Penanganan Sampah Laut [PDF]

  • Author / Uploaded
  • donk
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENANGANAN SAMPAH LAUT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2018 PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 97 TAHUN 2018



Oleh : FADHLI INSANI IHSAN L012 18 2007



SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Penanganan Sampah Laut. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah sayabuat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.



Makassar, 17 Mei 2019



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. 2 DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3 DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................... 4 BAB I ..................................................................................................................................................... 5 PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 5 A.



LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 5



BAB II .................................................................................................................................................... 7 PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 7 A.



INPUT ......................................................................................................................................... 7



B.



PROSES ...................................................................................................................................... 8



C.



OUTPUT ..................................................................................................................................... 9



II. 2 PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 97 TAHUN 2018 TENTANG PEMBATASAN TIMBULAN SAMPAH PLASTIK SEKALI PAKAI ............................................................................. 13 A.



INPUT ....................................................................................................................................... 13



B.



PROSES .................................................................................................................................... 14



C.



OUTPUT ................................................................................................................................... 14



D.



KAITAN DENGAN FISHERIES MISSION.................................................................................. 20



E.



KRITIK/OPINI TERHADAP KEBIJAKAN .................................................................................. 20



DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 21



DAFTAR GAMBAR



Tabel 1. Daftar Gambar Terkait Sampah Dan Rencana Aksi .................................................................. 12 Tabel 2. Daftar Gambar Sedotan Plastik, Pendataan Sampah dan Edukasi .............................................. 20



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setengah abad yang lalu masyarakat belum banyak mengenal plastik. Mereka lebih banyak menggunakan berbagai jenis bahan organik. Pada dekade tujuh puluhan orang masih menggunakan tas belanja dari rotan, bambu, wadah makan dan membungkus makanan dengan daun jati/ daun pisang. Sedangkan sekarang kita berhadapan dengan barang-barang sintetis sebagai pengganti bahan organik yaitu bahan-bahan dari plastik. Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, alat makanan (sendok, garpu, wadah, gelas), kantong pembungkus/kresek, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, sikat gigi, compact disk (CD), kutex (cat kuku), mainan anak-anak, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Menurut penelitian, penggunaan plastik yang tidak sesuai persyaratan akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, karena dapat mengakibatkan pemicu kanker dan kerusakan jaringan pada tubuh manusia (karsinogenik). Selain itu plastik pada umumnya sulit untuk didegradasikan (diuraikan) oleh mikro organisme. Berbagai penelitian telah menghubungkan Bisphenol- A dengan dosis rendah dengan beberapa dampak terhadap kesehatan, seperti meningkatkan kadar prostat, penurunan kandungan hormon testoteron, memungkinkan terjadinya kanker payudara, sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap hormon dan kanker, dan membuat seseorang menjadi hiperaktif. Sampah plastik dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Sampah plastik tidaklah bijak jika dibakar karena akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara dan membahayakan pernafasan manusia, dan jika sampah plastik ditimbun dalam tanah maka akan mencemari tanah, air tanah. Plastik sendiri dikonsumsi sekitar 100 juta ton/tahun di seluruh dunia. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai barang mengandung Bisphenol-A. Oleh karena itu pemakaian plastik yang jumlahnya sangat besar tentunya akan berdampak siqnifikan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan karena plastik mempunyai sifat sulit terdegradasi (non- biodegradable), plastik diperkirakan membutuhkan 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi (terurai) dengan sempurna. Dengan demikian pemakaian plastik baik plastik yang masih baru maupun sampah plastik haruslah menurut persyaratan yang berlaku agar tidak berbahaya terhadap kesehatan dan lingkungan.



Permasalahan sampah di Indonesia merupakan masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini, Sementara itu dengan bertambahnya jumlah penduduk maka akan mengikuti pula bertambahnya volume timbulan sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia menyebabkan terjadinya pencemaran sampah plastik di laut yang menyebabkan terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem perairan serta membahayakan kesehatan masyarakat baik plastik berukuran mikro dan nano pada biota dan sumber daya laut di perairan indonesia. Komposisi sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sampah organik sebanyak 6070% dan sisanya adalah sampah non organik 30-40%, sementara itu dari sampah non organik tersebut komposisi sampah terbanyak kedua yaitu sebesar 14% adalah sampah plastik. Sampah plastik yang terbanyak adalah jenis kantong plastik atau kantong kresek selain plastik kemasan. Jambeck, 2015 menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam peringkat kedua dunia setelah Cina menghasilkan sampah plastik di perairan mencapai 187,2 juta ton. Hal itu berkaitan dengan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyebutkan bahwa plastik hasil dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu 1 tahun saja, telah mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong plastik. Jumlah itu ternyata setara dengan luasan 65,7 hektar kantong plastik. Permasalahan sampah plastik tersebut apabila semakin banyak jumlahnya di lingkungan maka akan berpotensi mencemari lingkungan. Mengingat bahwa sifat plastik akan terurai di tanah dalam waktu lebih dari 20 tahun bahkan dapat mencapai 100 tahun sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah dan di perairan plastik akan sulit terurai (Wibowo, 2000). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana analisis kebijakan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut, dan Peraturan Gubernur Bali Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai . C. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui analisis kebijakan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut, dan Peraturan Gubernur Bali Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.



BAB II PEMBAHASAN II.1 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2018 TENTANG PENANGANAN SAMPAH LAUT A. INPUT Salah satu permasalahan sampah yang dihadapi manusia saat ini merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Berbagai macam sampah dihasilkan oleh manusia, antara lain adalah sampah organik maupun sampah anorganik hingga sampah yang dapat didaur ulang dan juga sampah yang sudah tidak dapat didaur ulang. Peningkatan sampah seiring dengan perkembangan zaman akan terus terjadi sehingga perlu solusi untuk mengatasi permasalahan sampah ini. Jumlah sampah yang diproduksi di Indonesia sangat besar sebagai konsekuensi dari jumlah penduduk yang mencapai angka 200 juta. Direktur Pengelolaan Sampah Kementrian Lingkungan Hidup, Sudirman, menyatakan bahwa jumlah sampah di Indonesia telah mencapai 64 juta ton pada tahun 2015. Produksi sampah yang tinggi banyak dihasilkan oleh kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar dengan volume pertambahan lebih dari 5.000 m3 per hari. Di Provinsi DKI Jakarta saja, diperkirakan produksi sampah mencapai 6513 m3 dengan 13,25 % dari produksi sampah tersebut adalah sampah plastik. Jumlah sampah plastik yang cukup besar ini menjadi permasalahan yang rumit, karena sampah plastik ini merupakan sampah anorganik yang akan dapat terurai dalam waktu yang lama, berkisar ratusan hingga ribuan tahun lamanya. Sampah plastik ini jika dibiarkan akan dapat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara. Berbagai usaha dari pemerintah telah dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan sampah plastik yang semakin meningkat. Program pemerintah yang sudah diterapkan di masyarakat salah satunya adalah menimbun sampah untuk dilakukan pendauran ulang dan pemanfaatan kembali dari sampah plastik tersebut atau juga dikenal dengan sebutan 3R Reduce, Reuse, and Recycle. Pemerintah menyatakan komitmen melalui peraturan presiden untuk menangani sampah plastic di laut sebesar 70% sampai dengan tahun 2025, oleh karena itu penyusunan langkah-langkah percepatan yang komprehensif dan terpadu seperti perencanaan, penganggaran dan pengorganisasian yang terpadu baru (Nyoman, 2011).



B. PROSES Perencanaan penyusunan PP dan Perpres secara singkat telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012 dan Perpres No. 87 Tahun 2014. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang merupakan bagian dari organisasi Kementerian Hukum dan HAM adalah instansi yang bertanggung jawab dalam Progsun PP dan Perpres. Secara umum, Progsun PP dan Perpres dilakukan melalui serangkaian pertemuan antara BPHN dengan kementerian/lembaga yang akan menjadi pemrakarsa PP dan Perpres pada setiap tahunnya. Dalam pertemuan tersebut, BPHN akan melakukan verifikasi usulan-usulan PP dan Perpres dengan menggunakan beberapa batu uji antara lain: (a) apakah PP dan Perpres yang diusulkan merupakan amanat peraturan yang lebih tinggi/peraturan lain yang terlebih dahulu ada; (b) apakah PP dan Perpres yang diusulkan telah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP); atau (c) apakah PP dan Perpres yang diusulkan memiliki urgensi untuk ditetapkan. Usulan-usulan dari kementerian/lembaga yang telah lolos uji verifikasi tersebut kemudian akan ditetapkan melalui Keputusan Presiden pada setiap tahunnya. Mekanisme Izin Prakarsa Selain melalui Progsun PP dan Perpres serta Kerangka Regulasi, pemerintah masih memiliki mekanisme lain dalam proses penyiapan pembentukan PP dan Pepres yaitu melalui izin prakarsa kepada Presiden RI. Berbeda dengan Progsun PP dan Perpres serta Kerangka Regulasi, mekanisme



izin



prakarsa



bukanlah



mekanisme



perencanaan



pembentukan



peraturan



perundangan-undangan namun merupakan izin prinsip yang diberikan oleh Presiden RI kepada kementerian/lembaga yang ingin mengusulkan PP dan Perpres di luar mekanisme Progsun PP dan Perpres. Dasar hukum penggunaan izin prakarsa dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan antara lain adalah Pasal 30 dan Pasal 32 Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014 yang secara umum mengatur bahwa, kementerian/lembaga dapat menyusun PP dan Perpres di luar program penyusunan PP dan Perpres dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden RI. Dalam hal Presiden RI menyetujui permohonan izin prakarsa maka pemrakarsa dapat meneruskan proses penyusunan PP dan Perpres tersebut. Tidak ada dasar hukum yang secara khusus mengatur mengenai tata cara penyampaian izin prakarsa dalam proses penyusunan PP dan Perpres. Namun demikian, berdasarkan tugas dan fungsi Kementerian



Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, kementerian/ lembaga dapat menyampaikan permohonan izin prakarsa melalui dua instansi tersebut. Hal tersebut diatur dalam Perpres No. 24 Tahun 2015 tentang Kementerian Sekretariat Negara dan Perpres No. 25 Tahun 2015 tentang Sekretariat Kabinet. Tata cara penyampaian izin prakarsa kepada Presiden secara umum diatur sebagai berikut: (1) Menteri Sekretaris Negara meminta persetujuan ke Sekretaris Kabinet atas permohonan izin prakarsa penyusunan RPUU dan atas substansi RPUU; (2) Sekretaris Kabinet memberikan persetujuan kepada Menteri Sekretaris Negara atas permohonan izin prakarsa penyusunan RPUU dan atas substansi RPUU. C. OUTPUT Berdasarkan Perpres 83 tahun 2018 menetapkan Peraturan Presiden Tentang Penanganan Sampah Laut mencakup 3 aspek penting diantaranya : 1. 1.1



Rencana Aksi Gerakan Nasional Berawal dari fakta yang dilapangan menunjukkan Indonesia penyumbang kedua sampah



dunia, Indonesia menyumbang 1,3 juta ton setiap tahunnya, maka permasalahan sampah sangat penting diperhatikan. Sampah dilaut adalah masalah bagi semua, oleh karena itu kita merasa untuk menangani sampah di laut Indonesia. Dari 1000 lebih dari komunitas yang ada di Indonesia untuk pesisir Indonesia, kurang dari 10 komunitas yang berperan aktif dalam pesisir Indonesia. Dari permasalahan tersebut berdasarkan masalah dan potensi yang ada, maka di deglarasikan



suatu



rencana



aksi



untuk



masalah



sampah



yaitu



IYMDS



(Indonesian Youth Marine Debris Summit) adalah sebuah aksi gerakan nasional yang akan diikuti oleh perwakilan provinsi yang ada di Indonesia. Di IYMDS mereka akan belajar memecahkan masalah penanganan sampah dan project sampah setahun kedepannya. Setelah mengikuti kegiatan di IYMDS para perwakilan dari masing-masong provinsi akan kembali ke daerah masing-masing untuk menggelar aksi daerah sama seperti IYMDS pusat laksanakan, hal itu untuk menjaring para pemuda yang turut prihatin terhadapa permasalahan sampah. 1.2



Pengelolaan dan Penanggulangan Sampah Pengelolaan dan penanggulangan mengurangi jumlah sampah dan secara alamiah akan



merubah komposisi sampah, namun demikian akan selalu ada sampah yang masih harus dikelola. Untuk itu, selain pengurangan sampah, masih diperlukan suatu konsep yang efektif dalam



pengelolaan sampah. Konsep tersebut adalah konsep pemanfaatan kembali (recycle), penggunaan kembali (re-use) dan pemulihan energy (energy recovery) yang terkandung dalam sampah. -



Reuse diartikan sebagai upaya memperpanjang penggunaan suatu produk baik dalam



bentuk semula maupun bentuk yang sudah dimodifikasi. Reuse dapat dilakukan dengan cara memperbaiki produk yang sudah rusak atau habis masa pakainya. Reuse juga dapat dilakukan dengan menggunakan kemasan suatu produk untuk digunakan menjadi kemasan produk lain, misalnya botol air mineral yang dipakai untuk menjadi botol cat. Pelaksanaan reuse tidak mengembalikan produk tersebut ke industry. Upaya reuse lebih dekat pada upaya mengurangi jumlah sampah. -



Recycle Sampah yang tidak dapat dipakai lagi mulai masuk ke aliran pengelolaan sampah.



Beberapa jenis sampah seperti plastic dan kertas, dengan suatu teknologi tertentu, dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku suatu produk. Proses yang mengubah sampah tersebut menjadi bahan baku industry lain disebut recycle atau daur ulang. -



Recovery (pemulihan kembali) material atau energy dapat dilakukan melalui berbagai



bentuk. Secara prinsip recycle dan recovery mempunyai kesamaan yaitu mengembalikan kembali material ke suatu industri sedangkan perbedaannya adalah recycle memerlukan pemisahan material yang akan didaur ulang dari sampah, sedangkan recovery tidak memerlukan upaya pemisahan tersebut. 1.3



Penelitian dan Pengembangan Hal ini dilaksanakan untuk menemukan fakta-fakta terbaru mengenai sampah plastic, baik



bahaya bagi kesehatan manusia, ekosistem perairan dan lingkungan. Pengembangan dari hasil penelitian nantinya akan memunculkan ide-ide komperehensif yang nantinya akan dilaksanakan untuk meminimalisir penggunaan sampah plastic.



2. 2.1



Pembentukan Tim Koordinasi Nasional Mengkoordinasi Kegiatan Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian,



Pemerintah Daerah, Masyarakat, Dan Pelaku Usaha Dalam pembentukan tim koordinasi nasional yang bertanggung jawab untuk berkoordinasi terkait kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan baik itu lintas Kementerian, Lembaga Pemerintah dan Non Kementerian, Pemda, Masyarakat dan Pelaku Usaha. 2.2



Merumuskan Kebijakan Penyelesaian Hambatan Dan Permasalahan Yang Timbul Dalam



Pelaksanaan Kegiatan Penanganan Sampah Laut Dalam pelaksanaan kegiatan, hambatan dan permasalahan menjadi hal yang umum dalam setiap pelaksaannya, salah satu tugas bagi tim diantaranya dapat dapat melicah celah kemudian merumuskan kebijakan terkait permasalahan dalam kegiatan. 2.3 Mengkoordinasikan Kegiatan Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pelaksanaan Rencana Aksi Tim Koordinasi yang ditunjuk untuk mengevaluasi hasil rencana aksi



nantinya



melaksanakan kegiatan monitoring selanjutnya. Dari rencana aksi yang melibatkan perwakilan dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, nantinya mereka akan melaporkan ke tim koordinator kegiatan yang akan direncanakan dan telah dilaksanakan, hal tersebut dilaksanakan sebagai upaya monitoring dalam rencana aksi. 3. 3.1



Pembentukan Tim Pelaksana Dan Sekretariat Tim Koordinasi Susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Tim Pelaksana ditetapkan oleh Menteri



Koordinator Bidang Kemaritiman. Tim yang dibentuk merupakan orang-orang terpilih dan mempunyai passion terhadap kegiatan rencana aksi, yang nantinya susunan keanggotaannya akan ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Tugas dan fungsi pada anggota yang telah ditetapkan 3.2



Untuk memberikan dukungan pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Nasional, dibentuk



sekretariat Tim Koordinasi Pembentukan sekretariat tim koordinasi digunakan sebagai bank data dari aksi yang telah dilaksanakan, baik dari permasalahan pada saat aksi maupun saran-saran bagi mereka yang telah mengikuti aksi sampah plastik.



No.



Kegiatan



Keterangan Sampah



1.



lautan



plastic yang



di



dalam



berasal



dari



limbah masyarakat



Deklarasi



2.



Rencana



Aksi



IYMDS (Indonesian Youth Marine



Debris



Summit)



merupakan agenda tahunan yang melibatkan perwakilan dari



seluruh



provinsi



di



Indonesia untuk aksi terkait sampah plastik



Tabel 1. Daftar Gambar Terkait Sampah Dan Rencana Aksi



D. Dampak Penerapan Kebijakan Dampak diberlakukannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut antara lain sebagai berikut : a.



Terciptanya ekosistem pesisir yang bersih



b.



Kurangnya pencemaran terhadap lingkungan



c.



Terwujudnya lingkungan pesisir yang bersih



d.



Menjamin tingkat kunjungan wisatawan local dan luar negeri semakin bertambah



II. 2 PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 97 TAHUN 2018 TENTANG PEMBATASAN TIMBULAN SAMPAH PLASTIK SEKALI PAKAI A. INPUT Sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia yang apabila tidak dilakukan pengelolaan secara baik dan benar dapat memberi dampak negatif dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Kementerian LH, 2008). Dalam ketentuan UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia



dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Berdasarkan atas zat pembentuknya



(biologis dan kimia), sampah dibedakan menjadi sampah organik (sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah juga disebut sampah yang mudah membusuk (garbage) karena aktivitas mikroorganisme, seperti daun, batang dan ranting pohon, sisa sayur mayur, buah-buahan, kayu bekas bangunan, bangkai binatang, dsb. Sampah kering juga disebut sampah yang sulit membusuk (refuse) seperti kertas, plastik, potongan kain, logam, gelas, karet, dsb. Sehubungan dengan pengelolaan sampah secara tradisional, di Bali sejak masa silam, sudah dikenal pengelolaan sampah organik secara tradisional, yaitu dengan cara menjadikan sampah sebagai makanan ternak babi dan sebagai pupuk hijau dengan menanam di sawah atau di lahan tegalan/ kebun, dan yang lain dilakukan dengan cara membakar. Kini pertumbuhan penduduk perkotaan secara tidak terkendali dan juga pertumbuhan penduduk desa secara alami cendrung meningkatkan jenis dan bentuk aktivitas masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan alam. Hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya konsumsi energi dan produksi sampah



dan dampaknya terhadap lingkungan. Perpindahan



penduduk dari pedesaaan ke perkotaan (urbanisasi), dan kecendrungan perubahan status desa pinggiran kota menjadi daerah urban merupakan salah satu faktor yang mempercepat pertubuhan penduduk perkotaan yang ada di Bali dan memberikan kontribusi terhadap terbentuknya kawasan kumuh (slum area) dan masalah persampahan serta masalah sanitasi lingkungan di perkotaan. Diasumsikan, pada tahun 2020 produksi sampah di Indonesia akan meningkat lima kali lipat ( Kementerian LH, 1997: 342).



Salah satu upaya untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan pengelolaan sampah bahwa Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan dalam pengelolaan sampah di wilayahnya baik melalui penetapan kebijakan, pembentukan produk hukum maupun tindakan implementatif. Menurut ilmu kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu



nilai



estetis),



tidak



menimbulkan



kebakaran



dan



yang



lainnya



B. PROSES Penyusunan dan rancangan di lingkungan DPRD. Proses ini termasuk menyusun naskah inisiatif, naskah akademik dan naskah rancangan peraturan daerah. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Biro/Bagian Hukum. Hasil penyusunan program ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi. C. OUTPUT 1.



Jenis & Pembatasan Plastik Sekali Pakai



1.1 Kantong Plastik sekali pakai, selanjutnya dalam Peraturan Gubernur Bali disingkat PSP (Plastik Sekali Pakai) adalah segala bentuk alat/bahan yang terbuat dari bahan dasar plastik, lateks sintesis atau polyethylene, thermoplastic synthetic polymeric dan diperuntukkan untuk penggunaan sekali pakai. 1.2 Sedotan Plastik Sedotan plastik adalah sedotan plastik lepasan baik yang disediakan secara eceran maupun grosiran serta tidak melekat sebagai satu kesatuan dengan minuman. Penggunaan sedotan plastik sekali pakai di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Di tengah keprihatinan terhadap masalah limbah plastik yang kian mengancam bumi dan perairan global, upaya untuk mengurangi penggunaan benda plastik yang satu ini semakin gencar dilakukan, termasuk juga di Indonesia.Data yang dikumpulkan oleh Divers Clean Action memperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 batang.



Sedotan itu



berasal dari restoran,



minuman kemasan,



dan sumber



lainnya



(packed straw).Jika jumlah tersebut direntangkan akan mencapai jarak 16.784 km atau sama dengan jarak tempuh Jakarta ke kota Meksiko. Dan dalam seminggu pemakaian sedotan itu setara dengan jarak tiga kali keliling bumi 1.3



Styrofoam Styrofoam adalah polimer turunan hidrokarbon yang terbuat dari monomer stirena, bersifat



termoplastik padat, tergolong senyawa aromatik serta digunakan untuk tujuan wadah makanan/minuman. 2.



Penggunaan Produk Pengganti Plastik Sekali Pakai



2.1 Setiap orang dan pelaku usaha dilarang menggunakan plastik sekali pakai Penggunaan



plastik dalam kehidupan modern ini terlihat sangat pesat sehingga



menyebabkan tingkat ketergantungan manusia pada plastik semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan plastik merupakan bahan pembungkus ataupun wadah yang praktis dan kelihatan bersih, mudah didapat, tahan lama, juga murah harganya. Tetapi dibalik itu, banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahaya dari plastik, dan cara penggunaan yang benar. Perkembangan yang sangat pesat dari industri polimer sintetik membuat kehidupan kita selalu dimanjakan oleh kepraktisan dan kenyamanan dari produk yang dihasilkan, sebagai contoh plastik. Kebanyakan plastic seperti PVC, agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan dengan suatu bahan pelembut. Beberapa contoh pelembut adalah epoxidized soybean oil (ESBO), di(2ethylhexyl)adipate (DEHA), dan bifenil poliklorin (PCB), acetyl tributyl citrate (ATBC) dan di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP). Penggunaan bahan pelembut ini dapat menimbulkan masalah kesehatan, sebagai contoh, penggunaan bahan pelembut seperti PCB dapat menimbulkan kamatian pada jaringan dan kanker pada manusia (karsinogenik), olehkarenanya sekarang sudah dilarang pemakaiannya.. Di Jepang, keracunan PCB menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai yusho. Tanda dan gejala dari keracunan ini berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-benjolan, gangguan pada perut, serta tangan dan kaki lemas. Sedangkan pada wanita hamil, mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Contoh lain bahan pelembut yang dapat



menimbulkan masalah adalah DEHA. Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, plastik PVC yang menggunakan bahan pelembut DEHA dapat mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam makanan. DEHA mempunyai aktivitas mirip dengan hormon estrogen (hormone kewanitaan pada manusia). Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusak sistem peranakan dan menghasilkan janin yang cacat, selain mengakibatkan kanker hati. Meskipun dampak DEHA pada manusia belum diketahui secara pasti, hasil penelitian yang dilakukan pada hewan sudah seharusnya membuat kita berhati-hati. Untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi maka sebaiknya jika harus menggunakan plastik maka pakailah plastik yang terbuat dari polietilena dan polypropylene atau bahan alami (daun pisang misalnya). Sedangkan plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Oleh karena itu seringkali kita membakarnya untuk menghindari pencemaran terhadap tanah dan air di lingkungan kita tetapi pembakarannya dan akan mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan. Satu lagi yang perlu diwaspadai dari penggunaan plastik dalam industri makanan adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Sebagai contoh adalah penggunaan kantong plastik (kresek) untuk membungkus makanan seperti gorengan dan lainlain. Menurut seorang ahli kimia, zat pewarna hitam ini kalau terkena panas (misalnya berasal dari gorengan), bisa terurai terdegradasi menjadi bentuk radikal, menyebabkan penyakit. Selain itu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini adalah faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu benar-benar terurai. Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Salah satunya dengan melakukan upaya kampanye untuk menghambat terjadinya pemanasan global. Sampah kantong plastik telah menjadi musuh serius bagi kelestarian lingkungan hidup. Sejumlah Negara mulai mengurangi penggunaan kantong plastik



diantaranya Filipina, Australia, Hongkong, Taiwan, Irlandia, Skotlandia, Prancis, Swedia, Finlandia, Denmark, Jerman, Swiss, dll (Silvia,2015).



3. Rencana aksi 3.1 Identifikasi Sampah Plastik Plastik merupakan bahan yang kelihatan bersih, praktis, sehingga barang-barang kebutuhan sehari-hari dibuat dari plastik seperti botol minuman, gelas, piring, kantong kresek, dan sebagainya Dengan demikian hampir semua orang memakai barang-barang yang terbuat dari plastik karena kepraktisannya, walaupun berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu sebaiknya dipelajari mengenai jenis-jenis utama plastik, cara dan dampak pemanfaatannya. Jenis – jenis utama plastik adalah sebagai berikut : -



PET — Polyethylene Terephthalate, Botol Jenis PET/PETE ini direkomendasikan hanya



sekali pakai. Bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker. -



HDPE – High Density Polyethylene merupakan plastik yang aman untuk digunakan karena



kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan palstik berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya. -



V – Polyvinyl Chloride, bahan ini lebih tahan terhadap bahan senyawa kimia, minyak, dll.



PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan langsung dengan makanan tersebut, titik lelehnya 70-1400C. -



LPDE – Low Density, sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya,



fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 oC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gasgas yang lain seperti oksigen. Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik terhadap reaksi kimia. Biasanya plastik jenis ini digunakan untuk tempat makanan, plastik kemasan, botol yang lunak. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan atau



minuman karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan atau minuman yang dikemas dengan bahan ini. PP – Polypropylen, karakteristik PP adalah botol transparan yang tidak jernih atau



-



berawan. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang



baik



terhadap



lemak,



stabil



terhadap



suhu



tinggi



dan



cukup



mengkilap



(Purwaningrum, 2011). 3.2



Pendataan Sampah Plastik Metode yang dikembangkan oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research



Organization (CSIRO) Global Plastic Pollution Project, Australia, menggunakan desain sampling acak (stratified random sampling). Survei dengan metode ini dapat menemukan kepadatan sampah yang jauh lebih tinggi, Metode CSIRO bertujuan untuk mengukur persebaran sampah plastik yang ditemukan di pesisir pantai dengan menggunakan sistem transek. 3.3 Edukasi dan Kegiatan Ilmiah Kegiatan edukasi yang bertujuan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya dengan cara tidak membuang sampah pada tempatnya, dan memperhatikan akibat dari buang sampah semaunya. Dalam kegiatan edukasi dijelaskan bahwa banyak jenis dari sampah plastik dan bahaya untuk dikonsumsi pada suhu makanan tertentu dikarenakan bahan dari wadah plastik tersebut dapat meleleh dan mengancam kesehatan masyarakat. 4.



Peran masyarakat



4.1 Mendapatkan informasi mengenai bahan/alat pengganti yang ramah lingkungan Menurut data oleh LSM Divers Clean Action (DCA), pemakaian sedotan di Indonesia setiap saat mencapai 93.244.847 batang yang berasal dari restoran, minuman kemasan, dan sumber lainnya. Jumlah konsumsi sedotan per hari andaikan disusun memanjang, panjangnya akan mencapai 16.784 km atau setara dengan jarak Jakarta – Mexico City. Jika diakumulasi seminggu, panjangnya bisa mencapai 117.449 km atau setara dengan jarak 3 kali keliling bumi. Oleh karena itu alternative untuk penggunaan sampah plastik berupa sedotan bambu, sedotan akrilik, sedotan silicon, botol air minum isi ulang. 5.



Pembinaan dan Pengawasan



5.1 Sosialisasi Bahaya Plastik



Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk penyadartahuan kepada masyarakat betapa pentingnya mengetahui apa dampak yang ditimbulkan dari sampah plastik tersebut, bentuk kegiatan berupa focus group discussion di mana menghadirkan narasumber yang berkompeten mengenai sampah plastik.



5.2 Pelatihan dalam penggunaan bahan non-plastik Sebagai upaya meminimalisir penggunaan sampah plastik , pelatihan untuk penggunaan bahan non-plastik dilaksanakan. Di dalam agenda pelatihan nanti akan muncul solusi mengenai bahan apa saja yang dapat digunakan sebagai pengganti dari bahan plastik tersebut. No. 1.



Kegiatan



Keterangan Sedotan plastik yang berhasil dikumpulkan di daerah pantai



2.



Identifikasi sampah



untuk



mengukur persebaran sampah plastik yang ditemukan di pesisir



pantai



dengan



menggunakan sistem transek.



Kegiatan



3



diberikan



edukasi untuk



yang



anak-anak



sekolah dasar oleh founder Divers Clean Actiom.



Tabel 2. Daftar Gambar Sedotan Plastik, Pendataan Sampah dan Edukasi D. Dampak Penerapan Kebijakan Dampak diberlakukannya Peraturan



Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018Tentang



Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai antara lain sebagai berikut : a. Berkurangnya pemakaian sampah plastic b. Adanya rencana aksi yang berkelanjutan c. Terciptanya inovasi baru dalam pengelolaan limbah plastic sekali pakai



E. KAITAN DENGAN FISHERIES MISSION Sampah di laut menjadi salah satu penyebab terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta ekosistem perairan dan membahayakan kesehatan manusia, oleh karena itu diperlukan kebijakan yang komperehensif dalam penanganan sampah laut demi terciptanya prinsip perikanan berkelanjutan.



F. KRITIK/OPINI TERHADAP KEBIJAKAN Setuju dikarenakan pengelolaan sampah menjadi perhatian dunia setelah banyak kasus kematian terhadap biota perairan yang habitatnya di laut, salah satu factor penyebabnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesadaran lingkungan dan peraturan pemerintah yang masih sangat minim terkait pengelolaan sampah.



DAFTAR PUSTAKA Dep.P.U. ”Draft Tata Cara Pengelolaan Sampah 3R”. Diakses 14 mei 2019 pukul 21.00 wita Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Undang Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolan Sampah. Jakarta Nyoman I. Wardi. 2011. Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya: Upaya Mengatasi Masalah Lingkungan Di Bali. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana, Denpasar-Bali. Purwaningrum, P. 2016. Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik di Lingkungan, JTL Vol 8 No.2. Universitas Trisakti. Silvia R. Naution, 2015. Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Journal of Islamic Science and Technology Vol. 1, No.1. UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Wibowo DN. 2000. Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto