PDF P e D o M A N Internal Malaria Compress [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

P E D O M A N PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA



PUSKESMAS WAJO DINAS KESEHATAN KOTA BAUBAU Jl.DR. WAHIDIN NO. 137



TAHUN 2019



PEMERINTAH KOTA BAUBAU



 PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA P No. Dokumen : E No. Revisi : D Tanggal terbit : O Halaman : M  A N



P E D O M A N PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA



 



DINAS KESEHATAN KOTA BAUBAU PUSKESMAS WAJO



PUSKESMAS WA



LEMBAR PENGESAHAN



PEDOMAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA PUSKESMAS WAJO



 



Baubau, 2 Januari 2019



Mengetahui, Kepala Puskesmas Wajo Pengelola Program Malaria



Dr. PANGERAN ABDUL AZIS RABIA. M, AMK NIP: 19850911 201101 1 010 NIP.19810711 200701 1 010



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha



Esa, atas segala



rahmat



dan



hidayahNya,



sehingga penyusunan Pedoman Program Pengendalian Malaria dapat diselesaikan dengan baik. Malaria kesehatan



merupakan



masyarakat



salah



yang



satu



dapat



masalah



menyebabkan



kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Pengendalian



malaria



dilakukan



secara



komprehensif dengan upaya promotif, preventif, kuratif  dan rehabilitatif, hal ini bertujuan untukmenurunkan angka



kesakitan



dan



kematian



serta



mencegah



KLB.Untukmencapai hasil yang optimal dan berkualitas upaya tersebut harus dilakukan terintegrasi dengan layanan



kesehatan



dasar



lainnya.Penitikberatan pada



dan



program



penatalaksanaan



kasus



malaria yang berkualitas diharapkan akan memberikan kontribusi langsung upaya menuju bebas malaria di Indonesia. Pedomam



Program



Pengendalian



Penyakit



malaria ini merupakan acuan bagi petugas kesehatan di Puskesmas Wajo dalam melaksanakan pencegahan dan



pengendalian



penyakit



malaria



di



wilayah



kerja



Puskesmas. Kami menyadari bahwa pedoman pelayanan ini masih



jauh



kesempurnaaan



dan



masih



banyak



kekurangan, untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaannya dimasa yang akan datang. Harapan bermanfaat



kami



bagi



melaksanakan



semoga



para



Pedoman



petugas



pelayanan



ini



kesehatan



dalam



pencegahan



dan



pengendalian penyakit malaria di Puskemas Wajo.



PEDOMAN



dapat



PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WAJO KOTA BAUBAU



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama  pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden  Nomor: 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015- 2019 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi.Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria diIndonesia adalah terjadinya  penurunan efikasi pada penggunaan beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat resistensi terhada pklorokuin. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena  penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sejak  tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falciparum adalah obat kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisininbased Combination Therapy (ACT). Kombinasi artemisinin dipilih untuk meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah resisten terhadap klorokuin dimana artemisinin ini mempunyai efek  terapeutik yang lebih baik.



Gambar 1. Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2016 Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyebab malaria adalah  parasit dari genus plasmodium dan terdiri dari 4 spesies:  plasmodium falciparum,plasmodium vivax,plasmodium malariae,dan plasmodium ovale. Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak tahun 1952-1958,pada akhir periode ini yaitu pada tanggal 12 november 1959 di Yogyakarta, presiden  pertama RI yaitu presiden Soekarno telah mencanangkan dimulainya program pembasmian malaria yang di kenal dengan sebutan “komando operasi pembasmian malaria” (KOPEM) dan hari tersebut ditetapkan sebagai hari Kesehatan Nasional. Untuk Kota Baubau sejak 2017 telah eliminasi Malaria .



B. TUJUAN 1. Tujuan umum Sebagai pedoman dalam upaya pengendalian malaria menuju periode mempertahankan eliminasi malaria di wilayah Kota Baubau khususnya di wilayah kerja Puskesmas Wajo 2. Tujuan khusus a. Menemukan kasus secara dini agar segera di lakukan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai standar,sehingga dapat menyembuhkan kasus dari penyakitnya,dan mencegah terjadinya  penularan.  b. Memantau fluktuasi malaria,MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus pada bayi,kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah dan waktu tertentu. c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan. d. Menilai hasil kegiatan pengendalian di suatu wilayah. e. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKDKLB). C. SASARAN 1. Pengelola program malaria di puskesmas. 2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas sektor terkait, dalam hal ini Laboratorium, Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya. 3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota. D. RUANG LINGKUP Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan teknis program dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminasi , bagi manajer program di semua tingkatan ( Puskesmas, Kabupaten, Provinsi ). Pedoman ini di harapkan menjadi acuan kepada :



1. Kepala Dinas Kabupaten/kota



Kesehatan



Provinsi



2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota 3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi Kabupaten/kota 4. Pengelola program 5. Kepala Puskesmas 6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait



dan



dan



E. BATASAN OPERASIONAL •











Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,  berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya. Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan kasus dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah   p en d u du k s e ca r a ru t i n tert e n t u b e r d a sa r k n ti ng k a t dala m s iklus in si de n tersebut.







waktu kasusmalaria di daerah



Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang dating berobat di unit  pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.















Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk  mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di suatu wilayah. Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan  pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT)  pada semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever  Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium yang ditemukan. Malaria merupakan salah satu penyakit menular  yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.







Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD  pada orang-orang yang menunjukkan suspek  malaria yang datang dari daerah endemis malaria







Survey kontak (kontak survey) adalah kegiatan  pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal serummah dengan kasus positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah kasus malaria).



F. LANDASAN HUKUM 1. Undang-undang kesehatan no. 4 tahun 1984 tentang wabah. 2. Undang-undang kesehatan no, 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 3. PP no. 40 tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular.



4. Keputusan menteri kesehatan no.99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 12 maret 1982 tentang berlakunya system kesehatan nasional 5. Keputusan menteri kesehatan RI no. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman  penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. 6. Keputusan menteri kesehatan RI no.1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang pedoman  jejaring pelayanan Laboratorium kesehatan. 7. Permenkes no 1575/MENKES/PER/XI/2005 tentang organisasi dan tata kerja departemen kesehatan sebagaimana telah di ubah dengan  peraturan menteri kesehatan no. 1295/Menkes/Per/XII/2007. 8. Keputusan menteri kesehatan RI no. 41/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman  penatalaksanaan kasus malaria. 9. Keputusan menteri kesehatan RI no. 042/Menkes/SK/I/2007 tentang pengobatan malaria. 10. Keputusan menteri kesehatan RI no. 043/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman pelatihan malaria. 11. Peraturan menteri kesehatan no. 275/MENKES/III/2007 tentang surveilans malaria. 12. Keputusan menteri kesehatan RI no. 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia. 13. Permenkes no. 161/MENKES/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan 14. Peraturan menteri kesehatan no. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan.



15. Surat edaran menteri dalam negeri no 443.41/465/SJ tahun 2010 tentang pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia.



BAB II STANDAR KETENAGAAN



Yang dimaksud standar ketenagaan disini adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan  program malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Keberhasilan dan keberlangsungan suatu  program sangat ditentukan oleh kemampuan  pelaksananya yaitu kompetensi yang dimiliki. Karena itu pengembangan SDM akan menjadi sesuatu yang sangat strategis bagi tujuan program dan menjadi kegiatan prioritas. Penyusunan kebutuhan tenaga malaria perlu memperhatikan kekuatan dan kelemahannya,



mempertimbangkan kebutuhan epidemiologi,  permintaan akibat beban pelayanan kesehatan, sarana upaya pelayanan yang ditetapkan, dan standar atau nilai tertentu. Dalam penyusunan perencanaan tenaga malaria harus memperhatikan factor-faktor : 1. Jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi tenaga kesehatan. 2. Penyelenggaraan upaya kesehatan. 3. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. 4. Kemampuan pembiayaan. 5. Kondisi geografis dan social budaya. Untuk meningkatkan pengetahuan, katerampilan dan kemampuan, memperbaiki, mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar  sesuai dengan standar kebijakan program maka tenaga malaria harus dilatih secara khusus. Jenis palatihan : 1. Pelatihan case manajemen bagi dokter. 2. Pelatihan case manajemen bagi paramedis (bidan dan perawat) 3. Pelatihan parasitologi malaria (mikroskopis dari  pusat sampai puskesmas/UPT) 4. Pelatihan manajemen dan epidemiologi malaria (basic training) 5. Pelatihan juru malaria desa (JMD) atau kader. B. DISTRIBUSI KETENAGAAN Pendayagunaan tenaga malaria meliputi  penyebaran yang merata dan berkeadilan, Pemanfaatan, dan pengembangan termasuk peningkatan karirnya. Pendayagunaan tenaga malaria di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pengembagan tenaga



malaria dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga malaria untuk mengembangkan diri, dan mempermudah memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan pelatihan tenaga malaria dilakukan melalui pengembangan standar pelatihan tenaga malaria guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan  pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk  Indonesia.



Prinsip pendayagunaan tenaga malaria adalah : 1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) local maupun pusat. 2. Pemerataan : keseimbangan hak dan kewajiban 3. Pendelegasian wewenang yang proporsional. C. JADWAL KEGIATAN Jadwal pelaksanaan kegiatan program malaria di Puskesmas di susun bersama dengan pengelola program kesehatan lainnya dan sektor yang terkait dalam kegiatan program malaria sedangkan untuk pelayanan kesehatan malaria di dalam gedung dilakukan setiap hari.



BAB III STANDAR FASIITAS



A. DENA RUANG



Koordinasi



pelaksanaan



kegiatan



program



malaria di lakukan oleh Penanggung Jawab program dan dibantu oleh tenaga pelaksana lainnya (dokter, laboran, perawat atau bidan) yang menempati ruang  pelayanan dari gedung Puskesmas. Pelaksanaan rapat koordinasi dilakukan di Aula ruang rapat Puskesmas Wajo atau di ruang P2 B. STANDAR FASILITAS 1. Buku pedoman atau buku saku penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia ada 1 buah. 2. Mikroskop binokuler. 3. Buku pedoman manajemen malaria ada 1 buah. 4. Uji Diagnosis Cepat (RDT), dalam jumlah sesuai  pemakaian. 5. suku cadang mikroskop 6. kit pewarnaan 7. slide box 8. Giemsa 9. minyak imersi 10. object glass 11. vaccinostyle 12. obat anti malaria sesuai dengan pemakaian. 13. Buku register malaria Ketersediaan sarana dan prasarana mengacu pada standar, tetapi dapat disiapkan bertahap sesuai dengan kondisi tempat.



BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN



Kegiatan program malaria dibagi menjadi 3 kelompok  kegiatan : 1. Kelompok kegiatan tata laksana kasus dan pencegahan Kelompok kegiatan ini merupakan kegiatan utama  program yang merupakan “core bussines” •



Penemuan dan diagnosis malaria







Pengobatan malaria dan pemantauannya.







Tata laksana kasus malaria di masyarakat







Pengendalian vector (ITN, IRS,LSM).



Pencegahan malaria (kemoprolaksis, etc) 2. Kelompok kegiatan pendukung : manajemen program Kelompok kegiatan ini merupakan kelompok   pendukung (supporting) bagi terlaksananya kegiatan •



utama “core bussines” maupun kelompok kegiatan  program yang komprehensif. • •



Perencanaan dan pembiayaan program Pengorganisasian program







Pengelolaan logistic program malaria







Pengembangan ketenagaan program malaria.







Regulasi, advokasi dan promosi program.







Monitoring dan evaluasi program.



3. Kelompok kegiatan ekspansi dan sustainabilitas :  pengendalian malaria komprehensif. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat ekspansif agar kegiatan bermutu dan berkalanjutan (sustainabilitas). 







Kemitraan program malaria Penguatan layanan dan jejaring laboratorium malaria







Ekspansi layanan kesehatan (public private mix)







Kolaborasi malaria-imunisasi, kesehatan ibu dan anak.







Upaya layanan malaria berbasis masyarakat (pomaldes, mobilisasi social)







Monitoring mutu obat malaria : uji efikasi obat, uji resistensi obat, pharmacovigilance, dan uji mutu obat.







Pendekatan tata laksana malaria terpadu (IMCI/MTBS, IMAI/MTDS, dan lain-lain)



 



LINGKUP KEGIATAN PROGRAM MALARIA 1. Penemuan kasus  malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,  berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.  



Tujuan - Menemukan kasus secara dini agar segera dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai standar, sehingga dapat menyembuhkan kasus dari penyakitnya, dan mencegah terjadinya penularan. - Memantau fluktuasi malaria,  MOPI  (Monthly Parasite Incidence), kasus pada  bayi, kasus indigenous dan persentase  P.falciparum  pada daerah dan waktu tertentu. - Alat bantu untuk menentukan musim  penularan. - Menilai hasil kegiatan pengendalian disuatu wilayah. - Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KL BENTUK KEGIATAN a.



Active case detection (ACD) Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah  petugas/ kader menemukan kasus



dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu  berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di daerah tersebut. Metode dan sasaran :  pengambilan sediaan darah (SD) pada semua kasus suspek malaria yang ditemukan. b. Passive case detection (PCD) Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang dating berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan. Rincian Kegiatan : •



  Semua kasus suspek malaria dan gagal  pengobatan yang dating ke puskesmas diambil sediaan darahnya. Bila hasilnya  positif diberikan pengobatan sesuai  jenis plasmodiumnya. Kasus gagal  pengobatan apabila SDnya masih positif diberi pengobatan lini berikutnya.







Di



daerah



endemis



malaria, dilakukan



 pemeriksaan limpa untuk semua kasus umur 2-9 tahun yangdata dating ke puskesmas untuk mengumpulkan jumlah kasus dengan pembesaran limpa per desa dalam rangka skrining lokasi desa indeks malariometric survey (MS) dasar. •



Setiap puskesmas di daerah endemis malaria harus mempunyai fasilitas laboratorium mikroskopdan petugas mikroskop malaria.







Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD maka jumlah SD yang dikumpulkan melalui kagiatan PCD tidak boleh < 5% dari  penduduk cakupan pukesmas per tahun.



c.



Mass fever survey (MFS) Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis  plasmodium yang ditemukan. Tujuan : □ Memastikan bahwa desa yang kasusnya nol atau rendah, memang benar-benar  telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah □ Mengintensifkan pencarian dan  pengobatan kasus agar reservoir parasit l a p ng an d p at d ik u r ang i . H al i i dil a k u ka b ila A C D , PC D d an  penyelidikan epidemiologi tidak berhasil menurnkan kasus. Criteria pelaksanaan : □ MFS konfirmasi Dilakukan pada saat puncak fluktuasi kasus malaria dan bila hasil pemantauan SKD menunjukkan tidak ada kecenderungan kenaikan kasus di daerah.







MFS khusus Dilakukan sebelum



puncak



fluktuasi



untuk mencegah KLB (SKD KLB) dan  bila pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan kenaikan kasus di desa focus. d. Malariometric Survey (MS) Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di suatu wilayah. Tujuan : □ Menentukan prevalensi malaria di suatu daerah. □ Mendapatkan data dasar dan stratifikasi masalah malaria di suatu wilayah, yaitu dengan membandingkan endemisitas dan  prevalensi malaria di beberapa daerah yang masing-masing mewakili suatu daerah kesatuan epidemiologi yang  berbeda sehingga dapat dibuat peta endemisitas bagi wilayah tersebut. □ Menilai hasil kegiatan dari program  pemberantasan malaria di suatu wilayah. Cara pemeriksaan malariometric survey : □ Survey limpa □ Survey darah e. Mass Blood Survey (MBS) atau survey darah missal (SDM) Adalah upaya pencarian dan penemuan kasus malaria secara missal melalui survey di daerah : □ Endemis dan daerah yang diduga endemis malaria. □ Endemis tinggi dimana kasus tidak lagi menunjukkan gejala klinis yang spesifik.







Yang belum terjangkau unit pelayanan kesehatan.



Yang sedang terjadi peningkatan kasus. Tujuan : □ Menemukan dan mengobati semua kasus positif malaria pada waktu dan tempat tertentu. □ Meningkatkan cakupan pengobatan kasus malaria dengan konfirmasi laboratorium secara rapid diagnostic (RDT) dan mikroskopik  □ Membantu memutuskan rantai  penularan malaria. □



Metode penentuan lokasi : □ Dipilih desa dengan kasus malaria tertinggi berdasarkan hasil analisis data kasus puskesmas per-desa 3-5 tahun terakhir. □ Banyak ditemukan kasus demam yang dicurigai malaria berdasarkan laporan masyarakat. □ Di daerah yang sedang terjadi KLB. Waktu : Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan pada  beberapa kondisi : □ Idealnya dilaksanakan pada saat puncak  kasus. □ Pada keadaan tertentu (survey khusus) f. Surveilans migrasi Adalah kegiatan pengambilan SD pada orangorang yang menunjukkan suspek malaria yang



dating dari daerah endemis malaria. Merupakan  bagian dari program surveilans malaria, yaitu suatu strategi program peningkatan kewaspadaan terhadap timbulnya malaria. g. Survey kontak (kontak survey) Adalah kegiatan pengambilan SD pada orangorang yang tinggal serummah dengan kasus  positif malaria dan atau orang-orang yang  berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah kasus malaria).



2. Diagnosis Malaria Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam typhoid, demam dengue,leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis,demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik   bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria padasetiap penderita dengan demam harus dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya  berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan



 pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO Untuk anak 37,5 °C - Konjungtiva atau telapak tangan pucat - Sklera ikterik  - Pembesaran Limpa (splenomegali) - Pembesaran hati (hepatomegali) C. Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan: a). Ada tidaknya parasit malaria (positif  atau negatif).  b). Spesies dan stadium plasmodium. c). Kepadatan parasit/jumlah parasit. 2. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca  petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk  mengevaluasi pengobatan. D. Pengobatan malaria Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh  program saat ini adalah dengan ACT (Artemisinin Based Combination Therapy). Pemberian kombinasi



ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau Artemeter kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan  primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal. a. Malaria falciparum dan malaria vivax Pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax saat ini menggunakan ACT ditambah  primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum sama dengan malaria vivax, untuk malaria falciparum primakuin hanya diberikan pada hari  pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kg BB, dan untuk malaria vivax selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kg BB. ➢ Pengobatan malaria vivaks yang relaps Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps (kambuh) di berikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,,5 mg/kgbb/hari



 b. Pengobatan malaria ovale Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP atau kombinasi artesunat + amodiakun.dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks c. Pengobatan malaria malariae Pengobatan P.malariae cukup di berikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak di  berikan primakuin d. Pengobatan infeksi campur P.FALCIPARUM + P.VIVAKS/P.OVALE



Pada kasus dengan infeksi campur



diberikan



ACT selama 3 hari serta primakindengan dosis 0,25 mg/kg/BB/hari selama 14 hari e. Pengobatan malaria pada ibu hamil Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orangdewasa umumnya, perbedaannya adalah  pada pemberian obat malaria berdasarkan umur  kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan  primakuin. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena  bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu kasus harus makan dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Pengobatan Malaria Berat Semua kasus malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit atau di Puskesmas perawatan. Bila fasilitas atau tenaga kurang memadai, maka kasus harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan atau ketepatan diagnosis serta  pengobatan. a. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik non   pe r w a ta n . J i ka p u sk e smas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artemeter intramuscular dosis awal (3,2 mg/kg BB)  b. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik   perawatan atau RS. Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan



artemeter intramuskuler atau kina drip. Bila kasus sudah bisa minum obat (per oral), setelah  pemberian Artesunat intravena atau artemeter  intramuskuler atau kina drip maka pengobatan dilakukan dengan regimen DHP + primakuin selama 3 hari atau artesunat + Amodiakuin +  primakuin selama 3 hari. Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan  pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/artemeter intramuskuler dan pada ibu hamil trimester pertama. Dikemas dalam bentuk ampul kina dihiroklorida 25 %. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml. setelah  pemberian kina drip maka pengobatan dilanjutkan dengan kina tablet per oral dengan dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diebrikan bersama doksisiklin, atau tertasiklin pada orang dewasa atau klindamisin  pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang  pertama. Catatan : ➢ Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena , karena toksik bagi jantung ➢



a n d a p a t m e ni m b u lk a k e m a t ia n . o s i s k i n a m a k si m u n u n tu k d e wasa : 2.000 mg/hari.



c. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan kina HCL drip



intravena



pada



trimester



pertama



dan



artesunat/artemeter injeksi untuk trimester 2 dan 3. 1. Pemantauan pengobatan a. Rawat jalan Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari 4, 7, 14, 21 dan 28 dengan  pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi, kasus segera dianjurkan dating kembali tanpa menunggu jadwal tersebut diatas.  b. Rawat inap Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan  parasit dalam sediaan darah selama 3 hari  berturut-turut, dan setelahnya dievaluasi seperti  pada kasus rawat jalan. 2. Pengendalian vector Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik,  biologi dan social budaya. Jenis intervensi  pengendalian vector malaria yang dapat dilakukan   b erd as a r a n h as il a . M e l ak u k a n



rumah



dengan



a n a l is i s s i t u s i : p e n y e m p r o ta n insektisida. Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian vector dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secar merata pada permukaan dinding yang disemprot. Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan memperpendek umur populasi, sehingga



nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk  muda atau belum infektif (belum menghasilkan sporozoid di dalam kelenjar ludahnya)  b. Memakai kelambu. Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap pada kelambu. Saat ini upaya  pengendalian malaria menggunakan kelambu  berinsektisida (long lasting insectisidal nets/LLINs) yang umur residu infektifnya relative lama yaitu lebih dari 3 tahun. c. Malakukan larviciding Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan jasad renik yang bersifat pathogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti : Bacillus thuringiensis subsp. Israelensis (Bti) dan larvisida Insect growth regulator (IGR) d. Melakukan penebaran ikan pemakan larva Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian larva secara biologi yang menggunakan  predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian vector jenis ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.



e.



Mengelola lingkungan (pengendalian secara fisik)



Mengelola lingkungan dapat dilakukan dengan cara modifikasi dan



manipulasi



lingkungan



untuk pengendalian larva nyamuk : ➢ Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara permanen  bertujuan mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk dengan cara penimbunan,  pengeringan, pembuatan tanggul, dll ➢



Manipulasi lingkungan yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan bagi vector untuk   berkembang biak seperti pembersihan tanaman air yang mengapung (ganggang atau lumut) di lagun, pengubahan kadar  garam, pengaturan pengairan sawah secar berkala, dll



3. Pencegahan penularan malaria. Upaya pencegahan agar terhindar dari penularan malaria, antara lain : a. Penggunaan kelambu biasa.  b. Penggunaan insektisida rumah tangga c. Pemasangan kawat kasa d. Penggunaan repelan e.



Penutup badan



4. Perencanaan dan pembiayaan Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas proses penyusunan  perencanaan dan penganggaran, namun hingga saat ini belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai harapan. Oleh sebab itu perlu dilakukan  perencanaan secara optimal dengan pendekatan  pemecahan masalah melalui pembahasan secara



lintas program dan lintas sector pada lokakarya mini  puskesmas. 5. Pelaporan dan evaluasi Secara berkala dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang  berhubungan dengan upaya percepatan eliminasi malaria. Beberapa hal yang dapat digunakan sebgai  panduan dalam melakukan monitoring dan evaluasi adalah : ➢ Rumusan masalah pengendalian malaria ➢ Pemecahan masalah yang dihadapi ➢ Keterlibatan dan kontribusi aktif lintas  program, lintas sector, swasta dan masyarakat terkait dalam pemecahan masalah. ➢ Hasil yang sudah dicapai. ➢ Membuat laporan melalui E-SISMAL



BAB V LOGISTIK 



Pengelolaan logistik dapat diartikan sebagai tahapan  proses pengaturan ketersediaan barang mulai dari  perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada kegiatan penyaluran dan penyimpanan barang dan jasa serta informasi terkait mulai dari titik asal sampai titik  komsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan  pemakai. Pengelolaan logistic secara umum dapat dibagi menjadi empat kelompok besar kegiatan, yaitu : 1. Seleksi produk  Barang yang akan digunakan/dipakai dalam kegiatan program pengendalian malaria harus sesuai dengan standar nasional Indonesia dan untuk obat dan peralatan kesehatan yang diadakan harus ada  prakualifikasi WHO dan BPOM maupun Binfar dan Alkes, sedangkan produk pestisida harus ada rekomendasi dari WHOPES dan KOMPES. 2. Perencanaan dan pengadaan Dalam tahap ini dilakukan perhitungan untuk  menentukan jumlah kebutuhan yang ideal, termasuk  memperkirakan ketersediaan selama masa transisi sebelum pengadaan ditahun berikutnya (buffer  stock) 3. Pengelolaan persediaan Pengelolaan persediaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur pengiriman barang dan yangmemastikan berkualitas ketersediaan yang dapat   diandalkan dan tidak terputus untuk unit-unit yang membutuhkan. Dengan system pengelolaan  persediaan barang , diharapkan permasalahan seperti  putus stock (stock out) dapat dihindari. Untuk itu diharapkan : ➢ Persediaan barang di fasilitas pelayanan kesehatan mencukupi untuk 3 bulan kedepan.







Persediaan barang di kabupaten mencukupi untuk 6 bulan kedepan



Persediaan barang di propinsi mencukupi untuk 12 bulan kedepan ➢ Persediaan barang di pusat mencukupi untuk  18 bulan kedepan 4. Pemakaian yang rasional Penggunaan atau pemanfaatan barang harus sesuai dengan kebijakan program. Komoditas yang diadakan harus dipantau mulai dari awal pengadaan sampai barang tersebut diterima di gudang dan dipergunakan di lapangan. Setiap pemantauan dan evaluasi harus menggunakan draf/formulir  monitoring dan pelaporan yang terstandar sesuai kebutuhan. Tugas pengelolaan logistic malaria disetiap tingkatan : a. Kabupaten/kota □ Mengumpulkan data dari LPLPO yang diterima Dinkes tiap bulannya dari  puskesmas dan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan gudang P2M. □ Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-2 untuk  dikirim ke pusat atau propinsi, tanggal ➢



10 tiap bulannya.  b. Propin s □ Mengumpulkan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan P2M serta laporan LOGMAL-2 □ Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-3, untuk  dikirim ke pusat, tanggal 15 setiap  bulannya.



Jenis-jenis logistic malaria : a. Obat anti malaria (OAM) Primakuin 15 mg base, sulfadoxine  pirimethamine, kina tablet, kina injeksi, Artesunate dan Amidiaquine, dihydroartemisinin (DHA) dan piperaquine (PPQ), Artemether  injeksi, Artesunate injeksi.  b. Alat dan bahan diagnostic •



Peralatan : mikroskop binokuler, suku cadang mikroskop, kit pewarnaan, slide  box



Bahan : Giemsa, minyak imersi, object glass, vaccinostyle, Rapid Diagnostics Test Alat dan bahan pengendalian vector. •



c.







Peralatan



:



spraycan,



suku



cadang



spraycan, mistblower. •



 



Bahan : insektisida untuk penyemprotan rumah, larvasida, long lasting insectisidal nets (LLINs)



BAB VI KESELAMATAN SASARAN



Mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan program malaria di Puskesmas Wajo perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya



 pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemberdayaan masyarakat adalah cara untuk  menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk berperilaku hidup  bersih dan sehat dalam kaitan penanggulangan penyakit malaria. Pemberdayaan masyarakat sangat ditentukan oleh pemahaman, kemahiran dan semangat dalam menerapkan pendekatan social kemasyarakatan. Secara keseluruhan pendekatan gerakan masyarakat dilakukan melalui promosi, pengembangan institusi masyarakat,  pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan serta  pendekatan ekonomi produktif (income generation). Kesemuanya itu dilakukan demi keselamatan sasaran program. Sedangkan untuk keselamatan petugas malaria perlu melakukan proteksi terhadap resiko  penularan penyakit malaria melalui upaya-upaya  pencegahan terutama dalam pengambilan sediaan darah ada kemungkinan resiko penularan penyakit yang lainnya melalui darah. Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar tidak ada lagi kekuatiran akan tertular   penyakit baik itu penyakit malaria atau penyakit lainnya yang menular melalui cairan tubuh/darah.



BAB VII KESELAMATAN KERJA



Mengingat   besarnya resiko penularan penyakit malaria, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan sering kontak dengan suspek maupun  penderita, maka perlu dilakukan berbagai upaya  pencegahan demi keselamatan tenaga kesehatan. Profesionalisme dalam bekerja (bekerja sesuai dengan standar) merupakan upaya meminimalkan resiko  pekerjaan yang kita lakukan. Dalam pelaksanaan kegiatan program sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang professional dibidangnya dan memiliki keterampilan yang lain yang terkait seperti kemampuan berkendara sebagai  pendukung terlaksananya kegiatan. Mengadakan  pelatihan untuk tenaga kesehatan malaria dan tenaga kesehatan yang lain yang terkait dengan program



malaria



demi



keselamatan



kerja.



Meningkatkan



kerjasama lintas program dan lintas sektor sehingga kecelakaan kerja dapat diminimalisir.



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



Kinerja pelaksanaan program malaria di Puskesmas dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut : 1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jenis dan jadwal. 2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan. 3. Tercapainya indikator tiap kegiatan pelayanan di Puskesmas. 4. Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulannnya 5. Pencatatan dan pelaporan melalui Sstem E-Sismal yang dilaporkan setiap bulannya.



BAB IX PENUTUP



Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi tenaga k se h a ta n p r o gr am al r i a d i sek to r t er k a i t d la m ra n g k a Pu s k e e s m s da n n l in m e n i n n g kat k an k k u a l itas  pelayanan di Puskesmas Wajo . Untuk menigkatkan efektifitas pemanfaatan Pedoman Pelayanan program Puskesmas ini, hendaknya tenaga kesehatan puskesmas dapat menjabarkannya dalam Protab (prosedur tetap) yang berisi langkah-langkah dari setiap kegiatan sesuai kondisi Puskesmas. Selain itu, dengan pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar advokasi bagi pemegang



kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas.