Penelitian Socfindo Sei Liput [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEKERJAAN LAYAK PADA PEKERJA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Survey Pada Pekerja PT Socfindo Indonesia Sei Liput Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)



SKRIPSI



Disusun Oleh: DITA RIZKI AGUSTINA NIM : 130901065



DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018



i Universitas Sumatera Utara



ABSTRAK Ditengah maraknya permasalahan yang timbul terkait ketenagakerjaan, pekerjaan layak muncul sebagai respon atas kondisi tersebut dan telah menjadi agenda utama ILO. Pemerintah Indonesia juga menunjukkan keseriusannya untuk menerapkan konsep ini di Indonesia dengan meratifikasi Konvensi Inti ILO, namun hingga saat ini tiap aksi yang dilakukan pekerja kerap berisi tuntutan kepada perusahaan untuk memenuhi hak-hak mereka sebagai pekerja. Penelitian ini jenis penelitian deskriptif yang menggunakan metode kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pekerjaan layak dan realitas penerapan konsepnya pada pekerja perkebunan kelapa sawit dengan responden adalah pekerja dari PT.Socfindo Indonesia Sei Liput, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. Socfindo sudah menerapkan konsep pekerjaan layak meskipun tingkatnya belum sesuai harapan. Rekrutmen yang tertutup, tidak adanya kontrak kerja, dan jam kerja lembur berlebih menjadi penghambat tercapainya kelayakan kerja yang sesuai dengan konsep pekerjaan layak yang ditetapkan ILO. Kata Kunci : Pekerjaan Layak, Pekerja Perkebunan, Ketenagakerjaan, ILO



i Universitas Sumatera Utara



ABSTRACT



Amid the rampant problems that arise related to employment, decent work arises in response to these conditions and has become the ILO's main agenda. The Indonesian government also showed its seriousness to apply this concept in Indonesia by ratifying the ILO Core Conventions, but to date every action carried out by workers often contains demands on companies to fulfill their rights as workers. This research is a type of descriptive research that uses quantitative methods, which aims to determine the level of decent work and the reality of the application of the concept to oil palm plantation workers with respondents are workers from PT.Socfindo Indonesia Sei Liput, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Aceh Province. The results of this study indicate that PT. Socfindo has applied the concept of decent work even though the level has not met expectations. Closed recruitment, absence of work contracts, and overtime working hours are obstacles to achieving work eligibility in accordance with the concept of decent work established by the ILO. Keywords : Decent Work, Plant Workers, Employment, ILO



ii Universitas Sumatera Utara



KATA PENGANTAR



Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hikmah dan pengetahuan serta kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Dampak Keberadaan Mini Market terhadap Warung Tradisional di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara”. Skripsi ini Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih, diantaranya kepada: 1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial dan ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dr. Harmona Daulay, M.Si selaku ketua departemen Sosiologi, Universitas SumateraUtara. 3. Terimakasih saya yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Prof. Rizabuana M.Phil, Ph.D, selaku dosen pembimbing saya yang sangat sabar membimbing serta telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan kritik dan saran yang sangat membangun



iii Universitas Sumatera Utara



selama penelitian hingga dapat menyelesaikan penelitian ini, dan selama masa perkuliahan ini. 4. Terimakasih saya yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Drs. T.I Saladin, M.si selaku Sekretaris Departemen Sosiologi dan dosen penguji saya yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan kritik dan saran yang sangat membangun hingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. 5. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik saya. 6. Seluruh dosen Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu, bimbingan, maupun arahan selama kepada penulis baik saat masa perkuliahan maupun diluar perkuliahan. 7. Kepada kedua orangtua saya bapak Syafriman dan ibu Elina, yang sangat menyayangi saya dan mendukung saya dengan sangat hebat. 8. Kepada seluruh sanak saudara saya yang terus memberikan dukungan tanpa henti. 9. Buat Sahabat saya Sari Yolanda, Aqila, Finta, Pupuy, Dinda, Arman,Baim, Dedi,Rasyid, Reynold, Riki, dan, Ricardo terimakasih telah membantu melewati 5 tahun ini dengan ketulusan seorang sahabat. 10. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan jurusan Sosiologi 2013 yang telah memberikan kenangan-kenangan yang indah semasa perkuliahan, semoga kesuksesan menghampiri kita kelak, amin.



iv Universitas Sumatera Utara



11. Buat teman-teman satu bimbingan skripsi yaitu Dwi, Hasty, Sari, dan Ardi terimakasih atas kerjasamanya selama proses penulisan skripsi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dengan harapan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Medan, Agustus 2018 Penulis



Dita Rizki Agustina 130901065



v Universitas Sumatera Utara



DAFTAR ISI Hal. ABSTRAK ........................................................................................................... i ABSTRACT ......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI........................................................................................................vi DAFTAR TABEL................................................................................................ ix BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 1.2 1.3 1.4



1.5 1.6 1.7 1.8



Latar Belakang...............................................................................1 Rumusan Masalah.........................................................................13 Tujuan Penelitian...........................................................................13 Manfaat Penelitian........................................................................14 1.4.1 Manfaat Praktis.................................................................14 1.4.2 Manfaat Teoritis................................................................14 Defenisi Konsep............................................................................15 Operasionalisasi Variabel..............................................................15 Bagan Operasional Variabel..........................................................17 Definisi Operasional Variabel.......................................................17



BAB II.KERANGKA TEORI...........................................................................22 2.1 2.2 2.3 2.4



Teori Pertukaran Sosial George C Hommans................................22 Pengertian Pekerjaan Layak..........................................................28 Pekerja Perkebunan........................................................................30 Penelitian Sebelumnya...................................................................32



BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................36 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7



3.8



Jenis Penelitian..............................................................................36 Lokasi Penelitian...........................................................................36 Populasi.........................................................................................37 Sampel...........................................................................................38 Teknik Pengumpulan Data............................................................39 Alat Bantu Penelitian....................................................................40 Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran.................................40 3.7.1 Instrumen Penelitian.........................................................40 3.7.2 Skala Pengukuran.............................................................41 Pengolahan Data...........................................................................42 vi Universitas Sumatera Utara



3.8.1 Pengolahan Data...............................................................42 3.8.2 Analisis Data.....................................................................43 3.9 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas.................................................44 3.9.1 Uji Validitas......................................................................44 3.9.2 Uji Reliabilitas...................................................................45 3.10 Keterbatasan Peneliti....................................................................47 BAB IV. HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN............................49 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian..........................................................49 4.1.1 Gambaran Umum/Profil Aceh Tamiang...........................49 4.1.2 Profil PT. Socfindo...........................................................53 4.2 Analisis Data................................................................................55 4.2.1 Karakteristik Responden..................................................55 4.2.2 Identitas Responden Berdasarkan Umur.........................55 4.2.3 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin............56 4.2.4 Identitas Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan...........................................................57 4.2.5 Identitas Responden Berdasarkan Jabatan kerja..............58 4.2.6 Identitas Responden Berdasarkan Lama Kerja................58 4.3 Pandangan Responden..................................................................60 4.3.1 Pandangan Responden Tentang Kesempatan Kerja.........60 4.3.2 Pandangan Responden Tentang Jaminan Sosial...............64 4.3.3 Pandangan Responden Tentang Hak Dasar Di Tempat Kerja................................................................67 4.3.4 Pandangan Responden Tentang Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan.............................................................71 4.3.5 Pandangan Responden Tentang Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama.......................................................76 4.3.6 Pandangan Responden Tentang Jam Kerja Layak...........80 4.3.7 Pandangan Responden Tentang Pendapatan/Upah Yang Mencukupi..............................................................84 4.3.8 Pandangan Responden Tentang Stabilitas Dan Jaminan Pekerjaan.............................................................87 4.3.9 Pandangan Responden Tentang Dialog Sosial.................92 4.4 Pembahasan..................................................................................94 4.4.1 Tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo................................................94 4.4.2 Realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo.....................................................................97 BAB V. PENUTUP...........................................................................................101 5.1 Kesimpulan..................................................................................101



vii Universitas Sumatera Utara



5.2



Saran............................................................................................104



DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................115



viii Universitas Sumatera Utara



DAFTAR TABEL No. Tabel 1.1 1.2



3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15



Judul



Halaman



Jumlah Perusahaan Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman Sepanjang 2010 Hingga 2015 .............................. 6 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta Nasional dan Asing Menurut Kabupaten Tahun 2014 ................................................................................... 7 Tingkat Keandalan Croanbach’s Alpha ........................................ 46 Uji Reliabilitas .............................................................................. 47 Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas Di Kabupaten Aceh Tamiang Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ................... 51 Umur Responden .......................................................................... 56 Jenis Kelamin Responden ............................................................. 56 Jenjang Pendidikan ....................................................................... 57 Jabatan Kerja Responden .............................................................. 58 Lama Kerja Responden ................................................................. 58 Kesempatan Kerja ......................................................................... 60 Jaminan Sosial .............................................................................. 65 Hak Dasar Di Tempat Kerja.......................................................... 67 Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan............................................... 71 Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama ....................................... 76 Jam Kerja Layak ........................................................................... 80 Pendapatan/upah Yang Mencukupi .............................................. 84 Stabilitas Dan Jaminan Pekerjaan ................................................. 87 Dialog Sosial ................................................................................. 92



ix Universitas Sumatera Utara



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar belakang Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah



penduduk yang padat. Tidak jarang penduduk Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan jika saja sudah bekerja, belum tentu pekerjaan itu adalah pekerjaan layak. Negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk mensejahterakan rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu Negara menjamin warga negaranya untuk mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak. Pasal 1 angka 31 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa kesejahteraan pekerja adalah merupakan suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Selama hampir 20 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri ini. Setelah krisis ekonomi yang parah pada tahun 1997-1998, negara ini mengalami transisi politik menuju sistem yang lebih demokratis yang juga diikuti oleh reformasi di bidang pasar tenaga kerja termasuk disahkannya UU No. 13 / 2003 mengenai Ketenagakerjaan, UU No. 21 / 2000 mengenai Serikat Buruh (SB) dan UU No. 2 / 2004 mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Kondisi pasar kerja di Indonesia sangat bergantung pada dinamika sosial



1 Universitas Sumatera Utara



dan ekonomi, terutama pada masa krisis tahun 1997-1998 yang sangat menghambat perekonomian serta krisis keuangan global tahun 2008 yang juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selama hampir sepuluh tahun terakhir telah terjadi kemajuan yang cukup baik dalam meningkatkan pendapatan perkapita dan pencapaian dalam pengentasan kemiskinan. Berdasarkan perjanjian kerja, pekerja dikelompokan menjadi Pekerja Waktu Tertentu dan Pekerja Waktu Tidak Tertentu. Biasanya bagi mereka yang baru memulai pekerjaan menjadi Pekerja Waktu Tertentu hingga adanya pengangkatan atau menurut pertimbangan pengusaha. Pekerja Waktu Tertentu maksudnya adalah seluruh pekerja yang diikat dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pasal 1 KEPMEN No. 100/MEN/IV/2004 menentukan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Pada dasarnya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja buruh. (Agusmidah, 2010) Ditengah



maraknya



permasalahan



yang



timbul



terkait



dengan



ketenagakerjaan, decent work muncul sebagai respon atas kondisi tersebut. Definisi dari pekerjaan layak atau decent work secara sederhana adalah pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, berupah atau memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup secara layak, serta terjaminnya keamanan dan keselamatan fisik maupun psikologis (SPN, 2016). Berbagai



2 Universitas Sumatera Utara



permasalahan yang menimpa buruh/pekerja saat ini, seperti yang sering kita saksikan saat terjadi demonstrasi, masih mengenai upah yang tidak layak, fasilitas kerja yang tidak layak, jaminan kerja yang minim, dan banyak lagi. Padahal kelayakan kerja sendiri sudah menjadi agenda utama ILO (International Labour Organization) yang tentunya sangat memperhatikan masalah kelayakan kerja tersebut. Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja. ILO adalah satu-satunya badan “tripartit” PBB yang mengundang perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk bersama-sama menyusun kebijakankebijakan dan program-program. Bekerjasama dengan 181 negara anggotanya, ILO berupaya memastikan bahwa standar-standar ketenagakerjaan ini dihormati baik secara prinsip maupun praktiknya (ILO, 2007). Dengan kata lain, ILO adalah organisasi ketenagakerjaan tertinggi yang menanggungjawabi penyusunan dan pengawasan standar-standar ketenagakerjaan internasional. Isu pekerjaan layak seakan-akan telah menjadi isu utama saat berbicara mengenaiketenagakerjaan. Pekerjaan Layak (Decent Work) juga telah menjadi salah satu prioritas agenda kerja ILO. Menurut agenda ILO, agenda pekerjaan layak perlu diterapkan di berbagai negara dalam upaya penciptaan kondisi kerja



3 Universitas Sumatera Utara



yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, yaitu pemilik modal atau perusahaan dan buruh. Agenda kerja layak merupakan pendekatan terpadu untuk mengejar tujuan pekerjaan penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua pada tingkat global, regional, nasional, dan lokal. Mengenai hal ini tujuan pekerjaan penuh dan produktif memiliki pengertian pencapaian target pemenuhan barang dan jasa sebagai hasil produksi yang bermutu dan berkualitas. Sedangkan pekerjaan layak untuk semua berkaitan dengan pemenuhan hak-hak pekerja selama bekerja sesuai tujuan yang akan dicapai dalam kelayakan kerja. Pemenuhan kelayakan kerja mencakup kesetaraan dalam memperoleh kesempatan kerja, pemberian hak-hak di tempat kerja, perlindungan sosial, pemberian upah dan dialog sosial (ILO, 2011). Keseriusan ILO dalam memperhatikan kelayakan kerja ini juga dibuktikan dengan diadakannya beberapa konvensi yang dilakukan untuk membahas kelayakan kerja yang tentunya berkorelasi dengan kesejahteraan buruh. Konvensikonvensi yang telah dilakukan tersebut seperti penghapusan kerja paksa (konvensi No.29 dan 105), kebebasan berserikat (konvensi No.87 dan 98), larangan terhadap diskriminasi (konvensi No.100 dan 111) dan penghapusan pekerja anak (konvensi No.138, 1999). Selain itu, ILO (International Labour Organisation) juga telah menetapkan indikator yang menunjukkan luasnya dimensi yang dicakup untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian pekerjaan layak pada tingkat populasi. Namun sejauh ini permasalahan tentang pemenuhan hak akan pekerjaaan dan upah yang layak masih begitu marak terjadi di Indonesia. Dalam kesempatan memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day) 1 Mei lalu, misalnya, ada 10 tuntutan yang disampaikan buruh. Adapun ke-10 tuntutan



4 Universitas Sumatera Utara



itu dapat dikelompokkan pada soal upah, jaminan sosial, dan kesejahteraan anak dan keluarganya. Secara keseluruhan, ke-10 tuntutan itu merepresentasikan tuntutan buruh yang mendambakan hidup sejahtera dan bermartabat (Republika, 2017). Perbedaan kepentingan antara buruh dan pemberi kerja (perusahaan) membuat posisi buruh semakin sulit. Motif utama pada pihak buruh bekerja di sektor industri adalah untuk mendapatkan upah sebagai pertukaran atas tenaga kerja yang telah ia keluarkan untuk berproduksi. Upah yang diharapkan tidak hanya sekedar untuk memulihkan tenaganya agar dapat bekerja kembali keesokan harinya, namun juga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya secara layak. Tujuan buruh tersebut tentunya berbeda dengan pengusaha, yang tujuannya adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Sebenarnya pemerintah telah melakukan beberapa hal untuk menguatkan penerapan agenda kerja layak (decent work) di Indonesia sesuai dengan tujuantujuan dari ILO. Beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung penerapan kelayakan kerja di Indonesia dengan menghasilkan tiga undang-undang yang membatalkan banyak aspek represif peraturan ketenagakerjaan di masa Orde Baru. Undang-undang tersebut seperti Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang serikat pekerja, undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan undang-undang No.2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Indonesia juga sudah meratifikasi Konvensi Inti ILO pada Juni 1999 dan Indonesia merupakan negara pertama di Asia yang meratifikasi ketujuh Konvensi ILO (Kusyuniati, 2010). Karena pada dasarnya tujuan akhir dari agenda kerja layak itu adalah kesejahteraan bagi buruh, maka seharusnya agenda kerja layak yang didukung oleh undang-undang mampu menciptakan kelayakan kerja



5 Universitas Sumatera Utara



bagi para buruh tersebut. Namun kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terwujud, masih terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang merenggut hak-hak buruh yang akhirnya mendorong mereka berunjuk rasa dengan melakukan aksi untuk menuntut keinginan dan haknya. Setiap melakukan aksi, mereka membawa tuntutan-tuntutan yang pada intinya bermuara pada pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan hidup mereka. Industri kelapa sawit merupakan industri yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit yang mana jumlah perusahaannya adalah yang paling banyak di Indonesia. Berikut adalah jumlah perusahaan Perkebunan Besar menurut jenis tanaman sepanjang 2010 hingga 2015 : Tabel 1. 1 Jumlah perusahaan Perkebunan Besar menurut jenis tanaman sepanjang 2010 hingga 2015 Jenis Tanaman



2010



2011



2012



2013



2014



2015



Karet



379



383



332



315



315



316



Kelapa



137



125



111



107



107



107



Kelapa sawit



1176



1217



1510



1601



1601



1600



Kopi



119



122



97



89



89



91



Kakao



118



116



87



86



86



85



Teh



125



132



114



96



96



98



Cengkeh



54



54



55



52



52



52



Kapuk



19



19



1



1



1



1



Kina



14



13



2



2



2



2



Tebu



78



78



99



97



97



98



Tembakau



11



11



7



6



6



8



Tanaman Tahunan



Tanaman Semusim



Sumber : Diolah dari Hasil Survei Perusahaan Perkebunan, BPS 2017.



Hingga tahun 2015, jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit mencapai 1600 dan yang terbanyak di Indonesia. Adapun perbandingan luas areal perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan di Indonesia dikuasai oleh



6 Universitas Sumatera Utara



Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebanyak 52%, Perkebunan Besar Negara (PBN) sebesar 7%, dan Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 41% (DIRJENBUN, 2015). Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 328 perusahaan. Sebanyak 87 perusahaan sawit tersebut berada di Provinsi Aceh. Dari angka itu, 9 diantaranya adalah perusahaan milik negara sedangkan selebihnya berstatus milik swasta. Dari 13 kabupaten/kota yang memiliki perusahaan kelapa sawit, Aceh Tamiang adalah kabupaten terbanyak beroperasinya perusahaan kelapa sawit, kemudian disusul Aceh Timur, Subulussalam, dan Aceh Utara (Aceh Terkini, 2016). Tabel 1. 2 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta Nasional dan Asing Menurut Kabupaten Tahun 2014



No



KABUPATEN



Luas Areal/Area (Ha)



Produksi (Ton)



Produktivitas (Kg/Ha)



JumlahTenaga Kerja (TK)



1



Kab. Aceh Selatan



190



369



3.355



95



2



Kab. Aceh Timur



25.957



89.105



4.035



12.979



3



Kab. Aceh Barat



8.569



33.425



4.178



4.285



4



Kab. Pidie



-



-



-



-



5



Kab. Pidie Jaya



101



126



1.248



51



6



Kab. Aceh Tengah



56



2



2.000



28



7



Kab. Aceh Utara



5.951



6.314



3.686



2.976



8



Kab. Aceh Singkil



37.386



95.374



3.246



18.694



9



Kab. Bireun



2.768



4.137



4.187



1.384



10



Kab. Aceh Tamiang



32.139



111.739



4.012



16.070



11



Kab. Aceh Jaya



2.945



3.418



3.979



1.473



12



Kab. Nagan Raya



40.148



136.429



3.942



20.074



13



Kab. Aceh Barat Daya



4.578



11.417



4.683



2.289



14



Kota Subulussalam



7.988



12.471



3.553



3.994



Sumber : Diolah dari Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit, Direktorat Jenderal



Perkebunan 2015



7 Universitas Sumatera Utara



Tabel diatas merupakan tabel luas areal dan produksi kelapa sawit perkebunan besar swasta yang ada di Provinsi Aceh. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa Aceh Tamiang memiliki luar areal terbesar ketiga setelah Nagan Raya dan Aceh Singkil. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di perkebunan kelapa sawit swasta di Aceh Tamiang juga yang tertinggi ketiga sebesar 16.070 pekerja, setelah Nagan Raya yang lebih tinggi dengan 20.074 pekerja, dan Aceh Singkil sebanyak 18.694 pekerja. Aceh Tamiang terdiri dari 12 kecamatan yakni Kecamatan Banda Mulia, Bandar Pusaka, Bendahara, Karang Baru, Kejuruan Muda, Kota Kuala Simpang, Manyak Payed, Rantau, Sekrak, Seruway, Tamiang Hulu, Tenggulun, yang secara keseluruhan mempunyai luas 1.957,02 Km2 atau 195,702 Hektar (BPS Aceh Tamiang, 2013). Dari luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang 1.957,02 Km 2, 80% diantaranya dikuasai pemilik Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, khususnya perusahaan kelapa sawit (Serambi Indonesia, 2016). Industri kelapa sawit termasuk industri yang penting bagi Indonesia. Saat ini kelapa sawit merupakan komoditas utama ekspor Indonesia dan menyumbang besar dalam pendapatan nasional. Sejak 2006, Indonesia telah menjadi produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di seluruh dunia, mengalahkan Malaysia. Pada 2014, minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar US$ 17,5 miliar atau sekitar 10% dari total ekspor. Bahkan pada periode Januari-September 2015, ekspor kelapa sawit Indonesia telah berada pada posisi pertama sebagai penyumbang devisa terbesar yaitu sebesar US$ 11,60 miliar diatas ekspor batubara yang sebesar US$ 11,35 miliar (BPS, 2015). Industri ini juga merupakan industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar.



8 Universitas Sumatera Utara



Data Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit terus meningkat. Pada tahun 2010, perusahaan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3,4 juta tenaga kerja. Angkanya meningkat sebanyak 60,8% pada tahun 2014 menjadi 5,4 juta tenaga kerja, dan belum termasuk tenaga kerja bagian pengangkutan, laboratorium, pengolahan, administrasi kebun dan panen. Penyerapan tenaga kerja pada industri kelapa sawit memang jauh lebih besar dibandingkan industri minyak dan gas bumi. Salah satu perusahaan swasta dengan komoditas kelapa sawit di Aceh Tamiang adalah PT. Socfindo (Socfin Indonesia). PT. Socfindo merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet dan sudah berdiri lebih dari 100 tahun. Adrien Hallet sebagai pendiri Socfin telah memulai perkebunan komersil karet di Indonesia sejak 1909 dan perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1911 di Sei Liput & Medang Ara yang terletak di Aceh Tamiang, Deli Muda dan Tanah Itam Ulu di Sumatera Utara. Kini, setelah lebih dari 100 tahun perjalanannya, PT. Socfindo telah mengelola sekitar 48 ribu hektar areal perkebunan yang terdiri dari kelapa sawit dan karet. Terdapat 9 perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, dan 5 perkebunan karet yang tersebar di Sumatera Utara. Dalam tiap industri atau perusahaan, pasti memiliki dinamika didalamnya. Namun, masalah perburuhan di satu sisi memang selalu melekat pada konteks industri di perkotaan. Kasus-kasus pelanggaran hak buruh maupun pemogokan buruh yang mencuat lewat media kebanyakan terjadi di perkotaan. Menjadi menarik jika konteksnya berubah menjadi kawasan industri padat karya di kota



9 Universitas Sumatera Utara



kecil. Dari investigasi POSPERA (posko perjuangan rakyat aceh), diketahui bahwa selama ini masih ada perusahaan perkebunan sawit di Aceh yang masih mempekerjakan buruh tanpa dokumentasi perikatan kerja antara karyawan dengan perkebunan. Perusahaan perkebunan sawit



menggunakan strategi



untuk



menghindari tanggung jawab misalnya menggunakan cara borongan atau buruh harian lepas (BHL) dan buruh kontrak tanpa jaminan tertulis/mekanisme formal dalam rangka peningkatan status, sehingga upah murah berbasis target kerja. Kondisi seperti ini tentu saja mengaburkan pertanggungjawaban perusahaan dengan



karyawan, sehingga dalam hal perlindungan kesehatan, upah,



kesejahteraan, dan hak hak normatif lainnya terabaikan (Lintas Atjeh, 2017). Di Aceh Tamiang sendiri, beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit tak terlepas dari permasalahan yang terjadi antara pihak perusahaan dan buruh, yang artinya relasi antara pihak perusahaan dan buruh tidak harmonis. Perusahaan perkebunan kelapa sawit negara (PTPN) yang ada di Aceh Tamiang pernah didemo oleh para buruh dan masyarakat sekitar. Para pendemo yang sebagian jadi buruh harian lepas juga menuntut PTPN 1 Aceh untuk memberikan kebebasan beribadah bagi karyawan yang beragama Islam, karena menurut pengakuan beberapa karyawan, karyawan muslim pria tidak diperbolehkan menghentikan pekerjaan untuk sholat jumat . Dalam petisi itu juga, para pendemo memberikan hak-hak normatif kepada buruh bongkar muat diantaranya penyesuaian upah bongkar muat buah yang masuk, baik yang berasal dari kebun maupun dari luar perusahaan, memberikan jaminan kesehatan kerja, menghilangkan atau jangan ada diskriminasi harga bagi supplier atau pihak ke tiga. Berikutnya, para buruh meminta pihak PTPN 1 Aceh untuk mengalokasikan dana CSR perusahaan



10 Universitas Sumatera Utara



kepada masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, sesuai dengan Undang-undang sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar (Status Aceh, 2015). Tak hanya buruh dari perusahaan perkebunan kelapa sawit negara, aksi mogok kerja dan demonstrasi juga dilakukan oleh para buruh dari perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta, PT. MPLI (Mestika Prima Lestari Indah) Aceh Tamiang pada September 2016 lalu. Pada tanggal 19 September 2016 lalu, ratusan karyawan perusahaan perkebunan PT Mustika Prima Lestari Indah (MPLI) melakukan aksi mogok kerja dengan cara menduduki kantor pusat perusahaan tersebut di Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang. Dalam aksinya, para buruh perkebunan yang didampingi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan (SP3) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tersebut, berkumpul di area kantor sambil membawa sejumlah poster tuntutan. Adapun tuntutan mereka di antaranya, terkait mutasi dan masalah gaji yang belum sesuai dengan peraturan gubernur Nomor 60/2015 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) (Harian Analisa, 2016). Setelah melakukan aksi mogok kerja, seminggu kemudian para buruh tersebut melakukan aksi demo ke DPRK Aceh Tamiang. Aksi tersebut salah satunya menuntut tidak melakukan pemutasian sebagai bentuk intimidasi terhadap pengurus dan anggota pengurus unit pekerja Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pakerja Seluruh Indonesi (PUK SPPPSPSI) dalam menjalankan kegiatan serikat pekerja di dalam perusahan sesuai UU 21 tahun 2000 (Serambi Indonesia, 2016). Terjadinya aksi yang dilakukan oleh para buruh mengindikasikan bahwa pihak perusahaan tidak memenuhi kewajiban mereka untuk memfasilitasi pekerja



11 Universitas Sumatera Utara



dengan sebaik-baiknya dan menggenapi hak-hak para buruh tersebut dengan layak. Mengetahui beberapa data permasalahan tersebut di atas, timbul pertanyaan apakah hal serupa juga dialami oleh pekerja di PT. Socfindo kebun Sei Liput. Karna setelah cukup lama berdiri, hubungan antar perusahaan dan pekerja terlihat tidak pernah memanas. Hal ini terlihat dari tidak adanya aksi-aksi protes yang dilakukan para buruh PT. Socfindo kepada perusahaan. Berdasarkan beberapa hal di atas dan mengetahui beberapa fakta yang terjadi di lapangan, patut dipertanyakan komitmen dari perusahaan (industri) dalam menerapkan standar kerja layak sesuai tujuan dari ILO. Timbul sejumlah pertanyaan yang perlu ditelusuri yakni tentang bagaimana realitas penerapan agenda pekerjaan layak dan bagaimana ukuran pekerjaan layak di perusahaan tersebut. Apakah sudah sesuai dengan agenda kerja layak yang ditentukan oleh ILO? Pertanyaan pertanyaan inilah yang dibahas dalam penelitian ini yang mengangkat topik tentang pekerjaan yang layak (decent work) pada pekerja perkebunan kelapa sawit, yang dalam hal ini mengambil pekerja dari PT. Socfindo (Socfin Indonesia) Sei Liput. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pekerjan layak pada pekerja perkebunan, yang mana indikator dari pekerjaan layak tersebut telah ditetapkan oleh ILO (International Labour Organisation). Seperti yang kita ketahui, sektor perkebunan di Indoneia merupakan sektor penyumbang devisa terbesar bagi negara, namun perlindungan terhadap keselamatan dan kesehataan pekerjanya masih rendah. Padahal perlindungan jaminan sosial adalah salah satu



12 Universitas Sumatera Utara



indikator dari pekerjaan layak menurut ILO. Beranjak dari kondisi tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Mengukur tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. 2. Bagaimana realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh?



1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan hasil perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. 2. Mengetahui realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Adapun yang menjadi manfaat teoritis dari penelitian ini adalah : a. Sebagai sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya sosiologi industri dan perburuhan, dan dapat dijadikan



13 Universitas Sumatera Utara



sebagai tambahan referensi dan kepustakaan, baik bagi peneliti maupun mahasiswa lain. b. Sebagai bahan pembanding bagi penulis atau peneliti lain untuk meneliti tentang pekerjaan layak pada pekerja perkebunan pada masa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat Praktis Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini adalah : a. Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi masyarakat mengenai pekerjaan layak. b. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah untuk dipertimbangkan dalam mengambil kebijakan terkait dengan kebijakan bagi para pekerja. c. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi mahasiswa lain mengenai pekerjaan layak pada pekerja perkebunan.



1.5 Defenisi Konsep Dalam sebuah penelitian ilmiah, terdapat konsep yang digunakan sebagai acuan untuk mengerjakan penelitian tersebut. Jadi, defenisi konsep sangatlah diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran yang dapat mengaburkan penelitian. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :



14 Universitas Sumatera Utara



1. Pekerjaan Layak Pekerjaan Layak adalah pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan, memberikan upah atau memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai dan mencukupi hidup secara layak, serta terjaminnya kesejahteraan, keamanan, dan keselamatan fisik maupun psikologis para pekerja. 2. Pekerja Perkebunan Pekerja Perkebunan adalah setiap orang yang bekerja dibawah perintah pihak lain (pengusaha/majikan) dan menerima upah atau memperoleh penghasilan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut, yang bekerja di sektor perkebunan.



1.6 Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel adalah suatu batasan yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersepsikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Operasional variabel juga dimaksudkan untuk mencegah salah tafsir dan perluasan permasalahan dari serangkaian proses penelitian. Cara mengukur variabel tersebut adalah dengan menurunkannya menjadi indikator-indikator yang terukur. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel pekerjaan layak yang memiliki beberapa indikator. Hasil konvensi ILO yang telah diratifikasi melahirkan indikator-indikator sebagai acuan untuk memenuhi kelayakan kerja. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat pekerjaan layak (decent work) pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo dalam penelitian ini antara lain :



15 Universitas Sumatera Utara



kesempatan kerja, jaminan sosial, hak dasar di tempat kerja, pekerjaan yang harus dihapuskan,



kesempatan



dan



perlakuan



yang



sama



dalam



pekerjaan



(nondiskriminasi), jam kerja layak, pendapatan/upah yang mencukupi, stabilitas dan jaminan pekerjaan, dan dialog sosial (ILO, 2011). 1.7 Bagan Operasional Variabel Variabel Penelitian



Pekerjaan Layak (Konsep ILO) 1. Kesempatan Kerja



Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit



2. Jaminan Sosial 3. Hak dasar di tempat kerja 4. Pekerjaan yang harus dihapuskan 5. Kesempatan dan perlakuan



 



yang sama dalam pekerjaan







Lama kerja Jabatan/Struktur kerja Jenjang Pendidikan



6. Jam kerja layak 7. Pendapatan/upah yang mencukupi 8. Stabilitas dan Jaminan Pekerjaan 9. Dialog sosial



16 Universitas Sumatera Utara



1.8 Defenisi Operasional Variabel Menurut Sofian Efendi (dalam Singarimbun, 2008:46) bahwa unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel disebut sebagai definisi operasional. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. berdasarkan definisi diatas, maka operasional variabel dalam penelitian ini adalah : 1.



Pekerjaan layak menurut ILO (dalam Anker, 2001) menjelaskan pengertian umum dari kerja layak adalah kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kondisi kerja yang layak dan produktif dalam kondisi bebas, setara, aman, dan bermartabat. Dalam konsep mengenai kerja layak, definisi ditambahkan oleh ILO bahwa pekerjaan yang layak melibatkan peluang untuk pekerjaan yang produktif dan memberikan pendapatan yang adil; menyediakan keamanan ditempat kerja dan perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya; menawarkan prospek yang lebih baik untuk pengembangan pribadi dan mendorong integrasi sosial; memberikan orang kebebasan untuk mengekspresikan keprihatinan mereka untuk mengatur dan untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, dan menjamin persamaan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi semua (Widarti, 2006). Pekerjaan layak dalam penelitian ini memiliki beberapa indikator dengan definisi sebagai berikut:



1. Kesempatan kerja Kesempatan kerja mengacu kepada bagaimana perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk masuk ke dalam perusahannya.



17 Universitas Sumatera Utara



Kesempatan kerja ini juga menyangkut bagaimana proses perekrutan, pembagian kerja, serta kualifikasi yang dibutuhkan. Elemen-elemen yang tercakup adalah kondisi kerja yang juga meliputi proses rekrutmen, pembagian kerja, kualifikasi yang dibutuhkan, keselamatan kerja, serta pemberian tempat kerja yang memadai (Widarti, 2007). 2. Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah hak asasi manusia, pada tahun 1952, ILO telah menetapkan standar perlindungan sosial minimum (Konvensi ILO No.102/1952) yang mencakup sembilan cabang jaminan sosial. Indonesia sendiri belum meratifikasi konvensi No.102 tersebut. Namun demikian, Indonesia telah mengesahkan undang-undang sistem jaminan sosial Nasional No.40/2004. Khusus untuk jaminan sosial tenaga kerja baru akan berlaku tahun 2015. Sehingga dalam hal ini, pedoman jaminan sosial tenaga kerja masih berpedoman pada undang-undang jaminan sosial tenaga kerja Nomor 3 tahun 2002. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 ini, ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. 3. Hak dasar di tempat kerja Hak di tempat kerja dipastikan bahwa kontribusi yang telah diberikan perusahaan atau pengusaha kepada para pekerja terkait dengan hak yang pantas diberikan sebagai timbal balik atas kewajiban yang telah dilakukan oleh para pekerja seperti mendapatkan kepastian martabat, kesetaraan



18 Universitas Sumatera Utara



perlakuan, kebebasan, representasi dan partisipasi, dan menyuarakan pendapat. 4. Pekerjaan yang harus dihapuskan Bentuk-bentuk pekerjaan yang harus dihapuskan ini termasuk pekerja paksa dan pekerja anak. Hal ini seperti yang ditetapkan dalam konvensi pekerja paksa tahun 1930 (No.29), konvensi penghapusan pekerja paksa tahun 1957 (N0.105), konvensi usia minimal tahun 1973 (No.138) dan konvensi bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak tahun 1999 (No.182). Keempat konvensi ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Penghapusan kerja paksa melarang segala bentuk kerja paksa untuk tujuan tertentu, termasuk kekerasan. Usia penerimaan kerja secara umum adalah 15 tahun, sehingga anak yang bekerja pada usia 15-18 tahun dianggap legal selama pekerjaannya tidak berbahaya. 5. Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan ini tentunya berhubungan



dengan



diskriminasi.



Diskriminasi



di



tempat



kerja



berhubungan dengan perlakuan yang tidak sama bagi individu atas hak mereka di dalam pekerjaan. Konvensi ILO NO.111 Tahun 1958 mengenai diskriminasi (pekerjaan) mengindentifikasi tindak diskriminasi dengan adanya perlakuan pembedaan, pemilihan yang didasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin, aspirasi, yang dapat berdampak pada ketidaksetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan (Pasal 1a).



19 Universitas Sumatera Utara



6. Jam Kerja Layak



Jam kerja menjadi bagian penting dari kerja layak. Jam kerja yang berlebihan seringkali menjadi tanda adanya upah per jam yang tidak memadai dan merupakan ancaman terhadap kemampuan fisik dan mental pada jangka panjang. Jam kerja berlebih dalam konteks Indonesia didefinisikan berdasarkan ambang batas 48 jam per minggu seperti dinyatakan pada Konvensi ILO No.1 dan No.30. Tetapi dalam UndangUndang Ketenagakerjaan di Indonesia No.13 Tahun 2003 Pasal 77 (2) menyatakan bahwa 40 jam (7 jam perhari/6 hari seminggu atau 8 jam perhari/5 hari seminggu) sebagai jam kerja maksimum per minggu. Sehingga dalam penelitian ini akan digunakan 40 jam sebagai jam kerja maksimum per minggu. 7. Pendapatan/upah yang mencukupi



Pendapatan yang mencukupi adalah hal yang penting dalam memastikan kesejahteraan para pekerja dan merupakan komponen penting dalam pekerjaan layak. Hal ini diukur dalam hal dan jumlah sebenarnya agar dapat memastikan bahwa pekerja atau buruh pendapatan yang memadai dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perusahaan tidak boleh memberikan upah dibawah upah minimum yang telah diatur oleh undangundang. Walaupun Indonesia belum meratifikasi konvensi upah minimum ILO (konvensi No.131 tahun 1970), tetapi telah mengatur terkait pengupahan pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003.



20 Universitas Sumatera Utara



8. Stabilitas dan Jaminan Pekerjaan Stabilitas dan jaminan pekerjaan ini berkaitan dengan jaminan masa depan buruh pada perusahaan atau pabrik. Hal ini tentunya terkait dengan pengaturan dan perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja. Peraturan menteri tenaga kerja mengeluarkan peraturan larangan PHK terhadap buruh perempuan yang menikah, hamil, dan melahirkan. Pengusaha atau perusahaan dilarang melakukan PHK karena ketiga hal diatas dan wajib mempekerjakan kembali perempuan tersebut pada tempat dan jabatan yang sama tanpa mengurangi hak-haknya. 9. Dialog Sosial Dialog sosial adalah salah satu pilar agenda pekerjaan layak. Dialog sosial dapat mencakup segala bentuk negosiasi, konsultasi, dan pertukaran informasi antara perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja pada isuisu yang melibatkan kepentingan bersama. Komponen dialog sosial ini mencerminkan kondisi dimana para pekerja dapat menerapkan haknya untuk mengajukan pendapat, membela kepentingan dan terlibat di dalam diskusi untuk menegosiasikan sejumlah hal terkait pekerjaan dengan pemberi kerja dan pemangku kebijakan (Ghai, 2003).



21 Universitas Sumatera Utara



BAB II KERANGKA TEORI 2.1.



Teori Pertukaran Sosial George C Hommans George Ritzer menjelaskan gagasan George C Homans tentang teori



pertukaran sebagai berikut : Homans memandang perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas, ternilai ataupun tidak dan kurang lebih menguntungkan atau mahal bagi dua orang yang saling berinteraksi. Teori pertukaran ini berusaha menjelaskan perilaku sosial dasar berdasarkan imbalan dan biaya. Homans mengakui bahwa sosiologi ilmiah memerlukan kategori dan skema konseptual namun sosiologi ilmiah pun memerlukan serangkaian proposisi tentang hubungan antar kategori, tanpa proposisi-proposisi tersebut penjelasan mustahil akan dilakukan karena tidak ada penjelasan tanpa proposisi. Homans tidak menyangkal pandangan Durkheimian bahwa sesuatu yang baru dapat muncul dari interaksi. Namun, ia berargumen bahwa hal - hal yang baru muncul tersebut dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip psikologi. Dalam karya teoritisnya, Homans membatasi dirinya pada interaksi sosial sehari- hari. Namun, ia juga sangat percaya bahwa sosiologi yang terbangun dari prinsip - prinsip ini pada akhirnya akan mampu menjelaskan semua perilaku sosial.



22 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan



pada



temuan-



temuan



B.F



Skinner,



Homans



lalu



mengembangkan beberapa proposisi yang merupakan inti dari teori pertukaran sosial. Proposisi - proposisi tersebut antara lain sebagai berikut : a. Proposisi Sukses Jika seseorang sering melakukan suatu tindakan dan orang tersebut mendapatkan imbalan dari apa yang ia lakukan, maka makin besar kecenderungan ia akan melakukannya pada waktu yang akan datang. Secara umum perilaku yang selaras dengan proposisi sukses meliputi tiga tahap yaitu tindakan seseorang, hasil yang diberikan dan pengulangan tindakan asli atau minimal tindakan yang dalam beberapa hal menyerupai tindakan asli. Homans mencatat bahwa ada beberapa hal khusus terkait dengan proposisi sukses : Pertama, meskipun secara umum benar bahwa imbalan yang semakin sering dilakukan mendorong peningkatan frekuensi tindakan. Situasi timbal balik ini mungkin berlangsung tanpa batas. Dalam beberapa hal individu sama sekali tidak dapat terlalu sering berbuat seperti itu. Kedua semakin pendek interval antara perilaku dan imbalan, semakin besar kecenderungan seseorang melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya semakin panjang interval antara perilaku dan imbalan memperkecil kecenderungan melakukan perilaku tersebut. Intinya adalah imbalan tidak teratur yang diberikan kepada seseorang menyebabkan berulangnya perilaku, sedangkan imbalan yang teratur justru membuat masyarakat



23 Universitas Sumatera Utara



menjadi bosan dan muak melakukan hal yang sama pada waktu yang akan datang. b. Proposisi Stimulus Jika pada masa lalu terjadi stimulus tertentu, atau serangkaian stimulus adalah situasi dimana tindakan seseorang diberikan imbalan, maka semakin mirip stimulus saat ini dengan stimulus masa lalu tersebut semakin besar kecenderungan orang tersebut mengulangi tindakan yang sama atau yang serupa. Homans tertarik pada proses Generalisasi yaitu kecenderungan untuk memperbanyak perilaku pada situasi serupa. Namun, beliau juga berpendapatbahwa proses diskriminasi juga penting. Seorang aktor menjadi terlalu sensitif terhadap rangsangan khususnya jika rangsangan itu sangat bernilai baginya. Sebaliknya aktor akan dapat merespon rangsangan yang tidak relevan, paling tidak sampai situasinya dibenahi oleh kegagalan yang berulang. Semua itu dipengaruhi oleh kewaspadaan individu atau perhatian mereka terhadap rangsangan. c. Proposisi Nilai Semakin bernilai hasil tindakan bagi seseorang, semakin cenderung ia melakukan tindakan serupa. Dalam proposisi ini Homans memperkenalkan konsep imbalan dan hukuman. Imbalan adalah tindakan yang bernilai positif. Meningkatnya imbalan lebih cenderung melahirkan perilaku yang diinginkan. Hukuman adalah tindakan yang bernilai negatif. Meningkatnya hukuman berarti bahwa aktor kurang cenderung menampilkan perilaku-perilaku yang tidak



24 Universitas Sumatera Utara



diinginkan. Homans menganggap bahwa hukuman sebagai cara yang tidak memadai untuk menggiring orang mengubah perilaku mereka. d. Proposisi Deprivasi-Kejemuan Makin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya. Dalam hal ini Homans mendefinisikan dua konsep kritislain yaitu Biayadan Keuntungan. Biaya tiap perilaku didefinisikan sebagai imbalan yang hilang karena tak jadi melakukan sederetan tindakan yang direncanakan.Keuntungan dalam pertukaran sosial dipandang sebagai jumlah imbalan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Keuntungan menggiring Homans menyusun kembali proposisi kelebihan– kekurangan menjadi “semakin besar keutungan yang diterima sebagai hasil



dari



tindakannya,



semakin



cbesar



kemungkinan



seseorang



melaksanakan tindakan tersebut”. e. Proposisi Persetujuan-Agresi Proposisi A : Ketika tindakan seseorang tidak mendapatkan imbalan yang diharapkan, atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan marah, ia cenderung berperilaku agresif dan akibat dari perilaku tersebut menjadi lebih bernilai untuknya. Proposisi B : Ketika tindakan seseorang menerima imbalan yang diharapkannya, khususnya imblan yang lebih besar dari



yang



diharapkannya, atau tidak mendapatkan hukuman yang diharapkannya ia akan senang. Ia lebih cenderung berperilaku menyenangkan dan hasil dari tindakan ini lebih bernilai baginya.



25 Universitas Sumatera Utara



Kita akan terkejut ketika menemukan konsep frustasi dan amarah dalam karya Homans karena dua konsep tersebut tampaknya merujuk pada kondisi mental. Sebaliknya Homans mengakui bahwa ketika seseorang tidak mendapatkan apa yang ia harapkan, ia dikatakan sebagai frustasi dari harapan-harapan tersebut tidak harus “hanya” merujuk pada kondisi internal, namun bisa merujuk pada “peristiwa-peristiwa yang sepenuhnya eksternal” yang tidak hanya dapat diamati oleh individu tersebut namun juga oleh orang luar. f. Proposisi Rasionalitas Ketika seseorang memilih tindakan alternative, seseorang akan memilih tindakan sebagaimana yang dipersepsikannya kala itu jika nilai hasilnya dikalikan dengan probabilitas keberhasilan, maka hasilnya adalah lebih besar. Jika proposisi sebelumnya banyak bersandar dari behaviorisme (perilaku sosial) proposisi rasionalitas secara gamblang menunjukkan pengaruh teori pilihan rasional pendekatan Homans. Proposisi rasionalitas Homans ini sangat jelas dipengaruhi oleh teori pilihan rasional. Menurut istilah ekonomi, aktor yang bertindak sesuai dengan proposisi rasionalitas adalah aktor yang memaksimalkan kegunaannya.Manusia sebagai aktor akan membanding-bandingkan jumlah hadiah dari hasil tindakan yang akan mereka lakukan. Mereka pun akan memperhitungkan kemungkinan hadiah yang benar-benar akan mereka terima. Mereka membandingkan jumlah imbalan yang diasosiasikan dengan setiap tindakan. Mereka pun mengkalkulasikan kecenderungan bahwa



26 Universitas Sumatera Utara



mereka benar-benar akan menerima imbalan. Imbalan yang bernilai tinggi akan hilang nilainya jika aktor menganggap bahwa itu semua cenderung tidak akan mereka peroleh. Sebaliknya, imbalan yang bernilai rendah akan mengalami pertambahan nilai jika semua itu dipandang sangat mungkin diperoleh. Jadi terjadi interaksi antara nilai imbalan dengan kecenderungan diperolehnya imbalan. Imbalan yang paling diinginkan adalah imbalan yang sangat bernilai dan sangat mungkin tercapai. Imbalan yang paling tidak diinginkan adalah imbalan yang paling tidak bernilai dan cenderung tidak mungkin diperoleh. Teori Homans mengenai pertukaran sosial ini berangkat dari asumsi ekonomi dasar (pilihan rasional), yaitu individu memberi apa dan mendapatkan apa, apakah menguntungkan atau tidak (Ritzer, 2010:458). Setelah beberapa proposisi diatas, lalu Homans mencoba menghubungkan pertukaran sosial ini dengan kekuasaan. Karena orang yang memiliki kekuasaan biasanya memiliki lebih sedikit kepentingan daripada orang yang dikuasai, maka orang berkuasa tersebut dapat menentukan apa yang diinginkannya terhadap orang yang dikuasai tadi. Homans menyebut kondisi ini dengan principle of least interest. Misalnya saja, bila seorang perempuan biasa menikah dengan anak presiden, maka disini sang anak presidenlah yang berkuasa. Karena perempuan biasa tadi lebih mempunyai banyak kepentingan daripada si anak presiden, seperti menaikkan status sosial, kehormatan, mensejahterakan ekonomi keluarga dan lainnya. sedangkan sang anak presiden hanya membutuhkan kasih sayang dan rasa bahagia dari perempuan tadi.



27 Universitas Sumatera Utara



Dari contoh tersebut, dapat dikaitkan dengan masalah yang akan dikaji oleh peneliti, yaitu kasus yang terkait pekerja dengan perusahaan. Pekerja disini sebagai pihak yang memiliki lebih banyak kepentingan dibandingkan perusahaan. Maka dengan menggunakan proposisi rasionalitas, peneliti akan mengkaji dan mengukur pekerjaan layak pada pekerja perkebunan PT. Socfindo Sei Liput dengan melihat apakah apa yang diberikan pekerja pada perusahaan, mendapatkan imbalan yang sesuai dan layak dari pihak perusahaan tersebut. 2.2.



Pengertian Pekerjaan Layak Pekerjaan layak (decent work) merupakan pilar utama perusahaan dan



pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, khususnya bagi para pekerja atau buruh. Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya konsep kerja layak (decent work) ini adalah untuk menciptakan kesempatan kerja dan pengembangan usaha, perlindungan sosial, hak-hak di tempat kerja, dan dialog sosial (Prajuliyanto, 2016). Sasaran utama dari ILO mengenai konsep kerja layak (decent work) ini adalah meningkatkan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan layak dan produktif, dalam kondisi bebas, setara, aman dan mempunyai harga diri (Ghai, 2003). Konsep kerja layak (decent work) sendiri di Indonesia sebenarnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Bab X Pasal 27 ayat 2 yangberbunyi “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak secara manusiawi”. Artinya, pekerjaan layak merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Indonesia, terutama para pekerja.



28 Universitas Sumatera Utara



ILO dalam (Anker, 2001) menjelaskan pengertian umum dari kerja layak adalah kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kondisi kerja yang layak dan produktif dalam kondisi bebas, setara, aman, dan bermartabat. Dalam konsep mengenai kerja layak, definisi ditambahkan oleh ILO bahwa pekerjaan yang layak melibatkan peluang untuk pekerjaan yang produktif dan memberikan pendapatan yang adil; menyediakan keamanan ditempat kerja dan perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya; menawarkan prospek yang lebih baik untuk pengembangan pribadi dan mendorong integrasi sosial; memberikan orang kebebasan untuk mengekspresikan keprihatinan mereka untuk mengatur dan untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, dan menjamin persamaan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi semua (Widarti, 2006). Agenda kerja layak merupakan pendekatan terpadu untuk mengejar tujuan pekerjaan penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua pada tingkat global, regional,nasional, dan lokal. Mengenai hal ini tujuan pekerjaan penuh dan produktif memiliki pengertian pencapaian target pemenuhan barang dan jasa sebagai hasil produksi yang bermutu dan berkualitas. Sedangkan pekerjaan layak untuk semua berkaitan dengan pemenuhan hak-hak pekerja selama bekerja sesuai tujuan yang akan dicapai dalam kelayakan kerja.(ILO, 2011) Pekerjaan yang layak merupakan konsep luas dengan beragam aspek. Beberapa dari aspek tersebutdapat lebih mudah diukur dibanding dengan aspek lainnya, karena adanya ketersediaan statistik. Meskipun aspek khusus dari kerja yang layak beragamantara satu negara dengan negara yang lain, atau antara satu 29 Universitas Sumatera Utara



orang dengan orang yang lain,konsep dan elemen dasar dari kerja layak bersifat universal. Tak bisa diingkari kerja merupakan bagian besar kehidupan dalam artian jumlah waktu, integrasi sosial, dan kepercayaan individual. Kerja yang layak merupakan dimensi dasar dari kualitas kehidupan dan kerja produktif adalah sumber pendorong pendapatan utama bagi sebagian besar orang dan merupakan dorongan untuk pembangunan yang berkesinambungan. 2.3.



Pekerja Perkebunan Pekerja perkebunan adalah pekerja yang bekerja pada perusahaan yang



bergerak di sektor perkebunan. Istilah pekerja muncul sebagai pengganti istilah buruh. UU No.13 Tahun 20013 menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 Angka 3 dapat dilihat pengertian dari pekerja/buruh yaitu : “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Dari pengertian tersebut dapat dilihat beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh yaitu setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tapi harus bekerja) dan menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dua unsur ini penting untuk membedakan apakah seseorang masuk dalam kategori pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau tidak, dimana dalam UU Ketenagakerjaan diatur segala hal yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan. (Agusmidah, 2010) Pada zaman feodal atau jaman penjajahan Belanda dahulu yang dimaksud dengan buruh adalah orang-orang pekerja “kasar” seperti kuli, mandor, tukang



30 Universitas Sumatera Utara



dan lain-lain. Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut dengan blue collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang mengerjakan pekerjaan”halus” seperti pegawai administrasi disebut dengan white collar (berkerah putih). Biasanya orang-orang yang termasuk golongan ini adalah para bangsawan yang bekerja di kantor dan juga orang-orang Belanda dan Timur Asing lainnya. Pemerintah Hindia belanda membedakan antara blue collar dengan white collar ini semata-mata untuk memecah belah golongan Bumi putra dimana oleh pemerintah Belanda diantaranya white collar dan blue collar diberikan kedudukan dan status yang berbeda. Pada awalnya sejak diadakan seminar Hubungan Perburuhan Pancasila pada tahun 1974, istilah buruh direkomendasikan untuk di ganti dengan istilah pekerja. Usulan penggantian ini didasari pertimbangan istilah buruh yang sebenarnya merupakan istilah teknis biasa saja, telah berkembang menjadi istilah yang kurang menguntungkan. Mendengar kata buruh orang akan membayangkan sekelompok tenaga kerja dari golongan bawah yang mengandalkan otot. Pekerjaan administrasi tentu saja tidak mau disebut buruh, disamping itu dengan dipengaruhi oleh paham Marxisme, buruh dianggap satu kelas yang selalu menghancurkan pengusaha/majikan dalam perjuangan.



Oleh karena itu,



penggunaan kata buruh telah mempunyai motivasi yang kurang baik, hal ini tidak mendorong tumbuh dan berkembangnnya suasana kekeluargaan, kegotongroyongan dan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam perusahaan sehingga dirasakan perlu diganti dengan istilah baru. Untuk mendapatkan istilah baru yang sesuai dengan keinginan memang tidak mudah. Oleh karena itu, kita harus kembali dalam Undang-undang Dasar 31 Universitas Sumatera Utara



1945 yang pada penjelasannya pasal 2 disebutkan, bahwa “yang disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti koprasi, serikat pekerja, dan lainlain badan kolektif”. Jelas di sini UUD 1945 menggunakan istilah “pekerja” untuk pengertian buruh. Oleh karena itu, disepakati penggunaan kata “pekerja” sebagai pengganti kata “buruh” karena mempunyai dasar hukum yang kuat. (Widodo, dalam Asyhadie, 2013) 2.4



Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang relevan yang menjadi tambahan referensi dan



bahan pembanding bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Agung Prajuliyanto (2016) yang menganalisis persepsi buruh perempuan mengenai pekerjaan layak dan mutu pekerjaan layak pada buruh perempuan di industri tekstil. Peneliti menyatakan bahwa pekerjaan layak dalam perspektif buruh perempuan PT.”PM”Tex masih diartikan sebagai kerja yang mendapatkan upah yang besar. Dimensi upah menjadi hal utama dalam pemenuhan kerja layak berdasarkan perspektif buruh perempuan. Kondisi tersebut jika dihubungkan dengan dimensi kerja layak dari ILO, masih belum mencakup semua dimensi kerja layak dari ILO tersebut. Artinya, konsep pekerjaan layak yang telah ditetapkan ILO belum banyak diketahui oleh para pekerja perempuan. Buruh perempuan PT.”PM”Tex sendiri mempunyai keinginan kepada perusahaan



dan



pemerintah



mengenai



peningkatan



kesejahteraan



serta



peningkatan perhatian kepada mereka. Keinginan itu muncul karena mereka menganggap selama ini pemerintah terkesan lebih memihak perusahaan daripada buruh perempuan. Kondisi tersebut seperti saat inspeksi mendadak bahwa



32 Universitas Sumatera Utara



pemerintah lebih sering berinteraksi dengan perusahaan daripada dengan buruh perempuan. Kondisi kerja layak buruh perempuan PT.”PM”Tex belum sepenuhnya berjalan dengan kualitas yang diharapkan. Masih terjadi pelanggaran yang dilakukan perusahaan terkait pemenuhan kerja layak. Kesempatan kerja, cuti haid, hak-hak dasar ditempat kerja, stabilitas jaminan pekerjaan, serta dialog sosial dalam kualitas pelaksanaan yang diberikan oleh perusahaan kurang maksimal. Jaminan sosial merupakan salah satu dimensi yang dirasakan manfaatnya oleh buruh perempuan, khususnya terkait kesehatan. Dimensi selanjutnya seperti jam kerja merupakan dimensi yang pelaksanaannya jelas bertentangan dengan undang-undang dan agenda kerja layak (decent work) karna jam kerja yang diberlakukan di PT.”PM”Tex melebihi dari apa yang telah diatur dalam undang-undang dan agenda kerja layak. Sistem yang ada di PT.”PM”Tex tanpa disadari oleh buruh perempuan sebenarnya mendorong mereka ke dalam sistem kerja eksploitatif yang setiap hari mereka jalani. Kondisi ini juga didorong kurang mengetahuinya buruh perempuan terkait hak-hak yang seharusnya mereka terima. Pemerintah yang diharapkan sebagai penyelamat nasib buruh perempuan seakan berpihak kepada perusahaan untuk menjaga pemasukan dari investasi dan industri. Kinerja pemerintah dinilai kurang maksimal dan lalai pada fungsi sebenarnya sebagai pengawas dan pelindung buruh, khususnya buruh perempuan. Selanjutnya penelitian dari Ulifa Arifina (2014) mengenai kondisi kelayakan kerja buruh tetap berdasarkan indikator International Labour Organization. Penelitian ini dilakukan agar mampu menjawab pelaksanaan kelayakan kerja di perusahaan seperti hak-hak dan kewajiban yang pantas 33 Universitas Sumatera Utara



diterima oleh buruh karena dari sudut pandang buruh, ada ketidaksesuaian masalah kelayakan kerja. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Tenun Agung Saputra Tex. Dari hasil penelitian, peneliti menyatakan perusahaan belum memberikan kelayakan kerja bagi buruh. Hanya ada beberapa aspek yang sudah sesuai dengan kelayakan kerja yaitu penciptaan lapangan kerja, pemberian hak dalam hal menyuarakan pendapat, waktu istirahat, dan fasilitas. Namun, lain halnya dengan perspektif buruh tetap dalam menilai pelaksanaan kondisi kelayakan kerja yang ada di perusahaan. Menurut buruh indikator pertama tidak menimbulkan masalah, seperti dalam hal memenuhi persyaratan kerja. Indikator yang kedua adalah perlindungan sosial. Menurut buruh, perusahaan kurang memenuhi kelayakan kerja karena belum adil dalam melaksanakan penerapan jamsostek, misalnya pendaftaran gaji buruh ke PT. Jamsostek tidak sesuai dengan gaji bulanan yang mereka terima. Indikator ketiga adalah hak di tempat kerja. Menurut buruh perusahaan belum memenuhi semua hak buruh di tempat kerja seperti upah dan promosi jabatan. Upah yang diberikan perusahaan tidak didasarkan pada keterampilan tertentu pada bagian montir, cucuk, operator tenun,dan potong kain. Pemberian hak perusahaan sudah sesuai dalam hal menyuarakan pendapat, waktu istirahat, waktu bekerja dan fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. Sedangkan promosi jabatan di perusahaan tidak ada. Yang ada malah penurunan status kerja. Indikator keempat adalah penerapan dialog yang ada di perusahaan karena perusahaan hanya menerapkan saran yang menguntungkan perusahaan; demikian sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan peneliti, dapat disimpulkan bahwa kelayakan kerja buruh tetap di Perusahaan Tenun Agung 34 Universitas Sumatera Utara



Saputra Tex berdasarkan perspektif kepuasan buruh yang telah dibahas sebelumnya, indikator penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak istirahat, hak menyuarakan pendapat, tiadanya kerja paksa, hak fasilitas, dan hak upah (pada bagian warping, palet, boomstel, dan kanji). Lain halnya menurut standar kelayakan kerja bahwa ada beberapa aspek yang sudah sesuai seperti beberapa aspek yang memenuhi kelayakan kerja, yaitu indikator penciptaan lapangan kerja, hak istirahat, hak menyuarakan pendapat, tiadanya kerja paksa, dan hak fasilitas. Kedua pandangan tersebut yang membedakan adalah mengenai hak upah. Menurut pendapat buruh, pemberian hak upah dirasa sudah sesuai ada pada empat bagian kerja sedangkan empat bagian kerja lainnya dirasa kurang sesuai. Ada juga indikator yang dirasa kurang sesuai baik menurut perspektif buruh maupun menurut standar kelayakan kerja seperti pada hak upah, jaminan sosial, dan dialog sosial. Keempat hal itu dirasa belum sesuai karena sebagian besar komentar dari buruh mengenai ketidakpuasan kebijakan perusahaan pada empat hal itu yang dirasa merugikan buruh. Masalah itu juga diperkuat dari standar kelayakan kerja perusahaan bahwa ada hal-hal yang tidak sesuai, yaitu pada jam kerja, hak upah, jaminan sosial, dan dialog sosial.



35 Universitas Sumatera Utara



BAB III METODE PENELITIAN



3.1



Jenis Penelitian Agar penelitian mencapai tujuan penelitian, maka dipergunakan sebuah



metode (Moleong, 2012). Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survey kepada pekerja perkebunan dengan variabel mandiri/ tunggal yaitu pekerjaan layak. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, objek, kondisi, dan sistem pemikiran yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, dimana penelitian dilakukan dalam ruang alamiah atau bukan buatan dan peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011) bahwa: Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya. 3.2



Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan disekitaran PT. Socfindo Indonesia



Kabupaten Aceh Tamiang Kecamatan Kejuruan Muda Kelurahan Sei Liput. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian adalah :



36 Universitas Sumatera Utara



1. Dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang didalamnya terdapat perusahaan kelapa sawit, Aceh Tamiang merupakan kabupaten yang paling banyak memiliki perusahaan kelapa sawit yang beroperasi, yang artinya penyerapan tenaga kerja dalam perusahaan kelapa sawit lebih besar di Aceh Tamiang. 2. Kabupaten Aceh Tamiang adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur yang masih tergolong daerah yang minim perkembangannya dan juga masih sangat sedikit dijadikan sebagai lokasi penelitian, padahal perusahaan/industri milik pemerintah maupun swasta cukup banyak yang beroperasi di daerah tersebut. Karna hal itu, peneliti ingin meneliti tentang masalah pekerja yang ada disalah satu perusahaan di kabupaten tersebut. 3. Lokasi tersebut ditempati oleh sebagian besar pekerja yang akan menjadi fokus penelitian. Peneliti sudah mengetahui daerah lokasi penelitian dan masyarakat/pekerja didaerah tersebut. 3.3



Populasi Menurut Sugiyono (2015 : 90) populasi merupakan wilayah generalisasi



yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja perkebunan kelapa sawit Afdeling I PT. Socfindo Indonesia Sei Liput Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh yang terdiri dari 160 pekerja.



37 Universitas Sumatera Utara



3.4



Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan dengan karakteristik yang dimiliki



oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini, pemilihan sampel/responden diambil berdasarkan teknik probability sampling; simple random sampling, dimana peneliti memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu sendiri. Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah pekerja yang terpilih secara acak. Jumlah sampel ditetapkan dengan Metode Slovin (Umar, 2004), yaitu : n



=



N



1 + N (e2) Keterangan : n = Ukuran sampel yang dicari N = Jumlah populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel (%) Berdasarkan jumlah pekerja perkebunan PT. Socfindo Indonesia Sei Liput tahun 2017 sebesar 284 pekerja dan e = 5%, diperoleh jumlah sampel sebesar : n



=



160 1 + 160 (0,052)



n



= 114,28 = 114 orang



Berdasarkan perhitungan di atas sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 114 orang. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan teknik insidental. Sampling insidental adalah penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/ insidental bertemu dengan



38 Universitas Sumatera Utara



peneliti maka dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2011:85).



3.5



Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Adapun metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah : 1. Kuisioner, yaitu dengan menyebarkan kuisioner/angket dengan bentuk pertanyaan tertutup, dimana alternatif jawaban yang harus dijawab responden telah tertera di kuisioner tersebut. 2. Wawancara, yaitusalah satu cara pengumpulan data dalam suatu penelitian. Karena menyangkut data, maka wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian. Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari para informan dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face). Namun demikian, teknik wawancara ini dalam perkembangannya tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung, melainkan dapat saja dengan cara memanfaatkan sarana komunikasi lain, misalnya telepon dan internet tetapi untuk mendapatkan hasil wawancara yang efektif dan bagus dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan wawancara langsung karena peneliti dapat melihat langsung ekspresi dari



39 Universitas Sumatera Utara



informan dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam penelitian (dalam Bungin, 2001). 3. Dokumentasi,



pengamatan



dan



pengambilan



gambar



yang



dilakukan atau diambil langsung dari lokasi penelitian. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber data kedua atau dari sumber-sumber yang telah ada. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi dari bukubuku referensi, dokumen, majalah, jurnal, atikel, maupun internet yang isinya sesuai dengan masalah yang diteliti. 3.6



Alat Bantu Penelitian Untuk meningkatkan validitas hasil penelitian, peneliti membutuhkan alat



bantu penelitian berupa kamera dan buku catatan serta alat tulis. Kamera digunakan



untuk



membantu



peneliti



merekam



kejadian



dalam



bentuk



gambar/visual. Buku catatan serta alat tulis digunakan untuk mencatat segala hal penting yang berguna untuk peningkatan hasil penelitian.



3.7



Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran 3.7.1 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk



mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011). Dengan kata lain, instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dan melakukan pengukuran. Instrumen penelitian yang digunakan dalam



40 Universitas Sumatera Utara



penelitian ini adalah kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan defenisi operasional variabel sebagai tolak ukurnya. Kuisioner berisi pertanyaan dan pernyataan mengenai pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput. 3.7.2 Skala Pengukuran Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut jika digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2010). Setiap instrumen harus mempunyai skala pengukuran untuk mempermudah



dalam setiap penghitungannya. Skala



pengukuran merupakan acuan untuk menentukan jumlah jawaban yang digunakan pada sebuah instrumen. Skala pengukuran yang digunakan oleh peneliti adalah skala Guttman. Menurut Sugiyono (2010:96) bahwa “Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu ya-tidak; benar-salah; pernah-tidak pernah; positif-negatif ”. Lebih lanjut Sugiyono (2010:26) menjelaskan “selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Untuk kategori uraian tentang alternatif jawaban dalam angket, penulis menetapkan : 



Ya = 1







Tidak = 0



Kategori tersebut disusun untuk membiarkan skor terhadap jawaban yang diberikan responden, sehingga melalui skor-skor yang terdapat dalam tabel, dapat disusun dan ditetapkan suatu penilaian mengenai tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan.



41 Universitas Sumatera Utara



3.8.



Pengolahan Data dan Analisis Data Dalam penelitian ini, peneliti dapat mengumpulkan data dari kuisioner



yang bersifat pertanyaan tertutup. Data tersebut umumnya masih dalam bentuk hasil penelitian langsung, oleh karena itu diperlukan seleksi dan pengkategorian agar hasil penelitian langsung dapat diolah sedemikian rupa untuk kemudian dipelajari, ditelaah dan dianalisis secara kuantitatif dengan seksama agar memperoleh kesimpulan atau hasil akhir yang baik. Dimana pengkategorian tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yakni pekerjaan yang layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit. Pengolahan data di penelitian ini menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 20. Untuk teknik analisis kuantitatif menggunakan deskriptif yang melibatkan semua pertanyaan dalam kertas kuesioner yang sudah disediakan. Menarik kesimpulan dan verifikasi, merupakan satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh selama penelitian berlangsung, sedangkan verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas di pemikiran penganalisis selama peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan “intersubjektif” dengan kata lain makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan validitasnya. Dalam hal proses pengolahan data kuantitatif, terdapat dua tahap yang dilakukan. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tahap pengolahan data dan tahap analisis data. 3.8.1



Pengolahan data Proses pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap



sebagai berikut:



42 Universitas Sumatera Utara



1. Pengeditan Data (Editing) Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian. 2. Pengkodean Data (Coding) Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat pemasukan data, yaitu dengan memberikan kode pada pertanyaan penelitian dalam kuesioner 3. Pemasukkan Data (Entry) Tahapan ini dilakukan dengan cara menghitung data secara statistik untuk diolah dan dianalisis menggunakan SPSS. 4. Pengecekan Data (Cleaning) Tahapan ini adalah pengecekan data yang sudah dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak. 3.8.2



Analisis Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang



lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisa menggunakan analisis tabel tunggal. Analisis tabel tunggal merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom, sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995). Data yang diperoleh dari hasil kuisioner kemudian akan dianalisis menggunakan data kuantitatif, untuk mengetahui pandangan pekerja tentang



43 Universitas Sumatera Utara



tingkat pekerjaan layak. Jawaban kuisioner respon tersebut menggunakan skala guttman yang menggunakan dua kategori yang dibuat dalam bentuk pilihan, yaitu pilihan “Ya atau Tidak”.



3.9.



Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 3.9.1 Uji Validitas Validitas instrumen berhubungan dengan kesesuaian dan ketepatan fungsi



alat ukur yang digunakannya. Maka dari itu sebelum instrument tersebut digunakan di lapangan perlu adanya pengujian validitas terhadap instrument tersebut. Uji Validitas adalah prosedur untuk memastikan apakah kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak. Kuesioner dikatakan valid apabila dapat mempresentasikan atau mengukur apa yang hendak diukur (variabel penelitian). Dengan kata lain validitas adalah ukuran yang menunjukkan kevalidan dari suatu instrumen yang telah ditetapkan. Kuesioner yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam kuesioner secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur, sedangkan validitas eksternal bila kriteria didalam kuesioner disusun berdasarkan fakta-fakta emperis yang telah ada (eksternal). Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dengan kata lain mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Uji validitas ini akan diterapkan dalam menghitung kevaliditasan kuisioner. Uji validitas pada penelitian ini menggunakan teknik analisis product moment pearson untuk menghitung korelasi masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan rumus sebagai berikut :



44 Universitas Sumatera Utara



r=



n (Σ XY) – (Σx) (Σy) √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}



Keterangan : rxy



= koefisien korelasi tiap butir



x



= skor tiap item



y



= skor total



n



= jumlah responden (uji coba 25 responden)



Kemudian menghitung harga thitung (uji t) dengan rumus :



thitung = r √n-2 √1-r2 Keterangan : thitung



= uji signifikansi korelasi



r



= koefisien korelasi



n



= jumlah responden (uji coba 25 responden)



Hasil thitung kemudian dikonsuktasikan dengan harga ttabel dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 serta derajat kebebasan (dk) = n – 2. Kemudian membandingkan thitung dengan ttabel. Jika thitung > ttabel maka item tersebut valid. 3.9.2 Uji Reliabilitas Menurut Sujarweni dan Endrayanto (2012:186), reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reliabilitas



45 Universitas Sumatera Utara



instrumen penelitian digunakan untuk mengetahui ketepatan pengukuran objek yang dikaji untuk menentukan sejauh mana alat ukur dapat dipertanggung jawabkan ataupun jika diulangi pengukurannya akan menghasilkan data yang tidak berbeda (Kerlinger, 2000). Dengan kata lain, uji reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan atau keterandalan instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Alpha Cronbanch. Menurut Nunnally (dalam Ghozali, 2011) suatu konstruk atau variabel dapat dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 pada hasil pengujian. Nilai tingkat keandalan Cronbach’s Alpha dapat ditunjukan pada tabel berikut ini . Tabel 3.1. Tingkat Keandalan Cronbach’s Alpha



Nilai Cronbach‟s Alpha



Tingkat Keandalan



0.0 - 0.20



Kurang Andal



>0.20 – 0.40



Agak Andal



>0.40 – 0.60



Cukup Andal



>0.60 – 0.80



Andal



>0.80 – 1.00



Sangat Andal



(Arikunto, 2008: 75)



46 Universitas Sumatera Utara



Tabel 3.2. Uji Reliabilitas



Cronbach's Alpha 0,846



N of Items 56



Sumber: Data Excell 2018



Dalam penelitian ini, untuk tingkat reliabilitas dikatakan reliable dan bahkan termasuk dalam tingkat sangat reliabel atau sangat andal. Uji reliabilitas terhadap variabel penelitian memperlihatkan hasil nilai Alpha‟s Cronbach sebesar 0,846 dengan



56 item pertanyaan. Dengan demikian alat ukur yang digunakan



penelitian dalam mengukur tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo sangat reliabel (handal). 3.10



Keterbatasan Peneliti Keterbatasan penelitian mencakup uraian tentang keterbatasan dan



hambatan yang ditemui dalam penelitian, baik yang berkaitan dengan metode dan teknik



penulisan



yang



digunakan,



maupun



keterbatasan



peneliti



sendiri.Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Selain itu, peneliti juga belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian, sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam menyajikan dan mengolah data, akan tetapi kendala tersebut dapat diatasi melalui proses bimbingan skripsi dan peneliti berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang mendukung proses penelitian ini. Walaupun terdapat berbagai keterbatasan, peneliti tetap berusaha semaksimal mungkin dalam mengumpulkan informasi dari responden dan narasumber, serta informasi yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan validitasnya.



47 Universitas Sumatera Utara



Pada umumnya, keterbatasan peneliti mencakup 3 hal yang mendasar yaitu waktu, tenaga dan biaya. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk mendapatkan informasi dan data primer di lapangan secara langsung baik dengan membagikan kuesioner ataupun wawancara. Selain itu, berbagai referensi juga sudah dicari oleh peneliti untuk melengkapi proses pengolahan data agar hasil penelitian dapat disampaikan dengan baik kepada para pembaca.



48 Universitas Sumatera Utara



BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN 4.1



Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1



Gambaran Umum/Profil Aceh Tamiang



Kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kabupaten ini berada di jalur Timur Sumatera yang strategis, dan hanya berjarak lebih kurang 136 km dari Kota Medan ibukota Sumatera Utara. Kabupaten Aceh Tamiang secara hukum memperoleh status Kabupaten definitif berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Aceh Tamiang terletak pada koordinat 030 53’ – 040 32’ Lintang Utara dan 970 43’ - 980 14’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 1.957,025 Km2 yang sebagian besar terdiri dari wilayah perbukitan. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pintu gerbang memasuki Provinsi Aceh. Satuan Wilayah Sungai yang terbesar yang terdapat di Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang adalah Satuan Wilayah Sungai Tamiang dan sungai-sungai kecil lainnya (Sungai Simpang Kiri dan Kanan serta Sungai Iyu) yang mengalir ke pantai Timur, sungai-sungai di kabupaten ini merupakan sumber untuk pengairan ke persawahan dan perkebunan baik yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan swasta. Aliran hidrologi dari sungai yang ada kemudian mengaliri irigasi semi teknis maupun irigasi sederhana di Kabupaten Aceh Tamiang sehingga sebagian 49 Universitas Sumatera Utara



besar sawah di kabupaten ini dapat ditanami 3 (tiga) kali setahun. Sungai-sungai di Kabupaten Aceh Tamiang sebagian besar berhulu di pegunungan Kecamatan Tamiang Hulu yang terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang. Kondisi ini mengakibatkan fluktuasi air sungai sangat di pengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan wilayah aliran sungai (WAS) atau di hulunya. Dari segi penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Tamiang secara garis besar dibagi menjadi luas lahan pertanian sawah, luas lahan pertanian bukan sawah dan luas lahan non pertanian dengan luas masing-masing sebesar 21.919 Ha, 153.515,5 Ha dan 20.370,5 Ha. Sedangkan secara terperinci wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dibagi menjadi wilayah gosong pasir, hutan bakau, hutan primer, hutan sekunder, hutan terdegradasi, ladang, perkebunan kelapa sawit, pemukiman, rawa, sawah dan tambak. Unsur yang sangat berperan dalam menentukan klasifikasi dan tipe iklim adalah curah hujan. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh langsung terhadap kondisi fisik dan lingkungan lahan/tanah. Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, wilayah Tamiang tergolong dalam tipe yang relatif kering sampai basah. Namun, disisi lain curah hujannya terdistribusi merata sepanjang tahun. Administratif Secara geografis batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa dan Selat Malaka. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pinding Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. 50 Universitas Sumatera Utara



c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka. Kabupaten Aceh Tamiang merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang banyak bermukim etnis Melayu (60%). Walaupun dalam jumlah populasi suku Jawa (20%) lebih banyak dibandingkan dengan etnis Melayu, namun dalam pemerintahan orang Melayu lebih dominan. Selain kedua etnis tersebut, suku Aceh (15%) juga banyak dijumpai di kabupaten ini. Adapun berikut ini adalah jumlah penduduk 15 tahun keatas di Kabupaten Aceh Tamiang menurut lapangan pekerjaan utama :



No.



Tabel 4.1. Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas Di Kabupaten Aceh Tamiang Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kecamatan Tani Tambang Industri Konstruksi Dagang Jasa



1.



Tamiang Hulu



6,412



38



31



64



489



700



7,734



2.



Bandar Pusaka



4,499



3



19



65



380



463



5,429



3.



Kejuruan Muda



8,616



44



479



522



1,582



1,581



12,824



4.



Tenggulun



5,408



18



221



47



356



460



6,510



5.



Rantau



5,725



1,048



400



844



2,268



1,941



12,226



6.



Kota Kuala Simpang



256



58



174



259



2,895



1,276



4,918



7.



Seruway



6,057



87



315



281



1,197



985



8,922



8.



Bendahara



5,161



35



183



284



1,046



832



7,541



9.



Banda Mulia



2,691



21



75



400



495



452



4,134



10.



Karang Baru



6,309



341



376



695



2,193



2,488



12,402



Jumlah



51 Universitas Sumatera Utara



11.



Sekerak



2,230



90



6



30



169



269



2,794



12.



Manyak Payed



5,160



35



412



704



1,644



1,346



9,301



Jumlah



58,524



12,793



94,735



1,818



2,691



4,195



14,714



Sumber : Data BPS Aceh Tamiang, 2017



Berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat bahwa pekerjaan utama yang paling banyak dilakukan bagi masyarakat Aceh Tamiang adalah di sektor pertanian. Jumlah masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 58.524 orang, dan jumlah ini memiliki perbedaan angka yang cukup jauh dibandingkan dengan jenis-jenis sektor pekerjaan yang lain. Sektor pekerjaan kedua yang paling banyak dipilih oleh masyarakat Aceh Tamiang adalah perdagangan yaitu sebanyak 14.714 orang, dan kemudian disusul dengan pekerjaan di sektor jasa dengan jumlah 12.793 orang.



52 Universitas Sumatera Utara



Berikut ini adalah peta wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tamiang :



97°43 '10 "



97°49 '20 "



97°55 '30 "



98°1'40"



98°7'50"



98°14 '00 "



REVIEW RENCANA TATA RUANG W ILAYAH



98°20 '10 "



S



el



4°32'30"



4°32'30"



KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2007 - 2027



at



M



al



ak



Pe ta : 1



Batas Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang KETERANGAN :



a



Batas Provins i Batas ka bupaten Batas Keca ma ta n Jala n Arteri Jala n Kolek tor Jala n La in Renc ana Rel KA Sungai



Kec Langsa Timur KOTA LANGSA 4°26'20"



#



Kec Serbajadi dan Birem Bayeum Kabupaten Aceh Timur



#%%Telaga Meuku Kec B and ah ara B and am u lia



% %% %%%



#



%



Kec M a nyak Pa ye d



%%



Alur Cucur



#



[ % #%%% Babo



#



Kota



Pemukiman



% % % % %%% % %%



%



%



Seruw %% %%%ai



%% % % %% % % %% %% %% %% %%% % %% %%% Kec eru w ai %% %%% %S%% % % % %%% % %%



4°20'10"



4°20'10"



Kec K ara ng B aru Kec S eker ak



[ Ibuk ota Kabupaten % % Perka mpungan



Sungai Iyu %



#



% % % % % % % % %%% %%% %% %%% %% % %% %%%%%% %%% %%%% %% %% % %



4°26'20"



%% % % % % % %% % %%% % % %%%%% % % % %% % %%%% % % % %%% % % %% % % % %%% %%% % %% % % % % %% %Cut % %% Tualang % % % Kec % %% %% % % %% % %%% % % %%% % %% % %% % %% %%%% % % %



Kec R a ntau Kec K ual a Sim pan g



%



#



% %



Kuala Simpang



#



Sekerak Kanan



Kec B and ar P usaka



4°14'00"



4°14'00"



# Sungai Liput % %



Kec K eju rua n%%%%M ud a



# Kec Tam ian g H ulu



%



Pulau Tiga



Sumber Peta :



% %% % % %



1. Penyusunan Inventarisasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Kabupaten Aceh Tamiang 2. Hasil R encana Tim R TRW Sabang KOTA SABA NG



Dia gra m Peta :



#



BandaAceh KOTA BAND AA CEH



[ %



4°7'50"



4°7'50"



% % % % %% % % % %% % %%% % %%%% %% %% %% %% %% % % %



#



Sim pang Kiri



ACEH BESA R



# Jant hoi



#Sigli Bir euen



# PIDI E



Lhoseum awe KOTA LHOK SEUM AWE



#



BIRE UEN ACEH UTAR A



# Lhoksukon



ACEH JAYA



# #Calang



Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara



# Idi Rayeuk



Sim pangTiga Redel ong BENER M ERI AH



#



Takengon ACEH TI MUR Langsa KOTA LANG SA



ACEH TENG AH ACEH BAR AT



# Karang Baru



NAGA NR AYA



ACEH TAM IAN G



#Meulaboh Jeur am



#GBlAYOangLUEKejerSen



#



ACEH BAR ATD AYA Blang Pidie



% %% %% %% % %% % % % %% % % % % %



#



PROVINSI SUMATERAUTARA



Kec T en%%%gg ulu n



#



%%% % %%% % % % % % % % % % %% % % %%% %% % % % % %% %% %%



Kutacane



ACEH TENG GAR A



#



Tapaktuan ACEH SELAT AN



SIM EULUE



% %%% % %%



Sinabang



#



Subulussalam ACEH SI NGKI L Singkil



# ACEH SI NGKI L



% % % % % % % % % % % % % % % %%%% %%% % % % % % %



4°1'40"



4°1'40"



Kec Pinding Kabupaten Gayo Luwes



U Skala : 1:300000



3°55'30"



3°55'30"



10000



97°43 '10 "



97°49 '20 "



97°55 '30 "



98°1'40"



98°7'50"



98°14 '00 "



98°20 '10 "



0



10000 Meters



BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG 2007 1



Gambar : 4.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang 4.1.2



Profil PT. Socfindo ( Socfin Indonesia)



Salah satu perusahaan swasta dengan komoditas kelapa sawit di Aceh Tamiang adalah PT. Socfindo (Socfin Indonesia). PT. Socfindo merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet dan sudah berdiri lebih dari 100 tahun. Adrien Hallet sebagai pendiri Socfin telah memulai perkebunan komersil karet di Indonesia sejak 1909 dan perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1911 di Sei Liput & Medang Ara yang terletak di Aceh Tamiang, Deli Muda dan Tanah Itam Ulu di Sumatera Utara.



53 Universitas Sumatera Utara



Kini, setelah lebih dari 100 tahun perjalanannya, PT. Socfindo telah mengelola sekitar 48 ribu hektar areal perkebunan yang terdiri dari kelapa sawit dan karet. Terdapat 9 perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, dan 5 perkebunan karet yang tersebar di Sumatera Utara. PT Socfin Medan didirikan pada tahun 1930 dengan nama Socfin Medan (Socliete Finaciere Des Conchocs Medan Siciete Anonyme). Perusahaan inididirikan berdasarkan Akte Notaris William Leo No. 45 tanggal 7 Desember 1930 dan merupakan perusahaan yang mengelola perusahaan perkebunan didaerah Sumatera Utara, Aceh Selatan, dan Aceh Timur. Pada tahun 1965 berdasarkan penetapan Presiden no. 6 tahun 1965, keputusan Presiden kabinet Dwikora no. A/d/50/65, Instruksi Menteri Perkebunan no. 20/MPR/M.Perk./65, no. 29/Mtr/M.perk/65 dan SK no.100/M.Perk/65 semua perkebunan yang dikelola PT Socfin Medan berada di bawah pengawasan Pemerintah Republik Indonesia.Tanggal 29 April 1968 dicapai suatu persetujuan antara pemerintah RI dengan PT Socfin Medan dengan tujuan mendirikan perusahaan perkebunan Belgia dalam bentuk Joint Venture dengan komposisi modal 60 persen bagi Pengusaha Belgia dan 40 persen Pemerintah Indonesia. Sejalan dengan perkembangan



PT



Socfin



Medan



berubah



nama



menjadi



PT



Socfin



Indonesia(Socfindo), pada tahun 2001 anggaran dasar PT Socfindo mengalami beberapa perubahan berdasarkan akta perubahan dari Notaris Ny. R.Arie Soetardjo mengenai komposisi saham menjadi 90 persen bagi Pengusaha Belgia dan 10 persen bagi Pemerintah Indonesia. PT Socfindo merupakan sebuah perusahaan perkebunan dengan komoditi utamanya



yaitu



Kelapa



Sawit



dan



Karet



yang



terletak



di



wilayah



54 Universitas Sumatera Utara



ProvinsiSumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan total areal seluruhnya 49,548.96 Ha. Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan industri perkebunan kelapa sawit dan karet kelas dunia yang efisien dalam produksi dan memberikan keuntungan kepada para stake holder. Misi perusahaan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan bisnis dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham 2. Memberlakukan sistem



manajemen yang



mengacu pada



standar



internasional dan acuan yang berlaku di bisnisnya 3. Menjalankan operasi dengan efisien dan hasil yang tertinggi (mutu danproduktivitas) serta harga yang kompetitif 4. Menjadi tempat kerja pilihan bagi karyawannya, aman dan sehat 5. Penggunaan sumber daya yang efisien dan minimalisasi limbah 6. Membagi kesejahteraan bagi masyarakat dimana kami beroperasi PT Socfin Indonesia berkantor pusat di Medan beralamatkan Jalan K.L.Yos Sudarso no. 106 Medan dipimpin oleh seorang Principal Director yangditetapkan oleh Komisaris atau pemilik saham dan seorang General Manager, keduanya disebut Direksi. Penyelengaraan kegiatan perusahaan dilakukan Direksi dengan dibantu oleh Kepala-Kepala Bagian Departemen dan Group Manager yang memimpin satu rayon perkebunan dimana PT Socfindo memiliki tiga rayon perkebunan (Group I,II,III). Masing-masing Grup Manager memimpin beberapa perkebunan di grup masing-masing. 4.2



Analisis Data Dalam sub-bab ini akan dilakukan tahap menganalisis data-data yang telah



diperoleh dari hasil penelitian dengan menyebarkan angket (kuesioner) kepada



55 Universitas Sumatera Utara



para masyarakat yang termasuk sebagai pekerja yang ada di PT. Socfindo Indonesia. Adapun jumlah pekerja yang berada di PT Socfindo Indonesia yang telah ditetapkan sebagai responden ada sebanyak 114 orang responden dengan komposisi jumlah responden laki-laki sebanyak 94 orang dan responden perempuan sebanyak 20 orang. Menganalisis data merupakan suatu upaya untuk menata dan mengelompokkan data menjadi satu bagian-bagian tertentu berdasarkan jawaban responden. Analisis data yang dimaksud adalah interpretasi langsung berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dilapangan. Adapun data-data yang dianalisis pada bab ini adalah sebagai berikut : 4.2.1 Karakterisitik Responden Dalam penelitian ini, karakteristik responden di lihat berdasarkan usia (umur) responden, jenis kelamin responden, jenjang pendidikan responden, jabatan kerja responden, dan lama kerja responden.



4.2.2 Identitas Responden berdasarkan Umur Tabel 4.2. Umur Responden



Umur F 21-30 Tahun 14 31-40 Tahun 49 > 40 Tahun 51 Total 114 Sumber : Data SPSS, 2018



% 12,3 43,0 44,7 100



Dalam penelitian ini, responden yang mendominasi adalah para pekerja yang ada dalam kelompok usia lebih dari (>) 30 tahun yaitu responden berusia 31-40 tahun dengan jumlah 49 orang pekerja dengan persentase 43,0%, dan responden yang



56 Universitas Sumatera Utara



berusia lebih dari 40 tahun dengan jumlah 51 orang pekerja dengan persentase 44,7%. Sedangkan responden dalam kelompok usia 21-30 tahun dengan jumlah paling sedikit yaitu 14 orang pekerja dengan persentase 12,3%. Dari data ini dapat disimpulkan, bahwa mayoritas pekerja di perusahaan ini berusia produktif dan menunjukkan bahwa PT. Socfindo tidak mempekerjakan pekerja anak (usia dibawah 18 tahun). 4.2.3



Identitas Responden berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.3 JenisKelamin Responden



Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total



F 94 20 114



% 82,5 17,5 100



Sumber : Data SPSS, 2018



Dalam penelitian ini, karakteristik responden juga ditentukan berdasarkan jenis kelamin responden. Responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi dengan jumlah sebesar 94 orang pekerja, sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 20 orang pekerja. Adapun persentase responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 82,5%, dan persentase responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 17,5%. Hal ini menunjukkan bahwa para pekerja laki-laki lebih mendominasi dari segi kuantitas dibandingkan dengan para pekerja perempuan. Fenomena ini mungkin ada kaitannya karena budaya setempat yang menyatakan bahwa laki-laki lebih terbiasa bekerja di luar rumah (sektor publik) daripada perempuan yang biasanya lebih aktif dalam mengurus pekerjaan rumah tangga (sektor domestik). Dari data ini, komposisi pekerja berdasarkan jenis kelamin tidak seimbang, akan tetapi hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pekerjaan, karena jenis-jenis pekerjaan yang ada umumnya biasa dilakukan oleh laki-laki.



57 Universitas Sumatera Utara



4.2.4



Identitas Responden berdasarkan Jenjang Pendidikan



Tabel 4.4 Jenjang Pendidikan Responden Jenjang Frequency Pendidikan SD 20 SMA 91 PT 3 Total 114 Sumber : Data SPSS, 2018



%



17,5 79,8 2,7 100



Karakteristik ke tiga adalah pengelompokkan responden berdasarkan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan dapat menunjang kemampuan seseorang dalam bekerja. Biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah dalam mengaplikasikan pekerjaan, karena pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak. Dalam penelitian ini, responden dengan tingkat pendidikan terakhir di sekolah menengah (SMP dan SMA) lebih mendominasi dengan jumlah yang cukup tinggi yaitu 91 orang pekerja atau dengan persentase sebesar 79,8%. Selanjutnya, responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD berjumlah 20 orang pekerja dengan persentase 17,5%, dan responden yang menyelesaikan pendidikan di tingkat PT (perguruan tinggi) yang berjumlah 3 orang pekerja dengan persentase 2,7%. 4.2.5



Identitas Responden berdasarkan Jabatan Kerja Tabel 4.5 Jabatan Kerja Responden



Jabatan Kerja Divisi Kebun Divisi Pabrik



Frequency



%



58 49



50,9 43,0



Divisi Kantor



7



6,1



Total



114



100,0



Sumber : Data SPSS, 2018



Berdasarkan tabel di atas, pekerja PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh mayoritas adalah pekerja di divisi



58 Universitas Sumatera Utara



kebun karena memang core bisnisnya adalah perkebunan. Berdasarkan jabatan kerja, responden terbanyak terdiri dari pekerja yang berasal dari divisi kebun yang berjumlah 58 orang pekerja dengan persentase 50,9%, kemudian responden yang terdiri dari pekerja yang berasal dari divisi pabrik berjumlah 49 orang dengan persentase 43%, dan responden yang terdiri dari pekerja yang berasal dari divisi kantor dengan jumlah yang paling kecil yaitu sebanyak 7 orang dengan persentase 6,1%. 4.2.6



Identitas Responden berdasarkan Lama Kerja Tabel 4.6 Lama Kerja Responden



Lama Kerja Frequency 1-10 tahun 48 11-20 Tahun 42 > 20 tahun 24 Total 114 Sumber : Data SPSS, 2018



%



42,1 36,8 21,1 100,0



Karakteristik responden yang terakhir ditentukan berdasarkan lama kerja. Responden terbanyak terdiri dari pekerja dari kelompok lama kerja 1-10 tahun yang berjumlah 48 pekerja dengan persentase 42,1%, kemudian responden dari kelompok lama kerja 11-20 tahun berjumlah 42 pekerja dengan persentase 36,8%, dan responden dengan lama kerja lebih dari (>) 20 tahun yang berjumlah 24 pekerja dengan persentase 21,1%. Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa mayoritas pekerja PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh menjalani masa kerja yang cukup lama di perusahaan.



59 Universitas Sumatera Utara



4.3. Pandangan Responden 4.3.1 Pandangan Responden tentang Kesempatan kerja Tabel 4.7 Kesempatan Kerja



Jenis Kelamin



Umur



Lama Kerja



Jabatan kerja



Jenjang Pendidikan



Pertanyaan



Jawaban



Freq (%)



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Apakah perusahaan melakukan rekrutmen tunggal?



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



20 (17,5%)



18 15,8%



2 1,7%



4 3,5%



12 10,5%



4 3,5%



11 9,6%



6 5,3%



3 2,6%



10 8,8%



9 7,9%



1 0,9%



3 2,6%



16 14%



1 0,9%



Tidak



94 (82,5%)



76 66,7%



18 15,8%



10 8,8%



37 32,4%



47 41,3%



37 32,4%



36 31,6%



21 18,4%



48 42,1%



40 35,1%



6 5,3%



17 14,9%



75 65,8%



2 1,7%



Ya



107 (93,9%)



87 76,4%



20 17,5%



12 10,5%



46 40,3%



49 43%



44 38,6%



39 34,2%



24 21%



56 49,1%



45 39,5%



6 5,3%



19 16,7%



86 75,4%



2 1,7%



Tidak



7 (6,1%)



0



82 (71,9%)



12 10,5%



2 1,7% 8 7,1%



3 2,6% 37 32,4%



2 1,7% 37 32,4%



4 3,5% 35 30,7%



3 2,6% 29 25,4%



0



Ya



7 6,1% 70 61,4%



18 15,8%



2 1,7% 38 33,3%



4 3,5% 38 33,3%



1 0,9% 6 5,3%



1 0,9% 12 10,5%



5 4,4% 67 58,8%



1 0,9% 3 2,6%



Tidak



32 (28,1%)



24 21%



8 7,1%



6 5,3%



12 10,5%



14 12,3%



13 11,4%



13 11,4%



6 5,3%



20 17,5



11 9,6%



1 0,9%



8 7,1%



24 21%



0



Ya



33 (28,9%)



30 26,3%



3 2,6%



12 10,5%



15 13,1%



6 5,3%



22 19,3%



7 6,1%



4 3,5%



11 9,6%



16 14%



6 5,3%



2 1,7%



28 24,6%



3 2,6%



Apakah perusahaan melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing)? Dalam hal pembagian kerja, apakah sangat merata dalam 1 bulan sekali? Dalam hal pembagian kerja, apakah beban kerja tidak tumpang tindih? Dalam hal penerimaan kerja,



60 Universitas Sumatera Utara



apakah HRD hadir pada saat rekrutmen?



Tidak



81



64 56,1%



17 14,9%



2 1,7%



34 29,8%



45 39,5%



26 22,8%



35 30,7%



20 17,5%



47 41,3%



33 28,9%



1 0,9%



18 15,8%



63 55,3%



0



(71,1%) Dalam hal penerimaan kerja, apakah lokasi rekrutmen di tempat yang nyaman? Dalam hal penerimaan kerja, apakah penempatan kerja sesuai dengan keahlian pekerja? Apakah perusahaan memberikan pelatihan untuk keselamatan kerja? Apakah perusahaan menyediakan peralatan keselamatan kerja?



Ya



90 (78,9%)



73 64%



17 14,9%



14 12,3%



38 33,35



38 33,3%



41 36%



33 28,9%



16 14%



43 37,7%



40 35,1%



7 6,1%



15 13,1%



72 63,1%



3 2,6%



Tidak



24 (21,1%)



21 18,4%



3 2,6%



0



11 9,6%



13 11,4%



7 6,1%



9 7,9%



8 7%



15 13,1%



9 7,9%



0



5 4,45



19 16,7%



0



Ya



107 (93,9%)



88 77,2%



19 13,2%



13 11,4%



46 40,3%



48 42,1%



44 38,6%



41 36%



22 19,3%



54 47,4%



47 41,2%



6 5,3%



18 15,8%



87 60,4%



2 1,7%



Tidak



7 (6,1%)



Ya



114 (100%)



6 5,3% 94 82,5%



1 0,9% 20 17,5%



1 0,9% 14 12,3%



3 2,6% 49 43%



3 2,6% 51 44,7%



4 3,5% 48 42,1%



1 0,9% 42 36,8%



2 1,7% 24 21,15



4 3,5% 58 50,9%



2 1,7% 49 43%



1 0,9% 7 6,1%



2 1,7% 20 17,5%



4 3,5% 91 79,8%



1 0,9% 3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Sumber : Data SPSS, 2018



61 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan kriteria jenis kelamin, umur, lama kerja, jabatan kerja, dan jenjang pendidikan, seluruh responden menyatakan bahwa PT. Socfindo melakukan perekrutan dengan rekrutmen tunggal. Namun, perusahan sepertinya tidak melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing). Ini terlihat dari frekuensi jawaban “tidak” dari responden yang cukup tinggi yaitu sebesar 94 responden, yang terdiri dari 76 responden laki-laki dan 18 responden perempuan 10 responden dengan umur 21-30 tahun, 37 responden dengan umur 31-40 tahun, 47 reponden dengan umur lebih dari 40 tahun. Angka tersebut pun terdiri dari reponden dengan lama kerja 1-10 tahun sebesar 37 responden, 36 responden dengan lama kerja 11-20 tahun, 21 responden dengan lama kerja lebih dari 20 tahun, 48 responden dari divisi kebun , 40 dari divisipabrik, dan 6 dari divisi kantor, juga 17 responden dengan jenjang pendidikan di tingat SD, 75 responden dari kelompok yang jenjang pendidikan terakhir adalah sekolah menengah, dan 2 responden dari kelompok jenjang pendidikan akhir di tingkat Perguruan Tinggi (PT). Kesempatan kerja yang terbuka serta mempromosikan pekerjaan yang produktif merupakan salah satu komponen penting untuk mencapai kerja layak. Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa keterbukaan kesempatan kerja atau penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat luas oleh perusahaan masih sangat rendah. Padahal, kesempatan kerja yang terbuka mampu membantu mengurangi angka pengangguran. Dalam hal ini, PT. Socfindo memang melakukan rekrutmen tunggal, namun berdasarkan temuan data dilapangan, proses rekrutmen tersebut tidak terbuka untuk umum seperti adanya pemasangan iklan lowongan kerja. Menurut para pekerja, mereka awalnya bisa masuk ke perusahaan karna



62 Universitas Sumatera Utara



mendapatkan tawaran pekerjaan dari kerabat mereka yang lebih dulu telah bekerja di perusahaan, bukan karna mengetahui sendiri bahwa ada lowongan pekerjaan yang dibuka oleh perusahaan. Hal itu juga yang dimaksudkan oleh beberapa pekerja yang menganggap bahwa proses yang demikian merupakan proses rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing), karna perusahaan tidak secara langsung melakukan rekrutmen tapi melalui pihak lain. Berbeda halnya dalam pembagian kerja, frekuensi jawaban positif jauh lebih tinggi daripada jawaban negatif, artinya perusahaan sudah melakukan pembagian kerja dengan cukup baik. Selain itu, terlihat bahwa sebagian besar pekerja melewati proses penerimaan kerja tanpa adanya seleksi dari HRD. Hal ini terlihat dari frekuensi jawaban “Tidak” yang lebih besar yaitu sebanyak 81, dan jawaban “Ya” yang hanya “33” untuk pertanyaan “Apakah HRD hadir pada saat rekrutmen?”. Frekuensi jawaban “Tidak” tersebut terdiri dari 64 responden laki-laki dan 17 responden perempuan, 2 responden dari kelompok umur 21-30 tahun, 34 responden dari kelompok umur 31-40 tahun, 45 responden dari kelompok umur lebih dari 40 tahun, 26 responden dari kelompok lama kerja 1-10 tahun, 35 responden dari kelompok umur 11-20 tahun, 20 responden dari kelompok masa kerja lebih dari 20 tahun, 47 responden dari kelompok divisi kebun, 33 dari divisi pabrik, dan 1 dari divisi kantor. Berdasarkan kriteria jenjang pendidikan responden, frekuensi responden yang menjawab “tidak” tersebut juga terdiri dari 18 responden dari jenjang pendidikan SD, 63 responden dari jenjang pendidikan sekolah menengah (SMP/SMA), dan tak ada responden dari jenjang pendidikan perguruan tinggi.



63 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan temuan data di lapangan, sebagian besar pekerja yang menjawab “Ya” adalah yang masa/lama kerja nya diperusahaan masih kurang dari (40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Sumber : Data SPSS, 2018



65 Universitas Sumatera Utara



Di bawah UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Pekerja, pemberi kerja dengan 10 karyawan atau lebih atau dengan pembayaran gaji bulanan lebih dari 1 juta rupiah diwajibkan untuk mengikutsertakan karyawannya dalam program jaminan sosial. Berdasarkan ketentuan tersebut, PT. Socfindo wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program jaminan sosial. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa para pekerja perkebunan yang menjadi responden dari penelitian ini 100% menjawab “Ya”. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi tanggungjawabnya dengan cukup baik kepada para pekerja terkait pemberian jaminan sosial. Adapun jaminan sosial yang diberikan pihak perusahaan kepada pekerja adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan kesehatan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari salah seorang responden saat diwawancarai, berikut kutipan wawancaranya : ...“Semua ada kok, jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun (jaminan hari tua), jaminan kematian, semua ada. Kalau soal itu, masih aman lah pabrik ini, memang hak kita itu ya dikasih semua. Kayak yang kecelakaan di pabrik itu kan, ya ditanggung perusahaan semua sampai baik betul dia. Santunan dikasih, pengobatan juga ditanggung semua, fasilitas rumahsakit nya ya bagus. Ya memang bertanggung jawab penuh lah perusahaan pasti. Makanya pun aman aman aja kami, orang sakit berobat gampang, ada ini itu semua udah dijamin perusahaan. Makanya yang udah kerja disini, pasti diusahakannya keluarganya juga masuk sini...” Berdasarkan pernyataan dan data tabel diatas, terlihat bahwa perusahaan telah mampu menjaga komitmen untuk bertanggung jawab atas jaminan sosial kepada para pekerjanya dengan baik.



66 Universitas Sumatera Utara



4.3.3 Pandangan Responden tentang Hak Dasar Di Tempat Kerja Tabel 4.9 Hak Dasar Di Tempat Kerja



Pertanyaan



Apakah andamemiliki konrrak kerja dengan perusahan? Apakah kontrak kerja memiliki kepastian hukum? Apakah anda memperoleh hak yang ditentukan dalam kontrak kerja? Apakah menurut anda tunjangan yang anda peroleh sudah sesuai dengan status pekerjaan anda? Apakah perusahaan melibatkan pekerja dalam musyawarah?



Jawaban



Freq (%)



Jenis Kelamin



Umur



Lama Kerja



Jabatan kerja



Jenjang Pendidikan



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



5 4,4% 89 78,1%



2 1,7% 18 15,8%



0



5 4,4% 44 38,6%



2 1,7% 49 43%



4 3,5% 44 38,6%



2 1,7% 40 35,1%



1 0,9% 23 20,2%



0



0



0



58 50,95



49 43%



7 6,1% 0



4 3,5% 87 76,3%



3 2,6% 0



5 4,4% 89 78,1%



2 1,7% 18 15,8%



5 4,4% 44 38,6%



2 1,7% 49 43%



4 3,5% 44 38,6%



2 1,7% 40 35,1%



1 0,9% 23 20,2%



0



0



58 50,95



49 43%



4 3,5% 87 76,3%



3 2,6% 0



2 1,7% 18 15,8%



2 1,7% 49 43%



4 3,5% 44 38,6%



2 1,7% 40 35,1%



1 0,9% 23 20,2%



0



0



14 12,3%



5 4,4% 44 38,6%



58 50,95



49 43%



20 17,5%



4 3,5% 87 76,3%



3 2,6% 0



Ya



7 (6,1%)



Tidak



107 (93,9%)



Ya



7 (6,1%)



Tidak



107 (93,9%)



Ya



7 (6,1%)



Tidak



107 (93,9%)



5 4,4% 89 78,1%



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



14 12,3% 0 14 12,3% 0



7 6,1% 0 7 6,1% 0



20 17,5% 0 20 17,5% 0



67 Universitas Sumatera Utara



Apakah anda berpartisipasi dalam musyawarah?



Apakah anda berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?



Ya



56 (49,1%)



50 43,8%



6 5,3%



5 4,4%



17 14,9%



34 29,8%



11 9,6%



27 23,7%



18 15,8%



26 22,8%



26 22,8%



4 3,5%



12 10,5%



43 37,7%



1 0,9%



Tidak



58 (50,9%)



44 38,6%



14 12,3%



9 7,9%



32 28,1%



17 14,9%



37 32,4%



15 13,1%



6 5,3%



32 28,1%



23 20,1%



3 2,6%



8 7%



48 42,1%



2 1,7%



Ya



56 (49,1%)



50 43,8%



6 5,3%



5 4,4%



17 14,9%



34 29,8%



11 9,6%



27 23,7%



18 15,8%



26 22,8%



26 22,8%



4 3,5%



12 10,5%



43 37,7%



1 0,9%



Tidak



58 (50,9%)



44 38,6%



14 12,3%



9 7,9%



32 28,1%



17 14,9%



37 32,4%



15 13,1%



6 5,3%



32 28,1%



23 20,1%



3 2,6%



8 7%



48 42,1%



2 1,7%



Sumber : Data SPSS, 2018



68 Universitas Sumatera Utara



Dari data diatas, dapat kita ketahui bahwa hampir 100% pekerja di perusahaan ini tidak memiliki kontrak kerja. Dari total 114 responden,107 mengaku tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan. 107 responden tersebut terdiri dari 89 laki-laki dan 18 perempuan. Berdasarkan kriteria umur, ada 14 responden dari umur 21-30, 44 responden dari umur 31-40, dan 49 responden dari umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan lama kerja, ada 44 responden dari kelompok lama kerja 1-10 tahun, 40 responden dari kelompok lama kerja11-20 tahun,dan 23 responden dari kelompok lama kerjalebih dari 20 tahun. Berdasarkan jenjang pendidikan terakhir, ada 20 responden dari jenjang pendidikan SD, dan 87 responden dari jenjang pendidikan sekolah menengah (SMP/SMA), dan tidak ada dari jenjang pendidikan perguruan tinggi,juga dari divisi pabrik. Berdasarkan hasil temuan lain dilapangan, ternyata 100% pekerja dari divisi pabrik dan kebun tidak memiliki kontrak kerja, termasuk security (satpam). Pekerja yang memiliki kontrak kerja hanya mereka yang ada di divisi pabrik. Namun para pekerja mengaku, tidak masalah tidak memiliki kontrak kerja dan hubungan kerja mereka tidak memiliki kepastian hukum karena sistem kerja di perusahaan ini adalah para pekerja boleh bekerja diperusahaan hingga 25 tahun masa kerja atau bekerja hingga sampai usia pensiun (60 tahun), dan ini sudah berlaku sejak lama. Menurut para pekerja, segala tunjangan/bonus yang mereka peroleh dari perusahaan juga sudah cukup sesuai meskipun tanpa adanya perjanjian tertulis/kontrak kerja. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan tidak adanya protes dari para pekerja meskipun mereka bekerja tanpa kontrak yang memiliki kepastian hukum, dan menganggap kontrak kerja hanya sekedar formalitas yang tidak terlalu penting.



69 Universitas Sumatera Utara



Perusahaan juga melibatkan pekerja dalam musyawarah, ini terlihat dari 100% jawaban “Ya” dari para pekerja. Meskipun terlihat bahwa pekerja yang tidak berpartisipasi dalam musyawarah dan pengambilan keputusan frekuensi nya lebih tinggi daripada yang ikut berpartisipasi yaitu sebanyak 58 pekerja sedangkan yang ikut berpartisipasi angkanya sedikit lebih rendah yaitu sebanyak 56 pekerja. Dari tabel diatas, terlihat bahwa responden dengan umur 21-30 dan 31-40, tingkat partisipasi nya dalam bermusyawarah terkait pekerjaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan responden umur lebih dari 40 tahun dengan frekuensi untuk responden umur 21-30 hanya 5 responden, dan responden umur 31-40 hanya 17 reponden, sedangkan responden dengan umur lebih dari 40 tahun frekuensi nya jauh lebih besar yaitu 34 responden. Berdasarkan temuan di lapangan, pekerja yang enggan berpartisipasi beranggapan bahwa pekerja dengan umur yang lebih tua daripada mereka pasti lebih memahami topik dan permasalahan yang perlu didiskusikan, jadi mereka merasa tidak perlu ikut berpartisipasi karena sudah merasa terwakilkan. Hal ini didukung oleh pernyataan responden saat wawancara, berikut kutipannya : ...“Urusan diskusi atau nego-nego gitu, biar yang tua aja lah. Nanti keputusannya gimana, ya kami yang muda-muda ini tinggal ngikut aja. Yang tua kan pasti lebih ngerti kalau ada masalah-masalah gitu. Tapi ya ada juga lah pasti yang muda yang ikut pertemuan gitu, yang mau ikut kan gak dilarang. Yang gak mau pun ya gak dipaksa...” Hal ini memperlihatkan bahwa kesadaran para pekerja akan pentingnya dialog sosial masih sangat rendah, padahal dalam hal ini perusahaan telah membuka kesempatan tersebut. Hal ini bisa saja terpengaruh dengan tingkat pendidikan, sehingga para pekerja belum memahami pentingnya dialog sosial dalam hubungan industrial.



70 Universitas Sumatera Utara



4.3.4 Pandangan Responden tentang Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan Tabel 4.10 Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan



Pertanyaan



Selama bekerja, apakah anda pernah mengalami kekerasan? Apakah anda pernah mendapat ancaman dari perusahaan? Apakah anda pernah mengalami pembebanan hutang dengan bunga tinggi?



Jawaban



Freq (%)



Jenis Kelamin



Umur



Lama Kerja



Jabatan kerja



Jenjang Pendidikan



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Apakah gaji anda pernah dtahan atau tidak dibayar?



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Apakah dokumen



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



71 Universitas Sumatera Utara



identitas ditahan oleh perusahaan?



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Apakah perusahaan pernah melakukan penahanan barang berharga?



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Apakah perusahaan mempekerjakan pekerja usia kurang dari (40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Ya



103 (90,4%)



86 75,4%



17 14,9%



13 11,4%



43 37,7%



47 41,2%



41 36%



40 35,1%



22 19,3%



49 43%



47 41,3%



7 6,1%



18 15,8%



82 71,9%



3 2,6%



Tidak



11 (9,6%)



8 7%



3 2,6%



1 0,9%



6 5,3%



4 3,5%



7 6,1%



2 1,7%



2 1,7%



9 7,9%



2 1,7%



0



2 1,7%



9 7,9%



0



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Ya



28 (24,6%)



24 21%



4 3,5%



4 3,5%



12 10,5%



12 10,5%



12 10,5%



8 7%



8 7%



13 11,4%



14 12,3%



1 0,9%



5 4,4%



23 20,2%



0



Tidak



86



70 61,4%



16 14%



10 8,77%



37 32,4%



39 34,2%



36 31,6%



34 29,8%



16 14%



45 39,5%



35 30,7%



6 5,3%



15 13,1



68 59,6%



3 2,6%



76 Universitas Sumatera Utara



(75,4%) Apakah ada perbedaan perlakuan karna agama yang dianut?



Ya



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Tidak



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Sumber : Data SPSS, 2018



77 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa perusahaan tidak ada membeda-bedakan kesempatan atau perlakuan kepada para pekerja dikarenakan suku atau agama yang dianut, tapi ada perbedaan kesempatan dan perlakuan karena jenis kelamin. Menurut responden, perbedaan penempatan posisi kerja atau perlakuan karena jenis kelamin itu adalah hal wajar karena jenis pekerjaan yang ada sebagian besar lebih aman dan lebih baik jika dikerjakan oleh jenis kelamin tertentu dan malah akan lebih beresiko dalam hal keselamatan kerja dan menghambat produktivitas jika dilakukan penyamarataan untuk seluruh jenis kelamin. Jadi menurut responden, ada perbedaan kesempatan dan perlakuan karena jenis kelamin memang sudah sewajarnya dilakukan mengingat banyak jenis pekerjaan yang tidak aman atau resiko berbahayanya lebih tinggi jika dikerjakan oleh pekerja perempuan. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan responden : ...“Memang harus dibedainlah. Kan banyak kerjaan yang gak boleh juga untuk perempuan. Bahaya. Yang ada malah nambah kerjaan aja nanti dek kalo sama rata gitu dibikin semua. Kan gak mungkin yang perempuanperempuan itu „ngegrek‟ kan? Gak mungkin yang perempuan-perempuan itu betulin kabel? Ya bahaya, manjat sana sini. Makanya ya harus dibeda-bedain lah memang. Makanya yang di kebun ini paling perempuannya jadi mandor, nyemprot, ya kerja dirumah asisten bantu-bantu. Kan adek udah tau sendiri kan? Gak mungkin perempuan ngangkat buah, dek. Di pabrik pun gitu juga, itu lebih bahaya lagi kerjaannya untuk perempuan. Di kantor lah itu baru beda, perempuan disitu ya gakpapa, gak bahaya kerjaannya, kertas semua...” Kemudian disusul oleh pernyataan dari salah seorang responden yang lainnya :



78 Universitas Sumatera Utara



...“Makin gak adil kalau sama semua dek, gak dibedain mana kerjaan untuk laki-laki mana untuk perempuan. kalau pabrik lain ya lain cerita ya, ini kan pabrik perkebunan dek. Kalau pabrik baju tadi, entah pabrik sepatu, disamain semua ya gak papa ya. Yang penting kan gaji sama aja dek, sesuai, gak ada dikurangkurangin karna kerjaannya ringan. Sama-sama kerja kan sama aja capeknya...” Adanya perbedaan kesempatan dan perlakuan memang mengindikasikan rendahnya tingkat kelayakan kerja. Namun, di PT. Socfindo ini jika pekerja perempuan diberikan kesempatan kerja yang sama seperti pekerja laki-laki malah akan meningkatkan resiko yang berbahaya untuk pekerja perempuan itu sendiri. Diluar hal itu, perusahaan tetap memberikan hak yang seimbang antara pekerja laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan perlakuan atau hak-hak yang diperoleh.



79 Universitas Sumatera Utara



4.3.6 Pandangan Responden tentang Jam Kerja Layak Tabel 4.12 Jam Kerja Layak Pertanyaan



Jam kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan? Perusahaan tidak mengharuskan pekerja untuk mengambil jam kerja berlebih (lembur)? Untuk jam kerja berlebih, akan diberikan tambahan upah per jam (upah lembur)? Jam kerja lembur hanya dilakukan diluar istirahat mingguan atau libur resmi? Jam kerja lembur maksimal 14 jam dalam seminggu?



Jawaban



Ya Tidak Ya Tidak



Ya Tidak



Ya Tidak Ya Tidak



Freq (%)



Jenis Kelamin



Umur



Lama Kerja



Jabatan kerja



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



114 (100%) 0



94 82,5% 0



20 17,5% 0



14 12,3% 0



49 43% 0



51 44,7% 0



48 42,1% 0



42 36,8% 0



114 (100%) 0



94 82,5% 0



20 17,5% 0



14 12,3% 0



49 43% 0



51 44,7% 0



48 42,1% 0



114 (100%) 0



94 82,5% 0



20 17,5% 0



14 12,3% 0



49 43% 0



51 44,7% 0



60 (52,6%) 54 (47,4%) 85 (74,6%) 29 (25,4%)



48 42,1% 46 40,3% 66 57,9% 28 24,6%



12 10,5% 8 7% 19 16,7% 1 0,9%



7 6,1% 7 6,1% 10 8,8% 4 3,5%



24 21% 25 21,9% 35 30,7% 14 12,3%



29 25,4% 22 19,3% 40 35,1% 11 9,6%



Jenjang Pendidikan



24 21,15 0



Div. Kebun 58 50,9% 0



Div. Pabrik 49 43% 0



Div. Kantor 7 6,1% 0



42 36,8% 0



24 21,15 0



58 50,9% 0



49 43% 0



48 42,1% 0



42 36,8% 0



24 21,15 0



58 50,9% 0



24 21% 24 21% 34 29,8% 14 12,3%



23 20,2% 19 16,7% 33 28,9% 9 7,9%



13 11,4% 11 9,6% 18 15,8% 6 5,3%



36 31,6% 22 19,3% 53 46,5% 5 4,4%



SD 20 17,5% 0



SMP/ SMA 91 79,8% 0



3 2,6% 0



7 6,1% 0



20 17,5% 0



91 79,8% 0



3 2,6% 0



49 43% 0



7 6,1% 0



20 17,5% 0



91 79,8% 0



3 2,6% 0



20 17,5% 29 25,4% 26 22,8% 23 20,2%



4 3,5% 3 2,6% 6 5,3% 1 0,9%



13 11,4% 7 6,1% 16 14% 4 3,5%



45 39,5% 46 40,3% 66 57,9% 25 21,9%



2 1,7% 1 0,9% 3 2,6% 0



Sumber : Data SPSS, 2018



80 Universitas Sumatera Utara



PT



Jam kerja merupakan bagian penting dari pekerjaan yang layak. Dengan adanya indikator jam kerja layak, kita dapat mengetahui apakah kehidupan pribadi dan profesional para pekerja seimbang, dan juga apakah periode istirahat harian, mingguan, dan tahunan para pekerja memadai. Terkait jam kerja layak, perusahaan ini memang telah menetapkan jam kerja sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, dan untuk pekerja yang mengambil jam kerja berlebih (lembur) maka akan diberikan tambahan upah lembur. Namun menurut data tabel diatas, jam kerja lembur tidak hanya dilakukan diluar istirahat mingguan/libur resmi dan beberapa pekerja menyatakan jam kerja lembur lebih dari 14jam dalam seminggu. Hal ini tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan yang mana sudah ditetapkan jika jam kerja lembur hanya boleh dilakukan diluar istirahat mingguan/libur resmi dan maksimal jam kerja lembur adalah 14 jam/minggu. Dari data diatas, terlihat bahwa ada hampir separuh dari total seluruh responden yang menjawab “tidak” di item pertanyaan jam kerja lembur hanya dilakukan diluar istirahat mingguan atau libur resmi. Jawaban tersebut terdiri dari 54 responden, yang mana sebanyak 46 adalah responden laki-laki, dan 8 responden perempuan. Berdasarkan kriteria umur, jawaban tersebut terdiri dari 7 responden dengan kelompok umur 21-30 tahun, 25 responden dengan kelompok umur 31-40 tahun, dan 22 responden dengan kelompok umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan kriteria lama kerja, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan lama kerja 1-10 tahun sebanyak 24 responden, responden dengan lama kerja 1120 tahun sebanyak 19 responden, dan responden dengan lama kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 11 responden. Berdasarkan kriteria jabatan kerja, jawaban tersebut terdiri dari responden yang bekerja di divisi kebun sebanyak 22 responden,



81 Universitas Sumatera Utara



responden yang bekerja di divisi pabrik sebanyak 29 responden, dan responden yang bekerja di divisi kantor sebanyak 3 responden. Sedangkan jika berdasarkan kriteria jenjang pendidikan, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan jenjang pendidikan SD sebanyak 7 responden, responden dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah (SMP/SMA) sebanyak 46 responden, dan responden dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi sebanyak 1 responden. Berdasarkan data dari tabel diatas, dengan jam kerja lembur yang masih ada dilakukan ketika istirahat mingguan/libur resmi dan jam kerja lembur/minggu lebih dari (>) 14 jam, artinya periode istirahat yang seharusnya menjadi hak pekerja telah terganggu. Hal ini tentunya akan mengganggu keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan profesional pekerja, pekerja menjadi kekurangan waktu untuk beristirahat dan berinteraksi yang cukup dengan keluarga, yang biasanya dengan kegiatan sederhana yang demikian ini mampu memulihkan kondisi fisik dan mental pekerja yang sudah lelah bekerja. Karena itu, dampak dari jam kerja berlebih malah akan mengurangi produkifitas pekerja itu sendiri. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan salah seorang responden : ...“Ya kadang dek namanya awak tukang ngelas, ya kalau ada memang yang harus dibetulkan memang itu kerjaan kami ya minggu pun jadi masuk. Kadang di telpon dimintain tolong biar senin siap langsung kan, ya gak mungkin awak tolak kalo itu kepala mekanik yang nyuruh. Memang sih gak sering, tapi ya udah beberapa kali juga lah. Hahahaha. Dibayar ya dibayar tetap, gak pernah gak biayar, ya tetap dihitung lembur...”



82 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan temuan peneliti dilapangan, terlihat bahwa PT. Socfindo Indonesia Sei Liput memang tidak mengharuskan pekerja untuk bekerja lembur. Pekerja melakukan kerja lembur hanya jika pekerja itu sendiri telah melakukan kesepakatan untuk mengambil jam kerja lembur. Sebagian besar pekerja bersedia mengambil jam kerja lembur adalah karena adanya tambahan upah untuk itu. Namun, meskipun upah lembur yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja telah sesuai, jam kerja lembur yang diberikan tetap melebihi dari apa yang telah diatur dalam UU ketenagakerjaan, dan sayangnya para pekerja kurang paham mengenai hal ini, padahal dengan jam kerja lembur yang berlebih artinya perusahaan telah mengganggu hak istirahat pekerja. Dalam hal seperti inilah, komitmen yang kuat dan peran dari pengawas ketenagakerjaan sangat penting. Mereka dibutuhkan bukan hanya untuk memantau tapi juga untuk membantu menegakkan pelaksanaan agenda pekerjaan layak agar dapat mencapai jam kerja layak dengan cara yang adil.



83 Universitas Sumatera Utara



4.3.7 Pandangan Responden tentang Pendapatan/upah Yang Mencukupi Pertanyaan



Apakah upah dibayar teratur?



Apakah upah yang diberikan tidak dibawah upah minimum yang telah diatur oleh UU Ketenagakerjaan? Upah lembur telah sesuai dengan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan? Apabila ada pengurangan upah,hal itu dilakukan secara transparan? Menurut anda, apakah nilai upah yang anda terima telah sesuai dengan pekerjan yang anda lakukan?



Jawaban



Freq (%)



Jenis Kelamin



Tabel 4.12 Pendapatan/upah Yang Mencukupi Umur Lama Kerja



Jabatan kerja



Jenjang Pendidikan



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



107 (93,9%)



87 76,3%



20 17,5%



13 11,4%



44 38,6%



50 43,8%



43 37,7%



40 35,1%



24 21%



58 50,9%



42 36,8%



7 6,1%



20 17,5%



84 73,7%



3 2,6%



Tidak



7 (6,1%)



7 6,1%



0



1 0,9%



5 4,4%



1 0,9%



5 4,4%



2 1,7%



0



0



7 6,1%



0



0



7 6,1%



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Sumber : Data SPSS, 2018



84 Universitas Sumatera Utara



Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepkatan, atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah merupakan tujuan utama bagi pekerja/buruh untuk bekerja. PT. Socfindo Sei Liput melakukan sistem pembayaran upah di tiap bulan dalam bentuk uang secara langsung kepada para pekerja. Saat pembayaran upah, bagi pekerja yang memiliki pinjaman di koperasi akan langsung dipotong dari upah yang akan diterima. Berdasarkan tabel diatas, PT. Socfindo melakukan pembayaran upah kepada pekerja secara teratur ditiap bulannya. Upah lembur yang diberikan kepada para pekerja juga dianggap telah sesuai dengan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dan apabila ada pengurangan upah maka itu dilakukan dengan transparan dengan cara memberi rincian biaya potongan upah tersebut. Selain itu, melihat hasil data tabel diatas, 100% pekerja yang menjadi responden merasa bahwa nilai upah yang mereka terima telah sesuai dengan pekerjaan mereka, walaupun ada 6,1% responden (7 orang pekerja) yang mengatakan bahwa upah yang mereka terima masih berada dibawah upah minimum regional (UMR). Responden yang menjawab bahwa upah yang mereka dapatkan masih dibawah upah minimum terdiri dari 7 responden laki-laki, 1 responden dari kelompok umur 21-30 tahun, 5 responden dari kelompok umur 31-40 tahun, dan 1 responden dari kelompok umur diatas 40 tahun. Dilihat dari kriteria lama kerja, responden yang menjawab demikian berasal dari kelompok lama kerja 1-10 tahun sebanyak 5



85 Universitas Sumatera Utara



responden, dan dari kelompok lama kerja 11-20 tahun sebanyak 2 responden, dan seluruhnya adalah responden dengan jenjang pendidikan terakhir di sekolah menengah (SMP/SMA). Responden yang menjawab demikian merupakan pekerja PT. Socfindo yang berasal dari divisi pabrik, yaitu di bidang elektromekanika. Mereka mengatakan bahwa upah yang mereka terima masih dibawah UMR yaitu sebesar Rp 2.200.000, sedangkan UMR Provinsi Aceh adalah Rp 2.700.000. Nilai upah ini naik sebesar Rp 200.000 dari nilai UMR tahun 2017 yang sebesar Rp 2.500.000. Tapi mereka menganggap bahwa upah yang mereka terima telah sesuai dengan pekerjaan mereka. Berikut kutipan wawancara dengan salah seorang responden : ...“Gaji saya masih dibawah UMR dek, orang dua juta dua ratus kok. kan dibawah UMR itu kan? UMR Aceh kan gak segitu, malah mau naik ini 2018 ini. Tapi ya orang kerjanya pun nggak ada dek, kalo gak ada yang mau dipasang, gak ada yang diperbaiki, ya gak ada yang dikerjain walaupun tiap hari ya harus ke pabrik. Beda sama orang pabrik yang di pengolahan, itu memang capek dek. Ngedur kerja. Buah masuk terus. Kami ya namanya tukang listrik kan gak mungkin kami ngerontokin buah juga hehehe..” Dari pernyataan dan data tabel diatas, terlihat bahwa PT. Socfindo telah memberikan pendapatan/upah yang sesuai untuk pekerja nya, namun masih ada yang menerima upah dengan nilai dibawah UMR. Artinya, ada ketidakmerataan yang terjadi dalam pemberian upah, walaupun persentasenya cukup kecil. Tapi dengan adanya tunjangan-tunjangan atau bonus lain yang sering diberikan perusahaan kepada pekerja juga mempengaruhi pilihan pekerja untuk tetap mempertahankan pekerjaannya di perusahaan ini, dan persentase ketidamerataan nilai upah yang cukup kecil tersebut mampu tertutupi oleh upah tambahan yang diperoleh pekerja dari perusahaan. 86 Universitas Sumatera Utara



4.3.8 Pandangan Responden tentang Stabilitas & Jaminan Pekerjaan Tabel 4.13 Stabilitas & Jaminan Pekerjaan



Pertanyaan



Dalam hal pemutusan hubungan kerja, perusahaan tidak melakukan PHK kepada pekerja yang berhalangan kerja karna pekerja sakit? Dalam hal pemutusan hubungan kerja, perusahaan tidak melakukan PHK kepada pekerja yang berhalangan kerja karna pekerja menjalankan ibadah? Dalam hal pemutusan hubungan kerja, perusahaan tidak melakukan PHK kepada pekerja yang berhalangan kerja karna pekerja menikah? Dalam hal pemutusan hubungan kerja,



Jawaban



Freq (%)



Jenis Kelamin



Umur



Lama Kerja



Jabatan kerja



Jenjang Pendidikan



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



87 Universitas Sumatera Utara



perusahaan tidak melakukan PHK kepada pekerja yang berhalangan kerja karna pekerja perempuan hamil/melahirkan? Apakah perusahaan bersedia bernegosiasi dengan pekerja dan serikat pekerja sebelum melakukan PHK? Apakah pekerja menerima uang pesangon setelah usai masa kerja?



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Apakah uang pesangon yang diberikan sesuai dengan masa kerja?



Ya



114 (100%



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Sumber : Data SPSS, 2018



88 Universitas Sumatera Utara



Pekerjaan beresiko mengacu kepada pekerjaan tanpa stabilitas. Di Indonesia, kerja lepas mewakili pekerjaan beresiko. Pekerja yang bekerja baik sebagai pekerja bebas di pertanian atau pekerja bebas di non pertanian,tidak memiliki hubungan kerja permanen, namun dipekerjakan bila diperlukan, yang biasanya secara jangka pendek. Selain itu, karena mereka direkrut begitu saja, mereka jarang dilindungi oleh jaminan sosial. Di PT. Socfindo, hampir seluruh pekerja tidak memiliki kontrak kerja, namun mereka dipekerjakan hingga habis masa kerja atau hingga pekerja mencapi usia pensiun. Perusahaan ini tidak ada lagi mempekerjakan pekerja bebas (buruh lepas), karna semua yang awalnya hanya menjadi pekerja harian telah diangkat menjadi karyawan pada akhir tahun 2017. Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa pekerja di PT. Socfindo merasa sudah memperoleh stbilitas dan jaminan kerja yang baik. Perusahaan ini sendiri tidak pernah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan semena-mena yang dapat merugikan pekerja, perusahaan akan lebih dulu mendiskusikan dengan pekerja sebelum akhirnya melakukan PHK. Perusahaan cukup menoleransi jika ada pekerjanya yang sedang menikah, sakit dan juga memberikan toleransi kepada pekerja wanita yang sedang hamil. Selain itu, bagi pekerja di PT. Socfindo yang berhenti bekerja karna habisnya masa kerja (pensiun) maka pihak perusahaan akan memberikan pesangon sesuai dengan jabatan kerja dan lamanya masa kerja. Pesangon merupakan salah satu jaminan sosial yang berhak diterima oleh pekerja, dan perusahaan ini terlihat telah mampu menjaga stabilitas dan jaminan kerja para pekerjanya dengan baik.



89 Universitas Sumatera Utara



4.3.9 Pandangan Responden tentang Dialog Sosial Tabel 4.14 Dialog Sosial



Pertanyaan



Dalam hal berserikat/berorganis asi, apakah perusahaan mengizinkan pekerja untuk berserikat? Dalam hal berserikat/berorganis asi, apakah perusahaan tidak membatasi ruang untuk berserikat? Apakah perusahaan bersedia melibatkan pekerja dalam berdiskusi dengan pihak pemerintah terkait pekerjaan? Apakah perusahaan membebaskan pekerja untuk mengajukan pendapat saat berdiskusi



Jawaban



Freq (%)



Jenis Kelamin



Umur



Lama Kerja



Jabatan kerja



Jenjang Pendidikan



Lk



Pr



21-30



31-40



>40



1-10



11-20



> 21



Div. Kebun



Div. Pabrik



Div. Kantor



SD



SMP/ SMA



PT



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Ya



59 (51,8%)



44 38,6%



15 13,1%



7 6,1%



21 18,4%



31 27,2%



18 15,8%



26 22,8



15 13,1%



37 32,4%



17 14,9%



5 4,4%



16 14%



41 36%



2 1,7%



Tidak



55 (48,2%)



50 43,8%



5 4,4%



7 6,1%



28 24,6%



20 17,5%



30 26,3%



16 14%



9 7,9%



21 18,4%



32 28,1%



2 1,7%



4 3,5%



50 43,8%



1 0,9%



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



90 Universitas Sumatera Utara



terkaitpekerjaan? Apakah perusahaan membentuk/mendrik an serikat perusahaan dibawah kendali manajemen perusahaan?



Ya



114 (100%)



94 82,5%



20 17,5%



14 12,3%



49 43%



51 44,7%



48 42,1%



42 36,8%



24 21,15



58 50,9%



49 43%



7 6,1%



20 17,5%



91 79,8%



3 2,6%



Tidak



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



Sumber : Data SPSS, 2018



91 Universitas Sumatera Utara



Dialog sosial adalah salah satu indikator dari agenda pekerjaan layak. Dialog sosial dapat mencakup segala bentuk negosiasi, konsultasi, dan pertukaran informasi antara perwakilan pemerintah, pengusaha, dan pekerja pada isu-isu yang melibatkan kepentingan bersama. Dialog yang efektif mengharuskan adanya kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan suatu kelompok untuk mempromosikan dan mempertahankan kepentingan pekerjaan. Berdasarkan data dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa PT. Socfindo mengizinkan para pekerjanya untuk berserikat/berorganisasi serta tidak memberikan batasan ruang kepada pekerjanya dalam hal tersebut.Para pekerja juga tidak berada dibawah tekanan perusahaan dalam berserikat, dapat dilihat dari tidak adanya organisasi yang didirikan dan dikendalikan oleh perusahaan. Para pekerja juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan solusi dalam berdiskusi. Namun, berdasarkan data di atas, PT. Socfindo malah masih tertutup untuk mengikutsertakan pekerja dalam berdiskusi dengan pihak pemerintah. Hal ini terlihat dari persentase jawaban responden yaitu sebanyak 59 responden atau 51,8% untuk pilihan jawaban “Ya”, dan sebanyak 55 responden atau 48,2% untuk pilihan jawaban “Tidak”. Berdasarkan jenis kelamin, jawaban “tidak” tersebut terdiri dari responden laki laki sebanyak 50 responden, dan responden perempuan sebanyak 5 responden. Berdasarkan kriteria umur, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan kelompok umur 21-30 sebanyak 7 responden, responden dengan kelompok umur 31-40 sebanyak 28 responden, dan responden dengan kelompok umur lebih dari 40 tahun sebanyak 20 responden. Berdasarkan kriteria lama kerja, jawaban responden tersebut terdiri dari responden dengan lama kerja 1-10 tahun sebanyak 30 responden, responden dengan lama kerja 11-



92 Universitas Sumatera Utara



20 tahun sebanyak 16 responden, dan responden dengan lama kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 9 responden. Berdasarkan kriteria jabatan kerja, jawaban responden tersebut terdiri dari responden yang bekerja di divisi kebun sebanyak 21 responden, responden yang bekerja di divisi pabrik sebanyak 32 responden, dan responden di dvisi kantor sebanyak 2 responden. Sedangkan berdasarkan jenjang pendidikan terakhir, responden dengan pendidikan terakhir SD menjawab “tidak” sebanyak 4 orang, responden dengan pendidikan terakhir sekolah menengah (SMP/SMA) sebanyak 50 orang, dan responden dengan pendidkan terakhir di tingkat Perguruan Tinggi (PT) hanya 1 responden dari total 3 responden. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan salah seorang responden yang menjawab “Tidak” namun kerap berpartisipasi dalam musyawarah: “Gak pernah ya (dilibatkan diskusi dengan pihak pemerintah), setau saya. Kalau diskusi sama pihak pemerintah itu ya perwakilan perusahaan aja mungkin, kami gak dilibatkan. Memang gak tiap-tiap rapat lah saya ikut, tapi ya sering juga. Selama saya ikut itu, ya gak pernah.Gak pernah tau lah saya ini ada pertemuan dengan pemerintah atau nggak, gitu loh.” Dari pernyataan dan data tabel diatas, dapat terlihat bahwa dialog sosial yang terjadi di PT. Socfindo telah berada di jalur yang benar, namun masih ada yang harus diperbaiki. Pihak perusahaan harus lebih mempromosikan dan membuka ruang untuk seluruh lapisan pekerja agar mampu mencapai dialog sosial yang lebih baik lagi, terutama untuk berdialog dengan pihak pemerintah.



93 Universitas Sumatera Utara



4.4



Pembahasan Fenomena yang biasanya terjadi seperti aksi yang dilakukan oleh para



buruh mengindikasikan bahwa pihak perusahaan tidak memenuhi kewajiban mereka untuk memfasilitasi pekerja dengan sebaik-baiknya dan menggenapi hakhak para buruh tersebut dengan layak. Pada 1 Mei (May Day), di Indonesia kerap terjadi aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh guna menuntut terpenuhinya hak-hak mereka atau memprotes kebijakan-kebijakan yang mengancam kesejahteraan hidup mereka. Mengetahui beberapa data permasalahan tersebut di atas, timbul pertanyaan apakah hal serupa juga dialami oleh pekerja di PT. Socfindo kebun Sei Liput. Karena setelah cukup lama berdiri, hubungan antar perusahaan dan pekerja terlihat tidak pernah memanas. Hal ini terlihat dari tidak adanya aksi-aksi protes yang dilakukan para buruh PT. Socfindo kepada perusahaan. Berikut ini akan dijelaskan secara sub bab materi pembahasan yang penting untuk ditelaah kembali. 4.4.1



Tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Pekerjaan layak merupakan pilar utama perusahaan dan pemerintah



sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, khususnya bagi para pekerja atau buruh. Pekerjaan Layak adalah pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan, memberikan upah atau memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai dan mencukupi hidup secara layak, serta terjaminnya kesejahteraan, keamanan, dan keselamatan fisik maupun psikologis para pekerja. Berdasarkan temuan data



94 Universitas Sumatera Utara



di lapangan, dapat terlihat bahwa beberapa indikator dari pekerjaan layak sudah diterapkan dengan cukup baik oleh PT. Socfindo Sei Liput. Namun beberapa dari indikator tersebut juga masih membutuhkan perbaikan. Adapun indikator-indikator yang sudah diterapkan dengan cukup baik adalah indikator jaminan sosial, pekerjaan yang harus dihapuskan, pendapatan dan upah layak, serta stabilitas dan jaminan pekerjaan. Persentase jawaban/respon responden untuk tiap item pertanyaan di indikator-indikator tersebut mencapai 100% (rata-rata diatas 90%) sesuai dengan pilihan jawaban yang diharapkan. Pada indikator jaminan sosial, pendapatan dan upah layak, dan stabilitas dan jaminan pekerjaan, semakin tinggi persentase jawaban “ya” (respon positif) dari responden menunjukkan semakin baik pula penerapan indikator pekerjaan layak tersebut. Sedangkan untuk indikator pekerjaan yang harus dihapuskan, tiap item pertanyaannya mengharapkan jawaban “tidak” (respon negatif). Jadi, semakin tinggi persentase jawaban “tidak” (respon negatif) dari responden, menunjukkan semakin baik pula penerapan indikator ini. Namun berbeda halnya dengan beberapa indikator lain yaitu kesempatan kerja, hak dasar di tempat kerja, kesempatan dan perlakuan yang sama, jam kerja layak, dan dialog sosial. Persentase jawaban dari responden pada beberapa item pertanyaan dalam indikator tersebut mengindikasikan bahwa penerapannya masih kurang baik. Pada aspek kesempatan kerja, terlihat bahwa perusahaan tidak melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing) yang artinya kesempatan kerja tidak terbuka untuk masyarakat luas. Selain itu responden juga berpendapat bahwa



saat proses rekrutmen, HRD kerap tidak hadir di lokasi dan lokasi



rekrutmen tersebut tidak di tempat yang nyaman. Berdasarkan data tersebut, dapat



95 Universitas Sumatera Utara



disimpulkan bahwa aspek kesempatan kerja ini penerapannya masih kurang baik. Begitu juga pada aspek hak dasar di tempat kerja, dapat terlihat bahwa hampir seluruh pekerja tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan. Padahal kontrak kerja merupakan hal yang memberi kepastian hukum dari hubungan antara pekerja dengan perusahaan. Selain itu, pada aspek jam kerja layak, dapat diketahui bahwa jam kerja lembur yang diberikan perusahaan kerap kali melebihi batas jam kerja lembur maksimum seperti yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan dilakukan saat libur mingguan atau libur resmi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan aspek jam kerja layak yang merupakan indikator pekerjaan layak karna mengganggu hak istirahat pekerja. Sedangkan pada aspek kesempatan & perlakuan yang sama dan dialog sosial, terlihat bahwa ada satu item pertanyaan dari aspek tersebut yang mendapat jawaban/respon negatif (bukan jawaban yang diharapkan). Meskipun tidak ada pembedaan penempatan posisi kerja dan perlakuan karna agama atau suku, namun PT. Socfindo membedakan penempatan posisi kerja berdasarkan jenis kelamin. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh stigma tentang perempuan yang lebih baik bekerja di sektor domestik (merawat, mengasuh) sehingga posisi kerja di perusahaan ini sebagian besar diisi oleh pekerja laki-laki. Pada aspek dialog sosial, meskipun PT. Socfindo sudah memberikn kebebasan berpendapat dan berserikat untuk seluruh pekerjanya, namun dalam hal berdiskusi dengan pihak pemerintah masih cenderung tertutup. Padahal sudah menjadi kewajiban bagi pengusaha untuk membuka ruang seluas-luasnya untuk berdiskusi dan memfasilitasi seluruh pekerjanya dalam melaksanakan dialog sosial dengan pihak manapun terkait kepentingan pekerjaan.



96 Universitas Sumatera Utara



Secara keseluruhan, tingkat pekerjaan layak di PT. Socfindo masih tergolong rendah karena hanya 4 aspek dari indikator-indikator pekerjaan layak yang diterapkan dengan cukup baik. 4.4.2



Realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk memperoleh pekerjaan dan



penghidupan yang layak. Hal ini tertuang dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Di Indonesia sendiri, tidak ada larangan bagi setiap orang untuk bekerja, namun hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan layaklah yang masih sulit didapatkan. Bahkan jika pun seseorang sudah bekerja, belum tentu pekerjaan itu adalah pekerjaan layak yang mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Di PT Socfindo, penerapan indikator-indikator pekerjaan layak berdasarkan konsep ILO masih memerlukan perbaikan dan pengawasan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa proses rekrutmen yang dilakukan perusahaan masih sangat tertutup. Perusahaan tidak melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga ataupun melakukan pemasangan iklan lowongan pekerjaan. Mereka melakukannya dengan cara tertutup, melalui mulut ke mulut. Tak mengherankan jika yang bekerja di perusahaan tersebut sebagian besar memiliki hubungan kekerabatan antara satu sama lain, dan hampir seluruh pekerja adalah penduduk di sekitar pabrik atau sekitar lahan pertanian milik perusahaan saja. Selain itu, hanya pekerja yang baru bekerja di perusahaan saja yang melewati proses rekrutmen secara formal seperti adanya HRD di lokasi rekrutmen dan melewati proses interview. Hal ini bertentangan dengan aspek kesempatan kerja yang sesuai dengan indikator pekerjaan layak.



97 Universitas Sumatera Utara



Pada aspek hak dasar di tempat kerja, didapati bahwa hampir seluruh pekerja tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan yang artinya hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja tidak memiliki kepastian hukum. Bekerja tanpa kontrak kerja umumnya akan merugikan pekerja, namun pada penelitian ini didapati bahwa pekerja PT. Socfindo tidak merasa dirugikan karna hal tersebut tidak mengurangi hak-hak yang memang sudah seharusnya mereka terima sebagai pekerja seperti jaminan sosial, upah yang layak, tidak adanya diskriminasi dan pekerjaan yang harus dihapuskan, juga stabilitas dan jaminan pekerjaan yang cukup baik. Bahkan, pada waktu tertentu perusahaan kerap memberikan tunjangan-tunjangan yang berupa biaya untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarga, seperti beasiswa pendidikan untuk anak dari pekerja yang berprestasi, penghargaan untuk pekerja dengan kriteria rumah terbersih, dll. Dalam pertukaran sosial yang dijelaskan oleh Homans, faktor utama yang menentukan perilaku manusia adalah motivasi terhadap benefit (manfaat) atau value (nilai) yang akan diterima dari prilakunya tersebut. Benefit tersebut bukan hanya dalam bentuk ekonomi saja, bisa juga dalam bentuk-bentuk lainnya seperti pujian, perhatian, tepuk tangan, senyuman, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, teori pertukaran sosial didasarkan pada prinsip transaksi ekonomis elementer, dimana perbuatan yang berkenaan dengan kemauan mengakibatkan adanya reward dan punishment dari orang lain. Yang dimaksudkan yaitu antara pengusaha dan pekerja terdapat hubungan kerja yang masing-masing berkaitan dengan hak dan kewajiban yang dijalankan. Pekerja mengorbankan tenaga untuk menjalankan proses produksi, dan pengusaha memberikan imbalan, bisa saja dengan profit bagi pekerja, atas pengorbanan (pekerjaan) tersebut.



98 Universitas Sumatera Utara



Dalam pertukaran sosial, sebuah pengorbanan (cost) harus memperoleh imbalan (reward) yang seimbang agar pelaku pertukaran bersedia untuk menetap pada hubungan tersebut. Bagi pekerja PT. Socfindo, apa yang mereka kerjakan telah mendapatkan imbalan yang setimpal. Mereka merasa telah mendapat upah yang cukup, dilengkapi dengan jaminan-jaminan pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini yang mempengaruhi lamanya masa kerja mereka, yang berdasarkan data penelitian diatas, diketahui rata-rata pekerja PT. Socfindo telah bekerja cukup lama di perusahaan ini. Hal ini pula yang mempengaruhi tindakan pekerja yang tidak pernah melakukan aksi-aksi untuk menuntut perusahaan memenuhi hak-hak mereka, meskipun berdasarkan realitas yang ditemukan peneliti di lapangan, perusahaan mengganggu hak istirahat mereka sebagai pekerja dengan melakukan jam kerja lembur yang diluar batas maksimal dan saat libur mingguan atau libur resmi. Padahal istirahat dari pekerjaan merupakan hal penting bagi pekerja untuk memulihkan diri dan menghilangkan rasa penat setelah lelah bekerja, serta untuk menjaga keselarasan hubungan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Namun pekerja merasa itu bukan permasalahan yang berarti, karena upah lembur dibayarkan sesuai waktu dan nilai yang dijanjikan. Terkait proses pertukaran sosial antara pekerja dan pengusaha PT. Socfindo ini, masih terjadi ketidak seimbangan karna beberapa hak pekerja masih belum dipenuhi dengan layak oleh perusahaan. Namun pekerja sebagai pihak yang



lebih



memiliki



banyak



kepentingan



terhadap



perusahaan,



tidak



mempermasalahkan hal tersebut karena turut mempertimbangkan profit (keuntungan) yang mereka peroleh dari perusahaan diluar imbalan yang seharusnya mereka terima sebagai bayaran atas pekerjaan (pengorbanan) mereka.



99 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan penelitian di lapangan, pekerja tidak merasa keberatan dengan jam kerja lembur yang sudah melampaui batas jam kerja lembur per minggu sesuai dengan yang ditetapkan di UU Ketenagakerjaan karna selain memperoleh upah lembur yang sesuai, jika jam lembur sudah berlebih maka akan diberikan tambahan bonus untuk upah lembur tersebut. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh ketidaktahuan para pekerja atas apa saja yang sebenarnya menjadi hak mereka sebagai pekerja yang tidak boleh diusik oleh perusahaan, dan karna merekaa merasa kesejahteraan hidup mereka dari segi ekonomi baik-baik saja, sehingga mereka tidak mempermasalahkan hal-hal tersebut.



100 Universitas Sumatera Utara



BAB V PENUTUP



5.1



Kesimpulan Salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk memperoleh pekerjaan dan



penghidupan yang layak. Hal ini tertuang dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Pekerjaan layak merupakan pilar utama perusahaan dan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, khususnya bagi para pekerja atau buruh. Pekerjaan Layak adalah pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan, memberikan upah atau memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai dan mencukupi hidup secara layak, serta terjaminnya kesejahteraan, keamanan, dan keselamatan fisik maupun psikologis para pekerja. Di Indonesia sendiri, tidak ada larangan bagi setiap orang untuk bekerja, namun hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan layaklah yang masih sulit didapatkan. Bahkan jika pun seseorang sudah bekerja, belum tentu pekerjaan itu adalah pekerjaan layak yang mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Beberapa indikator dari pekerjaan layak sdah diterapkan dengan cukup baik, namun selebihnya masih membutuhkan perbaikan dan pengawasan. Adapun indikatorindikator yang sudah diterapkan dengan cukup baik adalah indikator jaminan sosial, pekerjaan yang harus dihapuskan, pendapatan dan upah layak, serta



101 Universitas Sumatera Utara



stabilitas dan jaminan pekerjaan. Persentase jawaban/respon responden untuk tiap item pertanyaan di indikator-indikator tersebut mencapai 100% (rata-rata diatas 90%) sesuai dengan pilihan jawaban yang diharapkan. Namun berbeda halnya dengan beberapa indikator lain yaitu kesempatan kerja, hak dasar di tempat kerja, kesempatan dan perlakuan yang sama, jam kerja layak, dan dialog sosial. Kesempatan kerja pada perusahaan ini masih sangat tertutup. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa proses rekrutmen yang dilakukan perusahaan masih sangat tertutup. Perusahaan tidak melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga ataupun melakukan pemasangan iklan lowongan pekerjaan. Mereka melakukannya dengan cara tertutup, melalui mulut ke mulut. Begitupun mengenai aspek hak dasar di tempat kerja, hampir seluruh dari pekeja PT. Socfindo tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan yang artinya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha tidak memiliki kepastian hukum. Selain itu, pada aspek jam kerja layak, dapat diketahui bahwa jam kerja lembur yang diberikan perusahaan kerap kali melebihi batas jam kerja lembur maksimum seperti yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan dilakukan saat libur mingguan atau libur resmi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan aspek jam kerja layak yang merupakan indikator pekerjaan layak karna mengganggu hak istirahat pekerja. Sedangkan pada aspek kesempatan & perlakuan yang sama dan dialog sosial, terlihat bahwa ada satu item pertanyaan dari aspek tersebut yang mendapat jawaban/respon negatif (bukan jawaban yang diharapkan). Meskipun tidak ada pembedaan penempatan posisi kerja dan perlakuan karna agama atau suku, namun PT. Socfindo membedakan penempatan posisi kerja berdasarkan jenis kelamin. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh stigma tentang perempuan yang lebih baik



102 Universitas Sumatera Utara



bekerja di sektor domestik (merawat, mengasuh) sehingga posisi kerja di perusahaan ini sebagian besar diisi oleh pekerja laki-laki yang dianggap lebih superior. Dan yang terakhir, pada aspek dialog sosial, meskipun PT. Socfindo sudah memberikan kebebasan berpendapat dan berserikat untuk seluruh pekerjanya, namun dalam hal berdiskusi dengan pihak pemerintah masih cenderung tertutup. Padahal sudah menjadi kewajiban bagi pengusaha untuk membuka ruang seluas-luasnya untuk berdiskusi dan memfasilitasi seluruh pekerjanya dalam melaksanakan dialog sosial dengan pihak manapun terkait kepentingan pekerjaan. Secara keseluruhan, tingkat pekerjaan layak di PT. Socfindo masih tergolong rendah karena hanya 4 aspek dari indikator-indikator pekerjaan layak yang sudah diterapkan dengan cukup baik dan sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Padahal seharusnya ada 9 indikator yang harus diterapkan dengan sebaik-baiknya untuk dapat mencapai sebuah pekerjaan layak. Dalam penelitian ini, teori pertukaran sosial didasarkan pada prinsip transaksi ekonomis elementer, dimana perbuatan yang berkenaan dengan kemauan mengakibatkan adanya reward dan punishment dari orang lain. Yang dimaksudkan yaitu antara pengusaha dan pekerja terdapat hubungan kerja yang masing-masing berkaitan dengan hak dan kewajiban yang dijalankan. Dalam pertukaran sosial, sebuah pengorbanan (cost) harus memperoleh imbalan (reward) yang seimbang agar pelaku pertukaran bersedia untuk menetap pada hubungan tersebut. Bagi pekerja PT. Socfindo, apa yang mereka kerjakan telah mendapatkan imbalan yang setimpal. Hal ini yang mempengaruhi lamanya masa kerja mereka, yang berdasarkan data penelitian diatas, diketahui rata-rata pekerja PT. Socfindo telah bekerja cukup lama di perusahaan ini. Hal ini pula yang mempengaruhi



103 Universitas Sumatera Utara



tindakan pekerja yang tidak pernah melakukan aksi-aksi untuk menuntut perusahaan memenuhi hak-hak mereka, meskipun berdasarkan realitas yang ditemukan peneliti di lapangan, perusahaan mengganggu hak istirahat mereka sebagai pekerja serta tanpa kontrak kerja. Melihat fenomena ini berdasarkan teori pertukaran sosial antara pekerja dan pengusaha PT. Socfindo ini, masih terjadi proses pertukaran yang tidak seimbang karna beberapa hak pekerja masih belum dipenuhi dengan layak oleh perusahaan. Namun pekerja tidak mempermasalahkan hal tersebut karena turut mempertimbangkan profit (keuntungan) yang mereka peroleh dari perusahaan diluar imbalan yang seharusnya mereka terima sebagai bayaran atas pekerjaan (pengorbanan) mereka. Profit bagi pekerja dalam penelitian ini adalah berbagai bonus dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan. Tidak adanya aksi-aksi protes yang dilakukan pekerja kepada perusahaan atas ketidakseimbangan tersebut mungkin juga disebabkan oleh ketidaktahuan para pekerja atas apa saja yang sebenarnya menjadi hak mereka sebagai pekerja yang tidak boleh diusik oleh perusahaan, dan karna mereka merasa kesejahteraan hidup mereka dari segi ekonomi terpenuhi dengan baik.



5.2



Saran 1. Bagi pemerintah, direkomendasikan untuk lebih memaksimalkan pengawasan penerapan-penerapan agenda pekerjaan layak guna menciptakan kerja layak bagi seluruh masyarakat. 2. Bagi pengusaha, direkomendasikan lebih memperhatikan kondisi kelayakan kerja bagi buruh sebab pencapaian kelayakan kerja tersebut



104 Universitas Sumatera Utara



pada kelanjutannya juga akan berdampak positif bagi tumbuh kembang perusahaan seiring dengan terciptanya kepuasan kerja pekerja di perusahaan tersebut. 3. Bagi Dinas Tenaga Kerja, direkomendasikan agar lebih bersikap tegas dan adil dalam memperhatikan dan menyikapi berbagai permasalahan buruh yang terdapat di perusahaan. 4. Bagi pekerja, direkomendasikan untuk turut membantu mengawasi penerapan agenda kerja layak di perusahaan dan turut berpartisipasi dalam dialog sosial.



105 Universitas Sumatera Utara



LAMPIRAN



Lampiran 1. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun



Lampiran 2. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun



Lampiran 3. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun



106 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 4. Foto Tampak Depan Rumah Bagi Pekerja



Lampiran 5. Foto Perumahan Bagi Pekerja



Lampiran 6. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun



107 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 7. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Pabrik



Lampiran 8. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Pabrik



Lampiran 9. Foto Tampak Depan Rumah Bagi Pekerja



108 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 10. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kantor



Lampiran 11. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kantor



109 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 12. Kuisioner Penelitian KUESIONER



TERTUTUP



PENELITIAN SKRIPSI MAHASISWA DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2018 PEKERJAAN LAYAK PADA PEKERJA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Survey Pada Pekerja PT Socfindo Indonesia Sei Liput Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)



PETUNJUK PENGISIAN: 1. BACALAH PERTANYAAN DENGAN BAIK DAN SEKSAMA 2. ISILAH MASING - MASING PERTANYAAN DENGAN MEMBERIKAN KODE PADA PILIHAN JAWABAN YANG SESUAI DENGAN KEADAAN YANG SEBENAR-BENARNYA, SESUAI PERINTAH DARI MASING-MASING PERTANYAAN 3. PENELITIAN INI MURNI UNTUK KEPERLUAN SKRIPSI DAN TIDAK AKAN BERPENGARUH APAPUN BAGI SAUDARA, SEHINGGA DIMOHON DENGAN SANGAT DALAM AGAR MENJAWAB PERTANYAAN DENGAN JUJUR DAN APA ADANYA, AGAR TUJUAN PENELITIAN INI BISA DICAPAI



110 Universitas Sumatera Utara



KETERANGAN RESPONDEN Isilah sesuai dengan data pribadi masing-masing responden. 1. 2. 3. 4. 5. 6.



NAMA UMUR JENIS KELAMIN PENDIDIKAN JABATAN KERJA LAMA KERJA



: : : : : :



PEKERJAAN LAYAK Berikanlah tanda silang (×) pada pilihan jawaban yang disediakan sesuai dengan keadaan anda yang sebenar-benarnya. KESEMPATAN KERJA 1. Apakah perusahaan melakukan rekrutmen tunggal? a. ya



b. tidak



2. Apakah perusahaan melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing)? a. ya



b. tidak



3. Dalam hal pembagian kerja, apakah : 1. sangat merata dalam 1 bulan sekali?



a. ya



b. tidak



2. beban kerja tidak tumpang tindih?



a. ya



b. tidak



4. Dalam hal penerimaan kerja, apakah : 1. HRD hadir pada saat rekrutmen? a. ya



b. tidak



2. Lokasi rekrutmen di tempat yang nyaman? a. ya



b. tidak



3. Penempatan kerja sesuai dengan keahlian pekerja? a. ya



b. tidak



5. Apakah perusahaan memberikan pelatihan untuk keselamatan kerja? a. ya



b. tidak



6. Apakah perusahaan menyediakan peralatan keselamatan umum di tempat kerja? a. ya



b. tidak



111 Universitas Sumatera Utara



JAMINAN SOSIAL 7. Apakah anda memperoleh jaminan kecelakaan kerja?



a. ya



b. tidak



8. Apakah anda memperoleh jaminan kematian?



a. ya



b. tidak



9. Apakah anda memperoleh jaminan hari tua?



a. ya



b. tidak



10. Apakah anda memperoleh jaminan kesehatan?



a. ya



b. tidak



11. Apakah anda memiliki kontrak kerja dengan perusahaan?



a. ya



b. tidak



12. Apakah kontrak kerja memiliki kepastian hukum?



a. ya



b. tidak



13. Apakah anda memperoleh hak yang ditentukan dalam kontrak? a. ya



b. tidak



14. Apa status pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan anda?



a. ya



b. tidak



a. ya



b. tidak



16. Apakah perusahaan melibatkan pekerja dalam musyawarah?



a. ya



b. tidak



17. Apakah anda berpartisipasi dalam musyawarah?



a. ya



b. tidak



20. Apakah anda berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?



a. ya



b. tidak



21. Selama bekerja, apakah anda pernah mengalami kekerasan?



a. ya



b. tidak



22. Apakah anda pernah mendapat ancaman dari perusahaan?



a. ya



b. tidak



a. ya



b. tidak



24. Apakah gaji anda pernah ditahan/tidak dibayar?



a. ya



b. tidak



25. Apakah dokumen identitas ditahan oleh perusahaan?



a. ya



b. tidak



26. Perusahaan pernah melakukan penahanan barang berharga?



a. ya



b. tidak



HAK DASAR DI TEMPAT KERJA



15. Apakah menurut anda tunjangan yang anda peroleh sudah sesuai dengan status pekerjaan anda?



PEKERJAAN YANG HARUS DIHAPUSKAN



23. Apakah anda pernah mengalami pembebanan hutang denganbunga tinggi?



27. Perusahaan mempekerjakan pekerja usia dibawah (