Permohonan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA



TUGAS PEMBUATAN SURAT PERMOHONAN SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA



\ Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Konstitusi KELAS HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI D REGULER



SHAFIRA ANNA MEDINA NPM 1806220572



FAKULTAS HUKUM PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK APRIL 2020



No. 1234/SHA.II/2020 Jakarta, 8 April 2020 Kepada Yth, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat Hal : Permohonan Lembaga Negara



Untuk



Memutus



Sengketa



Kewenangan antar



Dengan hormat, Kami, Advokat- Advokat, berkantor di Shachilles & Associates, beralamat di Jl. Tebet Barat dalam VI C No. 3, Jakarta Selatan, yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Dr. Budi Gunawan, S.H, M.H. Dr. Tari Indriani, S.H., M.H. Sophie Turner, S.H., M.H. Joe Black, S.H., M.H.



berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.897/SK.IV/2020 tertanggal 4 Maret 2020, dengan ini bertindak untuk dan atas nama: 1. Presiden Republik Indonesia, beralamat di Jl. Ir. H. Juanda, RT.04/RW.01, Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, 16122, selanjutnya disebut sebagai Pemohon. Dengan ini mengajukan permohonan untuk Memutus Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara terhadap: 1. Dewan Perwakilan Rakyat, beralamat di Jl. Gatot Subroto No.1, RT.1/RW.3, Senayan, Tanahabang, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 10270, selanjutnya disebut sebagai Termohon.



A. DASAR PERMOHONAN 1. Pasal 24 C ayat (1) amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa ”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat Pertama dan Terakhir yang putusannya bersifat Final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus hasil perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Nomor 24 Tahun 2003



menyatakan bahwa ”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar negara RI Tahun 1945, Memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus hasil perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.



B. PIHAK YANG BERSENGKETA MERUPAKAN LEMBAGA NEGARA 1. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, dinyatakan sebagai berikut: (1) Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah: a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); d. Presiden; e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); f. Pemerintahan Daerah (Pemda); atau g. Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. (2) Kewenangan yang dipersengketakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kewenangan yang diberikan atau ditentukan oleh UUD 1945. 2. Para Pemohon dan Para Termohon termasuk Lembaga Negara lain yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf d dan a PMK Nomor 08/PMK/2006 tersebut di atas, sehingga apabila kewenangan yang dimiliki oleh Para Pemohon diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain, merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan mengadili sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.



Pemohon I dan Termohon I adalah Lembaga Negara yang Memiliki Kewenangan yang Diberikan oleh UUD 1945 dan UU 3. Berdasarkan Pasal 4 UUD 1945 dikatakan bahwa, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”. 4. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain”. 5. Mengenai pengangkatan duta atau konsul, berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan (2) UUD 1945 disebutkan bahwa, “Presiden mengangkat duta dan konsul” dan “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”. 6. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas



anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang- undang”. 7. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri disebutkan bahwa, “Kewenangan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri Pemerintah Republik Indonesia berada di tangan Presiden. Sedangkan dalam hal menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.



C. FAKTA-FAKTA: 1. Bahwa pada tanggal 22 Januari 2020, Presiden (Pemohon) memiliki beberapa pertimbangan nama untuk diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Negara Zimbabwe dan mengajukan nama-nama tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Termohon). 2. Dewan Perwakilan Rakyat (Termohon) menindak lanjuti pengajuan tersebut dengan melakukan fit and proper test kepada calon Duta Besar Indonesia untuk Negara Zimbabwe yang diajukan oleh Presiden.



D. KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DILANGGAR 1. Berdasarkan Pasal 61 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyatakan ”Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan”. 2. Bahwa sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, maka Para Pemohon dalam hal ini merupakan pihak yang menganggap kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh Para Termohon, sedangkan Para Termohon adalah merupakan pihak yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, dan/atau merugikan Para Pemohon. 3. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, mengenai pengangkatan duta atau konsul, berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan (2) UUD 1945, “Presiden mengangkat duta dan konsul” dan “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”. 4. Pengangkatan Duta Besar oleh Presiden (Pemohon) sebagaimana disebutkan dalam pasal diatas merupakan kewenangan Presiden dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (Termohon) dan dikarenakan bukan merupakan suatu bentuk perjanjian dengan negara lain maka tidak membutuhkan persetujuan Termohon. 5. Pemohon mengajukan beberapa nama calon Duta Besar sebelum melakukan pemilihan dan mengangkat salah satu calon tersebut kepada Termohon sebagai bentuk menjalankan



ketentuan pada Pasal 13 ayat (2) UUD 1945 bahwa dalam pengangkatan seorang Duta Besar, Pemohon memperhatikan pertimbangan dari Termohon. 6. Sebagai tindak lanjut dari pengajuan tersebut, Termohon melakukan fit and proper test kepada calon Duta Besar yang diajukan oleh Pemohon dengan alasan bahwa dilakukannya fit and proper test ini adalah sebagai bagian dari perumusan pertimbangan yang akan diberikan kepada Pemohon. 7. Dilakukannya fit and proper test oleh Termohon menurut Pemohon telah melebihi kewenangan awal dari Termohon, yaitu memberi “pertimbangan”. Dalam dilakukannya fit and proper test ini Termohon menjadi seperti melakukan “persetujuan”, “penilaian”, atau bahkan “pemilihan” terhadap calon-calon yang diajukan padahal kewenangan konstitusional akan siapa yang akhirnya paling tepat untuk diangkat menjadi Duta Besar adalah sepenuhnya kewenangan dari Pemohon. 8. Dilakukannya fit and proper test oleh Termohon membuat Termohon memiliki andil untuk menentukan calon Duta Besar yang dinilai pantas dan sesuai berdasarkan penilaian dari Termohon. 9. Pemohon menilai perbuatan Termohon ini telah melampaui kewenangannya, sehingga menjadikan kewenangan kosntitusional Pemohon sebagai salah satu lembaga negara dikurangi atau bahkan diambil oleh Termohon.



Bahwa dalam penjelasan umum UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dinyatakan salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil. Mahkamah Konstitusi kemudian juga memiliki kewenangan konstitusional untuk melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara dan dapat mengoreksi apabila terdapat permasalahan kinerja antar lembaga negara. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, maka tindakan Termohon dalam melakukan fit and proper test kepada calon Duta Besar Indonesia untuk Zimbabwe telah mengambil dan/atau mengurangi kewenangan konstitusional dari Pemohon, merupakan suatu tindakan inkonstitusional, sehingga Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang dalam menjaga dan menegakkan konstitusi patut mengoreksi tindakan yang dilakukan oleh Termohon tersebut.



Dengan begitu, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memutus sebagai berikut: 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;



2. Menyatakan kewenangan melakukan fit and proper test kepada calon Duta Besar bukanlah merupakan kewenangan Termohon; 3. Memerintahkan Termohon untuk tidak menggunakan hasil fit and proper test yang dilakukan kepada calon Duta Besar sebagai dasar penilaian bagi calon-calon tersebut; 4. Memerintahkan Termohon untuk menyatakan perbuatannya telah melebihi kewenangannya yang ditetapkan dalam UUD 1945; 5. Melarang Termohon untuk melakukan fit and proper test kepada calon-calon Duta Besar lainnya yang akan diajukan oleh Pemohon kepada Termohon di kemudian hari.



Hormat Kami,



Dr. Budi Gunawan, S.H, M.H.



Dr. Tari Indriani, S.H., M.H.



Sophie Turner, S.H., M.H.



Joe Black, S.H., M.H.