Obat Obatan Di Ruang Icu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

OBAT OBATAN DI RUANG ICU Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Intensif Dosen Pengampu : Ni Komang Winda Dwi Latri. M. Tr. Kep



Disusun oleh : Dina Wiffida



(102081801)



UNIVERSITAS TRIATMA MULYA FAKULTAS KESEHATAN, SAINS DAN TEKNOLOGI PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN JEMBRANA BALI 2021



1



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat-Obatan di Ruang ICU”. Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Intensif. Terlepas dari itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Jembrana, 04 September 2021 Penulis,



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................i DAFTAR ISI..................................................................................................ii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................................1 B. Rumusan Masalah................................................................................1 C. Tujuan Penulisan.................................................................................2 BAB II. PEMBAHASAN A. Obat Golongan Inotropik..............................................................................3 B. Obat Pelumpuh Otot............................................................................4 C. Obat Analgetik.....................................................................................5 D. Obat Sedasi..........................................................................................6 E. Obat Emergency..................................................................................6 F. Obat Anti Aritmia................................................................................9 G. Obat Anti Koagulasi...........................................................................10 H. Obat Anti Trombolitik........................................................................13 BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan...........................................................................................15 B. Saran.....................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang mempengaruhi negara-negara disemua tingkat. Salah satu tujuan dari penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit adalah mencegah dan mengurangi insiden. (La Ode, dkk. 2019) Intensive Care Unit (ICU) menurut WHO merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera, atau penyulitpenyulit yang mengancam nyawa atau potensial. (Ananda, 2020) Pasien yang dirawat di ICU seperti, pasien berpenyakit kritis, pasien yang memerlukan monitoring intensive dan penanganan darurat, pasien yang secara medis tidak stabil dan kemungkinan untuk sembuh sedikit, dan pasien yang secara umum tidak memenuhi syarat untuk masuk ke ICU karena tidak memenuhi harapan untuk selamat. Pasien kritis biasanya menerima berbagai macam obat yang komplek sehingga memungkinkan meningkatkan adverse drug event (Vira, 2019). Ada 3 jenis prioritas pasien mask ICU, yang pertama pasien merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil memerlukan perawatan intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi, monitoring dan obat-obatan vasoaktif kontinue dan lain lain. Pasien kedua merupakan pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih, jenis pasien ini beresiko sehingga pelayanan memerlukan terapi intensif segera. Pasie prioritas ketiga adalah pasien yang mengalami kritis dan tidak stabil akibat status kesehatan sebelumnya karena penyakit yang mendasarai atau penyakit akutnya. Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik. Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan pada pelayanan kesehatanObat yang diberikan pada pasien gawat darurat merupakan obat-obatan emergency . Obat emergency adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu obat golongan inotropik?



1



2. Apa itu obat pelumpuhan otot? 3. Apa itu obat analgetik ? 4. Apa itu obat sedasi? 5. Apa itu obat emergency? 6. Apa itu obat anti angina? 7. Apa itu obat anti aritmia? 8. Apa itu koagulasi? 9. Apa yiu obat anti trombolitik? C. Tujuan Penulisan 1. Tujan Umum Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Intensif diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami obat-obatan yang ada diruang ICU 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui macam-macam obat di ruang ICU b. Mengetahui fungsi dari obat-obatan di ruang ICU



2



BAB II PEMBAHASAN 1. Obat Golongan Inotropik



Obat inotropik dapat didefinisikan sebagai terapi yang meningkatkan kinerja independen kontraktil miokard yang menyebabkan perubahan denyut jantung dan kondisi beban kerja jantung. Ada 2 golongan: Cathecolamine, yaitu Dopamine, Dobutamine, Epinephrine dan Norepinephrine. NonCathecolamine, yaitu Digitalis, Milrinone dan Calcium Chloride a. Dopamine sering digunakan untuk mengatasi curah jantung yang rendah. Dosis umum: 2-15 µg/kg/menit.



b. Dobutamine adalah drug of choice untuk mengatasi gagal jantung sistolik berat dan merupakan obat kerja singkat yang efektif untuk mengatasi sindrom curah jantung rendah pascaoperasi. Dosis: 2 - 20 µg/kg/menit.



c. Epinephrine Indikasi: penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, dan penurunan SVR. Dosis umum: 0,01 - 0,20 µg/kg/menit. Untuk mengatasi bronkospasme pada dewasa: 0,25 - 0,50 µg/menit.



3



d. Norepinephrine Indikasi: penurunan curah jantung yang berat, penurunan tekanan darah, dan penurunan SVR. Dosis umum: 0,01 - 0,10 µg/kg/menit. Dosis awal: 0,05 µg/kg/menit.



e. Digitalis Digitalis sering digunakan untuk mengatasi gagal jantung kongestif dan aritmia atrium (fibrilasi atrium/atrial flutter). Banyak digunakan pada bayi, sebagai early treating low output state. Dosis umum: 0,5 mg; kemudian 0,25 mg i.v setiap 4 - 6 jam.



f. Milrinone merupakan obat inotropik dan vasodilator yang efektif dengan menghambat phosphodiesterase intraseluler. Dosis: 0,375 - 0, 75 µg/kg/menit



4



g. Calcium Chloride Efek calcium chloride meningkatkan kontraktilitas miokardium dan resistensi vaskuler perifer. Calcium chloride lebih efektif pada anak dan pasien muda. Indikasi: kelainan EKG yang nyata, hipokalsemia. Dosis: 0,2 mL/ kg.



2. Obat Pelumpuh Otot Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat merelaksasi otot rangka dengan menghambat transmisi impuls saraf pada sambungan otot-saraf. Indikasi Penggunaan Pelumpuh Otot pada Pasien Kritis Fasilitasi intubasi dan Fasilitasi ventilasi mekanik dan memperbaiki oksigenasi, seperti pada pasien Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dapat mengurangi tonus otot, mengurangi tekanan intra abdominal, menurunkan tekanan intrakranial, fasilitasi terapi hipotermia dan fasilitasi tes atau prosedur diagnostik dan terapeutik. a. Golongan depolarisasi 1) Suksinilkolin Suksinilkolin memiliki onset yang paling cepat jika dibandingkan dengan pelumpuh otot yang lain (60 detik). Efek samping obat ini antara lain hiperkalemia, malignant hyperthermia, bradiaritmia, peningkatan tekanan. intraokular/intragastrik/intrakranial, dan risiko anafilaksis



5



yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pelumpuh otot yang lain. Kontra indikasi mutlak pada pasien dengan difficult airway, hiperkalemia dan suspek malignant hipertermia. Sedangkan kontraindikasi relatif pada pasien sepsis, luka bakar, trauma massif medulla spinalis, infeksi atau cedera CNS (Central Nervous System), immobilisasi lama, disused atrophy, GuillainBarre Syndrome dan cedera saraf perifer, karena risikopeningkatan serum kalium b. Golongan nondepolarisasi 1) Aminosteroid, terdiri atas: a) Pancuronium Dosis 0,08–0,12 mg/kg, pancuronium memberikan relaksasi adekuat untuk intubasi dengan onset 2–3 menit. Selama operasi dosis awal 0,04 mg/kgBB diikuti setiap 20–40 menit dengan 0,01 mg/kgBB. Anak-anak membutuhkan dosis lebih besar. Sediaan obat ini berupa cairan 1 sampai 2 mg/ml disimpan dalam suhu 2–8 0C dan stabil selama 6 bulan pada suhu ruangan. Efek samping dan pertimbangan klinis pada penggunaan obat ini antara lain hipertensi dan takikardi yang terjadi karena stimulasi simpatis. b) Vecuronium Dosis intubasinya adalah 0,1 mg/kgBB, dengan onset 2,5 menit. vecuronium dalam jangka waktu panjang tidak dianjurkan pada pasien kritis c) Rocuronium. Obat ini baik digunakan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil. Dosis intubasinya 0,6 mg/kgBB dengan onset 75 detik 2) Benzylisoquinoliniums a) dTubocurarine adalah obat pelumpuh otot nondepolarisasi pertama yang digunakan pada pasien kritis. Dosis intubasinya 0,5–0,6 mg/kgBB, dengan onset yang lambat. dTubocurarine menyebabkan hipotensi, reaksi alergi dan blokade pada ganglion otonom. b) Atracurium. Dosis intubasi atracurium adalah 0,5–0,6 mg/kgBB dengan onset 2,5 menit dan durasi 20-30 menit



6



c) Cisatracurium. dosis intubasi yang lebih kecil (0,1 mg/kgBB), namun onsetnya lebih lambat dibandingkan atracurium d) Mivacurium. Dengan dosis intubasi 0,15 mg/kgBB dan onset 3 menit.



3. Obat Analgetik Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik opioid/narkotik dan analgetik nonnarkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil, Kodein. Obat Analgesik NonNarkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer



7



(non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik /Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya. Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol, salisilat, (asetasol, salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID) ibuprofen, derivate-derivat antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate oksikam, fenamat, fenilbutazon.



4. Obat Sedasi Sedasi ringan (ansiolosis) didefinisikan sebagai tingkat kesadaran yang sedikit menurun, pasien dapat mempertahankan kemampuan untuk secara mandiri dan mempertahankan jalan napas dan dapat merespons secara normal rangsangan taktil dan perintah verbal. Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah depresi kesadaran yang diinduksi obat di mana pasien dengan sengaja merespons perintah verbal atau stimulasi taktil ringan, dengan jalan napas paten dan ventilasi spontan. Sedasi total atau analgesia dalam adalah kondisi



8



penurunan kesadaran yang diinduksi obat dimana pasien tidak dapat dengan mudah dibangunkan, tetapi merespons dengan sengaja setelah rangsangan berulang atau dengan rangsangan nyeri a. Benzodiazepin : Metabolit diazepam (dengan dosis 2-10mg) Midazolam (dosis 1-5mg) Lorazepam (dosis 1-5mg)



b. Propofol. Obat ini dapat diberikan dalam dosis bolus 2 mg/ kgBB diikuti dengan infus pemeliharaan 5 - 50 mikrogram/ kg/ menit atau 4-5 mikrogram/ kg / jam. Onset kerja propofol adalah 1-2 menit dan waktu paruh eliminasi adalah 1-4 jam. Hipotensi adalah efek samping yang umum.



c. Ketamin. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu peningkatan tekanan intra-kranial, peningkatan sekresi pada jalan napas, dan halusinasi. Ketamin dapat diberikan dalam dosis intravena terus menerus 10-50 mcg/ KgBB / jam



9



d. Fospropofol e. Dexmeditomidine Efek samping utamanya adalah bradikardia, hipotensi dan nyeri tenggorokan. Dosis: 0,2 - 0,6 mikrogram/ KgBB/ Jam



5. Obat Emergency Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support a. Epinefrin (Adrenalin) Efek samping: epinefrin meningkatkan kontraktilitas miokardium, FJ, TDS, dan CJ. Epinefrin juga merelaksasikan otot polos bronkial. Indikasi: henti jantung, reaksi hipersensitivitas, anafilaksis, serangan asma akut, bradikardia simtomatik, hipotensi berat. Kontraindikasi: glaukoma sudut sempit akut dan insufisiensi koroner



b. Amiodaron (Cordarone) Efek: memperpanjang durasi potensial aksi, menekan kecepatan konduksi, memperlambat konduksi pada nodus AV.



10



Mengurangi beban kerja jantung dan konsumsi oksigen miokardium melalui efek vasodilatornya. Indikasi: takidisritmia atrium dan ventrikel Kontraindikasi: sinus brakikardia berat, blok AV derajat dua atau tiga, syok kardiogenik



c. Atropin Indikasi: sinus brakikardia simtomatik, asistole, atau aktivitas listrik tanpa denyut nadi brakikarida. Kontraindiaksi: adhesi antara iris dan lensa, kerusakan hepar dan ginjal lebih lanjut, asma, glaucoma sudut-sempit, penyakit obstruktif pada saluran GI dan saluran kemih, miastenia gravis, dan ileus paralitik.



d. Dobutamin (Doburex) Efek: dobutamin meningkatkan kontraktilitas miokardium dan meningkatkan CJ tanpa perubahan TD yang signifikan. Dobutamin meningkatkan aliran darah coroner dan konsumsi oksigen miokardium. Indiaksi: gagal jantung, dekompensasi jantung Kontraindikasi: stenosis subaortik hipertrofik idiopatik, syok tanpa penggantian cairan adekuat; sensivitas sulfit. e. Dopamin (Intropin) Efek: dopamine dalam dosis rendah (1-2 mcg/kg/menit) meningkatkan aliran darah ke ginjal sehingga meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urine, dan ekskresi natrium (Na). dalam dosis rendah sampai sedang (2-10 mcg/kg/menit),



11



f.



g.



h. i.



j.



dopamin meningkatkan kontraktilitas miokardium. Dalam dosis tinggi (10-20 mcg/kg/menit), dopamin meningkatkan tahanan perifer dan vasokonstriksi ginjal Efek samping yang sering muncul adalah denyut ektopik, takikardia, sakit karena angina, palpitasi, hipotensi,vasokonstriksi, sakit kepala, mual, muntah, dispnea. Sedangkan bradikardia, aritmia ventrikular (dosis tinggi), gangrene, hipertensi,ansietas, piloereksi, peningkatan serum glukosa, nekrosis jaringan (karena ekstravasasi dopamin), peningkatan tekanan intraokular, dilatasi pupil, dan azotemia,polyuria jarang terjadi. Indikasi: keadaan syok, brakikardia simtomatik Kontraindikasi: takidisritmia yang tidak dikoreksi, feokromositoma, VF (fibrilasi ventrikular Heparin Indikasi: terapi thrombosis dan emboli; terapi adjuvan pada IMA Kontraindikasi: hipersensivitas, perdarahan aktif (kecuali koagulasi intravascular diseminata [DIC]); hemophilia; baru menjalani pembedahan intracranial, intraspinal, atau mata; trombositopenia berat; hipertensi berat; atau gangguan perdarahan. Morin Sulfat Efek: mengurangi transmisi impuls nyeri; mengurangi kebutuhan oksigen miokardium; mengatasi kongesti paru Indikasi: nyeri dada dengan ACS yang tidak berespons terhadap nitrat, edema paru kardiogenik Kontraindikasi: hipersensivitas, frekuensi pernapasan Pavulo. Penggunaan: relaksasi otot rangka Penthatol Kontraindikasi: syok berat, Anemia berat, Asma bronkiale, obstruksi saluran napas atas, penyakit jantung dan liver, kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal) Dosis IV: 3-5 mg/kgBB Efedrin bermanfaat pada pengobatan awal asma. Kontra indikasi: sangat sensitif terhadap efedrin atau komponen formulasi, aritmia, glaukoma. Efek samping



12



1) Kardiovaskular : Aritmia, nyeri dada, depresi pada tekanan darah, hipertensi, palpitasi, takikardia, pucat yang tidak biasa. 2) SSP : agitasi, kecemasan, efek menstimulasi SSP, pening, eksitasi ketakutan, hiperaktivitas, insomnia, irritabilitas, gugup, tidak bisa istirahat. 3) Gastrointestinal : anoreksia, gangguan lambung, mual, muntah, xerostamia. Neuromaskular dan skletal: tremor, lemah. k. Sulfas Atropin (Anti Muskarinik) Indikasi: meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic), Mydriasis dan cyclopedia pada mata. Kontraindikasi: paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat. pyloric stenosis, pembesaran prostat d. Efek samping: efek samping antimuskarinik termasuk kontipasi, transient (sementara) bradycardia (diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan kehilangan akomodasi , fotophobia, mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang terjadi kadang-kadang : kebingungan (biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing. l. Aminofilin (Derivat Xantin: theophylline ethylenediamine) Efek: Bronkodilatasi, chronotropic (mempengaruhi denyut miokard) dan inotropic ringan, diuretic ringan Indikasi: Bronkodilatasi karena berbagai sebab, termasuk gagal jantung kongestif



m. Deksamethason (Kortikosteroid) Indikasi: antialergi dan obat untuk anafilaksis. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap deksametason, infeksi jamur sistemik, cerebral malaria; jamur, atau mata dengan



13



infeksi virus (active ocular herpes simplex). Pemberian kortikosteroid sistemik dapat memperparah sindroma Cushing.



6. Obat Anti Aritmia diklasifikasikan menjadi: a. Obat yang efektif pada aritmia supraventrikular (kanan atas), antara lain: 1) Adenosin ka K + yang sensitif terhadap Ach. Adenosin intravena digunakan untuk menghentikan takikardia supraventricular akut.2 Efek samping dari Adenosin : Efek CV (kemerah-merahan), Efek lainnya (ketidaknyamanan di kepala, leher dan rahang



2) Digoksin Digoksin intravena digunakan pada terapi flutter atrium cepat yang terkontrol dan fibrilasi atrium. Efek samping: Mual, ruam kulit, pusing, pandangan buram, diare.



3) Varapamil



14



Efek samping : konstipasi, lelah, sakit kepala, mual, serta pergelangan kaki bengkak. Penggunaan verapamil sebaiknya dihindari pada penderita hipotensi atau tekanan darah rendah, gagal jantung, gangguan darah porfiria, dan gangguan hati



b. Obat yang efektif pada aritmia ventrikular (kiri bawah) Obat golongan 1B Lidokain yang diberikan secara intravena digunakan pada terapi aritmatik ventrikular, biasanya setelah infark miokard akut. Efek samping: pusing, kesemutan, atau mengantuk (terutama bila injeksi terlalu cepat), efek SSP lainnya (bingung, depresi pernapasan dan konvulsi), hipotensi dan bradikardia (sampai terjadi henti jantung); hipersensitivitas



c. Obat yang efektif pada kedua jenis aritmia supraventrikular dan ventrikular 1) Obat golongan 1A a) Disopiramid terutama digunakan secara oral untuk mencegah aritmia ventikular berulang. Disopiramid mempunyai efek intropik negatif dan bisa menyebabkan hipotensi (terutama bila diberikan secara intravena) serta memperberat gagal jantung. Efek samping lainnya termasuk mual, muntah serta antikolinergik yang jelas, yang bias membatasi penggunaanya pada pria (retensi urin).



15



b) Kuinidin efektif pada terapi aritmia supraventrikular maupun aritmia ventrikular, Efek sampingnya termasuk efek antikolinergik, mual, muntah, diare, dan aritmia



2) Obat golongan 1C Flekainid terutama digunakan sebagai profilaksis fibrilasi atrium paroksisma 3) Obat Golongan III Bekerja dengan memperlambat repolarisasi dan memperpanjang potensial aksi serta periode rerfrakter pada semua jaringan jantung.2 Amiodaron 7. Obat Anti Koagulasi Penggunaan utama antikoagulan adalah untuk mencegah pembentukan trombus atau memecah trombus yang sudah terbentuk di sisi vena dengan aliran yang lambat. a. Antikoagulan oral Indikasi utama terapi antikoagulan oral adalah trombosis vena dalam. Selain itu juga digunakan pada pasien embolisme paru, fibrilasi atrium dengan risiko embolisasi, dan pasien dengan katup jantung prostetik mekanik (untuk mencegah terjadinya emboli di atas katup tersebut) Warfarin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan tromboemboli sistemik pada anakanak (bukan neonatus)



16



1) Apiksaban indikasi: pencegahan kejadian tromboemboli vena (Venous Thromboembolic Events, VTE) pada pasien dewasa paska operasi penggantian pinggul atau lutut. Kontraindikasi: perdarahan aktif, penyakit hati terkait koagulopati dan risiko perdarahan lainnya. Efek Samping: umum:anemia, perdarahan, memar, dan mual. Dosis: oral, 2,5 mg dua kali sehari, diberikan 12-24 jam setelah operasi.



2) Dabigatran Eteksilat Indikasi: Profilaksis primer tromboemboli vena pasien dewasa pasca operasi elektif penggantian pinggul total (total hip replacement) dan operasi penggantian lutut total (total knee replacement), profilaksis embolisme stroke dan sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrial dengan paling sedikit satu faktor risiko stroke (seperti riwayat stroke iskemik, Transient Ischemic Attack (TIA), atau embolisme



17



sistemik, disfungsi ventrikular kiri), terapi trombosis vena dalam akut (DVT) dan/atau emboli paru (PE). Kontraindikasi: Hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal berat Efek Samping: Umum: epistaksis (mimisan), perdarahan gastrointestinal, dispepsia, perdarahan urogenital, anemia, nyeri abdomen, diare, mual, abnormalitas fungsi hati, perdarahan pada kulit dan hematuria. Dosis 110 mg, 1-4 jam setelah operasi, dilanjutkan pada hari berikutnya, 220 mg (2 kapsul 110 mg) sekali sehari selama 10 hari.



3) Rivoaroksaban Indikasi mengurangi risiko stroke dan embolisme pada pasien atrial fibrilasi nonvalvular dengan riwayat stroke atau TIA atau pada pasien atrial fibrilasi nonvalvular dengan skor CHADS2 > 2, trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT). Kontraindikasi : hipersensitivitas, pendarahan, penyakit hati yang terkait koagulopati dan risiko pendarahan yang relevan, kehamilan dan menyusui, pemberian bersamaan dengan antijamur azol. Efek Samping : anemia, pusing, sakit kepala, pingsan, hemoragik mata (termasuk hemoragik konjungtiva), takikardi, hipotensi, hematoma, epistaksis, hemoragik gastronintestinal nyeri ekstremitas, perdarahan saluran kencing (termasuk hematuria, menoragia), demam, edema perifer, letih, astenia, peningkatan transaminase, perdarahan pasca operasi (termasuk anemia, perdarahan luka), bingung;



18



4) Natrium Warfarin Indikasi : profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan fibrilasi atrium; profilaksis setelah pemasangan katup jantung prostetik; profilaksis dan pengobatan trombosis vena dan embolisme paru; serangan iskemik serebral yang transien. Kontraindikasi kehamilan, tukak peptik, hipertensi berat, endokarditis bakterial. Efek Samping perdarahan; hipersensitivitas, ruam kulit, alopesia, diare, hematokrit turun, nekrosis kulit, purple toes, sakit kuning, disfungsi hati; mual, muntah, pankreatitis. Dosis  10 mg sehari selama 2 sampai 4 hari  b. Antikoagulan parenteral 1) Heparin Indikasi : pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, angina tidak stabil, profilaksis pada bedah umum, infark miokard. Kontraindikasi : hemofilia dan gangguan hemorhagik lain, trombositopenia, tukak lambung, perpendarahan serebral yang baru terjadi. Hipertensi berat, penyakit hati berat (temasuk farises esofagus), gagal ginjal, sehabis cedera berat atau pembedahan (termasuk pada mata atau susunan saraf), hipersensitivitas terhadap heparin. Efek samping : perdarahan, nekrosis kulit, trombositopenia, hiperkalsemia, reaksi hipersensitivitas (urtikaria, angiodema, dan anafilaksis); osteoforisis setelah penggunaan jangka panjang (dan jarang terjadi alopesia). Dosis Pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, secara injeksi intravena, dosis muatan 5000 unit



19



(10.000 unit pada embolisme paru yang berat) diikuti dengan infus berkesinambungan 15-25 unit/kg bb/jam atau secaara injeksi subkutan 15.000 unit setiap 12 jam (pemantauan laboratorium penting sekali sebaiknya setiap hari



2) Heparonoid Danaparoid merupakan heparinoid yang digunakan untuk profilaksis trombosis vena- dalam pada pasien yang mengalami bedah umum atau bedah ortopedik. Meskipun tidak ada bukti reaksi silang, obat ini juga berperan pada pasien yang mengalami trombositopenia akibat heparin. 3) Fondaparinuks Digunakan untuk profilaksis pasien dengan tromboemboli vena dan pada pasien yang menjalani operasi ortopedi mayor di lengan atau operasi abdomen. Juga digunakan untuk pengobatan trombosis vena dalam dan embolisme paru. Natrium Fondaparinuks. Kontra indikasi : hipersensitivitas, perdarahan aktif, endokarditis bakterial akut, gangguan ginjal berat (kreatinin klirens < 20 mL/menit). Efek Samping : anemia, perdarahan (di berbagai tempat termasuk kasus jarang seperti perdarahan intrakranial, intraserebral, retroperitoneal), purpura, hematoma, hematuria, hemoptisis, perdarahan gusi;



20



8. Obat Anti Trombolitik Obat Ntitrombotik menjadi terapi farmakologis yang berperan besar dalam pengelolaan IMA. Antitrombotik adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus pada pembuluh darah. a. Alteplase Indikasi : Terapi trombolitik pada infark miokard akut, embolisme paru dan stroke iskemik akut. Kontraindikasi : tekanan darah (antihipertensi dianjurkan jika sistolik di atas 180 mmHg atau diastolik di atas 105 mmHg); gangguan fungsi ginjal, Perdarahan, trauma, penyakit hati berat, varises esofagus. Efek samping mual, muntah, dan perdarahan.



b. Reteplase Indikasi : infark miokard akut. Kontraindikasi : Perdarahan, trauma, penyakit hati berat, varises esofagus. Efek samping : mual, muntah, dan perdarahan. Dosis : Injeksi intravena, 10 unit diberikan selama maksimal 2 menit, diikuti dengan dosis 10 unit setelah 30 menit.



21



c. Streptokinase Indikasi : trombosis vena dalam, embolisme paru, tromboembolisme arterial akut, trombosis lintas arteriovena; infark miokard akut. Dosis : infus intravena, 250.000 unit selama 30 menit, kemudian 100.000 unit setiap jam selama sampai dengan 24-72 jam menurut kondisiInfark miokard, 1.500.000 unit selama 60 menit.



d. Tenekteplase Indikasi : infark miokard akut. Dosis : Injeksi intravena selama 10 detik, 30-50 mg sesuai berat badan e. Urokinase Indikasi : trombosis lintas arteri-ovena dan kanula intravena; trombolisis pada mata; trombosis vena dalam, embolisme paru, oklusi vaskuler perifer. Dosis : instilasi ke dalam lintas arteriovena, 5000-25.000 UI dalam 2-3 mL injeksi NaCl 0,9%.



22



23



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan



Obat inotropik dapat didefinisikan sebagai terapi yang meningkatkan kinerja independen kontraktil miokard yang menyebabkan perubahan denyut jantung dan kondisi beban kerja jantung. Ada 2 golongan: Cathecolamine, yaitu Dopamine, Dobutamine, Epinephrine dan Norepinephrine. Non-Cathecolamine, yaitu Digitalis, Milrinone dan Calcium Chloride. Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat merelaksasi otot rangka dengan menghambat transmisi impuls saraf pada sambungan otot-saraf. Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik opioid/narkotik dan analgetik nonnarkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil, Kodein. Obat Sedasi dibagi menjadi Sedasi ringan (ansiolosis) didefinisikan sebagai tingkat kesadaran yang sedikit menurun, Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah depresi kesadaran yang diinduksi obat di mana pasien dengan sengaja merespons perintah verbal atau stimulasi taktil ringan, Sedasi total atau analgesia dalam adalah kondisi penurunan kesadaran yang diinduksi obat dimana pasien tidak dapat dengan mudah dibangunkan. Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support contohnya Epinefrin, Amiodaron, Atropin, Dobutamin, Dopamin (Intropin). Obat Anti Aritmiadiklasifikasikan menjadi: Obat yang efektif pada aritmia supraventrikular (kanan atas), Obat yang efektif pada aritmia ventrikular (kiri bawah). Obat yang efektif pada kedua jenis aritmia supraventrikular dan ventrikular Obat Anti Koagulasi adalah untuk mencegah pembentukan trombus atau memecah trombus yang sudah terbentuk di sisi vena dengan aliran yang lambat. Antitrombotik adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus pada pembuluh darah B. Saran



1.



Bagi penulis a. Dapat lebih memahami tentang obat obatan yang ada di ruang ICU b. Dapat mengetahui berbagai fungsi dari obat obatan yang ada diruang ICU



24



2.



Bagi pembaca a. Meningkatkan pemahaman tentang jenis, fungsi dari obat-obatan b. Meningkatkan kebiasaan menjaga pola hidup yang sehat, istirahat yang cukup, menjaga pola makan serta control ke pelayanan kesehatan secara teratur



25



DAFTAR PUSTAKA



Ardhianingsih, Vira. 2019. Gambaran Kesesuaian Pemberian Obat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Bhayangkara. Palembang Fibrinolitik. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. Badan Pengawas Obat dan Makanan Fondaparinuks. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hasibuan, Ananda Muthia B. 2020. Pengkajian Keperawatan di Ruang ICU. OSF Khalid, Dian Rosanti & Indrisari. 2020. Penggunaan Pelulpuh Otot pada Pasien Kritis. Jurnal Ilmiah Widya Kesehatan dan Lingkungan. Volume 1 No.3 Januari 2020 Krisrtiningrum. 2015. Penggunaan Obat Pelumpuh Otot di ICU. CDK-233Vol. 42 No. 10, th 2015 Leksana, Ery. 2011. Pengelolaan Hemodinamik. CDK 188 vol 38 no.7 November 2011 Millizia, Anna. 2018. Sedasi dan Analgesia di Ruang Perawatan Intensif. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika Vol.1, N0.2 Juni 2018 Mita, Soraya R & Patihul Husni. 2017. Pemberian Pemahaman Mengenai Penggunaan Obat Analgesik Secara Rasional Pada Masyarakat Di Arjasari Kabupaten Bandung. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol 6, No.3, September 2017 Pundani, Ni Wayan Puspa, dkk. 2018. Obat-Obat Antitrombotik yang Digunakan pada Pasien Infark Miokard Akut Rsup Mohammad Husein Palembang Rendayu, Ina dan Asep, Sukohar. 2018. Pemilihan Jenis Obat Antiaritmia yang Tepat untuk Penyembuhan Pasien Aritmia. Majority Vol. 7 No. 3 Desember 2018



26