Peran Pesantren Dalam Melumpuhkan Radikalisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Peran Pesantren dalam Melumpuhkan Radikalisme Di tengah politik identitas yang menguat belakangan ini. Pembahasan radikalisme menjadi perhatian serius. Secara literal, radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki perubahan, pergantian, dan penghancuran terhadap suatu tatanan yang tengah berjalan di masyarakat sampai pada akar-akarnya. Perubahan tatanan ini didasarkan pada paham keagamaan atau ideologi tertentu yang biasanya bersifat puritan dan konservatif. Di Indonesia, Gerakan radikalisme agama seperti musuh dalam selimut. Dalam kehidupan berbangsa, kekayaan budaya dan tradisi akan tereduksi dengan hadirnya formalisasi agama. Bagi Islam sendiri ini berarti penyempitan pemahaman pada kekayaan khasanah Islam. Pemahaman berbeda terhadap ideologi tertentu dianggap menyimpang dari Islam dan harus diberangus. Tentu saja ini adalah pandangan yang sempit dan keliru. Dilihat dari segi kuantitas sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari masa depan Islam di Indonesia. Survey tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim di Indonesia mencapai 87 persen. Artinya agama Islam masih menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat. Apalagi Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa. Seperti dinyatakan sila pertama Pancasila yaitu, ”Ketuhanan yang Maha Esa”. Namun akhir-akhir ini persoalan radikalisme agama menjadi persoalan di banyak negara. Tidak terkecuali di Indonesia. Ideologi ini bersifat transnasional dan kemudian ujung-ujungnya berusaha menolak adanya Negara dan berusaha menggantikannya dengan sistem khilafah yang bersifat stateless. Di Indonesia sendiri bentuk-bentuk penolakan terhadap pancasila bahkan telah tersalurkan melalui tindakan-tindakan yang intoleran. Seperti melarang siswa melakukan upacara bendera, mengatakan bahwa Pancasila adalah thagut, atau menyebutkan bahwa pemerintah adalah kafir. Karena rata-rata masyarakat pada umumnya memiliki pendidikan agama yang rendah. Mereka kemudian gampang terperdaya dengan aktivitas-aktivitas yang mengatasnamakan Islam tetapi mengesampingkan nasionalisme. Semisal mencintai tanah air bukan merupakan ajaran Islam. Sehingga pendidikan agama merupakan hal paling penting saat ini dalam perannya sebagai penghadang radikalisme. Disini kemudian penulis melihat urgensinya memaksimalkan peran pesantren dalam melumpuhkan gerakan radikalisme. Sedangkan peringatan terhadap paham-paham radikal ini pernah diingatkan Nabi sejak zaman dahulu. Seperti hadist yang penulis kutip dari buku “Islam Radikal” karangan Dr. Usamah



Sayyid Al-Azhary pada sub-tema “Penghafal Al-Qur’an menjadi Radikal, mengangkat senjata dan menumpahkan darah”. Berikut hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah R.A.:



ّ ‫ان ما اتخوف عليكم رجل قراء القران حتّى اذا رئيت بهجته عليه وكان ردئا لالسالم وغيره الى ماشاءهللا وفانسلخ منه ونبذه‬ ‫المرمي ام الرامي؟ قال "بل‬,‫يا نبي هللا ايهما اولى بالشرك‬: ‫ قلت‬:‫قال‬,‫ورماه بالشرك‬,‫وراء ظهرهووسعى على جاره بالسيف‬ "‫الرامي‬.)‫(رواه البزار‬



Artinya: Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang membaca Al-quran hingga terlihat kebesaran Al quran pada dirinya. Dia senantiasa membela Islam. Kemudian ia mengubahnya, lantas ia terlepas darinya. Ia mencapakkan Al-quran dan menemui tetangganya dan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya (Hudzaifah) bertanya: ”Wahai Nabi Allah, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikannya, yang dituduh ataukah yang menuduh? Beliau menjawab : ”yang menuduh”. (HR.Bazzar) Peran Pesantren dalam Melumpuhkan Radikalisme Pondok pesantren adalah tempat mengaji dan memperdalam ilmu-ilmu agama Islam. Ia sudah muncul sejak masa awal-awal Islam hadir, terutama ketika Walisongo serta beberapa Sunan lain menyebarkan agama Islam dan mendirikan padepokan sebagai tempat pembelajarannya. Selain melaksanakan pengajaran keagamaan, pesantren juga menjadi pusat sekaligus simbol perlawanan terhadap penjajahan dan penindasan waktu itu. Jadi dapat dikatakan bahwa sejarah pesantren di Indonesia sesungguhnya adalah sejarah bela Negara baik secara jasmani maupun spiritual. Didalam pesantren, Kyai mendidik para santri agar mengetahui dasar-dasar keberagaaman yang bersifat hubungan langsung kepada Allah atau kepada sesama manusia. Pendidikan yang diselenggarakan pesantren memberikan dasar keagamaan yang selalu berani melawan setiap penjajahan. Seperti penulis kutip dari makalah yang dipresentasikan oleh Dr. Muhammad Murtadho pada salah satu workshop tentang Radikalisme. Dalam makalah tersebut diterangkan bahwa Pesantren meletakkan dasar pemahaman tentang lima dasar hak seorang manusia (al-huquq al-insaniyyah fi al islam) yaitu, penghargaan terhadap kebebasan dalam beragama (hifdz al-din), penjagaan terhadap akal pikiran (hifdz alaql), penjagaan terhadap jiwa, hak hidup dan hak harga diri (hifdz al –nafs wa al irdl), penjagaan



terhadap kepemilikan harta benda yang didapatkan secara halal (hifdz L-Ml), dan hak menjaga keturunan (hifdz al-nasl). Kelima hak dasar tersebut senantiasa dipegang teguh oleh para santri. Pesantren selalu siap menghadapi siapapun yang berani melawan hak dasar tersebut. Penjajah yag datang dan terangterangan melanggar hak-hak diatas, yang saat ini sering disebut sebagai hak asasi manusia, maka pesantren berani menghadapi atau melawannya. Pesantren memiliki keyakinan yang teguh untuk berdiri di garda depan dalam menegakkan lima hak dasar tersebut. Pendidikan di pesantren juga memberikan dasar dalam hubungan antar manusia dalam berbangsa. Pesantren menyampaikan setidaknya tiga model persaudaraan. Yaitu, persaudaraan didasarkan antar manusia (Ukhuwwah insaniyyah atau ukhuwah basyariyyah), persaudaraan sesama kaum muslimin (ukhuwah islamiyyah), dan persaudaraan karena hidup sebagai sesama warga Negara (ukhuwah wathoniyyah). Ketiga persaudaraan tersebut terikat kuat dalam benak setiap santri yang mengenyam pendidikan pesantren. Lebih tegasnya dapat disimpulkan bahwa Pesantren akan membela negara melalui beberapa bentuk. Pertama, menguatkan wacana nasionalisme. Karena secara psikologis generasi muda kita berada dalam pencarian jati diri, dalam kondisi jiwa seperti itu kemunculan wacana pengembangan pendidikan bela negara dapat menjadi solusi dan jawaban kegalauan yang mereka rasakan. Kedua, tampil didepan untuk meneguhkan komitmen nasionalisme. Ketiga, melakukan pendidikan yang serius kepada santri dan umat tentang kewajiban berperan akif dalam memerangi paham-paham yang merongrong kesatuan NKRI. Penulis mengapresiasi pemerintah yang telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasinal melalui Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015. Disana pemerintah secara langsung mengakui bahwa pesantren memiliki peran strategis dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Pesantren menjadi pengawal setia Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan Konstitusi UUD 1945. Perhatian kepada pesantren inilah yang menurut penulis perlu terus ditingkatkan. Pesantren memiliki peranan penting dalam melumpuhkan radikalisme. Radikalisme seringkali lahir dari pemahaman agama yang sempit dan dari satu sumber saja. Berbeda dengan pesantren yang sejak awal mengajarkan berbagai multidisiplin ilmu agama Islam dan terutama mengenalkan beragam pendapat dan pertentangan dalam agama, namun tetap berusaha menghormatinya sebagai kekayaan literatur Islam.