8 0 89 KB
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN Pada awalnya Ilmu Pengetahuan merupakan ilmu-ilmu khusus yang merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu. Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19. Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah : • Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. • Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak. • Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana. • Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. • Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan
hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis. Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Sebagian ciri perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini. Ilmu tidak saja melibatkan aktivitas tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga dengan demikian merupakan suatu proses. Disamping ilmu sebagai suatu aktivitas, ilmu juga sebagai suatu produk. Dalam hal ini ilmu dapat diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang merupakan hasil berpikir manusia. Ke dua ciri dasar ilmu yaitu ujud aktivitas manusia dan hasil aktivitas tersebut, merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari ciri ketiga yang dimiliki ilmu yaitu sebagai suatu metode. Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan
baru
atau
mengembangkan
pengetahuan
yang
telah
ada.
Perkembangan ilmu sekarang ini dilakukan dalam ujud eksperimen. A.
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak langsung
secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
1. Zaman Purba (15 SM - 7 S1V) Pada dasarnya manusia di zaman purba hanyalah menerima semua peristiwa sebagai fakta. Fakta-fakta hanya diolah sekadarnya, hanya
untuk
menemukan
soal
yang
sama,
yaitu
common
denominator, itu pun barangkali tanpa sengaja, tanpa tujuan. Kalaupun ada penegasan atau keterangan, maka keterangan itu senantiasa dihubungkan dengan dewa-dewa dan mistik. Pengamatan yang dilakukan oleh manusia pada zaman purba, yang menerima fakta sebagai brute factor atau on the face value, menunjukkan bahwa manusia di zaman purba masih berada pada tingkatan sekedar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran (receptive attitude dan receptive mind). Perkembangan pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dapat diruntut jauh ke belakang, bahkan sebelum abad 15 SM, terutama pada zaman batu. Pengetahuan pada masa itu diarahkan pada pengetahuan yang bersifat praktis, yaitu pengetahuan yang memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Kapan dimulainya zaman batu tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun para ahli berpendapat bahwa zaman batu berlangsung selama jutaan tahun. Sesuai
dengan
namanya,
zaman
batu,
pada
masa
itu
manusia menggunakan batu sebagai peralatan. Selain menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu manusia pada zaman itu juga menggunakan tulang binatang. Ditemukannya benda- benda hasil peninggalan pada zaman batu merupakan suatu bukti bahwa manusia sebagai makhluk berbudaya mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan alam sekitarnya. Seiring
dengan
yang dipergunakan Penemuan
perkembangan
pun
dilakukan
mengalami
berdasarkan
waktu,
kemajuan pengamatan,
benda-benda
dan dan
perbaikan. mungkin
dilanjutkan dengan percobaan-percobaan tanpa dasar, menuruti proses and error. Akhirnya, dari proses trial and error, yang memakan waktu
ratusan
bahkan
ribuan
tahun
inilah
terjadi
perkembangan
penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia menemukan bahan dasar pembuatan alat yang baik, kuat serta hasilnya pun menjadi lebih baik. Secara umum dapat dinyatakan bahwa pengetahuan pada zaman purba ditandai dengan adanya lima kemampuan, yaitu (1) pengetahuan didasarkan pada pengalaman (empirical knowledge) (2) pengetahuan berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive mind, dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersifat mistis,magis dan religius; (3) kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi; (4) kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesis terhadap abstraksi yang dilakukan; dan (5) kemampuan meramal peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahari. 2. Zaman Yunani (7 SM - 6 M) Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (suatu sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal dari segala
sesuatu. Menurut Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat arche itu `yang tidak terbatas' (to apeiron). Anaximenes arche itu udara, Pythagoras arche itu bilangan, dan Heraklitos arche itu api, ia juga berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir (panta rhei). Parmenedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak. 3. Zaman Pertengahan (6 M -15 M) Pengertian umum tentang zaman pertengahan yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan ialah suatu periode panjang yang dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M hingga timbulnya Renaissance di Italia. Zaman pertengahan (Midle Age) ditandai dengan pengaruh yang cukup besar dari agama Katolik terhadap kekaisaran dan perkembangan kebudayaan pada saat itu. Pada umumnya orang Romawi sibuk dengan masalah keagamaan tanpa memperhatikan masalah duniawi dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan yang spektakuler yang dapat dikemukakan. Periode ini dikenal pula dengan sebutan abad kegelapan. 4. Zaman Renaissance (14 M -17 M) Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, dan Galileo Galilei. 5. Zaman Modern (17 M -19 IV) Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat .Selain itu pada zaman ini ada juga filsuf-filsuf lain misalnya: Isaac Newton, Caharles Darwin. 6. Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Zaman Kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit, tetapi secara mendalam.