Pemilu Serentak 2024 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMILU SERENTAK 2024 : Antara Dilema dan Tantangan Demokrasi Kedepan Pemilihan umum (Pemilu) bukan merupakan suatu hal yang baru orang kenal, melainkan keberlangsungan atau penyelenggaraannya memiliki sejarah dan proses yang berbekas dalam ingatan.  Pemilu sering kali kita kenal sebagai sebuah pesta rakyat dan ajang bagi para aktor politik/politisi bersama partai politik untuk saling beradu kapasitas dan kapabilitasnya, dengan harapan dapat mencapai tujuannya baik sebagai Presiden/ Wakil Presiden atau sebagai anggota legislatif.  Indonesia pertama kali melakukan pemilihan umum pada 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Konstituante. Pada saat itu, pelaksanaan pemilihan umum berjalan lancar. Bahkan, sampai saat ini pemilu pada 1955 dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis. Pemilihan umum mengalami dinamika seiring perkembangan zaman. Pada era reformasi pelaksanaan pemilu dilakukan pada 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Setiap periode memiliki ciri khas tersendiri dalam pelaksanaan pemilu Pada April 2019 Indonesia telah melakukan pemilihan umum serentak. Pelaksanaan pemilihan umum serentak merupakan kali pertama sejak pemilu 1955 dilaksanakan. Namun demikian, kala berbicara mengenai Pemilu maka penting sekali untuk memahami konsep tata kelola Pemilu. Karena hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam perbincangan mengenai Pemilu.  Sehingga kita perlu mendudukkan terlebih dahulu bagaimana dasar kita dalam memandang tata kelola Pemilu tersebut, yang nantinya dapat menghindarkan kita dari kekeliruan dalam memandang suatu konsep tata kelola Pemilu. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum,terdapat pengertian dari Pemilu yang tercantum di bab 1 pasal 1 ayat (1), yang Berbunyi "Pemilihan Umum yang selanjutnya yang disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Dengan ini, Pemilu merupakan sebuah mekanisme demokrasi yang perlu dijalankan. konsep tata kelola Pemilu ini dapat dianalogikan sebagai sebuah pondasi rumah sebelum kita lebih jauh membangunnya. Rocky Gerung : Pemilu 2024 diprediksi akan menjadi arena pertempuran bagi para oligarki berebut politikus untuk dijadikan hewan peliharaannya. Dilema dan Tantangan Pemilu Serentak 2024 Menyinggung terkait dengan Pemilu serentak tahun 2024 yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemilu. Jika menengok kembali pada Pemilu di tahun 2019, maka pada dasarnya saya berpendapat untuk tidak mengulangi “Pemilu berdarah” atau Pemilu serentak kembali. 



Pertama, karena banyaknya kejadian yang merugikan masyarakat dan khususnya yang menjadi anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), yang pada saat itu gugur/meninggal dunia.  Ini menjadi catatan sejarah penyelenggaraan Pemilu terburuk di Indonesia sejak era reformasi dan orde baru, atau bahkan terburuk di dunia. Pemilu serentak tahun 2019 lalu telah menelan korban kurang lebih ada 527 jiwa yang dinyatakan meninggal, juga 11.239 orang yang sakit.  Kita tidak boleh melihat kejadian ini hanya sekedar angka, namun ini adalah nyawa manusia yang seharusnya dapat kita lindungi dan bahkan kita jaga. Sangat disayangkan ketika Pemilu yang dianalogikan sebagai “pesta rakyat” harus berubah menjadi duka serta kesedihan rakyat.  Sedih rasanya ketika pemerintah dan khususnya orang-orang dibalik tercetusnya Pemilu serentak ini lepas tangan atau tidak mempertanggungjawabkan tindakannya.  Alasan kedua yaitu banyaknya indikasi dan celah kecurangan yang terjadi secara aktif, masif, serta sistematis di berbagai daerah. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gejolak politik yang mengarah pada kebencian, dan ini semua tidak hanya terjadi di atas (golongan elite) namun juga di kalangan masyarakat/publik.  Ketiga, masih terdapat masalah dalam pemerataan sarana dan prasarana yang tidak memadai di beberapa daerah atau TPS. Pemilu serentak yang tujuannya menghemat anggaran dan waktu, ini justru harus dibayar mahal oleh ratusan nyawa yang melayang, konflik di tengah publik yang terjadi, dan masalah-masalah lainnya.  Namun pada akhirnya kita harus menerima kenyataan karena Pemilu serentak tersebut akan kembali digelar pada tahun 2024 nanti. Maka dari itu, hasil saya mengamati serta membaca beberapa penelitian serta pandangan para ahli/pakar.  Ada beberapa hal yang mungkin saja bisa meminimalisir atau bahkan bisa menjadi solusi dan meniadakan tragedi serta indikasi-indikasi kecurangan pada Pemilu 2019 lalu.  Solusi yang dapat dilakukan yaitu, terkait dengan aturan hukum Pemilu yang masih tumpang tindih harus segera dibenahi. Harmonisasi antara Undang-Undang Pemilu dan Pilkada itu sangatlah penting, khususnya mengenai tugas dan wewenang penyelenggara Pemilu. Juga perlu adanya sinkronisasi Peraturan Pemilu (PKPU) dengan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) di dalam setiap tahapannya. Selain itu terkait soal beban kerja, rata-rata petugas KPPS ini mempunyai beban kerja yang sangat tinggi.  Aspek ini menjadi catatan yang penting dan harus betul-betul dicermati. Mungkin pemerintah bersama KPU harus mencari solusi, bisa dengan cara memodifikasi sistem Pemilu yang ada.  Seperti adanya pemisahan waktu pemilihan Presiden dan Legislatif, jikalau tetap dipaksakan untuk dilakukan bersamaan, maka penting sekali tahap penyeleksian anggota KPPS dari segi usia dan kondisi kesehatan fisik serta mentalnya. 



Sehingga pada akhirnya kita tidak menemui petugas KPPS yang gugur dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.  Terakhir, pemerintah bersama KPU harus berperan aktif untuk mendorong pemerataan jaringan internet di seluruh wilayah Indonesia, sehingga input atau perekapan data dapat dilakukan secara online, e voting pun salah satu alternatif bagi Indonesia yang wilayahnya sangat luas dalam menyelenggarakan Pemilu. Izza mengatakan, salah satu tantangan besar bagi masyarakat yakni soal surat suara. Ia menyampaikan, bentuk surat suara saat hari pencoblosan harus dibuat sederhana sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat umum. “Bukan hanya untuk meringankan beban penyelenggara, tetapi juga prinsipnya adalah untuk memudahkan pemilih,” kata Izza. Ia juga mengingatkan, jangan sampai ada perubahan-perubahan teknis dalam surat suara yang justru semakin membingungkan. Tantangan lainnya, terkait kemungkinan masyarakat terbelah seperti yang terjadi pada 2014 dan 2019. Kemudian, terkait kehadiran berita hoaks, buzzer, dan ujaranujaran kebencian di media sosial juga perlu diwaspadai akan kembali terjadi di pemilu mendatang. “Ini nanti akan makin parah di Pemilu 2024, ini yang harus kita perangi bersama,” ucap dia. Kemudian, terkait politik uang. Izza menilai, politik uang semakin memiliki bentuk yang sangat bervariasi, bisa berupa paket data, uang elektonik, atau pulsa listrik. KPU sebaiknya menyiapkan skema dan teknis pemilu yang lebih sederhana, salah satunya adalah agar ukuran surat suara diperkecil dan formulir penghitungan suara oleh panwaslu disederhanakan.



"Kemudian untuk metode penghitungan suara juga bisa dilakukan dengan 'e-counting' agar tidak menyulitkan dan tidak terjadi kelelahan," tutur dia. Sementara itu ia berharap agar pemilu serentak tahun 2024 tidak ditunda. Ia ingin kesuksesan KPU yang berhasil menggelar pilkada serentak di bulan Desember 2020 lalu dapat diulang kembali pada Pemilu 2024.