Pelanggaran Ham Kasus Munir [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Dian
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kasus Pembunuhan Munir



Adapun contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah kasus Munir sang pejuang Hak Asasi Manusia. Ia lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965 tepatnya di Kota Batu. Munir merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia Munir mendirikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS). Berikut adalah kronologis pembunuhan Munir hingga proses pengadilan tersangka pembunuh Munir. Pada 6 September 2004 Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi program master (S2) di Universitas Utrecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 pada pukul 21.55 WIB menuju Singapura untuk kemudian transit di Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam. Tiba di Singapura pada pukul 00.40 waktu Singapura. Kemudian pukul 01.50 waktu Singapura Munir kembali terbang dan menuju Amsterdam. Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir



bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia. Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya. Salah satunya adalah kebencian para penguasa orde baru terhadap gerakan ‘human right’ Munir. Mereka “penguasa” yang telah semena-mena menindas, membunuh, dan membantai rakyat kecil mendapat perlawanan keras dari Munir. Munir tanpa lelah terus mencari fakta dan realita untuk mengungkap kasus-kasus pembantaian orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya dan keluarganya menerima berbagai ancaman pembunuhan, Munir tetap melangkahkan perjuangannya dengan darah jadi taruhannya. Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen



intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan Munir. Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua. Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia. Muchdi PR ditangkap pada 6 Juni 2008. Lalu ia disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada awal Desember 2008, jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan Munir menuntut Muchdi PR dihukum 15 tahun penjara. Muchdi PR terbukti menganjurkan dan memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir. Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang terungkap dari keterangan saksi, barang bukti, dan keterangan terdakwa selama 17 kali sidang. Di antaranya adalah surat dari Badan Intelijen Negara yang ditujukan kepada Garuda Indonesia pada Juni 2004 yang merekomendasikan Pollycarpus sebagai petugas aviation security. Hal tersebut sangat tidak wajar karena Badan Intelijen Negara ikut campur urusan bisnis Garuda hingga merekomendasikan Pollycarpus untuk ikut terbang bersama Munir. Jaksa juga menunjuk bukti transaksi panggilan dari nomor telepon yang diduga milik



Pollycarpus ke nomor yang diduga milik Muchdi, atau sebaliknya, yang tercatat dalam call data record. Selain itu, dalam persidangan Muchdi PR memberikan keterangan berubah-ubah dan beberapa kali bertindak tidak sopan. Usaha para jaksa membongkar kasus pembunuhan dan menuntut pelaku pembunuh kandas ditangan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Suharto. Tanggal tanggal 31 Desember 2008, majelis hakim menvonis bebas Muchdi Pr atas keterlibatannya dalam pembunuhan aktivis HAM – Munir



Undang – Undang Yang Dilanggar Hak asasi manusia di Indonesia didasarkan pada falsafah dan ideology pancasila, pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia. UU No. 39 Tahun 1999 mencantumkan asas-asas dasar hak asasi manusia diantaranya: Beberapa asas dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 a.



adalah:



Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hokum yang adil serta mendapat kepastian hokum dan perlakuan yang sama di depan hukum.



b.



Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.



c.



Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun.



d.



Setiap orang diakui sebagai pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan



serta



perlindungan



yang



sama



sesuai



dengan



martabat



kemanusiaannya di depan hukum. e.



Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dan pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.



Secara operasional hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia Indonesia dalam UU No. 39 Tahun 1999 meliputi: a. Hak hidup (Pasal 9), b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10), c. Hak mengembangkan diri (Pasal 11-16), d. Hak memperoleh keadilan (Pasal 17-19), e. Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27), f. Hak atas rasa aman (Pasal 28-35), g. Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42), h. Hak turut serta dalam pemerintah (Pasal 43-44),