Percobaan 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL LAPORAN RESMI METODE STERILISASI



Tanggal Percobaan : 16 September 2021 Kelompok



: 8A



Disusun Oleh 1. Ramdiana Ade Kuspiati



22010317120003



2. Indah Rahmawati



22010319130037



3. Syakira Nilam Farhana S.



22010319130041



4. Riska Mala



22010319130043



5. Maharani Wijayaningtiyas



22010319130045



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2021



ACARA PRAKTIKUM I METODE STERILISASI I.



TUJUAN 1.1



Mahasiswa mampu memahami metode sterilisasi dan dapat melakukan penentuan metode sterilisasi yang paling tepat untuk alat dan bahan serta sediaan



1.2



II.



Mahasiswa mampu melakukan persiapan alat sebelum proses sterilisasi



TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Metode Sterilisasi Sterilisasi adalah proses penghilangan atau membunuh mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan di laboratorium tetap bersih/steril, serta mencegah terjadinya kontaminasi. Tujuan sterilisasi adalah menjaga kebersihan supaya peralatan terbebas dari mikroorganisme berbahaya sehingga terhindar dari kontaminasi (Istini, 2020). 2.1.1 Metode Sterilisasi Panas a. Metode Sterilisasi Panas Basah Metode sterilisasi basah atau panas basah adalah pemanasan menggunakan air atau uap air. Uap air adalah media penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya. Panas basah mematikan mikroba melalui proses koagulasi, denaturasi enzim dan protein protoplasma



mikroba,



sedangkan



untuk



mematikan



spora



diperlukan panas basah selama 15 menit pada suhu 121oC (Rakhmatullah, M.Y., dkk., 2016). Keunggulan dari metode ini adalah dapat mensterilkan alat dan bahan hingga tidak ada organisme yang hidup lagi, menggunakan suhu dan tekanan tinggi sehingga memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibandingkan dengan udara panas biasa, dan merupakan alat perebus yang bertekanan tinggi. Kekurangan metode ini adalah harus menggunakan air mendidih karena uapnya yang memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak keluar dari



klep pengaman dan memerlukan sumber panas yang terus menerus (Permatasari dkk., 2013). b. Metode Sterilisasi Panas Kering Metode sterilisasi panas kering dilakukan menggunakan oven (170-180)0C selama 1,5-2 jam. Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Pada sterilisasi panas kering, pembunuhan mikroba terjadi melalui mekanisme oksidasi sampai terjadi koagulasi protein sel. Sterilisasi menggunakan cara ini kurang efektif dalam untuk membunuh mikroba sehingga memerlukan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk alat yang terbuat dari kaca misal: Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan Petri (Purnawati et al, 2016). Keuntungan dari sterilisasi panas kering adalah dapat mensterilkan beberapa jenis bahan yang tidak dapat ditembus steam seperti serbuk kering dan bahan minyak, tidak memiliki sifat korosi pada logam, dan melalui mekanisme sehingga konduksi dapat mencapai seluruh permukaan alat yang tidak dapat dibongkar pasang (Depkes RI, 2009). Kekurangan dari sterilisasi panas kering adalah penetrasi terhadap material / bahan berjalan sangat lambat dan tidak merata, diperlukan waktu pemaparan panas yang lama untuk mencapai kondisi steril, dan suhu tinggi dapat merusak bahan dari karet dan beberapa bahan kain (Depkes RI, 2009). 2.1.2 Metode Sterilisasi Dingin a. Radiasi Radiasi pengion merupakan salah satu alternatif sterilisasi dingin yang dapat digunakan untuk mensterilkan produk yang tidak tahan panas karena sterilisasi radiasi dilakukan pada suhu kamar dan tidak menimbulkan kenaikan suhu. Sterilisasi radiasi sangat baik dipakai untuk produk jaringan biologi. Proses radiasi merupakan suatu teknologi isotop dan radiasi dengan memanfaatkan radiasi



terionisasi untuk tujuan sterilisasi, sintesis dan modifikasi material sehingga menghasilkan suatu produk yang memiliki kualitas baik dan aman. Ada dua jenis radiasi pengion yang banyak digunakan untuk sterilisasi yaitu sinar gamma yang dipancarkan dan radioisotop cobalt-60 atau cesium-137 dan berkas elektron (Amalia, 2015). Bila dibandingkan dengan teknik konvensional, sterilisasi radiasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan residu kimia seperti halnya pada gas EtO, tidak menimbulkan kenaikan temperatur yang berarti, dapat dilakukan pada produk dalam kemasan akhir, proses sterilisasi dilakukan pada temperatur kamar, proses mudah dikontrol dengan mengatur waktu iradiasi. Disamping keunggulan terdapat juga kekurangan teknik sterilisasi radiasi yaitu beberapa produk dapat rusak pada dosis tertentu dan penetrasi radiasi terhadap produk terbatas (terutama E-beam) (Darwis, 2006). b. Filtrasi Prinsip sterilisasi secara mekanik (filtrasi) yaitu menyaring suatu cairan non steril dengan kertas membran sehingga cairan yang melewatinya akan terbebas dari mikroorganisme (steril). Pada umumnya bahan yang disterilkan melalui cara ini adalah bahan yang mengandung senyawa tidak tahan suhu tinggi atau tekanan tinggi seperti serum darah, antibiotik, glukosa dll. Filter apparatus umumnya terdiri dari corong, filter base, penjepit corong, labu pengumpul, selang, dan pompa vakum. Filter apparatus juga dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme dengan prinsip yang sama dengan sterilisasi filtrasi. Kertas membran filter memiliki pori-pori yang sangat kecil, lebih kecil dari ukuran bakteri pada umumnya. Diameter pori pori dapat berukuran 0,2 um, 0,45um, 0,65 um dll (Hafsan, 2014). Kelebihan metode sterilisasi dengan filtrasi adalah dapat digunakan untuk media berwujud cair, tidak ada uap air yang menetes pada alat dan bahan yang disterilkan, dan tidak memerlukan temperatur yang tinggi dan waktu yang lama.



Kekurangan metode sterilisasi dengan filtrasi adalah disebabkan penghilangan mikroorganisme secara fisik melalui penyaring dengan matriks pori ukuran kecil dengan tidak membiarkan mikroorganisme



untuk



dapat



melaluinya



sehingga



tidak



menghancurkan mikroorganisme tersebut (Hafsan, 2014). c. Gas Etilen Klorida Pada umumnya pendedahan secara kimia seperti contoh diatas adalah hanya bersifat desinfeksi. Namun jika menggunakan gas ethylene oxide maka baik sel vegetatif, spora dan virus dapat dimusnahkan sehingga istilah yang digunakan adalah sterilisasi. Gas Ethylene oxide umumnya dipakai untuk sterilisasi peralatan kedokteran dalam jumlah dan material yang tidak tahan panas seperti plastik. sedangkan pada industri pangan gas ini digunakan sebagai zat antifungi fumigan untuk buah-buahan kering, bawang dan kacang (Hafsan, 2014). Bahan yang akan disterilisasi ditempatkan ke dalam wadah tertutup kemudian diisi gas dengan udara lembab pada 40-50oC selama beberapa jam. Ethylene oxide sangat mudah terbakar dan penggunaanya dapat dengan mencampurkan 10% gas ini ke dalam gas lain yang tidak mudah terbakar seperti karbondioksida. Bahan yang telah disterilisasi menggunakan gas ethylene oxide harus dibasuh dengan udara segar untuk menghilangkan gas ini karena sangat bersifat toksik. Cara kerja gas ethylene oxide membunuh mikroorganisme adalah dengan mendenaturasi protein dengan memindahkan hydrogen labil seperti pada gugus sulfhydryl dengan hydroxyl ethyl radical (Hafsan, 2014). Keuntungan metode sterilisasi ini adalah tidak berbahaya untuk kebanyakan bahan, mensterilkan bahan, dan dapat digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas. Sedangkan kelemahan metode sterilisasi ini adalah membutuhkan peralatan khusus (Hafsan, 2014).



2.2



Sterilisasi Alat Memilih metode sterilisasi harus benar dan tepat terutama berdasarkan stabilitas alat/bahan terhadap panas. Alat - alat yang tahan akan pemanasan, misalnya: beaker glass, gelas kimia, erlenmeyer, batang pengaduk, batang pipet, dapat dilakukan sterilisasi menggunakan cara panas, baik panas basah (autoklaf) ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan panas, misalnya tutup pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas, dapat disterilkan dengan menggunakan cara dingin, misalnya dengan dialiri gas etilen oksida atau disterilkan dengan cara radiasi. Apabila tidak memungkinkan dilakukan sterilisasi dengan cara tersebut, maka dilakukan desinfeksi dengan cara merendam alat tersebut dalam alkohol 70% selama 24 jam (hal ini belum menjamin sterilitas alat) (Ayuhastuti A., 2016).



2.3



Sterilisasi Bahan Pada sterilisasi bahan selain perlu memperhatikan stabilitas bahan terhadap panas, perlu kita perhatikan bentuk bahan. Untuk bahan dengan bentuk serbuk, semisolida, liquid berbasis non air (misalnya cairan berminyak) yang stabil terhadap pemanasan, maka pilihan metode utama untuk sterilisasi adalah menggunakan panas kering (oven). Bila bentuk bahan yang akan disterilisasi adalah likuida berbasis air, maka pilihan utama sterilisasinya adalah menggunakan panas basah (autoklaf) (Ayuhastuti A., 2016).



Gambar 1. Pohon keputusan untuk pemilihan sterilisasi sediaan cair berbasis air (aqueous) (dari CPMP/QWP/054/98) (Ayuhastuti, 2016).



Berdasarkan gambar 1, apabila bahan yang akan disterilisasi adalah cairan dengan pembawa air, maka (Ayuhastuti, 2016): 1. Apabila bahan dapat disterilisasi dengan menggunakan autoklaf, dengan suhu 121⁰C selama 15 menit, maka dipilih metode sterilisasi cara panas kering menggunakan autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15 menit. 2. Bila tidak, maka perlu kita pastikan, apakah bahan tersebut dapat tetap disterilkan dengan autoklaf, akan tetapi kita hitung terlebih dahulu nilai F0. Untuk memperoleh nilai F0 maka kita perlu mengetahui jumlah mikroba yang ada pada sediaan, kemudian resistensi mikroba yang ada pada bahan. Dengan mengetahui keduanya, kita melakukan sterilisasi menggunakan autoklaf dengan metode bioburden, yaitu berdasarkan jumlah dan resistensi bakteri yang terdapat dalam sediaan sebelum dilakukan sterilisasi. Rumus: F0 = Δt Σ 10(T-121)/Z 3. Apabila metode ke-2 tidak dapat dilakukan, karena bahan tidak stabil terhadap panas, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah filtrasi, yaitu proses menghilangkan bakteri dengan cara menyaring menggunakan membran filter berukuran 0,22 µm. Biasanya sebelum menggunakan filter dengan ukuran tersebut, terlebih dahulu disaring menggunakan membran filter berukuran 0,45 µm. 4. Apabila cara ke-3 tidak dapat dilakukan, maka proses pembuatan dilakukan dengan metode aseptik, tanpa dilakukan sterilisasi akhir



Gambar 2. Pohon keputusan menentukan metode sterilisasi yang tepat (Elisma, 2016) Jika bahan yang akan disterilkan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semisolida, maka (Elisma, 2016): 1. Jika bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah metode panas kering menggunakan oven dengan suhu 160oC selama 2 jam. 2. Jika tidak dapat dilakukan dengan cara pertama, maka sterilisasi dilakukan dengan menggunakan oven dengan waktu yang dikurangi. 3. Jika cara ke-2 tidak dapat dilakukan, maka metode yang dipilih yaitu metode radiasi yang menggunakan senyawa Cobalt 60 dengan dosis 25 kGy. 4. Jika tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi dengan dosis radiasi yang diturunkan. 5. Jika metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses sterilisasi filtrasi. 6. Jika metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dipilih cara aseptik untuk membuat sediaan tanpa melakukan sterilisasi akhir. 7.



2.4



Sterilisasi Sediaan Sterilisasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan pemanasan, gas, radiasi, dan filtrasi. Sterilisasi dengan metode panas kering digunakan untuk bahan dalam bentuk serbuk (Tuliani et al. 2017).



Gambar 3. Pohon keputusan untuk pemilihan sterilisasi sediaan cair berbasis air (aqueous) (dari CPMP/QWP/054/98) (Ayuhastuti, 2016). Berdasarkan gambar 3, apabila bahan yang akan disterilisasi adalah cairan dengan pembawa air, maka (Ayuhastuti, 2016): 1. Apabila bahan dapat disterilisasi dengan menggunakan autoklaf, dengan suhu 121⁰C selama 15 menit, maka dipilih metode sterilisasi cara panas kering menggunakan autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15 menit. 2. Bila tidak, maka perlu kita pastikan, apakah bahan tersebut dapat tetap disterilkan dengan autoklaf, akan tetapi kita hitung terlebih dahulu nilai F0. Untuk memperoleh nilai F0 maka kita perlu mengetahui jumlah mikroba yang ada pada sediaan, kemudian resistensi mikroba yang ada pada bahan. Dengan mengetahui keduanya, kita melakukan sterilisasi menggunakan autoklaf dengan metode bioburden, yaitu berdasarkan jumlah dan resistensi bakteri yang terdapat dalam sediaan sebelum dilakukan sterilisasi. Rumus: F0 = Δt Σ 10(T-121)/Z 3. Apabila metode ke-2 tidak dapat dilakukan, karena bahan tidak stabil terhadap panas, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah filtrasi, yaitu



proses menghilangkan bakteri dengan cara menyaring menggunakan membran filter berukuran 0,22 µm. Biasanya sebelum menggunakan filter dengan ukuran tersebut, terlebih dahulu disaring menggunakan membran filter berukuran 0,45 µm. 4. Apabila cara ke-3 tidak dapat dilakukan, maka proses pembuatan dilakukan dengan metode aseptik, tanpa dilakukan sterilisasi akhir.



Gambar 4. Pohon keputusan menentukan metode sterilisasi yang tepat (Elisma, 2016) Jika bahan yang akan disterilkan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semisolida, maka (Elisma, 2016): 1. Jika bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah metode panas kering menggunakan oven dengan suhu 160oC selama 2 jam. 2. Jika tidak dapat dilakukan dengan cara pertama, maka sterilisasi dilakukan dengan menggunakan oven dengan waktu yang dikurangi. 3. Jika cara ke-2 tidak dapat dilakukan, maka metode yang dipilih yaitu metode radiasi yang menggunakan senyawa Cobalt 60 dengan dosis 25 kGy.



4. Jika tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi dengan dosis radiasi yang diturunkan. 5. Jika metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses sterilisasi filtrasi. 6. Jika metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dipilih cara aseptik untuk membuat sediaan tanpa melakukan sterilisasi akhir.



III.



METODE PERCOBAAN 3.1 Alat -



Gelas ukur



-



Gelas ukur



-



Kaca arloji



-



Kertas saring



-



Gelas kimia



-



Membranfiltrasi



-



Labu erlenmeyer



-



Tutup vial



-



Batang pengaduk



-



Karet pipet



-



Spatel



-



Syringe dan holder



-



Pipet tetes



-



Buret



-



Corong gelas



-



Vial



-



Pinset



-



Ampul



3.2 Bahan -



Natrium klorida



-



Gentamisin sulfat



-



Natrium bikarbonat



-



Dekstrosa



-



Kloramfenikol



-



Zink sulfat



-



Prednisolon sulfat



-



Pilocarpin HCl



-



Manitol



-



Fenitoin natrium



-



Cefuroxine natrium



-



Injeksi kecil fenitoin



3.3 Sediaan -



Sediaan infus ringerlaktat



-



Infus dekstrosa



-



Infus manitol



-



Infus natrium



sulfat -



prednisolon Na Fosfat -



bikarbonate -



Injeksi volume kecil



Injeksi rekonstruksi cefuroxime natrium



Obat tetes mata zinksulfat



-



Gentamicin sulfat -



Injeksi volume kecil



Obat tetes mata pilocarpin HCl



-



Salep mata kloramfenikol



3.4 Cara Kerja 3.4.1. Sterilisasi Alat Alat yang akan disterilisasi -



Ditentukan metode sterilisasi alat



-



Ditentukan



bentuk



alat



(padatan



berpori/padat



tidak



berpori/cair/gas). Jarang sekali alat berbentuk cair atau gas, maka pilihan yang mungkin adalah padatan berpori atau tidak berpori. -



Disebutkan bahan pembentuk alat, misalnya: besi tahan panas/gelas tahan panas/ gelas tidak tahan panas/plastik tahan panas/plastik tidak tahan panas/campuran logam dan plastik tidak tahan panas, dll.



-



Setelah diuraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut, bila alat terbuat dari bahan tahan panas, maka dapat disterilisasi dengan metode panas basah maupun panas lembab. Jadi, Anda boleh menuliskan autoklaf 121 C selama 15 menit atau oven 160 C selama 120 menit



-



Bila alat terbuat dari bahan yang tidak tahan panas, maka perlu menggunakan metode dingin, maka dapat dituliskan: radiasi sinar gamma cobalt 60 dengan dosis absorpsi 25 kGγ atau gas etilen oksida dengan konsentrasi 800-1200 mg/L 45-63 C, RH 30-70% 1-4 jam.



-



Setelah dipahami petunjuk dengan baik, diisilah masing-masing kolom tugas berikut sehingga dapat disimpulkan metode sterillisasi yang paling tepat



Hasil



3.4.2. Sterilisasi Bahan Bahan yang akan disterilisasi -



Ditentukan bentuk bahan (serbuk/cair/gas). Pada FI IV dikatakan salbutamol sulfat berbentuk serbuk kristalin berwarna putih atau hampir putih, maka dituliskan pustaka pada sebelah jawaban seperti telah di contohkan. Pustaka sangat penting karena menunjukkan data yang kita ambil terpercaya atau tidak. Pustaka tidak boleh diambil dari website dengan alamat “com”. Hal ini disebabkan kebenarannya tidak bisa dipastikan (.com = commercial)



-



Hal yang lebih penting adalah data stabilitas terhadap suhu dari bahan tersebut dengan demikian, dicarilah data stabilitas terhadap suhu pada pustaka rujukan yang telah disarankan di atas.



-



Setelah diuraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3, dituliskan metode sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut: Bentuk bahan akan menentukan pemilihan metode sterilisasi utama yang akan Anda gunakan. Dilihat lagi pohon keputusan, di sana telah ditentukan, bila bahan yang akan disterilkan adalah serbuk, maka pilihan utama sterilisasinya adalah: oven suhu 160 C selama 120 menit. Bila bahan adalah cairan, maka pilihan utama metode sterilisasi adalah autoklaf 121 C selama 15 menit. Dengan demikian bentuk sediaan sangat menentukan metode sterilisasi yang akan Anda pilih.



-



Berdasarkan ketahanan terhadap panas, ditentukan metode sterilisasi yang paling sesuai untuk bahan tersebut.



-



Setelah memahami contoh di atas, diselesaikan tugas berikut sendiri



Hasil



3.4.3. Sterilisasi Sediaan Sediaan yang akan disterilisasi -



Ditentukan metode sterilisasi yang tepat untuk sediaan obat yang sudah jadi. Jika tadi dalam sterilisasi bahan salbutamol sulfat dalam bentuk murni, yaitu serbuk, maka kali ini salbutamol sudah dalam bentuk cairan atau unjeksi dengan basis air. Dengan demikian, pasti pemilihan metode sterilisasinya akan berbeda dari serbuk salbutamol sulfat.



-



Pada uraian dan pustaka dituliskan bentuk sediaan (larutan /suspensi /emulsi /serbuk rekonstruksi /semisolid /padatan). Pada FI IV, kita dapat informasi bahwa sediaan injeksi salbutamol sulfat berada dalam bentuk larutan dalam air, maka dituliskan pustaka pada sebelah jawaban seperti yang telah dicontohkan



-



Selanjutnya mengenai stabilitas bahan terhadap suhu, berdasarkan pada pustaka yang telah diperoleh, dituliskan seperti pada contoh.



-



Setelah diuraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut, bentuk bahan akan menentukan pemilihan metode sterilisasi utama yang akan digunakan.



-



Dilihat lagi pohon keputusan gambar 1 di atas. Disana telah ditentukan, bila bahan yang akan disterilkan bukan lagi serbuk, maka pilihan utama sterilisasinya adalah: autoklaf dengan suhu 121 C selama 15 menit.



Hasil



IV.



DATA PENGAMATAN 4.1 Sterilisasi Alat Metode sterilisasi Daftar Alat



Uraian



-



Bentuk alat:



yang dipilih Padatan Oven, 160oC selama



tidak berpori Kaca arloji



-



Elemen pembentuk alat: Kaca,



tahan



panas



20 menit (Lund, 1994).



(Lund, 1994). -



Gelas kimia



-



Bentuk alat:



Padatan



tidak berpori



Oven, 160-180 oC



Elemen pembentuk alat:



selama 1,5 – 3 jam



Kaca,



tahan



panas



(Lund, 1994).



(Lund, 1994). Labu Erlenmeyer



-



Bentuk alat:



Padatan



tidak berpori



Autoklaf, 121oC



Elemen pembentuk alat:



selama 15 menit



Kaca,



tahan



panas



(Lund, 1994).



(Lund, 1994). Batang pengaduk



-



Bentuk alat:



Padatan



tidak berpori



Metode panas kering



Elemen pembentuk alat:



dengan oven, 160oC 2



Kaca,



tahan



panas



jam (Lund, 1994).



(Lund, 1994). -



Spatel



-



Bentuk alat:



Padatan



tidak berpori



Metode panas kering



Elemen pembentuk alat:



dengan oven, 160oC 2



Besi,



tahan



panas



jam (Lund, 1994).



(Lund, 1994). Pipet tetes



-



Bentuk alat: tidak berpori



Padatan



Autoklaf, 120oC selama 15 menit (Lund,



-



Elemen pembentuk alat: Kaca,



tahan



1994).



panas



(Lund, 1994). -



Corong gelas



Bentuk alat: Padatan tidak



berpori



Metode panas kering



- Elemen pembentuk alat:



dengan oven, 160oC 2



Kaca, tahan panas



(Lund,



jam (Lund, 1994).



1994). -



Bentuk alat:



Padatan



tidak berpori Pinset



-



Elemen pembentuk alat: Besi,



tahan



panas



(Hadieotomo, 1985). -



Gelas ukur



-



Bentuk alat:



Padatan



Metode panas kering dengan oven, 160oC 2 jam (Hadieotomo, 1985). Metode panas basah



tidak berpori



autoklaf 121oC



Elemen pembentuk alat:



selama 15 menit



Kaca,



tahan



panas



(Depkes RI, 1995).



(Depkes RI, 1995). -



Bentuk



alat:



Metode panas basah



Padatan berpori Kertas saring



-



Elemen pembentuk alat: Kertas,



tahan



panas



(Hadietomo, 1993). -



Bentuk



autoklaf 121oC selama 15 menit (Hadietomo, 1993).



alat:



Padatan berpori Membran filtrasi



Elemen pembentuk alat: Kertas,



tahan



panas,



polyetersulfone, polimer, electrospun



autoklaf 121oC selama 15 menit



alumina, nylon



Metode panas basah



6,



polycarbonate (Centers



(Lukas, 2006).



for Disease Control and Prevention, 2008). Metode -



Tutup vial



Bentuk alat:



Padatan



sterilisasi



tidak berpori



dingin dengan



Elemen pembentuk alat:



menggunakan



Karet, tidak tahan panas



gas etilen



(Centers



for



Disease



oksida 800-



Control and Prevention,



1200 mg/L 45-



2008).



63⁰C, RH 3070% 1-4 jam Metode sterilisasi dingin dengan menggunakan gas etilen



Karet pipet



-



Bentuk alat:



Padatan



oksida 800-



tidak berpori



1200 mg/L 45-



Elemen pembentuk alat :



63⁰C, RH 30-



Karet (Ayuhastuti, 2016).



70% 1-4 jam



Alkohol 70% selama 24 jam (Ayuhastuti, 2016) -



Bentuk alat:



Padatan



tidak berpori Syringe dan holder



-



Metode panas kering



Elemen pembentuk alat: Logam,



tahan



(Centers



for



panas Disease



Control and Prevention, 2008).



dengan oven, 160oC 2 jam (Lukas, 2006).



Buret



Bentuk alat: Padat tidak berpori



-



Elemen pembentuk alat: Kaca, tahan panas



Vial



Bentuk alat: Padat tidak berpori



-



Elemen pembentuk alat: Kaca, tahan panas



Ampul



Bentuk alat: Padat tidak berpori



-



Elemen pembentuk alat: Kaca, tahan panas



4.2 Sterilisasi Bahan Metode Daftar Bahan



sterilisasi yang



Uraian



dipilih -



Bentuk bahan: serbuk hablur putih



atau



kristal



tidak



berwarna. -



bentuk



Stabilitas: 



serbuk, maka



Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C.



Natrium klorida







disterilisasi dengan oven



pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.







Bila dalam



pada suhu 170⁰C selama



Harus



terlindung



dari



1 jam.



cahaya. (The Handbook of Pharmaceutical Excipients, 2009) -



Bentuk bahan: serbuk tidak berwarna atau kristal tidak



dingin dengan



berwarna. -



Sterilisasi



dialiri gas



Stabilitas:



etilen dioksida  Stabil di udara kering. Dektrosa



atau



 Pemanasan



yang



disterilkan



berlebihan



dapat



dengan cara



menyebabkan penurunan pH



dan



karamelisasi



radiasi (Kibbe, 2000).



larutan. (The Handbook of Pharmaceutical Excipients, 2009) Manitol



- Bentuk bahan: serbuk Kristal atau granul yang mengalir bebas.



Metode panas kering dengan



-



oven, 160oC 2



Stabilitas:  Stabil



dalam



keadaan



RI, 1995)..



kering.  Stabil dalam larutan berair. (The Handbook of Pharmaceutical Excipients, 2009) -



Bentuk bahan: serbuk hablur putih.



-



Stabilitas: •



Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara



perlahan-lahan



akan terurai. •



Natrium Bikarbonat



Kebasaan bertambah bila larutan



dibiarkan,



digoyang-goyang



kuat



atau dipanaskan. •



Panas stabil hingga suhu 270oC



(mengalami



peruraian). •



Stabil terhadap air, terjadi penguraian pada udara; lembab di bawa 40oC. (Ditjen POM, 2014)



-



Bentuk bahan: serbuk putih hingga kuning gading.



Gentamisin Sulfat



-



Stabilitas: •



Cenderung



stabil



terhadap cahaya. •



jam (Depkes



Dapat disimpan pada suhu 4oC dan 25oC.







Memiliki pH 3,5-5,5. (Ditjen POM, 2014)



Ceforuxime natrium



Bentuk bahan: serbuk putih atau sedikit kekuningan.



-



Stabilitas: pada pH 3,5 - 5,5 (Ditjen POM, 2014)



Fenitoin natrium



Bentuk bahan: serbuk putih (Ditjen POM, 2014).



-



Stabilitas



: stabil pada



kondisi normal (MSD, 2016).



Prednisolon sulfat



-



Bentuk bahan: serbuk hablur.



-



Stabilitas: titik didih 674,8oC. (Ditjen POM, 2014)



-



Bentuk transparan



Metode panas



bahan:



hablur



kering dengan



atau



serbuk



oven, 160oC 2



hablur, tidak berwarna, tidak



jam (Depkes



berbau, rasa sepat dan mirip



RI, 1995).



logam, sedikit merapuh. -



Stabilitas: 



Stabil pada suhu 110130oC.



Zink sulfat 



Mudah terurai dengan adanya udara dari luar.







Dapat bercampur dengan air.







Stabil bila disimpan ditempat kering. (Ditjen POM, 2014)



Pilokarpin HCl



Bentuk bahan: serbuk kristal tidak



berwarna,



agak



transparan, tidak berbau, rasa



Oven suhu 180oC selama 30 menit



agak pahit, higroskopis dan dipengaruhi



oleh



cahaya,



(Depkes RI, 1995).



bereaksi asam terhadap kertas lakmus. -



Stabilitas: pemanasan pada suhu 110oC selama 30 menit tidak mengganggu stabilitas. (Sean, 2009)



-



Bentuk bahan: hablur halus berbentuk



jarum



atau



lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih



kekuningan;



praktis lakmus



Kloramfenikol



-



netral P;



larutan terhadap



stabil



dalam



Penyaringan membran dengan



larutan netral atau larutan



porositas tidak



agak asam.



lebih dari 0,45



Stabilitas:



µm yang telah











Stabilitas



yang



sangat



baik pada suhu kamar



menahan



kisaran pH 2 – 7.



mikroba



Stabilitas maksimumnya



Peka



terhadap



katalisis



(Depkes RI, 2014).



dicapai pada pH 6. 



terbukti efektif



asam-



umum/basa-umum. (Ditjen POM, 2014)



4.3 Sterilisasi Sediaan Metode sterilisasi Daftar Bahan



Uraian



yang dipilih



-



Bentuk sediaan: larutan.



Autoklaf pada



-



Stabilitas: stabil dalam air,



Sediaan Infus



suhu 121°C selama 15 menit



pH 5-7.



Ringer Laktat



(Rowe, 2009)



tekanan 15 Psi (Depkes RI, 1979).



-



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas: 



Stabil dalam keadaan penyimpanan



yang



kering. Infus dekstrosa







Filtrasi (Depkes



Pemanasan dapat



tinggi



menyebabkan



reduksi



pH



karamelisasi



dan dalam



larutan. (Ditjen POM, 1995) -



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas: 



Larutan manitol dalam air bersifat stabil.



Infus manitol







Baik



oleh



asam/basa



dingin, encer



maupun oksigen dari udara (tanpa kehadiran katalis). (Rowe, 2009)



RI, 1979).



-



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas: 



Autoklaf pada suhu 121°C



Stabil hingga suhu 270oC



(mengalami



tekanan 15 Psi



penguraian). 



Stabil



selama 15 menit



terhadap



air,



Infus natrium



terjadi penguraian pada



bikarbonat



udara lembab di bawah



(Haley, 2009).



suhu 400oC. 



Stabil terhadap cahaya.







pH: 7,0-8,5 (pH sediaan injeksi).



(Rowe, 2009; Ditjen POM, 2014) -



Bentuk sediaan: larutan. Autoklaf pada



Injeksi volume



-



Stabilitas: pH 3 - 4,5 stabil selama



kecil gentamisin



tidak



pengendapan



sulfat



ada dan



keseluruhan.



suhu 115°C selama 30 menit (Haley, 2009).



(Trissel, 2007) Injeksi rekonstruksi



-



Bentuk sediaan: serbuk.



-



Stabilitas:



cefuroxime



tahan



panas.



natrium



Injeksi volume



tidak



Radiasi



(Lukas, 2006) -



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas:



kecil fenitoin



kondisi



natrium



kamar)



Stabil normal



Autoklaf pada



pada



suhu 115°C



(suhu



selama 15 menit (Depkes RI,



(MSD, 2016)



1995)



-



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas: stabil pada suhu kamar



Injeksi volume



dan



dilindungi



kecil prednisolon



dari



harus suhu



dingin, stabil selama tidak



Na fosfat



ada pengendapan. (American Society of Health System Pharmacists, 2001) -



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas:



Zink sulfat obat



stabil



selama



tidak ada pengendapan dan



tetes mata



kekeruhan. (Voight, 1984) -



Bentuk sediaan: larutan.



-



Stabilitas: stabil pH 6.



Pilokarpin HCl



(Ditjen POM, 1995)



obat tetes mata



Autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dan tekanan 15 Psi (Depkes RI, 1995).



Kloramfenikol salep mata



-



Bentuk sediaan: semi solid.



Oven pada suhu



-



Stabilitas: stabil pada basis



160°C selama 2



adeps lanae, stabil dalam



jam dengan



suhu kamar.



udara panas (Lukas, 2006)



(Haley, 2009).



V.



PEMBAHASAN Pada praktikum Teknologi Sediaan Steril pada Kamis, 9 dan 16 September 2021 dilakukan percobaan “Metode Sterilisasi” secara online menggunakan platform Ms.Teams pukul 13.00-16.00 WIB. Tujuan dari praktikum yaitu mahasiswa mampu memahami metode sterilisasi dan dapat melakukan penentuan metode sterilisasi yang paling tepat untuk alat dan bahan serta sediaan. Kemudian mahasiswa mampu melakukan persiapan alat sebelum proses sterilisasi. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu autoklaf, oven, gelas ukur, kaca arloji, gelas kimia, labu erlenmeyer, batang pengaduk, spatel, pipe tetes, corong gelas, pinset, kertas saring, membran filtrasi, tutup vial, karet pipet, syringe dan holder, buret, vial, dan ampul. Sedangkan, bahan yang digunakan adalah natrium klorida, natrium bikarbonat, kloramfenikol, prednisolon sulfat, mannitol, cefuroxime natrium, gentamisin sulfat, dekstrosa, zink sulfat, pilocarpine HCl, dan fenitoin natrium. Sterilisasi menurut Taufiq (2017), merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, dan virus) yang terdapat dalam suatu benda. Sterilisasi ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk maupun karakteristik kualitas sediaannya, termasuk kestabilan yang dimiliki oleh produk yang dihasilkan. Proses sterilisasi merupakan hal yang paling utama dalam menentukan kesterilan dari sediaan akhir yang nantinya akan dibuat. Sehingga, perlu dilakukan metode sterilisasi yang tepat dan sesuai dengan sifat masing-masing bahan, alat serta wadah yang akan digunakan untuk proses sterilisasi. Metode sterilisasi menurut Delfiyanti (2016), secara umum dibagi menjadi dua yaitu sterilisasi panas dan sterilisasi tanpa panas/sterilisasi dingin. Salah satu metode sterilisasi panas yang umum digunakan adalah sterilisasi panas uap, dimana panas tersebut dihasilkan dari uap pemanasan air. Salah satu metode sterilisasi tanpa panas yang banyak digunakan adalah radiasi gamma dan metode lainnya adalah sterilisasi etilen oksida dan formaldehid. Sterilisasi panas menurut Tille (2017), dibedakan menjadi panas kering dan panas basah. Metode sterilisasi panas kering digunakan untuk benda-benda dari kaca/gelas, petri, tabung erlenmeyer, tidak boleh bahan yang terbuat dari karet atau plastic. Oven Suhu 160-1800C selama 30-240 menit. Alat-alat tersebut terlebih dahulu dibungkus menggunakan kertas sebelum dilakukan sterilisasi. Sedangkan yang merupakan pemanasan dengan tekanan tinggi, contohnya adalah dengan menggunakan autoklaf. Sterilisasi dengan metode ini dapat digunakan untuk sterilisasi biohazard (bakteri



limbah hasil praktikum) dan alat-alat yang tahan terhadap panas (bluetip, mikropipet), pembuatan media, dan sterilisasi cairan. Pemanasan yang digunakan pada suhu 121 0C selama 15 menit. Menurut Delfiyanti (2016), Metode autoklaf umum digunakan karena keuntungannya antara lain tidak toksik, efisien, mudah dikontrol dan di monitor, cepat, mudah berpenetrasi ke wadah dan lebih aman untuk sediaan karena temperatur yang digunakan cenderung lebih rendah dibandingkan metode sterilisasi panas lainnya. Metode sterilisasi dengan cara dingin menurut Ayuhastuti (2016), dapat dibagi menjadi dua, yaitu teknik removal/penghilangan bakteri, dan teknik membunuh bakteri. Teknik removal dapat menggunakan metode filtrasi dengan membran filter berpori 0,22µm. Teknik membunuh bakteri dapat menggunakan radiasi (radiasi sinar gamma menggunakan isotop radioaktif Cobalt 60) dan gas etilen oksida (dengan dosis 25 KGy). Menurut Delfiyanti (2016), metode sterilisasi dingin yang banyak digunakan adalah radiasi gamma, karena memiliki keuntungan antara lain efektif, aman, mudah, serta tidak menimbulkan masalah toksisitas dan ekologi seperti pada sterilisasi etilen oksida dan formaldehid. 5.1 Sterilisasi Alat Metode sterilisasi pada alat menurut Taufiq (2017), digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme yang terdapat dalam suatu benda. Pada sterilisasi alat akan digunakan metode panas dengan oven untuk metode panas kering dan autoklaf untuk metode panas basah, serta metode dingin dengan menggunakan gas etilen. Pada sterilisasi menggunakan metode panas menurut Ayuhastuti (2016), untuk alat - alat yang tahan akan pemanasan dapat dilakukan sterilisasi menggunakan cara panas, baik panas basah (autoklaf) ataupun panas kering (oven). Pada praktikum ini alat yang menggunakan metode panas kering dengan oven pada suhu 160oC selama 2 jam berdasarkan bentuk dan elemen pembentuknya yang pertama yaitu metode panas kering untuk alat tidak berpori berupa kaca tahan panas antara lain kaca arloji, gelas kimia, batang pengaduk, corong gelas, pinset, batang pengaduk, vial, dan ampul. Alasan menggunakan metode ini karena menurut Puspitasari (2018), oven pemanas digunakan untuk sterilisasi peralatan gelas yang tidak berskala seperti cawan petri, tabung reaksi dan pipet. Alat-alat yang disterilkan tersebut dimasukkan ke dalam oven setelah mencapai suhu 160oC selama 2 jam. Kedua yaitu, metode panas kering untuk



alat tidak berpori berupa besi atau logam tahan panas antara lain pinset, spatel, syringe dan holder. Alasan menggunakan metode ini karena menurut Depkes RI (2009) oven tidak memiliki sifat korosi pada logam. Metode selanjutnya yang digunakan pada sterilisasi alat dengan metode panas basah menggunakan autoklaf, berdasarkan bentuk dan elemen pembentuknya yaitu yang pertama pada padatan tidak berpori berupa kaca tahan panas, antara lain gelas ukur, pipet tetes, labu erlenmeyer. Alasan digunakan metode ini karena alat tersebut tahan panas dan memiliki skala. Menurut Puspitasari (2018), autoklaf dapat digunakan untuk sterilisasi peralatan gelas yang berskala seperti gelas ukur dan erlenmeyer. Sedangkan menurut Hafsan (2015), pipet tetes umumnya digunakan sterilisasi menggunakan autoklaf. Proses sterilisasi ini dilakukan pada suhu 121oC selama 15-20 menit. Kedua yaitu, metode panas basah untuk padatan berpori berupa kertas tahan panas antara lain kertas saring dan membran filtrasi. Alasannya karena menurut Ramadhani (2012), kertas sterilisasi dan membran filtrasi dapat digunakan untuk sterilisasi mekanik sehingga saat penggunaannya saringan akan tercemar oleh



mikroorganisme



tertentu,



oleh



karena



itu,



untuk



membunuh



mikroorganisme berupa bakteri maupun endospora dapat digunakan autoklaf, karena menurut Marino dan Benjamin (2016), Autoklaf ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada sterilisasi menggunakan metode dingin menurut Ayuhastuti (2016), dapat digunakan pada alat yang tidak tahan panas, misalnya tutup pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas, misalnya dengan dialiri gas etilen oksida atau disterilkan dengan cara radiasi. Pada praktikum ini alat yang disterilisasi dengan metode dingin menggunakan gas etilen antara lain tutup vial dan karet pipet yang merupakan padatan tidak berpori. Alasan digunakan metode ini karena menurut Hafsan (2014), metode ini tidak berbahaya untuk kebanyakan alat dan dapat digunakan untuk alat yang tidak tahan panas. 5.2 Sterilisasi Bahan Sterilisasi bahan bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora pada suatu bahan. Menurut Ayuhastuti (2016), sterilisasi bahan dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu metode sterilisasi panas dan dingin. Sterilisasi panas dibagi menjadi panas basah



(autoklaf) dan panas kering (oven), sedangkan sterilisasi dingin yang dapat digunakan salah satunya yaitu metode filtrasi. Sterilisasi bahan natrium klorida, mannitol, natrium bikarbonat, gentamisin, cefuroxime, fenitain, prednisolon, zink, pilokarpin HCl dilakukan dengan menggunakan metode panas kering dengan oven suhu 160-180 oC selama 30-240 menit. Pemilihan metode tersebut didasarkan pada sifat bahan tersebut yang tahan panas namun tidak stabil terhadap uap air. Menurut Marino dan Benjamin (2016), Sterilisasi panas kering cocok untuk sterilisasi bahan yang tidak stabil terhadap uap air. Menurut Schlegel (1994), bahan yang karakteristik fisikanya tidak dapat disterilisasi dengan uap udara panas maka disterilkan dengan metode panas kering (oven). Yang termasuk dalam bahan ini adalah minyak lemak, paraffin, petrolatum cair, gliserin, propilen glikol, serbuk sediaan steril, dan beberapa obat yang lain. Bentuk sediaan dari natrium klorida, mannitol, natrium bikarbonat, gentamisin, cefuroxime, fenitain, prednisolon, zink, pilokarpin HCl merupakan serbuk sehingga menggunakan teknik sterilisasi panas kering dengan oven. Sterilisasi bahan kloramfenikol dilakukan dengan menggunakan metode filtrasi. Menurut Depkes RI (1995), kloramfenikol disterilisasi dengan membran dengan porositas tidak lebih dari 0,45 µm yang telah terbukti efektif menahan mikroba. Pemilihan metode tersebut didasarkan pada sifat bahan tersebut yang tidak tahan terhadap panas. Menurut Depkes RI (1979) titik lebur dari kloramfenikol adalah 1490C. Pada sterilisasi menggunakan panas kering digunakan suhu 1600C sehingga dapat dikatakan bahwa bahan kloramfenikol tidak tahan panas maka tidak bisa disterilkan dengan metode panas kering. Kemudian bentuk kloramfenikol yang merupakan sediaan serbuk maka tidak bisa jika disterilkan dengan teknik autoklaf. Maka dari itu dipilih teknik sterilisasi dengan filtrasi membran. Menurut Ayuhastuti (2016), bahan tidak stabil terhadap panas, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah filtrasi, yaitu proses menghilangkan bakteri dengan cara menyaring menggunakan membran filter berukuran 0,45 µm. Sediaan bahan dekstrosa dilakukan dengan metode sterilisasi dingin yaitu dialiri gas etilen atau menggunakan radiasi. Pemilihan metode ini didasarkan pada sifat bahan yang tidak tahan panas dan tidak memungkinkan untuk disterilkan dengan cara filtrasi. Menurut HOPE (2009), pemanasan yang berlebihan dekstrosa dapat menyebabkan penurunan pH dan karamelisasi



larutan. Menurut Depkes RI (1995) filtrasi tidak tercantumkan untuk dekstrosa. Dengan sifat dekstrosa yang tidak tahan panas dan tidak memungkinkan untuk difiltrasi maka metode yang digunakan adalah metode sterilisasi dingin dengan menggunakan aliran gas etilen atau radiasi. 5.3 Sterilisasi Sediaan Sterilisasi sediaan dilakukan agar sediaan bebas mikroorganisme baik vegetatif atau bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen karena menurut Syamsuni (2006), sediaan akan berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan racun. Adapun metode sterilisasi yang digunakan dalam sterilisasi sediaan infus ringer, infus manitol, infus natrium bikarbonat, injeksi volume kecil gentamisin sulfat, injeksi volume kecil fenitoin natrium, injeksi volume kecil prednisolon Na fosfat, zink sulfat obat tetes mata, dan pilokarpin HCl obat tetes mata adalah menggunakan autoklaf sterilisasi akhir cara basah dengan menggunakan autoklaf, karena sediaan tersebut tahan terhadap panas. Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat dari Fitri Rahmayanti (2013), bahwa autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang di khususkan untuk sediaan tahan panas yang fungsinya untuk mensterilkan suatu sediaan menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi biasanya suhu yang digunakan 121°C dan bertekanan 15 kg/cm2 yang dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Adapun metode sterilisasi yang digunakan dalam sterilisasi sediaan infus dekstrosa adalah metode filtrasi karena menurut FI III (1979), bahwa Infus dekstrosa disterilkan dengan cara sterilisasi C yaitu dengan penyaring bakteri steril (filtrasi). Metode sterilisasi yang digunakan dalam sterilisasi sediaan injeksi rekonstruksi cefuroxime natrium adalah metode radiasi karena menurut BPOM (2001), sediaan yang tidak tahan panas dapat disterilkan dengan metode sterilisasi dengan gas etilen oksida dan sterilisasi cara radiasi. Sedangkan metode sterilisasi yang digunakan untuk sediaan kloramfenikol salep mata adalah metode sterilisasi



menggunakan oven karena menurut Haley (2009), sterilisasi dengan oven pada suhu 160°C selama 2 jam dengan udara panas.



VI.



KESIMPULAN Terdapat 2 metode sterilisasi yaitu sterilisasi panas dan dingin. Metode sterilisasi panas dibagi menjadi sterilisasi panas kering yang menggunakkan oven, menggunakkan oven juga digunakan untuk sterilisasi bahan berbasis non air sedangkan sterilisasi panas basah yang menggunakkan autoklaf, metode dengan autoklaf lebih sering digunakan untuk bahan berbasis air selain itu ada juga metode sterilisasi dingin yang dibagi menjadi 2 teknik yaitu teknik penghilangan bakteri dengan menggunakkan metode filtrasi dan teknik membunuh bakteri dengan sinar gamma. Untuk alat yang tahan panas seperti beaker glass dan erlenmeyer serta batang pengaduk digunakan metode sterilisasi panas sedangkan untuk alat yang tidak tahan panas seperti tutup pipet maka digunakan metode sterilisasi dingin. Jika tidak dapat digunakan kedua metode tersebut maka dilakukan cara filtrasi.



DAFTAR PUSTAKA Amalia, Rizky Nomita. 2015. Studi Sifat Amnion Akibat Sterilisasi Sinar Gamma. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. American Society of Health System Pharmacists. 2011. AHFS Drug Information. United States of America. Ayuhastuti et al. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Kemenkes RI. Badan POM, 2001. Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: BPOM. Br Ginting, Eva Christy. 2017. Penentuan pH dan Kadar Asam Laktat pada Minuman Coklat Hasil Fermentasi yang di Sterilisasi dengan Autoklaf (Determination of pH and Lactic Acid Concentration on Fermented Product of Chocolate Beverage Sterilized by Autoclave). Thesis. Semarang: undip Darwis, Darmawan. 2006. Sterilisasi Produk Kesehatan (Health Care Products) Dengan Radiasi Berkas Elektron. Jakarta: Pusat Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN. Delfiyanti, Fenny. 2016. Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Sifat Reologi Polimer (Karbopol, Na CMC, Natrium Alginat, Tragakan, Xantha Gum). Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Depkes RI. 2009. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply Department/ CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Elisma dan Sesilia. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.



Hafsan. 2014. Mikrobiologi Analitik. Makassar: Alauddin University Press. Haley, S. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipients, Sixth ed. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association Istini. 2020. Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch Sebagai Salah Satu Kemasan Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal of Laboratory. 2: (3). Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: CV Andi Offset. Marino, FJ and F Benjamin. 2016. Industrial sterilization. In: Kenneth E. Avis, Leon Lachman, and Herbert A (editors). Pharmaceutical Dossage Form: Parenteral Medications Vol 2. New York: Marcel Dekker Inc. MSD. 2016. Pentobarbital Sodium/Phenytoin Formulation. Pentobarbital Sodium and Phenytoin Formulation_AH_ID_ID.pdf (merck.com). Diakses pada 9 September 2021. Purnawati et al. 2016. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Surabaya: UPN. Puspitasari, Diah. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Buah Cerbera manghas L terhadap Staphylococcus aureus dengan Metode Bioautografi. Thesis. Malang: University of Muhammadiyah Malang. Rahmayanti, F.2013. Prinsip dan Cara Kerja.Yogjakarta: Kanisius. Rakhmatullah, M. Y., Kawitana, W. R., Rahmatillah A. 2016. Rancang Bangun Sistem Sterilisasi Alat-alat Kedokteran Secara Otomatis. Jurnal Fisika dan Terapannya. 4: (2). Ramadhani, Aviaddina. 2012. Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Rowe, R. C., et al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. London: The Pharmaceutical Press. Sean, C. Sweetman. 2009. Martindale thirty sixth edition. USA: Pharmaceutical Press. Taufiq, Rohmat., Najmudin. 2017. Rancang Bangun Sistem Informasi Sterilisasi Alat Pada Unit CSSD Berbasis Java di RSUD Kota Tangerang. Jurnal Informatik: Jurnal Pengembangan IT (JPIT). 2: (1).



Tille, P. M. 2017. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. In Basic Medical Microbiology (fourteenth, p. 45). St. Louis Missouri: Elsevier. Trissel, L.A. 2007. Handbook of Injectable Drugs Ed. 15. USA: ASHP. Tuliani et al. 2017. Pengaruh Suhu Dan Durasi Sterilisasi Metode Panas Kering Terhadap Viskositas Dan Daya Sebar Basis Gel Alginat. Pharmaceutical Journal of Indonesia. 2(2): 57-61. Voigt, R 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.