PERKEMBANGAN ANALISIS PERAN DALAM BAHASA INDONESIA (Tri Mas, 01092021) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERKEMBANGAN ANALISIS PERAN DALAM BAHASA INDONESIA* Tri Mastoyo Jati Kesuma Fakultas Ilmu Budaya UGM [email protected] A. Pengantar Sekalipun sejak awal abad ke-20 ilmu bahasa modern sudah berkembang di Eropa, namun di Indonesia hingga tahun 1970-an para tata bahasawan masih tetap mengikuti paham tradisional (Ramlan, 1979: 1). Menurut Ramlan (1979), ilmu bahasa paham tradisional memiliki ciri: (1) analisisnya berdasarkan bahasa tulis, (2) analisisnya bersifat nosional, dan (3) deskripsinya berdasarkan deskripsi bahasa lain. Parera (2009:222) menjelaskan bahwa bahasa lain yang dimaksud adalah hanya pada bahasa Indo Eropa: bahasa Latin dan Yunani; kategori analisis adalah kategori bahasa Eropa. Akhir tahun 1970-an boleh dikatakan sebagai titik awal masuknya ilmu bahasa modern, khususnya di bidang sintaksis, di Indonesia. Titik awal itu ditandai dengan sintesis yang (antara lain memadukan teori tagmemik dan tata bahasa kasus) ditawarkan dan diperkenalkan oleh Prof. Dr. Johannes Wihelmus Maria (J.W.M.) Verhaar, S.J. (1925 – 2001) dalam analisis sintaktisnya yang mengenal tiga tataran: fungsi, kategori, dan peran (lih. Kridalaksana dan Moliono (ed.), 1982: xiii; Djawanai, 2001: 1). Dikatakan sebagai titik awal karena analisis sintaktis kalimat dalam bahasa Indonesia paham tradisional mencampurkan analisis fungsi, kategori, dan peran. Dalam buku tata bahasa Indonesia karya S. Takdir Alisjahbana (Alisjahbana, 1981 (edisi I: 1949): 87—90), misalnya, terdapat penggabungan analisis fungsi dan peran, misalnya penggabungan fungsi pelengkap dengan peran penderita menjadi pelengkap penderita, dengan pelaku sehingga menjadi pelengkap pelaku, dan dengan penyerta sehingga menjadi pelengkap pelaku. Alasan yang lain adalah analisis sintaktis kalimat dalam bahasa Indonesia yang mengenal tiga tataran yang diperkenalkan Verhaar telah melahirkan beberapa model analisis sintaktis yang juga mengenal tiga tataran. Permasalahannya adalah apakah analisis sintaktis model lain tersebut merupakan perkembangan dari model yang ditawarkan oleh Verhaar? Uraian dalam makalah ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan perkembangan analisis peran (sintaktis) dalam bahasa Indonesia. Uraian ini dimulai dengan menyajikan model-model analisis peran dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan penelusuran literatur, ditemukan tiga model analisis peran, yaitu model J.W.M. Verhaar (1981 (edisi I: 1977); 1996), M. Ramlan (1981), dan Harimurti Kridalaksana (1986a; 1992; 2002). Permasalahannya adalah model Ramlan dan Kridalaksana merupakan perkembangan dari model Verhaar ataukah lahir dari model lain? Uraian ini bersifat deskriptif. Pendeskripsian dilakukan berdasarkan materi hasil studi literatur. Berdasarkan materi hasil studi literatur tersebut, uraian dalam makalah *



Makalah yang disajikan secara daring dalam Serial Seminar Nasional Kajian Linguistik Membedah Bahasa, Menguak Budaya pada hari Rabu, 1 September 2021, pukul 19.00—21.00 WIB



1



ini bersangkutan dua pokok uraian, yaitu model-model analisis peran dan perkembangannya dalam analisis sintaktis kalimat bahasa Indonesia. Demi kemudahan pemahaman, deskripsi ini dimulai dengan uraian tentang “peran (sintaktis)”. B. Ihwal Peran (Sintaktis) Dalam Verhaar (1981; 1996) istilah peran merupakan alih-alih peran sintaktis. Terdapat ahli bahasa yang menyebut peran dengan istilah kasus (case) (Fillmore, 1968), makna gramatikal (grammatical meaning) (Platt, 1971), fungsi semantik (semantic function) (Dik, 1981), dan peran semantis (semantic role) (Valin, 2004). Verhaar (1981:88) membedakan tiga periode mengenai apa yang disebut sebagai “peran” sintaktis, yaitu tata bahasa tradisional, aliran strukturalsme, dan aliran “tata bahasa kasus”. Dalam tata bahasa tradisional, pengertian peran sintaktis, yang disebut dengan istilah “kasus”, tidak jelas karena dikacaukan dengan fungsi-fungsi sintaktis. Nama kasus dinamai menurut jabatan atau fungsinya: nominatif (nominativus, nominative) untuk menunjukkan pokok kalimat, genitif (genetivus, genitive) untuk menunjukkan pemilik, datif (dativus, dative) untuk menunjukkan pelengkap penyerta, akusatif (accusativus, accusative) untuk menunjukkan pelengkap penderita, vokatif (vocativus, vocative) untuk menunjukkan orang yang ditegur, dan ablatif (ablativus, ablative) untuk menunjukkan keterangan tempat atau pelaku pada kalimat pasif (lih. Wanamaja, 1964: 185). Dalam aliran strukturalisme, analisis peran ditemukan dalam buku Language (1933, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh I. Sutikno dengan judul Bahasa (1995)), karya Leonard Bloomfield. Dalam aliran tersebut, muncullah pengertian “fokus kata kerja (verb focus)”, yaitu bahwa bentuk morfemis kata kerja dapat menyesuaikan diri dengan peran tertentu sebagai pengisi semantis pada fungsi S (Verhaar, 1981: 89). Istilah peran juga digunakan dalam tata bahasa kasus (yang dicetuskan oleh Charles Fillmore(1968)). Dalam tata bahasanya itu, Fillmore benar-benar menyusun teori sintaktisnya atas dasar struktur peran, tetapi istilah yang dipakainya, yakni “tata bahasa kasus”, kurang tepat dan agak mengacaukan (Verhaar, 1981: 90). C. Model-Model Analisis Peran dalam Bahasa Indonesia Dalam tulisan Mastoyo (2001) dikemukakan bahwa terdapat empat model analisis peran dalam bahasa Indonesia, yaitu model Verhaar (1977), Sudaryanto (1983; 1987), Ramlan (1981), dan Kridalaksana (1986a). Namun, dalam tulisan ini, keempat model tersebut direvisi menjadi tiga model. Dalam kaitan ini, analisis peran menurut Sudaryanto dipandang merupakan pengembangan analisis peran model Verhaar. 1. Analisis Peran Model Verhaar (1977) Analisis peran model Verhaar disajikan dalam bukunya berjudul Pengantar Lingguistik (Jilid I) (1977). Analisis peran tersebut kemudian diuraikan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Linguistik Umum (1996). Kaswanti Purwo (1985) menyebut sintaksis yang diperkenalkan oleh Verhaar sebagai sintaksis struktural Verhaar. Sintaksis struktural Verhaar (1977) memperkenalkan tiga tataran dalam analisis sintaksis, yaitu fungsi, kategori, dan peran. Verhaar (1981: 72) menyatakan hubungan antara ketiga tataran analisis tersebut sebagai berikut. 2



“… suatu fungsi tidak “berarti” apa-apa, suatu fungsi tidak “bermakna”. Fungsifungsi itu sendiri tidak memiliki “bentuk” tertentu, tetapi harus “diisi” oleh bentuk tertentu, yaitu suatu kategori. Fungsi-fungsi itu juga tidak memiliki “makna” tertentu, tetapi harus “diisi” oleh makna tertentu, yaitu peran. Jadi, setiap fungsi, dalam kalimat konkret, adalah tempat “kosong “ yang harus diisi oleh dua “pengisi”, yaitu “pengisi” kategorial (menurut bentuknya) dan “pengisi” semantis (menurut perannya).” Verhaar (1996: 173—174) menjelaskan bahwa terdapat kerja sama antara fungsi, kategori, dan peran dalam sintaksis klausa: (a) struktur fungsional klausa adalah struktur “formal” dan dapat dikatakan juga “kosong”, “kosong menurut isi semantisnya, artinya menurut peran, dan “kosong” menurut isi bentuknya atau secara kategorial; (b) “kekosongan” fungsi menurut “pengisi semantis” yang namanya peran berarti bahwa subjek dapat saja menjadi pelaku atau “ajentif”, atau “pengalam”, atau “lokatif”, atau “instrumental”; dan (c) “kekosongan” menurut bentuk secara kategorial adalah relatif: memang pengisian haruslah berupa nominal. Verhaar (1982:73) menggambarkan kerja sama antara ketiga tataran analisis sintaktis tersebut sebagai berikut.



Fungsi



K Subjek



a l i Predikat



m a Objek



t Keterangan



Kategori (pengisi menurut bentuk) Peran (pengisi Menurut makna)



Berdasarkan diagram tersebut, Sudaryanto (1983:13) menyatakan bahwa fungsi atau fungsi-fungsi sintaktis adalah tataran yang pertama, tertinggi, dan yang paling abstrak, yakni seperti (apa yang dapat disebut dengan istilah umum) subjek, predikat, objek, dan lain sebagainya; kategori atau kategori-kategori adalah tataran yang kedua dengan tingkat keabstrakan yang lebih rendah daripada fungsi(-fungsi), yakni seperti (apa yang dapat disebut dengan istilah umum) nomen atau kata benda, verba atau kata kerja, preposisi, konjungsi, adjektif, kata bilangan, dan lain sebagainya; dan peran atau peranperan adalah tataran yang ketiga dan terendah tingkat keabstrakannya jika dibandingkan dengan kedua lainnya, yakni seperti agentif, objektif, enefaktif, instrumental, aktif, pasif, eventif, dan lain sebagainya (yang secara umum berturut-turut disebut pelaku, penderita, penerima, alat, tindakan, tanggap atau pengalaman, pasif, keadaan, dan lain sebagainya). Terkait dengan peran, Verhaar (1981: 93) menyatakan bahwa peran-peran bersifat relasional: agentif tidak berarti tanpa aktif bila agentifnya terdapat di tempat subjek, atau tanpa pasif bila agentifnya terdapat di tempat keterangan; sebaliknya aktif tidak berarti 3



tanpa agentif, pasif tidak berarti tanpa suatu “finitif”. Sudaryanto (peny., 1991: 67) menambahkan bahwa peran juga bersifat semantis karena semata-mata merupakan aspek makna dan struktural karena relasi antarperan akan melahirkan suatu struktur, yaitu struktur peran. Terkait dengan jenis-jenis peran, Verhaar (1981: 90) telah mendaftar sejumlah jenis peran. Peran-peran itu dinamai secara ekstralingual dan lingual (semantis) (Verhaar, 1981: 91). Daftarnya sebagai berikut. Tabel 1 Nama Ektralingual dan Lingual Peran nama ekstralingual tindakan (action) pengalaman (passion) tindakan refleksif (reflexive action) keadaan (state) hubungan (copula) peradaan (existence) keberlangsungan (progression) milik (possession) pelaku (agent) tujuan (goal) penerima (beneficiary) alat (instrument) tempat (place) waktu (time) sebab (cause)



nama lingual (Semantis) aktif (active) pasif (passive) medial (medium; middle) statif (stative) kopulatif (copulative) eksistensial (existential) progresif (progressive) posesif (possessive) agentif (agentive) objektif (obejective) benefaktif (benefactive) instrumental (instrumental) lokatif (locative) temporal (temporal) kausatif (causative)



2. Analisis Peran Model Ramlan (1981) Ramlan (1987 (edisi I: 1981) menggunakan istilah “makna” untuk menyebut “peran”. Analisis makna tersebut disajikan dalam bukunya Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Ramlan (1987: 106) mendefinisikan makna sebagai isi semantik unsur-unsur satuan gramatikal, baik berupa klausa maupun frasa. Seperti halnya Verhaar, Ramlan (1987: 106) menyatakan bahwa makna bersifat relasional, maksudnya suatu unsur satuan gramatikal ditentukan berdasarkan hubungannya dengan unsur yang lain. Analisis peran model Ramlan terbatas pada jenis-jenis makna pengisi unsur-unsur fungsional klausa. Unsur-unsur fungsional klausa tersebut terdiri atas enam jenis, yaitu predikat (P), subjek (S), objek (O) (yang terdiri atas O1 dan O2), pelengkap (PEL), dan keterangan (KET). Makna pengisi unsur P didahulukan karena unsur P merupakan unsur klausa yang selalu ada dan merupakan pusat klausa karena memiliki hubungan dengan unsur-unsur lainnya, yaitu S, O, PEL, dan KET. “… klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang disebut S, P, O, PEL, dan KET. Kelima unsur itu memang tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa terdiri dari S dan P; kadang-kadang terdiri dari S, P, 4



dan O; kadang-kadang terdiri dari S, P, dan PEL; kadang-kadang terdiri dari S, P, dan KET; kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL, dan KET; kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P; unsur-unsur yang lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada.” Ramlan (1987: 135), secara tersirat, menyatakan bahwa makna pengisi fungsi unsur klausa dalam bahasa Indonesia berjumlah 22 jenis, yaitu perbuatan, keadaan, keberadaan, pengenal, jumlah, pemerolehan, pelaku, alat, sebab, penderita, hasil, tempat, penerima, pengalam, dikenal, terjumlah, waktu, cara, peserta, keseringan, perbandingan, dan perkecualian. Ke-22 jenis makna tersebut kemudian dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu 6 makna mengisi P, 10 makna mengisi S, 5 makna mengisi O1, 2 mengisi O2, 2 makna mengisi PEL, dan 11 makna mengisi KET. Makna pengisi fungsi unsur klausa itu dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Makna Pengisi Fungsi Unsur Klausa Predikat perbuatan keadaan keberadaan pengenal jumlah pemerolehan



Subjek pelaku alat sebab penderita hasil tempat penerima pengalam dikenal terjumlah



Objek 1 penderita penerima tempat alat hasil



Objek2 penderita hasil



Pelengkap penderita alat



Keterangan tempat waktu cara penerima peserta alat sebab pelaku keseringan perbandingan perkecualian



3. Analisis Peran Model Kridalaksana (1986a) Kridalaksana memperkenalkan model analisis peran pertama kali dalam artikelnya berjudul “Perwujudan Fungsi dalam Struktur Bahasa” yang dimuat dalam Jurnal Linguistik Indonesia edisi Tahun 4 No. 7 Juni 1986. Artikel tersebut kemudian direvisi dan diubah judulnya menjadi “Sintaksis Fungsional: Sebuah Sintetis”, yang dimuat dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia (1993), dan menjadi “Sintaksis Fungsional”, yang dimuat dalam bukunya yang berjudul Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis (2002). Analisis peran yang ditawarkan Kridalaksana bertolak dari tata bahasa fungsional (functional grammar) Simon C. Dik (1971). Titik tolak tersebut menyangkut teori sintaksis fungsional Dik (1971: 13) yang memerinci relasional pada tiga tingkat (Kridalaksana, 1993: 205; 2002: 35), yaitu: (1) fungsi semantis : pelaku, sasaran, penerima, dsb.; 5



(2) fungsi sintaktis : subjek dan objek; (3) fungsi pragmatis : tema dan tail, topik dan fokus. Oleh karena itu, dalam membahas peran Kridalaksana menggunakan kerangka sintaksis fungsional. Kridalaksana menyatakan bahwa fungsi, sebagai salah satu tonggak dalam tata bahasa atau gramatika, diartikan sebagai hubungan saling ketergantungan antara unsurunsur dari suatu perangkat sedemikian rupa sehingga perangkat itu merupakan keutuhan dan membentuk sebuah struktur (Kridalaksana, 1986: 3; 1993: 212; 2002: 29). Interaksi semantis di antara satuan-satuan gramatikal dapat dirumuskan sebagai hubungan di antara predikator dengan argumen dalam suatu proposisi (Kridalaksana (1993: 218; 2002: 59). Bagannya sebagai berikut. proposisi



predikator



... argumenn argumen1 (Kridalaksana, 1986a: 4; 1993: 218; 2002: 59)



Kridalaksana (1986a: 4; 1993: 218; 2002: 59) menjelaskan predikator, argumen, dan peran sebagai berikut. “Predikator mencakup makna seperti perbuatan, cara, proses, posisi, relasi, lokasi, arah, keadaan, kuantitas, kualitas atau identitas; secara lebih konkret berkategori verba, adjektiva, adverbial, preposisi, numeralia, atau zero (ø). Argumen merupakan benda atau yang dibendakan, dan secara konkret berkategori nomina atau pronomina. Argumen mencakup benda atau yang dibendakan, dansecara konkret berkategori nomina atau pronomina. Hubungan di antara tiap argumen dan predikator disebut peran.” Kridalaksana memperjelas konsep tersebut melalui contoh dokter merawat pasien, pasien dirawat dokter, dan perawatan pasien oleh dokter. Menurut Kridalaksana (2002:59—60), apa yang secara lahiriah merupakan tiga struktur yang berbeda pada haikatnya merupakan pewujudan yang berlain-lainan dari satu proposisi yang dapat digambarkan sebagai berikut.



6



proposisi



predikator



argumen1



argumen2



perbuatan



pelaku



sasaran



verba



nomina1



nomina2



rawat



dokter



pasien



Ketiga konsep tersebut oleh Kridalaksana dijadikan dasar dalam menguraikan jenis-jenis peran dalam bahasa Indonesia yang hasilnya seperti tampak dalam tabel 3 berikut. Tabel 3 FUNGSI-FUNGSI SEMANTIS MENURUT KRIDALAKSANA (1986a:4-6) penanggap pelaku tokoh pokok ciri penderita sasaran hasil pemeroleh ukuran alat tempat sumber jangkauan cara peserta arah waktu asal



(1993:220-223) penanggap experiencer) pelaku (agent) pokok ciri sasaran hasil pengguna (beneficiary) ukuran (measure) alat (instrument) tempat (place) sumber (source) jangkauan (range) penyerta waktu asal



(2002:62-66) penanggap pelaku pokok ciri sasaran hasil pengguna ukuran alat tempat sumber jangkauan penyerta waktu asal



7



D. Perkembangan Analisis Peran dalam Bahasa Indonesia Berdasarkan uraian pada pasal C. di atas, dapat diketahui bahwa terdapat tiga tataran dalam analisis sintaksis bahasa Indonesia. Tiga tataran tersebut adalah fungsi, kategori, dan peran (jika mengikuti Verhaar (1977)); fungsi, kategori, dan makna unsurunsur klausa (jika mengikuti Ramlan (1981); atau fungsi semantis, fungsi sintaktis, dan fungsi pragmatis (jika mengikuti Kridalaksana (1986a; 1993; 2002). Kenyataan menunjukkan bahwa analisis fungsi secara mendalam dijumpai dalam hampir semua buku sintaksis bahasa Indonesia. Kategori atau kelas kata juga telah dibahas secara mendalam buku Penggolongan Kata karya Ramlan (1985), Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia karya Kridalaksana (1986b), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Sunendar (peng.)., 2017 (edisi IV). Lalu, bagaimanakah perkembangan analisis peran, makna, atau fungsi semantis dalam sintaksis bahasa Indonesia? Dari hasil pengamatan, belum ditemukan sintaksis bahasa Indonesia yang membicarakan peran sintaktis secara memadai. Pembicaraan demikian dijumpai dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Sunendar (peng.), 2017), Pelesapan Subjek dalam Bahasa Indonesia karya (disertasi) Sugono (1995), dan Sintaksis Bahasa Indonesia karya La Ode Sidu (2013). Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Sunendar (peng.), 2017: 438—443) dikemukakan bahwa pada dasarnya setiap kalimat memerikan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu argumen atau lebih dengan peran tematis yang berbedabeda. Peran tematis tersebut terdiri atas 14 jenis, yaitu: (1) pelaku (aktor): peran yang mengacu pada argumen yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat yang tidak memengaruhi argumen lainnya; (2) agen: peran yang mengacu pada argumen yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba yang memengaruhi argumen lainnya; (3) sasaran: peran yang mengacu pada argumen yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat; (4) pengalam: peran yang mengacu pada argumen yang mengalami keadaan peristiwa yang dinyatakan predikat; (5) peruntung atau benefaktif: peran yang mengacu pada argumen yang memperoleh keuntungan atau manfaat dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat; (6) penerima atau resipien (recipient): peran yang mengacu pada argumen yang menerima sesuatu dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat; (7) penyebab: peran yang mengacu pada argumen yang menyebabkan terjadinya sesuatu; (8) tema (theme): peran yang mengacu pada argumen yang terlibar (mengenai atau dikenai) dalam keadaan, perbuatan, atau proses yang dinyatakan oleh predikat; 9) tetara (associate): peran yang mengacu pada argumen yang menjelaskan status atau identitas argumen lain; 8



(10) hasil (factitive): peran yang mengacu pada argumen yang merupakan hasil dari proses yang dinyatakan oleh verba predikat; (11) lokasi: peran yang mengacu pada argumen yang menggambarkan ruang dan/atau waktu terjadinya peristiwa atau proses; (12) alat atau instrumen: peran yang mengacu pada argumen yang menggambarkan alat atau sarana yang dipakai untuk tujuan tertentu; (13) tujuan: peran yang mengacu pad argumen yang menggambarkan akhir atau ujung gerakan atau peristiwa; (14) sumber (bahan): peran yang mengacu pada argumen yang menggambarkan asal atau bahan baku sesuatu. Dalam Sugono (1995), peran disebut dengan istilah peran semantis. Pembicaraan Sugono terbatas pada peran semantis subjek. Peran semantis subjek tersebut bertalian dengan struktur semantis (Sugono, 1995: 36). Sugono (1995: 36) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Indonesia ditemukan sebelas peran semantis yang dapat menduduki fungsi subjek, yaitu: (1) pelaku (agent): berciri nomina bernyawa; maujud (entyty) yang menjadi instigator atau penyebab peristiwa yang dinyatakan oleh verba predikat; (2) sasaran (goal): dapat berupa nomina bernyawa ataupun takbernyawa; maujud yang kena pengaruh atau yang merupakan hasil verba perbuatan atau bukan penyebab peristiwa yang dinyatakan oleh verba predikat; (3) pemanfaat (recipient, beneficiary): nomina bernyawa, maujud yang memiliki, memperoleh, atau menerima apa yang dinyatakan oleh verba predikat; (4) processed: maujud ini tidak mengendalikan proses, tetapi terkena proses yang dinyatakan verba predikat; (5) positioner: maujud ini mengendalikan situasi; positioner terdapat dalam klausa yang berpredikat verba keadaan (lokatif); (6) force: berupa nomina tak bernyawa, maujud penyebab peristiwa yaang dinyatakan verba predikat; (7) alat: berupa nomina tidak bernyawa,; maujud yang menyatakan suatu perbuatan atau instigator suatu proses; (8) item: terdapat dalam klausa yang menyatakan keadaan (equative), tidak mengendalikan situasi; (9) tempuhan (gabungan dari arah (direction) dan asal (source) serta gabungan keduanya): terdapat dalam predikat keadaan dan perbuatan; subjek ini tidak mengendalikan situasi; (10) tempat: menyatakan tempat keadaan atau perbuatan yang dinyatakan verba predikat; (11) waktu: menyatakan waktu keadaan yang dinyatakan predikat. Dalam Sintaksis Bahasa Indonesia karya La Ode Sidu (2013), peran disebut dengan istilah “peran semantis”. Dalam pembahasan, identitas peran semantis tersebut dikaitkan dengan fungsi sintaktis. Dengan dasar itu, Sidu (2013: 97—104) membedakan peran semantis menjadi 8 jenis, yaitu: (1) pelaku: peran yang dimiliki oleh fungsi subjek; 9



(2) penderita/pasien: peran yang dimiliki oleh objek yang dikenai suatu pekerjaan, peristiwa, atau kejadian; (3) peruntung: peran yang dimiliki oleh fungsi subjek atau objek yang beruntung akibat memperoleh sesuatu, seperti hadiah, anugerah, dan lain-lain; (4) posesif: peran yang dimiliki oleh nomina. Nomina yang memiliki sesuau disebut pemilik dan nomina yang dimiliki disebut termilik; (5) berkepentingan/benefaktif: peran yang dimiliki nomina yang berkepentingan; (6) pengalami: peran nomina/persona yang mengalami sesuatu secara langsung; (7) penindak: peran yang dimiliki oleh nomina; (8) sasaran: mirip dengan pasien, tetap peran sasaran ini lebih ditekankan pad target. Memang terdapat karya yang membahas peran dalam bahasa Indonesia secara mendalam, tetapi hasil penelitian itu unpublished. Karya itu adalah hasil penelitian Sudaryanto (1987) yang berjudul “Hubungan antara Afiks Verbal dengan Penentuan Satuan serta Struktur Peran Sintaktik dalam Bahasa Indonesia”. Analisis peran dalam karya Sudaryanto (1987) merupakan pengembangan mendalam analisis peran model Verhaar (1977). Isi karya ini dikatakan mendalam karena tidak hanya menelusuri jenis dan identitas peran, tetapi juga menyinggung struktur peran dalam klausa bahasa Indonesia. Dalam karya mimeograf ini dipaparkan tiga hal, yaitu hakikat peran, jenis-jenis peran, dan struktur peran klausa inti dalam bahasa Indonesia. Sudaryanto (1987:2-3) berpendapat bahwa “... yang dimaksud PERAN ialah isi fungsi yang bersifat semantik (sebagai imbangan isi fungsi yang bersifat formal, yaitu kategori). Meskipun sebagai makna bersifat gramatikal (jadi, relasional dan dapat ditentukan hanya dalam kaitannya dengan peran yang lain), namun kaitannya dengan UNSUR SITUASI sangatlah kuat. Peran AKTIF, misalnya, berkaitan dengan unsur situasi TINDAKAN, peran AGENTIF, misalnya, berkaitan dengan situasi PELAKU tindakan, peran OBJEKTIF dengan unsur situasi SASARAN tindakan, peran BENEFAKTIF dengan unsur situasi penerima, atau yang menggunakan hasil tindakan, dan peran INSTRUMENTAL dengan ALAT tindakan.” Dalam hubungannya dengan hakikat peran tersebut, Sudaryanto (1987:4) menyatakan bahwa “kategori verbal yang dominasinya pada fungsi predikat (P) adalah sentral dalam bahasa. Sehubungan dengan fakta itu, penentuan peran-peran yang bersifat relasional itu dapat dilakukan dari sudut verbal. Hal itu berlaku bukan hanya bagi peran AKTIF yang menuntut adanya peran AGENTIF secara wajib atau peran PASIF yang menuntut adanya peran OBJEKTIF yang secara wajib, akan tetapi juga bagi peran-peran yang lain.” Berdasarkan hakikat peran tersebut, Sudaryanto (1987) menelusuri jenis-jenis peran dalam bahasa Indonesia. Hasil yang diperoleh berjumlah 32 jenis peran. Peran-peran tersebut dikelompokkan dalam tiga perangkat. Sudaryanto (1987: 5—6) memerinci, melabeli, dan menjelaskan ketiga perangkat peran tersebut sebagai berikut. 10



“PERANGKAT PERTAMA ialah peran yang diungkapkan oleh satuan lingual (c.q. kata) yang berkategori verbal. PERANGKAT KEDUA ialah peran-peran penyerta perangkat pertama; dan biasanya berlaku sebagai peserta pertama. Dikatakan biasanya, karena ada kemungkinan menjadi peserta kedua. Hal itu bergantung pada macam transitivitas verbal yang bersangkutan. Yang transitif, misalnya, memerlukan dua macam peserta; dan yang bitransitif memerlukan tiga macam peserta. Peran perangkat kedua yang umumnya menjadi peserta pertama itu cenderung terungkapkan oleh satuan lingual yang berkategori nominal (kata nominal, frasa nominal) atau frasa preposisional. Pasangan dua perangkat peran itu, yaitu perangkat pertama dan kedua (yang menjadi peserta pertama perangkat pertama), dimungkinkan karena adanya watak transitivitas (dalam arti luas) yang dimiliki oleh peran perangkat pertama, sekalipun yang disangkutkan oleh watak itu unsur yang dijumbuhkan dan yang menjumbuhkan; jadi, menyangkut identifikasi akibat hubungan penjumbuhan. Selebihnya adalah PERANGKAT KETIGA yang kehadirannya dalam klausa sebagai pembentuk struktur peran karena hal yang ada di luar transitivitas itu.” Peran perangkat pertama terdiri atas enam peran sintaktis pokok, yaitu Aktif, Pasif, Eventif, Prosesif, Statif, dan Identif, beserta sepuluh peran sintaktis gabungannya, yaitu Midel/Aktivopasif, Aktivoeventif, Eventopasif, Ektivoeventopasif, Prosesoaktif, Prosesopasif, Prosesoaktivopasif, Statoprosesif, Statopasif, dan Statoprosesopasif. Peran perangkat kedua terdiri atas tiga belas macam, yaitu Agentif, Objektif, Lokatif, Reseptif, Benefaktif, Agentobjektif, Faktor, Komitatif, Faktorkomitatif, Substantif, Eksistensif, Instrumental, dan Standard. Peran perangkat ketiga itu terdiri atas tiga jenis, yaitu Kausal, Temporal, dan Metodikal. Keseluruhan peran hasil penelitian Sudaryanto (1987) tersebut dipaparkan kembali dalam tabel 4 berikut. Tabel 4 MACAM-MACAM PERAN MENURUT SUDARYANTO (1987)



Perangkat Pertama Aktif Pasif Eventif Prosesif Statif Identif Midel/Aktivopasif Aktivoeventif Eventopasif



Jenis-Jenis Peran Perangkat Kedua Agentif Objektif Lokatif Reseptif Benefaktif Agentobjektif Faktor Komitatif Faktorkomitatif



Perangkat Ketiga Kausal Temporal Metodikal



11



Aktivoeventopasif Proseoaktif Prosesopasif Prosesoaktivopasif Statoprosesif Statopasif Statoprosesopasif



Substantif Eksistensif Instrumental Standard



Dalam Sudaryanto (1987) dipaparkan pula macam-macam struktur peran klausa inti dalam bahasa Indonesia meskipun pemaparan itu baru terbatas pada penyebutan struktur peran yang dilengkapi contoh. Disebutkan, misalnya, bahwa klausa aktif memiliki struktur peran Agentif – Aktif – Objektif (contoh (1)); Agentif – Aktif – Reseptif (contoh (2)); Agentif – Aktif – Lokatif (contoh (3)); Agentif – Aktif – Benefaktif – Objektif (contoh (4)); Agentif – Aktif – Objektif – Lokatif (contoh (5)); Objektif – Reseptif (contoh (6)); dan Agentif – Aktif – Reseptif – Objektif (contoh (7)) (Sudaryanto, 1987: 54-55). (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)



Ali Agentif Ali Agentif Ali Agentif Ali Agentif Ali Agentif Ali Agentif Ali Agentif Ali Agentif



memukul Norton. Aktif Objektif mendatangi saya. Aktif Reseptif mendatangi pesta. Aktif Lokatif membelikan Belinda baju baru. Aktif Benefaktif Objektif menyandarkan sepedanya pada tembok. Aktif Objektif Lokatif) menyandari tembok dengan sepedanya. Aktif Lokatif Instrumental menghadiahkan uang seribu kepada saya. Aktif Objektif Reseptif menghadiahi saya uang seribu. Aktif Reseptif Objektif)



E. Simpulan Terdapat tiga model analisis peran dalam klausa bahasa Indonesia, yaitu model sintaksis struktural Verhaar (1977), sintaksis struktural Ramlan (1981), dan sintaksis fungsional Kridalaksana (1986a). Meskipun sama-sama struktural, sintaksis struktural Verhaar dan Ramlan bertolak dari dasar yang berbeda. Dasar analisis peran model Verhaar adalah pemaduan teori tagmemik dan tata bahasa kasus, sedangkan dasar analisis makna model Ramlan adalah aliran strukturalisme Bloomfield. Sementara itu, dasar analisis peran yang diperkenalkan oleh Kridalaksana adalah tata bahasa fungsional Simon C. Dik. Analisis peran dalam bahasa Indonesia sudah dikenal, tetapi belum dikembangkan secara memadai seperti analisis fungsi dan kategori. Dalam buku-buku sintaksis 12



bahasa Indonesia, pembicaraan tentang peran masih terbatas pada jenis dan identitas peran. DAFTAR RUJUKAN Alisjabana, St. Takdir. (1981 (Edisi I 1949). Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat. Bloomfield, Leonard. (1933). Language. London: George Allen & UNWIN Ltd. Bloomfield, Leonard. (1995). Bahasa. Diterjemahkan oleh I. Sutikno. Jakarta: PT Gra Dik, Simon C. (1981). Functional Grammar. Dordrecht – Holland/Cinnaminson – USA: Foris Publications. Djawanai, Stephanus. (2001). “Teori, Fungsi, dan Peran”. Makalah Seminar Regional Kedudukan dan Sumbangan Teori Linguistik Prof. Dr. J.W.M. Verhaar, S.J. dalam Pengembangan Linguistik di Indonesia. Fillmore, Charles J. (1968). "The Case for Case" dalam Bach, Emmon dan Robert t. Harms, peny. Universals in Linguistic Theory. New York: Holt, Rinehaart, and Winston, hlm. 1-88. Kaswanti Purwo, Bambang (peny.). (1985). Untaian Teori Sintaksis 1970 – 1980-an. Jakarta: Arcan. Kridalaksana, Harimurti dan Anton M. Moeliono (eds.). (1982). Pelangi Bahasa: Kumpulan Esai yang Dipersembahkan kepada Prof. Dr. J.W. Verhaar, S.J. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Kridalaksana, Harimurti. (1986a). "Perwujudan Fungsi dalam Struktur Bahasa", dalam Majalah Linguistik Indonesia. Th. 4 No. 7, Juni 1986, hlm 1-14. Kridalaksana, Harimurti. (1986b). Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. (1993). “Sintaksis Fungsional: Sebuah Sintesis” dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia Buku I: Penyelidikan Bahasa dan Perkembangan Wawasannya, hlm. 204-231. Kridalaksana, Harimurti. (2002). Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya. Mastoyo, Tri Jati Kesuma. (2002). “Model-Model Analisis Peran Sintaktis dalam Bahasa Indonesia” dalam Sujarwanto dan Jabrohim (eds.). (2002). Bahasa dan Sastra Indonesia menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta: Panitia PIBSI XXIII dan Universitas Ahmad Dahlan, hlm. 122—130. Ramlan, M. (1979). “Tradisi Tatabahasa Bahasa Indonesia hingga Tahun 70-an”. Naskah Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Ilmu Bahasa Indonesia di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Ramlan, M. (1985). Ilmu Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset. Ramlan, M. (1987 (edisi I, 1981)). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono. Parera, D.J. (2009). Dasar-Dasar Analisis Sintaksis. Jakarta: Erlangga. Platt, John T. (1971). Grammatical Form and Grammatical Meaning: A Tagmemic View of Fillmore's Deep Structuren Case Concepts. Amsterdam-London: North-Holland Publishing Company. 13



Sidu, La Ode. (2013). Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press. Sudaryanto. (1983 (disertasi 1979 yang diterbitkan)). Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan Pola-Urutan. Jakarta: ILDEP-Djambatan. Sudaryanto. (1987). "Hubungan antara Afiks Verbal dengan Penentuan Satuan serta Struktur Peran Sintaktik dalam Bahasa Indonesia", dalam Deskripsi Bahasa. Yogyakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia Komisariat Universitas Gadjah Mada. (mimeo)



Sugono, Dendy. (1995). Pelesapan Subjek dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikand dan Kebudayaan. Sunendar, Dadang (pengarah). (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Van Valin, Robert D. (2004). An Introduction to Syntax. Cambridge: Cambridge University Press. Verhaar, J.W.M. (1981 (Edisi I: 1977). Pengantar Lingguistik. Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Verhaar, J.W.M. (1996). Asas-Asasa Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wanamaja, J. (1964). Elementa Linguaw Latinae III. Surabaja: P.N. “Karya Tjotas”.



14