Pendekatan Pengembangan Kurikulum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM Mengutip pendapat Audrey dan Howard Nichools, Oemar Hamalik dalam Zainal Arifin dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum (curriculum development) adalah “the planning of learning oppurtunities intended to bring about certain desired in pupils, and assessment of the extend to which these changes have taken place”. Artinya, pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa peserta didik kearah perubahan-perubahan yang diinginkan serta menilai hingga sejauh mana perubahanperubahan itu telah terjadi pada diri peserta didik. Adapun yang dimaksud kesempatan belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara peserta didik, guru, bahan, dan peralatan, serta lingkungan belajar. Semua kesempatan belajar yang direncanakan oleh guru bagi para peserta didik sesungguhnya adalah “kurikulum itu sendiri”. Berdasarkan pengertian tersebut, pengembangan kurikulum sesungguhnya adalah sebuah siklus, suatu proses berulang yang tidak pernah berakhir. Proses kurikulum itu sendiri terdiri atas empat unsur. Pertama, tujuan, yakni mempelajari serta menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbangan tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara menyeluruh. Kedua, metode dan material, yakni mengembangkan serta mencoba menggunakan metode dan material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan yang serasi menurut pertimbangan guru. Ketiga, penilaian (assessment) yakni menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan dalam kaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengembangkan tujuan-tujuan baru. Keempat, feedback, yakni umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh, yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya. Pada dasarnya strategi dan pendekatan adalah berbeda. Hal ini berarti strategi lebih sempit dari pada pendekatan. Pendekatan kurikulum ialah cara kerja dengan cara menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikut langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghaislkan kurikulum yang lebih baik. Ada berbagai macam pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu : 1. Pendekatan Berorientasi Pada Bahan Pelajaran Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja. Mula-mula pelaksanan dalam perencanaan dan pengembanagan kurikulum itu berdasarkan materi. Initi dari proses belajar megajara ialah ditentukan oleh pemilihan materi. Pendekatan ini diterapkan di Indonesia dalm kurikulum sebelum kurikulum 1975. Kelebihan pendekatan ini ialah bahan pengajaran lebih flexible dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kelemahannya ialah tujuan pengajaran kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. 1



2. Pendekatan Berorientasi Pada Tujuan Pengembngan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung aspekaspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional. Pendekatn ini menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar megajar . Penyusunana dengan pendekatan berdasarkan tujuan bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Dari tujuan-tujuan ini menjadi tujuan yang terperinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional. 3. Pendekatan Dengan Pola Organisasi Bahan Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan: subject matter curicululm, correlated curriculum, dan integrated curriculum. a. Pendekatan pola subject matter curriculum. Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumI, biologi dan lainnya. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu dengan yang lainnya. b. Pendekatan pola correlated curriculum Pendekatan dengan pola mengkelompokkan beberapa mata pelajaran yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Misalnya: IPA, IPS, dan sebagainya. c. Pendekatan pola integrated curriculum. Pendekatan ini didasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak hanya merupakan kesimpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Dalam hal ini, tidak hanya melalui pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batas tertentu dan masing-masing bahan pelajaran. 4. Pendekatan Rekonstruksionalisme / Rekonstruksi Sosial Pendekatan ini disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdependensi, global, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, perang dan damai, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksi sosial ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum yakni: a. Rekonstruksionisme Konservatif. Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Masalah-masalah dapat bersifat lokal dan dapat dibicarakan di Sekolah Dasar, ada pula yang bersifat daerah, nasional, regional, dan internasional bagi pelajar Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi. b. Rekonstruksionisme Radikal. Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Kedua pendirian yang saling bertentangan ini baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Perbedaannya terletak dalam definisi atau tafsiran masing-masing tentang “perbaikan” dan cara pendekatan terhadap masalah itu. Golongan konservatif bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup. Mereka 2



berasumsi bahwa masalah-masalah sosial adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata sosial yang ada dan menciptakan tata sosial yang baru sama sekali untuk memperbaiki mutu hidup, oleh sebab itu tata sosial yang ada tidak adil dan akan tetap tidak adil. Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan interaksional. Desain yang ditampilkan dalam kurikulum rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut: a. Asumsi tujuan utama kurikulum model ini adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang dihadapi manusia (teori konflik). Tantangan itu mencakup masalah masyarakat yang bersifat universal yang dapat dikaji dalam kurikulum. b. Masalah-masalah sosial yang ada memberi kontribusi pertanyaan-pertanyaan masalah sosial yang harus dijawab dengan aktivitas kurikulum. c. Pola-pola organisasi membuat kegiatan pleno yang membahas tema utama yang dijadikan bahan dalam diskusi kelompok. Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu dalam berpikir, merasa, dan melakukan. Bila pendidikan dapat mengubah tingkah laku individu, pendidikan itu dapat pula mengubah masyarakat, sehingga sekolah dipandang sebagai “agent of change.” Sifat pendidikan selalu mengacu pada masa depan sekalipun menggunakan masa lampau dan masa kini sebagai pijakannya. Oleh karena itu, pendidikan dapat mengatur dan mengendalikan perkembangan sosial dengan menggunakan teknik “social engineering” untuk menuju masyarakat yang dicitacitakan. 5. Pendekatan Humanistik Pendekatan ini menempatkan peserta didik pada posisi sentral (student centered) dan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan merupakan bagian integral dari proses belajar. Siswa diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimiliki dengan selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Pengembangan proses belajar ini diarahkan untuk mengembangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan anak (Soemantri dalam Idi, 2007:203). Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal. Hasil penelitian menunjukkan konsep diri siswa berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Siswa dengan konsep diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan belajar dari pada siswa dengan konsep diri positif. Selanjutnya siswa hendaknya diikutsertakan dalam pengelolaan kelas dan keputusan instruksional. Mereka hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah, meraka hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar dan membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan. Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi berikut: a. Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya. b. Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya. c. Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari ketegangan yang berlebihan. d. Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana mereka belajar”. 3



e. Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu. f. Evaluasi diri adalah bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri. Bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberikan peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi, dan dasar pengembangan program pendidikan 6. Pendekatan Akuntabilitas Accountability lemabaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal penting dalam dunia pendidikan. Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai satandar itu. Sistem yang akuntabel memiliki standar dan tujuan yang spesifik serta mengukur efektivitas suatu kegiatan dengan mengukur taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu. Gerakan ini mulai drasakan manfaatnya bagi dunia pendidikan ketika sebuah universitas di Amerika Serikat dituntut untuk membuktikan keberhasilannya dalam dalam mencapai standar yang tinggi. Untuk memenuhi tuntutan itu, pengembang kurikulum mendesain tujuan pelajaran yang dapat mengukur prestasi belajar siswa. Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu a. Pendekatan Top Down Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). b. Pendekatan Grass Roots Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction). Kelompok 5 : 1. 2. 3. 4. 5. 4



Agung Pratama Eva Yulia Ridwan Nasution Syahrizal Hasibuan Yuyu Herlita