Penentuan Harga Pelayanan Publik KLP 6 FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK



Oleh Nama Kelompok 6 : Ni Kadek Sri Ayu Melyani



(1807531134)



I Gusti Ayu Shinta Suryani



(1807531164)



Dewa Ngakan Gede Galang Manacika



(1807531173)



I Gusti Putu Mardita Wijaya



(1807531174)



Ni Komang Yunita Cahyanti



(1807531212)



Ni Luh Putu Karisma Julianti



(1807531234)



PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2019/2020



POKOK BAHASAN : 1. Pelayanan publik yang dapat dijual 2. Prinsip dan praktik pembebanan 3. Kegunaaan pembebanan dalam praktik 4. Penetapan harga pelayanan 5. Kompleksitas strategi harga 6. Penentuan taksiran biaya



PEMBAHASAN A. Pelayanan Publik Yang Dapat Dijual Dalam memberikan pelayanan publik, pemerintahan dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan publik yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya : a. Penyediaan air bersih. b. Transportasi public. c. Jasa pos dan telekomunikasi. d. Energy dan listrik. e. Perumahan rakyat. f. Fasilitas rekreasi (pariwisata). g. Pendidikan. h. Jalan tol. i. Irigasi. j. Jasa pemadaman kebakaran. k. Pelayanan kesehatan. l. Pengolahan sampah/limbah. Pembebanan tarif pelayanan public kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu :



1.



Adanya Barang Privat Dan Barang Public Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu : a. Barang privat Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut. Contoh : makanan, listrik dan telepon b. Barang public Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama. Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi. c. Campuran antara barang privat dan public Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang privat dan barang public. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut. Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi public, dan air bersih. Barang –barang tersebut sering disebut dengan merit good karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang tersebut pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public privision), memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan pendidikan tersebut. Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan barang barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang public dengan barang privat tersebut antara lain : 1) Batasan antara barang public dan barang privat sulit untuk ditentukan.



2) Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa public, tapi dalam penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tariff obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut memaksa orang untuk berhatihati dalam mengkonsumsi sumber-sumber yang mahal atau langka. 3) Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif



pelayanan daripada



membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih mudah pengumpulkannya. Jika digunakan pajak, maka akan terdapat kesulitan dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup. Sedangkan jika digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk membayar lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argument yang menyatakan bahwa pembebanan pada dasarnya demokratis karena orang dapat memilih barang apa yang ingin mereka bayar dan apa yang tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran public dapat diarahkan menurut pilihan mereka. Biasanya terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang public lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang public kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak. Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik,telepon, dan air bersih, maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan tarif untuk penyediaan kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena spillover effects (eksternalitas positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan dan pengendalian kesehatan, maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai lewat pajak. Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu diperhatikan adalah : 1. Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang public atau privat) 2. Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan public tersebut (pemerintah atau swasta)



3. Dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan sektor ketiga 4. Pelayanan public apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani oleh swasta. Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :



Pelayanan publik yang dibebani tarif pelayanan langsung: a. Penyediaan Air Bersih b. Transportasi Publik c. Jasa Pos & Telekomunikasi d. Energi & Listrik e. Perumahan f. Rekreasi/Wisata g. Pendidikan h. Irigasi i. Pemadam Kebakaran j. Kesehatan k. Pengelolaan Limbah/Sampah l. Jalan Tol



2. Efisiensi Ekonomi Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka ingin konsumsi , mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan sumber daya melalui : a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak harus membayar lebih banyak pula. b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan. c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi. d. Penyediaan sumber daya padasupplier persediaan 



untuk mempertahankan dan meningkatkan



jasa (supply of servise).



Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah harga normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut biaya.







Mekanisme pembebanan tarif pelayanan merupakan satu cara menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik.



3. Prinsip Keuntungan Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan kepada masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut. Pemerintah tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full price, subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah. Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi & pengaawasan, yang didasarkan pada: a. Kategori perijinan yang dilakukan. b. Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang dimiliki.



B. Prinsip dan Paktek Pembebanan Harga Pelayanan Publik Sebagian barang dan jasa yang disediakan pemerintah lebih sesuai dibayar dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif. Namun batas identifikasi barang privat dan publik kadang sulit dan harus dilakukan dengan dasar pelayanan. Kegagalan dalam menetapkan biaya pada situasi tertentu menyebabkan distorsi harga dan alokasi sumber daya yang keliru, sehingga mengurangi pilihan bagi konsumen. Meskipun



demikian,



dalam



praktiknya



permasalahan



administrasi



dan



pertimbangan sosial dan politik memiliki prioritas yang lebih besar dibandingkan pertimbangan efisiensi ekonomi. Namun perlu diwaspadai bahwa kesalahan dalam menetapkan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di banyak negara berkembang (Devas, 1989) Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesahatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan.



C. Kegunaan Pembebanan Dalam Praktek Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara hjasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara, dan antar pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan alah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari beberapa sumber, antara lain : 1. Pajak 2. Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services) 3. Laba BUMN/BUMD 4. Penjualan aset milik pemerintah 5. Hutang 6. Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak Uang)



Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara. Pada kasusu perusahaan negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul dalam rekening pemerintah. Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti pertahanan, kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis, dalam arti dibiayai dari pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk mkepentingan individu seperti listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya totalnya (full cost recovery price). Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan menengah, penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari tarif.



D. Penetapan Harga Pelayanan Publik Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar atau dengan kata lain berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (Charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full cost recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan, karena : 1. Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Amun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes. Biaya overhead harus dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden costs juga terkait dengan biaya birokrasi ( costs of bureaucracy). 2. Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi. Karena jumlah biaya untuk melayani sau orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan



pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama. Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut. 3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari subsidi. 4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung (currnt operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs). Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs pricing.



Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing, yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen tambahan (costs of serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu pada harga pasar yang paling efisien (economically efficient price), karena pada tingkat harga tersebut (ceteris paribus) akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang terbaik. Masyarakat akan memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa sampai titik dimana marginal costs sama dengan harga. Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing, setidaknya harus memperhitungkan : 1. Operasi biaya variabel (variable operating cost) 2. Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk memberikan pelayanan.



3. Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan 4. Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh kasus klasik dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost pricing menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal cost yang ada nol. Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan mengurangi total economic benefit. Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan. Contoh : penyediaan air, marginal cost-nya misalnya : a. Tambahan air yang dikonsumsi b. Tambahan jarak yang diambil c. Pemasangan pipa besar untuk industry E. Kompleksitas Strategi Harga Pelayanan a) Two-part tariffs Banyak kepentingan publik dipungut dengan two-part tariff,yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. b) Peak-load tariffs Pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost(seperti telpon dan transportasi umum) c) Diskriminasi harga Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda



dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda,pelayanan yang diberikan kepada kelompok yang berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin. d) Full cost recovery harga pelayanana didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadialan(equity) dan kemampuan publik untuk membayar. e) Harga diatas marginal cost Dalam beberapa kasus,sengaja ditetapkan harga diatas marginal cost,seperti tarif parkir mobil,adanya beberapa biaya peijinan atau licence fee.



F. Analisis Taksiran Biaya Pelayanan Publik Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 



Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll







Opportunity cost os capital







Accounting price untuk input ketika pasar tidak menunjukkan value to society (opportunity cost)







Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu







Cadangan inflasi Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat



mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik. Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan



yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengintifikasi skala subsidi publik.



Contoh Kasus Penyimpangan Dalam Pelayanan Publik



Pola Korupsi Pemerintah Daerah dan Pimpinan Transformasional Karut marut persoalan korupsi di Indonesia dalam berbagai sektor pelayanan publik, menjadi hambatan bagi negara dalam menjalankan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi UUD NRI Tahun 1945—melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar. Korupsi berdampak buruk terhadap pelayanan publik baik pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif. Terlebih dengan maraknya kasus korupsi yang menimpa pemimpin kepala daerah. Terakhir 41 anggota DPRD dari total 45 menjadi tersangka dalam kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentu saja ini praktis melumpuhkan fungsi legislatif di Kota Malang yang merugikan masyarakat setempat. Relasi antara korupsi dan pelayanan publik, dikemukakan oleh David Hall (2012) bahwa korupsi telah merongrong pelayanan publik, dan menghabiskan anggaran negara dengan mengalihkannya ke tangan elit politik yang korup. Penelitian Pola Korupsi Pemerintahan Daerah yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari Universitas Indonesia (2018), menghasilkan beberapa temuan awal terhadap Pola Korupsi Pemerintahan Daerah tahun 2010 - 2018 serta kaitannya dengan hambatan penyediaan layanan publik pada masyarakat setempat. Studi awal yang kami lakukan adalah dengan mengidentifikasi



pola korupsi



pemerintahan daerah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) maupun dalam proses upaya hukum, dengan pola sebagai berikut: (1) pola korupsi berkaitan dengan perizinan—sektor pertambangan dan migas, kehutanan, tata ruang dan pertanahan; (2) pola korupsi berkaitan dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)—legislasi, anggaran dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan; (3) pola korupsi berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah; (4) pola korupsi berkaitan dengan promosi, mutasi dan suap jabatan; dan (5) pola korupsi berkaitan dengan dana desa—merupakan pola mutakhir. Masing-masing pola dapat dipetakan dalam kategori sektor, modus, aktor yang terlibat, kerugian negara, wilayah dan waktu serta



dicermati pula bagaimana korupsi menghambat pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Simpul rawan pola korupsi berkaitan dengan perizinan, dapat dicermati pada sektor pertambangan yang memiliki kaitan erat dengan kebijakan desentralisasi perizinan. Kasus korupsi perizinan pertambangan (IUP) pertama yang diangkat oleh KPK, adalah kasus korupsi yang melibatkan aktor yaitu Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, yang menerbitkan izin kepada PT Anugerah Harisma Barakah (“PT AHB”) yaitu Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT AHB. Nilai kerugian negara atau perekonomian negara dalam kasus ini mencapai Rp 4,3 trilyun atau setidaknya sebesar Rp 1,5 trilyun dimana KPK menggunakan cara baru dalam menghitung nilai kerugian negara, yaitu menggunakan pendekatan dengan menghitung nilai kerugian negara dari aspek dampak kerusakannnya terhadap lingkungan di lokasi tambang PT AHB yang terletak di Pulau Kabaena.



Daftar Pustaka



Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi http://aquocha.blogspot.com/2010/12/penentuan-harga-pelayanan-sektor-publik.html (Dikutip pada pukul 21.58 Jumat, 20 September 2019) http://ainarainasti.blogspot.com/2012/10/akuntansi-sektor-publik-penentuan-harga.html (Dikutip pada pukul 22.19 Jumat, 20 September 2019) https://wahyuhidayat600.wordpress.com/2014/05/30/makalah-penentuan-harga-barangpublik/ (Dikutip pada pukul 22.31 Jumat, 20 September 2019) https://www.kpk.go.id/id/berita/publik-bicara/782-pola-korupsi-pemerintah-daerah-danpimpinan-transformasional (Dikutip pada pukul 20.55 Minggu, 29 September 2019)