Pers Dan Jurnalistik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 2 PERS DAN JURNALISTIK



Jurnalistik dan Sejarahnya Jurnalistik atau journalisme berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan Jurnalistik. MacDougall 1



menyebutkan



bahwa



journalisme



adalah



kegiatan



menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting dimanapun dan kapanpun. Jurnalisme sangat diperlukan dalam suatu negara demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan- baik sosial, ekonomi/politik maupun yang lain-lainnya. Tak dapat dibayangkan, akan pernah ada saatnya ketika tiada seorang pun yang



fungsinya



mencari



berita



tentang



peristiwa



yang



terjadi



dan



menyampaikan berita tersebut kepada khalayak ramai, dibarengi dengan penjelasan tentang peristiwa itu. Sejarah jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu, Firaun di Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya di provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Di Roma 2.000 tahun yang lalu Acta Diurna ("tindakan-tindakan harian") -tindakantindakan



senat,



peraturan-peraturan



pemerintah,



berita



kelahiran



dan



kematian- ditempelkan di tempat-tempat umum. Selama Abad Pertengahan di Eropa, siaran berita yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi para usahawan.



1 1.



Curtis D. MacDougall, Interpretative Reporting, Macmillan Publishing Co., Inc., New York, 1972.



Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan kunci lahirnya jurnalisme selama berabad-abad. Tetapi. jurnalisme itu sendiri baru benar-benar dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk percetakan mulai digunakan di Eropa pada sekitar tahun 1440. Dengan mesin cetak, lembaranlembaran berita dan pamflet-pamflet dapat dicetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah yang lebih banyak, dan dengan ongkos yang lebih rendah. Surat kabar pertama yang terbit di Eropa secara teratur dimulai di Jerman pada tahun 1609: Aviso di Wolfenbiittel dan Relation di Strasbourg. Tak lama kemudian. Surat kabar-surat kabar lainnya muncul di Belanda (1618); Perancis (1620), Inggris (1620), dan Italia (1636). Surat kabar-surat kabar abad ke-17 ini bertiras sekitar 100 sampai 200 eksemplar sekali terbit, meskipun Frankfurter Journal pada tahun 1680 sudah memiliki tiras 1.500 sekali terbit. Pada tahun 1650, surat kabar pertama yang terbit sebagai harian adalah Einkommende Zcitung di Leipzig. Jerman. Pada tahun 1702 menyusul Daily Courant di London yang menjadi harian pertama di Inggris yang berhasil diterbitkan. Ketika lebih banyak penduduk memperoleh pendapatan lebih besar dan lebih banyak di antara mereka yang belajar membaca, maka semakin besarlah permintaan akan surat kabar. Bersamaan dengan itu, terjadi penemuan mesin-mesin yang lebih baik dalam mempercepat produksi koran dan memperkecil ongkos. Pada tahun 1833, di New York City, Benjamin H. Day, menerbitkan untuk pertama kalinya apa yang disebut penny newspaper (surat kabar murah yang harganya satu penny). Ia memuat berita-berita pendek yang ditulis dengan hidup, termasuk peliputan secara rinci tentang berita-berita kepolisian untuk pertama kalinya. Berita-berita human-interest dengan ongkos murah ini menyebabkan bertambahnya secara cepat sirkulasi suratkabar tersebut. Kini di Amerika Serikat beredar 60.000.000 eksemplar harian setiap harinya.



Jurnalisme kini telah tumbuh jauh melampaui surat kabar pada awal kelahirannya. Majalah mulai berkembang sekitar dua abad lalu. Pada tahun 1920 radio komersial dan majalah-majalah berita muncul ke atas panggung. Televisi komersial mengalami boom setelah Perang Dunia II. Pengertian Pers Apa yang dimaksud dengan pers? Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak. Berdasarkan uraian di atas, ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupun internet. Buku ini menggunakan istilah tersebut dalam arti sempit maupun luas tergantung dari konteksnya. Falsafah Pers Seperti juga negara yang memiliki falsafah, pers pun memiliki Falsafahnya sendiri. Falsafah atau dalam bahasa Inggris philosophy salah satu artinya adalah tata nilai atau prinsip-prinsip untuk dijadikan pedoman dalam menangani urusan-urusan praktis.



Falsafah pers disusun berdasarkan sistem politik yang dianut oleh masyarakat dimana pers bersangkutan hidup. Falsafah pers yang dianut bangsa Amerika yang liberalistis 2 berlainan dengan falsafah pers yang dianut Cina atau Uni Soviet yang bersifat komunistis sebelum negara tersebut dilebur menjadi Rusia pada tahun 1991. Falsafah pers yang dianut Indonesia yang sistem politiknya (sekarang) demokratis berlainan dengan falsafah pers yang dianut Myanmar yang militeristis. Dalam membicarakan falsafah pers, terdapat sebuah buku klasik mengenai hal ini, yaitu Four Theories of the Press (Empat Teori tentang Pers) yang ditulis Siebert bersama Peterson dan Schramm dan diterbitkan oleh Universitas Illinois pada tahun 1956. 3 Dari karya ini, pada tahun 1980, muncul "teori" baru tentang tanggung jawab sosial dalam komunikasi massa yang dipelopori oleh Rivers, Schramm dan Christians dalam buku mereka berjudul Responsibility in Mass Communication.4 Baik Siebert dkk. maupun Rivers dkk. pada prinsipnya sama mewakili pandangan Barat yang pada dasarnya mengembangkan tiga cara dalam mengaitkan pers dan masyarakat. Ketiga cara tersebut masing-masing melibatkan definisi yang berlainan tentang manusia, tentang negara, tentang kebenaran, dan tentang perilaku moral. Hanya saja, bagi Siebert dkk., ketiga cara tersebut merupakan landasan untuk lahirnya empat teori tentang pers atau "four theories of the press", sedangkan bagi Rivers dkk menjadi konsep dasar untuk mengembangkan "teori" baru tentang tanggung jawab sosial dalam komunikasi massa.



2



. Pengertian liberalistis dalam konteks Amerika di sini jangan dicampuradukkan dengan paham libertarian. Pers liberal dalam pengertian libertarian atau bebas tanpa batas sudah ditinggalkan AS sejak tahun 1956 dengan terbitnya buku The Four Theories of the Press oleh F. Siebert dkk. seperti akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini.



3



. F. Siebert, T. Peterson, dan Wilbur Schramm, Four Theories of the Press, Urbana, III. 1956.



4



. William L. Rivers, Wilbur Schramm, dan Clifford G. Christians, Responsibility in Mass Communication, Third Edition, Harper & Roww, Publishers, New York, 1980.



Teori pers dengan tanggung jawab sosial yang dikembangkan Rivers dkk ini tidak akan dibahas panjang lebar di sini. Cukup barangkali dikemukakan bahwa teori Rivers dkk tersebut merupakan perkembangan dari teori libertarian yang tidak terlalu jauh bedanya dengan teori tanggung jawab sosial dalam "four theory of the preess"-nya Siebert dkk. 5 Hanya saja perlu dicatat bahwa penerima-an atas teori Rivers dkk. ini didukung oleh kecurigaan dan ketidakpuasan orang ternadap libertarianisme dari jurnalisme yang terlalu pers-sentris. Four Theories of the Press yang masih sangat besar pengaruhnya itu memaparkan pandangan normatif Siebert dkk. tentang bagaimana media massa berfungsi dalam berbagai tipe masyarakat. Asumsi dasar mereka adalah bahwa "pers selalu mengambil bentuk dan warna struktur sosial dan politik di mana ia beroperasi." Dan, berdasarkan sistem-sistem sosial dan politik yang berlaku di dunia pada waktu itu, maka dikembangkanlah "empat teori tentang pers" tersebut. Teori



pertama



dalam



Four



Theories



of



thhe



Press,



yakni,



Authoritarian Theory (Teori Fers Otoriter), yang diakui sebagai teori pers paling tua, berasal dari abad ke-16. la berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut. Penetapan tentang hal-hal "yang benar" dipercayakan hanya kepada segelintir "orang bijaksana" yang mampu memimpin. Jadi, pada dasarnya, pendekatan dilakukan dari atas ke bawah. Pers harus mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada negara. Para penerbit diawasi melalui paten-paten, izin-izin terbit, dan sensor. "Konsep ini menetapkan pola asli bagi sebagian besar sistem-sistem pers nasional dunia, dan masih bertahan sampai sekarang," tulis Siebert dkk. Yang penting dicatat juga, prinsip authoritarian theory ini adalah bahwa negara memiliki kedudukan lebih tinggi daripada individu dalam skala nilai kehidupan sosial. Bagi seorang individu, hanya dengan menempatkan 5



. Untuk lebih lengkapnya silakan baca buku William L. Rivers dkk tersebut dan bukunya John C. Merril. Journalism Ethics – Philisopical Foundations for News Media, St. Martin’s Press, New York, 1997.



diri dibawah kekuasaan negara, maka individu yang bersangkutan bisa mencapai cita-citanya dan memiliki atribusi sebagai orang yang beradab. 6 Ketika kebebasan politik, agama dan ekonomi semakin tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya pencerahan, maka tumbuh pula tuntutan akan perlunya kebebasan pers. Dalam saat seperti itulah lahir teori baru, yaitu Libertarian Theory atau Teori Pers Bebas, yang mencapai puncaknya pada abad ke-19. Dalam teori ini, manusia dipandang sebagai makhluk rasional yang dapat membedakan antara yang benar dan tidak benar. Pers harus menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran, dan bukan sebagai alat pemerintah. Jadi, tuntutan bahwa pers mengawasi pemerintah berkembang berdasarkan teori ini. Sebutan terhadap pers sebagai "The Fourth Estate" atau "Pilar Kekuasaan Keempat" setelah kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif pun menjadi umum diterima dalam teori pers libertarian. Oleh karenanya, pers harus bebas dari pengaruh dan kendali pemerintah. Dalam upaya mencari kebenaran, semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan, sehingga yang benar dan dapat dipercaya akan bertahan, sedangkan yang sebaliknya akan lenyap. Gagasan



John



Milton



tentang



"self-righting



process"



(proses



menemukan sendiri kebenaran) dan tentang "free market of ideas" (kebebasan menjual gagasan) menjadi sentral dalam teori pers bebas ini. Berdasarkan gagasan Milton ini, dalam sistem pers bebas atau pers libertarian, pers dikontrol oleh "self-righting process of truth", lalu oleh adanya "free market of ideas", dan oleh pengadilan. Implikasi dari "self-righting process" adalah bahwa semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama ke semua saluran komunikasi dan setiap orang punya akses yang sama pula ke sana. Teori pers bebas atau teori libertarian ini memang paling banyak memberikan landasan kebebasan yang tak terbatas kepada pers. Oleh karena itu, pers bebas juga paling banyak memberikan informasi, paling banyak 6



. William L. Rivers, Wilbur Schramm, dan Clifford G. Christians, Responsibility in Mass Communication, Third Edition, Harper & Roww, Publisher, New York, 1980.



memberikan hiburan, dan paling banyak terjual tirasnya. Tetapi, dibalik paling banyak dalam ketiga segi itu, pers bebas juga paling sedikit berbuat kebajikan menurut ukuran umum dan sedikit pula mengadakan kontrol terhadap pemerintah. Dalam perusahaan pers semacam ini memang terdapat sedikit sekali pembatasan-pembatasan serta aturan-aturan yang membatasi. Sebagian besar aturan-aturan yang ada hanyalah untuk menciptakan keuntungan berupa materi bagi pemiliknya sendiri. Pers semacam ini cenderung kurang sekali tertarik pada soal-soal bagi kepentingan masyarakat. Dua teori lainnya, yaitu Social Responsibility Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial) dan Soviet Communist Theory (Teori Pers Komunis Soviet) dipandang sebagai modifikasi yang diturunkan dari kedua teori di atas tadi. Social Responsibility Theory atau Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial dijabarkan berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori pers libertarian terlalu menyederhanakan persoalan. Dalam pers libertarian, para pemilik dan para operator perslah yang terutama menentukan fakta-fakta apa saja yang boleh disiarkan kepada publik dan dalam versi apa. Teori pers libertarian



tidak



berhasil



memahami



masalah-masalah



seperti



proses



kebebasan internal pers dan proses konsentrasi pers. Teori pers bertanggung jawab sosial yang ingin mengatasi kontradiksi antara kebebasan media massa dan tanggung jawab sosialnya ini diformulasikan secara jelas sekali pada tahun 1949 dalam laporan "Commission on the Freedom of the Press" yang diketuai oleh Robert Hutchins. Komisi



yang



selanjutnya



terkenal



dengan



sebutan



Hutchins



Commission ini mengajukan 5 prasyarat sebagai syarat bagi pers yang bertanggung jawab kepada masyarakat. Lima prasyarat tersebut adalah: 7 1. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. (Media harus akurat; mereka tidak boleh berbohong, harus memisahkan antara fakta dan opini, harus melaporkan dengan cara yang memberikan arti secara 7



. John C. Merril, Journalism Ethics – Philosopical Foundations for News Media, St. Martin’s Press, New York, 1997.



internasional, dan harus lebih dalam dari sekadar menyajikan fakta-fakta dan harus melaporkan kebenaran). 2. Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. (Media harus menjadi sarana umum; harus memuat gagasan-gagasan yang bertentangan dengan gagajan-gagasan mereka sendiri, "sebagai dasar pelaporan yang objektif; semua "pandangan dan kepentingan yang penting" dalam masyarakat harus diwakili; media harus mengidentifikasi sumber informasi mereka karena hal ini "perlu bagi sebuah masyarakat yang bebas." 3. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat. (Ketika gambarangambaran yang disajikan media gagal menyajikan suatu kelompok sosial dengan benar, maka pendapat disesatkan; kebenaran tentang kelompok mana pun harus benar-benar mewakili; ia harus mencakup nilai-nilai dan aspirasiaspirasi kelompok, tetapi ia tidak boleh mengecualikan kelemahan-kelemahan dan sifat-sifat buruk kelompok). 4. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat. (Media adalah instrumen pendidikan, mereka harus memikul suatu tanggung jawab untuk menyatakan dan menjelaskan cita-cita yang diperjuangkan oleh masyarakat.) 5. Media harus menyediakan tikses penuh terhadap informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu saat. (Ada kebutuhan untuk "pendistribusian berita dan opini secara luas.") Meskipun laporan Komisi Hutchins ini sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap dunia pers Amerika selain meramaikan wacana dan diskusi-diskusi seputar tuntutan masyarakat terhadap pers Amerika untuk lebih memperhatikan kepentingan masyarakat, namun baru pada tahun 1956 pers Amerika mulai meninggalkan prinsip-prinsip teori pers libertarian yang bebas tanpa batas itu dan bergeser ke pers yang bertanggung jawab sosial. Ini adalah tahun ketika tiga guru besar ilmu komunikasi dari Universitas Illinois menerbitkan buku Four Theories of the Press. Inilah kebebasan pers yang



dikehendaki oleh masyarakat Amerika waktu itu, yaitu kebebasan yang selalu dengan syarat terhadap kewajiban-kewajiban pers kepada masyarakat. "Pers di AS," kata Siebert dkk. 8 "yang menikmati posisi istimewa di bawah pemerintahan kami, berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat untuk menjalankan fungsi-fungsi pokok komunikasi massa dalam masyarakat kontemporer." Enam fungsi pers pun ditetapkan, yakni bahwa pers berfungsi untuk: 1. Melayani sistem politik yang memungkinkan informasi, diskusi dan konsiderasi tentang masalah-masalah publik dapat diakses oleh masyarakat. 2. Memberikan informasi kepada publik untuk memungkinkan publik bertindak bagi kepentingannya sendiri. 3. Melindungi hak-hak individu dengan bertindak sebagai watchdog (anjing penjaga) terhadap pemerintah. 4. Melayani sistem ekonomi, misalnya dengan mempertemukan pembeli dan penjual melalui media iklan. 5. Memberikan hiburan (dengan mana hanya hiburan yang "baik" yang dimaksudkan, apa pun hiburan itu). 6. Memelihara otonomi di bidang finansial agar tidak terjadi ketergantungan kepada kepentingan-kepentingan dan pengaruh-pengaruh tertentu. Teori pers bertanggung jawab sosial ini merespon pendapat bahwa orang dengan sia-sia mengharapkan adanya pasar media yang mengatur sendiri dan mengontrol sendiri sebagaimana digemborkan oleh pendukung teori pers libertarian. Dalam pers libertarian, fungsi ganda media massa yang dimiliki oleh perusa-haa«n swasta, yaitu untuk mencari untung dan melayani para pengiklan mereka versus melayani publik hanya dipenuhi secara sepihak. Sebagaimana biasanya. publik hanya menerima bagian yang paling merugikan dari tawar-menawar tersebut, sehingga Lazarfeld dan Merton dalam sebuah tulisan mereka 9 menyatakan, "Perusahaan. besar membiayai produksi dan 8



9



. Ibid. . P.F. Lazarsfeld dan R.K Merton, “Mass Communication, Popular Taste and Organized Social



distribusi media massa. Dan, diatas segala-galanya, dia yang menanggung biaya dialah yang menentukan semuanya." Dalam tulisan yang sama, kedua pengarang itu memberikan ciri pada fungsi-fungsi media dalam masyarakat sebagai berikut: "Karena media massa kita yang disponsori secara komersial itu mempromosikan kesetiaan tanpa berpikir kepada struktur sosial kita, media massa ini tidak dapat diandalkan bekerja untuk perubahan, bahkan perubahan kecil pun, dalam struktur tersebut." Teori pers bertanggung jawab sosial ini relatif merupakan teori baru dalam kehidupan pers di dunia, dan tidak seperti teori pers bebas libertarian, teori ini memungkinkan dimilikinya tanggung-jawab oleh pers. Dengan teori ini juga pers memberikan banyak informasi dan menghimpun segala gagasan atau wacana dari segala tingkatan kecerdasan. Media yang menggunakan teori pers bertanggung jawab sosial ini memiliki sesuatu yang tidak disukai oleh pers bebas atau pers libertarian, yaitu prinsip-prinsip etika di belakang cita-cita bahwa pers berdasarkan tanggung jawab sosial ini bukan saja akan mewakili mayoritas rakyatnya tetapi juga memberikan jaminan atas hak-hak golongan minoritas atau golongan oposisi untuk turut bersuara lewat medianya. Jaminan inilah yang sukar diperoleh dari media-media yang menggunakan teori-teori pers lainnya. Teori pers bertanggung jawab inilah yang paling banyak digunakan oleh pers di negara-negara yang menganut sistem demokrasi dalam ketatanegaraannya, dimana rakyatnya telah mencapai tingkat kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga rakyat mempunyai suara yang berpengaruh dan menentukan terhadap pejabat-pejabat yang akan melayani mereka. Teori yang keempat, yaitu The Soviet Communist Theory atau Teori Pers Komunis Soviet baru tumbuh dua tahun setelah Revolusi Oktober 1917 di Rusia dan berakar pada teori pers penguasa atau authoritarian theory. Sebanyak 10 sampai 11 negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Republik Sosialis Soviet menganut sistem pers ini. Sistem pers ini Action”. Dalam Wilbur Schramm (editor), Mass Communication, Urbana, III., 1947.



menopang



kehidupan



sistem



sosialis



Soviet



Rusia



dan



memelihara



pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan sebagaimana biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Sebab itu, di negara-negara tersebut tidak terdapat pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan umumnya dilakukan oleh para pejabat pemerintah sendiri. Dengan bubarnya negara Uni Republik Sosialis Soviet pada 25 Desember 1991 yang kini menjadi Negara Persemakmuran, negara tersebut sekarang telah melepaskan sistem politik komunisnya. Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut oleh RRC karena negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Soviet pun sekarang ini hampir semua melepaskan sistem politik komunisnya. Perbedaannya dengan teori-teori pers lainnya adalah: 1. Dihilangkannya motif profit (yakni prinsip untuk menutup biaya) pada media. 2. Menomorduakan topikalitas (topikalitas adalah orientasi pada apa yang sedang ramai dibicarakan") 3. Jika dalam teori pers penguasa orientasinya semata-mata pada upaya mempertahankan "status-quo", dalam teori pers komunis Soviet orientasinya adalah perkembangan dan perubahan masyarakat (untuk mencapai tahap kehidupan komunis). Selain empat teori tentang pers yang dibahas di atas tadi, kami juga ingin menyinggung serba sedikit dua teori lainnya dari Denis McQuail. Dalam tulisannya "Uncertainty about the Audience and the Organization of Mass Communications", 10 McQuail telah menambahkan dua teori lagi di samping 1



0



. Terungkap dalam Michael Kunczik, Conceps of Journalism, North and South, Friedrich Ebert Stichtung, 1988. konsep teori pers pembangunan pada awalnya digagas pada tahun 1960 oleh tokoh pergerakan kemerdekaan Afrika yang juga jurnalis seperti Kwame Nkrumah dari Ghana, pemimpin umum “Accra Evening News”; Jomo Kenyatta dan Julius Nyerere dari Tanzania. Kemudian gagasan ini menjadi bahan diskusi di Philipine University of Los Banos, Filipina. Setelah terbentuknya Press Foundation of Asia pada tahun 1967, konsep jurnalisme pembangunan mendapat perhatian lebih besar dari Negara-negara berkembang. Apalagi setelah DEPTH-News pada awal 1970-an menyelenggarakan pelatihan bagi aplikasi jurnalisme pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga. DEPTH-News merupakan akronim dari Development, Economics and Population Theme concentrating on-depth reporting. (Tentang Jurnalisme Pembangunan ini selengkapnya baca Bab 13)



keempat teori pers di atas: teori pers pembangunan dan teori pers partisipan demokratik. McQuail mengaitkan teori pers pembangunan dengan negara-negara Dunia Ketiga yang tiuak memiliki ciri-ciri sistem komunikasi yang sudah maju seperti berikut ini: infrastruktur komunikasi, keterampilan-keterampilan profeskmal, sumberdaya-sumberdaya produksi dan kultural, audiens yang tersedia. Disamping itu adanya ketergantungan pada negara-negara maju untuk



teknologinya,



keterampilan-keterampilannya,



dan



produk-produk



kulturalnya. Ciri-ciri negara-negara ini adalah bahwa tujuan utama mereka adalah pembangunan, dengan para politisinya yang berangsur-angsur sadar akan keadaan mereka yang sama. Unsur normatif yang esensial dari teori pers pembangunan yang muncul adalah bahwa pers harus digunakan secara positif dalam pembangunan nasional, untuk otonomi dan identitas kebudayaan nasional.



Preferensi



diberikan



kepada



teori-teori



yang



menekankan



keterlibatan akar rumput. Prinsip-prinsip yang ditetapkan sebagai dalil adalah: •



Pers harus menerima dan melaksanakan tugas-tugas pembangunan yang positif sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan secara nasional.







Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan (1) prioritasprioritas



ekonomi



dan



(2)



kebutuhan-kebutuhan



pembangunan



bagi



masyarakat. •



Pers harus memberikan prioritas dalam isinya kepada budaya dan bahasa nasitmal (Dalam konteks ini McQuail kurang melihat masalah kolonialisme internal, yakni penghancuranbudaya-budaya dan bahasa-bahasa lokal dan regional.)







Pers harus memberikan prioritas dalam berita dan informasi untuk menghubungkannya dengan negara-negara berkembang lain yang berdekatan secara geografis, secara budaya atau secara politis.







Para wartawan dan para pekerja pers lainnya mempunyai tanggung jawab maupun kebebasan dalam tugas menghimpun dan menyebarkan informasi



mereka. •



Demi kepentingan tujuan pembangunan, negara mempunyai hak untuk ikut campur



dalam,



atau



membatasi,



operasi-operasi



media



pers,



serta



penyelenggaraan sensor, pemberian subsidi dan kontrol langsung dapat dibenarkan. Tentang teori yang keenam, yaitu teori pers partisipan demokratik, McQuail dalam bukunya Mass Communication Theory, mengatakan bahwa teori ini lahir dalam masyarakat liberal yang sudah maju. Ia lahir sebagai "reaksi atas komersialisasi dan monopolisasi media yang dimiliki swasta dan sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi institusi-institusi siaran publik, yang timbul dari tuntutan norma tanggung jawab sosial." 11 la melihat organisasi-organisasi siaran publik khususnya sebagai terlalu paternalistik, terlalu elitis, terlalu dekat kepada kekuasaan, terlalu responsif terhadap tekanan-tekanan



politis



dan



ekonomi,



terlalu



monolitik,



terlalu



diprofesionalkan. Teori ini juga mencerminkan kekecewaan terhadap partaipartai politik yang mapan dan terhadap sistem demokrasi perwakilan yang nampak menjadi tercerabut dari akar-rumput asalnya. Inti dari teori partisipandemokratik terletak pada kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan dan aspirasi-aspirasi pihak penerima pesan komunikasi dalam masyarakat politis. Teori ini menyukai keserbaragaman, skala kecil, lokalitas, deinstitusionalisasi, kesederajatan dalam masyarakat, dan interaksi.



Fungsi Pers Manusia harus berkomunikasi dengan manusia lainnya agar ia dapat tetap 1



1



. Konsep teori pers partisipan demokratik ini hamper sama dengan landasan konsep yang digunakan oleh “jurnalisme publik” yang kini sedang menjadi acana dalam kehidupan pers di Amerika. Persamaannya adalah dalam hal ketidakpuasan public terhadap pers Amerika yang semakin elitis dan menjauh dari kehidupan civic masyarakat akar rumput. Jurnalistik public tidaka kami bahas dalam buku ini karena belum tampak kegunaan praktisnya.



mempertahankan hidupnya. la harus mendapat informasi dari orang lain dan ia memberikan informasi kepada orang lain. Ia perlu mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya, di kotanya, di negaranya, dan semakin lama semakin ingin tahu apa yang terjadi di dunia. Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan ini melalui medianya baik media cetak maupun media elektronik seperti radio, televisi dan internet. Tetapi, tugas dan fungsi pers yang bertanggungjawab tidaklah hanya sekadar itu, melainkan lebih dalam lagi yaitu mengamankan hak-hak warganegara dalam kehidupan bernegaranya. •



Oleh karena itulah fungsi pertama pers yang bertanggung jawab adalah fungsi informatif, yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers enghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi rang banyak dan kemudian menuliskannya dalam kata-kata. Pers mungkin akan memberitakan kejadian-kejadian pada hari itu, memberitakan pertemuan-pertemuan yang diadakan atau emberitakan pengangkatan-pengangkatan pejabat di kantor Pemerintahan. Pers juga mungkin memperingatkan orang banyak tentang peristiwa-peristiwa yang diduga akan terjadi, seperti perubahan cuaca atau bencana alam. Atau perspun mungkin memberitakan hal-hal yang langsung berguna, misalnya bagaimana menghitung pajak pribadi berdasarkan tarif pajak baru.







Fungsi kedua atau fungsi kontrol pers yang bertanggung jawab adalah masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan. Pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan tidak berjalan baik. Fungsi "watchdog" atau fungsi kontrol ini harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok masyarakat lainnya.







Fungsi ketiga pers yang bertanggungjawab adalah fungsi interpretatif dan direktif, yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan. Pers harus



menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Ini biasanya dilakukan pers melalui tajuk rencana atau tulisan-tulisan latar belakang. Kadang-kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyarakat -misalnya menulis surat protes kepada DPR atau memberikan sumbangan bagi korban bencana alam- dan memberikan alasan mengapa harus bertindak. •



Fungsi keempat pers adalah fungsi menghibur. Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menyajikan humor dan drama serta musik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting.







Fungsi kelima adalah fungsi regeneratif. yaitu menceriterakan bagaimana sesuatu itu dilakukan di masa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu diselesaikan, dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah. Jadi, pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih muda.







Fungsi keenam adalah fungsi pengawalan hak-hak warga negara, yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Demikian pula halnya, bila ada massa rakyat berdemonstrasi, pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan mayoritas di mana golongan mayoritas itu menguasai



dan menekan golongan minoritas.



Pers



yang bekerja



berdasarkan teori tanggung jawab harus dapat menjamin hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi penerangan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal rakyat hendaknya diberi kesempatan untuk menulis dalam media untuk melancarkan kritik-kritiknya terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat, bahkan juga kadang-kadang mengkritik medianya sendiri. •



Fungsi ketujuh adalah fungsi ekonomi. yaitu melayani sistem ekonomi



melalui iklan. Tanpa radio, televisi, majalah dan surat kabar, maka beratlah untuk dapat mengembangkan perekonomian sepesat seperti sekarang. Dengan menggunakan iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun dapat dijual. •



Fungsi kedelapan adalah fungsi swadaya, yaitu bahwa pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan. Bila media seperti radio, televisi, dan surat kabar berada dibawah tekanan soal keuangan, maka sama halnya dengan menempatkan diri berada di bawah kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa. Karena itulah, untuk memelihara kebebasannya yang murni, pers pun berkewajiban untuk memupuk kekuatan permodalannya sendiri.



BAB 3 SEPUTAR BERITA



Apa yang Disebut Berita? Definisi Berita Berita lebih mudah diketahui daripada didefinisikan. Tanyakanlah kepada seorang wartawan senior apa berita itu, maka ia akan menemukan kesulitan untuk menjelaskannya. Tetapi mintalah ia merisalahkan berita-berita peristiwa terpenting yang terjadi dalam sehari kemarin, maka ia tanpa ragu-ragu akan membuka halaman depan surat kabar hari ini dan menunjuk judul headlinenya. kemudian menunjuk judul-judul berita lainnya dalam urutan mulai dari yang kurang penting dibandingkan dengan berita headline sampai ke beritaberita yang lebih kurang penting lagi. Sang wartawan senior mungkin akan memilih berita-berita lain untuk suatu surat kabar, dan menekankan berita-berita yang sama-sekali berbeda untuk surat kabar lainnya. Ia mungkin saja mengalami kesulitan dalam mendefinisikan apa yang disebut berita itu, tetapi ia akan tabu ketika ia melihatnya. Seorang jurnalis, apakah ia koresponden, reporter atau redaktur, telah terlatih dalam "mencium" berita melalui indera keenamnya atau intuisi mereka. Meskipun demikian, definisi tentang berita perlu diberikan di sini. Definisi ini diperlukan untuk mengetahui secara jelas apa yang disebut berita bagi keperluan pekerjaan mencari, menghimpun dan membuat berita. Namun lebih dulu harus diketahui bahwa arti sebuah berita tidak sama bagi negaranegara yang menganut sistem pers bebas/liberal dan bagi negara-negara yang menganut sistem pers penguasa atau sistem pers yang bertanggung jawab. Sebelum bubarnya negara Uni Republik Sosialis Soviet, kita dengan mudah membedakan sistem pers dalam dua kelompok besar: Pers Barat yang menganut teori pers bebas/liberal dan Pers Timur yang menganut teori pers



komunis. Pers Barat diwakili oleh Amerika dan negara-negara sekutunya di Eropa Barat. Sedangkan Pers Timur diwakili oleh Uni Soviet dan negaranegara satelitnya di Eropa Timur. Tetapi, sejak bubarnya negara Uni Soviet, dan sistem politik negaranegara Eropa Timur yang menganut paham komunis itu pun ikut berubah, maka dikotomi antara Pers Barat dan Pers Timur itu kiranya sudah tidak relevan lagi. Namun demikian, demi untuk mengenali apa perbedaan antara kedua sistem pers tersebut, kiranya perlu di sini agak sedikit kita simak mengenai hal itu. Berita Menurut Pers Timur dan Pers Barat Pers Timur berbeda sekali sistemnya, bahkan bertentangan dengan Pers Barat. Dalam Pers Timur, berita tidak dipandang sebagai "komoditi": berita bukan "barang dagangan". Berita adalah suatu "proses", proses yang ditentukan arahnya. Berita tidak didasarkan pada maksud untuk memuaskan nafsu "ingin tahu" segala sesuatu yang "luar biasa" dan "menakjubkan," melainkan pada keharusan ikut berusaha "mengorganisasikan pembangunan dan pemeliharaan negara sosialis." Mengenai berita ini, direktur kantor berita Uni Soviet, TASS, N.G. Palgunov. pada tahun 1956 menyatakan: " News



should



not



be



merely



concerned with reporting such and such a fact or event, it must pursue a efinite purpose …. It should not simply report all facts and just any events .... News must be didactic and instructive."1 Bahkan Lenin lebih keras lagi bahwa pers di negeri sosialis adalah "a collective organizer", "a collective agitator", "a collective propagandist." Berbeda dengan Pers Timur, Pers Barat memandang berita itu sebagai "komoditi", sebagai "barang dagangan" yang dapat diperjualbelikan. Oleh karena itu, sebagai barang dagangan ia harus "menarik." Tidak heran kalau 1



. Berita harus tidak boleh hanya memperhatian pelaporan fakta atau peristiwa ini dan itu saja, ia harus mengejar suatu tujuan yang pasti ….. Ia tidak boleh hanya melaporkan semua fakta dan peristiwa saja … Berita harus bersifat didaktik dan mendidik.”



pers Barat mendefinisikan berita seperti yang diberikan oleh "raja pers" dari Inggris, Lord Northcliffe, yang mengatakan bahwa "News is anything out of ordinary,"2



dan



seorang



wartawan



bernama



Walkley



menambahkan



"combined with the element of surprise."3 Dengan demikian, menurut Northcliffe, "If a dog bites a man, that's not news; if a man bites a dog, that's news." (Kalau anjing menggigit orang, itu bukan berita; kalau orang menggigit anjing, itu baru berita.)



4



Sehubungan dengan definisi tersebut, seorang wartawan Amerika, George C. Bastian, bahkan telah membuat definisi yang menarik yang disebutnya sebagai "News Arithmatic," sebagai berikut: 1 ordinary man + 1 ordinary life = 0 (artinya bukan berita) 1 ordinary man + 1 extra-ordinary adventure = NEWS 1 ordinary husband + 1 ordinary wife = 0 1 husband + 3 wife = NEWS (di mana poligami dilarang) 1 bank cashier + 1 wife + 1 children = 0 1 bank cashier - $10.000 = NEWS 1 chorus girl + 1 bank president - $10.000 = NEWS 1 man + 1 auto + 1 gun + 1 quart = NEWS 1 man + 1 achievement = NEWS 1 ordinary man + 1 ordinary life of 79 years = 0 1 ordinary man + 1 ordinary life of100 years = NEWS Sistem Pers Kita Sekarang Pertanyaan kita sekarang adalah, definisi mana yang akan kita pakai tentang berita sebagai pegangan? Definisi menurut Pers Barat atau menurut Pers Timur?



2



. Berita adalah segala sesuatu yang tidak biasa. . Digabungkan dengan unsur kejutan. 4 . Sudah tentu, definisi “if a dog bites a man, it’s not news” tidak berlaku jika yang digigit itu orang besar atau orang terkenal (prominent person) seperti presiden, menteri atau orang besar lainnya. 3



Sejak 17 Agustus 1945, yakni sejak proklamasi kemerdekaan, sampai 5 Juli 1959, yakni ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk "Kembali ke UUD-45" 5, pers kita selama itu pada dasarnya diselenggarakan dengan sistem yang mirip-mirip sistem Barat. Sekalipun pada awalnya sebagai ''pers perjuangan" mendapat banyak bantuan dari pihak pemerintah. Sejak 5 Juli 1959, selama 6 tahun sampai Oktober 1965, Indonesia yang masih berada dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno kemudian dijalankan berdasarkan gagasan Demokrasi Terpimpin. Sejak itu struktur politik dan kemasyarakatan Indonesia pun berubah secara mendasar. Dan, struktur politik yang baru ini membawa pula perubahan yang sama mendasarnya dalam sistem pers kita. Surat izin Tjetak (SIT) yang pada masa SOB (Staat van Oorlog en Beleg = Keadaan Bahaya dan Darurat Perang) pada tahun-tahun sebelumnya (1957-1958) diberlakukan, pada masa setelah kembali ke UUD 1945 tetap berlanjut. 6 Pada saat itu lembaga SIT merupakan yang pertama kalinya dipakai di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan, dalam buku Beberapa Segi



Perkembangan



Sejarah



Pers



di



Indonesia,



yang



diedit



oleh



Abdurrachman Surjomihardjo dari LIPI tetapi karena sesuatu hal buku ini tidak jadi diedarkah untuk umum, dituturkan bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda saja yang pada tahun 1920 meminta nasihat kepada Dewan Hindia (Raad van Indie) untuk memberlakukan sistem lisensi (izin terbit) bagi pers Hindia Belanda ditolak. 7 Dewan pada prinsipnya menolak karena, "Kebebasan pers adalah sebagai akibat kebebasan hati nurani yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat yang ada, sehingga tak dapat dihalangi. Yang baik 5



6



7



. Sejak 17 Agustus 1945 s/d 1949 di Negara kita berlaku UUD ’45; pada tahun 1950-1951 ketika negara kita berbentuk negara serikat bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) berlaku UUD RIS; dan sejak tahun 1951 s/d 5 Juli 1959 konstitusi yang berlaku adalah UUD Sementara RI yang sangat liberal. . S. Tasrif, “Idealisme Seorang Wartawan”, daam Visi Wartawan ’45, Penerbit Yayasan Media Sejahtera, 1992. . Uraian S. Trasif, “Idealisme Seorang Wartawan”, dalam Visi Wartawan ’45, Penerbit Yayasan Media Sejahtera, 1992.



menderita oleh yang jahat. Dewan lebih memilih tindakan penangguhan (pembreidelan) penerbitan (Saran Dewan Hindia tanggal 19 Maret 1920 No. XXXVII). 8 Selama rezim Soekarno itu pers Indonesia berpretensi seakan-akan Indonesia menganut sistem pers bertanggungjawab sosial, namun pada kenyataannya yang dijalankan adalah sistem pers otoriter terselubung. Berita tidak lagi semata-mata harus menarik tetapi harus memiliki tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa untuk menyelesaikan revolusi nasional. Di samping diberlakukannya lembaga SIT (Surat Izin Tjetak), pembredelan dan pemberangusan terus berjalan terhadap penerbitan-penerbitan pers yang tidak sejalan dengan politik pemerintah. Selama pemerintahan Orde Lama di bawah demokrasi terpimpinnya Soekarno itu, kebebasan pers benar-benar dipasung. Kebebasan pers hanya merupakan angan-angan, surat kabar setiap harinya hanya memuat pidatopidato para pejabat. Politik seakan-akan wilayah yang hanya boleh dijamah dengan



kepala



tertunduk.



Jika



suatu



berita



politik



dianggap



tidak



menguntungkan pemerintah bisa saja berita tersebut dikategorikan sebagai anti revolusi, mengancam keselamatan negara, atau subversif. Simaklah apa yang dikemukakan Maladi pada tanggal 17 Agustus 1959 yang enak didengar telinga tetapi sebenarnya merupakan peringatan terselubung dari pemerintah kepada insan pers. yang tidak patuh pada cita-cita revolusi nasional. Waktu itu Maladi menjabat sebagai Menteri Muda Penerangan RI: 9 "Di dalam alam kembali ke UUD-45, Pers mempunyai tanggung jawab yang sama dengan Pemerintah di dalam menghimpun potensi rakyat. Hak kebebasan individu diselaraskan dengan hak kolektif seluruh bangsa di dalam melakukan kedaulatan rakyat. Kebebasan berpikir, menyatakan pendapat dan berusaha



yang



dijamin



oleh



UUD'45,



harus



mengenal



batas-batas:



keselamatan negara, kepentingan bangsa, ketatasusilaan dan kepribadian Indonesia, serta tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa." 8 9



. ibid, S. Trasif. . Pidato Menteri Penerangan RI pada Peringatan Proklamasi 17 Agustus 1959, publikasi Departemen Penerangan RI, Jakarta, 1959.



Pada 1 Oktober 1965, sehari setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) 1965, sistem dan kehidupan politik di Indonesia lagi-lagi mengalami perubahan. Tetapi perubahan politik yang terjadi hanya mengubah sistem pers kita dari sistem pers otoriter yang terselubung ke sistem pers otoriter yang terang-terangan. Jenderal Soeharto yang berhasil mengambil alih kekuasaan atas kendali pemerintahan dan kemudian dikukuhkan menjadi Presiden RI ke-2 pada tahun 1967, mencanangkan untuk melaksanakan UUD'45 secara murni dan konsekuen. Tetapi, pasal 28 konstitusi yang menjamin kebebasan berpendapat itu tetap saja tidak dijalankan secara konsekuen. Pers Indonesia selama 32 tahun (1965-1997) di bawah rezim Orde Baru Soeharto itu tetap terpasung. Bahkan dipasung untuk menjadi "Pak Turut." Rambu-rambu untuk membatasi kebebasan pers seperti SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) untuk penerbitan pers dan sensor terhadap pemberitaan pers masih ditambah dengan praktek instansi militer yang sewaktu-waktu "meminta" ditangguhkannya pemuatan suatu berita hanya melalui telepon. Jika suatu media tidak mematuhi "permintaan" ini, maka pemerintah dapat mencabut SIUPP media bersangkutan. Di bawah rezim Orde Baru, pemerintah Indonesia benar-benar menganut sistem pers otoriter yang keras sekeras pemerintah rezim sebelumnya. Setelah



bangsa



Indonesia



memasuki



era



reformasi



sejak



dilengserkannya Soeharto dari kursi kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998, sistem pers Indonesia pun kembali ke keadaannya ketika kita berada di era 1945-1959. Itu adalah masa yang sedikit banyak merupakan masa kebebasan berpikir tidak dirintangi oleh rambu-rambu sensor, izin-izin, atau laranganlarangan, meskipun pada tahun 1957 mulai muncul lembaga SIT di Jakarta. 10 Suasana reformasi sedikit banyak telah mempengaruhi paradigma para petinggi negara kita tentang arti kebebasan mengeluarkan pendapat. B.J. 1 0



.Ini disebabkan oleh kebijakan “bunuh didri” Pimpinan PWI Cabang Jakarta waktu itu yang mengusulkan kepada Pimpinan KMKB-DR (Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya) agar diberlakukan izin terbit bagi penerbitan pers. Pada waktu itu memang PWI merasa “terganggu” dengan bermunculannya secara bebas penerbitan-penerbitan pers yang mencari untung dengan menyiarkan berita-berita dan tulisan-tulisan tentang seks, pembunuhan, gossip, dan sebagainya yang kelewat batas.



Habibie yang pada 21 Mei 1998 itu menggantikan Soeharto sebagai presiden boleh dikatakan merupakan Presiden RI pertama yang giat membuka krankran demokrasi. Pada masa pemerintahannyalah undang-undang yang membatasi kemerdekaan pers dicabut, termasuk pencabutan peraturan tentang SIUPP, sebagai gantinya diberlakukan UU Pers No. 40 Th. 1999 yang menjamin adanya kebebasan pers, bahkan dalam pasal 6 undang-undang tersebut ditegaskan bahwa pers nasional berperan dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (people's right to know) karena hak memperoleh informasi itu, demikian bunyi butir (b) konsiderannya, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki. 11 Sejak itu, pers Indonesia kembali ke sistem pers ketika negara kita menganut sistem demokrasi parlementer pada tahun 1950-an, yaitu sistem pers liberal Barat. 12 Bahkan sistem pers kita di era reformasi ini sedemikian bebasnya sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa pers kita sudah tidak lagi terikat oleh etika dan rasa tanggung jawab atas kepentingan masyarakatnya. Padahal, di negara asalnya sendiri, Amerika Serikat, pers liberal sudah ditinggalkan sejak tahun 1956 dan kini negara itu bahkan menganut sistem pers yang bertanggungjawab sosial. Sampai kapan keadaan bebas tak terbatas ini berlangsung dalam kehidupan pers kita, kita tidak tahu. Akankah kemudian pers kita terjerumus lagi ke.keadaannya seperti ketika rombongan PWI Cabang Jakarta beramairamai mendatangi penguasa militer setempat untuk membatasi kebebasannya sendiri dengan mengusulkan diberlakukannya izin terbit? Kita juga tidak tahu. Yang kita tahu adalah bahwa proses sejarah seperti yang terjadi di Barat. mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus kita lalui, tetapi jangan dilalui dengan cara yang tidak demokratis seperti yang dilakukan Pimpinan PWI Cabang Jakarta pada tahun 1957 lalu itu.



11



. Undang-Undang RI No. 40/1999 tentang Pers. . Demokrasi parlementer didasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara 1950. (Periode demokrasi parlementer ini secara formal berlaku dari pertengahan tahun 1950 sampai kita kembali ke UUD 1945 yang diberlakukan dengan Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959).



12



Berita Menurut Sistem Pers Era Reformasi Benarkah pers di era reformasi ini tidak mengenal etika dan kurang tanggung jawab sosialnya dalam menggunakan kebebasannya? Dan benarkah sistem pers kita sekarang mengarah ke sistem pers liberal Barat? Tentang sistem pers kita sekarang yang berubah arah ke sistem pers liberal Barat, menang ya. Tetapi, tentang soal pers kita sekarang yang tidak mengenal etika dan kurang tanggungjawab sosialnya dalam menggunakan kebebasannya barangkali bisa diperdebatkan. Masalahnya, integritas pers sekarang memang agak tercemar oleh pemain-pemain baru yang bermunculan tanpa merasa terikat oleh rambu-rambu etika dan tanggungjawab yang sebelumnya ditetapkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) sebagai organisasi profesi yang dulu memiliki otoritas terhadap semua wartawan maupun pemilik media massa. Namun, baiklah kita tidak akan memperpanjang pembahasan tentang soal ini, yang penting kita mengetahui bahwa sistem pers kita setelah memasuki era reformasi ini menganut sistem pers liberal Barat sesuai dengan sistem politik dan struktur masyarakatnya yang telah berubah menjadi lebih "demokratis" sejak kekuasaan Soeharto tumbang. Apalagi, akar-akar sistem pers Barat ini sudah ada di dunia pers kita sejak awal kemerdekaan ketika negara kita berada dalam sistem demokrasi liberal (1945-1959). Dari segi perusahaannya, kita melihat bahwa dalam perkembangannya perusahaan pers kita sejak dulu sudah saling bersaing satu sama lain, kemudian dalam batas-batas tertentu terdapat seleksi berdasarkan persaingan



bebas.



Persaingan



bebas



pada



batas-batas



tertentu



ini



menyebabkan yang kuat, yang berorganisasi baik, cerdik dan ditopang oleh modal besar akan tumbuh dan menjadi besar. Yang tidak kuat, tidak baik organisasinya dan tidak memiliki dukungan kuat, akan gulung tikar. Dalam segi jurnalistiknya, terutama dalam hal pemberitaan, sistem pers kita selama ini pun mirip-mirip sistem Barat, misalnya dalam caranya memilih dan menyajikan berita, terutama dengan maksud menarik perhatian pembaca, dengan latar belakang - sampai batas-batas tertentu - berupa pertimbanganpertimbangan komersial untuk meraup oplah atau tiras yang besar.



Dalam segi politik, kita melihat pers kita selama ini mirip-mirip pers Barat, atau lebih tegas lagi, mirip sistem pers Belanda dengan organisasiorganisasi politiknya yang banyak itu yang masing-masing memiliki, atau sekurang-kurangnya mempengaruhi, suratkabar. Oleh karena itu, dalam menggunakan definisi tentang berita pun akan lebih sesuai jika pers kita berpegang pada defmisi berita berdasarkan sistem pers Barat. Definisi adalah batasan-batasan pengertian tentang sesuatu. Dan defmisi tentang berita hendaknya disesuaikan dengan sistem pers dalam masyarakat bersangkutan Dengan dasar tersebut, maka beralasanlah sekarang bagi kita untuk menyajikan definisi berita versi Barat menurut The New Grolier Webster International Dictionary yang menyebutkan bahwa berita adalah (1) Current information about something that has taken place, or about something not known before', (2) News is information as presented by a news media such as papers, radio, or television; (3) News is anything or anyone regarded by a news media as a subject worthy of treatment.13 Definisi lainnya adalah seperti yang dikemukakah oleh Edward Jay Friedlander dkk. dalam bukunya Excellence in Reporting: "News is what you should know that you don't know. News is what has happened recently that is important to you in your daily life. News is what fascinates you, what excites you enough to say to a friend, 'Hey, did you hear about ...? News is what local, national, and international shakers and movers are doing to affect your life. News is the unexpected event that, fortunately or unfortunately , did happened."14 1 3



1



.Terjemahannya: (1) Informasi hangat tentang sesuatu yang telah terjadi, atau tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya; (2) Berita adalah informasi seperti yang disajikan oleh media semisal suratkabar, radio, atau televise; (3) Berita adalah sesuatu atau seseorang yang dipandang oleh media merupakan subjek yang layak untuk diberitakan. 4 .Berita adalah apa yang harus anda ketahui yang tidak anda ketahui. Berita adalah apa yang terjadi belakangan ini yang penting bagi anda dalam kehidupan anda sehari-hari. Berita adalah apa yang menarik bagi anda, apa yang cukup menggairahkan anda untuk mengatakan kepada seorang teman, ‘Hey, apakah kamu sudah mendengar….?’ Berita adalah apa yang dilakukan oleh pengguncang dan penggerak tingkat local, nasional, dan internasional unruk mempengaruhi kehidupan anda. Berita adalah kejadian yang tidak disangka-sangka yang, untungnya atau sayangnya, telah terjadi.



Mitchell V. Charnley lain lagi dalam mendefmisikan berita. "News," katanya, "is the timely report of facts or opinion that hold interest or importance, or both, for a considerable number of people."15 Bahkan, karena berita ini ada di segala penjuru dunia, Tom Clarke, dulu direktur sebuah institut jurnalistik di London, mengatakan bahwa "menurut cerita", perkataan NEWS itu singkatan dari North, .East, West, dan South, suatu cerita yang meskipun tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun menunjukkan maksudnya, yaitu bahwa berita adalah "untuk memuaskan nafsu ingin tahu" pada manusia dengan memberikan kabar-kabar "dari segala penjuru". Tetapi, dari semua definisi itu, jika kita sederhanakan, maka akan kita peroleh suatu definisi yang mudah dipahami, yaitu bahwa berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang. BERITA DAN MASYARAKATNYA Berita dan Kebebasan Pers Ketika buku ini ditulis, rakyat Indonesia untuk pertama kalinya melakukan pemilihan presiden dan wakil presiden, secara langsung setelah sebelumnya memilih wakil-wakil mereka di lembaga-lembaga perwakilan. Peristiwa ini berlangsung pada 5 April 2004 yang merupakan Pemilihan Umum yang ke-9 dalam sejarah Republik Indonesia. Berbeda dengan pemilihan presiden dan wakil presiden sebelumnya, yang dilakukan melalui wakil-wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat, pemilihan kali ini untuk pertama kalinya dilakukan secara langsung oleh rakyat pada 5 Juli 2004. Ada lima calon yang ikut memperebutkan kursi kepresidenan periode 2004-2009, yakni Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan Hasyim Muzadi sebagai wakilnya, Amien Rais berpasangan dengan Siswono Yudohusodo sebagai wakilnya, Susilo Bambang Yudhoyono berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai wakilnya, Wiranto berpasangan dengan Solahuddin Wahid, dan Hamzah Haz berpasangan dengan Agum Gumelar. 1 5



.“Berita adalah laporan aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik atau penting, atau keduanya, bagi sejumlah besar orang.”



Pemilihan umum (pemilu) 2004 diikuti 24 partai politik, lebih sedikit dari pemilu sebelumnya, tahun 1999, sebanyak 48 partai. Pada pemilihan umum pertama kali tahun 1955, ketika sistem politik Indonesia didasarkan pada UUD Sementara yang bersifat liberal itu, pemilu diikuti 55 partai. 16 Sebagai warganegara yang baik, anda tentu ingin memilih secara bijaksana, bukan? Dalam hati anda tentu bertanya-tanya: Tepatkah saya jika saya memilih partai A? Apakah dengan memilih calon ini atau memilih partai A ekonomi Indonesia akan menjadi lebih baik? Apakah dengan memilih calon ini atau memilih partai B pekerjaan lebih mudah didapat? Bagaimana anda mendapat informasi yang anda perlukan agar anda dapat mengambil keputusan yang tepat? Banyak sumber informasi yang bisa anda peroleh. Salah satunya adalah informasi dari mulut ke mulut. Ini bisa anda dapatkan di tempat pekerjaan anda, di terminal-terminal, dalam obrolan santai di warung-warung kopi, dalam obrolan santai dengan teman, dengan tetangga, dan lain-lain. Tetapi, sebagai warga masyarakat modern, anda tentunya mencari informasi ini pertama-tama dari media massa seperti surat kabar, radio, atau televisi. Dari media massa ini mengalir 1001 macam informasi yang diperlukan warga tentang berbagai masalah, mulai dari masalah politik, ekonomi, keamanan sampai masalah tetek-bengek. Dari surat kabar atau radio anda bisa mengetahui jadwal keberangkatan dan jadwal tiba pesawat terbang maupun kereta api. Inilah yang dicita-citakan pers di seluruh dunia, yakni memberikan



informasi



selengkap-lengkapnya



kepada



khalayak



ramai,



membantu khalayak mendapatkan haknya untuk mendapatkan informasi yang benar dan lengkap atau disebut juga "people's right to know." Dengan mendapatkan informasi yang benar, khalayak akan mampu mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya maupun masyarakatnya dan bangsanya demi kemajuan masyarakat dan bangsa itu sendiri. Dan hal ini tidak akan tercapai jika pers tidak bebas dalam memberitakan apa-apa yang 1 6



.Lihat Vincent Wangge, SH, “Direktori Partai Politik Indonesia”, Permata Media Komunika, Jakarta, 1999.



benar atau apa-apa yang dianggap tidak benar yang dijalankan oleh suatu institusi, baik institusi pemerintah maupun swasta. Itulah sebabnya, di negara-negara demokratis, hak-hak demokrasi rakyat seperti hak kebebasan berfikir, menyatakan pendapat dan berusaha dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan terhadap kebebasan pers pun dicantumkan secara tegas dalam konstitusi. Selama hampir setengah abad sejak Dekrit Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD '45 dicanangkan pada 5 Juli 1959, pers Indonesia sudah berjuang keras, meskipun dengan berbagai cobaan yang berat, untuk mendapatkan kebebasannya dengan segala macam manuver politiknya. Tetapi, baru di penghujung abad ke-20 dan di awal abad ke-21 ini pers kita mendapatkan jaminan undang-undang dalam melaksanakan kebebasan persnya dengan disahkannya Undang-Undang No. 40 tahun. 1999 dan diterimanya Amandemen ke-2 UUD 1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Seperti dikemukakan Mitchel V. Charnley 17 Kebebasan pers itu bukan berarti, "Government, keep your hands-off!" 18 Tetapi artinya, "Keep your hands off so that the media may help the people to preserve the democratic system.”19 Menurut Charnley, kebebasan pers adalah sarana, bukan tujuan; pelindungnya adalah publik, bukan penerbit. Publik atau rakyat dalam hal ini diwakili oleh undang-undang dan aparat penegaknya. Kebebasan Pers Belun Terjamin Ketika buku ini ditulis, pers Indonesia tengah diramaikan oleh kasus pemimpin redaksi Harian Rakyat Merdeka, Karim Paputungan, yang dijatuhi hukuman lima bulan penjara oleh hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan pada tanggal 9 September 2003. Kasus delik pers 20 ini diajukan ke pengadilan gara-gara pemuatan foto parodi Akbar Tanjung di Harian Rakyat Merdeka 17



. Mitchel V. Charnley, Reporting, Holt, Rinehart and Winston, third



edition, 1975



18



. "Hey Pemerintah, jangan ikut campur!"



19



.



"Jangan ikut campur sistem demokrasi."



sehingga



media



dapat



membantu'rakyat



memelihara



edisi 8 Januari 2002 yang memperlihatkan bagian tubuh bertelanjang dada dan penuh keringat. 21 Foto tersebut merupakan ilustrasi dari berita berjudul "Akbar Sengaja Dihabisi. Golkar Nangis Darah." Karim oleh Pengadilan dianggap bersalah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP, yang antara lain berbunyi: dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan. Selain kasus di atas, pers Indonesia juga meratap ketika hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan dilakukannya sita jamin atas rumah tinggal Gunawan Muhamad, pemimpin umum Majalah Berita Tempo, dan atas kantor Majalah Tempo. Rumah Gunawan disita jamin merespon pengaduan bos Grup Artha Graha, Tomy Winata, sehubungan pernyataan Gunawan yang menyatakan, " ...Jangan sampai Republik ini jatuh ke tangan preman." Pernyataan ini dianggap Tomy sebagai pencemaran nama baiknya. Sedangkan



sita



jamin



atas



kantor



Tempo



dilakukan



untuk



menindaklanjuti vonis terhadap Pemimpin Redaksi Tempo, Bambang Harimurti dan dua wartawan Tempo, Ahmad Taufik dan Tengku Iskandar Ali, yang diadukan Tommy atas tuduhan pemuatan berita bohong Majalah Tempo berjudul "Ada Tommy di Tenabang" (3-9 Maret 2003). Gunawan sama dengan Karim dianggap bersalah telah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP, yakni dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan. Dan, gugatan perdata Tommy pun kepada Gunawan di pengadilan perdata dikabulkan hakim dengan munculnya perintah sita jamin tersebut.



20



. Delik Pers = pelanggaran hukum oleh pers. Lihat lebih lanjut Bab IV tentang Delik Pers



2



1



.



Kemerdekaan Pers Indonesia Setengah Hati, oleh Leo Batubara, Ketua Pelaksana Harian SPS dan Ketua Komisi I Dewan Pers Urusan Pengaduan Masyarakat, dimuat dalam Rakyat Merdeka secara serial dalam edisinya tanggal 18, 19, 20 September 2003.



Nasib kedua wartawan Tempo tadi lebih mengenaskan lagi, mereka didakwa telah melanggar Pasal XIV ayat (1) dan (2) UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 55 ayat (1) ke-1 e KUHP. Ancaman hukuman untuk palanggaran tersebut maksimal 10 tahun. Kedua wartawan itu juga didakwa melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan. Selain kedua kasus tersebut, pers Indonesia juga mengalami cobaan dengan diadukannya penanggungjawab Harian Rakyat Merdeka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tuduhan telah menyerang kehormatan Presiden Megawati. Jaksa penuntut menggunakan Pasal 134 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, subsider melanggar pasal 137 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dari ketiga kasus tersebut kita pun mengetahui bahwa meskipun kebebasan pers Indonesia dijamin oleh konstitusi maupun undang-undang, namun pada pelaksanaannya masih saja mengalami hambatan. Hambatan itu tidak lain datang dari produk-produk hukum kolonial yang tercantum dalam pasal-pasal KUHP yang sampai sekarang masih tetap dipertahankan dan dari sikap pemimpin-pemimpin bangsa sendiri yang tidak mau memberikan contoh untuk menciptakan preseden yang baik. 22 Demikian pula, sebagian besar para hakim kita tidak memiliki semangat inovatif yang diperlukan untuk membangun hukum yang lebih maju melalui keputusan-keputusannya. Kita



bisa



menyimak



misalnya



UU



Pers



No.



40/1999



itu



mengamanatkan bahwa (1) pers nasional antara lain mempunyai fungsi kontrol; (2) berperan melakukan pengawasan melalui kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Undang-undang pers itu juga menugaskan Dewan Pers untuk melindungi kemerdekaan pers, dan memberikan pertimbangan serta mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Dengan dikeluarkannya UU Pers No. 40/1999 tersebut, apalagi diperkuat 2 2



oleh



Amandemen



ke-2



UUD'45,



seharusnya



pelanggaran-



.Krisna Harahap, S.H., M.H., Rambu-Rambu di Sekitar Profesi Wartawan, PT Grafiti Budi Utami, 1996.



pelanggaran yang menyangkut kinerja pers hendaknya tidak lagi dikenakan pasal-pasal KUHP yang berjiwa kolonial itu. Hakim dapat saja memelopori gerakan ke arah itu dengan menjatuhkan sanksi-sanksi yang didasarkan pada UU Pers itu saja. Dan, keputusan hakim semacam ini bisa dijadikan sebagai preseden hukum yang ideal yang mengarah kepada yurisprudensi. 23 Kemajuan hukum semacam inilah sebenarnya yang didambakan oleh bangsa ini, sehingga hukum yang bercita-cita menegakkan keadilan bisa tercapai. Tetapi, demikianlah, tokoh-tokoh politik kita maupun para hakim kita tampaknya kurang memahami apa artinya memberikan kepeloporan dalam fungsinya masing-masing, yang dapat membawa bangsa ini ke tahap yang lebih maju. Seperti Presiden Megawati dan Ketua DPR Akbar Tanjung, misalnya, seharusnya kedua pemimpin bangsa itu memberikan contoh kepada rakyatnya untuk memberdayakan Dewan Pers dengan mengupayakan penyelesaian kasusnya sesuai dengan amanat UU Pers. Tetapi, Presiden Megawati maupun Akbar Tanjung langsung mengadukannya ke pengadilan dan hakim pengadilan yang tidak mau memahami perkembangan zaman dan mau gampangnya saja langsung menerapkan pasal-pasal KUHP. Padahal, pemerintah kolonial Belanda merancang pasal-pasal KUHP tentang delik pers itu



bukan



untuk



melindungi



kemerdekaan



pers,



melainkan



untuk



memenjarakan siapa saja yang berani mengritik pemerintah. Sebab itu, masyarakat pers Indonesia mendesak agar UU Pers No.40/1999 dijadikan sebagai lex specialis, sehingga sesuai dengan asas hukum lex specialis derogate lex generalis, maka UU Pers ini dapat menyampingkan undangundang lainnya sepanjang menyangkut delik pers. Sesungguhnya kalau menyimak kembali kepada putusan kasasi pada 12 April 1993 atas kasus PT Anugerah Langkat Makmur yang memperkarakan Harian Garuda Medan, hakim di Indonesia pernah memberlakukan UU Pokok Pers (UU Pokok Pers tahun 1960) sebagai lex-specialis. Kala itu, majelis hakim kasasi yang diketuai M.Yahya Harahap menolak gugatan pencemaran nama baik PT 2 3



. Keputusan hakim yang sudah mendapatkan kekuatan hokum yang tetap yang dapat dipakai oleh hakim-hakim lain untuk dasar mengambil putusan dalam suatu perkara. Jadi, yurisprudensi tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan sebuah pasal undang-undang.



Anugerah Langkat Makmur dengan alasan penggugat belum melakukan hak jawab. 24 Namun dibalik harapan tersebut, dunia pers Indonesia pada 13 Mei 2004 dikejutkan dengan sebuah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang cukup kontroversial atas vonisnya yang menghukum majalah Trust untuk membayar ganti rugi Rp 1 miliar kepada Direktur PT Petindo Perkasa John Hamenda. Majalah bisnis dan hukum yang menurunkan beritanya yang berjudul "Komplotan Pembobol BNI" dianggap melawan hukum dengan mencemarkan nama baik. Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan hakim ketua Tjitjut Sutiarso, majalah Trust dinilai menyiarkan informasi yang tidak sah dianggap benar. Hal lain, Trust dinilai telah melanggar hak subjektif penggugat



karena



dalam



pemberitaannya



tidak



menggunakan



inisial,



melainkan menyebut nama lengkap penggugat. Reportase investigatif majalah Trust berawal dari fotokopi hasil audit internal Bank BNI yang diperoleh wartawannya, kemudian dilakukan penyelidikan lebih jauh dan hasilnya dimuat pada edisi 52, 1-7 Oktober 2003. Majalah



Trust



bertahan



untuk



tidak



membuka



sumber



yang



memberikan fotokopi hasil audit internal, karena sesuai dengan kode etik jurnalistik, wartawan wajib melindungi sumbernya, kecuali demi kepentingan umum, sumber tersebut dapat dibuka. Demi kepentingan umum itupun harus ditetapkan oleh suatu putusan pengadilan. 25 Tentang kasus Rakyat Merdeka, seseorang Dewan Anggota Pers Leo Batubara bercerita mengenai kasus serupa di Jerman. 26 “…ketika delegasi Indonesia berdiskusi tentang The Task and Works of the Association of German Journalistists di Bonn tanggal 19 September 2003, salah seorang dari pengurus Persatuan Wartawan Jerman, Michael Klehm, mengemukakan bahwa bila media Jerman memuat foto Perdana Menteri Jerman bersama seluruh anggota kabinetnya dengan caption yang berbunyi The Traitors (Pengkhianat), ini dinilai tidak melanggar kode etik pers. Alasannya, caption 24



. Lihat Koran Tempo, “MA Jangan Ragu Keluarkan Perma Lex Specialis”, 7 Mei 2004 . Lihat Kotan Tempo, “Majalah Trust 26 . Ibid Leo batu Bara dalam Kemerdekaan Pers Indonesia Setengah Hati 25



tersebut dianggap sebagai penilaian atas kinerja Pemerintah. “Sorenya delegasi Indonesia bertemu dengan wakil Dewan Pers Jerman (Deutscher Presserat), Mr. Ella Wassink. Dia menyerahkan kopi foto montase gambar sampul depan Majalah Stern edisi 16 Mei 2002 yang memuat gambar utuh Perdana Menteri Gerhard Schroeder dalam posisi telanjang bulat. Hanya saja bagian alat kelaminnya ditutupi dengan selembar daun. Caption-nya: ‘Kebenaran yang telanjang. Dapatkah Schroeder menang?’ “Bagaimana Schroeder menanggapi gambar ini dan bagaimana peranan dewan pers? Perdana Menteri Schroeder sama sekali tidak mengadukan majalah tersebut ke pengadilan,” tulis Batubara. “Tetapi, sejumlah warga negara mengadukan majalah tersebut ke Dewan Pers Jerman. Dalam sidangnya tertanggal 18 Juni 2002, Dewan Pers memutuskan: ‘Dewan Pers menolak pengaduan itu sebagai tidak berdasar.’ Menurut pendapat Dewan Pers, foto montase tersebut, Schroeder. Juga tidak merendahkan institusi pemerintah federal. Lagipula, Dewan Pers berpendapat pemuatan foto itu sekedar satire yang diperbolehkan dan terkait dengan berita dalam edisi yang sama. Foto itu mengacu kisah dongeng tentang The Emperor New Clothes dan Gerhard Schroeder berperan sebagai ‘penguasa tidak terpuji’ yang berpakaian hanya sehelai daun ara. Dari segi kode etik, pemuatan gambar itu dinilai tidak melanggar kode etik pers Jerman.” Bandingkan cerita diatas dengan ketiga kasus dakwaan delik pers yang dialami para wartawan Majalah Tempo dan Harian Rakyat Merdeka itu. Bandingkan pula sikap para petinggi kita dengan sikap petinggi di Jerman tersebut. Dari sini saja kita sudah dapat menilai betapa terbelakang kita dalam sikap dan betapa miskin kita dalam idealisme untuk meningkatkan diri menjadi bangsa yang demokratis. Dan, di sinilah peran pers diperlukan untuk menjalankan fungsinya yang mendidik.



Unsur Layak Berita Sebelum kita membahas unsur-unsur yang membuat suatu berita layak



untuk dimuat, penulis ingin mengajak pembaca menyimak isi pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia:27 "Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya." Dari ketentuan yang ditetapkan oleh Kode Etik Jurnalistik itu menjadi jelas pada kita bahwa berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam bahasa Jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap (complete), adil (fair) clan berimbang (balanced). Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis disebut objektif. Dan, yang merupakan syarat praktis tentang penulisan berita, tentu saja berita itu harus ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current). Sifat-sifat istimewa berita ini sudah terbentuk sedemikian kuatnya sehingga sifat-sifat ini bukan saja menentukan bentuk-bentuk khas praktik pemberitaan tetapi juga berlaku sebagai pedoman dalam menyajikan dan menilai layak tidaknya suatu berita untuk dimuat. Ini semua membangun prinsip-prinsip kerja yang mengkondisikan pendekatan profesional terhadap berita dan membimbing wartawan dalam pekerjaannya sehari-hari.



Baiklah, kita sudah mendapatkan tujuh sifat istimewa berita yang akan kita sebut juga sebagai unsur-unsur layak berita, yaitu akurat, lengkap, adil



2



7



. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali dibuat pada tahun 1947 di Yogyakarta,



kemudian disusun kembali dan ditetapkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun 1955 di Prapat, Sumatera Utara, dan mengalami penyempurnaan pada Kongres Kerja Nasional PWI tahun 1994 di Batam, Riau. Kemudian dalam Kongres XXI PWI di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 2-5 Oktober 2003 , Kode Etik Jurnalistik ini lebih disempurnakan lagi.



dan berimbang, objektif, ringkas, jelas dan hangat. Sekarang marilah kita bahas hal tersebut masing-masing satu demi satu: Berita Harus Akurat Wartawan harus memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Kehatian-hatian dimulai dari kecermatannya terhadap ejaan nama, angka, tanggal dan usia serta disiplin diri untuk senantiasa melakukan periksa ulang atas keterangan dan fakta yang ditemuinya. Tidak hanya itu, akurasi juga berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta-faktanya. Pembaca biasanya sangat memperhatikan soal akurasi ini. Bahkan, kredibilitas sebuah media, apakah cetak maupun elektronik, sangat ditentukan oleh



akurasi



beritanya



sebagai



konsekuensi



dari



kehati-hatian



para



wartawannya dalam membuat berita. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Public Agenda Foundation terhadap khalayak pembaca/pemirsa surat kabar/majalah maupun televisi/radio menyimpulkan : "52% meragukan keakurasian." Seorang wartawan yang memiliki kemampuan tinggi dalam mencari berita, tapi mengabaikan soal akurasi, dia hanya menyiapkan diri untuk kemudian dipecat dari pekerjaannya, karena ia akan mengantarkan perusahaan penerbitan pada gugatan pembaca. Bisa jadi perusahaan akan kehilangan ratusan juta rupiah untuk membayar ganti rugi pencemaran nama baik. Mengenai akurasi ini, ada sebuah ilustrasi menarik dari seorang dosen di depan mahasiswa jurusan jurnalistik. Sang dosen memperlihatkan sebuah kaleng yang berlabel suatu jenis buah. Kemudian ia meminta mahasiswanya untuk menyebut tiga hal mengenai kaleng yang dipegangnya. Seorang mahasiswa mengatakan, "benda itu dibuat dari metal. Isinya dapat dimakan." Kemudian menyusul jawaban lainnya: "Isinya berwarna hijau, karena labelnya bertuliskan buncis." Lalu mahasiswa lainnya berkata lain, "kaleng beratnya 16



ons, kalau dilihat dari besarnya." Masih ada yang menjawab dengan rasa pasti. Katanya, kaleng itu berisi buncis karena demikian tulisan pada labelnya. Dari enam jawaban tadi, ternyata hanya dua saja yang akurat. Selebihnya menjawab atas dasar asumsi yang salah karena kaleng setelah dibalikkan oleh sang dosen tidak berisi apa-apa. Bahkan, dasar kalengnya pun sudah tidak ada. Jawaban yang akurat adalah bahwa kaleng terbuat dari metal dan label bertuliskan buncis. Dengan contoh di atas sang dosen ingin memperlihatkan bahwa acapkali banyak wartawan yang terjebak oleh suatu fakta tidak akurat yang sengaja diciptakan oleh para politisi yang hanya mengatakan setengah kebenaran, atau politisi yang ingin menyembunyikan fakta. Atau diciptakan oleh sumber berita yang ingin membesar-besarkan sesuatu karena memang dia seorang yang gemar dipublikasikan. Mudahnya wartawan menggiring pembaca untuk membuat suatu asumsi atas fakta yang dilihafcnya misalnya terdapat dalam sebuah berita berjudul "Jelang Konvensi Golkar, Semua Pihak Siapkan Peluru" dimuat di harian Kompas, 8 April 2004. Surat kabar ini menulis berita mengenai kesibukan para calon presiden (capres) dari Golkar dalam menghadapi konvensi partainya, di antaranya Akbar Tanjung yang mengadakan rapat dengan tim sukses di ruang kerjanya di gedung DPR/MPR Senayan. Selesai rapat, tak satu pun peserta pertemuan itu mau memberikan keterangan kepada pers. Rupanya wartawan Kompas melihat salah seorang peserta yang keluar ruangan, Ade Komaruddin, membawa dokumen setebal 20 halaman yang berjudul "Ringkasan Dakwaan terhadap Jenderal TNI (purn) Wiranto atas Kejahatan Pelanggaran HAM di Timor-Timur". Penyelipan fakta adanya seorang peserta rapat membawa dokumen tersebut, tentu diharapkan oleh sang wartawan agar pembaca bisa sedikit mereka-reka apa antara lain isi pembicaraan dalam rapat tersebut atau pembaca didorong membuat asumsi sendiri. Fakta peserta rapat membawa apa yang disebut dokumen itu memang benar. Apakah ihwal yang menjadi isi dokumen itu menjadi pokok pembahasan, tentu perlu pengecekan lebih jauh.



Sepekan kemudian, 14 April 2004 dalam rubrik surat pembaca harian tersebut, Ade Komaruddin membantah bahwa dokumen setebal 10 halaman [bukan 20 halaman seperti diberitakan] tidak ada relevansinya dengan rapat tersebut. Menurut Ade Komaruddin dalam bantahannya, foto “dokumen” yang dipegangnya diterima dari seseorang saat berjalan menuju Gedung Nusantara 3 DPR Lantai 3. Tentang betapa pentingnya akurasi ini dalam berita, Joseph Pulitzer, tidak lama setelah ia pensiun sebagai pemimpin redaksi New York Work, mengatakan antara lain 28; it is not enough to refrain from publishing fake news: it is not enough to avoid the mistakes hich arise many man who handle the news…you have got to…make everyone connected ith the paper – you editors, your reporters, your correspondents, your rewrite men, your proofreaders – belive that accuracy is to a newspaper what virtue is to a woman.29 Apakah usaha perlindumgam yamg dilakukan wartawan? Bagaimana ia dapat melindungi dirinya suratkabarnya dan pembacanya dari ketidak cermatan, dari ketidakakuratan? Perlindungan yang baik adalah kewaspadaan yang disertai kesabaran. Buatlah catatan-catatan yang dapat dibaca tentang setiap fakta (jangan mengandalkan ingatan yang jarang akurat), terutama tentang detil-detil spesifik seperti nama, usia, tanggal, waktu, dan alamat. Jangan menganggap remeh hal-hal tersebut. Tanyakan dengan jelas kepada sumber berita apakah namanya ditulis dengan ejaan lama. Misalnya Sudradjat atau Sudrajat? Apakah ia seseorang nyonya atau nona. Apa gelar lengkapnya, hanya Drs. Atau dirtambah dengan M.Si. atau M.A. dibelakang namanya? Seperti juga skeptisisme, kewaspadaan yang disertai kesabaran memerlukan pemeriksaan ganda (double-checking atau check-and-recheck). Skeptisisme artinya bahwa kisah yang dikliping dari koran pagi sebagai tip 28 2



. Mitchell V. Charnley, Reporting, Holt, Rinehart and Winston, Third Edition, New York, 1975. 9 . Berita memuat berita-berita palsu saja belumlah cukup; juga belum cukup hanya menghindari kesalahan-kesalahan yang timbul dari ketiktahuan, kecerobohan, kebodohan salah seorang atau lebih orang-orang yang menangani berita … Anda harus … membuat setiap orang yang berkaitan dengan surat kabar ini –para redaktur anda, para wartawan anda, para koresponden anda, para penyunting anda, para korektor anda, percaya bahwa akurasi itu bagi sebuah surat kabar seperti kebajikan bagi seorang wanita.”



untuk pemberitaan sore harus dijamin oleh sumber yang dapat dipercaya suatu berita tidak berarti akurat hanya karena berita itu dimuat atau disiarkan secara luas. Surat kabar terkemuka di Inggris, times of London pernah menelan mentah-mentah berita propaganda tentang pembantaian secara brutal di sebuah dusun fiktif di Afrika. Surat kabar lain dimana-mana ikut memuat berita itu sampai akhirnya majalah The Economist London membongkar berita bohong tersebut yang ternyata berlatar belakang propaganda. Dalam praktik kewartawanan di Indonesia pernah pula terjadi kehebohan akibat kecerobohan wartawan yang tidak melakukan chek-andrechek. Beritanya mengenai meninggalnya Sri Sultan Hamengkubuono IX yang disiarkan oleh RRI Jakarta pada pagi hari. Setelah dilakukan pengecekan oleh Sekretariat Negara, ternyata Sri Sultan masih segar bugar. Mengingat RRI memiliki otoritas cukup tinggi dalam hal pemberitaan mengenai beritaberita yang berkaitan dengan pemerintahan, tentu saja siaran ini seketika tersebar luas keseluruh pelosok nusantara. Ini terjadi pada medio 1980-an. Contoh lain, adalah kasus majalah Tempo yang digugat pengusaha Probosutedjo, karena dianggap mencemarkan nama baiknya. Majalah ini dalam terbitan 10 September 1987 di rubrik ekonomi dengan judul “ Prit … Awas Roda Copot” antara lain menulis, “ … bisik-bisik tapi rupanya cukup keras terdengar diantara pengusaha mobil sekarang ini adalah mengenai Chevrolet. Ada yang berspekulasi merk itu akan hilang dari peredaran. Alasannya Probosutedjo yang mengagumi merk mobil Amerika itu sudah menawarkan perusahaannya kesana-kemari tapi tidak ada yang mau.” Atas pemuatan berita itu, Probosutedjo didampingi pengacaranya RO Tambunan mengadukan dua pimpinan dan wartawan majalah tersebut ke Markas Besar Kepolisian RI dengan alasan mencemarkan nama baik. Pihak Tempo tetap pada pendirian mereka bahwa berita berdasarkan pada informasi dari sumber yang layak dipercaya, yaitu dari salah seorang eksekutif perusahaan tersebut, meski tidak mewawancarai Probosutedjo. Setelah mengalami sekali persidangan, akhirnya kedua belah pihak mencapai



kesepakatan untuk mengadakan perdamaian. Pihak Probosutedjo mencabut gugatannya



setelah



Tempo



menyatakan



kesediaannya



memuat



iklan



permintaan maaf satu halaman berwarna di majalah mereka. 30 Kecerobohan wartawan untuk menulis secara akurat terjadi juga di Amerika Serikat. Surat kabar-surat kabar di Amerika pernah memberitakan adanya perlengkapan militer dalam jumlah sangat besar yang dikubur di basis militer Angkatan Udara Amerika di Carolina Selatan. Kebohongan



ini



dibongkar oleh harian News di Detroit. Kolumnis James J. Kilpatrick berspekulasi bahwa “berita tersebut dimuat karena para pemimpin redaksi di bawah sadar mereka siap untuk mempercayai rumor tentang institusi-institusi yang kurang populer orang-orang Portugis di Afrika di satu pihak, dan militer di pihak lain. Dan fakta-faktanya tidak diperiksa lagi.” 31 Seorang



wartawan



yang



baik



adalah



apabila



ia



senantiasa



menyangsikan kebenaran yang didengar dan dilihatnya, sehingga dalam dirinya selalu tertanam kewaspadaan untuk berhati-hati dan bersikap cermat. Karena, tidak jarang seorang wartawan menjumpai orang (nara sumber) yang mengatahui jawaban suatu masalah, tetapi tidak mau mengatakannya secara cermat. Ini merupakan penyakit dalam kehidupan pemberitaan bahwa sumbersumber berita biasanya kurang dapat dipercaya ketimbang wartawan. Berita Harus Lengkap, Adil, dan Berimbang Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Faktafakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit memberikan tekanan, dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada di sana, pembaca mungkin mendapat kesan yang palsu. Bagi seorang wartawan, untuk mnyusun sebuah laporan atau tulisan yang adil dan berimbang tidaklah sulit memelihara objektivitas. Yang dimaksudkan dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa seorang wartawan harus 30



. Diungkapkan mantan wartawan Tempo, Ahmed Kurnia Soerawijaja, pada 26 April 2004. . Mitchell V. Charnley, ibid.



31



melaporkan apa sesungguhnya yang terjadi. Misalnya, manakala seorang politisi memperoleh tepukan tangan yang hangat dari hadirin ketika menyampaikan pidatonya, peristiwa itu haruslah ditulis apa adanya. Tetapi, ketika sebagian hadirin walked out sebelum pidato berakhir, itu juga harus ditulis apa adanya. Jadi, ada dua situasi yang berbeda, keduanya harus termuat dalam berita yang ditulis. Situasi seperti di atas juga terjadi ketika misalnya kapolri menyatakan bahwa si anu akan ditangkap. Dalam hal ini, seorang wartawan harus pula menanyai atau menghubungi orang yang mau ditangkap itu. Seandainya si wartawan sudah berusaha meghubungi tetapi yang bersangkutan tidak bisa dihubungi, maka tulislah bahwa yang bersangkutan tidak bisa dihubungi sampai berita tersebut diturunkan. Namun ada kalanya, yang bersangkutan berhasil dihubungi lewat telepon, tetapi tak mau menjawab sepatah kata pun. Kalau masih ada waktu, jangan menyerah. Susulkan daftar pertanyaan ke kantor atau ke rumahnya. Kalau tidak mau menjawab juga, setelah kemudian dicegat di jalan, barulah seorang wartawan bisa menuliskan beritanya. Inilah yang disebut pelaporan berita yang berimbang, balanced, karena dari pihak wartawan sudah ada upaya untuk memberikan kesempatan yang sama adilnya kepada pihak yang dirugikan untuk memberikan tanggapannya. Jika beritanya muncul pada keesokan harinya dengan hanya memuat pertanyaan-pertanyaan Kapolri saja tanpa menyajikan pula tanggapan si tersangka tadi, maka berita tersebut tidak boleh dikatakan adil dan berimbang. Misalnya, ketika Kapolri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar menyatakan kepada pers tentang adanya penyelewengan subsidi pakan ternak unggas oleh sejumlah pengusaha. Keesokan harinya ada bantahan dari salah seorang pengusaha pakan ternak unggas yang menyatakan tuduhan adanya penyelewengan sama sekali tidak akurat. Sang pengusaha kemudian mengajukan Kapolri dan pejabat kepolisian lainnya ke pengadilan. Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan fakta. Selaku wakil dari pembaca atau



pendengar



berita,



seorang



wartawan



harus



senantiasa



berusaha



untuk



menempatkan setiap fakta atau kumpulan fakta-fakta menurut proporsinya yang wajar, untuk mengaitkannya secara berarti dengan unsur-unsur lain, dan untuk membangun segi pentingnya dengan berita secara keseluruhan. Misalnya, seorang wartawan yang meliput pertandingan sepakbola mungkin sangat akurat dalam hal fakta-fakta yang ia gunakan, tetapi ia akan menipu pembaca jika ia hanya menceritakan serangan-serangan dan cara mencetak gol yang diperlihatkan tim tuan rumah dan mengabaikan serangan-serangan dan cara mencetak gol tim lawan. Pemberitahuan tentang kerusuhan dalam peristiwa unjuk rasa yang melaporkan ayunan-ayunan pentungan polisi tetapi tanpa memberitahukan provokasi-provokasi yang dilakukan para pengunjuk rasa merupakan berita yang tidak berimbang dan tidak lengkap. Adakah juga tidak adil jika wartawan hanya memberikan pidato walikota saja tanpa menyebut acara pemberian hadiah kepada para camat yang berprestasi, lebih-lebih jika pidato walikota tersebut hanya merupakan kejadian rutin sedangkan pemberian hadiah disambut hadirin dengan meriah. Berita Harus Objektif Selain harus memiliki ketepatan (akurasi) dan kecepatan dalam bekerja, seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis. Dengan sikap objektifnya, berita yang ia buat pun akan objektif, artinya berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai oleh prasangka pribadi. Memang ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasif, artinya ada sikap subjektif di dalamnya, dan objektivitasnya agak kendur, misalnya dalam tulisan editorial atau komentar. Sebuah depth-reporting (pemberitaan mendalam) maupun investigative-reporting (pemberitaan-investigasi) haruslah objektif, meski boleh memiliki suatu fokus pandangan, point of view. Memang untuk bersikap objektif 100 % sangat sulit, hampir tidak mungkin, karena latar belakang seorang wartawan acapkali mewarnai hasil karyanya. Ambil sebagai contoh misalnya seseorang yang berasal dari lingkungan



keluarga kelas menengah kota. Ia pasti akan sulit sekali untuk bersikap objektif ketika meliput berita tentang penggusuran-penggusuran yang dilakukan Pemda DKI Jakarta. Berita sang wartawan sedikit banyak tidak akan mencerminkan pandangan yang benar-benar objektif tentang peristiwa penggusuran tersebut. Berita-beritanya pasti condong pada pendapat para pejabat Pemda DKI yang mendasarkan tindakan-tindakan penggusuran mereka pada penghunian lahan secara liar dan pada rencana memperindah kota, bukan pada segi-segi sosial penggusuran tersebut. Namun sebagai seorang reporter yang ingin menghasilkan karya yang bermutu dan terpercaya, setidaknya ia harus dapat menjaga netralitas, harus objektif dan tidak memihak dalam menulis berita. Dalam pengertian objektif ini, termasuk pula keharusan wartawan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan subjektif. Contoh klasik yang selalu diceritakan dalam mata kuliah jurnalistik adalah kisah Paus Paulus yang berkunjung di New York. Konon kunjungan ini sudah dinantikan oleh seorang wartawan. Sebagaimana biasa, setiap mengunjungi sebuah negara, Paus mencium tanah begitu turun dari pesawat. Saat Sri Paus berdiri, sang wartawan langsung menyodorkan alat perekamnya dan bertanya, "Bapak, bagaimana pendapat anda mengenai Nite Club di New York?" Menghadapi "serangan" mendadak dengan pertanyaan tak lazim, tentu saja Paus kaget dan dengan santun ia bertanya balik, "Apakah ada Nite Club di New York!" Mendengar jawaban itu, si wartawan sangat puas dan berhenti bertanya. Keesokan harinya, si wartawan itu pun menulis beritanya yang sangat mengagetkan, terutama bagi masyarakat Katolik. Berita itu dimulai dengan: "Ucapan pertama Sri Paus Paulus ketika tiba adalah, Apakah ada Nite Club di New York?" Contoh ini memperlihatkan, dari segi fakta berita ini benar. Yang disembunyikan si wartawan adalah bahwa jawaban itu atas pertanyaan, sehingga ucapan Paus dihilangkan dari konteks yang sesungguhnya terjadi.



Contoh lain adalah berita mengenai pernyataan Presiden Soeharto di depan masyarakat Indonesia di Mesir pada Mei 1998. Berita inilah sesungguhnya yang memicu percepatan kejatuhan Soeharto, karena fakta tersebut menjadi dasar bagi Harmoko ketua MPR waktu itu, untuk mendesak Presiden Soeharto mundur. Keesokan harinya, Panglima ABRI Jenderal Wiranto menilai pernyataan Ketua MPR Harmoko sebagai pendapat pribadi, bukan lembaga MPR. Berita yang ditulis para wartawan yang menyertai kunjungan Presiden Soeharto ke Mesir, sebetulnya bukan hal yang baru. Karena, sebelumnya sudah beberapa kali Soeharto menyatakan bersedia mundur apabila rakyat sudah tidak lagi menghendaki dirinya memimpin bangsa Indonesia. Presiden Soeharto mengemukakan hal itu dalam konteks demokrasi. Jadi sesungguhnya pernyataan Presiden ini dalam konteks wacana berdemokrasi. Tetapi dalam situasi di mana massa rakyat yang dimotori mahasiswa sudah mengepung gedung MPR/DPR dan Istana Merdeka, berita yang menonjolkan Presiden Soeharto bersedia mundur, menjadi punya makna amat "keras". Punya makna seakan-akan menjawab tuntutan para mahasiswa. 32 Berita Harus Ringkas dan Jelas Mitchel V. Charnley berpendapat, bahwa pelaporan berita dibuat dan ada untuk melayani. Untuk melayani sebaik-baiknya, wartawan harus mengembangkan ketentuan-ketentuan yang disepakati tentang bentuk dan cara membuat berita. Berita yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu tulisan yang ringkas, jelas, dan sederhana. Tulisan berita harus tidak banyak menggunakan kata-kata, harus langsung, dan padu. Gaya jurnalistik yang bagus, seperti juga gaya tulisan-tulisan lainnya, tidak mudah diwujudkan atau dipertahankan. Seorang wartawan yang menggunakan kata-kata klise dan bukannya kata-kata yang segar dan jelas, tidak akan mendapat pujian. Juga si wartawan malas yang berkata "Biar saja 3



2



. Diungkapkan oleh Garinsia Muslim wartawan Majalah Filar yang mengikuti kunjungan kerja Presiden Soeharto ke Mesir. Cerita ini diungkapkan pada 14 September 1999. Seperti diketahui setelah pemuatan berita "Presiden bersedia mundur" ini, Ketua MPR Harmoko keesokan harinya memberikan pernyataan



redaktur nanti yang memperbaiki berita saya", sama tidak akan mendapatkan kemajuan. Dengan menulis ringkas, jelas dan sederhana, anda tidak perlu takut dikatakan tidak punya gaya. Ingat, pujangga besar Ernest Homingway lewat cerpennya The Snow of Kilimanjaro yang juga telah difilmkan, dan cerpennya yang lain, The Killers 33 memiliki alur gerak dinamik yang tumbuh dari gaya jurnalistiknya, yaitu kepandaiannya bertutur yang ringkas dan intens maupun cara bertuturnya yang saling susul itu. Penulisan berita yang efektif memberikan efek mengalir; ia memiliki warna alami tanpa berelok-elok atau tanpa kepandaian bertutur yang berlebihan. Ia ringkas, terarah. tepat, menggugah. Inilah kandungankandungan kualitas yang harus dikejar oleh setiap penulis. Berita Harus Hangat Berita adalah padanan kata News dalam bahasa Inggris. Kata News itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu — apa yang new, apa yang baru, yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat. Seperti telah disinggung dalam Bab I, sejarah berita sudah dimulai sejak zaman purba. Di Roma suatu bentuk pemberitaan harian, Acta Diurna, ditempelkan di tempattempat umum. Meskipun berita seperti termuat dalam lembaran-lembaran berita berbentuk poster itu tidak selalu merupakan berita hari ini atau berita kemarin, namun itulah berita hangat yang dapat dibaca oleh publik saat itu. Penemuan mesin cetak sekitar 500 tahun yang lalu telah memberikan arti baru terhadap berita. Surat kabar pertama yang muncul di Inggris pada tahun 1622 bernama Weekly Newes (penulisan ejaannya memang demikian -pen) Penekanan pada konteks waktu dalam berita kini dianggap sebagai hal biasa. Konsumen berita tidak pernah mempertanyakan hal itu. Dunia bergerak dengan cepat, dan penghuninya tahu belaka bahwa mereka harus berlari, 3



3



. Charles Poore, The Short Stories of Ernest Hemingay, Charles Scribner's Sons, New



York, 1953.



bukan berjalan, untuk mengikuti kecepatan geraknya. Peristiwa-peristiwa bersifat tidak kekal, dan apa yang nampak benar hari ini belum tentu benar esok hari Karena konsumen berita menginginkan informasi segar, informasi hangat, kebanyakan berita berisi laporan peristiwa-peristiwa "hari ini" (dalam harian sore), atau paling lama, "tadi malam" atau "kemarin" (dalam harian pagi). Media berita sangat spesifik tentang faktor-faktor waktu ini untuk menunjukkan bahwa berita-berita mereka bukan hanya "hangat" tetapi juga paling sedikitnya yang terakhir. 34 Perkosaan terhadap keakuratan atas nama kecepatan menampilkan diri secara dramatis. Pada petang hari di musim dingin tahun 1973, sebuah pesawat jet menyungsap ke atas atap sebuah apartemen di Alameda, California. Dalam waktu satu jam berita TV menyebutkan bahwa 200 orang telah tewas. Berita keesokan harinya mengubah laporan itu menjadi "200 orang tinggal di dalam apartemen itu; tidak seorang pun tahu berapa orang yang berhasil keluar." Petang harinya: "Empat puluh atau lima puluh orang mungkin meninggal. ”Keesokan harinya: “Delapan mayat ditemukan, empat belas hilang.” Dan demikian seterusnya sampai pada hari ketiga beritanya berbunyi bahwa delapan mayat dan “korban yang kesembilan” ditemukan. Setiap wartawan tahu dari pengalaman bahwa perkiraan korban dalam peristiwa bencana biasanya dibesar-besarkan. Maka wajarlah kalau kita bertanya: Apa ruginya dengan memberitakan yang pokok-pokok saja tentang peristiwa semacam itu tetapi membiarkan detil-detilnya kemudian ketika informasinya benar-benar dapat dipercaya? Dan berapa banyak media yang menjadi korban dari nafsunya sendiri untuk menjadi yang pertama dalam mendapatkan berita? NILAI BERITA Nilai Berita Menurut Pandangan Lama Wacana tentang nilai berita, atau kriteria dalam menyeleksi berita, yang dimulai di lingkungan para pakar komunikasi pada tahun 1960-an, sebenarnya memiliki tradisi yang panjang. Dalam Schediasma Curiosum de Lectione 34



. Mitchel V. Charnley, ibid.



Novellarum, Christian Weise mengemukakan pada tahu 1676 bahwa dalam memilih berita harus dipisahkan antara yang benar dan yang palsu.



35



Daniel



Hartnack juga pada tahun 1688 membahas masalah seleksi berita ini dalam tulisannya Erachten von Einrichtung der alten teutschen und neuen europaischen Historien,



36



dengan memberikan penekanan pada unsur pentingnya peristiwa.



Yang menentukan apakah suatu berita bernilai untuk dilaporkan bukan terletak pada unsur dampak (consequence) dari tampilannya surat kabar-surat kabar secara periodik telah menyebabkan timbulnya permintaan akan berita yang bebas dari kejadian yang pembentukan realitas oleh media massa. Pada tahun 1690, Tobias Peucer menulis disertai yang termasuk pertama kali tentang penerbitan surat kabar di Jerman. Ia mengemukakan bahwa karena pilihan harus dibuat dari peristiwa-peristiwa yang hampir tidak terhitung banyaknya, maka ia menyebut beberapa kriteria yang menentukan nilai layak berita, antara lain : pertama, tanda-tanda yang tidak lazim, benda-benda yang ganjil, hasil kerja atau produk alam dan seni yang hebat dan tidak biasa, banjir atau badai yang disertai petir dan guruh yang mengerikan, gempa bumi, sesuatu yang aneh dan muncul tiba-tiba di langit, dan penemuan-penemuan baru, yang pada abad itu banyak yang terjadi. Kedua, berbagai jenis keadaan, perubahan, perubahan-perubahan pemerintahan, masalah perang dan damai, sebab-sebab perang dan keinginan-keinginan perang, pertempuran, kekalahan, rencana-rencana pra pemimpin militer, undang-undang baru, pertimbangan-pertimbangan yang disetujui, pegawai negeri, orang-orang terkenal, kelahiran dan kematian para pangeran, ahli waris tahta, upacara pelantikan dan upacara-upacara resmi serupa itu, apakah upacara pelantikan, pergantian jabatan atau pemecatan, kematian orang-orang terkenal, akhir riwayat orang yang tidak ber-Tuhan dan masalahmasalah lainnya. Akhirnya ketiga, masalah-masalah gereja dan keterpelajaran, misalnya asal-usul agama itu dan agama ini, pendirinya kemauannya, sekte-sekte baru,



dogma-dogma



yang



diputuskan,



ritual-ritual,



perpecahan



agama,



penyiksaan, muktamar keagamaan, keputusan-keputusan yang diambil, karya tulis 3



5



. Michael Kunczik, Concepts of Journalism, North and South. Friedrich Ebert Stichtung, Bonn, 1984. 36 . Michael Kunczik, ibid.



para sarjana, perselisihan ilmiah, karya baru kaum terpelajar, keberanian berusaha, bencana dan kematian serta seribu satu hal lainnya yang bertalian dengan alam, warga masyarakat, gereja, atau sejarah keagamaan. Hal-hal biasa dan hal-hal yang tidak menarik tidak bernilai untk diberitakan. Di antara hal-hal yang biasa dan yang tidak menarik ini Peucer menyabut antara lain “kegiatan rutin manusiasehari-hari, yang hanya dibedabedakan oleh musim dan tidak seperti kejadian langka semisal badai yang disertai petir dan guntur”. Juga tidak bernilai untuk diberitakan adalah “kehidupan pribadi kaum bangsawan, seperti berburu, menjamu tamu, kunjungan ke teater … yang belum diketahui … ” Juga yang termasuk tidak boleh diberitakan menurut Peucer adalah “ apa yang merusak moral yang baik dan agama sejati, misalnya kecabulan, kejahatan yang dilakukan dengan cara yang mengarikan, pernyataanpernyataan yang bersifat atheis.” Inti pemikiran Peucer ialah bahwa hal-hal rutin dan biasa serta murni bersifat pribadi tidak memiliki nilai berita. Kaspar Stieler juga pada tahun 1695 berpendapat bahwa para penulis berita di surat kabar haruslah "orang yang dapat menceritakan hal-hal penting dan menjauhkan diri dari hal-hal sepele". Seperti dikemukakan oleh J. Wilke dalam tulisannya "Wie das Bild der Welt seinen Zusammenhang verlor",37 Stieler sudah menguraikan nilai-nilai berita ini secara jelas seperti kebaruan, kedekatan (proximity) geografis, implikasi dan keterkenalan (prominence) maupun negativisme. Jadi, sejak akhir abad ke-17 itu, sebenarnya para pemikir komunikasi sudah mampu merinci apa kriteria yang harus dipakai dalam menetapkan apakah suatu kejadian itu memiliki nilai berita atau tidak. Nilai Berita Menurut Pandangan Modern Pandangan modern tentang nilai berita terutama dihubungkan dengan



3



7



. Dalam Forschungsmittellungen der DFG, Issue 1, 1984 — terungkap dalam Michael Kunczik, Concepts of Journalism, North and South, Friedrich Ebert Stichtung, Bonn, 1984.



nama Walter Lippmann, wartawan Amerika yang terkenal pada awal abad lalu. Ia menggunakan istilah nilai berita untuk pertama kalinya dalam bukunya Public Opinion pada tahun 1922. Di situ ia menyebutkan bahwa suatu berita memiliki nilai layak berita jika di dalamnya ada unsur kejelasan (clarity) tentang kejadiannya, ada unsur kejutannya (surprise), ada unsur kedekatannya (proximity) secara geografis, serta ada dampak (impact) dan konflik personalnya. Dalam pasal pertama bukunya itu yang berjudul " The World Outside and the Pictures in the Heads" (Dunia di Luar dan GambaranGambaran di dalam Kepala), Lippmann mengemukakan bahwa media banyak sekali membuat gambaran-gambaran tersebut. Dalam konteks ini ia juga membedakan antara lingkungan sebenarnya (= environment, yaitu the world that is really out there) dan lingkungan semu (=pseudo-environment, yaitu subjective perception of that world).38 Jika diringkaskan, nilai berita itu tidak lebih daripada asumsi-asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu, yakni apa yang mendapat perhatian mereka. Pengelompokan tentang nilai berita ini pertama diberikan oleh Wilbur Schramm dalam tulisannya berjudul "The Nature of News".39 Dalam tulisannya itu Schramm membedakan jenis-jenis berita dalam dua kelompok, yaitu yang memberikan kepuasan yang tertunda dan yang memberikan kepuasan yang segera kepada pembaca. Diantara beritaberita yang masuk kelompok kedua adalah berita-berita kriminal dan beritaberita korupsi, berita-berita kecelakaan dan bencana, olahraga dan rekreasi serta. peristiwa-peristiwa sosial. Seclangkan berita-berita dengan kepuasan yang tertunda antara lain informasi tentang masalah kemasyarakatan, masalah ekonomi, masalah sosial, masalah ilmiah, pendidikan, keadaan cuaca dan kesehatan. Tetapi. kriteria tentang nilai berita ini sekarang sudah lebih disederhanakan dan disistematikkan sehingga sebuah unsur kriteria mencakup 3



8



39



. The world that is really out there = dunia yang sebenarnya; Subjective perception of that world = persepsi subjektif tentang dunia tersebut. . Dimuat dalam Journalism Quarterly, 1949.



jenis-jenis berita yang lebih luas. Ambillah sebuah berita yang dimuat dalam suatu harian, misalnya, maka anda akan menemukan satu atau dua unsur di bawah ini di dalamnya yang kita sebut sebagai nilai berita. Inilah kriteria berita atau unsur-unsur nilai berita yang sekarang dipakai dalam memilih berita. Unsur-unsur tersebut adalah: Aktualitas (Timeliness). Berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh: bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin berkurang. Seperti yang telah kita singgung sebelum ini, hampir segala sesuatu yang diberitakan dalam surat kabar terjadi hari ini atau kemarin, atau akan terjadi di masa depan. Persaingan membutuhkan kecepatan. Masyarakat menghendaki - atau lebih tepat membutuhkan - agar berita yang ingin mereka ketahui cepat mereka baca, untuk melegakan perasaan mereka ketika terjadi bencana, untuk dapat bertindak sebagai warga masyarakat yang melek informasi pada saat-saat dibutuhkan keputusan. untuk menyamakan peluang bagi bisnis dan spekulasi. Bagi sebuah surat kabar, semakin aktual berita-beritanya, artinya semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi nilai beritanya. Sebuah harian yang menonjolkan berita-berita kota, peristiwa kriminalitas yang terjadi pada malam harinya akan bernilai untuk dimuat keesokan harinya kalau koran tersebut terbit pagi. Apalagi koran sore, tentunya peristiwaperistiwa yang terjadi pada pagi hari akan dapat disajikan sore harinya pada hari itu juga. Permintaan akan berita-berita hangat sedemikian besarnya sehingga sebuah kisah kejadian yang memenuhi sebuah suratkabar pada satu hari tertentu biasanya terlalu basi untuk dimuat keesokan harinya. Tetapi, adakalanya juga penemuan suatu peristiwa penting atau menarik yang usianya sudah bertahun-tahun bahkan ratusan tahun - seperti penemuan surat lontar Patih Gajahmada atau surat Bung Karno kepada Presiden Yugoslavia Tito tentang gagasan pembentukan organisasi negara-negara non-blok, misalnya dapat langsung menempati halaman depan. Dalam hal seperci ini kecepatan adalah dalam hal penyingkapannya.



Kedekatan (Proximity). Peristiwa yang mengandung. unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik perhatian. Stieler dan Lippmann menyebutnya sebagai kedekatan secara geografis. Unsur kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik seperti disebutkan Stieler dan Lippmann itu, tapi juga kedekatan emosional. Misalnya, penderitaan kaum muslim di Bosnia akan menggugah kaum muslim di Indonesia, meski secara fisik letak kedua negara sangat jauh. Unsur kedekatan ini mendasarkan konsepnya pada mirror theory, di mana orang senantiasa sangat menyukai hal-hal tentang dirinya sendiri. Sebab itu manusia senang bercermin dan berfoto. Selain menyukai hal-hal tentang dirinya, manusia juga menyukai orang-orang yang dekat dengan dirinya seperti temannya, keluarganya, dan tetangganya; atau tentang hal-hal yang tampak atau terjadi di dekatnya. Unsur-unsur lokal, terutama bagi surat kabar-surat kabar daerah, merupakan unsur berita yang paling kuat yang menarik perhatian pembaca dari hari ke hari. Unsur kedekatan juga bisa kita ibaratkan dengan batu yang dilemparkan ke atas permukaan air yang tenang. Lingkaran gelombang yang terbentuk akan semakin lemah jika lingkaran itu semakin jauh dari titik di mana batu tadi jatuh ke air. Semakin dekat lingkaran itu ke tempat jatuhnya batu, semakin kuat pula lingkaran gelombangnya. Begitu pula dengan daya tarik sebuah berita . Kian dekat dengan pembaca, kian menarik berita itu. Keterkenalan (Prominence). Dengan melihat sepintas lalu saja pada kolom-kolom berita kematian, kita sudah dapat melihat adanya tingkatantingkatan dalam status sosial di antara anggota-anggota masyarakat. Peristiwa meninggalnya seorang tokoh terkenal mungkin diberi jatah berita beberapa kolom di halaman depan, tokoh terkenal lainnya hanya satu kolom, tokoh lainnya mungkin hanya beberapa alinea di halaman dalam, sementara anggotaanggota masyarakat lainnya meninggal tanpa diketahui oleh umum selain oleh sanak kerabatnya sendiri. Kejadian yang menyangkut tokoh terkenal (prominent names) memang akan banyak menarik pembaca. Dalam ungkapan jurnalistiknya: "personages make news," dan "news about prominent persons



make copy.”40 Nama membuat berita, misalnya Ketua MPR Amien Rais terjatuh di kamar kecil gedung MPR, bisa menjadi berita. Tetapi kalau hal serupa dialami seorang anggota Satpam meski bernama Amin Rais, tak banyak orang yang menghiraukannya. Nama-nama terkenal ini tidak harus diartikan orang saja. Demikian pula tempat-tempat terkenal (Museum Nasional "Gedung Gajah" atau Candi Borobudur), peristiwa-peristiwa terkenal (Konferensi Asia-Afrika, Peristiwa 13-15 Mei 1998: kejadian amuk massa yang diwarnai penjarahan hampir di seluruh pelosok Jakarta), tanggal-tanggal terkenal (30 September, 17 Agustus), dan situasi-situasi terkenal seperti krisis moneter) memiliki pula nilai berita yang tinggi. Dampak (Consequence). Seringkali pula diungkapkan bahwa "news" itu adalah "history in a hurry", berita adalah sejarah dalam keadaannya yang tergesa-gesa. Tersirat dalam ungkapan itu pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu peristiwa. Peristiwa yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat, misalnya pengumuman kenaikan harga BBM, memiliki nilai berita tinggi. Mengukur luasnya dampak yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa ini juga dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan, "berapa banyak manusia yang terkena dampaknya, seberapa luas, dan untuk berapa lama?" Jawaban terhadap pertanyaan ini akan menentukan apakah kita menghadapi berita besar atau berita biasa. Seorang ilmuwan mengembangkan suatu vaksin baru. Berbulan-bulan waktu telah berlalu sebelum upaya pengembangannya itu diberitakan - tidak ada aktualitas. Ia bekerja di sebuah laboratorium di Lombok - tidak ada kedekatan bagi surat kabar-surat kabar di Jawa Barat. Ilmuwan itu tidak dikenal oleh masyarakat - tidak ada unsur prominence. Tetapi, dalam halnya vaksin yang ditemukan oleh Dr. Jonas E. Salk, penyakit yang terlibat adalah poliomyelitis - dampaknya menjalar ke seluruh dunia - dan berita penemuan ini dimuat di halaman satu semua surat kabar di dunia selama berminggu-minggu. Human Interest. Definisi mengenai istilah human interest senantiasa 40



. “Tokoh membuat berita” dan tokoh-tokoh terkenal membuat naskah berita.”



berubah-ubah menurut redaktur surat kabar masing-masing dan menurut perkembangan zaman. Tetapi, yang pasti adalah bahwa dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya. Kata human interest secara harfiah artinya menarik minat orang. Dan jika dihubungkan dengan arti harfiahnya ini, istilah human interest dalam pemberitaan sebenarnya merupakan salah kaprah. Tidak ada satu pun berita bisa dimuat dalam surat kabar kecuali berita itu memiliki unsur human interest, memiliki hal-hal yang menarik minat orang. Tetapi, demi adanya istilah yang tepat, dunia jurnalistik memasukkan setiap jenis berita yang memiliki daya tarik secara universal yang menarik minat orang ke dalam golongan human interest, meskipun berita tersebut kurang memiliki dampak. Simaklah berita-berita di halaman-halaman surat kabar yang anda baca. Setelah anda membaca berita-berita yang mengandung satu atau beberapa kombinasi keempat unsur berita di atas, maka anda akan menemukan sekelompok besar berita-berita tambahan yang unsur-unsur daya tariknya memikat hati pembaca. Di antara berita-berita tersebut mengan dung salah satu unsur human interest di bawah ini: 1. Ketegangan (Suspense). Apa keputusan yang akan dijatuhkan dalam pengadilan kasus pembunuhan sadis itu? Siapa yang akan menang dalam pertandingan final antara kesebelasan Indonesia dan kesebelasan Singapura untuk memperebutkan Piala Tiger itu? Apakah anak yang diculik itu akan dapat ditemukan kembali? Apakah para anggota Tim SAR akan dapat menemukan korban longsor yang tertimbun tanah itu?



2. Ketidaklaziman (Unusualness). Kejadian yang tidak lazim atau sesuatu yang aneh akan memiliki daya tarik kuat untuk dibaca. Pemogokan guru, kalau hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya, akan menjadi peristiwa yang memiliki nilai berita human interest tinggi. Begitu pula seorang wanita yang melahirkan bayi kembar lima. Atau, seorang tukang becak yang mengembalikan bungkusan berisi uang Rp 100 juta yang ditemukannya dalam becaknya. Atau



juga, sepucuk surat yang diposkan sepuluh tahun yang lalu baru diterima hari ini. 3. Minat Pribadi (Personal Interest). Sekarang dijual bibit rumput baru yang mengurangi kebutuhan untuk membabat rumput. Gaun sekarang ada yang tidak perlu diseterika sehabis dicuci. Seorang ahli urut dapat membuat langsing seorang yang kelebihan berat badan dalam waktu dua minggu. 4. Konflik (Conflict). Peristiwa atau kejadian yang mengandung pertentangan senantiasa menarik perhatian pembaca. Para sosiolog, berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian mereka, berpendapat bahwa pada umumnya manusia memberi Perhatian terhadap konflik, kalau tidak mau dikatakan menyukainya. Apalagi kalau mereka tidak mengalaminya sendiri. Sebab itu, orang suka membaca berita tentang perang, kriminalitas atau olahraga atau persaingan dalam bidang apa pun karena di dalamnya terkandung unsur konflik dan drama. 5. Simpati (Sympathy). Seorang ibu kehilangan tiga anaknya ketika terjadi longsor di Bogor. Seorang anak kecil makan sendiri dan bermain dengan asyik di sisi ibunya yang "tidur" nyenyak yang akhirnya diketahui bahwa sang ibu telah meninggal dua hari lalu. 6. Kemajuan (Progress). Sebuah pesawat antariksa yang direncanakan akan mendarat di planet Mars tengah dibuat di Amerika. Kereta api monorel akan dibangun di Jakarta untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Suatu vaksin untuk mencegah penyakit AIDS tengah dikembangkan di Francis.



7. Seks (Sex). Seorang bupati menikah dengan seorang artis terkenal setelah lebih dulu menceraikan isterinya. Seorang artis cantik mengajukan gugatan cerai dari suaminya yang sudah tua untuk menikah dengan seorang bujangan. Seorang konglomerat perusahaan perkapalan diadukan oleh kelasi di salah sebuah kapalnya karena berselingkuh dengan isterinya. 8. Usia (Age). Anak ajaib berusia lima tahun yang mahir memainkan biola akan



tampil dalam pertunjukan Jakarta Philharmonic bulan depan. Seorang petani di hari ulang tahunnya yang ke-100 memberikan saran tentang rahasia usia panjangnya, "Lakukanlah segala sesuatu itu dengan wajar." 9. Binatang (Animals). Seekor kucing yang terjepit pipa pembuangan telah membangunkan seluruh penghuni rumah susun. Seekor harimau yang untuk pertama kalinya melahirkan di kebun binatang menarik perhatian pengunjung. Seekor anjing menyelamatkan majikannya yang buta dalam suatu peristiwa kebakaran. 10. Humor (Humor). Seorang politisi mengucapkan pidato didepan televisi selama setengah jam tanpa menyadari mikrofonnya itu mati. Seorang penjaga gawang bukannya menangkap bola yang ditembakkan kearahnya, tetapi malah menangkap sepatu sang pencetak gol yang lepas saat menendang bola. Unsur-unsur berita yang disebutkan di atas tidak pernah berdiri sendiri dalam satu berita. Biasanya unsur-unsur berita tersebut ditemukan dalam kombinasi-kombinasi misalnya, unsur ketidak-laziman dengan unsur humor; atau unsur dampak, unsur nama-nama terkenal, dan unsur aktualitas, dengan unsur konflik. Wartawan yang terlatih akan "merasakan" sendiri mana aspekaspek berita yang perlu ditonjolkan, seberapa banyak alinea ia ditulis, dan seberapa jelas aspek-aspek itu harus ditonjolkannya. Selain unsur-unsur berita di atas, sebenarnya masih ada unsur lain dalam berita, yakni unsur magnitude. Peristiwa yang memiliki magnitude akan bernilai sebagai berita untuk layak dimuat. Misalnya, dijumpai seorang yang sangat pendek atau tinggi melampui kelaziman. Unsur magnitude ini biasanya dimasukkan ke dalam pengertian ketidak laziman. Lebih rinci tentang human interest ini lihat Bab 10. Awas Berita Sensasi Membahas masalah berita tidaklah lengkap jika tidak membahas juga apa yang disebut berita sensasi. Kita sering mendengar orang berkata, "Ah, itu sih sensasi!" Memang, unsur jurnalistik yang paling dikenal orang, bahkan orang awam sekalipun, adalah unsur sensasi itu. Lalu apa sebenarnya berita



sensasi itu? Berita sensasi adalah berita yang menekankan secara berlebihan "unsur manusia" dalam pemberitaan, yakni perasaan atau emosi. Perkataan sensasi yang berasal dari perkataan Inggris sensation, dari akar kata sense, sudah cukup menggambarkan apa yang disebut berita sensasi, yakni berita yang isinya, dan terutama cara mengemukakannya, terlalu didasarkan pada keinginan untuk menarik perhatian, membangkitkan perasaan, emosi. Jadi, berita sensasi harus hebat, harus menimbulkan keheranan, ketakjuban, kengerian, pendeknya harus meluapkan berbagai macam perasaan. Dengan demikian, berita sensasi sedikit sekali didasarkan pada nalar atau samasekali tidak didasarkan pada nalar yang sehat. Surat kabar yang gemar menyiarkan berita-berita sensasional biasanya juga gemar menyiarkan berita-berita mengenai sex, crime dan berita yang disebut "key-hole news", yaitu berita sekitar dapur dan kamar tidur orang lain hasil mengintip yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan umum. Surat kabar-surat kabar semacam itu disebut orang juga sebagai Jazz papers (koran hura-hura), Boulevard paper (koran pinggir jalan), Gutter papers (koran got), Yellow papers (koran kuning) dan macam-macam lagi. Ketika perdana menteri Myanmar, U Thant, menjadi Sekretaris Jenderal PBB pada tahun 1950-an, ia mengemukakan di depan American Newspaper Publishers Association bahwa "sensationalisme, sayangnya, menjadi sifat khas dunia modern." 41 Ia membuat pernyataan ini dalam konteks diskusi seputar berita "sensasional" tentang PBB dan kegiatan-kegiatannya. Komentar U Thant sebenarnya lebih santun daripada banyak kritik yang diarahkan kepada pers yang mengatakan bahwa "pers selalu overemphasized, selalu melebih-lebihkan, dan berita-beritanya selalu overdramatized, selalu didramatisir dan terkadang diclistorsikan agar laku dan menarik perhatian orang" Seorang penulis, Peg Conner, yang sezaman dengan U Thant bahkan 41



. Michael V. Charnley, ibid.



lebih pedas lagi kritiknya terhadap pers sensasional. Apa yang dikatakan Conner masih memiliki relevansi dengan keadaan sekarang dan pendapatnya lebih menggambarkan kecenderungan sebagian besar pers kita di era reformasi sekarang: "The regular capitalist press is a business which is operated for a profit and not as a cultural enterprise. It prints what is in its own self interest, what is sensational news that will attract purchasers — not what will educate or will promote the general welfare. It often is also a 'literatur' of escape from the fears and pressures of an unstable economic system from the horrors of the atomic war (which is also sponsor) and from the empty cultural life. It keeps the average man from thinking too much about his employer or his government and its policies, by sensational treatment of sex, gangsterism, sport and comics." 42 Sebagian besar berita memang sensasional, yang memancing emosi orang dan bisa meletupkan api kemarahan. Barangkali tidak ada dalam sejarah Indonesia berita-berita yang lebih sensasional daripada ketika terjadi penculikan terhadap empat jenderal oleh pasukan pengawal Presiden "Cakrabirawa" saat meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Pemberitaan pers saat itu sedemikian sensasional tentang terbunuhnya keempat jenderal tersebut di Lubangbuaya, sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat. Saat itu di Lubangbuaya tengah dilakukan latihan militer oleh sejumlah sukarelawan yang dipersiapkan untuk menghadapi perang berkonfrontasi 4



2



. Sifat tetap pers kapitalis adalah sebagai bisnis yang dijalankan demi profit dan bukan



sebagai kegiatan budaya. la mencetak apa yang sesuai dengan kepentingannya sendiri, apa yang tergolong berita sensasional yang dapat menarik perhatian pembeli (koran) — bukan apa-apa yang akan mendidik atau memajukan kesejahteraan umum. la juga sering merupakan 'kesusasteraan' yang melarikan diri dari ketakutan dan tekanan sistem ekonomi yang tidak stabil, dari kengerian perang nuklir (yang juga merupakan sponsor) dan dari kehidupan budaya yang kosong. la mencegah rata-rata orang memikirkan terlalu banyak tentang majikannya dan tentang pemerintahnya beserta kebijakan-kebijakannya, melalui penggarapan berita secara sensasional tentang seks, gangsterisme, dan lawakan.



dengan Malaysia. Para sukarelawan itu terdiri dari anggota-anggota organisasi massa Partai Komunis Indonesia, sehingga kemarahan itu pun ditujukan kepada semua anggota partai itu. Mereka yang berlatih adalah sejumlah angggota organisasi massa mantel partai tersebut antara lain Pemuda Rakyat dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Peristiwa lain yang juga sensationalized adalah ketika Presiden Soeharto digulingkan dari kekuasaannya pada tahun 1998. Pemberitaan pers saat itu sedemikian didramatisir tentang dosa-dosa mantan presiden itu selama 32 tahun kekuasaannya, sehingga pemberitaan pers tentang dia dan keluarganya sudah mengarah kepada trial by the press, pengadilan oleh pers, yang merugikan pihak yang diberitakan. Tetapi, suasana politik waktu itu memang sedang diliputi oleh suasana euphoria, suasana maraknya kegembiraan karena baru lepas dari kekangan penguasa yang membelenggu kebebasan rakyat selama lebih dari tiga dekade. Dan, pokok pembicaraan masyarakat pun adalah berkisar seputar keburukankeburukan pemerintah Orde Baru terutama para pemimpinnya yang tidak boleh terulang lagi setelah terjadi reformasi. Dengan demikian, masyarakat ingin laporan-laporan rinci tentang keburukan-keburukan pemerintahan masa lalu itu, dan berita-berita tidak akan dibaca orang jika tidak mengikuti harapan masyarakat yang menginginkan "berita-berita panas". Tetapi, dalam suasana demikian, pers pun terseret untuk melebihlebihkan pemberitaannya, dan pemberitaan juga cenderung sensasional. Charnley menyebut bahwa dosa pers bukanlah terletak pada perbuatannya melaporkan peristiwa sensasionalnya itu sendiri, melainkan dalam membuat berita itu lebih hebat dari kenyataannya. Lebih hebat ini misalnya menyebut perkelahian antara dua kelompok siswa SMA yang cepat dapat dilerai sebagai kerusuhan. Atau, boleh dinamakan sensional jika berita menyebutkan bahwa sebuah truk menghajar tiang listrik, padahal truk tersebut hanya menyerempet tiang itu saja. Sehubungan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh berita-berita sensasi ini seperti terlihat dari kasus Lubangbuaya dan mantan Presiden Soeharto di



atas, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pernah membuat kesepakatan dengan pemerintah agar wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Yang dimaksud "dengan memicu pertentangan" tentu saja "membuat berita sensasional tentang isu-isu SARA". Kesepakatan ini dipertegas oleh penjelasan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik PWI. 43 Tetapi, hal ini malah membawa konsekuensi yang berlebihan pula karena, para wartawan bukan saja tidak berani memberitakan isu-isu SARA itu, tetapi para redaktur surat kabar-surat kabar sendiri untuk keamanannya samasekali tidak mau memuat berita wartawannya yang menyerempetnyerempet SARA. Berita SARA seakan-akan momok bagi wartawan Indonesia di zaman Orde Baru itu. Apalagi pada masa itu kelangsungan hidup sebuah media bisa dihentikan seketika oleh penguasa yang berhak mencabut SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Tetapi, apakah benar tindakan mengekang pemberitaan SARA ini demi menjamin kelangsungan hidup yang harmonis? Sebagai contoh kita ambil peristiwa Ambon yang menghadapkan dua kaum (kelompok penduduk Muslim dan Kristen) yang saling bunuh pada awal abad ke-21 ini. Peristiwa ini gagal diantisipasi karena konflik yang bagaikan api dalam sekam ini selama masa Orde Baru tidak pernah diungkapkan ke publik. Akibatnya ketika kekuasaan represif pemerintah Orde Baru tumbang, konflik pun meledak menjadi peperangan antar-kaum. Jika sudah demikian, masyarakat mungkin tidak salah kalau mengatakan



bahwa



pers



gagal



memberikan



peringatan



dini



tentang



kemungkinan meledaknya peristiwa Ambon itu. Jadi, jelas meredam berita pun tidak lebih baik dari pada melebih-lebihkan.



4



3



.



Sebelum era reformasi (1998), PWI adalah satu-satunya persatuan wartawan di



Indonesia yang memiliki otorita normatif terhadap wartawan.



BAB 4 PROSES MENGHIMPUN BERITA



Penentu Berita Menentukan



apakah



suatu



peristiwa



memiliki



nilai



berita



sesungguhnya merupakan tahap awal dari proses kerja redaksional. Biasanya seorang redaktur menentukan apa yang harus diliputi sementara seorang reporter menentukan bagaimana cara meliputnya, karena ia berurusan dengan tahap pencarian/penghimpunan dan penggarapan berita. Setelah seluruh materi terhimpun, maka dilakukanlah penulisan dan penyuntingan (editing). Dalam tahap yang akhir, sambil dilakukan penyuntingan, dilakukan pula pemerkayaan terhadap berita. Jadi



prosesnya:



redakrur



menugaskan



reporter



untuk



meliput;



kemudian reporter tersebut mencari dan mengumpulkan hal-hal yang diperlukan.



Sebaiknya



dalam



tahap



ini



dibiasakan



menyusun



suatu



perencanaan dulu dengan membuat semacam check-list (daftar periksa) tentang apa-apa yang harus dikerjakan. Check-list semacam ini biasanya disebut 'planningsheet' yang isinya menyusun daftar sumber-sumber yang akan dihubungi, setelah lebih dulu membuat semacam abstraksi (ringkasan) dari peristiwa atau objek liputan. Kalau



diperlukan,



reporter



melakukan



riset



dokumentasi



dan



merancang bahan lain untuk penulisan, misalnya foto dan grafik. Ketika tulisan reporter sampai di meja redaktur, dilakukan penilaian layak atau kurang layaknya suatu berita untuk dimuat. Kalau pun layak, apa saja yang perlu ditonjolkan untuk menarik khalayak pembaca. Salah satu instrumen untuk menyeleksi kelayakan itu adalah seberapa kuat unsur-unsur nilai berita yang terdapat dalam beritanya (lihat mengenai nilai berita di Bab 3). Semakin banyak unsur nilai berita di dalamnya, semakin tinggilah nilai kelayakan beritanya. Dengan dasar pemahaman terhadap unsur nilai berita ini, seorang reporter dapat menentukan apa saja dari materi berita yang didapatkannya yang harus dimuat atau dibuang sama sekali. Misalnya seorang reporter ditugaskan untuk meliput pemilihan ketua senat mahasiswa sebuah perguruan tinggi di kotanya. Apakah cukup penting bagi pembacanya untuk dimuat juga susunan pengurusnya atau lebih bernilai membuat berita tentang program



senat mahasiswa yang cukup bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Dapur Redaksi Dalam organisasi surat kabar dimanapun, sebelum seorang reporter turun atau diturunkan ke lapangan, ia harus lebih dulu mendengarkan dari redakturnya apa-apa yang dihasilkan dalam rapat redaksi di pagi hari seputar berita-berita yang perlu diliput, jika si wartawan bekerja di harian pagi. Setiap surat kabar harian pagi memang selalu mengadakan rapat pagi yang dihadiri oleh para redaktur dan dipimpin oleh Pemimpin Redaksi atau Redaktur Pelaksana untuk menentukan berita-berita apa saja yang akan mengisi halaman-halaman surat kabar mereka esok hari. Redaktur Pelaksana adalah eksekutif yang bertugas mengawasi pelaksanaan peliputan berita atau boleh disebut juga kapten regu pemberitaan. Ia bertanggung jawab atas disajikannya berita-berita yang berimbang dan lengkap tentang berita-berita utama, baik lokal maupun nonlokal, yang penting dan ditunggu-tunggu pembaca korannya. Pekerjaan detilnya bukan dia yang mengerjakan melainkan para redaktur dibawahnya beserta stafnya, kalau ada. Misalnya, untuk masalah-masalah kota, pekerjaan detil seperti penugasan peliputan dan penyuntingan berita dilakukan oleh redaktur kota, untuk beritaberita olahraga oleh redaktur olahraga, untuk berita-berita politik oleh redaktur politik, untuk berita-berita ekonomi oleh redaktur ekonomi dan seterusnya. Dalam sebuah surat kabar paling sedikit biasanya ada empat redaktur, yang biasanya terdiri dari redaktur kota, redaktur olahraga, redaktur hiburan/kebudayaan, dan redaktur ekonomi. Surat kabar nasional besar seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Sinar Harapan, atau Rakyat Merdeka, tentu memiliki lebih banyak redaktur karena berita yang diliput surat kabarsurat kabar itu masing-masing sangat beragam. Harian Kompas, misalnya, memiliki satu redaktur kota, satu redaktur foto, satu redaktur Minggu, satu redaktur daerah dan tujuh redaktur bidang, yaitu bidang-bidang olahraga, ilmu pengetahuan & teknologi (Iptek), sosial,



ekonomi & bisnis, politik, kebudayaan, pertahanan dan keamanan, dan luar negeri. Redaktur tersebut masing-masing memimpin desk, yaitu setara dengan bagian dalam organisasi biasa. Dengan demikian terdapat desk ekonomi, desk kota, desk luar negeri dan sebagainya yang masing-masing dipimpin oleh seorang redaktur. Redaktur Pelaksana merupakan eselon ketiga dalam hirarki organisasi surat kabar. Di puncak organisasi duduk Pemimpin Umum surat kabar, biasanya pemilik surat kabar atau orang yang ditunjuk mewakili pemilik. Di tangga hirarki di bawahnya terdapat Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Perusahaan. Pemimpin Redaksi bertanggungjawab atas operasi redaksional secara keseluruhan, yakni operasi yang bukan berkaitan dengan iklan, sirkulasi, dan administrasi. Redaktur Pelaksana lazimnya berada di bawah dan bertanggungjawab



kepada



Pemimpin



Redaksi.



Sementara,



Pemimpin



Perusahaan yang bertanggung jawab kepada Pemimpin Umum diserahi tugas mengelola operasi-operasi yang bersangkutan dengan administrasi, keuangan perusahaan dan pemasaran. Di bawah Pemimpin Perusahaan terdapat kepalakepala bagian atau manajer sirkulasi, iklan, promosi, produksi dan bagianbagian lain yang berkaitan dengan masalah bisnis, teknik, dan operasi-operasi distribusi. Sudah tentu, pola organisasi seperti ini tidak persis sama di setiap surat kabar, tetapi pada dasarnya seperti itulah. Seperti dikemukakan di atas, Pemimpin Redaksi bertanggungjawab atas operasi keredaksian secara keseluruhan. Tempat dimana kegiatan keredaksian ini berlangsung disebut Dapur Redaksi. Dapur Redaksi dipimpin dan dikelola langsung oleh Redaktur Pelaksana, sedangkan Pemimpin Redaksi hanya mengawasi dan mengarahkan atau melakukan supervisi atas operasionalisasi keredaksian. Beat atau Wilayah Peliputan Hampir di semua surat kabar, desk kota merupakan desk yang paling banyak memiliki wartawan. Maklum kota banyak masalahnya dan banyak tempat-tempatnya yang harus diliput. Redaktur Desk Kota bertariggungjawab untuk peliputan seluruh kota dan kota-kota satelitnya, atau kota-kota kecil di



sekitarnya dan beberapa komunitas-komunitas yang terpencil. Misi Redaktur Kota adalah memastikan bahwa reporter-reporter atau wartawan-wartawannya memasukkan berita setiap harinya dan menjaga agar tak satu pun peristiwa penting dan menarik lolos. Dan tergantung dari berita-berita yang dimasukkan para reporternya itulah yang membedakan kepribadian satu koran dengan koran-koran lainnya. Redaktur Kota membuat rencana peliputannya berdasarkan anggapan bahwa pusat-pusat informasi berada di sekitar tempat-tcmpat tertentu. Berita tentang kegiatan-kegiatan pemerintah kota terdapat di Balaikota dan kantorkantor dinas pemerintah kota lainnya. Berita-berita kriminal bisa diperoleh dari kantor-kantor wilayah kepolisian atau resort-resort kepolisian. Beritaberita pengadilan diperoleh dari pengadilan-pengadilan negeri dan kejaksaan negeri. Berita-berita bisnis dan keuangan dari bank-bank, dari kantor-kantor kadin (kamar dagang Indonesia), asosiasi-asosiasi niaga, serikat buruh, dan para pengusaha. Berita-berita kegiatan sosial bisa didapatkan dari lembagalembaga layanan sosial dan dinas-dinas sosial. Demikian pula berita-berita lainnya, seperti berita tentang transportasi, berita pendidikan, agama, kesehatan, ilmu pengetahuan dan Iain-lain didapat dari instansi-instansi yang berkaitan dengan bidang-bidang kegiatan tersebut. Untuk pusat-pusat berita itu Redaktur Kota menugaskan reporterreporter atau wartawan-wartawan beat. Beat artinya tempat tetap yang dikunjungi wartawan untuk mencari berita. Misalnya, seorang wartawan bisa secara tetap ditugnskan untuk meliput berita-berita pengadilan. Maka dikatakan beat wartawan tersebut adalah pengadilan.



Selain reporter beat, yang jadwal kerjanya tetap sama dari hari ke hari, Redaktur Kota juga memiliki sejumlah reporter yang ditugaskan meliput masalah-masalah yang tidak dikhususkan dalam satu bidang saja. Reporter semacam ini disebut reporter "pelaksana penugasan umum". Banyak dari penugasan-penugasan semacam itu muncul dari sumber-sumber nonbeat.



Kadang-kadang reporter beat memberitahu redakturnya tentang adanya bahan berita yang belum sempat ia liput sehingga reporter lain dapat mengambilnya. Wartawan dalam Aksinya Pemberitaan yang tumbuh dari organisasi dan perencanaan yang cermat, diilhami oleh imaginasi, ditopang oleh fakta-fakta, dan digerakkan oleh keringat dan tujuan. Wartawan tidak sia-sia disebut wartawan: menghimpun berita adalah pekerjaan berat. Anda boleh bandingkan pekerjaan wartawan dengan pekerjaan profesi lain. Begitu bangun di pagi hari, hal pertama yang dikerjakan seorang wartawan adalah membuka surat kabar yang diantarkan agen koran kerumahnya. Ia pun membaca berita-berita penting hari itu, terutama beritaberita yang bertalian dengan beat-nya yang mungkin dapat ia kembangkan. Selesai mandi, ia dengan bergegas berdandan dan sambil bersisir atau mencukur kumis dan jenggotnya ia mereka-reka pengembangan berita dari berita yang ia baca hari itu. Sambil sarapan setelah selesai berdandan, ia masih juga mereka-reka kemungkinan berita yang dapat ia tulis. Sang wartawan kini sudah tiba di kantornya sekitar pukul 8 pagi. Sambil menunggu redakturnya datang, ia membuka lagi surat kabar hari itu yang diterbitkan surat kabar saingan. Ia menemukan dua buah berita kota disana yang tidak ada dalam terbitan surat kabarnya hari itu yang mungkin dapat ia kembangkan. Ketika redakturnya datang, ia membicarakan hal itu dengan redakturnya sebelum redakturnya itu menghadiri rapat pagi redaksi. Ia beruntung karena usulannya untuk mengembangkan dua berita dari surat kabar pagi itu mendapat lampu hijau dari redakturnya. Tanpa membuang waktu sang wartawan mengeluarkan bloknot-nya dan segera menuliskan beberapa catatan sebagai persiapan wawancarawawancara yang akan ia lakukan nanti. Ia kini dapat pergi ke beat-nya. dengan perasaan lega karena ia pagi itu dapat pergi dengan rencana garis besar wawancara di kantongnya.



Sekitar pukul 12.00 tengah hari sang wartawan sudah berhasil menghimpun berita-berita hasil wawancara dan hasil mencatat dari dokumendokumen yang ia baca di tempat beat-nya. Sekitar pukul 13.00 ia sudah kembali ke kantornya dan langsung menuliskan hasil wawancaranya menjadi berita. Ia berhasil membuat dua berita hari itu dan mampu menyelesaikannya pada pukul 16.00 petang. Setelah mendaftarkan kedua judul beritanya dalam "listing"1 berita kota hari itu dalam komputer yang disediakan oleh surat kabarnya khusus untuk itu, sang wartawan masih juga belum pulang karena ia masih harus menunggu dulu kalau-kalau redakturnya yang sedang menghadiri rapat petang redaksi memerlukan keterangan tambahan dari dia. Rapat petang redaksi disebut juga rapat "budgeting", yaitu rapat untuk mengalokasikan berita-berita yang masuk dari para wartawan dan dari kantor berita serta dari para koresponden diluar kota ke dalam penerbitan koran yang akan diterbitkan keesokan hari (untuk koran pagi). Dalam rapat "budgeting" itulah ditentukan mana berita-berita yang masuk di halaman depan mana yang masuk di halaman dalam (halaman kota, halaman ekonomi dan sebagainya). Dan dalam rapat itu juga para redaktur masing-masing desk mengusulkan berita-berita yang dijadikan headline atau berita utama di halaman depan dan di halamannya masing-masing. Selesai rapat petang, redaktur desk sang wartawan tadi langsung kembali ke mejanya dan duduk menghadapi komputernya. Ia kini memeriksa berita-berita yang masuk ke desk-nya. Berita-berita ini tertampung dalam basket di directory komputernya. 2 Hari sudah pukul enam seperempat petang



1



. Istilah "listing" digunakan oleh suratkabar untuk mendaftarkan berita-berita dari wartawan untuk dimuat hari itu.



2



. Istilah basket dan directory akan anda temukan di redaksi suratkabar yang sudah menggunakan sistem komput'erisasi. Basket dan directory sama pengertiannya yaitu tempat penampungan sekelompok file-file dalam hardisk komputer.



dan sang wartawan yang baru selesai sembahyang maghrib masih belum pulang juga. Ya, ia belum merasa tenang untuk pulang sebelum semua berita yang ia sampaikan belum selesai disunting oleh redaktur dan dikirimkan ke bagian komposing. 3 Berita yang dibuat oleh wartawan ternyata baru selesai disunting oleh redakturnya dan dikirimkan ke bagian komposing pada pukul 20.00. Nah, pada saat itulah sang wartawan merasa sudah cukup tenang untuk pulang ke rumah. Dengan demikian, kalau kita cermati, jam kerja sang wartawan sebenarnya tidak lazim jika dibandingkan dengan jam kerja profesi lain. Ia berangkat kerja dari rumahnya pada pukul 8 dan baru pulang dari tempat kerjanya pada pukul 20.00. Ditambah waktu yang dihabiskan dalam perjalanan pulangnya selama kurang lebih satu jam, maka ia baru tiba di rumahnya pada pukul 21.00. Jadi, ia bekerja selama lebih dari 13 jam sehari dan bagi seorang wartawan hampir tidak ada waktu libur dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari karena hari Minggu pun terkadang ia harus mencari berita. Itulah yang dimaksudkan oleh Charnley tadi bahwa menghim pun berita itu adalah pekerjaan berat. Syarat-Syarat Menjadi Wartawan yang Baik Pada suatu hari seorang Pemimpin Redaksi menugaskan seorang wartawan yang baru untuk mengunjungi kantor sekretariat SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) kalau-kalau ada hal penting yang dapat diberitakan.



3



. Kata komposing berasal dari kata Inggris, composing. To compose artinya menyusun. Dulu bagian komposing adalah bagian yang tugasnya mengetik naskah berita yang ditulis wartawan dalam mesin setter. Sekarang naskah berita ini oleh bagian komposing langsung dapat dilihat di layer monitor computer dan kemudian di- layout ke dalam halaman-halaman opmak atau makeup yang dikerjakan dengan komputer. Atau dewasa ini masiha ada surat kabar yang mengerjakan layout secara manual, maka opmaknya dikerjakan dengan menempelkan naskah yang sudah diketik dan kemudian diprint itu ke atas lembar kertas layout seukuran Koran untuk kemudian difoto oleh bagian reproduksi sehingga berbentuk film. Film ini kemudian digunakan untuk mencetak opmak koran ke atas plat logam seperti tukang foto mencetak foto dari film negatif ke atas kertas foto. Selanjutnya plat logam ini dipasang apda rol mesin cetak dan proses pencetakan koran pun dapat mulai dilakukan oleh mesin cetak.



Ketika sang wartawan kembali ke kantor, ia mengatakan bahwa dirinya tidak menemukan informasi penting untuk diberitakan. "Tidak ada informasi penting, tidak seorang pun pengurusnya ada di sana," katanya. Sudah tentu Pemimpin Redaksi hanya ternganga mendengar laporan wartawannya. Mengambil contoh kisah di atas, seorang wartawan sebenarnya tidak boleh mengatakan tidak ada berita, apalagi tidak ada berita penting, karena semua berita itu penting. Semua yang dijumpai oleh wartawan jika dikembangkan menjadi berita maka berita itu akan menjadi penting, paling tidak bagi orang yang membacanya. Apalagi, para pegawai kantor sekretariat sebuah organisasi buruh biasanya mempunyai kisah-kisah atau informasi yang bisa dikembangkan menjadi berita menarik. Kisah di atas menunjukkan bahwa berita tidak selalu bisa ditemukan "terima jadi." Berita harus dirasakan ketika anda menemukannya. Inilah yang dikatakan bahwa anda mempunyai "hidung wartawan." Sebuah informasi atau fakta belum menjadi berita sampai informasi atau fakta tersebut ditulis dalam bentuk berita. Jika daya penciuman anda terhadap berita kurang tajam, maka proses tersebut tidak akan pernah terjadi. Apa sebenarnya kualitas yang diperlukan pada diri seorang wartawan untuk menghasilkan kemampuan mencium keadaan yang berpotensi menjadi berita? Sudah tentu pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Tetapi ada empat kualitas yang mungkin perlu dimiliki seorang wartawan, yang harus diketahui oleh para calon wartawan, yaitupengalaman, rasa ingin tahu, daya khayal, dan. pengetahuan. 4 Pengalaman. Pengalaman adalah hal-hal atau kejadian-kejadian yang dialami seseorang. Seorang pcnyanyi akan banyak belajar tentang menyanyi bukan dengan membaca buku tentang menyanyi tetapi dengan mengalami sendiri bagaimana caranya menyanyi. Wartawan akan banyak belajar menulis berita yang baik dengan mengalami sendiri bagaimana caranya membuat berita. 4



. Lihat juga Mitchell V. Charnley, Reporting, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1975.



Wartawan-wartawan masa kini, dimulai sejak awal tahun 1970-an sampai sekarang, mendasarkan pengalamannya untuk pengetahuan kerja mereka dari pendidikan, biasanya pada pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Pemuda dan pemudi lulusan perguruan tinggi dari berbagai disiplin ilmu yang memasuki profesi jurnalistik selama dua dekade terakhir ini jumlahnya ribuan. Tetapi, yang berasal dari lulusan jurusan jurnalistik atau fakultas ilmu komunikasi massa sendiri tidak sampai separuhnya. Mereka yang berasal dari disiplin-disiplin ilmu di luar jurnalistik itu kebanyakan mendapatkan keterampilan mereka dari pengalaman. Dan, pengalaman inilah yang telah mencetak wartawan-wartawan ternama di surat kabar-surat kabar besar seperti Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Republika, Media Indonesia, dan lain-lain. Oleh karena itu, ada baiknya jika ingin mengasah keterampilan menulis berita melalui pengalaman, jadilah dulu wartawan di surat kabar-surat kabar kecil. Di surat kabar-suratkabar kecil biasanya menulis berita lebih banyak dalam sehari atau setahun ketimbang di surat kabar nasional besar. 5 Perasaan Ingin Tahu. Wakil Presiden Indonesia pertama, Moh. Hatta, pernah mengatakan dalam salah satu tulisannya bahwa ilmu pengetahuan dimulai dengan adanya perasaan ingin tahu. Ditemukannya pengetahuan bahwa bumi ini bergerak mengelilingi matahari adalah karena dorongan perasaan ingin tahu orang yang bertanya, "Mengapa matahari selalu terbit dari Timur dan terbenam di Barat?" Perasaan ingin tahu seorang wartawan pun memicu timbulnya pertanyaan "Mengapa? Bagaimana? Kata siapa? Benar atau Tidak benar?" dalam diri si wartawan ketika ia. menghadapi suatu peristiwa atau keadaan. Perasaan ingin tahu seorang wartawan menyebabkan wartawan Amerika, William Nelson, masuk ke sarang GAM di Aceh pada tahun 2003, sehingga membuat kalang kabut Kedutaan Besar AS di Jakarta yang ingin mengamankan warga negaranya itu dari kesalahpahaman pihak" 5



. Hikmat Kusumaningrat sebelum bergabung dengan Kompas pernah bekerja di majalah kecil berbahasa Inggris Window on The World, Prisma, dan majalah basa Sunda Mangle. Lihat biodata di halaman terakhir buku ini.



keamanan di daerah itu. Ketika seorang wartawan meliput sebuah peristiwa musibah, rasa ingin tahu wartawannya segera saja memberondongkan pertanyaan-pertanyaan "Mengapa musibah itu terjadi? Bagaimana terjadinya? Kata siapa korban yang jatuh itu sepuluh orang? Benarkah jumlah korban itu hanya terdiri dari pria dan anak-anak warga masyarakat biasa? Mengapa wanita tidak menjadi korban?" Dengan pertanyaan-pertanyaan yang dipicu oleh perasaan ingin tahunya itu, ia pun akan banyak mendapat lebih banyak informasi tentang peristiwa musibah tersebut daripada yang diperlukan pembacanya. Ia selalu dapat membuang hal-hal yang tidak penting dari berita yang ia tulis, tetapi ia tidak akan menemukan substansi yang gagal ia dapatkan jika ia kurang memiliki perasaan ingin tahu. Daya khayal. Daya khayal sering juga disebut imajinasi. Ada yang mengatakan bahwa kehidupan tidak akan maju tanpa adanya imajinasi. Kalau kita menyimak iklan-iklan di televisi, maka kita akan terkagum-kagum oleh daya khayal atau imajinasi yang begitu kaya yang dimiliki para pembuat iklan, sehingga mereka tampaknya tidak pernah kehabisan gagasan dalam membuat iklan-iklan barang untuk menarik pembeli. Demikian pula dengan film-film atau sinetron-sinetron yang ditayangkan televisi. Penulis film atau sinetron sepertinya tidak pernah kehabisan ilham untuk menulis skenarioskenario cerita film yang menghibur pemirsa televisi. Memang mereka ini semua menjadi begitu subur dalam mencipta karena mereka menggunakan daya khayalnya atau imajinasinya. Seorang Anton Chekhov, misalnya, menggunakan daya khayal atau imajinasinya untuk membangun fantasi seputar sais kereta dalam cerpennya "The Lament" ("Ratapan"). 6 Pembuat iklan, novelis, cerpenis, maupun pelukis, semuanya menggunakan daya khayalnya dalam menciptakan karya-karyanya. Menurut Charnley, wartawan pun menggunakan daya khayalnya tetapi dengan caranya sendiri. Ia mengumpulkan fakta-fakta yang tampaknya tidak saling berkaitan 6



. Chapter VII tentang "Short Stories" dalam Irving Rosenthal, M.S. & Morton Yarmon, B.S., Writing Made Simple, Professional Writing for Publication in Magazines, Newspapers, Movies, Stage, Radio, and TV, Made Simple Books, Inc., New York, 1958.



lalu mempertautkannya dalam sebuah konteks sehingga tercipta sebuah realitas. Daya khayal dan perasaan ingin tahunya ia tunjukkan dalam bentuk pertanyaan, "Seberapa besar peristiwa ini akan mempengaruhi keluarga pembaca saya, mempengaruhi pekerjaannya, mempengaruhi lingkungan masyarakatnya? Siapakah yang dapat memberitahu mengapa peristiwa tersebut terjadi? Seberapa banyak hal itu dipahami oleh pembaca saya? Jika jawabannya 'tidak banyak,' bagaimana saya dapat memberitakannya agar bisa lebih dipahami?" Daya khayal atau imajinasi dalam pemberitaan tergantung dari tinjauan ke depan maupun ke belakang. Salah satu keluhan yang sifatnya prinsipil yang dilontarkan terhadap media massa adalah bahwa media massa membiarkan peristiwa-peristiwa besar meledak tanpa pemberitahuan. Mengapa peristiwa Ambon, misalnya, meledak dengan tiba-tiba tanpa dapat diantisipasi oleh masyarakat maupun Pemerintah sehingga menimbulkan korban yang cukup besar? Mengapa peristiwa 13-15 Mei 1998 7 meledak dengan tiba-tiba tanpa diduga-duga sehingga memakan korban secara mengenaskan? Mengapa peristiwa kerusuhan etnik di Kalimantan Tengah meletus secara begitu mendadak



dan



mengejutkan



sehingga



masyarakat



tidak



siap



untuk



menghadapi akibatnya yang tiba-tiba menimpa mereka. Baik peristiwa Ambon mapun peristiwa SARA lainnya terjadi sebagai akibat dari sistem politik negara kita di masa lalu yang tidak memberikan kebebasan kepada pers kita untuk memberitakan hal-hal yang dianggap bisa menimbulkan konflik di masyarakat. Ingat larangan pemberitaan tentang SARA (suku, agama, ras, antar golongan) yang dibahas dalam Bab 3). Peristiwa-peristiwa di atas, sedikit banyak ada hubungannya dengan dilarang pemberitaan di bidang-bidang tersebut, sehingga masalah-masalah



7



. Peristiwa 13-15 Mei 1998 adalah peristiwa kekerasan di Jakarta terhadap kelompok etnis Tionghoa yang memakan korban jiwa dan harta. Tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh massa dengan membakar gedung-gedung pertokoan dan dengan melakukan penganiayaan terhadap penghuninya.



yang timbul di bidang SARA selalu ditutup-tutupi yang akibatnya menjadikan masalah-msalah tersebut bagaikan api di dalam sekam yang sewaktu-waktu meledak tanpa dapat diduga. Oleh karena itulah, pers bukan saja harus mengungkapkan peristiwaperistiwa yang terjadi secara aktual dan faktual dalam pemberitaannya, tetapi juga harus pula mengungkapkan hal-hal yang ada kaitannya sebelum peristiwanya sendiri terjadi. Ini berguna agar masyarakat sendiri dapat mengantisipasi peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi sejak dini, sehingga jika peristiwa tersebut benar-benar terjadi dampaknya yang lebih membahayakan orang banyak dapat dihindari. Tentu saja, pemberitaannya seyogyanya tidak menimbulkan rasa ketakutan atau keresahan di kalangan masyarakat. Pemberitaan sebelum peristiwanya sendiri terjadi berarti wartawan harus



mengamati



trend-trend



politik,



sosial,



dan



teknologi



serta



menghubungkannya dengan rangkaian-rangkaian peristiwa serupa di masa lalu atau rangkaian-rangkaian peristiwa serupa .di negara-negara atau tempattempat lain. Pemberitaan semacam ini bukanlah meramalkan, melainkan menarik kesimpulan yang cerdas berdasarkan pengetahuan dan pengamatan imajinatif. Hal ini. pernah .dilakukan seorang jurnalis sebelum Perang Dunia II, Duta Kusumaningrat, yang memberikan "ramalan" dalam tulisan featuresnya di Sin Po maupun dalam komentar-komentarnya di Radio Nirom (Nederlands Indische Radio Omroept) tentang kemungkinan Jepang menyerbu Indonesia jika Perang Dunia II meletus. Ramalannya menjadi kenyataan karena tentara Jepang memang benar-benar mendarat di Jawa pada tahun 1942 dan pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Dai Nippon. Duta Kusumaningrat pada tahun-tahun tigapuluhan itu pernah bekerja di surat kabar Java Bode, De Courant dan kemudian menjadi freelance journalist untuk harian Sin Po. Di samping itu secara tetap menjadi komentator luar negeri pada Radio Nirom.8 8



. Tentang Duta Kusumaningrat dapat dibaca dalam Abdurrachman Surjomihardjo "Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia" , Proyek Penelitian Pengembangan Penerangan Departemen Penerangan dan bundel arsip pribadi di PusatAsrip RI. Jakarta.



Pengetahuan. Keadaan masyarakat Indonesia sekarang jauh lebih kompleks daripada keadaannya beberapa dekade lalu. Seorang wartawan yang tidak menguasai paling sedikitnya ilmu pengetahuan kemasyarakatan, akan sulit mempersepsikan dinamika yang dialami masyarakat Indonesia. Lebihlebih masyarakat Indonesia di era reformasi sekarang, yang jauh lebih membingungkan keadaannya dibandingkan ketika masyarakat kita masih bcrada di bawah sistem politik rezim Orde Baru yang "serba stabil" dan sepi dari gejolak. Dalam masyarakat yang semakin kompleks, mengenali peristiwa yang memiliki nilai berita membutuhkan pengetahuan agar dapat merangsang perasaan ingin tahu dan menyalakan imajinasi. Ambil sebagai contoh pemberitaan tentang pertikaian yang berlarut-larut dan mencapai puncaknya pada tahun 2002 antara imigran Madura di Kalimantan dengan masyarakat Dayak yang merupakan penduduk asli di sana, yang memakan banyak korban di kedua belah pihak. Menghadapi konflik antar-kelompok etnis yang merupakan wilayah sensitif ini, seorang wartawan tidak dapat hanya memberitakan berdasarkan fakta yang tcrlihat di permukaan saja, tetapi memerlukan pertimbangan bijaksana yang didasarkan pada pengetahuan matang tentang masyarakat kedua kelompok etnis tersebut. Itulah sebabnya, surat kabar-surat kabar besar sekarang mensyaratkan pendidikan Strata Satu perguruan tinggi dalam perekrutan wartawan-wartawannya.



Menggali Berita Istilah menggali berita seperti dikenal dalam praktik surat kabar di Indonesia adalah "menciptakan berita." Pengertian menciptakan berita ini tampaknya tumbuh dari pemahaman bahwa bagi seorang wartawan tidak ada istilah "tidak ada berita". Kalau tidak ada peristiwa atau kegiatan-kegiatan apa pun yang dapat dijadikan bahan berita atau dalam dunia kewartawanan



dikenal dengan istilah "sepi berita", maka biasanya wartawan harus menggali sendiri berita tersebut untuk ditulis menjadi berita. Pengertian menggali di sini memiliki dua bentuk. Pertama, mencari aspek-aspek dalam kehidupan budaya atau sosial masyarakat atau dalam kegiatan pcmerintahan yang dapat diangkat menjadi berita yang menarik perhatian khalayak. Seorang koresponden di Bandung yang bekerja untuk sebuah harian nasional misalnya. ditugaskan khusus meliput peristiwa-peristiwa budaya daerah. 9 Dengan pengalamannya sebagai wartawan, ia tidak pernah kehabisan berita karena banyak sekali masalah-masalah kebudayaan daerah yang dapat diangkat menjadi berita. Misalnya, sampai sejauh mana aparat pembinaan kesenian dan kebudayaan di Bandung saat itu melaksanakan tugasnya membina apresiasi masyarakat untuk memajukan kesenian daerah, mengapa aparat kebudayaan saat itu mewajibkan para seniman tradisional memiliki kartu seniman .yang biaya pembuatannya membebani para seniman tersebut, mengapa kesenian tradisional kurang digemari masyarakat, dan banyak lagi. Ketika kesenian Jaipongan sedang marak digemari masyarakat, ia segera membuat laporan berbentuk feature tentang Jaipongan yang diberi tempat fitur setengah halaman surat kabar. Kala itu jarang terjadi kesenian daerah memperoleh tempat seluas itu. Begitu pula yang terjadi ketika seorang wartawan pemula sekitar tahun 1970-an ditugaskan sebagai wartawan beat di Departemen Hankam/Markas ABRI dan Markas Angkatan. Waktu itu, penugasan di lingkungan militer dianggap suatu "kemandegan" karena sang wartawan akan kehilangan kreativitas sebagai wartawan. Sebabnya, sumber-sumber di lingkungan ABRI sangat tertutup dan wartawan cukup diberi press release saja yang bunyinya



9



. Pengalaman pribadi Hikmat Kusumaningrat semasa menjadi koresponden Kompas di Bandung.



selalu sama, kecuali waktu dan hari serta nama-nama pejabat yang beraktivitas. Panjangnya press release tak lebih dari setengah atau seperempat halaman folio. Teman-teman sekantornya mengucapkan selamat berjuang di tengah kekeringan berita. Tetapi berkat kehiasaan membaca sejak di bangku sekolah, ia tak kehabisan akal untuk memperkaya press release yang minim itu dengan kepustakaan militer, sehingga berita yang ditulisnya lebih hidup. Misalnya sewaktu LB Murdani dipromosikan menjadi Asisten Intelijen dengan pangkat mayor jenderal. Tokoh ini dikenal penuh misteri yang hampir tak tersentuh oleh pers. Padahal peristiwa ini cukup menarik, karena pada usia relatif muda, 42 tahun, ia sudah menyandang jenderal berbintang dua. Lagipula sebagai perwira yang selalu berada di balik layar, banyak orang ingin mengetahui latar belakang kehidupan dan perjalanan karirnya. Siapa itu sosok yang dikenal sebagai Benny Murdani? Teringat akan sebuah publikasi yang biasanya memuat tokoh-tokoh pouting, wartawan pemula ini segera pergi ke perpustakaan korannya mencari The Indonesian Letter yang seingatnya pernah menulis calon-calon pemimpin Indonesia di masa depan. Dalam publikasi yang berbasis di Hong Kong itu dengan panjang lebar dimuat karir dan prediksi masa depan LB Murdani. Keesokan harinya, surat kabarnya merupakan satu-satunya koran yang memuat kisah perjalanan karir Benny Murdani secara lengkap, meski beberapa hari kemudian si wartawan ditegur sang jenderal. " This is for the first and the last kamu tulis riwayat hidup saya. Anak saya saja nggak tahu," kata LB Murdani di ruang tamu Pangkopkamtib kala itu. 10 Kebiasaan menggali informasi untuk melengkapi penulisan berita atau feature dari dokumentasi, arsip, buku dan kliping koran dalam praktik jurnalistik disebut paper trail — pelacakan dokumen. Menggali berita itu juga bisa dilakukan ketika sumber berita enggan



1



0



. Pengalaman pribadi Purnama Kusumaningrat ketika untuk pertama kali Lenjad" wartawan beat di Departemen Hankam/ABRI dan Markas Angkatan axvnl 1970-an.



atau sulit memberikan informasi untuk sesuatu hal yang perlu diberitakan, misalnya tentang masalah pembelian senjata ke negara lain. Memang tidak ada undang-undang yang mewajibkan sumber berita, baik pemerintah maupun swasta, untuk memberikan informasi yang diperlukan pers. Sumber berita mungkin tidak mau atau menolak memberikan informasi karena khawatir merugikan dirinya atau merugikan lembaga atau perusahaannya. Atau, bisa juga sumber berita menolak memberikan keterangan karena ia merasa tidak berwenang untuk memberikan keterangan pers, sehingga ia mengatakan bahwa ada yang lebih berwenang untuk memberikan keterangan yang diminta oleh wartawan. Kemungkinan lain ialah sumber berita melakukan gerakan tutup mulut untuk menyembunyikan kelakuan buruknya karena tidak ingin diketahui oleh umum. Dalam hal seperti di atas, wartawan terpaksa harus menggali berita dengan membujuk sumber berita. Wartawan mengatakan kepada sumber berita bahwa sikapnya yang tetap menolak untuk memberikan keterangan itu justru akan merugikan dia. Atau, wartawan dapat mencari jalan lain untuk mendapatkan keterangan, misalnya dari sumber-sumber lain atau menggali fakta-fakta dari kejadian-kejadian lain yang ada hubungannya. Wartawan hampir selalu dapat mencari sumber-sumber atau narasumber lain karena jarang sekali fakta-fakta untuk suatu berita hanya berasal dari satu sumber saja. Tetapi, jika anda tidak menemukan narasumber lain dan sumber berita anda tetap menolak memberikan keterangan, untuk mengatasi penolakan dari sumber berita adalah dengan memberitakannya bahwa sumber berita menolak memberikan keterangan. Dalam berita sering kita temui berita yang menambahkan keterangan berbunyi begini misalnya: "pejabat tersebut menolak memberikan keterangan, meskipun ..." Tetapi, ada kalanya juga seorang pejabat atau seorang pengusaha menolak kehadiran wartawan yang dianggapnya masih baru, tetapi ketika reclakturnya yang meminta wawancara, pejabat atau pengusaha tersebut dengan lancar memberikan keterangan yang diperlukan surat kabar bersangkutan.



Meliput Berita dengan Menyamar Harian Mandala di Bandung sekitar tahun 1990 pernah menghadapi suatu peliputan yang dihalangi pihak kepolisian. 11 Kasusnya menyangkut seorang anak laki-laki remaja yang dituduh membunuh adiknya, sehingga ia ditahan polisi, padahal polisi belum mendapatkan bukti-bukti jelas bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh anak laki-laki tersebut. Di samping wartawan-wartawan Mandala dihalang-halangi, orangtua anak laki-laki tersebut dilarang memberikan keterangan kepada pers dan rumahnya dijaga polisi dengan alasan mengamankan TKP (tempat kejadian perkara). Dengan sikap pihak kepolisian yang demikian itu, kecurigaan pun timbul karena mereka seperti menyimpan sesuatu yang ingin disembunyikan. Akhirnya Mandala sepakat untuk mengungkap kasus ini sampai mendapat kejelasan secara tuntas dengan jalan apa pun. Untuk itu dibentuk tim investigasi dipimpin redaktur kota yang menurunkan empat wartawan menyamar sebagai pedagang es, sopir dan kernet. Sedangkan seorang lagi, wartawan foto menjadi tukang foto keliling dan dua wartawati masing-masing menjadi guru-guru mengaji yang bisa leluasa masuk keluar rumah tersangka. Dengan cara itu, Mandala pun berhasil menyingkap fakta-fakta yang sebenarnya dari kasus tersebut. Ternyata dari hasil peliputan investigasi itu, polisi memang menyembunyikan fakta-fakta yang sebenarnya. Polisi menahan anak laki-laki itu berdasarkan tindakan main-comot, padahal mereka belum menemukan bukti-bukti kuat bahwa anak laki-laki tersebut benar-benar membunuh adiknya. LBH Bandung ketika membela anak laki-laki itu di pengadilan, menggunakan bukti-bukti dan saksi wartawan. Hakim pun menjatuhkan "vonis bebas murni tidak terbukti bersalah" kepada anak laki-laki tersebut



1



1



. Harian Kompas pernah bekerjasama dengan Harian Mandala Bandung pada tahun 1990-1991, di mana pengelolaan harian daerah tersebut sepenuhnya diserahkan kepada Kompas. Kerja sama dengan harian milik wartawan Krisna Harahap ini tidak berlangsung lama.



berkat fakta-fakta kebenaran yang diajukan berdasarkan hasil penyelidikan wartawan di lapangan. Pertanyaannya sekarang, apakah pemberitaan berdasarkan peliputan dengan



menyamar



seperti



itu



merupakan



pemberitaan



yang



dapat



dipertanggungjawabkan secara etika jurnalistik dan hukum? Artinya, jika pihak kepolisian mengajukan tuntutan ke pengadilan karena cara peliputan yang dilakukan wartawan ditempuh dengan cara "menipu", apakah pihak media dapat mempertahankan diri secara hukum? Apakah juga secara etika jurnalistik wartawan dapat mempertanggung jawabkan cara peliputan semacam itu? Tatkala menyiapkan diri untuk melakukan investigasi, Mandala berkonsultasi dengan pihak LBH Bandung. Dari sisi hukum, menurut LBH tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan yang ada dan investigasi dapat dilakukan secara menyamar. Dari sisi etika jurnalistik pihak Mandala menganggap cara peliputan semacam itu bisa dipertanggungjawabkan sepanjang demi kepentingan umum. Dalam hal ini adanya dugaan pejabat publik, yakni pihak kepolisian, melakukan tindakan ceroboh yang merugikan kepentingan seseorang. Lakilaki itu berhak memperoleh perlindungan hukum, artinya diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Tetapi, tentu saja tidak semua kasus menyamar bisa dibenarkan dalam menghimpun berita. Dapat atau tidaknya suatu penyamaran dibenarkan dalam meliput berita harus dilihat secara kasuistis, artinya kasus per kasus. tergantung dari masalahnya, yaitu apakah masalahnya merupakan perkosaan terhadap kemanusiaan atau bukan. Hal ini pun harus dilihat dulu apakah di dalamnya tidak terdapat sangkut paut dengan lembaga off-the-record atau lembaga embargo dalam melaksanakan pekerjaan jurnalistik, yang akan kita bahas dalam pasal lain di depan nanti. Penyamaran tidak jarang juga terjadi ketika seorang wartawan perlu menemui narasumber yang ingin diwawancarai demi kelengkapan dan akurasi tulisannya.



Seorang wartawan August Parengkuan, pernah ditugasi korannya, Kompas, untuk mewawancarai Ali Said, SH yang waktu itu menjadi ketua majelis hakim Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) yang mengadili mantan Wakil Perdana Menteri Dr. Subandrio pada sekitar tahun 1968. Subandrio diajukan ke Mahmillub dalam kaitan keterlibatannya dengan peristiwa pemberontakan G30S. Sebagai hakim ketua apalagi dalam persidangan Mahmillub, Ali Said sedemikian sibuk dan penjagaannya ketat sekali, sehingga hampir tak mungkin mewawancarai tokoh paling populer itu. August yang dikenal sebagai wartawan tak pernah menyerah dalam memburu berita. Ia langsung melakukan penyamaran. Saat persidangan diskors untuk makan siang, ia "mengambil alih" tugas pelayan yang akan membawa makan siang untuk tim hakim. Sang pelayan sempat tercengang ketika setibanya di depan pintu ruang istirahat, nampan yang dibawanya diambil alih. "Biar saya yang bawa ke dalam", kata August sambil cekatan memindahkan nampan ke tangannya, lalu masuk ke dalam ruangan. Sesampainya dalam ruangan, ia meletakkan minuman dan makanan di atas meja di depan dimana Ali Said duduk. Setelah itu dengan tenang ia duduk di kursi. Melihat "pelayan" ini duduk, Ali Said terheran-heran. "Lho saudara siapa?" tanya Ali Said. August pun dengan tenang menjawab, "Saya wartawan, Pak. Mau ada yang ditanyakan sedikit." Spontan sang hakim ketua terbahak-bahak tertawa. Sejak itu August Parengkuan menjadi sahabat Ali Said. Memang tidak jarang persahabatan para wartawan dengan pejabatpejabat penting diawali dengan peristiwa "tidak enak". Misalnya persahabatan wartawan Antara L. Pattirajawane dengan LB Murdani bermula dari peristiwa "tidak enak" di Bangkok semasa konfrontasi RI-Malaysia sekitar tahun 1963an. Kala itu Benny Murdani yang masih berpangkat mayor mendapat tugas "operating intelligence" untuk keperluan operasi Dwikora dari Bangkok dengan menyamar sebagai pegawai Garuda di ibukota Thailand.



Sebagai wartawan muda yang menjadi kepala perwakilan Antara di Bangkok, Pattirajawane sangat ingin mewawancarai tokoh yang memang sudah terkenal itu karena penerjunan pertama bersama pasukannya di Papua sewaktu Operasi Trikora pada tahun 1962. Setelah mengetahui informasi dari seorang sumber, Patti bergegas ke kantor perwakilan Garuda. Malang baginya, Benny Murdani yang mendengar namanya disebut oleh orang yang tak dikenalnya, langsung menarik Patti ke dalam ruangan kerjanya. "Jangan sekali-sekali menyebut nama itu," bentak Benny mengancam. Hari-hari berikutnya Patti bersahabat dengan Benny. Bahkan mantan Panglima ABRI itu ikut membantu Patti untuk diproyeksikan menjadi kepala kantor berita organisasi negara-negara pengekspor minyak, OPECNA, setelah ia pensiun dari Antara.12 Dia pula satu-satu wartawan yang diberitahu dan ikut meliput ketika untuk pertama kali terjadi operasi militer di Timtim. Persaingan dalam Meliput Berita Dalam menghimpun berita juga terjadi persaingan antara satu media dengan media lainnya. Ini sudah tentu maksudnya untuk berlomba menarik kepercayaan pembaca bahwa suatu media lebih cepat dalam pemberitaannya dari media lain. Dengan begitu diharapkan, media bersangkutan akan lebih banyak menarik pembaca. Simak misalnya kasus Harian Sinar Harapan yang dibreidel Pemerintah Orde Baru pada tahun 1970-an karena memberitakan anggaran belanja pemerintah yang meskipun sudah disahkan oleh DPR tetapi belum diumumkan secara resmi oleh Pemerintah. Harian itu memberitakan masalah tersebut maksudnya untuk mendahului media-media lain dalam pemberitaannya, padahal ada kesepakatan di zaman itu bahwa berita yang belum resmi diumumkan oleh Pemerintah dilarang diberitakan oleh pers. Selain itu ada contoh kasus berdasarkan pengalaman penulis sendiri ketika meliput peristiwa ulang tahun ke-27 Konferensi Asia-Afrika pada tahun



1



2



. Cerita ini diperoleh dari Rene Pattiradjawane, anak laki-laki Ludwig (Luke) Pattiradjawane yang sekarang menjadi wartawan Kompas dengan tugas khusus sebagai China Watcher harian itu yang berbasis di Hong Kong.



1982. Pada saat itu, Presiden Julius Nyerere dari Tanzania, Afrika, bcrkenan hadir dalam peristiwa tersebut untuk memberikan pidatonya pada puncak acara. Sudah menjadi tradisi dalam praktek jurnalistik di Indonesia bahwa petugas humas penanggung jawab acara berkewajiban membagikan handout teles pidato setelah pidato selesai diucapkan. Apalagi pidato kepala negara dari Tanzania itu disampaikan dalam bahasa Inggris yang sulit diikuti oleh sebagian besar wartawan Indonesia. Tetapi, ketika itu handout yang merupakan teks asli pidato tersebut diambil oleh seorang koresponden dari sebuah harian ibukota. Si koresponden beralasan akan memfotokopi teks pidato tersebut dan akan membagikannya kepada rekan-rekan wartawan lainnya. Tetapi. sampai sore hari si koresponden tidak muncul-muncul, bahkan ketika dihubungi ke kantornya tidak seorang pun tahu ke mana ia pergi. 13 Beruntung, si wartawan Bandung berhasil merekam pidato tersebut dengan alat perekam ketika presiden Tanzania tadi sedang mengucapkan pidatonya. Alat perekam tersebut diletakkan di depan loudspeaker dan di samping itu membuat beberapa catatan penting tentang isi pidato tokoh negara Afrika itu. Esok harinya, diantara surat kabar-surat kabar ibukota yang paling lengkap memuat pidato kepala negara Tanzania yang sangat penting itu adalah harian yang korespondennya berhasil "membawa lari" teks asli pidato presiden Tanzania tersebut. Persaingan juga melahirkan berbagai akal wartawan media agar medianya memenangkan persaingan. Misalnya, dalam peliputan berita-berita kriminal, wartawan-wartawan kepolisian biasanya tergabung dalam pokja (kelompok kerja) kepolisian dan mendapatkan berita yang sama dari sumber kepolisian. Tetapi, untuk mendapatkan berita-berita eksklusif surat kabarsurat kabar biasanya mempunyai "stringer" (penghubung di kantor polisi yang 13



. Pengalaman pribadi Hikmat Kusumaningrat sewaktu menjadi wartawan di Bandung.



bertindak sebagai semacam informan yang memberitahukan kepada surat kabar bersangkutan bahwa ada berita eksklusif yang belum diketahui oleh wartawan surat kabar lain. Stringer ini sudah tentu dibayar, apakah secara bulanan atau secara per berita. Di kalangan koresponden asing pernah ada seorang wartawan asing yang sangat kuat sekali minum. Di kalangan mereka ada kebiasaan minumminum setelah usai peliputan pada malam hari. Pada suatu kesempatan konferensi OPEC di Bali, wartawan peminum ini mentraktir rekan-rekannya. Keesokan harinya, tentu saja tak satu koresponden asing pun terbangun karena semuanya mabuk dan tenggelam dalam tidur lelap, kecuali si peminum ynng kuat. Sudah tentu pagi itu ia memperoleh berita eksklusif dari persidangan, karena wartawan asing yang hadir hanya dia sendirian. 14 Praktik yang lazim juga dilakukan adalah dengan membendung sumber berita, seperti yang terjadi sewaktu Indonesia menjadi penyelenggara Kompetisi Atletik Se-ASEAN dengan sprinter Filipina juara Asia, Lydia de Vega, sebagai bintangnya. Lydia yang juga cantik itu kebetulan sangat dekat dengan salah seorang wartawati, Mingguan BOLA, Linda Wahyudi, 15 yang pernah berkali-kali melawat ke Filipina. Untuk mendapatkan eksklusivitas berita dan mencegah wartawan media-media lain mewawancarai Lydia, Linda mengajak atlet cantik itu berkeliling ke tempat-tempat yang tidak mungkin dijangkau wartawan lain, sehingga berita-berita eksklusif tentang Lydia de Vega hanya ada di Mingguan BOLA. Persaingan betapapun pahitnya namun melahirkan cara peliputan yang menghemat tenaga. Misalnya, dua wartawan dari dua media yang saling bersaing bekerjasama dalam menghimpun berita. Wartawan media yang satu memiliki beat di resort-resort kepolisian (polres-polres) sementara wartawan media lainnya memiliki beat di kepolisian wilayah (polwil). Mereka saling



1



4



15



. Diceritakankan oleh Piet Warbung. Jakarta yang kemudian pindah ke Kompas. . Tahun 1990, Linda pindah ke RCTI.



koresponden



Associated



Press



(AP)



di



memberikan berita yang didapat dari beat-nya masing-masing, sehingga dengan demikian media yang satu tidak "ketinggalan berita" dari media lainnya dalam hal peliputan di beat wartawan lainnya. Meskipun demikian, apakah ekses dari cara-cara mendapatkan berita semacam itu untuk memenangkan persaingan masih bisa dikategorikan sebagai pantas atau tidak dalam praktek jurnalistik, nanti akan dibahas di bab lain.



BAB 7 MENULIS DAN GAYA PENULISAN BERITA



Membuat Alinca Pembuka atau Lead Lead Ringkasan dan Piraimida Terbalik Jurnalisme seringkali disebut sebagai "literature in a hurry," kesusasteraan yang terburu-buru. Dalam pekerjaan jurnalistik ada unsur ketergesa-gesaan kebutuhan akan kecepatan. Itu sebabnya, sejak munculnya



surat kabar sampai sekarang berkembang teknik-teknik penulisan berita yang mengacu pada kecepatan ini, sehingga berita-berita yang ditulis di surat kabar-surat kabar, apalagi di radio dan televisi bentuknya singkat, padat, dan ringkas. Tetapi, perlu diketahui bahwa tidak ada satu cara pun yang sama yang dipakai oleh surat kabar-surat kabar dalam penulisan beritanya meskipun acuannya masih itu-itu juga, yaitu kecepatan. Cobalah perhatikan berita-berita yang ditulis surat kabar-surat kabar tentang peristiwa yang sama, maka kita akan mengerti tentang maksud kalimat di atas. Meskipun demikian, jika diperhatikan dengan lebih seksama, maka terlihat bahwa berita-berita di surat kabar umumnya mengikuti sebuah pola, yakni pola piramida terbalik. (Lihat Gambar 1)



Sebuah novel atau drama atau hampir semua yang bukan tulisan berita, pada umumnya memulai ceritanya dengan seting cerita atau latar belakang jalannya cerita. kemudian berkembang menuju klimaks. Tetapi. tidak demikian dengan berita, ia menggunakan struktur yang sebaliknya. Berita dimulai dengan ringkasan. atau klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan



lebih



lanjut



dalam



alinea-alinea



berikutnya



dengan



memberikan rincian cerita secara kronologis atau dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya. Alinea-alinea berikutnya yang memuat rincian berita disebut tubuh berita dan kalimat pembuka yang memuat ringkasan berita



disebut teras berita atau lead. Ada alasan praktis mengapa tulisan berita dibuat seperti demikian. Pertama-tama,



itu



memang



sesuai



dengan



naluri



manusia



dalam



menyampaikan suatu berita, yaitu agar berita tersebut cepat dapat ditangkap oleh pendengarnya. Coba perhatikan ketika anda menceritakan suatu peristiwa kecelakaan: "Eh, tadi ada anak mati tertabrak truk, kasihan, deh!" Dalam hal demikian, si pengabar pasti tidak akan menceritakan dulu berapa umur anak itu, dan bagaimana anak itu menyeberang tanpa melihat kiri-kanan sebelum truk menabraknya. Apa yang dilakukan adalah pertama-tama membuka cerita anda dengan ringkasan cerita tentang peristiwa yang ingin disampaikan, kemudian baru menambah cerita itu dengan rincian yang mungkin menarik bagi yang mendengarkan. Meringkaskan berita dalam alinea pembuka memang memiliki beberapa keuntungan praktis. Di antaranya memungkinkan sebuah surat kabar yang terburu-buru waktu mengambil berita dan kantor berita - misalnya Kantor Berita Antara - bisa hanya mengambil alinea pembukanya, atau lead beritanya tanpa harus menunggu beritanya secara lengkap. 1 Lead ringkasan juga memudahkan pembaca membaca suatu berita, memuaskan perasaan ingin tahu pembaca dengan segera, memudahkan redaktur membuat judul berita, dan memungkinkan petugas bagian pengatur tata letak menyesuaikan panjangnya berita ke dalam kolom-kolom halaman koran dengan memotong berita mulai dari bawah. Unsur 5W + III dalam Lead Meskipun, seperti disebutkan di atas, mcringkaskan berita dalam alinea pembuka atau lead itu memang memiliki beberapa keuntungan praktis, tetapi justru bagian membuat lead itulah yang paling sulit dalam menulis berita —



1



. Berita dari kantor berita biasanya dikirimkan lead-nya dulu, kemudian menyusul detaildetail beritanya secara berangsur-angsur. Mungkin ini dilakukan untuk menghemat waktu, jangan sampai suratkabar yang akan mengambil berita dari Kantor Berita harus menunggu lama .untuk mendapat berita selengkapnya



terutama untuk pemula. Memang, peran lead itu tak bedanya dengan etalase toko; di dalam etalase dipajang barang-barang yang bisa dibeli. Etalase pada dasarnya bertujuan memancing calon pembeli untuk masuk ke dalam toko, begitu pula isi sebuah lead berita. Etalase itu memberikan janji kepada calon pembeli bahwa barang-barang yang dipajang ada semua dalam toko. Demikian pula sebuah lead harus menjanjikan kepada pembaca mengenai kelanjutan tulisan pembuka. Itu sebabnya, lead yang fungsinya sama dengan sebuah intro dalam musik disebut juga teaser, penggoda, karena pada hakekatnya bagian awal dari tulisan tak ubahnya seperti penggoda, agar pembaca tertarik untuk membaca terus. Istilah lain untuk lead adalah teras berita selain sering disebut juga mahkota berita. Tetapi istilah mahkota berita hampir tidak terdengar digunakan dalam kehidupan jurnalistik sehari-hari. Para redaktur lebih suka menggunakan istilah lead untuk teras berita. Dalam sebuah straight news (berita lugas untuk membedakannya dari berita feature, yang akan dibahas di depan nanti) tugas pertama seorang reporter dalam mengembangkan lead, atau alinea pembuka, adalah menyaring unsur-unsur penting dari catatan-catatan hasil liputannya baik pidato, peristiwa kecelakaan, fenomena alam, atau beberapa hal lain yang sekiranya menarik bagi pembaca.



Unsur-unsur penting ini dapat dijumpai dalam jawaban-jawaban terhadap enam pertanyaan pendek yang terkandung dalam sajak Rudyard Kipling2 berikut ini: I have six honest seruing-men (They've taught me all I knew) Their names are What and Where and When



2



. Rudyard Kipling adalah seorang novelis dan wartawan Inggris semasa Perang Dunia I yang juga pencerima hadiah Nobel. Ia pernah tinggal di India pada tahun l890-an dan menghasilkan beberapa novel yang setting ceritanya terjadi di India.



And How and Why and Who.3 Itulah rurnus 5-W + 1-H 4 yang terkenal itu dalam jurnalistik yang merupakan unsur-unsur sebuah lead yang lengkap. Tetapi, hanya melihat itu saja dengan anggapan bahwa keenam unsur itu sudah mencakup semuanya belumlah cukup. Lead yang baik membutuhkan antara lain selektivitas, yaitu penentuan tentang unsur apa saja yang paling penting. Marilah ambil contoh peristiwa ledakan bom (Apa) yang terjadi di sebuah tempat hiburan (Bagaimana) di Legian Kuta Bali (Dimana) oleh teroris (Siapa) yang membenci orang-orang asing terutama Amerika dan Australia (Mengapa) pada malam hari (Bilamana) ketika tempat hiburan itu dikunjungi banyak turis dan menewaskan sekitar 200 orang pengunjung (Siapa). Bagaimana menyusun lead berita ini berdasarkan unsur-unsurnya yang paling penting? Unsur-unsur berita yang manapun diantara yang enam itu dapat dijadikan batu loncatan untuk menggerakkannya menjadi sebuah berita. Katakata pembuka berita dapat memilih "W" mana saja yang disukai, misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut: What (Apa yang terjadi?) Who (Siapa yang terlibat?) When (Bilamana terjadinya?) Where (Dimana terjadinya?) How (Bagaimana terjadinya?) atau Why (Mengapa bisa terjadi?) 5 Jadi maksudnya, tidak aa formula apa pun yang dapat diterapkan yang akan menjamin terciptanya lead yang bagus. Wartawan yang berpengalaman dapat "merasakan" suatu lead yang bagus ketika ia menemukannya. Ia akan



3



. Aku punya enam orang pelayan yang jujurAMereka telah mengajariku semua .yang aku ketahui)/Nama-nama mereka adalah Apa dan Dimana dan Bilamana/Dan Bagaimana dan Mengapa dan Siapa.



4



. PWI dalam "Sepuluh Pedoman Penulisan Berita''-nya menyebutnya dengan akronim 3A+3M (apa, siapa, mengapa dan bilamana, dimana, bagaimana).



5



. Dulu, semasa diperkenalkan oleh Rudyard Kipling, penulis berita cukup memuat unsur 5W + 1H. Tapi sekarang tidak cukup, masih harus ditambah unsur so what. Yakni halhal mengenai kedalaman implikasi suatu peristiwa. Kebanyakan peristiwa tidak berdiri sendiri, ia acapkali memiliki hubungan dengan peristiwa lainnya atau berhubungan dengan perkembangan yang menjadi perhatian masyarakat.



menyusunnya dan "menggosoknya" dengan hati-hati di dalam pikirannya sebelum ia menuliskannya ke dalam komputernya. Jika ia tidak puas dengan hasil tulisannya, ia akan menghapusnya dan kemudian mencobanya lagi. Ia melakukan ini karena ia mengetahui bahwa sekali ia dapat membuat lead yang bagus, selebihnya akan "bercerita sendiri." Dengan indera keenamnya yang terlatih selama bertahun-tahun, seorang wartawan dapat "merasakan" irama, kegaringan, "cantelan" berita dan dampak dramatik dalam lead yang bagus dan kuat. Ia telah belajar bagaimana caranya



"mengambil



jarak"



dari



suatu



kisah



berita



agar



ia



dapat



mengkristalisasikan dalam pikirannya tentang pentingnya berita itu dan arti berita tersebut, dan bagaimana caranya menyampaikan unsur-unsur itu kepada para pembacanya dengan jelas dan menarik. Jika uraian di atas dirasakan terlalu umum dan tidak dapat diterapkan dalam praktik, ambillah suratkabar mana pun dan bacalah lead-nya yang berbeda-beda itu: Mungkin lead-nya sendiri tidak dapat menjelaskan mengapa berbeda-beda, tetapi kita dapat "merasakan"-nya mana lead yang lebih bagus dibanding lead-lead lainnya. Periksa juga bagaimana berita yang sama ditangani dalam berbagai surat kabar. Dan sebagai latihan terakhir, pilihlah sebuah berita yang menarik dan cobalah menuliskan beberapa lead baru untuk berita tersebut. Inilah salah satu cara terbaik untuk mempelajari teknik-teknik yang esensial dalam jurnalistik. Lead yang Menarik Meskipun tidak ada formula yang dapat diterapkan yang menjamin terciptanya lead yang bagus dan menarik, namun ada cara lain yang dapat ditempuh, yaitu dengan mengikuti anjuran agar lead itu, selain mengandung unsur 5 W+l H, ia juga harus memiliki punch — menonjok. Artinya membuat pembaca serasa ditonjok. Pembaca menjadi terperangah, kaget, timbul rasa empatinya. Jadi gunakanlah kalimat sederhana tetapi mengena. Buatlah seluruh lead dan seluruh isi berita seperti berbicara. Artinya, ketika seseorang membaca berita, kita seakan-akan mendengarkan orang bercerita karena berita tersebut sedemikian menarik dan jelas kata-katanya.



Seorang redaktur sebuah surat kabar di Amerika Serikat yang kebetulan buta, sering memanggil reporternya untuk membacakan berita yang dibuat sang reporter. Kalau tidak puas, ia selalu mengatakan dengan nada keras setengah memarahi, "Let me see, I don't see anything!" (Buatlah saya melihat, saya tidak melihat apa pun!). Maksudnya adalah, penulisan berita yang bagus itu harus hidup dan kejadian yang diceritakan seakan-akan terbayang di depan mata, penulisnya seakan-akan menghadirkan peristiwanya di depan mata. Itulah sebabnya, redaktur yang buta itu selalu saja berteriak, "OK, boy, lid me see!" (Baiklah, nak, buatlah saya melihat!). Untuk menguji apakah sebuah lead itu "berbicara" adalah dengan membacanya keras-keras. Kalau kita membacanya dengan terengah-engah, berarti lead itu terlalu panjang. Coba perhatikan contoh di bawah ini : Desakan



tokoh



konsultan



Indonesia,



Prof.



Ir.



Rooseno,



agar



Pemerintah menyusun rencana induk kehutanan, didukung sepenuhnya oleh Dr. Ir. Achmad Soemitro. Ketua jurusan ekonomi kehutanan Universitas Gajah Mada ini menegaskan hari Kamis, rencana induk semacam itu memang mutlak diperlukan. Apalagi, mengingat sifat industri kehutanan yang membutuhkan pemikiran jangka panjang, sehingga apa yang disusun sekarang harus bisa bermanfaat untuk tahun-tahun mendatang yang masih lama. Alinea pembuka berita di atas terlampau panjang, sehingga sulit digolongkan sebagai lead yang "bicara." Mungkin alinea pembuka tersebut bisa diubah menjadi seperti berikut. Prof. Ir. Rooseno mendapat dukungan penuh sehubungan dengan desakannya agar Pemerintah secepatnya menyusun rencana induk kehutanan. Dukungan itu datang dari ketua jurusan ekonomi Universitas Gajah Mada, Dr. Ir. Achmad Soemitro, ketika dihubungi di kantornya, Kamis. Sebuah lead "sebaiknya" paling panjang terdiri atas 30-45 perkataan.



Ini pun yang dianjurkan dalam pedoman yang dibuat PWI dalam "Sepuluh Pedoman Penulisan Teras Berita"(lihat Lampiran buku ini). Orang akan lebih mengerti dan cepat menangkap kalimat pernyataan yang pendek dan sederhana. Makin sederhana sebuah kalimat, makin baik. Agar bisa pendek dan sederhana, hindari memulai kalimat lead dengan kalimat keterangan atau anak kalimat. Tampilkan segera pokok berita terpenting, jangan menundanya. Perhatikan lagi contoh lead di bawah ini. Memang terbuka kemungkinan bahwa banyak perguruan tinggi swasta (PTS) didirikan oleh pejabat sebagai cantolan jaminan hari tua mereka. Tetapi, untuk dijadikan ladang bisnis, PTS yang didirikan itu relatif tidak ekonomis dibandingkan dengan sektor lain karena perputaran modalnya relatif lambat. Kalangan PTS berkeyakinan, motif utama adanya pejabat yang terjun di bidang PTS bukanlah mencari keuntungan, melainkan karena idealisme dan minat mereka terhadap dunia pendidikan tinggi yang masih terbatas jumlahnya. Demikian inti pendapat D. Khumarga SH, rektor Universitas Tarumanagara. Prof. Thoby Mutis, rektor Universitas Trisakti dan Dr. Mochtar Buchori, rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta yang dihubungi secara terpisah, Kamis kemarin. Bandingkan lead di atas dengan lead di bawah ini setelah mengalami perubahan: Tiga pimpinan perguruan tinggi swasta (PTS) berpendapat, PTS tidak menguntungkan dijadikan ladang bisnis. Dibandingkan bidang usaha lain, perputaran modal PTS relatif lambat. Mereka menegaskan, kalau ada pejabat terjun ke dalam PTS, motifnya minat dan kecintaan, bukan keuntungan. Ketiga pimpinan PTS itu adalah Rektor Universitas Tarumanagara D. Khumarga SH, Rektor Universitas Trisakti Prof. Thoby



Mutis, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Mochtar Buchori. Mereka dihubungi secara terpisah, Kamis kemarin. Apa saja yang diubah dan disederhanakan dari berita aslinya? Lead Yang Tidak Lengkap Dalam "Sepuluh Pedoman Penulisan Teras Berita" yang disusun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) disebutkan bahwa lead atau "teras berita yang menempati alinea atau paragraf pertama harus mencerminkan pokok terpenting berita. Alinea atau paragraf pertama itu dapat terdiri dari lebih satu kalimat, akan tetapi sebaiknya jangan sampai melebihi tiga kalimat." "Mencerminkan pokok terpenting berita" sudah tentu artinya bahwa lead itu tugasnya meringkaskan berita. Itulah ketentuan yang berlaku dalam menulis lead untuk sebuah straight news (berita lugas) dan itulah sebabnya lead semacam ini disebut summary lead atau lead ringkasan. Lead disusun dengan



menjawab



sebanyak



mungkin



keenam



pertanyaan



tradisional



jurnalistik: who, what, when, where, why dan how (siapa, apa, bilamana, dimana, mengapa, dan bagaimana).



Marilah simak sebuah lead berita berjudul "Ngaku Wartawan Edarkan Ganja" yang dimuat Harian Pikiran Rakyat tanggal 22 Oktobcr 2003 di halamam 2 (Rubrik "Bandung Raya"): Kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan seorang mengaku wartawan, AS alias Vijay (29) warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah Kota Cimahi, dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi. Buya, rekan AS, kabur saat digerebek dan hingga saat ini dalam pengejaran



petugas.



Ketika



tersangka



AS



digeledah,



mendapatkan empat bungkus daun ganja 0,5 kg lebih.



petugas



Coba periksa dengan cermat lead ini, apakah ia melakukan tugasnya sebagai lead yang baik. Apakah lead ini meringkaskan inti berita dengan jumlah perkataan kurang dari 45 kata? Tidak, karena lead tersebut terdiri dari 54 perkataan. Apakah lead itu menjawab pertanyaan siapa (who)? Ya, siapanya adalah AS alias Vijay, bahkan berikut usia dan kampung asal tempat tinggalnya serta pengakuan-nya sebagai wartawan. Apakah menjawab pertanyaan apa (what)? Ya, apa-nya adalah peristiwa penangkapan AS alias Vijay itu. Apakah menjawab pertanyaan bilamana (when)? Tidak, karena bilamana-nya ini baru terungkap di bagian paling bawah dalam tubuh berita (21/10). Apakah menjawab pertanyaan dimana (where)? Tidak, pembaca hanya bisa menduga dari yang melakukan penangkapan, yaitu Polsektif (Polisi Sektor Kota Administatif) Cimahi. Apakah menjawab pertanyaan mengapa (why)? Ya, AS ditangkap karena kedapatan membawa paket daun ganja. Lead di atas gagal memberitahu pembaca bilamana atau kapan polisi itu menangkap tersangka AS. Lead ini juga gagal memberitahu pembaca di mana tepatnya AS ditangkap. Selain itu, terlalu panjang untuk ukuran panjang suatu lead. Yang penting diperhatikan juga adalah bahwa lead di. atas tidak memperhatikan tanda baca, sehingga menyulitkan orang membacanya. Para redaktur surat kabar umumnya menuntut agar sebuah lead ringkasan dapat menjawab sebanyak mungkin keenam pertanyaan Kipling di atas. Tetapi, mereka juga menyadari bahwa menjawab setiap keenam pertanyaan tersebut bisa menyebabkan kalimat lead nienjadi panjang dan bertele-tele. Dengan demikian, akan aman kalau satu atau dua pertanyaan lead — terutama pertanyaan bagaimana dan mengapa — disisakan untuk ditulis di alinea kedua setelah alinea pembuka. Dengan mengambil contoh lead berita Pikiran Rakyat di atas, setelah diperbaiki susunannya, yaitu dengan mendahulukan unsur siapa, jumlah katakata dalam alinea lead tersebut menjadi hanya 32 perkataan saja. Jawaban terhadap pertanyaan bagaimana, kita letakkan di alinea kedua setelah alinea



lead: AS alias Vijay (29), warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi di rumahnya, Selasa (21/10). AS yang mengaku sebagai wartawan kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan. Ketika rumah tersangka AS digeledah, petugas mendapatkan empat bungkus daun ganja seberat 0,5 kg lebih. Buya, rekan AS, kabur saat digerebek dan hingga kini dalam pengejaran petugas. Lead sebaiknya harus lebih daripada sekedar menjawab pertanyaan, siapa, apa, bilamana, dimana, mengapa dan bagaimana. Pertama-tama, lead harus memberikan pokok terpenting berita kepada pembaca sepintas yang enggan membaca secara detail tentang peristiwa penangkapan AS tersebut. Kedua, lead harus memberikan harapan tentang isi berita kepada pembaca yang serius, sehingga menarik minat pembaca tersebut untuk membaca lebih lanjut. Akhirnya, lead harus bisa dijadikan bahan untuk membuat judul yang bagus bagi redaktur yang hanya punya waktu membaca berita melalui leadnya saja, sebelum menulis judul seperti: "Ngaku Wartawan Edarkan Ganja" sebagaimana termuat dalam Pikiran Rakyat. Penulisan "ngaku" sesungguhnya bukan bahasa Indonesia baku, karena kata dasar "mengaku" bukanlah "ngaku". Penggunaan kata "ngaku" dipengaruhi oleh dialek (slang) daerah. Memainkan W dalam Lead Buku-buku



yang



menulis



tentang



lead



biasanya



menggolong-



golongkan lead dalam tiga kelompok: 1. Lead 5W+1H; 2. Lead Retorika (Rhetorical Devices); dan 3. Lead Stilistik (Novelty Devices). Buku-buku itu juga biasanya membedakan antara penulisan lead untuk straight news dan feature. Dua kelompok lead pertama digunakan untuk berita-berita yang tergolong straight news, sedangkan kelompok lead ketiga adalah untuk membuat berita straight dengan lead yang ditulis dalam bentuk feature atau



semifeature. Tetapi, lebih dulu perlu ditekankan di sini bahwa tidaklah berlebihan jika dikatakan menulis lead yang baik itu muncul dari indera keenam yang akan kita sebut saja sebagai "naluri berita." Jadi, wartawan yang sudah berpengalaman pun jangan harap dia hafal tentang jenis-jenis lead yang termasuk salah satu golongan lead di atas. Yang jelas ia akan menulis beritanya dengan cara yang sebaik-baiknya yang ia ketahui. Tentang baik tidaknya lead yang ia tulis, hal itu tergantung dari lamanya ia menjalani tahap belajar, mengamati, dan mengalami dalam profesi jurnalistiknya.



Sebagai



bahan



untuk



mengembangkan



lead,



marilah



mengambil lagi lead berita Pikiran Rakyat di atas sebagai contoh. Dalam lead ringkasan atau summary lead yang konvensional, kelima W itu cenderung diletakkan berurutan sebagai berikut. AS alias Vijay (29), warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi (Siapa), dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi (Apa) dirumahnya (Dimana), Selasa (21/10) (Bilamana). AS yang mengaku sebagai wartawan kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan (Mengapa).



Ketika rumah tersangka AS digeledah, petugas mendapatkan empat bungkus daun ganja seberat 0,5 kg lebih (Bagaimana). Buya, rekan (Siapa) AS, kabur saat digerebek dan hingga saat ini dalam pengejaran petugas (Apa). Sekarang marilah kita coba terapkan unsur-unsur 5W+1H lainnya ke dalam Iead berita di atas. Apa. Penangkapan telah dilakukan atas AS alias Vijay (29) oleh jajaran Reskrim Polsektif Cimahi, Selasa lain (21/10). Warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, yang mengaku



wartawan itu ditangkap di rumahnya karena kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan. Dimana. Di rumahnya sendiri di Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, AS alias Vijay (29) dibekuk Jajaran Reskrim Polsektif Cimahi. AS yang mengaku wartawan ditangkap, Selasa (21/10), karena kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan. Bilamana. Selasa lain (21/10), AS alias Vijay (29), warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi di rumahnya. AS yang mengaku wartawan kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan. Mengapa. Karena kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan, AS alias Vijay (29), dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi di rumahnya, Selasa (21/10). Ketika ditangkap, warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, itu mengaku sebagai wartawan. Bagaimana : Melalui penggeledahan, jajaran Reskrim Polsektif Cimahi mcnemukan empat bungkus daun ganja seberat 0,5 kg lebih di rumah kediaman AS alias Vijay (29), warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, Selasa lalu (21/10). Tersangka AS yang mengaku wartawan itu kemudian digelandang ke kantor polisi. Lead yang dimulai dengan pertanyaan apa, yang menekankan apa yang terjadi pada AS alias Vijay itu, sering juga dipakai. Bahkan, lead apa atau siapa merupakan pilihan terbaik dalam beberapa kasus. Sedangkan lead bilamana kurang biasa dipakai. Reporter menggunakan lead bilamana dalam peristiwa-peristiwa ketika unsur waktu sangat penting bagi pemahaman suatu berita. Misalnya, pada peristiwa peluncuran pesawat ruang angkasa untuk pertama kalinya.



Lead dimana juga sama tidak biasa digunakan dalam surat kabar. Lead dimana hanya cocok digunakan jika lokasi kejadian lebih diutamakan ketimbang faktor-faktor lainnya. Dalam kasus AS di atas, mungkin warga Kp. Pojok Selatan itu sulit dipergoki di rumahnya, sehingga lead dimana lebih cocok digunakan. Atau daerah itu memang dikenal sebagai rawan narkoba. Sekarang marilah kita lihat lead rnengapa. Lead ini terdiri dari dua kalimat tetapi sudah mencakup jawaban terhadap 5 unsur W. Demikian pula kalimatnya pun lianya terdiri dari 35 perkataan. Lead ini bersama dengan lead siapa memang umum digunakan dalam pers Indonesia. Tetapi, jika hanya terdiri dari satu alinea dan menjejalkan sebanyak mungkin unsur W ke dalamnya, maka lead ini akan menjadi terlalu panjang dan bertele-tele. Kemudian, lead bagaimana menjawab pcrtanyaan, "Bagaimana AS alias Vijay itu ditangkap?" Dalam contoh ini, ia ditangkap "melalui penggeledahan dan setelah ditemukan empat bungkus daun ganja seberat 0,5 kg lebih di rumahnya.'' Unsur bagaimana sebaiknya ditempatkan di alinea kedua. Menulis Lead Retorika Untuk dapat menambah kekuatan dan menimbulkan efek dramatik suatu tulisan, kita dapat melakukan hal itu dengan cara menempatkan dan menyusun berbagai unsur satu kalimat. Seorang wartawan yang berpengalaman melakukan hal ini dengan nalurinya. Sebagai contoh, "Aku masuk ke dalam rumah tadi dan melihat seorang gila sedang duduk di kursi tamu." Perhatikanlah efek yang berbeda-beda dalam susunan kalimat itu bawah ini. 1. Seorang gila sedang duduk di kursi tamu ketika aku masuk kedalam rumah tadi. 2. Ketika tadi aku masuk ke dalam rumah, aku melihat seorang gila sedang duduk di kursi tamu. 3. Tadi aku masuk ke dalam rumah dan disana. di kursi tamu, aku melihat seorang gila sedang duduk! Kalimat-kalimat di atas semuanya menceritakan kisah yang sama,



tetapi setelah benar-benar diamati, terlihat adanya kesepintaslaluan dan "kelambanan" dalam dua kalimat pertama dibandingkan dengan kalimat ketiga. Dalam kalimat ketiga itu, dimana garis sambung dan frasa "seorang gila sedang duduk" ditempatkan tepat sebelum tanda seru menciptakan unsur ketegangan



dan



dampak



dramatik.



Dengan



bantuan



contoh



berita



"penangkapan AS alias Vijay" tadi, kita pun dapat melihat bagaimana berbagai konstruksi gramatikal dapat digunakan untuk menyusun sebuah kisah berita. Frasa Partisipial. Kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan, AS alias Vijay (29) yang mengaku wartawan dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi ... Frasa "Kedapatan" merupakan frasa partisipial karena bentuk katanya partisipial. Tetapi, tipe lead semacam ini mengandung bahaya, karena: 1) penggunaannya yang berlebihan, mengingat tipe lead ini umumnya paling mudah dibuat; dan 2) hasilnya kadang-kadang berupa kalimat yang menjomplang ketika frasa partisipialnya tidak menerangkan subjek, seperti dalam kalimat, "Kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan, jajaran Reskrim Polsektif Cimahi membekuk AS alias Vijay (29) yang mengaku wartawan." (Siapa yang kedapatan membawa ganja? AS atau jajaran Reskrim?) Frasa Infinitif. Untuk menghindari penangkapan karena membawa paket daun ganja, AS alias Vijay (29) mengaku dirinya wartawan. Tetapi, tak urung jajaran Reskrim Polsektif Cimahi membekuk warga Kp. Pojok Selatan Ke!. Sctiamanah, Kotatif Cimahi, itu Selasa lalu (21/10)... Frasa Preposisional. Meskipun mengaku-ngaku sebagai wartawan untuk menghindari tangan hukum, AS alias Vijay (29), yang membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan, akhirnya dibekuk Reskrim Polsektif Cimahi... Anak Kalimat Kata benda atau Noun Clause. Bahwa daun ganja membawa petaka adalah sesuatu yang dirasakan sendiri oleh AS alias Vijay (29). Ia dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi karena kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan. Warga Kp. Pojok Selatan



Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi yang mengaku wartawan itu ditangkap di rumahnya, Selasa lalu (21/10)... Anak Kalimat Bersyarat atau Conditional Clause. Karena daun ganja itu barang terlarang, AS alias Vijay (29) yang kedapatan membawa benda haram itu untuk diperdagangkan, Selasa lalu (217 10) dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi di rumahnya... Mungkin



tidak



seorangpun



diantara



selusin



wartawan



dapat



menjelaskan tanpa berpikir tentang porbedaan antara frasa partisipial dan frasa infinitif. Defmisi tentang itu tidaklah penting. Apa yang penting adalah, sang wartawan "merasakan" adanya perbedaan antara susunan kalimat pembuka yang bagus, yang buruk, dan yang biasa-biasa saja. Lead-Lead Stilislik Seorang penulis berita yang baik berusaha keras untuk tidak ingin menjadi lead-lead



terlalu



mekanistis.



ringkasan



menjemukan.



Ada



yang



Scbuah lugas



berita-berita



surat di



kabar



setiap



yang



yang



kolomnya



memberi



penuh



dengan



akan



terasa



kemungkinan



untuk



diperlakukan sebagai feature - yaitu diperindah, diperhidup, bahkan dibuat seperti tulisan-tulisan kreatif yang pada tingkatannya yang terbaik merupakan bagian dari kesusasteraan hidup kita. Reporter yang menangani beritanya dengan cara straight, lugas, padahal bisa dibuat hidup. ia adalah reporter yang lalai. Jika ia



senantiasa



meningkatkan



berbuat tahap



demikian,



maka



keterampilannya



ia



lebih



tak tinggi



akan dari



pernah



dapat



anak



tangga



yang terendah. „ " Lead berita tentang "penangkapan AS alias Vijay," yang telah dijadikan objek pelajaran di halaman-halaman ini. adalah sebuah contoh kasus ketiadaan usaha untuk menulis secara lebih hidup. Daya tarik berita tentang AS tersebut bukan terletak pada masalah kejadiannya (penangkapan AS), melainkan pada sifat penangkapannya (penangkapan itu akibat merabawa daun ganja). Jika ditangani secara lugas atau straight, berita tersebut akan



terasa datar, tidak hidup, dan tidak layak mendapat tempat di halaman koran yang berharga itu, seperti lead di bawah ini: Kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperdagangkan seorang mengaku wartawan, AS alias Vijay (29) warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah Kota Cimahi, dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi. Buya, rekan AS, kabur saat digerebek dan hingga saat ini dalam pengejaran



petugas.



Ketika



tersangka



AS



digeledah,



petugas



mendapatkan empat bungkus daun ganja 0,5 kg lebih. Dengan menggunakan fakta yang sama, reporter yang terampil dapat merangsang selera pembacanya dan memikat pembaca tersebut untuk masuk ke dalam cerita yang ditulisnya dengan menggunakan salah satu "kapstok" yang lebih menghidupkan tulisan. Ini datang pada diri si wartawan melalui naluri atau karena kebiasaan si wartawan itu sendiri. Tipe-tipe lead berikut ini akan sangat mcmbantu bagi wartawan pemula sampai tiba saatnya ia juga menggunaknnnya tanpa berpikir tetapi didorong oleh kebiasaan: Lead Menonjok (The Punch Lead). (Lead ini juga disebut "cartridge," "capsule," atau "astonisher"). Lead ini mengguncang pembaca di baris pertama, dan pembaca itu pasti akan buru-buru membaca baris berikutnya, jika anda memberinya pernyataan pendek dan memikat tentang faktanya: Gara-gara lima paket daun ganja, AS alias Vijay (29) berurusan dengan polisi. (Lead Menonjok) Kapolri menyatakan perang terhadap narkoba. (Lead Cartridge) Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kurs rupiah terpuruk ke Rp 10.000 per dolar. (Lead Astonisher) Lead Deskriptif (The Picture/Descriptive Lead). Penggambaran yang hidup membuat adegan kejadian serasa tampil di depan mata pembaca dan memberikan jiwa pada tulisan di tempat kejadiannya atau memberikan gambaran penampilan fisik seseorang atau objek:



Gara-gara membawa lima paket daun ganja, AS alias Vijay (29) hanya bisa mengulurkan kedua tangannya untuk diborgol ketika ia dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi, Selasa lalu (21/10). Meskipun ia mengaku



sebagai



wartawan,



pengakuannya



itu



tidak



dapat



menyelamatkannya dari tangan hukum. Lead Kontras (The Contrast Lead). Kadang-kadang sebuah peristiwa terdiri dari unsur-unsur yang kontras antara situasi sekarang dan situasi sebelumnya atau antara peristiwa yang ada dan peristiwa lain yang menjadi unsur pengingat. Sebelum Selasa lalu (21/10), AS alias Vijay (29) memang dikenal warga sekampungnya sebagai seorang wartawan. Sekarang ia hanya seorang tersangka tindak pidana karena kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperjualbelikan. Contoh lain: Di belakang meja tulis yang biasanya ia bersihkan 20 tahun lalu ketika masih menjadi pelayan, Sulut Panggabean kemarin menerima ucapan selamat atas pengangkatannya menjadi direktur utama PT Pardedetex.



Lead Bertanya (The Question Lead). Pertanyaan dalam pembukaan kalimat mempunyai keuntungan dapat membangkitkan minat, tetapi waspadalah untuk tidak menggunakan lead bertanya secara berlebihan melainkan hanya kalau masalahnya itu sendiri merupakan pokok berita ; Jika seseorang kedapatan membawa lima paket daun ganja untuk diperjualbelikan, lalu ia ditangkap polisi, disebut apa orang itu? Nah, itulah sebutan untuk AS alias Vijay (29) yang Selasa lalu (21) dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi di rumahnya. Tersangka AS ... Atau: Dapatkah seorang wartawan ditangkap? AS alias Vijay (29) membuktikan bahwa



itu dapat. Warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah Kota Cimahi itu Selasa lalu (21/10) kehilangan kekebalannya sebagai wartawan ketika ia dibekuk jajaran Reskrim Polsektif Cimahi. Ia ditangkap karena kedapatan membawa paket daun ganja untuk diperjualbelikan. Lead Kutipan (The Quotation Lead). Penggunaan ucapan-ucapan orang secara tepat, jika dipilih secara selektif dan dipertahankan terus dalam tubuh berita, dapat membuat awal kalimat yang hidup untuk sebuah lead: "Saya wartawan, tidak mungkin saya memperjualbelikan ganja," kata AS alias Vijay (29) saat didatangi polisi di rumahnya. Tetapi, ketika jajaran Reskrim Polsektif Cimahi menggeledah dan menemukan 5 paket daun ganja yang masing-masing berisi 0,5 kg, warga Kp. Pojok Selatan Kel. Setiamanah, Kotatif Cimahi, itu tidak bisa lagi memungkiri perbuatannya. Dalam membuat berita tentang pidato, ceramah, pernyataan publik, dan lain-lain, sebaiknya gunakan kata-kata sendiri dalam mengangkat feature-nya daripada menggunakan kutipan langsung: Tiga pimpinan perguruan tinggi swasta (PTS) berpendapat. PTS tidak menguntungkan dijadikan ladang bisnis. Dibandingkan bidang usaha lain, "perputaran modal PTS relatif lambat." Mereka menegaskan, kalau ada pejabat terjun ke dalam PTS, "motifnya minat dan kecintaan, bukan keuntungan." Ketiga pimpinan PTS itu adalah Rektor Universitas Tarumanagara D. Khumarga SH, Rektor Universitas Trisakti Prof. Thoby Mutis, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Mochtar Buchori. Mereka dihubungi secara terpisah, Kamis kemarin. Dalam berita yang bukan pidato atau ceramah, terkadang lebih efektif jika dimulai dengan kutipan langsung, seperti contoh di bawah ini: "Perguruan tinggi swasta (PTS) tidak menguntungkan untuk dijadikan ladang bisnis," kata Dr. Mochtar Buchori, rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dibandingkan bidang usaha lain, katanya.



perputaran modal PTS relatif lambat. Kalau ada pejabat terjun ke dalam PTS, motifnya minat dan kecintaan, bukan keuntungan. Pendapat Dr. Mochtar Buchori ini didukung oleh dua pimpinan PTS lainnya, yaitu Rektor Universitas Tarumanagara D. Khumarga SH dan Rektor Universitas Trisakti Prof. Thoby Mutis. Contoh lainnya: "Jangan menjadi sokjagoan di jalan raya!" Nasihat ini diberikan oleh Kapolda Jabar dalam ceramahnya di depan para peserta



seminar



"Menjaga



Keselamatan



di



Jalan



Raya,"



yang



diselenggarakan di Hotel Hommann, kemarin (22/10). Lead Kepenasaran Kumulatif atau Lead Yang Ditunda (The Cumulative/Suspended



Interest



Lead).



Lead



stilistik



yang



tidak



mengemukakan pokok berita (news peg) di alinea pertama biasanya menggunakan siasat memancing kepenasaran pembaca. Lead ini "menyeret" pembaca ke dalam berita karena pembaca merasa penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa berita, terutama berita yang diberi "kotak." dapat diulur tanpa memberikan pasak atau inti beritanya sampai berita tersebut diakhiri. Dalam kebanyakan berita yang menggunakan lead ini, fakta-fakta sebenarnya biasanya diberikan di alinea berikut segera setelah alinea lead untuk menjelaskan "kesamarannya": Seorang wartawan gadungan nyaris mengecoh warga Kp. Pojok Selatan, Kel. Setiamanah, Kota Cimahi. Sudah lama warga percaya saja apa yang dilakukan AS alias Vijay (29) adalah kegiatan yang berhubungan dengan profesinya sebagai wartawan. Tetapi, pekan lalu kesibukan-kesibukan yang dilakukan laki-laki itu menimbulkan kecurigaan warga setempat. AS terlihat sering... dsb. Berkaitan dengan suspended lead ini sering timbul pertanyaan: Kapan



penggunaan jenis lead ini? Kalau sang reporter ingin "menghibur".(entertain) pembacanya, maka pilihlah suspended lead ketimbang summary lead. Misalnya. peresmian jalan tol Dawuan-Cileunyi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri akan menjadi berita basi kalau reporter yang meliput hanya menulis prosesi peresmiannya saja. Berita ini akan lebih menarik kalau dapat menghibur pembaca dengan mengaitkan segi percepatan perjalanan Jakarta ke Bandung dengan peristiwa peresmian jalan tol tersebut. Contoh: Perjalanan darat Jakarta-Bandung yang selama ini memakan waktu 3,5 jam, mulai Selasa kemarin (10/4) sudah dapat ditempuh dua jam. Selain menyingkat waktu bagi mereka yang melakukan perjalanan ulang-alik, juga memberikan keuntungan bagi para pengusaha bis karena akan menghemat penggunaan bahan bakar. Jalan tol Dawuan-Cileunyi yang memperpendek jarak Jakarta-Bandung itu, diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri kemarin... Lead Berurutan (The Sequence Lead). Segi yang paling menarik dalam berita ditulis dalam gaya yang berurutan. Fakta-faktanya disusun secara kronologis untuk menunda klimaks atau kepuasan pembaca dalam memenuhi keinginantahunya sampai akhir berita:



AS alias Vijay (29), warga Kp. Pojok Selatan, Kel. Setiamanah, Kota Cimahi, hari itu merasa tidak ada orang yang memperhatikan. Ia bersama rekannya, Buya, menenteng bungkusan besar dan pergi keluar untuk menemui seseorang. Belum beberapa langkah ia berjalan, dua anggota



Reskrim



Polsektif



Cimahi



yang



berpakaian



preman



menghampirinya ... Lead Parodi (The Parody Lead). Judul lagu, kata-kata mutiara, peribahasa, judul buku laris atau judul film terkenal, frasa-frasa atau



ungkapan-ungkapan yang sedang nge-trend dapat dipakai selagi masih hangat dan belum basi, biasanya dalam bentuk parodi, untuk menghidupkan lead berita: Tiada rotan akar pun jadi. Itulah pikiran Asep (25) ketika ia mengumpulkan ban-ban bekas untuk dibuatnya menjadi bermacammacam perabot rumah seperti meja, kursi dan lain-lain. Antara "madu dan racun" buat Herman (30) tampaknya lebih menarik racun. Kemarin (24/10) ia memang meneguk sebotol racun serangga yang hampir saja merenggut nyawanya. Lead Epigram (The Epigram Lead). Menurut kamus, epigram adalah sejenis sajak atau ungkapan pendek yang berisi sesuatu pikiran yang luhur atau yang menyenangkan, yang merupakan sindiran tajam. Nada atau moral suatu berita dapat diberi tekanan dengan lead epigram, tetapi hindari kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang sudah terlalu sering digunakan atau sudah hambar. Epigram adalah ungkapan ringkas dan mengena, biasanya jenaka. Lead epigram bisa berupa ujaran-ujaran yang sudah dikenal atau suatu pikiran luhur (moral) yang bisa diterapkan ke dalam berita yang didapat: Diam itu emas. Itulah yang dipikirkan Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono ketika dirinya dihadapkan dengan kemungkinan berpolemik menghadapi pernyataan Taufik Kiemas. Fungsionaris PDIP dan suami Megawati Soekarnoputri itu menilai Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kekanak-kanakan karena mengeluhkan tentang dirinya kepada pers. ''Marilah kita bicara sesuai porsi posisi kita masing-masing. Saya tidak ingin mengomentari hal-hal yang sudah menyimpang dari pokok persoalan.'' kata Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi pernyataan Taufik Kiemas. SBY, demikian Susilo biasa disapa... Contoh lain: Benda yang berbau tidak enak bisa membuat kaya sebuah negeri. Itulah makna kata-kata Haji Agus Salim, Menlu Indonesia, yang ditujukan



kepada Menteri Luar Negeri Belanda, kemarin. Haji Agus Salim yang hadir dalam resepsi yang diadakan Ratu Belanda di istananya di Den Haag. saat mengisap rokok kretek didekati Menlu Belanda. "Tuan Menlu, apa yang sedang Anda hisap itu? Baunya tidak enak sekali!" kata Menlu Belanda itu. Menlu RI dengan cepat menjawab, "Benda berbau tidak.enak ini adalah rokok yang diberi cengkeh, rempah-rempah yang membuat negeri Anda kaya dan menjajah negeri kami." Selain Lead Epigram, yang dibangun berdasarkan ungkapan ringkas dan biasanya jenaka yang bisa diterapkan di dalam berita yang didapat, ada pula Lead Figuratif, yang dibangun di seputar kata kiasan; dan Lead Kiasan Literer atau Literary Allusion Lead, yang mengaitkan seseorang atau kejadian dengan seseorang atau kejadian dalam sejarah atau kesusasteraan. Contohcontohnya: Seorang kakek yang sudah bau tanah kemarin ditangkap polisi karena menggagahi seorang anak kecil yang pantas menjadi cucunya. (Lead Figuratif)



Bagaikan Romeo dan Juliet, seorang kakek dan seorang nenek warga Srimahi kemarin kedapatan bersama-sama menggantung diri di rumah mereka sambil saling berpegangan. (Lead Kiasan Literer) Lead Tersendat-Sendat (The Staccato Lead). Jika unsur waktu, aksi yang cepat atau interval-interval yang memisahkan kejadian-kejadian yang saling berkaitan, harus diberi tekanan, lead yang dipakai adalah lead stakato ini. Lead ini terdiri dari serangkaian frasa, yang disela oleh titik atau tandapenghubung dan biasanya mengambil bentuk seperti lead deskriptif. Bisa



dipakai untuk peristiwa-peristiwa yang banyak. Tiga puluh tahun yang lalu - pada tahun 1973 - di era yang lain, dalam kehidupan yang berbeda, setelah 40 tahun hidup bahagia di rumahnya yang sederhana, cahaya terang lenyap dari diri Ny. Etty, dan ia pun menjadi buta - benar-benar buta. Tahun-tahun pun berlalu -tiga puluh tahun tepatnya - lama dan sangat menyiksa - dan tiba-tiba doanya terkabul: Ny. Etty kini dapat melihat lagi. 6 Contoh lainnya: Suara gemuruh yang memekakkan telinga diikuti muntahan asap knalpot yang bergulung-gulung. Api menjilat-jilat seperti lidah ular. Gelombang asap hitam yang tebal berangsur-angsur menipis menjadi putih. Gerakan. mobil nyaris tak terlihat karena cepatnya. Begitulah yang dicatat otak penonton dari pemandangan ketika berlangsung demonstrasi mobil bermesin roket Fritz von Opel di sepanjang trek jalan kereta api di kota ini kemarin dengan kecepatan 254 km per jam 39 detik lebih cepat daripada yang pernah dicapai sebelumnya oleh mobil yang dilarikan di atas rel kereta. 7 Lead Ledakan (The Explosive Lead). Hampir sama dengan Lead Stakato adalah Lead Ledakan ini. Bedanya, Lead Ledakan terdiri dari kalimatkalimat yang secara tatabahasa lengkap. Lead ini terutama berguna untuk berita-berita feature. Tetapi juga dapat digunakan untuk berita-berita lugas



6



.



Disadur



dari



Curtis



Publishing Co.. Inc. 1972



7



. Curtis D. MacDougall, ibid.



D.



MacDougall,



Interpretative



Reporting,



MacMillan



atau straight news. Jakarta - Dor! Bunyi tembakan mengguncang lingkungan rumah-rumah elit di Pondok Indah pada malam yang sunyi dan senyap itu. Seorang pria terkapar, berlumuran darah, mati di halaman rumah No. 24 Jalan Metro Indah. Bandung - Sore hari yang mendung dan tidak bergairah pada hari libur 20 Mei itu, tidak ada sekolah, tidak ada yang bisa dikerjakan. Di Jalan Raya Sudirman, dua anak menggelantung dipintu belakang sebuah bus. Sebuah truk menyalip bus itu dari kiri dan baknya menghantam salah seorang anak tadi tepat mengenai kepalanya. Anak tersebut tewas seketika dengan batok kepala hancur. Di Jalan A. Yani, empat anak main gapleh di sebuah rumah. Salah seorang di antara mereka mengacung-acungkan sepucuk pistol yang ia ambil dari laci ayahnya. Pistol itu meledak dan seorang anak berusia 16 tahun tewas seketika ... Lead Dialog (Dialogue Lead). Sudah tentu sulit untuk memulai tulisan berita serius tentang suatu peristiwa penting dengan dialog. Tetapi, beritaberita pengadilan yang ringan-ringan yang memiliki unsur human interest yang kuat, dan kadang-kadang juga berita-berita yang cukup penting, dapat ditulis dengan efektif melalui lead dialog: "Bukankah asyik kalau aku bisa terjun ke dalam sumur ini?" kata si Boy, anak laki-laki berusia 12 tahun, putera salah seorang warga di Kp. Cisalak, Bundling. Ia sedang berdiri di pinggir sumur bersama temannya, -Asrul, 11, kemarin sambil melihat ke bawah. "Aaah," kata temannya, "kamu tidak boleh terjun ke sana." Tetapi, si Boy ternyata terjun juga dan perbuatannya yang telah merenggut jiwanya itu sempat menggegerkan orang sekampungnya. Inilah kejadiannya secara kronologis...



Contoh lain: "Haya," kata Babah Aciong kepada seorang pembeli yang ingin membeli telur di warungnya. ''Mana woleh lima libu lupiah. Di pasal aja sudah delapan libu lupiah." "Ah, boleh aja, Bah, kalau ini yang bicara," jawab si pembeli sambil mengeluarkan pisau belatinya dari dalam bajunya. "Ayo masukin semua telurnya ke tas ini," lanjut si pembeli. Itulah yang terjadi ketika warung Babah Aciong dirampok oleh seorang laki-laki yang pura-pura membeli telur. Anehnya, laki-laki itu tidak mengambil barang-barang lain atau uang si Babah selain telur itu... Lead Sapaan (The Direct Address Lead). Lead ini menggunakan kata ganti orang pertama atau orang kedua agar si penulis atau pembacanya masuk dalam tulisan. Tetapi, wartawan pemula tidak dianjurkan menggunakan kata ganti orang pertama atau orang kedua ini. Kolumnis, penulis-penulis kondang, atau para penulis feature dikecualikan dari tabu ini. Contoh: Kalau anda belum pernah mendengar hal ini, dan tidak percaya ketika mendengarnya, itulah yang akan anda lihat dalam pameran teknologi di Balaikota besok.



Dalam pameran itu anda antara lain akan meiihat lampu yang sinarnya tidak tampak, alat kekeran yang dapat meiihat tembus, alat masak yang tidak menggunakan api atau listrik, dan Iain-lain yang membuat anda terbengong-bengong. Bentuk-bentuk lead seperti dikemukakan diatas tentu saja belum mencakup semua kemungkinan yang bisa diiakukan. Sebuah lead yang tidak konvensional



mungkin



saja



tampak



bagus,



tetapi



hati-hatilah



agar



kebagusannya dan ketidakkonvensionalannya tidak mengaburkan tujuan berita yang ditulis, yakni menceritakan apa yang terjadi. Untuk membuat lead yang bagus memang tidak ada buku-buku yang khusus tentang itu. Wartawan hanya bisa mengetahui mana lead yang bagus dan mana yang lead yang buruk seiring berjalannya waktu. dengan bertambah banyaknya pengalaman, dengan seringnya membaca surat kabar secara kritis, dengan mengamati bagaimana orang lain membuat lead yang bagus, dengan seringnya mempelajari bagaimana perubahan-perubahn.n dibuat oleh para redaktur, dan dengan mengembangkan naluri yang benar. Setelah Lead Apa Selanjutnya? Sekali anda bisa menemukan lead yang bagus dan menuliskannya, isi berita selanjutnya "bercerita sendiri." Hanya saja, sayangnya, hal itu mudah dikatakan tetapi sulit dilakukan. Tubuh berita harus muncul dari lead, dan pokok soal yang dikemukakan dalam alinea pembuka harus sepenuhnya didukung dan dikembangkan dalam kalimat-kalimat berikutnya. Setelah puas dengan alinea pertama, penulis berita kemudian mengatur materi berita selebihnya agar berkaitan dengan kisah berita yang sedang ditulis. Jika reporter mulai dengan lead ringkasan untuk memberikan berita singkat, maka di dalam tubuh berita ia hanya bertugas menceritakan kembali beritanya secara detail dengan fakta-fakta dan peristiwa yang ia susun secara logis, baik dalam urutan yang menurun dari yang penting ke yang kurang penting atau dalam urutan secara kronologis. Pengaturan materi berita secara demikian itu masuk akal, karena jika pembaca berhenti membaca di bagian mana saja atau pengatur tataletak di bagian komposing merasa perlu memotong berita, maka bagian berita yang dipotong atau dihilangkan itu tidak akan mengurangi arti berita secara keseluruhan. Secara singkat, tubuh berita berfungsi memenuhi satu atau dua tujuan berikut ini: (1). Ia menjelaskan dan menguraikan pokok atau pokok-pokok masalah yang disajikan dalam lead; (2). Ia menambahkan atau menguatkan



pokok-pokok yang kurang penting yang tidak diberikan dalam lead. Dengan melakukan kajian yang kritis terhadap beberapa berita yang dimuat di surat kabar-surat kabar besar, wartawan pemula akan memperoleh kejelasan tentang organisasi dan pengembangan tubuh berita ini. Sebaiknya ia mencatat garis besar organisasi dan pengembangan tubuh berita yang dibuat surat kabar-surat kabar itu dan sekaligus memetakannya untuk tujuan belajar dan pengamatan. Dengan cara itu, akan segera diketahui bahwa sebagian besar beritaberita lugas atau straight news mengikuti bangunan yang sudah pernah kita singgung di awal bab ini, yaitu piramida terbalik, tak peduli seberapa panjang pun-berita itu (lihat Gambar 1 dan 2). Lead diuraikan dalam tubuh berita, dan jika petugas tata letak harus memotong atau membuang beberapa bagian dari suatu berita, ia clapat melakukan hal itu dengan mudah dengan memotongnya dari bawah. Tetapi, perlu dicamkan bahwa sedikit saja di antara berita-berita itu yang merupakan contoh sempurna dalam penulisannya, meskipun pada umumnya mengikuti pola yang sama. Ada tiga jenis straight news yang biasa dijumpai dalam pcmberitaan surat kabar-surat kabar, yaitu berita fakta (fact story), berita aksi (action story), dan berita kutipan (quote story). Tetapi, jika diamati benar, dalam ketiga jenis straight news tersebut terdapat modifikasi yang membedakan strukturnya satu sama lain. Perhatikan gambar di bawah ini tentang struktur yang berbeda-beda itu di antara ketiganya (lihat Gambar 2, 3, dan 4).



Contoh Berita Fakta Bandung - Dr. Ahmad Syafe'i, dekan Fakultas Sastra Universitas Pakunegara Bandung, meninggal tadi malam di Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin setelah dirawat beberapa lama. Ia meninggal dalam usia 57 tahun. Almarhum yang berasal dari Garut itu adalah lulusan Universitas Padjadjaran Bandung dan meraih gelar doktor pada tahun1959. Sebelum menjadi staf pengajar sejak 1970 di Universitas Pakunegara, ia



menjadi direktur bidang kurikulum di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Bogor dan dosen sastra Indonesia di Universitas Papandayan Bogor. Ia meninggalkan seorang isteri, Dra. Siti Julaeha, yang dinikahinya tiga puluh tahun lalu, serta seorang putera dan dua orang puteri. Contoh Berita Aksi Jakarta - Ledakan magnesium yang disebabkan banjir mengguncang wilayah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, sepanjang tepi Sungai Citarum subuh kemarin. Demikian dilaporkan Polsek Dayeuhkolot kemarin siang. Sejumlah penduduk yang tinggal di radius satu kilometer dari ledakan terlempar dari tempat tidur oleh gegaran yang ditimbulkan. Kaca-kaca jendela pecah dan hancur, kata polisi. Ledakan terjadi pada pukui 4.30 dinihari di gudang penyimpanan pabrik PT Magnesium Bandung di Dayeuhkolot, yang terletak tidak jauh dari tepi sungai Citarum arah jalan ke Majalaya. Akibat hujan deras pabrik digenangi air dari Sungai Citarum yang meluap. Sejumlah besar tong berisi magnesium terlempar ke sungai yang mengalir ke selatan. Pihak kepolisian telah menyebarkan pengumuman bahwa tong-tong berisi magnesium itu bisa meledak. Contoh Berita Kutipan Bandung - Generasi muda Indonesia memiliki "kesempatan yang tidak terbatas" sebanyak yang dimiliki gonerasi muda di negara-negara maju kata Menteri Negara Kepemudaan Abdul Gafur dalam ceramahnya di Bandung kemarin. Dalam ceramahnya di depan para mahasiswa baru Universitas Padjadjaran yang tengah menjalani masa perkenalan di Jatinangor, Gafur mensinyalir bahwa "semangat pesimisme yang tidak pada tempatnya di negeri ini" telah mempengaruhi sikap generasi muda terhadap peluang-peluang untuk mendapatkan pekerjaan. "Diperlukan



waktu



agak



lama



sebelum



generasi



muda



kita



mendapatkan apa yang disebut pekerjaan yang sempurna," katanya, "tetapi



kaum muda yang ingin bekerja seharusnya tidak menghadapi kesulitan apa pun untuk memulai." Ia merujuk kepada survei yang diadakan baru-baru ini tentang "Peluang-Peluang bagi Generasi Muda" yang diumumkan oleh Departemen Tenaga Kerja, yang mendaftarkan 239 golongan pekerjaan yang "masih lowong." "Kemajuan baru dalam cara hidup kita," kata Gafur, "sedang mengajukan permintaan akan produk, jasa dan tenaga manusia dengan keterampilan khusus. Orang yang datang pada waktu yang tepat dengan produk yang tepat akan selalu meraih sukses." Penggolongan berita dalam tiga tipe di atas - berita fakta, berita aksi, dan berita kutipan - tentu saja dibuat sekadar untuk memudahkan para pemula dalam membeda-bedakan tipe mana yang akan ia piiih sebagai model ketika ia menemukan sesuatu fakta, sesuatu masalah atau sesuatu kejadian yang akan ia tulis menjadi berita. Tetapi, perlu diperingatkan bahwa dalam praktiknya berita-berita yang dimuat di surat kabar-surat kabar tidak sama seperti ketiga model berita yang dicontohkan di atas. Suatu berita mungkin hanya memiliki satu pokok masalah menarik yang menonjol, berita lainnya mungkin memiliki beberapa pokok masalah yang harus ditulis jadi satu dalam lead. Haruskah suatu berita itu digarap



secara



lugas,



secara



straight,



atau



dapatkah



setiap



bobot



ketegangannya diperah dan disusun berjenjang untuk menuju ke klimaks? Lead macam apa yang paling dapat "menyeret" pembaca? Setiap berita menuntut seorang reporter untuk mengambil keputusan dalam hitungan waktu sekilas. Dalam menulis beritanya itu, ia harus senantiasa berpikir bukan tentang fakta-faktanya dan nilai fakta-faktanya saja, melainkan juga tentang tulisannya jika sudah jadi berita nanti. Tentang bagian akhir berita, ia tidak perlu terlalu memikirkan untuk memoles bagian penutup beritanya itu, kecuali jika ia menulis berita yang sengaja menunda-nunda kepenasaran pembaca (suspended interest story), yang klimaks ceritanya



muncul di akhir tulisan. Mengapa tidak perlu memoles bagian akhir berita? Karena, jika tempat di halaman koran anda tidak cukup untuk memuat berita secara utuh, maka bagian buntut berita itu akan dipotong ; Yang perlu diperhatikan ketika sedang menulis berita adalah mungkin perpindahan atau transisi dari satu bagian ke bagian lain dalam berita yang sedang ditulis, atau bahkan dari satu alinea ke alinea lain tulisan berita. Jika tidak terlalu berlebihan pemakaian-nya, mungkin kata-kata sambung berikut ini dapat digunakan, jika terpaksa sekali: Kemudian, sementara itu, pada saat yang bersamaan, segera setelah itu, setelah itu, sekarang, segera, dulu, sebelumnya, paling tidak, selama ini, berikutnya, akhirnya. Dengan demikian, inisalnya, sebagai contoh, sebagai gambaran, sebab itu. Di pihak lain, tetapi, meskipun demikian, sebaliknya, sekalipun, kendatipun, jika tidak, selain itu. Akan halnya, berbicara tentang, mengenai, bertulian dengan, tentang. Di sini, tidak jauh dari, di sekitar sini, di dekat-dekat tempat daerah itu. Ada pula bebefapa kata sambung yang menyiratkan opini seperti: Di atas itu semua, sebab itu, akibatnya, tak diragukan lagi, sudah tentu, barangkali, setelah melihat itu. Tetapi, frasa-frasa ini harus digunakan dengan hati-hati dalam berita karena mengandung opini yang bisa menghilangkan unsur objektivitas dan faktualitas dalam berita. Gaya Penulisan



Beberapa tahun lamanya pada sekitar tahun 1950-an, para "pakar komunikasi" di Amerika menyelidiki kemungkinan untuk menilai mutu penulisan dalam



bahasa



Inggris



dengan



menggunakan



formula.



Rudolph



Felsch



mengembangkan apa yang ia sebut "skala kemudahan untuk dibaca," (readable) yaitu suatu deskripsi matematis tentang suatu contoh tulisan melalui jumlah katakatanya dalam kalimat, jumlah perkataan-perkataan polisilabiknya (perkataan yang bersukukata banyak), kerumitan kalimat-kalimatnya, dan karakteristikkarakteristik lainnya. Para peneliti lainnya pun mengembangkan formula-formula serupa. Dua kantor berita utama Amerika maupun media-media berita lainnya secara sendiri-sendiri melakukan pula eksperimen untuk mengaplikasikan programprogram ini. Penulisan berita diuntungkan dengan adanya perhatian besar yang dipusatkan terhadap masalah penulisan ini. Tetapi, formula ternyata tidak mengajarkan cara menulis, meskipun menggambarkan beberapa karakteristiknya. Sebenarnya mereka hanya mengulangi dengan cara lain apa yang selalu dikatakan guru-guru yang mengajar menulis: tulislah dengan bahasa yang sederhana, gunakan kata-kata biasa, jangan terlalu menjejali atau memperumit kalimat-kalimat anda. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Selain apa yang diajarkan guru-guru yang mengajar menulis tersebut, dalam penulisan jurnalistik ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan pula, yaitu sifat tulisan jurnalistik sebagai media komunikasi massa. Sebuah berita di surat kabar atau sebuah tulisan di majalah tidak ditulis dengan harapan agar dibaca oleh seluruh 205 juta penduduk Indonesia. Tetapi, dirancang untuk hanya menjangkau suatu jumlah tertentu khalayak yang sudah ditetapkan surat kabar atau majalah bersangkutan. Sebuah karya jurnalistik mungkin saja dapat menjangkau beberapa juta khalayak pembaca, misalnya karya jurnalistik yang disiarkan televisi. Tetapi, tidak ada satu media pun yang merancang beritaberitanya agar dibaca jutaan pembaca secara umum. Mereka biasanya memiliki segmen-segmen pembaca sendiri yang jumlahnya tertentu.



Kenyataan ini lebih-lebih lagi memberikan tekanan akan pentingnya kesederhanaan, keikhlasan, dan sifat langsung suatu tulisan berita seperti telah kita singgung di atas. Untuk mencapai hal itu, ada beberapa keharusan yang patut diperhatikan. Beberapa keharusan ini harus lebih dulu diterapkan dalam berita sebelum penulisnya berpikir tentang gaya penulisan. Beberapa keharusan tersebut sangat menentukan apakah suatu tulisan berita itu memenuhi tujuannya dalam menyampaikan fakta secara jelas: 1. Spesifik. Tulisan harus spesifik, jangan terlalu umum. Misalnya, "sejumlah pengunjuk rasa" kurang spesifik dibandingkan dengan "2.000 pengunjuk rasa." 2. Kalimat aktif dan pasif. Kalimat aktif lebih memberikan tekanan pada perilaku dibandingkan dengan kalimat pasif karena itu lebih hidup. "Bola itu ditendang oleh Kurniawan" kurang memberikan tekanan dan lebih hidup jika ditulis "Kurniawan menendang bola itu." Tetapi, kalimat pasif lebih disukai ketika diharuskan oleh perlunya memberikan tekanan pada objek kalimat: "Nurdin Halid dipilih oleh floor untuk memimpin PSSI periode 2003-2007." "Si Jadug, preman terkenal di Terminal Cicaheum, tewas dibunuh tadi malam." 3. Kalimat harus pendek. Gunakan kalimat-kalimat atau frasa-frasa pendek dalam menggambarkan suatu aksi. "Sopir itu, karena tangannya sibuk menepuk lebah yang berdengung mengitari kepalanya, tidak dapat mengendalikan truknya, sehingga truk itu pun oleng dan menyeruduk parit" terdengar lebih lamban dibandingkan dengan "Sopir itu menepuk lebah, lain kehilangan kendali, dan truk pun menyeruduk parit." 4. Variasikan kalimat. Variasikan bentuk kalimat dan alinea. Untuk menghindari penggunaan kalimat-kalimat pendek secara berlebihan yang membuat tulisan terdengar datar, anda dapat menggunakan partisipel, anak kalimat, infinitif, dan unsur-unsur tatabahasa lainnya di awal kalimat. Misalnya, "Tersangka mengatakan bahwa rekannyalah yang membunuh korban, lalu menambahkan bahwa dia sudah berusaha mencegahnya" dapat



divariasikan menjadi, "Upaya, katanya, sudah dilakukan untuk mencegah, tapi korban dibunuh juga oleh rekannya …"Meskipun ia sudah berusaha mencegah, korban dibunuh juga oleh rekannya, demikian pengakuan tersangka … " atau "Rekan saya yang membunuh korban, walau saya berusaha mencegahnya," kata tersangka." Membeda-bedakan panjangnya kalimat juga akan membantu menghidupkan gaya penulisan anda. Anda tidak perlu terlalu fanatik membatasi alinea-alinea anda dengan kalimat-kalimat pendek, tetapi bilamana perlu demi gaya penulisan, variasikanlah kalimatkalimat pendek anda dengan kalimat-kalimat majemuk (kalimat yang memiliki anak kalimat). 5. Alinea harus pendek. Jagalah agar alinea-alinea tetap pendek. Surat kabar menyukai alinea-alinea yang pendek agar mudah dibaca, jelas, dan menarik secara tipografis. Buku-buku tentang mengarang menetapkan, setiap gagasan atau topik baru mcmbutuhkan alinea baru. Kantor Berita Associated Press, misalnya menganjurkan "One idea in one sentence". Dalain penulisan jurnalistik, alinea baru biasanya digunakan untuk anak-bagian suatu gagasan. Sebagaimana ternyata dalam kebanyakan penulisan berita, membuat alinea harus dengan perasaan - dan ujiannya adalah dengan melihat apakah pilihan kata dan susunan kalimat menciptakan efek yang hendak disampaikan dalam alinea. Harian-harian di luar negeri (terutama Amerika) lebih ekstrem lagi; setiap kalimat bahkan menjadi alinea yang berdiri sendiri. Terkadang, alinea pendek yang hanya terdiri dari beberapa perkataan saja dapat menarik perhatian pembaca kepada sebuah pikiran yang ingin anda beri tekanan, seperti dalam lead satu alinea: "Bom meledak lagi!". 6. Hindari angka di awal kalimat. Jangan memulai kalimat dengan angka. Jangan menulis "100 pengemudi angkot berunjuk rasa di . . ." tetapi tulislah "Seratus pengemudi angkot berunjuk rasa . . ." Di bagian-bagian lain dalam kalimat, bilangan lebih disukai ditulis dengan angka (tetapi tergantung dari aturan gaya korannya itu sendiri. Beberapa koran menuliskan angka untuk bilangan di bawah 100, tetapi koran-koran lainnya memiliki gaya sendiri).



7. Sebutkan identitas orang. Sebutkan identitas orang yang dimasukkan dalam berita. Ini dilakukan dengan menyebutkan usianya, alamatnya, pekerjaannya, dsb. Jika menuliskan semua keterangan ini terasa menjejali kalimat, dapat memberikan beberapa unsur identitas itu ketika menyebut nama orang bersangkutan dalam kalimat kedua atau ketiga. Tetapi, sudah menjadi kebiasaan dalam jurnalistik bahwa anda harus menyebut nama Iengkap pada pertama kali anda menyebut nama. Gelar boleh disebut dalam berita, misalnya: Prof. Drs. Saini KM. (Tetapi, ini juga tergantung dari aturan koran bersangkutan yang biasa disebut style book). 8. Penggunaan kutipan.



Kutipan dapat digunakan untuk memberikan efek



khusus - membiarkan narasumber berbicara dengan kata-katanya sendiri merupakan alat dalam memberikan gaya menghidupkan pada tulisan berita. Dalam kutipan yang panjang, seperti dalam pemberitaan ceramah oleh beberapa pembicara pastikan untuk selalu menunjukkan siapa yang berbicara. (Biasanya dengan menggunakan frasa "Menurut...." di awal kalimat atau dengan frasa "katanya" di akhir kutipan. (Misalnya: "Menurut Dr. Syafe'i, pertanian di Indonesia . . ." atau "Pertanian di Indonesia . . . ," katanya). 9. Hindari merk dagang. Hindari menyebut merk dagang dalam berita, kecuali jika itu memang penting bagi berita. Dalam berita "Polisi menangkap tersangka yang mengaku pengangguran itu ketika ia sedang mengendarai mobil Mercedes barunya," penyebutan merk Mercedes menunjukkan keraguan polisi tentang cara tersangka mencari nafkah. Dalam "Truk itu menyeruduk tiang billboard iklan rokok Djarum Super di pinggir Jalan Gatot Subroto," penyebutan merk rokok Djarum Super sesungguhnya tidak perlu. 10. Tanggal kejadian. Hati-hati menulis waktu kejadian. Dalam menulis berita untuk koran pagi, biasakan berpikir dalani kerangka tanggal penerbitan koran, bukan tanggal ketika menulis berita. Dengan demikian, peristiwa yang diliput sejam lalu harus diceritakan seperti terjadi kemarin (untuk koran besok pagi). 11. Kata-kata mubazir. Buang kata-kata yang tidak perlu atau mubazir. Setiap kata yang tercetak dalam koran memakan biaya, dan dengan mahalnya biaya



mencetak



koran seperti sekarang, kata-kata mubazir yang tercetak



menyingkirkan kata-kata lain yang lebih layak cetak. Hindari kata-kata mubazir seperti yang dicetak miring ini: Tabrakan itu terjadi pukul 16.00 petang hari. Ia bercerai dengan isterinya dua tahun lalu. Ia bunuh diri dengan minum isi botol racun serangga. Kata-kata mubazir berikut ini dapat dihilangkan apabila tidak mengubah arti atau kalimatnya yang tersusun tetap dimengerti, yaitu: adapun, adalah (dalam pengertian to be bahasa Inggris), oleh, dari untuk menunjuk kata kepunyaan, telah (karena bahasa Indonesia tidak mengenal tenses) dan bahwa dapat diganti tanda baca koma. 12. Istilah-istilah yang tidak dijelaskan. Hindari penggunaan istilah-istilah hukum dan istilah-istilah teknis atau kata-kata asing yang tidak dijelaskan. Misalnya: Ia ditangkap karena melakukan delik berat. Kata delik merupakan istilah hukum yang tidak semua orang mengerti artinya. Untuk itu wartawan hendaknya menjelaskan arti kata delik di belakang kurung. misalnya: Ia ditangkap karena melakukan delik (tindak pidana) berat. 13. Pembaca belum tentu tahu. Jangan terlalu beranggapan bahwa pembaca tahu segalanya. Dalam berita yang terus berjalan (running story) yang pemberitaannya sudah berlangsung dalam beberapa hari (misalnya sidang pengadilan terdakwa "Bom Bali"), hendaknya dijelaskan secara singkat perkembangannya yang lalu. Dalam menyebut nama, meskipun nama - nama yang terlibat sudah dikenal, sebaiknya ulangi penulisan identitas orang-orang yang terlibat tersebut. 14. Tata bahasa dan ejaan. Pelajari terus ketentuan-ketentuan tata bahasa dan pedoman penulisan ejaan baru bahasa Indonesia. Dalam buku Pedoman Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, misalnya, akan dijumpai mana penulisan yang benar: praktek atau praktik, analisis atau analisa, jadual atau jadwal, kwalitas atau kualitas, kwantitas atau kuantitas, dsb. Kalau ragu tentang suatu ejaan atau arti sebuah kata, jangan malas untuk membuka kamus. Kamus Bahasa Indonesia yang baku adalah Kamus Bahasa Indonesia, susunan W.J.S. 15. Ketentuan Akronim. Membuat akronim atau singkatan kata harus hati-hati



Anda tidak boleh menulis ANDAL untuk menyingkat "Analisa Dampak Lingkungan. Singkatan kata akronim yang dibentuk dari penggalan-penggalan suku atau campuran antara penggalan suku kata dan huruf awal harus ditulis dengan huruf kecil (jadi, Andal bukan ANDAL). Sedangkan singkatan yang dibentuk dan awal-kata ditulis dengan huruf besar semua; misalnya, "acquired immuno deficiency syndrome" disingkat AIDS. Gaya Penulisan Jurnalistik yang Efektif Sekarang kita sampai pada pembahasan tentang gaya penulisan jurnalistik yang efektif, setelah lebih dulu dibahas segala sesuatu tentang lead dan tentang jenis-jenis berita beserta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis berita. Unsur-unsur untuk syarat tercapainya penulisan jurnalistik yang efektif adalah sebagai berikut. 1. Kecermatan dalam pemberitaan 2. Organisasi dalam berita 3. Diksi dan tatabahasa yang tepat 4. Prinsip hemat dalam penulisan berita 5. Daya hidup (vitalitas). warna, dan imaginasi Kecermatan dalam pemberitaan. Tidak seorang pun ada yang pernah menemukan pengganti untuk kecermatan dalam menulis berita. Penulis suatu berita harus lebih dulu memahami seluruh fakta yang berhubungan dengan berita yang ia akan tulis. Tanpa itu, ia tidak dapat menemukan inti permasalahan dari bahan beritanya, sehingga ia tidak dapat menentukan apa tema beritanya, atau ringkasan beritanya. Ia tidak dapat menentukan ataupun membubuhkan "rasa" pada tulisannya setelah menjadi berita. Ia memang tidak mengabaikan objektivitas ketika ia merancang efek-efek apa yang ingin dihasilkan oleh beritanya terhadap keadaan jiwa dan emosi pembaca. Tetapi, dalam konsep tentang objektivitas sangatlah penting terlebih dulu ditetapkan apa yang sebenarnya dinyatakan oleh fakta-fakta dalam berita yang ditulisnya (bukan secara moral, melainkan secara kenyataannya dan secara cermat). Mutlak diperlukan penguasaan yang penuh terhadap permasalahannya melalui



pertimbangan dari fakta-fakta yang dikumpulkannya, kemudian rekonstruksi peristiwa yang dilihat atau Organisasi dalam berita. Tanpa organisasi, tanpa susunan yang teratur, berita tidak akan efektif. Rancanglah dulu berita sebelum ditulis. Rancangan berita adalah cetak biru yang memberikan bentuk, arah, dan logika pada apa-apa yang mau ditulis. Rancangan berita merumuskan hakekat dan sifat berita, dan selanjutnya menuntun pembaca mengikuti keteraturan susunannya. Rancangan tersebut membawa pembaca dan sang wartawan ke tujuan yang sama. Dan rancangan itu pun membantu memilah-milah apa yang harus dimasukkan ke dalam berita atau dibuang dari berita. Sedikit sekali wartawan-wartawan yang bukan pemula menuliskan rancangannya di atas kertas, meskipun melakukan yang demikian itu akan menolong banyak. Biasanya seorang wartawan mcngandalkan diri pada gambaran pikirannya yang jelas tentang apa-apa yang ingin ia lakukan. Diksi dan tata bahasa yang tepat. Kata adalah lambang yang telah disepakati untuk menunjukkan suatu makna. Dalam setiap bahasa, satu kata mungkin menunjukkan beberapa arti. Tetapi, ia hanya mempunyai satu arti pada suatu penggunaan tertentu. Karena itu, untuk menulis berita yang efektif, pilihan kata atau.diksi dan penggunaan tatabahasa yang tepat sangatlah penting. Tata bahasa adalah ketentuan-ketentuan dalam menyusun kata-kata dan kalimat-kalimat secara bersama-sama dalam suatu pola yang teratur dan dikenal. Aturan tatabahasa boleh disebut sebagai aturan lalulintas di Jalur Komunikasi. Bayangkanlah lalulintas di jalur jalan yang tidak diatur oleh peraturan lalu lintas. Demikianlah keadaannya jika bahasa lidak diatur oleh tata bahasa. Dengan diksi dan tatabahasa yang tepat, wartawan juga akan dapat menerapkan gaya retorika dalam penulisan beritanya. Retorika adalah seni menyusun prosa, yakni suatu cara dalam mcnempatkan kata-kata, kalimatkalimat, dan tata bahasa untuk mencapai efek yang diinginkan. Seorang wartawan mungkin saja dapat menggunakan kata-kata dengan benar dalam kalimat-kalimat yang secara tatabahasa juga benar. tetapi hanya mencapai



retorika yang janggal dan membingungkan pembaca. Akui, tulisannya mungkin dapat mencapai efek yang diinginkan dengan menerapkan gaya retorika. Contoh gaya retorika adalah kalimat "Tadi aku masuk ke dalam rumah dan di sana, di kursi tamu, aku melihat - seorang gila sedang duduk!" yang sudah kita singgung dalam pembahasan kita tentang "Menulis Lead Retorika". Prinsip hemat kata dalam penulisan berita. Gaya penulisan tempo dulu adalah berpanjang-panjang dan berbunga-bunga. Kebiasaan ini juga masih terasa dalam tulisan-tulisan jurnalistik di sebagian besar media cetak. tetapi tidak demikian dalam penulisan-penulisan berita di surat kabar-surat kabar yang memperhatikan keefektifan. Hemat kata sudah merupakan hukum dalam kehidupan jurnalistik, lebih-lebih dalam masyarakat yang sudah sedemikian rumit seperti sekarang yang sudah kekurangan waktu untuk membaca berita-berita panjang. Tetapi tulisan yang ramping, hemat kata, dan ringkas yang mencerminkan penulisan jurnalistik yang baik, tidaklah datang begitu saja. Hal ini memerlukan waktu, pikiran, dan kemauan keras untuk membatasi retorika yang tercinta sampai ke sumsumnya. Jadi, yang dimaksudkan dengan prinsip hemat dalam penulisan berita yaitu: katakanlah dengan singkat; katakanlah dengan utuh dan jelas buang lemaknya yang berlebihan; buang hiasan-hiasannya yang mengaburkan ketimbang mcnjelaskan; kemukakan maksud anda dan berhenti. Kiat untuk merampingkan tulisan dari hal-hal yang tidak perlu bukanlah dengan membuang alinea-alinea atau bagian-bagian naskah. Jika tahap awal dalam mcmilih dan mengorganisasikan bahan tulisan telah dijalankan dengan baik, maka anda tidak akan menemukan bagian-bagian tulisan yang bisa dibuang. Kunci perampingan naskah yang berhasil terletak dalam kepandaian membuang sebuah frasa di sini dan sebuah kalimat di sana. Perbuatan membuang frasa dan kalimat ini dibimbing oleh pengetahuan tentang pembaca yang akan membaca berita dan efek yang ingin dicapai dengan berita itu. Dengan berbuat demikian, seorang wartawan dapat memberikan informasi kepada pembaca anda secara lebih meyakinkan dan



lebih cepat. Daya hidup, warna dan imaginasi. Unsur terakhir sebagai syarat untuk tercapainya penulisan jurnalistik yang efektif berhubungan dengan upaya menghidupkan tulisan. Dalam upaya ini harus dihindari ketergesagesaan, ungkapan-ungkapan yang sudah sering digunakan. Kekurang tepatan memilih kata, dan pemaparan yang bertele-tele. Sebaliknya, harus digunakan semua seni menulis dengan maksud memberikan warna, gerak dan tenaga pada tulisan. Untuk itu, anda tentu masih ingat pembahasan tentang "Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan" yang berkenaan dengan penggunaan kalimat aktif dan pasif. Kaliniat aktif lebih hidup karena mencerminkan gerak. "Polisi menembak perampok itu" lebih hidup dibandingkan "Perampok itu ditembak polisi." Harus tetap diingat bahwa katakerja sif'atnya kuat karena ia memberikan konotasi gerak. Kata benda kongkret (kuda dan kambing, bukan binatang) menunjukkan konsep yang spesifik dan dapat dikenali dengan cepat. Dalam menulis kita dapat membunuh katabenda dengan menambahkan katasifat padanya (terutama jika katasifat itu bagus ketika kita cukup hanya mengatakan saleh, arnan, terampil, ramah - tanpa kata benda): Tetapi, sebaliknya juga bisa terjadi, yakni kata sifat dan kata keterangan (adverb) yang bersifat "menggerakkan" dapat menghidupkan kalimat. Cara lain untuk menghidupkan tulisan adalah dengan memperhatikan saran-saran berikut ini: 1. Jangan memilih suatu istilah hanya karena istilah tersebut terasa berbeda atau menarik. Pertanyaannya haruslah: Apa benar?; 2. Carilah kata-kata yang sederhana, yang sudah biasa dipakai, jangan pergunakan kata-kata yang "akademis", indah, atau hanya diketahui kalangan terbatas; 3. Ganti frasa dengan kata-kata, anak kalimat dengan frasa. Jagalah agar kalimat-kalimat tetap pendek, sederhana. dan langsung. 4. Carilah katakata kiasan yang memperjelas, tetapi jangan biarkan kalimat terlalu panjang dan janggal. Jangan menulis bahwa pemain itu "melesat bagaikan anak panah memburu bola yang bergulir ke daerah lawan." Lari pemain yang dikiaskan seperti melesatnya anak panah terasa janggal. Lebih baik anak panahnya



dibuang, sehingga kata kerja melesat bisa menyiratkan kiasan yang lebih tepat menurut imaginasi pembaca, di antaranya "seperti lari harimau ketika memburu mangsa." Untuk memberikan daya hidup pada tulisan, berikut ini kami berikan sebuah contoh bagus yang kami ambilkan dari buku Mitchell V. Charnlcy. 8 Ini adalah sebuah karya jurnalistik bernuansa sejarah yang ditulis oleh George Weller dari Chicago Daily News. Tulisan Weller ini menceritakan peristiwa pembedahan usus buntu yang dilakukan di sebuah kapal selam, di bawah wilayah perairan musuh, oleh seorang awak yang bukan dokter, dengan peralatan bedah hasil improvisasi. Karya Weller ini mendapat hadiah Pulitzer semasa Perang Dunia II, sebuah penghargaan yang menjadi idaman setiap wartawan Amerika. "Mereka memberinya eter sekarang." Itulah kalimat yang terdengar diucapkan oleh mereka di buritan ruang torpedo. "Ia telah pergi ke bawah dan mereka sedang mempersiapkan untuk membedahnya," para awak kapal itu saling berbisik, sambil duduk di atas bangku-bangku dari pipa yang mereka ikatkan di antara torpedo-torpedo. Salah seorang awak berjalan ke depan dan melingkarkan lengannya dengan perlahan-lahan ke bahu seorang awak lainnya yang sedang menangani menara-menara anjungan selam. "Stabilkan.jalannya. Jake," katanya. '"Mereka baru melakukan irisan pertama. Mereka sekarang sedang meraba-raba untuk mengiris lagi." "Mereka" adalah sekelompok kecil orang-orang yang berwajah cemas dengan lengan-lengan mereka dimasukkan ke dalam jas piyama putih yang dienakan



terbalik.



Pembalut-pembalut



kain



kasa



penutup



mulut



menyembunyikan semua ekspresi wajah mereka kecuali ketegangan di



8



. Mitchell V. Charnley, Reporting. Holt. Rinehart and Winston. New York, 1975 160



mata mereka. "Ada" usus-buntu akut di dalam perut Dean Rector, asal Chautauqua, Kansass. Nyerinya yang menusuk-nusuk sudah tak tertahankan lagi sehari sebelumnya, yang merupakan hari ulang tahun Rector pertama di laut. Ia berusia 19 tahun. Pengukur kedalaman yang berukuran besar yang tampak seperti jam dinding dan terletak di samping “pohon Natal”, yang terbuat dari meteranmeteran merah dan hijau yang mengatur ruangan – ruangan banjir, menunjukkan dimana mereka berada. Mereka berada di bawah laut. Dan di atas mereka – dan dibawah mereka – juga adalah daerah perairan musuh yang dilintasi oleh deru baling-baling kapal-kapal perusak, kapal-kapal pengangkut, dan kapal-kapal selam Jepang. Dokter bedah Angkatan laut terdekat yang kompeten untuk membedah pelaut muda tadi berada sejarak ribuan mil dan sejauh beberapa hari dari sana. Hanya ada satu cara untuk mencegah usus-buntu itu agar tidak pecah dan itu bagi awak kapal artinya membedah sendiri perut rekannya. Dan itulah apa yang mereka lakukan: mereka membedahnya. Itu mungkin merupakan salah satu pembedahan terbesar dalam hal peserta yang ikut membedah yang pernah terjadi. "Dia mengatakan bahwa dia siap mengambil risiko itu," para kelasi tersebut saling berbisik dari dinding ke dinding bangsal kapal. "Anak itu kelasi tetap" - kalimat tersebut menjalar dari anjungan ke bagian baling-baling di buritan dan kembali lagi. Mereka mengendalikan kapal selam itu agar tetap stabil. Pimpinan dokter bedahnya adalah seorang rekan apoteker muda berusia 23 tahun yang mengenakan blus biru dengan kerah tempel putih dan topi bebek



putih. Namanya Wheeler B. Lipes. [Kisah tersebut menceriterakan pendidikan Lipes yang tidak memadai; keberanian nekadnya sebagai modal dia sendiri dan modal pasiennya dalam menyikapi pembedahan itu: ketegangan di kapal selam ketika pengganti obat bius, antiseptik dan perlen-kapan bedah diimprovisasi. Akhirnya, titik klimaks:] Lipes



dengan



sarung tangan



karetnya



yang mengepak-ngepak



memerlukan waktu hampir 20 menit untuk menemukan usus-buntunya. "Aku sudah mencoba usus buntunya yang sebelah," ia berbisik setelah menit-menit pertama berlalu. "Sekarang aku mencoba yang sebelah lagi."



. ......



Buletin bisik-bisik pun menjalar lagi ke ruangan mesin dan ke bangsalbangsal para awak kapal. "Dokter sudah mencoba bagian sesuatu yang sebelah dan sekarang ia sedang mencoba bagian lainnya." Setelah mencari-cari lagi, Lipes akhirnya berbisik, "Kurasa aku menemukannya. Bergulung di belakang usus buntunya." Lipes menggunakan irisan klasik McBurney. Kini saatnya hidup rekan sekapalnya itu benar-benar berada di tangannya. "Dua sendok lagi." [sendok makan yang dilengkungkan dijadikan alat retraktor bedah] Mereka meneruskan ucapan itu kepada Lt. Ward. "Dua sendok makan pada pukul 14.45," tulis Nakhoda Ferral dalam buku catatannya. "Tambah lampu senternya dan lampu medannya," pinta Lipes. Wajah pasien, yang disabuni dengan petrolatum putih, mulai meringis. "Beri dia eter lagi," perintah sang dokter.



Hoskins yang menatap dengan penuh keraguan ke eter asli seberat lima pon, kini membenamkan hampir tiga perempat bagian kalengnya. Tetapi, sekali lagi saringannya terendam dalam eter. Uap naik ke atas. menebaikan udara di bangsal bedah dan membuat para star di situ merasa pusing. "Perlukah kipas angin pembuang udara dipercepat putaran-nya?" kapten bertanya kepada dokter. Kipas angin mulai berputar keras. Tiba-tiba datang saatnya ketika sang dokter menjulurkan tangannya mengarah pada jarum yang dibenangi dengan benang usus kucing yang disepuh krom. Satu per satu sepon-sepon dikeluarkan. Satu per satu sendok-sendok makan yang dibengkokkan menjadi siku-siku itu ditarik dan dikembalikan ke dapur kapal. Akhirnya, sang kaptenlah yang menjawil Lipes dan menunjuk pada jumlah sendok yang dikeluarkan. Satu sendok kurang. Lipes melakukan irisan untuk terakhir kalinya dan menarik keluar sendok yang kurang itu dan menutup irisan. Mereka bahkan tidak punya alat untuk memotong benang. Alat itu adalah penggunting kuku, yang dicuci hama dalam air panas dan cairan torpedo. Pada saat itu, kaleng terakhir eter kering . . . {Kisah tersebut kemudian melaporkan tentang suksesnya pembedahan itu dan Rector kembali ke tugasnya; kisah itu akhirnya menceriterakan kepada pembaca bahwa di atas rak kapal selam dalam sebuah botol "bergoyang-goyang usus-buntu pertama yang pernah diketahui dipotong di bawah permukaan daerah perairan musuh.}" Tulisan di atas sesungguhnya bisa saja dibuat sebagai feature pendek



yang panjangnya hanya seperempat tulisan di atas, tetapi Weller dengan kepandaiannya menulis dan penguasaannya tentang kehidupan di dalam kapal selam, telah membuat feature tersebut benar-benar hidup meskipun panjang. Perhatikan unsur-unsur yang membuat feature tersebut hidup. Ya. bisik-bisik dan dialog antar para awak membuat kita serasa berada di antara mereka. Lebih-lebih Weller pun menggunakan bahasa kelasi dalam menuturkan suasana di kapal selam tersebut: "Anak itu kelasi tetap" - kalimat tersebut menjalar dari anjungan ke bagian baling-baling di buritan dan kembali lagi. Untuk menghidupkan suatu cerita dalam tulisan feature, nasihat Theodore Bernstein dari New York Times barangkali perlu kita dengar: "Salah satu cara untuk memberikan suatu sense of immediacy (rasa kesegeraan) dalam reportase," katanya, "adalah dengan memasukkan kutipan-kutipan kalau mungkin dialog ke dalam tulisan." 9 BAHASA JURNALISTIK Sebagai Media Komunikasi Apakah memang ada yang disebut bahasa jurnalislik itu secara khusus? Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah antara ya dan tidak. Ya, karena memang ada perbedaan-perbedaan tertentu antara bahasa yang dipakai dalam karya-karya jurnalistik dan bahasa yang dipakai dalam karya-karya tulis lainnya. Tidak, karena bahasa jurnalistik juga sama saja dengan bahasa yang digunakan secara umum, yaitu mengikuti aturan-aturan bahasa yang baku, mengikuti tata bahasa yang berlaku dan mempergunakan kosakata yang sama. Tetapi,



dalam



penulisan



jurnalistik



ada



hal-hal



yang



perlu



dipertimbangkan yaitu sifat tulisan jurnalistik sebagai media, komunikasi massa. Kenyataan ini memberikan tekanan akan pentingnya sifat-sifat sederhana, jelas, dan Langsung" dalam suatu tulisan berita seperti telah kita singgung dalam bagian lain buku ini. Dengan demikian, bahasa jurnalistik itu 9



. Mitchell V. Charnley, ibid.



harus ringkas, mudah dipahami, dan langsung mcnerangkan apa yang dimaksudkan. Sebagian besar isi surat kabar atau isi berita dalam radio atau televisi adalah hasil pekerjaan jurnalistik. Jurnalistik, seperti telah dikemukakan di awal buku ini, adalah "pencatatan kenyataan sehari-hari, jurnal fakta-f'akta sehari-hari." Ada hasil karya tulis lainnya yang bukan merupakan pencatatan kenyataan sehari-hari, yaitu antara lain kesusasteraan. Kesusasteraan adalah "ekspresi yang terbaik dalam bentuk tulisan mengenai pikiran-pikiran yang terbaik." Dengan memperbandingkan dua jenis karya tulis tersebut kita akan dapat menangkap secara lebih jelas apa yang membedakan bahasa jurnalistik dengan bahasa karya tulis lainnya, di antaranya bahasa sastra. Karya jurnalistik terutama berpangkal pada kenyataan-kenyataan, pada fakta-fakta. Karya kesusastraan, baik dalam bentuk novel, drama, syair. sajak, dan sebagainya, terutama berpangkal pada pikiran, perasaan, dan juga bisa berupa khayalan atau fiksi. Selain berpangkal pada kenyataan, karya jurnalistik juga dibatasi oleh keharusan untuk menyampaikan informasi secara cepat. Karya jurnalistik memang ditulis dengan tergesa-gesa ingat tentang "journalism is history in a Jiurry," jurnalisme adalah sejarah yang (ditulis) tergesa-gesa. Oleh karena itu, bahasa yang digunakannya juga bahasa yang cocok untuk ditangkap dengan cepat, yaitu sederhana, jelas, dan langsung. Sedang bahasa sastra syaratnya harus indah. Keindahan merupakan prasyarat bagi karya kesusasteraan dalam mengemukakan gagasan dan perasaan, baik yang berdasarkan kenyataaan maupun khayal. Karena itulah bahasa kesusasteraan kadang-kadang tidak sederhana, tetapi penuh bunga-bunga dan kiasan-kiasan. Istilah-Istilah Pinjaman Perkembangan bahasa jurnalistik Indonesia dalam empat dekade terakhir ini sangatlah pesat. Kepesatannya dapat terlihat jika kita membandingkan bahasa yang dipakai surat kabar-surat kabar empat puluh tahun yang lalu dengan bahasa yang dipakai surat kabar-surat kabar sekarang. Banyak istilah-istilah yang tadinya



masih menggunakan bahasa asing, misalnya, kini sudah ada istilahnya yang baru dalam bahasa Indonesia. Istilah-istilah atau kosakata-kosakata baru sebagai pengganti istilahistilah dan kosakata-kosakata asing dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun perdagangan bukan saja ditemukan terus-menerus oleh badan-badan resmi, tetapi juga diusahakan oleh kalangan pers sendiri, terutama oleh kantor berita. Ratusan istilah dan kosakata telah dihasilkan dengan cara demikian. Dan bukan hanya dihasilkan, tetapi juga bahkan dipopulerkan. Salah satu masalah yang sering dihadapi pers Indonesia adalah masalah mengusahakan



"pemurnian"



bahasa



dengan



menyingkirkan



perkataan-



perkataaa asing yang pada dasarnya sudah populer di masyarakat. Penyempurnaan bahasa jurnalistik oleh pers Indonesia tidak termasuk melakukan hal seperti itu. Penggantian istilah asing yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah baru malah akan menimbulkan kesulitan. Sebaliknya salah jika menggunakan istilah asing padahal ada istilah dalam bahasa Indonesianya untuk itu. Penggunaan istilah asing dalam penulisan berita memang sebaiknya dihindari atau paling tidak dikurangi. Tetapi, jika untuk istilah asing itu tidak ada penggantinya dalam bahasa Indonesia, tidak perlu takut untuk menggunakannya. Bukankah di dunia ini tidak ada satu bahasa pun yang bersih dari pengaruh asing? Bahasa Inggris saja yang termasuk bahasa yang sudah sempurna, daftar kosakatanya penuh dengan kata-kata yang berasal dari bahasa asing, bahkan ada yang berasal dari bahasa Indonesia (baca: Melayu) misalnya amok dari kata amuk. Menurut sejarah perkembangannya, daftar kosakata bahasa Indonesia diperkaya dengan tiga cara: (1) Melalui peminjaman dari bahasa asing (banyak meminjam dari bahasa Portugis, Belanda, Cina, dan Arab); (2) Melalui peminjaman dari bahasa dialek (di antaranya bahasa dialek Betawi banyak mempengaruhi bahasa Indonesia); (3) Melalui peminjaman dari bahasa pergaulan.



Dalam usaha memperkaya bahasa melalui peminjaman dari bahasa dialek dan bahasa pergaulan ini, pers juga berjasa mempupulerkan kata-kata pinjaman dari golongan-golongan atau lingkungan-lingkungan sosial di desa, di kota, di ladang, di pabrik, di pasar dan sebagainya, yang akhirnya menjadi kosakata-kosakata dalam bahasa nasional. Oleh karena itulah, seorang wartawan yang tidak mau ketinggalan ingin memberikan kontribusi kepada perkembangan bahasa nasionalnya, sebaiknya berusaha mengetahui benar bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang diliputnya, sehingga istilah-istilah yang dipakai oleh lingkungan kelompok masyarakat tersebut dapat dipopulerkan untuk memperkaya bahasa nasional. Kendala dalam Berbahasa yang Baik Tanggungjawab wartawan itu berat, terutama wartawan media cetak, karena mereka dapat dimintai pertanggungjawaban tentang bahasa yang ditulisnya. Apa yang mereka tulis semuanya terekam, dan apa yang terekam ditiru orang. Seperti telah berkali-kali disinggung, bahasa jurnalistik itu hampir selalu jelas, meskipun gaya tulisannya tidak istimewa. Ia mengikuti aturan tentang bahasa yang sederhana, ringkas, dan langsung. Tetapi, sudah terlalu sering terjadi bahasa di surat kabar terasa rutin, dangkal atau dinodai oleh banyak kesalahan yang sebenarnya dapat dihindari. Ada beberapa kendala yang menghalangi terciptanya penggunaan bahasa jurnalistik yang baik dalam karya jurnalistik. Ada desakan-desakan hati, tekanan-tekanan atau kekecewaan-kekecewaan yang membuat bahasa jurnalistik menjadi bahasa surat kabar. Apa jebakan-jebakan yang menjerat para wartawan yang mengetahui bagaimana berbahasa dengan baik tetapi ternyata terpeleset ke jurang kesalahan? Inilah lima kendala utama yang harus diwaspadai oleh setiap wartawan: 1. Menulis di bawah tekanan waktu; 2. Kemasabodohan dan kecerobohan; 3. Tidak mau mengikuti petunjuk; 4. Ikut-ikutan; 5. Merusak arti.



1. Menulis di bawah tekanan waktu. Seperti telah disinggung di bagian lain bab ini, kecepatan merupakan salah satu keharusan dalam menulis berita. Baik kecepatan itu dalam hal cara menyampaikan informasi, maupun kecepatan dalam arti penulisannya karena dikejar waktu oleh tenggat (deadline) yang harus dipatuhi. Penulis berita yang dikejar tenggat nyaris tidak punya waktu untuk memoles tulisannya, untuk memperindah tulisannya dengan pilihan kata-kata yang tepat, untuk memangkas kalimatkalimat yang tidak perlu agar membuat tulisan buruk menjadi baik atau membuat tulisan baik menjadi sempurna. Sifat penanganan berita yang tergesa-gesa itu sedikit banyak menjadi kendala untuk tercapainya kualitas penulisan berita yang baik. Tetapi, hal ini jangan sampai membuat kecerobohan, yang mengatasnamakan kecepatan, berkembang menjadi kebiasaan esok hari. Memang tidak ada resep untuk mengobati konsekuensi dari adanya tuntutan tenggat atau deadline ini. Para wartawan harus dapat menikmati keadaan seperti itu. Meskipun demikian, tekanan tenggat bisa sedikit dikurangi dengan mengembangkan keterampilan untuk lebih dulu membuat rencana bagi setiap berita yang akan dibuat serta belajar untuk membuat tekanan tenggat atau deadline menjadi pelumas dan bukan pengekang. 2. Kemasabodohan dan kecerobohan. Selain ketergesa-gesaan, hal lain yang dapat mengencerkan gaya penulisan berita adalah kemalasan. Kemalasan yang dimaksudkan di sini adalah kemalasan berpikir, kemalasan mencari kata-kata atau istilah-istilah yang tepat. Orang cenderung mengikuti apa yang sudah dilakukan orang, tidak mau menciptakan sendiri. Dengan adanya kemalasan ini timbul sikap masa bodoh, "Ah, nanti kan dibetulkan oleh Redaktur." Dari sikap masa bodoh yang diakibatkan oleh sikap tidak bertanggungjawab timbul kecerobohan. Wartawan ceroboh menggunakan istilah-istilah yang sudah klise, tidak ada penyegaran dalam menggunakan diksi, dan redaktur juga demikian.



Akibatnya, ada sebuah surat kabar lokal yang mcnuliskan judul seperti ini: "Bordir Tasik Terkenal, Tapi tak Punya Khas." Redaktur yang membuat judul ini, yang mungkin hanya mengangkatnya dari dalam berita yang ditulis wartawan-nya sudah dihinggapi sikap malas tadi. Maksud judul itu barangkali: "Bordir Tasik Terkenal, Tapi Tak Punya Ciri Khas." Kemasabodohan dan kecerobohan. Selain ketergesa-gesaan, hal lain yang dapat mengencerkan gaya penulisan berita adalah kemalasan. Kemalasan yang dimaksudkan di sini adalah kemalasan berpikir, kemalasan mencari kata-kata atau istilah-istilah yang tepat. Orang cenderung mengikuti apa yang sudah dilakukan orang, tidak mau menciptakan sendiri. Kemasabodohan dan kecerobohan ini juga muncul ketika penulis berita malas mencari kata-kata yang tepat untuk sesuatu maksud yang hendak ia katakan. Padahal, ini merupakan tonggak untuk dapat menulis baik. Bahasa Indonesia jika digunakan dengan baik dan benar akan menjadi alat efektif untuk menyampaikan informasi maupun penerangan. Bahasa ini meskipun sering dikeluhkan orang kata-katanya bersuku banyak, tetapi jika digunakan dengan apik dan tidak ceroboh akan menghasilkan kalimat-kalimat yang memenuhi syarat hemat kata, sederhana, jelas, dan langsung. 3. Malas mengikuti petunjuk. Petunjuk dalam menggunakan bahasa tertulis adalah tatabahasa, kamus, dan pedoman ejaan yang disempurnakan (EYD). Petunjuk bahasa untuk jurnalistik bisa ditambah lagi, yaitu "Sepuluh Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers" (lihat Lampiran VIII). Sampai saat buku ini masih ditulis, misalnya, masih terdengar ada penyiar televisi mengucapkan konstruksi kalimat rancu seperti ini: "Dengan didirikannya koperasi di desa itu, akan memberikan kesejahteraan kepada warga." Bukan hanya di televisi, tetapi juga masih ada surat kabar yang melakukannya meskipun sudah jarang dijumpai. Kalimat di atas adalah kalimat majemuk dengan anak kalimat preposisional (memakai kata sambung: dengan). Jika diuraikan, kalimat tersebut terdiri dari dua frasa, yaitu frasa "dengan didirikannya koperasi"



dan frasa "akan memberikan kesejahteraan." Padahal, sebagai kalimat majemuk kalimat tersebut seharusnya terdiri dari anak kalimat dan induk kalimat yang konstruksi kalimatnya sempurna, yaitu ada pokok kalimat (subjek)-nya, ada sebutan (predikat)-nya, dan kalau perlu ada pelengkap penderita (objek)-nya. Kalimat majemuk tersebut tidak sempurna karena kita



tidak



menemukan



mana



induk'kalimatnya.



Jika



frasa



"akan



memberikan kesejahteraan" dijadikan induk kalimat, maka seharusnya ia mempunyai "subjek" atau "pokok kalimat" agar ia menjadi kalimat sempurna, misalnya menjadi: "kesejahteraan pun akan dapat diberikan kepada warga." Kalimat ini memiliki subjek, yaitu "kesejahteraan" sebagai subjek dan "diberikan" sebagai predikat. Jadi, kalimat majemuk di atas sekarang memenuhi ketentuan tatabahasa dan karenanya lebih enak didengar: "Dengan didirikannya koperasi di desa itu, kesejahteraan pun akan dapat diberikan kepada warga." Selain konstruksi kalimat, yang harus diperhatikan juga adalah penggunaan kata-kata baru. Misalnya kata "simak," akhir-akhir ini penggunaannya cenderung melenceng. Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, kata "simak" artinya (1) mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan dan dibaca orang. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah to listen; (2) menyimak kembali, meninjau (memeriksa) kembali. Tetapi, beberapa media menggunakannya dalam arti "melihat" dan "mengungkap."



Demikian pula kata baru "menengarai" yang akhir-akhir ini digunakan sebagai ganti perkataan "mensinyalir", hendaknya digunakan secara hati-hati. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kita jumpai arti "tengara"



sebagai



tandu;



alarnat



(dengan



kentongan



dsb.).



Jadi,



berdasarkan kamus, "menengarai" artinya "menandai" atau "memberikan alamat atau isyarat". Dalam menggunakan kata-kata baru, wartawan hendaknya berhati-



hati untuk tidak menggunakannya secara sembrono tanpa mcngusut dulu asal-usul kata-kata baru itu. Kalau dalam kamus tidak berhasil dijumpai kata-kata tersebut, paling tidak tunda dulu penggunaannya sampai diperoleh keyakinan akan artinya setelah bertanya kepada ahlinya. Memurnikan bahasa dengan membuang kata-kata asing dan menggantikannya dengan kata-kata bahasa sendiri, seperti pernah dikemukakan di bagian lain buku ini, memang baik. Tetapi, janganlah hendaknya kata-kata baru itu digunakan dengan arti yang tidak konsisten, karena hal tersebut akan membuat bingung pembaca. 4. Ikut-ikutan. Tokoh terkenal biasanya menjadi acuan khalayak, dan tidak mustahil ditiru orang banyak. Ini bukan saja terjadi dalam perilaku. dalam cara berpakaian, tetapi juga dalam berbahasa. Dulu, pada masa pemerintahan



Presiden



Soekarno,



banyak



para



petinggi



negara



mengucapkan akhiran kata kan menjadi ken karena Bung Karno berbuat demikian. Misalnya, kata akan menjadi aken, kata "memberikan" menjadi "memberiken." Presiden Soeharto yang semasa pernerintahan Soekarno masih menjadi perwira tinggi, bahkan sampai ia menjadi presiden pun masih belum dapat meninggalkan kebiasaan mengucapkan ken itu. Dalam jurnalistik, penggunaan kata-kata "pasalnya" dan "akan halnya" menjadi mode dalam menulis berita karena dua kata itu dimulai penggunaannya secara menarik oleh majalah Tempo.



Ikut-ikutan seperti itu memang tidak dilarang. Tetapi, jika penggunaan kata-kata populer itu dilakukan terlalu sering, maka "pesonanya" akan lenyap. Bahkan, tidak mustahil kata-kata tersebut akan menjadi klise dan tidak menarik. 5. Merusak arti. Sekali lagi, pilihan kata merupakan hal yang penting dalam menulis, terutama dalam menulis berita untuk surat kabar. Harus tepat dalam memilih kata untuk kalimat yang dibuat. Misalnya, "memukul" lain



daripada "meninju." Memukul bisa dengan telapak tangan atau dengan alat pemukul, tetapi meninju hanya dengan tinju, dengan kepalan tangan anda. Contoh lainnya: Perampok itu menginjak punggung pembantu rumahtangga tersebut ketika perempuan itu jatuh telentang. (Telentang artinya tergeletak dengan wajah ke atas. Jadi. mustahil diinjak punggungnya). Hakim menunda sidang selama setengah jam, tetapi ketika kembali ke ruangan sidang, pembela tetap pada pendiriannya. (tidak jelas siapa yang kembali ke ruang sidang -hakim atau pembela?-). Popularitas Golkar menurun 13 persen. dari 55 ke 42. (Penurunan dari 55 ke 42 berbeda dengan penurunan dalam persentase 13 persen. Itu adalah penurunan sebesar 24 persen karena 42 adalah 76 persen dari 55). Kata yang enak didengar tetapi maknanya sering mengecoh adalah kata "mengungkapkan." Misalnya sering terbaca dalam berita, "Polisi mengungkapkan bahwa bulan lalu dalam periode yang sama seperti tahun silam, perampokan menurun dengan 64 kejadian." Mengungkapkan artinya melahirkan perasaan hati (dengan perkataan, air muka atau gerak-gerik). Di sini kata yang tepat mungkin bukan "mengungkapkan" tetapi "mengemukakan" atau "menyatakan" saja.