menjadi alasan wiayah ini ditinggal pergi sebagian penduduknya. Tak jarang di Sulit Air banyak rumah kosong yang tak berpenghuni. Jumlah perantau yang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di kampung menjadi penyebab banyak rumah tak berpenghuni. Jika musim pulang kampung tiba, rumah-rumah tak berpenghuni akan dipenuhi oleh para perantau yang pulang kampung, jalanan akan dipenuhi dengan mobil-mobil para perantau. Jalanan akan macet dipenuhi mobil yang parkir dari perantau Sulit Air. Saking banyaknya penduduk yang merantau, maka pada tahun 1972 Nagari Sulit Air membuat organisasi perantauan yang dinamakan "Sulit Air Sepakat" (SAS) yang terkenal di lingkungan perantau Minangkabau. SAS memiliki cabang lebih dari 80 tempat seantero Nusantara, juga diluar negeri seperti di Melbourne, Sydney, Kuala Lumpur, Singapura dan Amerika Serikat Meski berada di perantauan, kepedulian mereka selalu tercurah untuk kampung jalaman. Para perantau asal Sulit Air tak pernah segan-segan untuk membangun nagarinya. Mereka berlomba-lomba untuk memberikan yang terbaik bagi kampung halaman. Sulit Air memiliki banyak keunikan. Di sini, erdapat Rumah Gadang terpanjang di Sumatera Barat dengan Jumlah ruang atau kamar sebanyak 20 ruang atau dikenal dengan Rumah Gadang 20 Ruang. Kuliner khas Sulit Air ini bernama Gulai Hitam, pada dasarnya gulai ini sama dengan gulai pada umumnya, terbuat dari potongan daging ayam dan santan serta rempahrempah khas gulai, namun berwarna hitam. Ditambah Nagari Sulit Air dengan pemandangan yang indah serta lokasi yang dekat dengan danau Singkarak bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Di sini, terdapat Gunung Merah Putih dan Jenjang Seribu. Dinamakan Gunung Merah Putih karena memiliki tebing rata vertical yang berwarna merah dan putih seperti bendera Indonesia. Untuk mencapai puncak gunung tersebut dibuatkan anak tangga sebanyak 1000 buah, sehingga dinamakan Janjang Seribu.



Berada di atas Danau Singkarak, Nagari Sulit Air sebenarnya tak benar-benar tandus. Desa di Kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, itu memiliki 70 sumber air minum dan 120 tempat pemandian umum. Setidaknya itu penjelasan Wali Nagari Sulit Air Nasrullah Salim Dt. Polong Kayo, SH, (1969-1974) dalam laporannya yang dibuat pada 31 Desember 1971. Laporan itu dimuat di dalam “Suara SAS” No. 2 Tahun 1972. Hanya, memang, Sulit Air bukan tanah yang subur karena kandungan mineral serta tembaga yang tak berpotensi diolah. Karena itu, banyak penduduknya yang pergi merantau. Di daerah perantauan, mereka punya daya tahan lebih untuk bersaing hidup sehingga tak sedikit yang sukses secara materi. "Kalau Anda ketemu orang Minang di Blok M atau Tanah Abang dan mengaku orang Sulit Air, mereka pasti bilang orang Sulit Air kaya-kaya," kata Zakarsyih Nurdin setengah berkelakar saat berbicara dalam diskusi “Philanthropy Learning Forum 7” di gedung UNDP Indonesia, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2016. Para perantau asal Sulit Air, terutama yang sukses, tak pernah menawar jika dimintai bantuan untuk membangun sekolah, masjid, jembatan, jalan, dan rumah gadang. Zakarsyih, yang juga Ketua Umum Sulit Air Sepakat—organisasi diaspora asal Minang yang telah berusia 44 tahun—menyebut lebih dari separuh infrastruktur Sulit Air dibiayai para perantau. "Kalau sudah bicara soal membangun Sulit Air, pasti mereka akan turun tangan," ujarnya. Kantor Pos di Sulit Air menginformasikan, hampir Rp 1 miliar uang setiap bulan dikirimkan warga di perantauan untuk penduduk di kampung halaman." Ketika tahun lalu Masjid Raya Sulit Air akan direhabilitasi dan membutuhkan dana sekitar Rp 1 miliar, begitu kabar itu diumumkan, dana segera terkumpul. Donatur untuk dana sebesar itu cuma berasal dari empat orang. "Memang susah dinalar, tapi ini modalnya kecintaan pada kampung halaman," kata Zakarsyih. Infrastruktur lain di daerah Sulit Air yang terwujud berkat gotong-royong para perantaunya antara lain lima sekolah dan pesantren, puskesmas, perpustakaan, jembatan, balairung sari, rumah gadang, proyek air bersih, sarana olahraga, dan obyek wisata. Tak sekadar membangun fisik, menurut Zakarsyih, belakangan perantau juga menanggung biaya rutin pengelolaan sekolah dan masjid serta beasiswa untuk pelajar kurang mampu dan berprestasi.