Pemikiran Socrates [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pemikiran Socrates Socrates tidak pernah menuliskan apa-apa. Jadi untuk menentukan pemikiranpemikirannya kita tidak dapat mempergunakan buah pena Socrates sendiri, melainkan dari tulisan murid-muridnya terutama Plato. Plato menulis sejumlah dialog atau diskusi-diskusi yang didramatisasi mengenai filsafat, dimana dia menggunakan Socrates sebagai tokoh utama dan juru bicaranya. Oleh karena itu tidak mudah membedakan antara ajaran-ajaran Socrates dan filsafat Plato. Bartens menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu dutujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains dan agama. Kalau dipandang sepintas lalu, Socrates tidaklah banyak berbeda dengan orang-orang sofis. Sama dengan orang sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari-hari. Akan tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara orang sofis dan Socrates. Socrates tidak menyetujui kaum sofis. Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran obyektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapatpendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah, misalnya ia bertanya kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dsb. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut dll. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban-jawaban lebih lanjut dan menarik kensekuensi-konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia ( kebingungan ). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode yang biasa digunakan Socrates biasanya disebut dialektika yang berarti bercakap-cakap atau berdialog. Metode Socrates dinamakan diaelektika karena dialog mempunyai peranan penting didalamnya. Bagi Socrates pada waktu itu penemuan definisi bukanlah hal yang kecil maknanya, penemuan inilah yang akan dihantamkannya kepada relatifisme kaum sofis. Dalam suatu kutipan yang terkenal dari dialog Theaitetos, Socrates sendiri mengusulkan nama lain untuk menunjukkan metodenya yaitu maieutike tekhne (seni kebidanan). Dia tidak melahirkan sendiri anak itu, namun dia ada untuk membantu selama kelahiran. Begitu juga Socrates menganggap tugasnya seperti membantu orang-orang “melahirkan” wawasan yang benar, sebab pemahaman yang sejati harus timbul dari dalam diri sendiri dan tidak dapat ditanamkan oleh orang lain. Bagi kita yang sudah biasa membentuk dan menggunakan definisi barang kali merasakan definisi itu bukan sesuatu yang amat penting, jadi bukan suatu penemuan yang berharga. Akan tetapi, bagi Socrates pada waktu itu penemuan definisi bukanlah hal yang kecil maknanya, penemuan inilah yang akan dihantamkannya kepada relatifisme kaum sofis.



Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada orang sofis bahwa pengatahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Jadi, orang sofis tidak seluruhnya benar, yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah pengetahuan yang kebenaranya relatif. Misalnya contoh ini: Apakah kursi itu ? kita periksa seluruh, kalau bisa seluruh kursi yang ada didunia ini. Kita menemukan kursi hakim ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan jati. Lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua, dari besi anti karat begitulah seterusnya. Jadi kita ambil kesimpulan bahwa setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada semua kursi. Sedangkan cirri yang lain tidak dimilki semua kursi. Maka, semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran. Berarti ini merupakan kebenaran obyektif – umum, tidak subyektif – relatif. Tentang jumlah kaki, bahan, dan sebagainya. Merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan yang umum, itulah definisi. Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat “ menghentikan ” laju dominasi relatifisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagainya, diperselisihkan sebagainya. Dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka. Socrates mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada “ disana ” dialam idea. Kubu Socrates semakin kuat, orang sofis sudah semakin kehabisan pengikut. Ajaran behwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan, semakin tidak laku. Akhirnya orang mulai mempercayai adanya kebenaran umum. Dengan metode dialektika ini, menurut Aristoteles selaku murid Plato bahwa Socrates telah melahirkan dua poin penting dalam menggapai sebuah ilmu pengetahuan. Dua poin tersebut adalah induksi dan definisi. Induksi adalah suatu cara berpikir yang bertolak dari halhal yang khusus dan menarik kesimpulan untuk hal yang umum. Cara ini telah Socrates terapkan yaitu dengan memberikan atau mengajukan pertanyaan tentang keutamaan kepada semua orang dalam berbagai profesi, kemudian jawaban dari setiap orang tadi disimpulkan sehingga menjadi sebuah pengetahuan. Kemudian, poin yang kedua adalah: Definisi, dimana di dalamnya telah mencakup intisari serta hakikat dari sesuatu sehingga dapat mewakili seluruh populasi yang didefinisikan itu tanpa ada ikatan ruang dan waktu. Dengan kata lain, definisi dihasilkan atas dasar induksi yang berusaha menentukan inti atau hakikat sesuatu hal. Misalnya: Definisi tentang lingkaran, dalam definisi ini akan dijelaskan apa sebenarnya hakikat dari lingkaran tersebut dan definisi ini berlaku untuk semua lingkaran. Socrates memberikan teori tentang definisi ini dengan beberapa poin yaitu: 1.



Suatu definisi ideal harus memberikan pada kita hakikat dari yang ditunjuk oleh suatu kata.



2.



Hakikat ini akan ditinjau secara tunggal dan sederhana.



3.



Definisi akan menjawab pertanyaan "Apakah unsur pokok yang menjadikan sesuatu hal ada"?



4.



Dalam menjawab pertanyaan ini kita akan mengetahui: (a) yang sungguhsungguh menjadikan semua hal yang benar adalah benar, dan (b) berdasar atas itu kita mengenal dan mampu menanamkan suatu hal yang benar adalah benar.



5.



Dengan pengetahuan ini sebagai patokan, kita dapat secara rasional, metodis benar.



Dalam apologia Socrates menerangkan kepada hakim-hakimnya bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warga negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan bukan kesehatan, kekayaan, kehormatan atau hal-hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa. Menurut Socrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia ialah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Tingkah laku manusia hanya dapat disebut “baik” jika dengan itu ia berusaha supaya manusia menurut inti sarinya, dan bukan menurut salah satu aspek lahiriyah saja dijadikan sebaik mungkin. Dengan cara lain lagi boleh dikatakan bahwa tujuan kehidupan manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Manusia dapat mencapai kebahagiaan dengan arête atau virtue yakni keutamaan (moral). Salah satu pendirian Socrates yang terkenal adalah “keutamaan adalah pengetahuan”. Pemahaman yang lebih mudah misalnya adalah seorang tukang sepatu harus mengetahui apakah itu sebuah sepatu dan untuk apa sepatu dipakai. Tidak mungkin dia menjadi seorang tukang yang baik jika ia tidak mempunyai pengetahuan serupa itu. Demikian juga keutamaan yang membuat manusia menjadi manusia yang baik, harus dianggap sebagai pengetahuan. Jadi menurut Socrates, orang yang berpengetahuan akan dengan sendirinya berbudi baik. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka jahatnya dari orang yang tidak mengetahui karena tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Namun jika kita melihat pada era sekarang, ternyata tidak hanya yang tidak tahu saja yang jahat, yang tahu pun bisa lebih jahat dari yang tidak tahu karena mereka bisa memanipulasi dan mencari-cari celah dari apa yang telah ia ketahui. Justru kejahatan dari orang-orang yang berpengetahuan inilah yang lebih berbahaya. Konsepnya tentang roh, terkenal tidak tentu ( indeterminate ) dan berpandangan terbuka ( openminded ), jelas – jelas tidak agamis dan terlihat tidak mengandalkan doktrin – doktrin metafisik atau teologis. Juga tidak melibatkan komitmen – komitmen naturalistik atau fisik apapun, seperti pandangan tradisional bahwa roh adalah “ nafas ” yang menghidupkan. Sebenarnya juga tidak jelas bahwa ia sedang mencari kesepakatan bagi pendapatnya bahwa roh tidak dapat mati, dan didalam Apologi, ia hanya mengatakan betapa indahnya jika demikian adanya. Hidup ( dan mati ) demi roh seseorang murni berkaitan dengan karakter dan integritas pribadi, bukan dengan harapan – harapan akan ganjarannya dimasa depan. Perhatian Socrates murni etis, tanpa suatu gambaran akan intrik kosmologi yang telah mempesona para pendahulunya.



Socrates diakhir – akhir hidupnya banyak memperkatakan tentang akhirat dan hidup yang abadi kelak dibelakang hari. Dia mempercayai adanya akhirat, dan hidup yang abadi dibelakang hari itu, begitu juga tentang kekalnya roh. Socrates berpendapat bahwa roh itu telah ada sebelum manusia, dalam keadaan yang tidak kita ketahui. Kendatipun roh itu telah bertali dengan tubuh manusia, tetapi diwaktu manusia itu mati, roh itu kembali kepada asalnya semula. Diwaktu orang berkata kepada Socrates, bahwa raja bermaksud akan membunuhnya. Dia menjawab : “ Socrates adalah didalam kendi, raja hanya bisa memecahkan kendi. Kendi pecah, tetapi air akan kembali ke dalam laut ”. Maksudnya, yang hancur luluh hanyalah tubuh, sedang jiwa adalah kekal ( abadi ). Ia menentang konsep bangsa Yunani tentang jiwa atau psyche. Kepercayaan kuno mengatakan bahwa roh atau jiwa adalah cerminan dari orang yang mati yang bergerak dari dunia kehidupan dan kematian. Socrates menyatakan bahwa ruh adalah suatu yang berbeda dengan jasad. Ia mengemukakan kalau ruh itu mempunyai kecendrungan alamiah kepada kebaikan, suatu konsep yang kemudian ditentang oleh Aristoteles. Socrates juga mempunyai pandangan pribadi tentang tuhan yang mengajak kita untuk berfikir bahwa ia adalah seorang penerima ruya atau wahyu, apalagi jika dikaitkan dengan dampaknya yang terasa pada masyarakat Athena. Ia berhasil mempertahankan keyakinannya pada wujud Maha Kuasa dan Maha Pencipta alam semsta terhadap pandangan polytheisme di sekitarnya dengan menggunakan akidah-akidah hukum alam. Ia menentang pluralitas yang berkembang dalam agama bangsa Yunani sebagaimana yang tercermin dalam mithologi mereka. Ia menganjurkan bangsa Athena agar berdoa bagi kebajikan bukan bagi material. Menurut filsafat Socrates segala sesuatu kejadian yang terjadi di alam adalah karena adanya akal yang mengatur, yang tidak lalai dan tidak tidur. Akal yang mengatur itu adalah Tuhan yang pemurah. Dia bukan benda, hanya wujud yang rohani semata-mata. Pendapat Socrates tentang Tuhan lebih dekat kepada akidah tauhid. Dia menasehatkan supaya orang menjaga perintah-perintah agama, jangan menyembah berhala dan mempersekutukan Tuhan. [19] Sedangkan tentang mengenal diri Socrates menjadikan pedoman seperti pada pepatah yang berbunyi : “ kenalilah dirimu dengan dirimu sendiri ” ( Gnothisauton ). Pepatah ini dijadikan oleh Socrates jadi pokok filsafatnya. Socrates berkata : manusia hendaknya mengenal diri dengan dirinya sendiri, jangan membahas yang diluar diri, hanya kembalilah kepada diri. Manusia selama ini mencari pengetahuan diluar diri. Kadang – kadang dicarinya pengetahuan itu didalam bumi, kadang – kadang diatas langit, kadang – kadang didalam air, kadang – kadang diudara. Alangkah baiknya kalau kita mencari pengetahuan itu pada diri sendiri. Dia memang tidak mengetahui dirinya, maka seharusnya dirinya itulah yang lebih dahulu dipelajarinya, nanti kalau dia telah selesai dari mempelajari dirinya, barulah dia berkisar mempelajari yang lain. Dan dia tidak akan selesai selama – lamanya dari mempelajari dirinya. Karena pada dirinya itu akan didapatnya segala sesuatu, dalam dirinya itu tersimpul alam yang luas ini.



Socrates selalu mengakui bahwa dia adalah seorang yang bodoh. Sebab dia belum mengenal dirinya sendiri. Dia tidak akan dapat mengetahui sesuatu apapun kecuali kalau dia telah mengetahui dirinya sendiri. Sebab itu haruslah dia mengenal dirinya lebih dulu. Maka dijadikanlah diri manusia oleh Socrates jadi sasaran filsafat, dengan mempelajari substan dan sifat – sifat diri itu. Dengan demikian menurut Socrates filsafat hendaklah berdasarkan kemanusiaan, atau dengan lain perkataan, hendaklah berdasarkan akhlak dan budi pekerti. Berdasarkan asumsi Socrates tentang adanya kesejajaran antara cara hidup atau tipe manusia dan tipe masyarakat, Socrates membedakan tipe manusia (jiwa manusia dan cara hidup) menjadi tiga, yakni; a) akal budi (reason), b) semangat (spirit), dan c) nafsu (desire). Ketiga tipe itu akan mencapai puncaknya di bawah pengarahan akal budi dan kemudian keadilan dalam masyarakat akan terwujud apabila masyarakat melakukan secara baik apa saja yang sesuai kemampuan dengan arahan dari yang paling bijaksana (akal budi/filsof). [22] Jika di atas adalah tipe manusia, maka dari 3 tipe tersebut Socrates membagi masyarakat menjadi tiga kelas, yakni; a) pedaganag yang bekerja mencari uang sebanyakbanyaknya (nafsu), b) prajurit yang bekerja memelihara tata masyarakat (semangat), c) filosof yang berfungsi sebagai penguasa (akal budi). [23] Berdasarkan asumsi adanya kesejajaran antara cara hidup manusia dan tata masyarakat itu pula, Socrates membedakan rezim menjadi lima tipe.Pertama, Aristokrasi. Dikatakan rezim terbaik karena diperintah oleh raja yang bijaksana (filosof). Rezim ini dijiwai dengan akal budi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa hanya yang bijaksana (filosof) yang mampu mengarahkan masyarakat dengan baik dan optimal. Kedua, Timokrasi. Merupakan rezim terbaik kedua, karena dipimpin oleh mereka yang menyukai kehormatan dan kebanggaan, yakni prajurit (militer). Rezim ini dijiwai dengan semangat (spirit). Ketiga, Oligarki. Dipimpin oleh kelompok kecil yang memiliki kekayaan melimpah seperti pengusaha/pedagang/saudagar. Rezim ini dijiwai dengan keinginan yang perlu (necessary desire). Keempat, Demokrasi. [24] Dikategorikan sebagai rezim yang dipimpin oleh banyak orang yang hanya mengandalkan kebebasan atau keinginan yang tak perlu (unnecessary desire). Kelima, Tirani. Sebagai rezim terburuk yang pernah ada, karena dipimpin oleh seorang tiran yang memerintah sekehandak nafsunya (unlawful desire). Seorang tidak tidak memiliki kontrol atas dirinya, tidak ada keadilan dalam rezim ini.



http://lestarinurdianah.blogspot.com/2017/02/makalah-pemikiran-socrates-469-399-sm.html