Penatalaksanaan Fisoterapi Pada Scoliosis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • wimxx
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Skoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi vertebra ke arah samping atau lateral (Soetjaningsih, 2004). Menurut Rahayussalim Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis ini sepintasterlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh sesungguhnya terjadi perubahan yang luarbiasa pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur penyokong tulangbelakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya (Rahayussalim,2007). Di Indonesia penderita scoliosis dalam mendapatkan pelayanan medik khusussangat terbatas misalnya penderita-penderita yang pernah didiagnosa scoliosis oleh dokter, tetapi tidak semua dapat mengikuti program latihan. Peran fisioterapi pada kasus skoliosis dapat menggunakan modalitas terapi. Salah satunya adalah menggunakan terapi latihan dan infra red.Terapi Latihan untuk kasus skoliosis bertujuan untuk, memperbaiki atau mengembalikan kearah sikap tubuh yang normal (corect posture), mengulur atau meregangkan otot – otot yang tegang, untuk relaksasi otot. Skoliosis menurut National Institute of Arthitis and Musculoskeletal and Skin Disease (NIAMS) USA merupakan kelainan muskuloskeletal yang digambarkan dengan bengkoknya tulang belakang ke arah samping. 80-85% kasus yang dijumpai merupakan type idiopatik skoliosis yang ditemukan pada masa pubertas, pada perempuan ditemukan lebih banyak dari pada laki-laki, bisa diakibatkan dari faktor keturunan (Mujianto, 2013). Skoliosis merupakan kelainan postur dimana sekilas mata penderita tidak mengeluh sakit, tetapi suatu saat dalam posisi yang dibutuhkan suatu. kesiapan tubuh membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk dalam waktu yang lama, maka kerja otot tidak akan pernah seimbang. Hal ini yang akan mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot-otot tulang belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasinya yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus menerus dan hal yang sama terjadi adalah ketidakseimbangan postur tubuh ke salah satu sisi tubuh. Jika hal ini berlangsung terus menerus pada sistem muskuloskletal tulang belakang akan mengalami bermacam-macam keluhan antara lain, nyeri otot, keterbatasan gerak (range of motion) dari tulang belakang atau back pain, kontaktur otot, dan menumpuknya problematik akan berakibat pada terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari bagi penderita, seperti halnya gangguan pada sistem pernapasan, sistem pencernaan dan sistem kardiovaskuler. Pembengkokan yang disebabkan karena salah sikap terjadi pada masa kanakkanak antara umur 6 tahun sampai 17 tahun dan dapat disebabkan karena kebiasan yang salah, terutama dalam sikap duduk di sekolah. Skoliosis ini tidak berat tidak progresif dan dapat diperbaiki dengan perbaikan sikap (Soeharso, 1993).



BAB II 1



TINJAUAN PUSTAKA



A. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang



1. Anatomi Vertebra Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai columna vertebralis (Malcolm, 2002). Rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara setiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah (Pearce, 2006). Tulang vertebra merupakan struktur komplek yang secara garis besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrae. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (faset). Stabilitas vertebra tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif) (Pearce, 2006). Vertebra dikelompokan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya, yaitu: a. Vertebra Servikal 2



Vertebra servikal terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher, ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri badanya kecil dan persegi panjang, lebih panjang ke samping daripada ke depan atau ke belakang. Lengkungnya besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida. Prosesus transverses atau taju sayap berlubang-lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis (Pearce, 2006). b. Vertebra Torakalis Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang atau nama lainnya ruas tulang punggung lebih besar dari pada yang servikal dan disebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khasnyaadalah badannya berbentuk lebar lonjong dengan faset atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, taju duri panjang dan mengarah kebawah, sedangkan taju sayap yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga (Pearce, 2006). c. Vertebra Lumbalis Vetebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah ruas tulang pinggang, luas tulang pinggang adalah yang terbesar. Taju durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dan sakrum pada sendi lumbo sacral (Pearce, 2006). d. Vertebra Sakralis Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah tulang kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata. Dasar dari sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sakrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebra. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Taju duri dapat dilihat pada pandangan posterior dan sakrum.Vertebra Kosigeus Vertebra Kosigeus nama lainnya adalah tulang tungging. Tulang tungging terdiri dari empa atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu (Pearce, 2006). Fungsi dari kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan berat seperti waktu berlari dan 3



meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap goncangan. Gelang panggul adalah penghubung antara badan dan anggota bawah. Sebagian dari kerangka axial, atau tulang sakrum dan tulang koksigeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang koxa, turut membentuk tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi satu dengan lainnya di tempat simfisis pubis (Pearce, 2006)



1. Artikulasio Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin dan dipisahkan oleh discus intervertebralis dan fibroblastilaginosa. Tiap discus memiliki anulus fibrosus di perifer dan nukleus pulposus yang lebih lunak di tengah yang terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan discus. Nukleus pulpsus kaya akan glikosaminoglikan sehingga memiliki kandungan air yang tinggi, namun kandungan air ini berkurang dengan bertambahnya usia. Kemudian nukleus bisa mengalami hernia melalui anulus fibrosus, berjalan ke belakang (menekan medula spinalis) atau ke atas (masuk ke korpus vertebralis – nodus Schmorl). Diskus vertebra lumbalis dan servikalis paling tebal, karena ini paling banyak bergerak (Faiz dan Moffat, 2004). Persendian pada korpus vertebra adalah symphysis (articulation cartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk menahan berat tubuh dan memberikan kekuatan. Permukaan yang berartikulasio pada vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh diskus IV dan ligamen. Discus IV menjadiperlengketan kuat di antara korpus vertebra, yang menyatukannya menjadi kolummna semirigid kontinu dan membentuk separuh inferoir batas anterior foramen IV. Pada agregat, discus merupakan kekuatan (panjang) kolumna vertebralis. Selain memungkinka gerakan di antara vertebra yang berdekatan, deformabilitas lenturnya memungkinkan discus berperan sebagai penyerap benturan (Moore dan Dalley, 2013). 3. Ligamentum Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamen-ligamen yang berada di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal : a. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada saat gerakan ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat. b. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung serabut saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi darah. 4



a. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen lainnya di vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi lumbal. b. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal merupakan ligamen yang berfungsi untuk mengontrol gerakan lateralfleksi pada daerah lumbal kearah kontralateral (Anshar dan Sudaryanto, 2011). 3. Otot – otot Vertebra Lumbal a. Erector spine Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal. Kelompok otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu: a. M. Longissimmus, b. M. Iliocostalis, c. M. Spinalis. Kelompok otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak. Kerja otot tersebut dibantu oleh M. transverso spinalis dan paravertebral muscle (deep muscle) seperti M. intraspinalis dan M. intrasversaris, M. trasversus abdominal, M. lumbal multifidus, M. diafragma, M. pelvic floor (Ansar dan Sudaryanto, 2011). b. Abdominal Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat dinding abdominal. Ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi spine, yaitu M. rectus abdominis, M. obliqus external, M. obliqusinternal dan M. transversalis abdominis (global muscle). Kelompok otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu M. obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk (Ansar dan Sudaryanto, 2011). c. Deep lateral muscle Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri dari Musculu Quadratus Lumborum dan Musculus Psoas, kelompok otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal (Ansar dan Sudaryanto, 2011) 3. Persarafan Vertebra Sendi-sendi di antara korpora vertebra dipersarafi oleh ramus meningei kecil setiap nervus spinalis (Gambar 2.2). Sendi-sendi di antara prosesus artikularis dipersarafi oleh cabangcabang dari ramus posterior nervus spinalis. 4. Biomekanik Vertebra Lumbal 5



Diskus intervertebralis berperan untuk menstabilkan dan mempertahankan satu pola garis lurus vertebra dengan cara menjangkarkan antara satu diskus dengan diskus yang lainnya. Selain itu, diskus intervertebralis juga berperandalam penyerapan energi, pendistribusian beban tubuh, dan menjaga fleksibilitas vertebra. Struktur diskus terdiri atas cincin luar (anulus fibrosus) yang mengelilingi substansi gelatin lunak, yang disebut nukleus pulposus. Prosesus transversus merupakan titik penting bagi ligamen dan otot untuk memulai gerakan vertebra. Titik ini berperan untuk menjaga stabilisasi. Ligamen di sekitar vertebra memandu gerakan segmental, berkontribusi untuk menjaga stabilitas instrinsik vertebra dengan cara membatasi gerakan yang berlebihan. Ada dua sistem utama ligamen di vertebra, yaitu sistem intrasegmental dan intersegmental. Sistem intrasegmental, yang terdiri dari ligamentum flavum, kapsul faset, ligamen interspinosus dan ligamen intertransversus, berfungsi memegang satu vertebra secara bersama–masa. Sistem intersegmental tidak hanya memegang satu vertebra, tapi juga ligamentum longitudinal anterior dan posterior serta supraspinosus. Gerakan intervetebralis memiliki enam derajat kebebasan yaitu rotasi dan translasi sepanjang sumbu inferior–superior, medial– lateral dan posterior–anterior. Kondisi vertebra akan berubah secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi (Rahim, 2012).



a. Gerakan fleksi lumbal Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal. Sudut yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60°. Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot esktensor spinal (Kapanji, 2010). b. Gerakan ekstensi lumbal Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis frontal, sudut ekstensi lumbal sekitar 35°. Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus dorsi dan iliococstalis lumborum (kapanji, 2010). Gerakan rotasi lumbaldalam penyerapan energi, pendistribusian beban tubuh, dan menjaga fleksibilitas vertebra. Struktur diskus terdiri atas cincin luar (anulus fibrosus) yang mengelilingi substansi gelatin lunak, yang disebut nukleus pulposus. Prosesus transversus merupakan titik penting bagi ligamen dan otot untuk memulai gerakan vertebra. Titik ini berperan untuk menjaga stabilisasi. Ligamen di sekitar vertebra memandu gerakan 6



segmental, berkontribusi untuk menjaga stabilitas instrinsik vertebra dengan cara membatasi gerakan yang berlebihan. Ada dua sistem utama ligamen di vertebra, yaitu sistem intrasegmental dan intersegmental. Sistem intrasegmental, yang terdiri dari ligamentum flavum, kapsul faset, ligamen interspinosus dan ligamen intertransversus, berfungsi memegang satu vertebra secara bersama–masa. Sistem intersegmental tidak hanya memegang satu vertebra, tapi juga ligamentum longitudinal anterior dan posterior serta supraspinosus. Gerakan intervetebralis memiliki enam derajat kebebasan yaitu rotasi dan translasi sepanjang sumbu inferior–superior, medial– lateral dan posterior–anterior. Kondisi vertebra akan berubah secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi (Rahim, 2012). a. Gerakan fleksi lumbal Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal. Sudut yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60°. Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot esktensor spinal (Kapanji, 2010). c. Gerakan ekstensi lumbal Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis frontal, sudut ekstensi lumbal sekitar 35°. Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus dorsi dan iliococstalis lumborum (kapanji, 2010). d. Gerakan rotasi lumbal Terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui processus spinosus dengan sudut normal yang dibentuk 45° dengan otot pergerakan utama M. iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi leteral dan kontra lateral, bila otot berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh M. obliques eksternal abdominis. Gerakan ini dibatasi oleh rotasi samping yang berlawanan dan ligamen interspinosus (Kapanji, 2010). e. Gerakan Lateral Fleksi Lumbal Gerakan lateral fleksi lumbal Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang di bentuk sekitar 30° dengan otot pergerakan m. Abliquesinternus abomiminis, m rektus abdominis.Pada posisi normal, seharusnya semua komponen struktur stabilitator terjadi harmonisasi gerak, yaitu antara otot dan ligamen. Bagian lumbal mempunyai kebebesan yang besar sehingga kemungkinan terjadinya cidera yang besar walaupun tulang-tulang vertebra dan ligament di daerah punggung lebih kokoh (Cailliet, 2003). Posisi berdiri sudut



7



normal lumbosakral untuk laki-laki 30° dan wanita 34°.Semakin besar sudut lumbosacral, semakin besar kurva lordosis, begitu pula sebaliknya (kepandji, 2010).



B. PATOLOGI 1. Definisi



Scoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi vertebra ke arah samping atau lateral(Soetjaningsih, 2004). Scoliosis terbagi menjadi dua yaitu: (1) Non struktural / fungsional scoliosis adalah adanya curve kelateral dari spine dan rotasi dari tulang belakang dimana terjadi karena kebiasaan, tanpa adanya kerusakan struktural; (2) Struktural adalah adanya kurve kelateral dari spine dan rotasi dan perubahan anatomi dari tulang belakang (Santoso, 1994). Menurut Rahayussalim Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh sesungguhnya terjadi perubahan yang luarbiasa pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya (Rahayussalim,2007).



2. Epidemiologi Prevalensi skoliosis di Indonesia, di wilayah Jakarta, sekitar 4 – 4,5% dan lebih banyak diderita oleh perempuan daripada laki-laki. Prevalensi skoliosis pada kelompok remaja belum diketahui secara pasti (Mukaromah, 2011). Hasil skrining pada siswa umur 9-16 tahun di Surabaya didapatkan prevalensi skoliosis dengan kurva lebih dari 10 derajat sebesar 2,93% dan juga lebih banyak diderita oleh perempuan (Budi, 2011). Di Indonesia penderita scoliosis dalam mendapatkan pelayanan medik khusus sangat terbatas misalnya penderita-penderita yang pernah didiagnosa scoliosis oleh dokter, tetapi tidak semua dapat mengikuti program latihan. Dilihat, piramida kependudukan di Indonesia pada saat ini menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0 – 15 tahun yaitu 28,9% dari jumlah seluruh penduduk (Badan Pusat Statistik, 2012). 3. Etiologi     



Perbedaan panjang tungkai, Spasme otot belakang (splint back muscle) dapat terjadi oleh adanya injury pada jaringan lunak belakang, Kebiasaan postur yang asimetris, seperti : duduk dengan menumpu berat badan pada satu tungkai atau saat berdiri dengan bertumpuh pada satu kaki, mengakibatkan fleksibilitas yang asimetris. Traumatic Brain Injury (TBI) Bawaan lahir ( kognietal )



8



  



Bantalan dan sendi tulang belakang yang mulai aus akibat usia (skoliosis degeneratif). Infeksi Tulang Asma



4. Tanda dan Gejala Pada kebanyakan kasus, pada mulanya pendrita tidak merasakan adanya gangguan, kemudian pada kondisi yang lebih parah baru dirasakan adanya ketidak seimbangan posisi thorax, scapula yang menonjol pada satu sisi, posisi bahu yang tidak horizontal, panggul yang tidak simetris, dan kadang-kadang penderita merasakan pegal-pegal pada daerah punggung



C. RENCANA INTERVENSI FISIOTERAPI 1. IR Tujuan



: Melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme jaringan dan



elastisitas jaringan otot. 2. TENS Tujuan



: Menghilangkan dan mengurangi nyeri



3. Breathing Exercise Teknik ini digunakan untukmelatih pernapasan pasien agar tidak mengalami sesak napas. Untuk pelaksanaan pasien dalam posisi tidur terlentang pasien diminta untuk menarik nafas panjang lewat hidung sampai batas maksimal kemampuan pasien dan mengeluarkannya lewat mulut dan di berikan penekanan pada akhir ekspirasi. 4. Latihan Berjalan Tujuan



: Sebagai proses pemulihan akibat cedera atau trauma



9



BAB III PROSES FISIOTERAPI



A. Identitas Umum Pasien 1. Nama



: Ny. B



2. No. Rekam Medis : 3. Usia



: 41 Tahun



4. Jenis kelamin



: Perempuan



5. Agama



: Islam



6. Pekerjaan



: Swasta



B. Anamnesis Khusus Keluhan utama



: Pasien mengeluh sesak napas dan nyeri dan keterbatasan



gerak pada punggung Letak Keluhan Utama : Lumbal dan Thoracal Lama keluhan



: Sejak 3 bulan lalu



C. Riwayat perjalanan Penyakit: Pasien merasakan sesak napas yang dialami sejak lahir lalu didokter mendiagnosa pasien megalami asma, karena kebiasaan postur pasien yang buruk lama-kelamaan pasien mengeluhkan nyeri dan keterbatasan gerak bagian punggung belakang, semenjak bulan januari 2019 nyeri semakin bertambah dan pasien merasakan pola nafas semakin dangkal, lalu pasien menjalankan MRI dan hasilnya pasien mengalami scoliosis lalu pasien dirujuk ke fisioterapi. . Vital Sign :   



Tekanan Darah Denyut Nadi Pernafasan



: 143 / 78 mmHg : 99 kali / menit : 20 kali / menit



Riwayat Penyakit Sebelumnya : 10







Riwayat nyeri kepala (-)







Batuk-batuk



(-)







Diabetes



(-)







Hipertensi



(-)







Asma



(+)



D. Inspeksi/ Observasi Statis



: - Wajah pasien dalam kondisi normal - Pasien mengeluh sesak napas



Dinamis



: - Bahu kiri dan kanan tidak simetris - Thoracal bengkok ke kanan - Lumbal bengkok ke kiri - Kelainan pola berjalan



E. Pemeriksaan Fungsi Dasar 1. Fleksi



F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi  Tes kognitif



: Pasien merespon dengan baik



 Palpasi



: - Tidak terdapat Oedema - Hipertrofi otot lumbal - Suhu normal



 Tes Sensorik



: - Tajam dan tumpul : Normal -



Panas dingin



-



Kasar dan halus : Normal







Test refleks : tendon achiles ( Normal )







Manual Muscle Testing ( MMT) :



: Normal



11







5



5



4



4



Pemeriksaan Spesifik :



a. Forward Bend Test : Dari hasil pengamatan Thoracal melengkung ke kanan dan Lumbal condong ke kiri



b. Tes pengukuran skala nyeri : Numeric Rate Scale ( NRS)



Hasil pengukuran : Pasien merasakan nyeri pada skala 6 (Nyeri sedang )



12



G. Algoritma Asessment Fisioterapi ALGORHITMA ASSESSMEN “GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL LUMBAL ET CAUSA SCOLIOSIS “



Nama pasien : Ny. B



Umur : 41 tahun



Jenis kelamin : Perempuan



Kondisi /penyakit : Scoliosis History Taking :



Pasien merasakan sesak napas yang dialami sejak lahir lalu didokter mendiagnosa pasien megalami asma, karena kebiasaan postur pasien yang buruk lama-kelamaan pasien mengeluhkan nyeri dan keterbatasan gerak bagian punggung belakang, semenjak bulan januari 2019 nyeri semakin bertambah dan pasien merasakan pola nafas semakin dangkal, lalu pasien menjalankan MRI dan hasilnya pasien mengalami scoliosis lalu pasien dirujuk ke fisioterapi. Statis : Wajah pasien dalam kondisi normal, Pasien mengeluh sesak napas Dinamis : Bahu kiri dan kanan tidak simetris, Thoracal bengkok ke kanan, Lumbal bengkok ke kiri Kelainan pola berjalan Pemeriksaan spesifik Tes sensorik : . Dinamis: Pasien tidak dapat menggerakan Tes refleks kedua tungkai kaki Panas dan dingin Tendon Achiless : Tajam dan tumpul Pasien tidak dapat duduk dan berdiri normal Kasar dan halus : Normal Palpasi :



Tes kognitif : pasien merespon dengan baik



Test spesifik:



-Tidak terdapat aedema



Forward Bend Test



- Suhu normal



Pengukuran nyeri menggunakan VAS : 6



- Hiperatrofi Thoracal dan lumbal



DiagnosaICF : GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL LUMBAL ET CAUSA SCOLIOSISI



- Terpasang verban dan drain dipunggung yang berisikan cairan Merah.



- Pasien dalam kondisi terlentang - Terpasang verban dan drain dipunggung yang berisikan cairan



13



H. Diagnosa Fisioterapi Gangguan Aktivitas Fungsional Lumbal et causa Scoliosis I. Problematik Fisioterapi dan Bagan ICF Buatlah bagan ICF sesuai dengan problemtik yang ditemukan berdasarkan hasil assesment terhadap kasus yang anda tangani : Nama pasien : Ny. Badriah Umur



: 41 tahun



Jenis kelamin : Perempuan Kondisi/Penyakit : Gangguan Aktivitas Fungsional Paraparese Upper Motor NeuronEt Causa Spondylitis



Anatomical/ functional Impairment     



Nyeri tekan Kelemahan otot Keterbatasan ROM Peningkatan tonus otot Spastik



Acivity Limitation  Tidak dapat berdiri  Tidak dapat berjalan



Participation Restriction



 Pasien tidak dapat mengendarai kendaraan motor  Pasien tidak dapat melakukan olahraga badminton  Pasien sulit melakukan pekerjaannya sebagai wirausaha



I. Tujuan Intervensi Fisioterapi a. Tujuan jangka pendek 



Mengoptimalkan pernapasan pasien







Untuk mengurangi nyeri pinggang bawah







Menambah ROM tungkai kanan dan kiri







Menurunkan tonus otot







Menambah kekuatan otot



14



b. Tujuan jangka panjang Agar pasien dapat menjalankan pekerjaannya



J. Program Intervensi Fisioterapi 1. Infra Red Radiating Tujuan Infra Red Radiating



a.







Meningkatkan proses metabolisme.







Vasodilatasi pembuluh darah.







Pigmentasi.







Pengaruh terhadap urat syaraf sensoris.







Pengaruh terhadap jaringan otot.







Destruksi jaringan.







Menaikkan temperature tubuh.







Mengaktifkan kerja kelenjar keringat.



Persiapan alat Antara lain meliputi kabelnya, jenis lampu, besarnya watt. Jenis lampu yang



digunakan adalah lampu generator luminous, gelombang pendek (penetrating), tidak memerlukan waktu pemanasan. b.



Persiapan penderita Posisi pasien diatur secomfortable mungkin dan disesuaikan dengan daerah



yang akan diobati. Pasien tidur terlentang. Daerah tubuh yang akan diobati harus bebas dari pakaian. Perlu pula diberitahukan kepada penderita mengenai derajat panas yang semestinya dirasakan, yaitu perasaan hangat yang nyaman (comfortable) serta dapat ditahannya selama berlangsungnya pengobatan. c.



Pemasangan lampu pada penderita Pada dasarnya metode pemasangan lampu diatur sedemikian rupa sehingga



sinar yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap jaringan yang diobati, baik untuk lampu luminous maupun non-luminous. Pada kondisi post arthroscopy,



15



pemasangan lampu infra red diletakkan pada area proksimal lutut dengan sudut aplikasi tegak lurus 900, jarak penyinaran lampu antara 35-45 cm. d.



Teknik pelaksanaan radiasi Waktu penyinaran berkisar antara 10-20 menit dan ini tergantung pada



toleransi serta kondisi penyakitnya. e.



Pengulangan pengobatan Untuk kondisi yang kronik diberikan penyinaran 20-30 menit dan diberikan



satu kali perhari seperti yang telah ditentukan yaitu 35-45 cm bagi yang luminous generator. 2. TENS a. Persiapan alat Sebelum pelaksanaan terapi alat terlebih dahulu disiapkan, semua saklar dalam panel kontrol dalam keadaan netral. b. Persiapan pasien Sebelum melakukan terapi kepada pasien, pasien dijelaskan tujuan terapi yang akan dilakukan. Kemudian pasien juga diberitahu bahwa terapi ini bukan kontraindikasi. Dijelaskan pula apa yang akan dirasakan pasien selama terapi. Beritahu juga kepada pasien untuk memberitahukan kepada terapis tentang keluhan-keluhan yang terjadi selama terapi. Sebelum terapi dimulai terlebih dahulu dilakukan tes sensasi. c. pelaksanaan terapi pastikan alat sudah tuning naikkan intensitasnya sampai pasien merasa hangat atau sesuai toleransi pasien. Selama terapi harus dimonitor rasa panas dan keluhan yang dirasakan pasien. Setelah waktu selesai kembalikan intensitas ke posisi nol, putar tombol “off”, kemasi elekrode dan kabel, cek keadaan kulit



3.



Breathing Exercise Teknik ini digunakan untuk mencegah komplikasi tirah baring yang lama, yaitu adanya sputum yang sulit keluar dengan gangguan mobilitas sangkar thoraks. Untuk pelaksanaan pasien dalam posisi tidur terlentang pasien diminta untuk 16



menarik nafas panjang lewat hidung sampai batas maksimal kemampuan pasien dan mengeluarkannya lewat mulut dan di berikan penekanan pada akhir ekspirasi. 4. Contract Relax Stretching a. Posisi pasien : tidur terlentang b.Posisi terapis : disamping pasien pada sisi kontralateral dari tungkai yang terlibat, kemudian fleksi dan adduksikan hip disertai internal rotasi hip dengan menggunakan kedua tangan terapis. c.



Pelaksanaan : dalam posisi otot piriformis terulur maksimal (fleksi, adduksi



dan internal rotasi hip yang maksimal), kontraksikan otot piriformis dengan menyuruh pasien menggerakkan kearah abduksi sedikit eksternal rotasi hip melawan tangan terapis, kemudian pasien diminta relaks. Setelah relaks, kedua tangan terapis melakukan penguluran maksimal pada otot piriformis sambil menekan knee kearah bawah. 5. Passive Streaching Evaluasi Pasien a. Identifikasi keterbatasan fungsional yang menyebabkan keterbatasan jarak gerak sendi. b. Tentukan jika keterbatasan sendi karena kontraktur pada jaringan lunak sebagai penyebab menurunnya gerakan untuk menentukan teknik stretching yang tepat. Evaluasi joint play sendi yang bersangkutan. c. Periksa kekuatan otot untuk menentukan force yang akan diterapkan. Sebelum Stretching a. Pertimbangkan jenis teknik stertching yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. b. Jelaskan tujuan stretching kepada pasien. c. Posisikan pasien senyaman dan sestabil mungkin. Arah stretching yang diberikan berlawanan dengan arah keterbatasan. d. Jelaskan prosedur kepada pasien. e. Area yang akan distretch harus bebas dari pakaian, bandage atau splint. f. Jelaskan kepada pasien perlunya serileks mungkin dan toleransi terhadap force yang diberikan. g. Berikan pemanasan terhadap jaringan yang akan distretch



untuk



meningkatkan



ekstensibilitas jaringan serta mencegah terjadinya injuri. Ketika stretching 17



a. Gerakkan sendi secara perlahan sampai pada batas keterbatasan. b. Pegang pada bagian proksimal dan distal sendi ketika ada gerakan. c. Stabilisasi pada bagian proksimal dan gerakkan pada bagian distal sendi. d. Untuk mencegah kompresi sendi selama stretching gunakan traksi derajat I untuk menggerakkan sendi. e. Terapkan stretch secara perlahan dan general pada sendi yang bersangkutan. f. Lakukan sekitar 15 sampai 30 detik atau lebih. g. Lakukan force sesuai dengan toleransi pasien. Setelah stretching a. Minta pasien melakukan latihan secara aktif dan bersifat fungsional untuk menjaga jarak gerak sendi yang telah ada. b. Kembangkan keseimbangan kekuatan pada otot antagonis untuk mengontrol stabilitas dan fleksibilitas. 6. Latihan Berjalan Agar pasien dapat secara mendiri melakukan ambulasi maka latihan jalan secarabertahap. Diawali dengan latihan jalan tanpa menumpu berat badan atau non weighbearing, baik menggunakan alat bantuwalker maupun ditingkatkan dengan pemakaiankruk, dengan metode jalan swing yang terdiri dari swing to dan swing through. Latihan inibertujuan agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri tanpa bantuan orang lain,walaupun ambulasi masih menggunakan alat bantu, tanpa menapakkan kaki sebagaipenyangga tubuh



K. Evaluasi Fisioterapi 



Pernapasan pasien lebih optimal







Penurunan nyeri







Penurunan tonus otot







Meningkatnya ROM pada kedua tungkai kanan dan kiri.







Meningkatnya kekuatan otot tungkai kanan dan kiri



18



BAB IV PENUTUP Kesimpulan Spondilitis adalah gejala penyakit berupa peradangan pada ruas tulang belakang, umumnya disebabkan oleh kuman tuberkulosis.[1] Penyebab lainnya, karena infeksi kuman lain.[1] Proses radang tersebut merusak badan ruas tulang belakang sampai membentuk tulang agak runcing ke depan.[1] Tekanan gaya berat mengakibatkan tulang belakang membengkok ke belakang pada tempat rusaknya badan ruas tulang belakang.[1] Biasanya radang tersebut menyerang daerah punggung Pada pasien paraparase et causa spondylitis , menyebababkan pasien mengalami gangguan aktivitas fungsional. Setalah adanya proses rehabilitasi yang dilakukan oleh Fisioterapi dengan pemberian komunikasi therapeutik, infra red dan tens serta breathing exercises terdapat penurunan nyeri, penurunan tonus otot,peningkatan luas gerak sendi serta peningkatan kekuatan otot da daktivitas fungsional dari pasien dan diharapkan kedepannya dengan adanya proses rehabilitasi yang berkelanjutan pasien dapat kembali pulih.



19