Pit38 Hathi Jilid2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Pit38 Hathi Jilid2 [PDF]

Prosiding

Pertemuan Ilmiah Tahunan

PIT HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021 Tema :

“DIRGAHAYU 60 TAHUN PENGELOLAAN W

9 0 21 MB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

Prosiding



Pertemuan Ilmiah Tahunan



PIT HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021 Tema :



“DIRGAHAYU 60 TAHUN PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI DI INDONESIA: Pengelolaan Infrastruktur untuk Ketahanan Air Berkelanjutan”



Jilid 2



HIMPUNAN AHLI TEKNIK HIDRAULIK INDONESIA



Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021 Tema ““DIRGAHAYU 60 TAHUN PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI DI INDONESIA: Pengelolaan Infrastruktur untuk Ketahanan Air Berkelanjutan” Jilid 2 550 halaman, xii 21cm x 30cm ISBN ISBN



978-602-6289-30-8 (no.jil.lengkap) 978-602-6289-32-2 (jil.2)



Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI), Sekretariat HATHI, Gedung Direktorat Jenderal SDA Lantai 8 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. Pattimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 - Indonesia Telepon/Fax. +62-21 7279 2263 http://www.hathi-pusat.org | email: [email protected] Penasehat



: Ketua Umum HATHI



Pengarah



: Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, M.Sc. PU – SDA, ACPE Ir. Moh. Sulaiman, M.Eng Prof. Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT., IPU Ir. Eko Subekti, Dipl.HE., PU-SDA Ir. Fauzi Idris, ME Pengurus Pusat HATHI



Pelaksana Ketua Panitia Wakil Ketua I Wakil Ketua II



: : Dr. Ir. Muhammad Rizal, M.Sc. PU-SDA : Dr. techn. Umboro Lasminto, ST., MSc., PMa-SDA : Dr. Gusfan Halik, ST. MT., PU-SDA



Sekretaris Wakil Sekretaris I Wakil Sekretaris II Wakil Sekretaris III



: : : :



Dedi Yudha Lesmana, ST. MT Ima Solikhati, ST. MT Novi Andriany Teguh, ST. M.Sc Dr. Ir. Entin Hidayah, MUM, PU-SDA



Bendarahara Wakil Bendahara I Wakil Bendahara II Wakil Bendahara III



: : : :



Indah Kusuma Hidayati, ST. MT Ir. Edy Tambeng Wijaya, MM Nastasia Festy Margini, ST. MT Sri Wahyuni, ST. M.Eng., Ph.D



SEKSI - SEKSI Seksi Sekretariat dan Dokumentasi



: : Ir. Rudi Novyanto Ridwan, CES, PMa-SDA



ii



Dr. Ir. Edijatno, CES. DEA Ir. Karwito, Sp.1., PU-SDA Anton Dharma PM, ST. MT. Hesti Nurina Paramita, ST. M.Sc Muhammad Yunus, ST. M.PSDA Joko Santoso, SE Mochamad Hasan Wijaya, ST, M.PSDA



Seksi Publikasi dan Humas



: Ir. Bambang Sarwono, M.Sc, PMa-SDA



Seksi Materi



: Ir. Djoko Sukalisno Kadiro, Dipl.HE.,PU-SDA. ACPE



Fauzi Nasruddin, ST, M.Sc Ir. Endang Wasiati, ME., PMa-SDA Ir. Amos Sangka, Sp.1 Wiel Mushawiry Suryana, ST. MT Mohamad Muchlisin Mahzum, ST. MT Suwandi, SE. MM Deny Bayu Prawesto, SH. M.PSDM Johanes Kristoni, SE



Ir. Novia Rosalita, Sp.1 Mohamad Bagus Ansori, ST. M.Sc Dr. Ir. Minarni Nur Trilita, MT. Novita Andrianie, ST. MT Harri Pranowo, ST. MT Mustofa Mukti Hidayati, ST. M.Eng Tami Adiningtyas, ST. MT Henty Diorina Maharastri, ST. MT Arochma Leliyana, ST Seksi Persidangan



: Ir. Sri Purwaningsih, MT Wahyu Setianto, ST. MT Dr. Mahendra Andiek Maulana, ST. MT Retno Utami Agung Wiyono, ST. M.Eng., Ph.D Annas Wibowo, ST. MT Ir. Bahmid Tohari, M.Eng., PU-SDA Evy Harmani, ST. M.Eng Rizal Ariffudin Kurniawan, ST. MT Agung Purnayudha, ST. M.PSDA Rosita Ardila, ST. MT Eny Setyoningrum, ST. MT Kholivia Desi Ekasari, ST. MT Bambang Risharnanda, ST Indriani, ST. MT



Seksi Acara



: Ir. Sri Hardini Suprapti, MT Wiwik Yunarni, ST. MT Ir. Theresia Sri Sidharti, MT., PU-SDA Danayanti Azmi Dewi Nusantara, ST. MT Titin Suhartini, ST. MT Kadek Widyaswaari, ST. MWM Lucky Dyah Ekorini, ST. MT Abdul Somat Bukori, S.ST. MT Arianto, ST. MT Eddy Hari Poerwanto, ST. MT



Seksi Teknologi Informasi (TI)



: Kalpin Nur, ST. MM Dr. A.A. Ngr. Satria Damar Negara, ST. MT Saifurridzal, ST. M.Eng Achmad Ainur Rofiq Irawan, ST. MT Ir. Soenoko, CES., PU-SDA



iii



Hendri, ST. MT Arif Rahmad Darmawan, ST. MT Achmad Hariyadi, ST. MT Endro Prasetyo Utomo Seksi Akomodasi, Transportasi, dan Konsumsi



: Ir. Kuntjoro, PMa-SDA



Komite Ilmiah / Scientific Committee



: Prof. Nadjadji Anwar (ITS, Indonesia)



Reviewer



: Prof. Nadjadji Anwar



Cahyo Handono, ST. M.PSDA Yogi Pandhu Satriyawan, ST. MT Yudha Tantra Ahmadi, MT Vina Citrasari, ST. MT Budiyono, ST Febby Ardhiantanti, S.IP Rojikan, SE. MM Drs. Anang Wahyudi, MM Priambada, AM.d



Prof. Djoko Legono (UGM, Indonesia) Prof. Robertus Wahyudi Triweko (Unpar, Indonesia) Prof. Indratmo Soekarno (ITB, Indonesia) Prof. Suripin (Undip, Indonesia) Prof. Pitojo Tri Juwono (UB, Indonesia) Prof. Fatihah Suja’ (UKM, Malaysia) Prof. Zulkifli Yusop (UTM, Malaysia) Prof. Daizo Tsutsumi (Mie University, Japan) Prof. Riuji Kakimoto (Kumamoto University, Japan) Dr. Yu-Shiu Chen (NCKU, Taiwan) Prof. Dosun-Kang (Kyung Hee University, Korea) : Prof. Seoktae-Kang (KAIST, Korea) Prof. Xie Yuebo (Hohai University, China) Prof. Liong She Yui (NUS, Singapore) Dr. FX. Suryadi (IHE Delft, the Netherlands) Prof. Mukand Babel (AIT, Thailand) Prof. D.S. Arya (IIT Roorkee, India)



Dr. Moch. Amron Prof. Indratmo Soekarno Prof. Djoko Legono Prof. Suripin Prof. Budi S. Wignyosukarto Prof. Radianta Triatmadja Prof. Sriyana Prof. Lily Montarcih Limantara Dr. Doddi Yudianto Dr.techn Umboro Lasminto



iv



Editor



: Dr. Doddi Yudianto Dr. Heri Suprapto Dr. Roby Hambali Dr. Muhammad Ramdhan Olii Dr. Ani Hairani Dr. Evi Anggraheni Dr. Albert Wicaksono Dr. Mahendra Andiek Maulana Dr-ing Bobby Minola Ginting Dr. Retno Utami Agung Wiyono Dr. Benazir Dr. Juliastuti Mrs. Finna Fitriana



Copy Editor & Layout Editor



: Mr. Asep Harhar Muharam



Desain Cover



: Mr. Rahmat Hidayat (Tamil)



v



vi



KATA PENGANTAR



Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Pengurus HATHI Cabang Jawa Timur dan Panitia Pelaksana Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke38 Tahun 2021 menyampaikan selamat atas terbitnya Prosiding PIT HATHI ke-38. Publikasi karya ilmiah ini merupakan hasil dari kegiatan PIT HATHI ke-38 dengan Tema “DIRGAHAYU 60 TAHUN PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI DI INDONESIA: Pengelolaan Infrastruktur untuk Ketahanan Air Berkelanjutan”, yang diselenggarakan secara daring di Surabaya pada Tanggal 30 Oktober 2021. PIT telah menjadi ajang pertemuan, pembahasan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan wawasan guna meningkatkan profesionalisme bagi praktisi, akademisi, peneliti dan pengambil keputusan, khususnya anggota HATHI. Disamping menjadi dokumentasi karya ilmiah PIT HATHI ke-38, prosiding ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi dalam pengembangan keilmuan dan profesionalisme di bidang Sumber Daya Air. Kami merasa bahwa dalam hal penerbitan prosiding ini masih terdapat beberapa ketidaksempurnaan, oleh karena itu kami menyampaikan permohonan maaf dan mengharapkan banyak masukan yang konstruktif yang akan sangat membantu dalam rangka penyusunan dan penulisan di kemudian hari. Kami ucapkan selamat kepada penulis atas karya ilmiahnya yang telah berhasil diterbitkan dalam prosiding ini. Surabaya, November 2021



Hormat kami,



Dr. Ir. Muhammad Rizal, M.Sc., PU-SDA Ketua Panitia PIT HATHI ke-38



vii



Daftar Isi Jilid 2 53



Kelayakan Ekonomi Kolam Retensi Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni Palembang .................................................................................................. 521



54



Analisis Struktur Dinding Penahan Tanah di Tukad Unda Kab. Klugkung Provinsi. Bali .................................................................... 531



55



Perubahan Karakter Aliran Akibat Pengaruh Shortcut Muara Batang Lumpo Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat ................................. 543



56



Pemanfaatan Potensi Embung Darek Sebagai Suplesi Sistem Irigasi Tajum .................................................................................. 555



57



Analisis Profil Aliran Berubah Lambat Laun Saluran Tidak Prismatis di Muara Sungai ............................................................................................. 563



58



Pengaruh Kemiringan Struktur Peredam Energi Untuk Mereduksi Kecepatan Gesek Dasar pada Aliran Seragam di Saluran Terbuka ........... 571



59



Alokasi Air Untuk Berbagai Pengguna Air dengan Tingkat Keandalan Pemenuhan Kebutuhan Air Yang Berbeda ................................................ 583



60



Identifikasi Skala Prioritas Pemeliharaan Komponen Sungai Berdasarkan AHP ............................................................................................................ 595



61



Pemanfaatan Model Kendali Mutu dalam Upaya Peningkatkan Kualitas Data Hidrologi ............................................................................................ 607



62



Model Waktu Dasar Hidrograf Satuan Sintetis untuk Daerah Aliran Sungai Berbentuk Radial ........................................................................................ 617



63



Perbandingan Berbagai Metode Pembuatan Hidrograf Satuan pada Daerah Aliran Sungai Way Kuala Garuntang ........................................................ 629



64



Perhitungan PMF di Bendungan Kuwil Kawangkoan Memperhitungan Kinerja Sistem Danau Tondano ................................................................. 639



65



Studi Perencanaan Jaringan Pipa Transmisi Lumbung Ikan Nasional Menggunakan Aplikasi Watercad V8I ....................................................... 651



66



Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Rating Curve pada Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kab. Gowa ....................................................... 661



67



Analisis Frekuensi Data Hujan Durasi Pendek di Kota Bekasi ................. 671



68



Pengukuran Debit Pintu Sorong Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan ............ 680



69



Studi Skenario Stasiun Hujan Terhadap Transformasi Hujan-Debit Pada DAS Kali Lamong ............................................................................. 689



70



Pemodelan Debit Inflow Waduk Sampean Baru dengan Artificial Neural Network (ANN) .............................................................. 699



71



Koreksi Bias Data Curah Hujan Satelit dengan Pendekatan Quantile Mapping ..................................................................................................... 709



viii



72



Pengembangan dan Analisis Model Pemantauan Keairan Paska Pembangunan Waduk (Kasus Waduk Sei Gong, Pulau Batam) ................719



73



Optimasi Pemanfaatan Tampungan Bendungan Ameroro Terhadap Peningkatan Layanan D.I. Ameroro ...........................................................729



74



Analisis Potensi Keruntuhan Embung Wolo Akibat Rembesan.................741



75



Pengaruh Tinggi Mercu Terhadap Panjang Ruang Olakan pada Type Vlughter ......................................................................................................749



76



Analisis Longsoran Galian Tanah Clayshale pada Pekerjaan Pembangunan Bendungan Pamakkulu ...............................................................................759



77



Penentuan Status Mutu Air Waduk Sempor dengan Metode Indeks Kualitas Air .....................................................................................769



78



Evaluasi Pola Operasi Waduk Way Rarem untuk Melayani Daerah Irigasi Way Raren Menggunakan Metode Simulasi ......................779



79



Pemilihan Type Bendung Gerak Obermeyer pada Pembangunan Intake Sungai Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur .........789



80



Investigasi Saluran Pelimpah Bendungan Narogong dengan Rekayasa Baffle Blocks ...............................................................................797



81



Aspek Geologi Pondasi dengan Survey Geolistrik 2 Dimensi pada Bendungan Sadawarna, Subang..................................................................807



82



Optimasi Long Storage pada Bendung Karet Tipe Crest Gate di Tirtonadi Kali Pepe, Surakarta ...................................................................................817



83



Operasi dan Pemeliharaan Tailing Dam Kabupaten Konawe ....................827



84



Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara Untuk Ketersediaan Air di Bendungan Sadawarna ...............................................835



85



Pengaruh Penanggulan dan Outflow Danau Tondano Terhadap Debit Banjir Bendungan Kuwil .......................................................................................845



86



Pemodelan Fisik Hidraulik Pelimpah Waduk Jaro, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan .....................................................................................855



87



Perencanaan Metode Plugging Terowongan Pengelak pada Pengisian Awal Bendungan Ladongi ....................................................................................865



88



Analisis Pemanfaatan Bendungan Untuk Pencegahan Banjir dan Pengembangan Energi Terbarukan Plts ......................................................875



Sub Tema 2 89



Pemanenan Air Hujan Sebagai Upaya Pengurangan Limpasan Permukaan pada Kawasan Perkotaan ............................................................................893



90



Studi Pemenuhan Air Bersih Bagi Penduduk Perkotaan di Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur...................................................................903



91



Kombinasi Pah dan Absah untuk Pengelolaan Air Berkelanjutan .............915



ix



92



Kajian Kebutuhan Air Menggunakan Data Spasial Populasi pada Sub DAS Citarum Hulu ............................................................................. 925



93



Analisa Kebutuhan Air RKI (Rumah Tangga, Perkotaan, dan Industri) pada DAS Tallo Menggunakan Pemodelan Spasial................................... 933



94



Analisis Reduksi Debit Limpasan dengan Penerapan Pemanenan Air Hujan (Studi Kasus: Kampus Tegal Boto Universitas Jember) ............................ 942



95



Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dalam Rangka Mendukung Ketahanan Air Berkelanjutan di Provinsi Gorontalo 952



96



Optimasi Layanan Air Baku dan Air Bersih di Bbws Brantas Berbasis Website dengan Metode AHP .................................................................... 963



97



Analisis Kebutuhan Air Penduduk dengan Metode Thornwaite Mather di DAS Cisadane Kabupaten Tangerang.................................................... 971



98



Studi Sistem Jaringan dan Kapasitas Saluran Drainase Bangkala dalam 5 Makassar ....................................................................................... 979



99



Penerapan Zero Run-Off Berwawasan Lingkungan Melalui Sistem Drainase Terintegrasi pada Perumahan Dian Regency Surabaya ............................. 989



100 Pengeringan Genangan/Banjir di Perkotaan Melalui Pengelolaan Drainase Berkelanjutan ........................................................................................... 1001 101 Evaluasi Sistem Drainase Terhadap Genangan Air di Ruas Jalan Kota Langsa ...................................................................................................... 1009 102 Bangunan Air Berbasis Mikrokontroller .................................................. 1019 103 Permodelan Kinerja Pintu Klep Otomatis Menggunakan Aplikasi Hecras di DIR Mantangai, Kalimantan Tengah ....................................................... 1029 104 Desain Perencanaan Unit Pengolahan Biologis Air Limbah Tekstil Menggunakan Sistem Rotating Biological Contractor Multi Tahap........ 1039 105 Pengolahan Limbah Hewan Ternak dengan Metode Fitoremediasi di Pasar Hewan Ternak Toraja Utara ..................................................................... 1049 106 Optimalisasi Pengelolaan Air di Perkotaan dengan Konsep Water Smart City ........................................................................................................... 1057 107 Eco-Smart Village: Digitalisasi Pengembangan Kebijakan Sumber Daya Air Melalui Program Water Front Development............................................ 1069



x



Sub Tema 1 Pengelolaan Cerdas Wilayah Sungai Banjir dan Kekeringan, Perlindungan Lingkungan, Pemanasan Global dan Dampak pada Perubahan Iklim, Pengelolaan Sedimen, Gerusan dan Tindakan Penanggulangannya, Restorasi Sungai-Danau-Waduk, Hidroinformatika Cerdas, Pengelolaan Bendungan.



xii



Daftar Isi Jilid 2 53



Kelayakan Ekonomi Kolam Retensi Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni Palembang...................................................................................................521



54



Analisis Struktur Dinding Penahan Tanah di Tukad Unda Kab. Klugkung Provinsi. Bali .....................................................................531



55



Perubahan Karakter Aliran Akibat Pengaruh Shortcut Muara Batang Lumpo Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat .................................543



56



Pemanfaatan Potensi Embung Darek Sebagai Suplesi Sistem Irigasi Tajum ...................................................................................555



57



Analisis Profil Aliran Berubah Lambat Laun Saluran Tidak Prismatis di Muara Sungai ..............................................................................................563



58



Pengaruh Kemiringan Struktur Peredam Energi Untuk Mereduksi Kecepatan Gesek Dasar pada Aliran Seragam di Saluran Terbuka ............571



59



Alokasi Air Untuk Berbagai Pengguna Air dengan Tingkat Keandalan Pemenuhan Kebutuhan Air Yang Berbeda .................................................583



60



Identifikasi Skala Prioritas Pemeliharaan Komponen Sungai Berdasarkan AHP ............................................................................................................595



61



Pemanfaatan Model Kendali Mutu dalam Upaya Peningkatkan Kualitas Data Hidrologi ............................................................................................607



62



Model Waktu Dasar Hidrograf Satuan Sintetis untuk Daerah Aliran Sungai Berbentuk Radial ........................................................................................617



63



Perbandingan Berbagai Metode Pembuatan Hidrograf Satuan pada Daerah Aliran Sungai Way Kuala Garuntang .........................................................629



64



Perhitungan PMF di Bendungan Kuwil Kawangkoan Memperhitungan Kinerja Sistem Danau Tondano ..................................................................639



65



Studi Perencanaan Jaringan Pipa Transmisi Lumbung Ikan Nasional Menggunakan Aplikasi Watercad V8I .......................................................651



66



Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Rating Curve pada Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kab. Gowa ........................................................661



67



Analisis Frekuensi Data Hujan Durasi Pendek di Kota Bekasi ..................671



68



Pengukuran Debit Pintu Sorong Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan .............680



69



Studi Skenario Stasiun Hujan Terhadap Transformasi Hujan-Debit Pada DAS Kali Lamong .............................................................................689



70



Pemodelan Debit Inflow Waduk Sampean Baru dengan Artificial Neural Network (ANN) ...............................................................699



71



Koreksi Bias Data Curah Hujan Satelit dengan Pendekatan Quantile Mapping ......................................................................................................709



vii



72



Pengembangan dan Analisis Model Pemantauan Keairan Paska Pembangunan Waduk (Kasus Waduk Sei Gong, Pulau Batam) ................ 719



73



Optimasi Pemanfaatan Tampungan Bendungan Ameroro Terhadap Peningkatan Layanan D.I. Ameroro........................................................... 729



74



Analisis Potensi Keruntuhan Embung Wolo Akibat Rembesan ................ 741



75



Pengaruh Tinggi Mercu Terhadap Panjang Ruang Olakan pada Type Vlughter...................................................................................................... 749



76



Analisis Longsoran Galian Tanah Clayshale pada Pekerjaan Pembangunan Bendungan Pamakkulu............................................................................... 759



77



Penentuan Status Mutu Air Waduk Sempor dengan Metode Indeks Kualitas Air .................................................................................... 769



78



Evaluasi Pola Operasi Waduk Way Rarem untuk Melayani Daerah Irigasi Way Raren Menggunakan Metode Simulasi ...................... 779



79



Pemilihan Type Bendung Gerak Obermeyer pada Pembangunan Intake Sungai Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur......... 789



80



Investigasi Saluran Pelimpah Bendungan Narogong dengan Rekayasa Baffle Blocks .............................................................................. 797



81



Aspek Geologi Pondasi dengan Survey Geolistrik 2 Dimensi pada Bendungan Sadawarna, Subang ................................................................. 807



82



Optimasi Long Storage pada Bendung Karet Tipe Crest Gate di Tirtonadi Kali Pepe, Surakarta ................................................................................... 817



83



Operasi dan Pemeliharaan Tailing Dam Kabupaten Konawe .................... 827



84



Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara Untuk Ketersediaan Air di Bendungan Sadawarna ............................................... 835



85



Pengaruh Penanggulan dan Outflow Danau Tondano Terhadap Debit Banjir Bendungan Kuwil ...................................................................................... 845



86



Pemodelan Fisik Hidraulik Pelimpah Waduk Jaro, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan .................................................................................... 855



87



Perencanaan Metode Plugging Terowongan Pengelak pada Pengisian Awal Bendungan Ladongi ................................................................................... 865



88



Analisis Pemanfaatan Bendungan Untuk Pencegahan Banjir dan Pengembangan Energi Terbarukan Plts ..................................................... 875



Sub Tema 2 89



Pemanenan Air Hujan Sebagai Upaya Pengurangan Limpasan Permukaan pada Kawasan Perkotaan............................................................................ 893



90



Studi Pemenuhan Air Bersih Bagi Penduduk Perkotaan di Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur .................................................................. 903



91



Kombinasi Pah dan Absah untuk Pengelolaan Air Berkelanjutan ............. 915



viii



92



Kajian Kebutuhan Air Menggunakan Data Spasial Populasi pada Sub DAS Citarum Hulu ..............................................................................925



93



Analisa Kebutuhan Air RKI (Rumah Tangga, Perkotaan, dan Industri) pada DAS Tallo Menggunakan Pemodelan Spasial ...................................933



94



Analisis Reduksi Debit Limpasan dengan Penerapan Pemanenan Air Hujan (Studi Kasus: Kampus Tegal Boto Universitas Jember) ............................942



95



Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dalam Rangka Mendukung Ketahanan Air Berkelanjutan di Provinsi Gorontalo 952



96



Optimasi Layanan Air Baku dan Air Bersih di Bbws Brantas Berbasis Website dengan Metode AHP ....................................................................963



97



Analisis Kebutuhan Air Penduduk dengan Metode Thornwaite Mather di DAS Cisadane Kabupaten Tangerang ....................................................971



98



Studi Sistem Jaringan dan Kapasitas Saluran Drainase Bangkala dalam 5 Makassar .......................................................................................979



99



Penerapan Zero Run-Off Berwawasan Lingkungan Melalui Sistem Drainase Terintegrasi pada Perumahan Dian Regency Surabaya ..............................989



100 Pengeringan Genangan/Banjir di Perkotaan Melalui Pengelolaan Drainase Berkelanjutan ............................................................................................1001 101 Evaluasi Sistem Drainase Terhadap Genangan Air di Ruas Jalan Kota Langsa .......................................................................................................1009 102 Bangunan Air Berbasis Mikrokontroller ..................................................1019 103 Permodelan Kinerja Pintu Klep Otomatis Menggunakan Aplikasi Hecras di DIR Mantangai, Kalimantan Tengah ........................................................1029 104 Desain Perencanaan Unit Pengolahan Biologis Air Limbah Tekstil Menggunakan Sistem Rotating Biological Contractor Multi Tahap ........1039 105 Pengolahan Limbah Hewan Ternak dengan Metode Fitoremediasi di Pasar Hewan Ternak Toraja Utara .....................................................................1049 106 Optimalisasi Pengelolaan Air di Perkotaan dengan Konsep Water Smart City ...........................................................................................................1057 107 Eco-Smart Village: Digitalisasi Pengembangan Kebijakan Sumber Daya Air Melalui Program Water Front Development ............................................1069



ix



KELAYAKAN EKONOMI KOLAM RETENSI SUNGAI SELAYUR KECAMATAN KALIDONI PALEMBANG Reini Silvia Ilmiaty1 , Yunan Hamdani2* Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya / HATHI Cab Sum-Sel 2 Program Studi Teknik Sipil Universitas Tamansiswa Palembang



1



*[email protected]



Intisari Untuk menampung volume limpasan air yang berlebih sebelum dibuang ke sungai dari suatu sistem drainase perkotaan diperlukan kolam retensi sebagai pengganti resapan yang menutupi lahan perumahan dan perkantoran. Kawasan Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni telah menjadi kawasan padat penduduk dimana banyak komplek perumahan telah dibangun disana. Kondisi topografi pada lokasi studi didominasi oleh daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang, berupa dataran rendah basah. Sebagian besar tanah adalah daerah berawa ,pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang, dimana wilayah ini memang rawan banjir dan tidak memiliki penampungan air sehingga perlu dibangun kolam retensi dengan luas rencana 1,38 Ha. Lokasi ini berbatasan dengan PT.Pusri dan Komplek PHDM, sebagian air banjir datang dari komplek PHDM. Dengan indikator Net Present Value (NPV) sebesar Rp 446.991.641,61,- dan Benefit Cost Ratio (BCR) =1,14 dengan interest rate (i) 12 %. rencana pembangunan kolam retensi tersebut mempunyai nilai ekonomis yang baik dan layak untuk dikerjakan. Kata Kunci: BCR, Interest rate, Kelayakan Ekonomi, NPV. Latar Belakang Palembang merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami banjir setiap tahun disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Salah satu penyebab banjir yang terjadi akibat berkurangnya daerah resapan dikarenakan adanya pertambahan pemukiman penduduk dan keterbatasan lahan di perkotaan yang berujung pada pemakaian lahan yang diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau dan daerah konservasi yang berdampak pada terhambatnya pengaliran air hujan sehingga memicu terjadinya genangan air. Pengelolaan air limpasan melalui penyediaan fasilitas drainase yang aman dan baik, mempunyai posisi strategis dalam pengembangan permukiman, khususnya wilayah perkotaan. Penanganan sistem drainase yang tidak baik sering kali menjadi permasalahan tersendiri, mana kala rasa aman dan nyaman penduduk dari gangguan banjir tidak terpenuhi. Pengelolaan drainase yang tidak baik, seringkali timbul dan berkaitan dengan masalah masalah ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pembangunan di daerah perkotaan meningkat pesat dan kebutuhan akan pemukiman penduduk juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang menimbulkan perubahan tata guna lahan sehingga berdampak pada berkurangnya daerah resapan air hujan. Air hujan yang tidak teresap akan melimpas di permukaan yang akan menyebabkan bertambahnya limpasan permukaan yang akan menyebabkan banjir baik besaran 521



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



maupun frekuensi nya. Untuk menampung volume limpasan air yang berlebih sebelum dibuang ke sungai dari suatu sistem drainase perkotaan diperlukan kolam retensi sebagai pengganti resapan yang menutupi lahan perumahan dan perkantoran. Salah satu fungsi dari kolam retensi ini adalah untuk menggantikan peran dari lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup seperti perumahan dan perkantoran. Volume kolam retensi ini sangat tergantung dari berapa luas lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman dan perkantoran. Adapun kegunaan kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah dan dibuang ke sungai. sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Adanya pembangunan kolam retensi di kawasan Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul akibat melimpas nya air permukaan yang berpotensi menggenangi kawasan tersebut. Perencanaan kolam retensi tersebut secara teknis telah memenuhi spesifikasi teknis, tetapi agar pembangunan fisik ini bisa dilaksanakan maka tolok ukur nya tidak bisa hanya semata-mata ditinjau dari pemenuhan aspek teknis saja, namun juga harus ditinjau pemenuhan aspek ekonomis mengingat terbatasnya ketersediaan dana pembangunan, sementara di sisi lain aspek kesejahteraan masyarakat harus lebih ditingkatkan. Dari pemikiran inilah akan dikembangkan analisis kelayakan ekonomi pembangunan kolam retensi di kawasan Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni. Masyarakat yang berada di daerah pemukiman merupakan bagian terbesar yang terkena dampak banjir dan genangan, oleh sebab kelayakan proyek dari sektor ekonomi sangat ditentukan seberapa besar dampak proyek tesebut terhadap tingkat penurunan beban yang harus dipikul masyarakat antara kondisi sekarang tanpa adanya proyek dengan kondisi yang akan datang setelah dibangun. Kondisi topografi pada lokasi studi didominasi oleh daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang, berupa dataran rendah basah. Sebagian besar tanah adalah daerah berawa, pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang, karena wilayah ini memang rawan banjir dan tidak memiliki penampungan air sehingga perlu dibangun kolam retensi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan pertimbangan pihak terkait dalam perencanaan untuk penanggulangan banjir di kawasan tersebut pada masa yang akan datang khususnya dari aspek kelayakan ekonomis. Metodologi Studi Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini secara garis besar adalah : 1. Menyiapkan studi literatur tentang indikator kelayakan ekonomi seperti NPV, BCR dan Interest rate (i). 2. Melakukan analisis terhadap dampak yang terjadi akibat adanya pembangunan kolam retensi. 3. Melakukan analisis manfaat secara ekonomi. 4. Membahas estimasi biaya dan manfaat serta kerugian yang terjadi baik langsung maupun tidak langsung. 5. Mendapatkan kesimpulan dari hasil analisis.



522



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ada beberapa indikator untuk dapat mengetahui kelayakan usaha suatu kegiatan proyek yang digunakan dalam analisa kelayakan ekonomi ini, diantaranya adalah: a. Net Present Value ( NPV ) Net Present Value adalah selisih antara Present Value Benefit dikurangi dengan Present Value Cost, yang mana dalam analisis ini dapat digunakan sebagai indikator sejauh mana suatu proyek tersebut menguntungkan secara finansial, maupun secara ekonomi ditinjau pada berbagai suku bunga. Secara umum rumus untuk perhitungan nilai Present Value (PV) adalah sebagai berikut: F



(1)



𝑃𝑉 = (1+i)n dengan keterangan : PV : Nilai sekarang (Present Value) F



: Nilai pada tahun ke n



I



: Nilai suku bunga



n



: tahun ke 1,2,3,……dst



Dalam evaluasi suatu proyek, nilai NPV pada suku bunga pinjaman yang berlaku harus mempunyai harga > 0. Jika NPV = 0 berarti proyek tersebut mengembalikan persis seperti nilai investasi. Jika NPV < 0 proyek tersebut dari segi ekonomi maupun finansial tidak layak untuk dibangun. Hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara finansial adalah yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif. Dalam hal ini semua rencana akan dilaksanakan apabila NPV > 0, atau persamaan di atas memenuhi : Net Present Value (NPV) = PV Benefit – PV Cost > 0



(2)



Hal tersebut berarti bahwa pembangunan kolam retensi akan memberikan keuntungan, dimana benefit/ cash flow positif akan lebih besar dari pada cost / cash flow negatif. b. Benefit Cost Ratio ( BCR ) Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara Present Value Benefit dibagi dengan Present Value Cost. Hasil BCR dari suatu proyek dikatakan layak secara finansial bila nilai BCR adalah lebih besar dari 1. Nilai ini dilakukan berdasarkan nilai sekarang, yaitu dengan membandingkan selisih manfaat dengan biaya yang lebih besar dari nol dan selisih manfaat dan biaya yang lebih kecil dari nol. Persamaan umum untuk metoda ini adalah sebagai berikut : 𝐵⁄𝐶𝑛𝑒𝑡 =



𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑁𝑒𝑡𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡



(3)



Nilai B/C net yang lebih kecil dari 1 menunjukkan investasi yang buruk. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat yang diperoleh dari pembangunan kolam retensi lebih kecil daripada investasi yang dikeluarkan. Perhitungan kerugian yang disebabkan oleh banjir meliputi seluruh kerugian yang harus ditanggung semua



523



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



komponen masyarakat (all members of the society), dengan menggunakan harga pasar (market prices) untuk menggambarkan nilai sebenarnya (true value) bagi kerugian sebagai dampak langsung, dengan terlebih dahulu menetapkan batas-batas wilayah yang dinilai kerugian ekonominya secara seksama melalui pendekatan with and without disaster, bukan before and after disaster. Untuk pembangunan kolam retensi dipertimbangkan perbandingan antara Present Value (PV) dari masingmasing Cash Out Flow dengan discount rate (I) tertentu. Didalam analisa finansial, Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara PV dari Cash in Flow sebagai benefit dan PV dari Cash Out Flow (total biaya investasi dan pemeliharaan kolam retensi) sebagai biaya dan dihitung untuk discount rate (I) tertentu. Disamping itu, dalam rangka untuk upaya mengurangi tingkat kerugian serta meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang selama ini sering menanggung kerugian akibat banjir. Mengingat bahwa rencana pembangunan kolam retensi Kalidoni termasuk dalam kategori pengembangan investasi pada proyek proyek yang ditujukan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka dalam pelaksanaannya disarankan untuk mengintegrasikan risiko bencana pada setiap tahapan proyek. Kriteria BCR > 1 maka keterangan itu berarti terdapat keuntungan. Sebaliknya untuk BCR < 1 dapat dinyatakan bahwa proyek tersebut tidak layak untuk dibangun. c. Analisis Dampak Masyarakat yang berada di daerah pemukiman merupakan bagian terbesar yang terkena dampak banjir dan genangan, oleh sebab kelayakan proyek dari sektor ekonomi sangat ditentukan seberapa besar dampak proyek tesebut terhadap tingkat penurunan beban yang harus dipikul masyarakat antara kondisi sekarang tanpa proyek dengan kondisi yang akan datang setelah pembangunan proyek. d. Analisis Ekonomi Bencana, baik banjir maupun bencana alam lainnya yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, cenderung mengalami peningkatan intensitas dan kompleksitasnya, sehingga kerugian yang ditimbulkan juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu maka untuk setiap rencana proyek pembangunan sebaiknya diperhitungkan terlebih dahulu tingkat kelayakannya baik secara ekonomi, finansial, maupun sosial, agar proyek tersebut selain berdayaguna secara ekonomi, juga memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi masyarakat. Disamping itu, dalam rangka upaya mengurangi tingkat kerugian serta meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang selama ini sering menanggung kerugian akibat banjir. Hasil Studi dan Pembahasan Lokasi kolam retensi ini berada di jalan Lebak Jaya III Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni, dimana pada wilayah ini memang merupakan lokasi rawan banjir dan tidak ada lagi penampungan air dan kondisi drainase yang buruk. Kolam retensi ini diharapkan mampu menampung limpasan air sebanyak 12 RT yang berada pada kawasan tersebut. Luas lahan kolam retensi ini direncanakan seluas 1.38 Ha, dan kedalaman rata – rata 3 meter dengan total volume air yang dapat ditampung adalah 41.400 m3 dimana dari aspek teknis cukup memadai sebagai penampungan 524



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



sementara limpasan dari 12 RT yang ada disana sebelum dibuang ke Sungai Musi sebagai tempat pembuang akhir. Lokasi ini berbatasan dengan PT.Pusri dan Komplek PHDM dimana sebagian air banjir datang dari komplek PHDM.



Gambar 1. Lokasi Pembangunan Kolam Retensi (Google Earth, 2021) Mengingat bahwa rencana pembangunan kolam retensi Kalidoni termasuk dalam kategori pengembangan investasi pada proyek proyek yang ditujukan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka dalam pelaksanaannya disarankan untuk mengintegrasikan risiko bencana pada setiap tahapan proyek. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan NPV dan BCR, dengan menggunakan asumsi asumsi sebagai berikut: 



Discount rate sebesar 10%.







Usia guna proyek adalah selama 10 tahun disesuaikan dengan periode ulang banjir yang dipilih yaitu 10 tahunan.







Lama konstruksi adalah 1 tahun berupa pekerjaan persiapan, pekerjaan tanah, pekerjaan pembuatan pintu dan pekerjaan lain – lain.







Kegiatan Analisis Kelayakan Proyek akan melakukan perhitungan biaya proyek dengan menggunakan nilai-nilai NPV, B/C Ratio dengan tingkat suku bunga yang digunakan sebesar 12 % dengan harapan nilai manfaat bersih setelah dikurangi biaya biaya lainnya dapat melebihi 1.



Biaya proyek pada pekerjaan FS Kolam Retensi Kalidoni, ini meliputi ; (a). Biaya Pembangunan, (b). Biaya jasa konsultansi, (c). Biaya administrasi, dan (d). Biaya tak terduga (contingency). Dalam analisa biaya untuk pekerjaan ini telah dijabarkan mengenai galian untuk berbagai macam jenis tanah maupun kedalamannya, jadi acuan dalam penyesuaian harga di lapangan telah dihitung berdasarkan penjelasan tersebut di atas.



525



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Metode Penilaian Ekonomi Estimasi Manfaat dan Kerugian yang terjadi Sebelum analisis kelayakan dilakukan, terlebih dahulu perlu diteliti dan dianalisis tentang manfaat, yaitu nilai tambah baik langsung maupun tidak langsung dari dibangunnya kolam retensi Kalidoni. Adapun komponen manfaat (benefit components) pembangunan dan pengoperasian kolam retensi yang dipertimbangkan dalam analisis kelayakan yaitu pengurangan frekuensi banjir dan genangan yang diperkirakan proporsional dengan tahap pembangunan proyek, sehingga dalam jangka waktu tersebut benefit meningkat secara linier. Kemudian kita hitung secara teoritis penilaian kerugian bencana tanpa adanya proyek tersebut dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Kerugian langsung (Direct Losses) : Yaitu kerugian yang dihitung atas dasar kerusakan fisik langsung akibat banjir dan genangan air. Banjir di kawasan Kalidoni rata-rata terjadi 2 kali per tahun, disamping frekuensi rata-rata per tahun tersebut, banjir senantiasa menggenangi kawasan Kalidoni setiap terjadi hujan deras, dengan luas daerah yang kena dampak mencapai kurang lebih 1,442 Ha, dengan lama genangan rata-rata 3,5 jam dengan ketinggian rata-rata 0,4 m. Kondisi tersebut telah menyebabkan kerugian fisik secara langsung (direct losses) berupa kerusakan jalan kurang lebih sepanjang 279,5 meter dengan lebar rata-rata 6 meter atau kurang lebih 1677 m2. Sedangkan jumlah bangunan yang terkena dampak banjir diperkirakan mencapai 95 unit dengan luas bangunan rata-rata 50 m2. Dengan demikian volume bangunan yang terkena dampak kurang lebih 4.750 m2, dengan tingkat kerusakan rata-rata diperkirakan mencapai 20 %, dengan demikian total biaya perbaikan dengan estimasi harga pasar untuk jalan beton per m2 dengan ketebalan 5 cm sebesar Rp 2.000.000,-per m3, maka kerugian atas kerusakan jalan mencapai Rp 167.700.000,, sedangkan kerusakan bangunan dengan menggunakan estimasi harga NJOP sebesar Rp 125.000,- per m2, adalah sebesar Rp 118.750.000.- Jadi total kerugian fisik secara langsung diperkirakan mencapai kurang lebih Rp 286.450.000,sebagaimana terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. 2. Kerugian tidak langsung (Indirect Losses): Yaitu konsekuensi yang harus ditanggung akibat kerusakan fisik. Data hasil survey mencatat kurang lebih sebanyak 95 KK yang terkena dampak, sehingga mereka harus menanggung kerugian berupa hilangnya kesempatan bekerja rata-rata 2 hari setiap kali banjir, serta kerugian lain berupa peningkatan biaya perawatan kesehatan, perawatan peralatan rumah tangga, dan lain-lain. Kerugian tidak langsung diperkirakan sebesar Rp 22.800.000,- teridiri atas nilai kehilangan penghasilan 95 KK selama 2 hari dengan penghasilan rata-rata per hari berdasarkan PDRB per kapita kota Palembang adalah Rp 120.000,-, serta biaya rata-rata cek dan perawatan kesehatan sebesar Rp 150.000,- per jiwa, dengan asumsi satu KK ratarata adalah 4 jiwa, maka nilai kerugian mencapai Rp 57.000.000,- . Dengan demikian akumulasi kerugian langsung dan tidak langsung yang harus dipikul masyarakat diperkirakan sebesar Rp 366.250.000,- sebagaimana terlihat pada Tabel 1. di bawah ini: 526



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 1. Kerugian Tanpa adanya Proyek No I. II.



III



Uraian Kerugian Langsung Bangunan Jalan Kerugian tak Langsung Kehilangan Pendapatan 95 KK (2 OH) Perawatan Kesehatan (4 OH) Total Kerugian



Vol.



Sat.



Harga (Rp)



Jumlah (Rp)



950 83,85



m2 m3



125.000 2.000.000



118.750.000 167.700.000



190



OH



120.000



22.800.000



380



OH



150.000



57.000.000 366.250.000



Analisis Manfaat secara Ekonomi Analisa manfaat ekonomi diperlukan untuk mengukur tingkat pengembalian yang dihitung antara lain berdasarkan manfaat penghematan biaya perbaikan dan pemeliharaan rumah, penghematan biaya pengobatan dan perawatan kesehatan, waktu perjalanan dan biaya transportasi, accident saving untuk keperluan berjagajaga, dan perkembangan wilayah yang ditimbulkan oleh keberadaan sistem drainase kota yang memadai. Manfaat ekonomi dalam analisis ini dijelaskan dengan berkurangnya nilai kerugian masyarakat sebagai dampak positif dari pembangunan proyek drainase. Dari data pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa manfaat ekonomi dengan proyek adalah sebesar tingkat sensitivitas proyek yaitu diasumsikan 15 % kali nilai kerugian langsung (direct Losses) tanpa proyek. Analisis Manfaat secara Finansial Sedangkan analisis manfaat finansial adalah tingkat pengembalian yang dihitung berdasarkan sejumlah uang yang diperoleh masyarakat baik rumahtangga, petani, dan industri dari potensi penerimaan tanpa banjir dan genangan air. Penilaian manfaat dilakukan menurut dua situasi, yakni untuk skenario tanpa proyek kolam retensi (without project) dan dengan proyek pembangunan kolam retensi (with project). Berdasarkan data pada Tabel 1, total financial loss tanpa proyek adalah sebesar Rp 366.250.000,-. Maka yang dimaksud dengan manfaat finansial dalam analisa ini adalah berkurangnya kerugian finansial setelah adanya proyek. Dengan tingkat sensitivitas proyek sebesar 15%, maka kerugian akan berkurang secara proporsional berdasarkan tahap pekerjaan. Pengurangan frekuensi banjir dan genangan diperkirakan proporsional dengan tahap pembangunan proyek dengan tingkat sensitivitas proyek terhadap total loss diperkirakan sebesar 15 %, sehingga dalam jangka waktu tersebut benefit meningkat secara linier. Perhitungan Anggaran Biaya Biaya pelaksanaan proyek dihitung dari hasil analisis harga satuan pekerjaan yang didasarkan pada upah tenaga kerja, alat yang digunakan dan material yang dipakai dalam pekerjaan konstruksi. Harga satuan upah tenaga kerja, material dan peralatan yang digunakan dihitung berdasarkan tingkat harga tahun 2020 yang berlaku di Kota Palembang.



527



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Analisi Harga Satuan Pekerjaan Analisis harga satuan pekerjaan di kelompokkan dalam beberapa jenis item pekerjaan, yaitu : 1. Pekerjaan Persiapan 2. Pekerjaan Tanah 3. Pekerjaan Pintu Air 4. Pekerjaan Lain-lain Hasil Perhitungan Anggaran Biaya Perhitungan volume dan biaya pekerjaan untuk kolam retensi Kalidoni, dapat di lihat pada tabel 2. dan Tabel 3. di bawah ini. Tabel 2. Rekapitulasi Volume Pekerjaan No A 1. 2. 3. 4. B. 1. 2. C. 1.



D. 1. 2.



Uraian / Jenis Kegiatan PEKERJAAN PERSIAPAN Mobilisasi dan Demobilisasi Alat Pengukuran Direksi Keet, Barak Kerja, dan Gudang Papan Nama Kegiatan PEKERJAAN TANAH Galian Tanah Timbunan dan Pemadatan PEKERJAAN PINTU Pekerjaan Pintu Air a. Pembelian dan Pemasangan Pintu Air b. Pekerjaan Beton Bertulang c. Pekerjaan Pagar Besi d. Pekerjaan Pompa e. Pekerjaan Pemancangan PEKERJAAN LAIN - LAIN Administrasi dan Pelaporan Dokumentasi



Analisis



Volume



Sat.



Ls Ls Ls Ls



1 1 1 2



Ls Ls unit bh



Alat Alat



39.840 51.648,9



m3 m3



1 65,91 1 1 472



unit m3 Ls Ls m’



1 1



Ls Ls



Ls A.4.1.1.33 Ls Ls F.02 Ls Ls



Tabel 3. Rekapitulasi Biaya Kolam Retensi Kalidoni Sei Selayur No A. B. C. D.



Uraian / Jenis Kegiatan PEKERJAAN PERSIAPAN PEKERJAAN TANAH PEKERJAAN PINTU PEKERJAAN LAIN - LAIN



Jumlah PPN 10% Total Biaya Dibulatkan



Jumlah Harga (Rp) 53.300.000 2.051.385.000 705.195.000 8.500.000 2.818.380.000 281.838.000 3.100.218.000 3.100.200.000



Berdasarkan hasil investasi awal, besarnya biaya proyek dapat dirinci sebagai berikut yaitu 1. Biaya Konstruksi: Estimasi biaya konstruksi ini termasuk perencanaan, dll. adalah sebesar Rp Rp 3.100.200.000,-



528



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan: Biaya Operasi dan Pemeliharaan diestimasi untuk pekerjaan ini sebesar 2 % dari biaya konstruksinya yaitu sebesar Rp. 62.004.000,3. Biaya Perencanaan: Estimasi biaya ini sebesar Rp. 100.000.000,Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan menggunakan tabel seperti yang terlihat pada Tabel 4. dibawah ini Tabel 4. Perhitungan Analisis Kelayakan Ekonomi Kolam Retensi Kalidoni Tahun Investasi Perencanaan ke (Rp) (Rp) 0. 3.100.200.000 100.000.000 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Net Present Value ( NPV ; i = 8% ) Net Present Value ( NPV ; i = 10% ) Net Present Value ( NPV ; i = 12% ) Net Present Value ( NPV ; i = 14% ) Net Present Value ( NPV ; i = 16% ) Net Present Value ( NPV ; i = 18% ) Net Present Value ( NPV ; i = 20% ) Net Present Value ( NPV ; i = 25% ) Net Present Value ( NPV ; i = 30% )



Biaya OP (Rp) 62.004.000 62.004.000 62.004.000 65.104.200 68.204.400 68.204.400 71.614.620 71.614.620 71.614.620 75.024.840 75.024.840



Manfaat (Rp) 366.250.000 421.187.500 484.365.625 557.020.468 640.573.539 736.659.569 847.158.505 974.232.281 1.120.367.123 1.288.422.191



Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 8% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 10% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 12% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 14% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 16% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 18% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 20% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 25% ) Benefit Cost Ratio ( BCR ; i = 30% )



Manfaat Bersih (Rp) -3.100.200.000 304.246.000 359.183.500 419.261.425 488.816.068 572.369.139 665.044.949 775.543.885 902.617.661 1.045.342.283 1.213.397.351 1.182.592.806 789.419.363 446.991.641 147.582.800 -115.211.591 -346.721.778 -551.401.703 -968.810.144 -1.284.476.574 1,36 1,24 1,14 1,05 0,96 0,89 0,83 0,70 0,61



Berdasarkan hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa rencana pembangunan kolam retensi Kalidoni mempunyai nilai ekonomis yang baik dengan NPV sebesar Rp. 446.991.641,- dan Benefit cost ratio (BCR=1,14) dengan interest rate (i) 12 %. Untuk interest rate (i) 14 % didapat nilai NPV sebesar Rp. 147.582.800,- dan BCR =1,05 sedangkan untuk interest rate (i) 16 % didapat NPV bernilai negatif sebesar Rp. 115.211.591,-(-) dan BCR = 0,96 yang menggambarkan bahwa manfaat yang diperoleh dari pembangunan kolam retensi lebih kecil daripada investasi yang dikeluarkan. Atas dasar analisis tersebut, maka proyek pembangunan kolam retensi Kalidoni secara ekonomi layak untuk diteruskan 529



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil analisis kelayakan tersebut, maka pembangunan kolam retensi Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni secara ekonomi layak di bangun dengan tingkat suku bunga (interest rate) sebesar 12 % dengan nilai NPV sebesar Rp. 446.991.641 ,dan Benefit Cost Ratio (BCR=1,14) Saran Dengan dibangunnya kolam retensi ini, masyarakat yang merupakan bagian terbesar yang terkena dampak banjir dan genangan pada Kecamatan Kalidoni ini dapat segera merasakan manfaat pembangunan tersebut dan terbebas dari banjir. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Ir. Birendrajana, MT Kepala BBWSS-VIII sekaligus Ketua HATHI cabang Sumatera Selatan yang berkenan memberikan perhatian dan bantuan kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan dan disajikan dalam PIT XXXVIII Surabaya. Daftar Referensi Asdak, C.,2002, Hidrologi dan Pengelolaan daerah Aliran Sungai , Gadjah Mada Press,Yogyakarta. Benny, Guido. Sap 2 Evaluasi Proyek: Pengertian Evaluasi Proyek, Aspekaspeknya dan Metode Memperoleh Gagasan. (serial online), Available : www. Google.com Chow, 1989, Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics), Erlangga, Jakarta. Clive Gray, dkk. 1997, Pengantar Evaluasi Proyek, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ervianto, W. I, 2003, Manajemen Proyek Konstruksi. Y: Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. Giatman, M. 2006, Ekonomi Teknik, Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kementrian PU, 2010, Laporan Akhir Penyusunan Masterplan dan DED Drainase Perkotaan Kota Bekasi. Kumar Sahu, Santosh. Cost Benefit Analysis of Watershed Development Programme : A Study of Bichhiwada Watershed Project, Udaipur, Rajasthan, India. (Jurnal). http:/journal.uii.ac.id. Nur F.A.S, dan Hera W, 2019, Analisa Kelayakan Ekonomi dan Finansial Jalan Tol Pandaan – Malang. Jurnal Teknik ITS Vol 8 (1) E13 – E19 Robert. J. Kodoatie, Sugiyanto, 2002, Banjir beberapa penyebab dan metode pengendaliannya dalam perspektif lingkungan, Yogyakarta Soemarto, C.D, 1999, Hidrologi Teknik, Erlangga Jakarta. Sosrodarsono, S,2003, Hidrologi Untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi, Yogyakarta



530



ANALISIS STRUKTUR DINDING PENAHAN TANAH DI TUKAD UNDA KAB. KLUGKUNG PROVINSI. BALI Soni Senjaya Efendi, I Ketut Asmara Putra, I Nyoman Sugihartana, Pulung Pranantya Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR [email protected]



Intisari Struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda merupakan usaha yang dilakukan Kementerian PUPR dalam upaya mengurangi resiko longsoran yang terjadi pada bagian tebing sungai. Tukad Unda merupakan badan air bernilai strategis karena berada bersebelahan dengan pusat budaya Bali di Kabupaten Klungkung. Dengan adanya perbaikan dinding sungai di Tukad Unda ini, dapat berfungsi sebagai pengaman kawasan cagar budaya di Bali. Pembahasan mengenai dinding penahan tanah ini merupakan perkuatan karena memperhitungkan beban gempa dan efisiensi perkuatan bangunan. Untuk mewujudkan satu bangunan yang tahan terhadap beban beban yang bekerja, perlu dilakukan satu perencanaan konstruksi yang menyeluruh untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis berdasarkan kaidah perencanaan yang berlaku. Tujuan dari penyelidikan berupa analisis dan perancangan struktur adalah untuk menghasilkan struktur yang mampu menahan semua beban yang direncanakan dan kemudian diterapkan tanpa kegagalan. Perencanaan struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda menggunakan standar yang ada sebagai acuan yang mencakup keseluruhan perencanaan struktur bangunan, baik dari bagian pondasi sampai ke bagian atas. Analisa dilakukan dengan bantuan software ETABS (Extended Three Dimensional Analysis of Building Systems) 2016 V.16.0.3 dimana hasil output dipergunakan sebagai dasar untuk mengetahui perilaku struktur dan menghitung kapasitas penampang. Hasil perhitungan mendapatkan bahwa perkuatan yang dilakukan memenuhi standar kriteria untuk perkuatan dinding penahan tanah. Kata kunci : dinding penahan tanah, Tukad Unda, tebing sungai, bangunan air, Latar Belakang Perencanaan struktur merupakan bagian dari keseluruhan perencanaan suatu konstruksi yang bertujuan untuk memperoleh struktur yang kuat, aman, ekonomis dan sesuai dengan maksud pembangunannya. Perencanaan struktur didasarkan pada kaidah perencanaan yang berlaku dengan tujuan untuk melakukan penyelidikan berupa analisis dan perancangan struktur sehingga dihasilkan satu struktur yang mampu menahan semua beban yang diterimanya dan struktur dapat diterapkan secara teknis dan tidak mengalami kegagalan selama masa pemakaiannya. Pembangunan dinding penahan tanah dan pelindung badan sungai ini merupakan kegiatan strategis, terkait kebudayaan di Kabupaten Klungkung, Bali. Tukad Unda merupakan badan air bernilai strategis karena berada bersebelahan dengan pusat



531



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



budaya Bali di Kabupaten Klungkung. Dengan adanya perbaikan dinding sungai di Tukad Unda ini, dapat berfungsi sebagai pengaman kawasan cagar budaya di Bali. Metode untuk meningkatkan kekuatan geser pada daerah yang memiliki potensi keruntuhan tinggi, dapat dilakukan dengan: (a) memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor dengan merubah bentuk lereng, seperti dengan: memperkecil sudut lereng dan membuat teras sering. (b) memperbesar gaya lawan atau momen penahan longsor, seperti: membangun counter weight, membangun dinding penahan tanah (retaining wall) (Rauf, 2020) Perencanaan struktur dapat berupa pendekatan ilmiah dengan menggunakan standar yang ada sebagai acuan pelaksanaan konstruksi dilapangan. Perencanaan struktur mencakup perencanaan struktur bagian atas (upper structure) struktur tengah (super structure) dan struktur bawah (sub structure). Berdasarkan tinjauan terhadap integritas struktur akan dihasilkan satu kajian berupa desain struktur yang aman serta ekonomis sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku. Perencanaan sub, super dan upper struktur mengikuti Peraturan Perencanaan dan Standar Konstruksi Bangunan (SKB) yang berlaku di Indonesia. Jika ada hal yang belum tercakup dalam peraturan, maka dipergunakan peraturan dan standar intenasional yang sesuai dan lebih memadai. Peraturan peraturan yang digunakan antara lain : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung PPIUG : 2013, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 1726 : 2012, Standar atau data lain mengenai berat bahan bangunan Pengamanan Terhadap Kebakaran, Keselamatan dan Pencegahan Kebakaran pada Gedung-gedung Tinggi (Puslitbang Pemukiman), Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 2847 : 2019, ACI 318M-1995, Perencanaan Beban Gempa
. Peraturan pembebanan berdasarkan SNI 1726-2012. Pembangunan struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda Kabupaten Klungkung Provinsi Bali merupakan usaha yang dilakukan Kementerian PUPR dalam upaya mengurangi resiko longsoran yang terjadi pada bagian tebing sungai Tukad Unda. Pekerjaan ini merupakan salah satu dari pekerjaan – pekerjaan lain di Tukad Unda. Pekerjaan-pekerjaan lainnya antara lain pekerjaan pembuatan struktur tanggul, pekerjaan groundsill, pekerjaan penataan tanggul/jalan inspeksi, pembuatan Jety, pekerjaan check dam, pekerjaan kisdam/pengeringan dan pekerjaan perkuatan tanggul eksisting. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh PPK Sungai dan Pantai 1 SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air, Balai Wilayah Sungai Bali-Penida, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Tujuan dari penyelidikan ini untuk menganalisis beban struktur yang terjadi pada konstruksi dinding penahan tanah sehingga dihasilkan struktur yang mampu menahan semua beban yang direncanakan. Metodologi Metodologi yang dipakai pada penyusunan makalah ini adalah: 1. Menghitung stabilitas terhadap guling dengan memperhitungkan gaya gaya yang bekerja pada struktur. 532



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2. Menghitung nilai stabilitas geser struktur berdasarkan gaya gaya geser 3. Memodelkan struktur bangunan secara 3 dimensi, tampak depan struktur, beban hidup merata akibat kendaraan dan beban lateral akibat tekanan tanah aktif. 4. Selanjutnya dilakukan perhitungan beban yang bekerja pada struktur bangunan ( Defleksi struktur akibat beban sendiri dan skematik defleksi akibat beban maksimum. Tinjauan Pustaka Analisis struktur adalah proses menghitung dan menentukan efek akibat beban yang bekerja pada struktur (bangunan, jembatan, dermaga atau objek lainnya) yang menimbulkan reaksi berupa gaya dalam (internal forces) pada struktur. Analisis struktur sangat penting untuk memastikan bagaimana alur, distribusi dan dampak beban terhadap struktur yang ditinjau. Selain beban yang mempengaruhi perilaku struktur, faktor lain yang mempengaruhi adalah bahan yang digunakan dan geometri struktur. Dengan melakukan analisis struktur maka dapat diketahui bagaimana perilaku struktur dan tingkat keamanannya saat menerima beban. Penyelesaian masalah pada perhitungan Tukad Unda ini memperhitungkan Beban struktur, beban mati, beban hidup, beban gempa. Secara umum, beban yang bekerja pada struktur terdiri dari dua jenis beban yaitu beban vertikal dan beban lateral. Beban vertikal merupakan beban dengan vektor searah gravitasi yang terdiri dari beban mati (berat sendiri struktur dan beban mati tambahan) serta beban hidup. Sementara, beban lateral terdiri dari beberapa jenis yaitu beban angin, beban gempa, pengaruh beban lateral termasuk beban yang bersifat sementara. Dominasi salah satu dari beban lateral akan menjadi beban terkonfirmasi sebagai beban kombinasi maksimum pada struktur. Pada pekerjaan perencanaan struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku. Pada struktur bangunan terdapat beberapa jenis beban yang terjadi, diantaranya beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa, dan beban khusus. Menurut pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung (PPURG) 1987, pengertian beban beban tersebut adalah sebagai berikut: 1. Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan. 2. Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung. 3. Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. 4. Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja padagedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa.



533



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



5. Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem, gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesinmesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya, Bagian lain yang harus diperhitungkan pada analisa struktur adalah bagian pelat, Pelat adalah elemen beton struktural yang meneruskan beban pada struktur yang ada diatasnya ke tanah yang memikulnya. Pada bagian lain dari satu struktur yang penting untuk dijadikan bahan dalam perhitungan adalah balok. Batas regangan terkendali tekan adalah regangan tarik netto dalam tulangan pada kondisi regangan seimbang. Untuk tulangan mutu 420 MPa, dan untuk semua tulangan prategang, diizinkan untuk menetapkan batas regangan terkendali tekan sama dengan 0,002 (SNI 2847-2013 Pasal 10.3.3). Menurut SNI 2847-2013 Pasal 2 kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil yang digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial. Dimensi lateral terkecil adalah rata-rata dimensi atas danbawah sisi yang lebih kecil. Menurut SNI 2847-2013 Pasal 2.2, dinding struktural (Structural wall) adalah dinding yang diproporsikan untuk menahan kombinasi geser, momen dan gaya aksial. Dinding geser adalah dinding struktur. Dinding struktur yang ditetapkan sebagai bagian sistem penahan gaya gempa bisa dikategorikan sebagai berikut: 1. Dinding beton polos struktur biasa (Ordinary structural plain concrete wall). 2. Dinding struktural beton bertulang biasa (Ordinary reinforced concrete structural wall) 3. Dinding struktural pracetak menengah (Intermediate precast structural wall) 4. Dinding struktural khusus (Special structural wall) Fondasi berfungsi untuk dengan aman meneruskan reaksi terpusat dari kolom dan atau dinding ataupun beban-beban lateral dari dinding penahan tanah ke tanah tanpa terjadinya penurunan tak sama (differential settlement) pada sistem strukturnya, juga tanpa terjadinya keruntuhan pada tanah (Nawy 1990). Beban-beban mati pada struktur bangunan ditentukan dengan menggunakan berat jenis bahan bangunan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 2013, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 1726:2012 dan unsur-unsur yang diketahui seperti tercantum pada denah struktur bangunan. Ukuran dari partikel tanah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Penamaan tanah didasarkan pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Secara umum tanah dibedakan antara lain: kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Hardiyatmo, 1994) Menurut SNI 1727:2013 menjelaskan bahwa beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk dalam beban konstruksi seperti beban mati, beban gempa beban



534



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



angin dll. 
Beban hidup yang diperhitungkan pada pekerjaan dinding penahan tanah di Tukad Unda ditentukan sebesar 4 kN/m2. Beban gempa rencana ditentukan berdasarkan spektra percepatan terpetakan, klasifikasi tanah dan kategori desain. Beban gempa bekerja dalam dua arah dengan konfigurasi arah 100% dan 30%. Dengan probabilitas keruntuhan 1% selama 50 tahun. Analisis struktur gedung tahan gempa, ditentukan berdasarkan konfigurasi struktur dan fungsi bangunan yang dikaitkan dengan tanah dasar dan peta zonasi gempa sesuai dengan SNI 03- 1726-2012 adalah seperti berikut: 1. Menentukan kategori resiko (KR) dan Faktor Keutamaan Gempa (Ie) Kategori resiko = III (Fasilitas Penanganan Air) Faktor keutamaan gempa = 1.25 2. Menentukan nilai Ss (T=0.2 detik) dan S1 (T=1.0 detik) berdasarkan lokasi bangunan. Bangunan berada di alur sungai Tukad Unda (Long: 115.411, Lat : -8.534) dengan bantuan dari website http://puskim.pu.go.id/, maka diperoleh nilai Ss = 0.99 dan S1= 0.37 . Dimana T adalah periode fundamental bangunan, S1 adalah parameter percepatan respons spektral MCE dari peta gempa pada periode 1 detik, redaman 5 persen. Nilai parameter respon spektrum percepatan gempa perioda 1,0 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa SNI 1726:2016. Sedangkan Ss adalah parameter percepatan respons spektral MCE dari peta gempa pada periode pendek, redaman 5 persen. Nilai parameter respon spektrum percepatan gempa perioda pendek 0,2 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa SNI 1726:2016 3. Menghitung parameter spektrum respon percepatan pada periode pendek (SMS) dan 
periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan kelas situs. Bangunan diasumsikan dibangun diatas tanah lunak (SE), maka koefisien situs pada lokasi tersebut adalah SMS =1.09 dan SM1 = 0.96 4. Menghitung parameter percepatan spectral desain untuk periode pendek (SDS) dan 
periode 1 detik (SD1). SDS =0.733
; SD1 =0.638 . 5. Menentukan kategori desain seismic (KDS) struktur menggunakan tabel berikut ini. Tabel 2-1 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respons percepatan pada periode pendek 
Tabel 2-2 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda 1 detik Struktur bangunan akan dilakukan analisis secara 3D dengan bantuan software untuk mengetahui gaya-gaya yang bekerja. Sebelum memasukkan ke dalam software, data yang akan diinput harus dipersiapkan dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan analisis. Data-data yang akan diinputkan adalah material propertis
, dimensi elemen struktur dan reduksi beban hidup
. Hasil Dan Pembahasan Beton bertulang 
kuat tekan beton pada komponen struktur yang merupakan bagian dari sistem pemikul beban tidak boleh kurang dari 21 MPa. Spesifikasi beton bertulang yang digunakan pada semua struktur (pelat, balok, kolom, dinding dan 535



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



pondasi) di pekerjaan dinding penahan tanah di Tukad Unda adalah mutu beton (f’c) sebesar 21 Mpa, modulus elastisitas 21538 MPa, nisbah poisson 0.2 dan berat volume beton sebesar 2400 kg/m2. Beban mati yang diperhitungkan dalam pekerjaan dinding penahan tanah di Tukad Unda adalah berat pasangan batu kali sebesar 22 kN/m2 dan berat tanah timbunan sebesar 18 kN/m2. Baja tulangan utama yang digunakan dalam pekerjaan struktur dinding penahan tanah Tukad Unda Kab Klungkung Provinsi Bali memiliki spesifikasi tegangan leleh (fy) sebesar 350 MPa (BJTS 40), tegangan putus (fu) sebesar 560 MPa dan peregangan sebesar 18 %, sedangkan untuk tulangan sengkang dengan sfesifikasi : tegangan leleh (fy) sebesar 235 Mpa (BJTS 24), tegangan putus (fu) sebesar 380 Mpa dan peregangan sebesar 20 %. Beban lateral akibat tekanan tanah aktif yang terjadi pada struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda dapat digambarkan seperti tampak pada Gambar 1, sedangkan gambaran beban hidup merata seperti pada Gambar 2. Selanjutnya dihitung stabilitas terhadap guling dengan menggunakan rumus: SF guling =



Σ 𝑀 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 Σ 𝑀 𝐺𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔



Rumus untuk menghitung koefisien tekanan tanah aktif rankine digunakan rumus : 𝐾𝑎 = cos 𝛼



cos 𝛼 − √𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜙 ′ cos 𝛼 + √𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜙 ′



Sedangjan koefisien tekanan tanah pasif rankine dapat menggunakan rumus 𝐾𝑝 = cos 𝛼



cos 𝛼 + √𝑐𝑜𝑠 2 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜙 ′ cos 𝛼 − √𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜙 ′



Dalam menlaikan analisis, perankat lunak yang dipergunakan untuk membantu mempercepat adalah ETABS. Dengan perangkat lunak tersebut, penggambaran dibuat dalam warna yang menunjukkan bagian titik (Nodes) atau bidang yang menjadi obyek perhitungan. Gradasi warna pada perhitungan tidak merepresentasikan besaran nilai gaya tertentu. Warna pada penggambaran menunjukkan titik atau bidang yang mengalami gaya atau deformasi atau tekanan tertentu, sehingga mempermudah untuk



Gambar 1. Beban Lateral Akibat Tekanan Tanah Aktif 536



Gambar 2. Beban Hidup Merata



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pada Gambar 3 terlihat gaya gaya yang bekerja pada struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda yang selanjutnya dari gambar tersebut dapat dihitung untuk mengetahui besarnya gaya momen dan geser yang akan terjadi. Pada gamabr di bawah, gaya yang digambarkan merupakan gaya statis, gaya dinamis digambarkan pada model hasil perhitungan menggunakan piranti lunak.



Gambar 3. Gaya gaya yang bekerja pada struktur Tabel 1. Momen Penahan Guling



Tabel 2. Momen Guling



Setelah mengetahui nilai momen penahan guling dan momen guling, selanjutnya dapat dihitung/dichek nilai stabilitas guling dengan membagi nilai penahan guling dengan nilai momen guling.



537



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐺𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔 =



𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑔𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝐺𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔



𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐺𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔 =



165,18 75,34



𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐺𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔 = 2,19 > 1,5 Dengan nilai stabilitas guling 2,19 lebih besar dari 1,5 menunjukan bahwa struktur aman terhadap guling. Gambaran gaya gaya yang bekerja akibat beban mati pada pembangunan dinding penahan tanah di Tukad Unda seperti terlihat pada Gambar 4, sedangkan pada Gambar 5 terlihat gambaran diagram momen akibat beban hidup.



Gambar 4. Diagram momen akibat beban mati



Gambar 5. Diagram momen akibat beban hidup



Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui stabilitas terhadap geser untuk struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut. 𝑆𝐹 𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟 = 𝑆𝐹 𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟 =



∑ 𝐹 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 ∑ 𝐹 𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟



(∑𝑉) tan 𝜑2 + 𝐵𝑐2 + 𝑃𝑝 𝑃𝑎



dimana 2 diambil acuan sebagai berikut: 1. Untuk pondasi beton yang dicor ditempat maka nilai 2 =  2. Untuk pondasi beton pracetak dengan permukaan halus 2 = 2/3  3. Nilai c2 diambil dari 0,4c tanah dasar



538



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3. Gaya Penahan Geser



Tabel 4. Gaya Geser



Setelah mendapatkan nilai nilai gaya penahan geser sebesar 267,63 kN dan gaya geser sebesar 48,92 kN, maka dapat dihitung nilai stabilitas geser yang bekerja pada struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda sebesar 5,47 yang didapat dari pembagian gaya penahan geser dengan gaya geser. 𝑆𝐹 𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟 =



267,63 = 5,47 48,92



Nilai 5,47 menunjukan struktur aman dari geser karena nilai tersebut lebih besar dari yang disyaratkan sebesar 1,5. Pada Gambar 6 terlihat gambaran diagram geser akibat beban mati dan pada Gambar 7 terlihat gambaran diagram geser akibat beban hidup.



539



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 6. Diagram Geser Akibat Beban Gambar 7. Diagram Geser Akibat Mati Beban Hidup Untuk menghitung stabilitas daya dukung tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus 𝑞. 𝑢 𝑆𝐹 = 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔 = 𝑞 𝑚𝑎𝑥 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan eksentrisitas yang terjadi pada struktur. Hasil perhitungan menghasilkan nilai eksentrisitas sebesar 0,02 (nilai referensi). Dengan nilai eksentrisitas 0,02 menunjukan bahwa struktur aman karena nilai eksentrisitas lebih kecil dari 0,25. 𝑒𝑘𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =



𝐵 𝑀 𝑛𝑒𝑡 − ∑𝑉 2



𝑒 = 0,02 < 0,25 Skematik Defleksi Struktur Akibat Beban Sendiri (1.4 DL) tampak seperti pada Gambar 8, sedangkan skematik defleksi akibat kombinasi beban ultimate (1.2 DL + 1.6 LL seperti di Gambar 9. Pada gambar tersebut, warna menunjukkan adanya besaran gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah, dengan indikasi warna biru merupakan area yang paling kecil menerima beban, dan warna merah sampai ungu merupakan area yang paling besar menerima beban.



540



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 8. Skematik Defleksi Struktur Akibat Beban Sendiri (1.4 DL)



Gambar 9. Skematik Defleksi Akibat Kombinasi, Beban Ultimate (1.2DL + 1.6 LL) Kesimpulan Dari uraian perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa poin terkait struktur penahan dinding tanah di Tukad Unda Kab. Klungkung Provinsi Bali sebagai berikut :



541



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



1. Pembangunan struktur dinding penahan sungai di Tukad Unda merupakan pekerjaan strategis yang mendukung Kabupaten Klungkung sebagai daerah cagar budaya 2. Struktur dinding penahan tanah di Tukad Unda Kab. Klungkung Provinsi Bali tahan terhadap guling dan geser dengan nilai stabilitas guling struktur ini sebesar 2,19 (lebih besar dari 1,5) dan nilai stabilitas geser sebesar 5,47 (lebih besar dari 1,5). 3. Nilai eksentrisitas 0,02 menunjukan bahwa struktur aman karena nilai eksentrisitas lebih kecil dari 0,25. Dafter Referensi ACI 318M-1995 Keselamatan dan Pencegahan Kebakaran pada Gedung-gedung Tinggi (Puslitbang Pemukiman) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 1726 : 2012. Hardiyatmo H.C, 2002, Mekanika Tanah I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Laporan Perubahan Desain, Supervisi Pekerjaan Pengendalian Banjir Tukad Unda, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Bali-Penida, 2020 Nawy, (1990), Beton Bertulang - Suatu Pendekatan Dasar, Penerbit Erlangga.Jakarta. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, PPIUG : 2013 Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 2847 : 2019 Peraturan pembebanan berdasarkan SNI 1726-2012 Rauf, Ichsan, 2020, Deflection Model On Retaining Wall With Lightweight Geocomposite Backfill Soil-Eps Stabilized With Waste Of Buton Asphalt, Disertasi, Program Studi Ilmu Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar



542



PERUBAHAN KARAKTER ALIRAN AKIBAT PENGARUH SHORTCUT DI MUARA BATANG LUMPO, KABUPATEN PESISIR SELATAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Raihan Noer1*, Iqbal Hamdani Ardes2, Dalrino3, Hartati4 Program Studi Teknik Perencanaan Irigasi dan Rawa, Politeknik Negeri Padang Program Studi Teknik Perencanaan Irigasi dan Rawa, Politeknik Negeri Padang 3 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang 4 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang



1 2



[email protected], [email protected], [email protected], [email protected]



Intisari Sungai Batang Lumpo merupakan salah satu sungai di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, berlokasi di Kecamatan IV Jurai dan selanjutnya bemuara ke Samudera Hindia dengan panjang kurang lebih 47,5 km. Salah satu masalah yang dihadapi oleh sungai ini adalah kejadian banjir yang diakibatkan oleh melambatnya aliran oleh sungai bermeander sebagai akibat proses yang terjadi di muara tersebut. Salah satu alternatif penanganan banjir yang diusulkan dengan membuat shortcut kearah laut sehingga kelebihan debit banjir dapat langsung diteruskan. Kajian hidrodinamika aliran dilakukan untuk melihat secara detail perilaku aliran pada sungai bermeander sebelum dan sesudah dilakukan shortcut. Simulasi dilakukan menggunakan HEC RAS dengan mempertimbangkan penghambatan aliran oleh pembelokan sungai dan juga pembendungan massa air laut serta pengaruhnya terhadap peningkatan taraf muka air ke arah hulu sungai. Hasil kajian memperlihatkan terjadinya peningkatan kecepatan kearah laut saat banjir namun juga mengindikasikan pengaruh intrusi pasang surut akibat pembukaan mulut muara. Meningkatnya kecepatan aliran rata-rata ± 1,5 m/det saat kondisi pasang kearah hulu memperlihatkan potensi ini, sehingga peningkatan massa aliran dalam waktu yang relative meningkat dari kondisi sebelumnya berkisar antara 1 – 2 m/det, perlu menjadi pertimbangan untuk penempatan bangunan lain untuk mencegah kejadian banjir saat air pasang. Hasil kajian hidrodinamika selanjutnya disarankan menjadi dasar untuk mempelajari potensi sedimentasi mulut muara yang dapat mengancam terjadinya penyumbatan di daerah hilir. Kata Kunci : Analisis dinamika aliran, Shortcut, Muara sungai Batang Lumpo, Penanganan Banjir, Karakter Aliran. Latar Belakang Pantai Barat Provinsi Sumatera Barat memiliki panjang pantai ± 540 km dan sungai yang bermuara ke pantai barat ini kurang lebih sebanyak 63 sungai, diantaranya Batang Lumpo di Kabupaten Pesisir Selatan. Saat ini muara Batang Lumpo tertutup oleh sedimen yang disebabkan oleh angkutan sedimen sejajar pantai, hal ini terjadi



543



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



karena pada saat musim kemarau debit air Batang Lumpo sangat kecil sehingga tidak mampu menembus laut karena pengaruh gelombang laut maupun pasang surut, maka mulut muara akan tertutup oleh sedimen sejajar pantai, aliran air ini kemudian mengalir ke arah utara sepanjang kurang lebih 3 km dan kemudian bergabung dengan Batang Bayang.yang ber lokasi di muara Batang Bayang, hal ini terjadi karena arah gelombang laut di lokasi ini dominan datang dari arah selatan akibatnya sungai Batang Lumpo bertambah panjang. Karena kemiringan dasar sungai sangat landai yang menyebabkan kecepatan aliran air sangat lambat dan pada saat debit sungai besar, terjadilah banjir di bagian hulu dari muara Batang Lumpo yaitu di Kenagarian Pasar Baru Bayang. “Adapun penyebab banjir ini adalah tertutupnya muara sungai sehingga terjadi ketidak lancaran pembuangan debit banjir kelaut yang menyebabkan backwater kearah hulu. Kasus tertutupnya muara sungai ini telah menyebabkan terjadinya banjir di bagian hulu Batang Lumpo Kenagarian Pasar Baru Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat”. Salah satu upaya untuk mengatasi banjir ini adalah dengan membuat mulut muara selalu terbuka dengan memasang jetty di bagian kiri dan kanan muara. Setelah pembuatan jetty akan direncanakan shortcut yang akan memotong aliran muara lama yang akan bermuara di muara baru yang sudah dibangun jetty. Dengan dibangunnya shortcut diharapkan dapat menurunkan tinggi muka air banjir pada bagian hulu dan hilir yang melanda pemukiman, pertanian dan infrastruktur yang merugikan masyarakat. Perencanaan yang telah direncanakan untuk shortcut adalah sepanjang 627,33 m. A. Shortcut Dalam penelitian ini penulis membahas pengendalian banjir di Muara Batang Lumpo Kabupaten Pesisir Selatan yaitu sistem Shortcut, Shortcut berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir pada waktu banjir, sehingga debit banjir pada alur sungai lama akan berkurang dan akan menurunkan tingkat resiko banjir. Kondisi pada umumnya, bahwa alur lama melewati kota, sehingga menjadi rawan banjir. Sedangkan lahan pada kawasan pemukiman di kota sangat mahal dan sulit untuk pembebasan lahan, sehingga perbaikan alur sungai untuk memenuhi debit mengalami kesulitan. B. Analisis Hidrologi Dalam analisis frekuensi data hujan atau debit guna memperoleh nilai hujan rencana atau debit rencana, dikenal beberapa distribusi probabilitas kontinu yang sering digunakan yaitu, yaitu : Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III (Kamiana, 2011: 26-34). Selanjutnya dilakukan uji probabilitas, dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Terdapat 2 metode pengujian distribusi probabilitas, yaitu Metode Chi-Kuadrat (x2) dan Metode Smirnov-Kolmogorof (Kamiana, 2011: 36-43). Dari kedua uji probabilitas, didapatkan 1 distribusi probabilitas, yang telah diterima oleh kedua uji. Setelah itu



544



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dilakukan perhitungan debit banjir rencana, yaitu debit maksimum di sungai atau saluran ilmiah dengan periode ulang tertentu. Ada beberapa metode empiris yang dipakai untuk menghitung debit banjir, antara lain (Kamiana, 2011: 96-102). C. Analisis Hidraulika Analisa hidraulika digunakan untuk menentukan kapasitas saluran dengan memperhatikan sifat-sifat hidraulika yang terjadi pada saluran drainase tersebut. Sifat-sifat tersebut meliputi jenis aliran (steady dan unsteady), Selanjutnya dilakukan perhitungan profil aliran berubah lambat laun . Semua penyelesaian dari persamaan aliran berubah lambat laun harus dimulai dari penentuan kedalaman aliran di penampang kontrol dan dilanjutkan dengan perhitungan kedalaman aliran ke arah hulu atau ke arah hilir, yaitu ke arah mana kontrol aliran beroperasi. (Anggrahini, 2005: 241). Perhitungan profil aliran berubah lambat-laun pada dasarnya meliputi penyelesaian persamaan dinamik aliran berubah lambat-laun. Sasaran utama perhitungan ini adalah menentukan bentuk profil aliran. Metode-metode perhitungan yang dipakai adalah : 1. Metode Integrasi Grafis (graphical-integration-method) 2. Metode Tahapan Langsung (direct step method) 3. Metode Tahapan Standar (standard step method) Dalam penelitian ini menggunakan HEC-RAS sebagai cakupan perhitungan analisis hidraulika, dikarenkan dalam HEC-RAS ini mampu menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Program mampu menggunakan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub- kritik, superkritik, maupun campuran keduanya. Langkah perhitungan profil mika air yang dilakukan modul aliran permanen HECRAS didasarkan pada penyelesaian persamaan energi (satu- dimensi). Kehilangan energi dianggap diakibatkan oleh gesekan (persamaan manning) dan kontraksi/ekspansi (koefisien dikalikan beda tinggi kecepatan). Persamaan momentum dipakai manakala dijumpai aliran berubah cepat (rapidly varied flow) ( Istiarto, 2014 : 3).



545



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Metodologi Studi Metode yang diterapkan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut : Diagram Alir Studi Perubahan Tinggi Muka Air Akibat Pengaruh Shortcut (Studi Kasus Sungai Batang Lumpo, Pesisir Selatan)



Gambar 1. Diagram Alir Penelitian



546



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pada penelitian yang kami tulis tedapat 2 buah data, data primer dan data sekunder. Untuk data primer sendiri berupa data foto lokasi penelitian yang diambil secara langsung oleh penulis dan juga diambil dari aplikasi Google Earth. Kemudian untuk data sekunder diantaranya data hidrologi, data penampang sungai, data shortcut dan data peta topografi. Untuk data hidrologi didapat dari kantor Dinas PSDA, Provinsi Sumatera Barat. Untuk data sekunder seperti data penampang sungai Batang Lumpo diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan dari kantor Dinas PSDA, Sumatera Barat. Data perencanaan shortcut Batang Lumpo diperoleh dari rancangan disain yang sudah di lakukan sebelumnya dari kantor Dinas PSDA, Sumatera Barat. Data peta topografi diperoleh dari kantor Dinas PSDA, Provinsi Sumatera Barat. Untuk pengolahan data dimulai dengan menghitung analisis hidrologinya untuk memperoleh debit banjir rencana di sungai Batang Lumpo, kemudian dilanjutkan dengan analisis hidraulika dengan pemodelan HEC-RAS. Hasil dari pemodelan berupa tinggi muka air sungai yang dimodelkan, dan untuk hasil akhirnya dapat mengetahui pengaruh dari shortcut terhadap baanjir yang terjadi setiap tahun. Hasil Studi dan Pembahasan Analisis Hidrologi 1) Perhitungan curah hujan rencana dan periode ulang Curah hujan yang digunakan selama 10 tahun (2010-2019) dengan stasiun hujan Tarusan dan Danau Atas. Untuk perhitungan curah hujan rencana, dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi yaitu : Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III(Suripin,2003:34). Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini Tabel 1. Periode Ulang 2 5 10 25 50 100



Rekapitulasi Perhitungan Curah Hujan Rencana Gumbel



Normal



Log Normal



107.42 130,32 145,47 164.63 178,83 192,94



110,02 126,14 134,58 142,82 149,35 154,72



108,569 125,340 135,134 145,444 154,151 161,711



Log Pearson Type III 107,959 125,125 135,620 148,155 157,051 165,686



2) Uji Distribusi Probabilitas Jika sudah didapatkan hasil dari nilai curah hujan rencana, maka selanjutnya dilakukan uji probabilitas. Dan nilai curah hujan rencana yang terpilih akan digunakan untuk menghitung debit banjir rencana. Dan Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 2 :



547



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 2. Distribusi Probabilitas Normal Gumbel Log Normal Log Pearson Type III



Rekapitulasi Perhitungan Uji Distribusi Probabilitas Uji Chi-kuadrat (x2) χ2hitung ∆P kritis



Uji Smirnov-Kolmogorof



∆P terhitung



∆P kritis



1.000 3.000 2.000



5.991 5.991 5.991



0.095 0.025 0.080



0.409 0.409 0.409



3.000



5.991



0.066



0.409



Syarat distribusi probabilitas yang diterima oleh kedua uji adalah nilai ∆P terhitung < ∆P kritis. Dari tabel 2, kita dapat melihat distribusi probabilitas yang diterima oleh kedua uji adalah distribusi probabilitas normal. 3) Perhitungan Debit Banjir Rencana Dari beberapa perhitungan metode debit banjir periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun sehingga diperoleh hasil rekapitulasi perhitungan debit banjir seperti tabel dibawah ini : Tabel 3.



Rekapitulasi Debit Banjir dengan Beberapa Metode Empiris



Periode ulang 2 5 10 25 50 100



Haspers (m3/dt) 508.477 589.332 638.760 697.801 739.699 780.368



HSS Nakayasu (m3/dt) 232.055 268.955 291.512 318.457 337.578 356.138



Rasional (m3/dt) 209.799 243.159 263.553 287.914 305.201 321.981



Debit yang digunakan adalah debit dengan metode Rasional, karena debit 25 tahun metode rasional mendekati debit banjir aktual di lapangan. Untuk pemodelan sungai dengan HEC-RAS, debit yang digunakan adalah debit periode ulang 25 tahun metode rasional, dengan mempertimbangkan nilai ekonomi serta resiko yang mungkin timbul. Analisis Hidraulika Pemodelan sungai dimodelkan dengan aplikasi HEC-RAS dalam pemodelan ini dibagi 2, yaitu pemodelan sungai tanpa shortcut dan pemodelan dengan shortcut. Pemodelan sungai tanpa shortcut Asumsi yang digunakan dalam pemodelan HEC-RAS ini adalah : a. Pada penelitian ini untuk kondisi batas dihulu dan hilir adalah kondisi normal b. Untuk pemodelan memakai aliran sub kritis. c. Aliran di modelkan dengan steady flow (aliran tetap). d. Angka koefisien manning yang dipakai sesuai dengan kondisi existing sungai dengan n = 0.03 (pasangan batu)



548



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kondisi Sungai Tanpa Shortcut Untuk layout kondisi sungai existing di simulasikan kedalam HEC-RAS untuk melihat penampang dari sungai dari patok 6 sampai patok 25.



Gambar 2. Skema Geometrik Kondisi Sungai tanpa Shortcut Setelah penggambaran skema geometric sungai, kemudian dimasukkan nilai Q25 tahun yang diperoleh dari metode rasional



Gambar 3. Input Q25 Tahun



P0



P25



Gambar 4. Potongan Memanjang Batang Lumpo Tanpa Shortcut



549



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



STA P.6 P.7 P.8 P.9 P.10 P.11 P.13 P.14 P.15 P.16 P.17 P.18 P.19 P.20 P.21 P.22 P.23 P.24 P.25



Jarak (m) 62,40 39,12 58,11 43,00 59,91 52,70 83,47 57,25 56,45 53,00 72,75 56,45 47,54 61,73 50,22 64,75 40,77 53,09 62,67



Tabel 4.



Q25 tanpa shortcut



Kecepatan (m/det) 1.77 1.98 1.41 1.32 1.39 2.04 1.22 1.25 1.31 1.23 1.18 1.03 1.1 1.14 1.02 1.18 1.45 1.35 2.27



Tinggi Muka Air Q 25 Tahun 2.54 2.73 3.07 3.2 3.34 3.47 3.73 3.88 3.98 4.12 4.23 4.37 4.46 4.52 4.6 4.67 4.75 4.83 4.99



Bantaran Sungai 1,91 1,48 1,49 1,14 1,39 2,13 1,54 1,07 1,55 1,44 1,50 1,33 1,76 1,90 1,26 1,57 2,40 2,09 2,40



Berdasarkan tabel 4 diatas, kondisi sungai tanpa shortcut setelah dimasukkan Q25 tahun terlihat bahwa sungai sebelum dibangun shortcut tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi karena terlihat pada gambar 3 dan gambar 4 debit yang terjadi melewati bantaran kanan dan kiri sungai.



Gambar 5. Contoh profil melintang pada 25



550



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pemodelan dengan shortcut 1) Kondisi dengan Shortcut Dan untuk kondisi layout dari shortcut dimodelkan ke dalam HEC-RAS dengan penampang yang diambil dari patok 6 sampai patok 25.



Gambar 6. Skema Geometrik Kondisi dengan Perencanaan Shortcut Setelah penggambaran skema geometric sungai, kemudian dimasukkan nilai Q25 tahun yang diperoleh dari metode rasional.



Gambar 7. Input Q25 Tahun



551



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 8. Potongan Memanjang Batang Lumpo dengan Shortcut Tabel 5.



Q25 dengan adanya shortcut



STA



Jarak (m)



Kecepatan (m/det)



Tinggi Muka Air Q 25 Tahun



Bantaran Sungai



P.6



55,59



1.59



1.63



4,00



P.7



35,84



1.6



1.8



4,00



P.8



51,34



1.87



2.06



4,00



P.9



46,82



1.73



2.37



4,00



P.10



64,04



1.58



2.69



4,00



P.11



54,25



1.57



2.74



4,00



P.23



202,10



1.53



2.83



4,00



P.24



55,48



1.51



2.89



4,00



P.25



59,78



1.43



3.09



4,00



Berdasarkan tabel 5 diatas, kondisi sungai dengan shortcut setelah dimasukkan Q25 terlihat bahwa sungai setelah dibangun shortcut pada bagian hulu mampu menampung debit banjir yang terjadi karena terlihat pada gambar 7 dan gambar 8 debit yang terjadi melewati bantaran kanan dan kiri sungai.



552



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 9. Contoh profil melintang pada titik 25



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Besarnya hujan rencana Batang lumpo pada periode X2 = 107,959 mm X5 = 125,125 mm, X10 = 135,620 mm X25 = 148,155 mm, X50 = 157,051 mm X100 = 165,686 mm. Hujan rencana ini didapatkan dari perhitungan distribusi probablitas log person tipe III yang telah diuji dengan metode chi kuadrat dan metode smirnov kolmogorof. 2.



Besarnya debit banjir rencana Batang Lumpo pada periode Q2 = 209.799 m3/dt, Q5 = 243.159 m3/dt, Q10 = 263.553 m3/dt, Q25 = 287.914 m3/dt, Q50 = 305.201 m3/dt, Q100 = 321.981 m3/dt. Didapatkan dari perhitungan metode rasional yang telah disesuaikan dengan debit yang terjadi di lapangan.



3. Terjadi perubahan karakter aliran terutama terhadap nilai kecapatan dan tinggi muka air. Untuk variasi kecepatan sebelum pembuatan shortcut didapatkan berkisar antara 1,02 m/det s/d 2,27 m/det. Sedangkan setelah pembuatan shortcut didapatkan perubahan kecepatan menjadi 1,43 m/det s/d 1,87 m/det. 4. Sebelum adanya shortcut didapatkan tinggi muka air pada saat Q25 terjadi luapan sungai dengan ketinggian air pada elevasi 5,16 m pada titik kontrol. Dengan pembuatan shortcut didapatkan tinggi muka air pada saat Q25 masih berada dalam palung sungai dengan ketinggian air pada elevasi 3,09 m pada titik kontrol. 5. Penurunan elevasi muka air banjir setelah dibangun shortcut di titik kontrol pada titik P25 adalah 2,07 m.



553



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Saran 1. Penelitian masih merupakan studi awal yang mana beberapa hal masih menjadi batasan dalam penelitian ini. Dan penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjung dalam penelitian selanjutnya. 2. Dalam penelitian berikutnya, pengaruh aliran dari muara sungai Batang Lumpo sebaiknya diperhitungkan. 3. Untuk mengurangi debit banjir pada muara Batang Lumpo tentu saja tidak cukup dengan adanya shortcut, penulis menyarankan agar dilakukan normalisasi di bagian hulu, pengelolaan tata guna lahan yang baik oleh pemerintah setempat dan Kerjasama masyarakat untuk tidak mengotori sungai agar tidak terjadi luapan pada sungai. Ucapan Terima Kasih Puji syukur kepada Allah SWT karena sampai saat ini kami masih diberi nikmat dan rahmat yang tiada terhingga. Terima kasih banyak kami ucapkan kepada dosen pembimbing, dan pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan Full paper ini, semoga dapat berguna sebagaimana mestinya. Daftar Referensi Triatmodjo, B, 2006. Hidrologi Terapan, Beta Offset Yogyakarta, Yogyakarta. Anggrahini, 2005. Hidrolika Saluran Terbuka, Srikandi, Surabaya. Istiarto, 2014. Simulasi Aliran 1-Dimensi dengan Bantuan Paket Program Hidrodinamika HEC-RAS, Istiarto, Yogyakarta. Kamiana, I Made, 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air, Graha Ilmu. Yogyakarta. Kodoatie, Robert J., 2013. Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota Andi, Yogyakarta. Putri, Arum Sutrisni , 2020. Apa Itu Banjir Definisi, Penyebab dan Dampak https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/03/060000269/apa-itu-banjirdefinisi-penyebab-dan-dampak?amp=1&page=2 [diakses pada tanggal 3 Januari 2020 | 06.00 WIB ]. Suripin, 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Semarang.



554



PEMANFAATAN POTENSI EMBUNG DAREK SEBAGAI SUPLESI DAERAH IRIGASI TAJUM Yeuma Maulina Ceuqania Isnanda1*, Ani Hairani2, dan Festi Windira Puspa1 BBWS Serayu Opak 2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta



1



*[email protected]



Intisari Daerah Irigasi Tajum merupakan daerah irigasi terluas kedua setelah Daerah Irigasi Serayu. Peranan sistem irigasi Tajum sangat penting dalam menunjang ketahanan pangan di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Banyumas. Untuk dapat meningkatkan keberlanjutan pelayanan irigasi, direncanakan beberapa titik potensi suplesi, salah satunya Embung Darek. Embung Darek terletak di Desa Tipar, Rawalo, Banyumas. Pada penelitian ini, dilakukan kajian mengenai kapasitas embung untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi. Penelitian ini mengkaji ketersediaan air, kebutuhan air irigasi, dan perencanaan embung. Hasil simulasi operasional embung pada tahun 2007 sampai dengan 2016 menunjukkan terdapat 97 kali kegagalan dan 383 kesuksesan pemanfaatan Embung Darek sebagai suplesi irigasi. Hasil simulasi mengindikasikan tingkat keandalan sebesar 80% sehingga dapat dikatakan bahwa Embung Darek mampu memenuhi kebutuhan air Daerah Irigasi Tajum. Kata kunci: : Ketersediaan Air, Debit, Suplesi, Embung Darek Latar Belakang Dalam membangun ketahanan pangan, ketersediaan sumber daya alam seperti lahan pertanian memiliki peran yang penting. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta peningkatan penduduk dalam jumlah besar menuntut peningkatan produksi hasil pertanian. Tingkat berhasilnya hasil pertanian didukung dari pengelolaan irigasi yang baik. Kendala yang sering dialami dalam pengelolaan irigasi adalah kerusakan bangunan pada saluran irigasi (Sutrisno & Chayati, 2011) Kerusakan bangunan pada saluran irigasi ini juga terjadi pada Daerah Irigasi Tajum atau DI Tajum sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1(a) dan Gambar 1(b). Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh sedimentasi, faktor umur saluran, dan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang kurang tepat. Faktor non teknis juga dapat mengurangi efisiensi irigasi, seperti kehilangan air pada jaringan irigasi akibat rembesan maupun corongan liar (Sari, dkk., 2020). Secara fisik, hal utama yang mempengaruhi efisiensi irigasi adalah kondisi saluran itu sendiri (Siswoyo, dkk., 2017). Banyaknya kerusakan bangunan di DI Tajum menyebabkan air irigasi yang dialirkan di DI Tajum tidak bisa merata terutama di daerah hilir. Untuk dapat meningkatkan keandalan irigasi pada DI Tajum, direncanakan suplesi irigasi berupa pembangunan embung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi embung derek sebagai suplesi ke jaringan irigasi dalam upaya pemenuhan kebutuhan Daerah Irigasi Tajum. Daerah Irigasi (DI) Tajum 555



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memiliki luas daerah irigasi sebesar 2.300 Ha. Embung sebagai suplesi irigasi direncanakan dibangun di Sungai Darek, tepatnya di daerah Desa Tipar, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Pada penelitian ini, dilakukan analisis ketersediaan air menggunakan Model Mock dan dilakukan simulasi operasional embung.



(a)



(b)



Gambar 1 Kerusakan saluran irigasi di DI Tajum akibat (a) pengambilan liar (oncoran) dan (b) perusakan saluran sekunder Model Mock Untuk dapat mendapatkan hasil kajian ketersediaan air yang akurat, diperlukan data debit aliran sungai yang cukup banyak. Sayangnya, seringkali data hidrometri yang tersedia di lapangan sangat terbatas. Untuk mengatasi hal ini, digunakan model simulasi hujan aliran. Salah satu model yang banyak digunakan dalam perencanaan sumber daya air yaitu Model Mock. Model Mock memperhitungkan imbangan air di setiap zona tinjauan (surface, subsurface dan aquifer), proses hidrologi, dan parameter hidrologi seperti evapotranspirasi aktual, infiltrasi, dan lain-lain. Konsep imbangan air yang digunakan dalam model Mock dapat dilihat pada Gambar 2. Melalui model Mock, besar debit rerata sungai dapat diperoleh berdasarkan data hujan dan beberapa parameter DAS yang berpengaruh. Sebelum digunakan untuk simulasi, nilai parameter DAS yang dianggap cukup mewakili ditetapkan terlebih dahulu dengan cara kalibrasi. Tolak ukur yang digunakan umumnya adalah koefisien korelasi antara debit rerata terhitung terukur sebesar > 70% dan selisih volume aliran tahunan sebesar 4.00 m, setelah aliran melewati plat segitiga untuk kecepatan gesek akan mengecil (kecepatan gesek (u*)/meningkat) dengan rerata 26%, namun trend kecepatan gesek yang ditunjukan untuk setiap model akan terlihat semakin menjauhi plat maka kecepatan yang terjadi di dasar saluran akan semakin menurun dan hal ini mengindikasikan kecepatan gesek (u*) akan mengalami kondisi rezim aliran yang baru.



579



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Bilangan Reynold (Re) Bilangan Reynold merupakan suatu bilangan tak berdimensi yang menyatakan rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskositas dan mengkuantifikasikan hubunga kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu misalnya laminar dan turbulent. Bilanga Reynold sendiri menjadi faktor dominan jika benda seluruhnya terbenam di dalam aliran incompressible yaitu fluida yang kerapatannya konstan terhadap perubahan tekanan. Pada saluran terbuka, jenis aliran laminar sangat jarang ditemui dikarenakan lapisbatas antara laminar dan turbulen sangat tipis sehingga bilangan Reynold (Re) yang terjadi disebut bilangan Reynold local, yang didasarkan pada jarak x dari tepi utama/depan. Adapun kriteria lapisa batas untuk bilangan Reynold lokal (Welty J, et al, 2004) adalah : Lapis-batas adalah laminar Rex < 2 x 105 2 x 105 < Rex < 3 x 106 Lapis-batas dapat laminar atau turbulen 6 Lapis-batas adalah turbulen 3 x 10 > Rex Berdasarkan kriteria diatas maka hasil perhitungan bilangan Reynold local pada hambatan plat segitiga dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Perhitungan Bilangan Reynold lokal No-HPS LQ2S0 X U 3.50 16.60 4.25 17.23 4.50 17.83 5.00 18.98 5.50 20.07



Re 48732.07 51352.72 53555.20 57857.02 62045.08



Re x 10-5 0.487 0.514 0.536 0.579 0.620



0.80



Re X 10-5



0.70



HPS M2Q2 X U 3.50 14.08 4.25 25.08 4.50 22.30 5.00 19.55 5.50 19.42



Re 49521.88 72168.87 66208.08 59155.03 59622.22



Re x 10-5 0.495 0.722 0.662 0.592 0.596



LQ2S0 M2Q2S0



0.60 0.50 0.40 0.30 3.00



4.00



X (m)



5.00



6.00



Gambar 9. Profil Bilangan Reynold Lokal Hambatan Plat Segitiga Kondisi aliran yang terbentuk disemua percobaan berada pada aliran transisi (dapat laminar atau turbulen). Sesaat aliran melewati plat segitiga terjadi aliran turbulen di sekitar plat dan densitas bilangan Reynold meningkat sesaat melewati plat segitiga. Perilaku ini terjadi hampir disepanjang saluran dimana bahwa aliran cenderung mengalami kenaikan berbanding lurus dengan besarnya kecepatan aliran. Namun pada saat aliran menjaauhi plat segitiga maka kondisi rezim aliran baru akan 580



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



terbentuk dan perlahan-lahan akan menjadi normal Kembali, hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kecepatan gesek (u*) yang terjadi sebelum melewati plat segitiga akan mengalami rata-rata penurunan kecepatan aliran, dimana semakin kecil sudut kemiringan plat segitiga maka kecepatan yang tereduksi akan semakin besar dengan nilai rerata ± 53%. Hal ini dikarenakan ratarata muka air yang terjadi akan jauh dari dasar saluran. Namun apabila sesaat aliran melewati plat segitiga maka terjadi intensitas aliran yang meningkat seiring besarnya sudut kemiringan sebesar yaitu dengan nilai rerata ± 26% dan aliran akan terus menurun pada saat menjauhi plat segitiga dan selanjutnya akan mengalami rezim kecepatan yang baru Kondisi perubahan aliran sangat mirip dengan perubahan lokal bilangan Reynol dan dapat diprediksi secara proporsi bahwa bilangan Reynold dengan kekuatan inersia membuat aliran lebih banyak tidak stabil. Dalam aliran yang tanpa struktur, perubahan Reynold lokal, jumlahnya tampak tidak terlalu berbeda tetapi untuk percobaan dengan adanya hambatan plat segitiga, variasi bilangan Reynold lokal mengalami perubahan yang signifikan. Saran Penyelidikan plat segitiga pada saluran terbuka dapat dilanjutkan dengan mempertimbangkan penggunaan sedimen sebagai kekasaran saluran sehingga dapat diketahui pengaruh plat segitiga terhadap angkutan sedimen dan pola gerusan yang terjadi di sekitar plat segitiga.



Daftar Pustaka Armfield Engineering Teaching & Research Equipment. (2002). Pitot Tubes Portable Operating Instruction and Experiment. In Instruction Manual Book. Chow, V. T. (1997). Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics). Jakarta: Erlangga. (1985th ed.). Erlangga. Hasbi, M., Pallu, M. S., Lopa, R., Hatta, M. P., & Zetiawan, Z. (2020). Effect of velocity flow patterns on viscosity in Saddang River. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 419, 12108. https://doi.org/10.1088/17551315/419/1/012108 Khavasi, E., Jamshidnia, H., Firoozabadi, B., & Afshin, H. (2012). Experimental investigation of flow structure of a density current encountering a basal obstacle Experimental investigation of flow structure of a density current encountering a basal obstacle. December 2014, 2–6. https://doi.org/10.13140/2.1.3166.1127 581



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kironoto, B. (2009). Pengaruh Angkutan Sedimen Dasar (Bed Load) Terhadap Distribusi Kecepatan Gesek Arah Transversal Pada Aliran Seragam Saluran Terbuka. Forum Teknik Sipil, 17. Kodoatie. J. R. (2001). Hidrolika Terapan Aliran pada Saluran Terbuka dan Pipa (Revisi, 20). Andi Yogyakarta. Latif, A. A., Pallu, M. S., Maricar, F., & Hatta, M. P. (2020). Study of the scour model around the sluice gate of open channel. International Journal of Advanced Research in Engineering and Technology, 11(6), 239–247. https://doi.org/10.34218/IJARET.11.6.2020.022 Rinaldi, B. Y. (2001). Model Fisik Pengendalian Gerusan Di Sekitar Abutmen Jembatan. Forum Teknik Sipil, X, 139–149. Welty R. J., Wicks E. C., Wilson E. R., Rorrer G. (2004). Dasar-dasar Fenomena Transport (Vol.1 Transfer Momentum), Erlangga Jakarta



582



ALOKASI AIR UNTUK BERBAGAI PENGGUNA AIR DENGAN TINGKAT KEANDALAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR YANG BERBEDA Waluyo Hatmoko1*, Hendarti2, Fery Hardiyanto2 , Radhika1 Direktorat Bina Teknik Sumber Daya Air, Ditjen Sumber Daya Air 2 Praktisi perencanaan sumber daya air



1



*[email protected]



Intisari Berbagai kebutuhan air memiliki kriteria keandalan tertentu dalam pemenuhan kebutuhannya, misalnya irigasi memerlukan tingkat keandalan 80% dan air baku 90%. Permasalahannya adalah bagaimana menyatakan ketersediaan air dalam skematisasi alokasi air yang melibatkan pengguna air irigasi dan air baku. Jika digunakan skema ketersediaan air Q80% maka air baku harus bersiap untuk gagal lebih dari 10% sebagaimana yang disyaratkan. Sedangkan jika digunakan ketersediaan air Q90% maka air yang akan tersedia menjadi sedikit dan dapat tidak mencukupi kebutuhan pengguna air irigasi. Tulisan ini mengkaji metode evaluasi alokasi sumber daya air yang melibatkan pengguna air dengan kriteria tingkat keandalan pemenuhan kebutuhan air yang berbeda. Tujuannya untuk memperoleh metode evaluasi yang adil, efisien dan berkelanjutan dalam perencanaan alokasi air, termasuk penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, Rencana Alokasi Air Tahunan, dan Rekomendasi Teknis Penggunaan Sumber Daya Air. Metode pengkajian adalah dengan kajian pustaka kriteria keandalan, telaah praktik yang umum dilakukan oleh konsultan lokal dan internasional, perumusan usulan metode terbaik, dan diuji-coba dalam suatu studi kasus. Disimpulkan bahwa untuk kebijakan jangka panjang seperti penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, serta Rekomendasi Teknis Penggunaan Air, tidak dapat digunakan debit andalan Q80% atau Q90%. Sebaiknya digunakan metode simulasi data seri-waktu dengan data historis dan proyeksi dampak perubahan iklim yang memperhitungkan kondisi ekstrem yang pernah terjadi serta perubahan iklim yang akan terjadi. Sedangkan untuk Rencana Alokasi Air Tahunan dapat menggunakan debit ketersediaan air sesuai kesepakatan TKPSDA sebagaimana yang telah berlangsung selama ini. Kata Kunci : Pola dan Rencana, Rencana Alokasi Air Tahunan, Rekomendasi Teknis Penggunaan Air, keandalan, simulasi data seri-waktu Latar Belakang Permasalahan Debit air di sungai sangat berfluktuasi, dapat menyebabkan banjir pada musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau. Fluktuasi ini bervariasi dalam setahun, dan juga antar tahun, dikenal tahun yang sangat basah yang pada musim kemarau namun ada bencana banjir seperti tahun 2010, dan tahun yang kering contohnya 583



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



tahun 2015 dan 2019. Setiap pengguna air memiliki a) jumlah kebutuhan dan b) kriteria pemenuhan minimal yang diharapkan. Misalnya irigasi perlu dipenuhi minimal 80%, sedangkan air baku 90% dari waktu. Jika pada suatu DAS hanya terdapat penggunaan air untuk irigasi, maka situasi neraca air akan mudah terlihat dengan menyajikan ketersediaan air sebagai debit dengan tingkat keandalan 80%. Pada skematisasi dan perhitungan neraca air, jika terjadi kondisi defisit, maka interpretasinya adalah defisit atau kekurangan air pada keandalan Q80% yang sesuai dengan kriteria pemenuhan kebutuhan airnya. Skema sistem tata air dengan debit andalan Q80% ini telah lama populer dalam bentuk Rencana Tata Tanam Global (RTTG) yang disusun oleh UPTD Balai Provinsi dan Dinas Pengairan Kabupaten, dan sampai dengan akhir-akhir ini menyatakan ketersediaan air dengan Q80% menjadi populer dalam pekerjaan penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air. Permasalahannya muncul jika pada suatu DAS terdapat berbagai pengguna air dengan kriteria keandalan yang berbeda, misalnya irigasi dan air baku untuk air minum, maka pada umumnya digunakan dua alternatif untuk menyatakan ketersediaan air dalam skematisasi sebagai berikut: 1. Dengan menggunakan skema dengan ketersediaan air Q80%. Pengguna air irigasi akan mudah mengamati apakah terjadi surplus atau defisit, sebab kriteria pemenuhan kebutuhan air irigasi adalah 80% yang sesuai dengan ketersediaan air. Namun para pengguna air baku harus bersiap untuk gagal 20% dari waktu sebab air yang ada hanya dengan keandalan 80%, sedangkan air baku yang menuntut keandalan 90% hanya dapat memberi toleransi kegagalan sebesar 10% dari waktu. 2. Dengan menggunakan skematisasi dengan ketersediaan air Q90%. Dapat diamati surplus dan defisitnya penggunaan air baku sebab skema telah sesuai dengan kriteria pemenuhan kebutuhan air baku yaitu 90%. Namun demikian air yang tersedia akan menjadi sedikit dibandingkan dengan skema Q80%, dan pemenuhan kebutuhan air irigasi dijamin 90% yang lebih tinggi dari yang kriterianya yang hanya 80%. Dengan lain perkataan skema menyatakan ketersediaan air yang lebih rendah dari kenyataannya. Untuk itu diperlukan suatu metode untuk mengevaluasi neraca air dan alokasi air pada suatu sistem tata air dengan pengguna yang berbeda keperluan tingkat keandalan pemenuhan kebutuhannya, misalnya irigasi dan air baku untuk air minum. Tujuan Tulisan ini mengkaji metode evaluasi alokasi sumber daya air yang melibatkan pengguna air dengan kriteria tingkat keandalan pemenuhan kebutuhan air yang berbeda. Tujuannya untuk memperoleh metode evaluasi yang adil, efisien dan berkelanjutan dalam perencanaan alokasi air, termasuk penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, Rencana Alokasi Air Tahunan, serta Rekomendasi Teknis Penggunaan Sumber Daya Air.



584



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam revisi pedoman penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, Rencana Alokasi Air Tahunan, serta Rekomendasi Teknis Penggunaan Sumber Daya Air. Metodologi Studi Metodologi studi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Kajian pustaka mengenai konsep dan kriteria keandalan yang lazim digunakan; 2. Telaah praktik yang umum dilakukan oleh para konsultan lokal dan internasional dalam penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, Rekomendasi Teknis Penggunaan Air, dan Rencana Alokasi Air Tahunan; 3. Identifikasi metode yang terbaik dalam alokasi air dengan berbagai kriteria pemenuhan kebutuhan air; 4. Uji-coba berbagai metode tersebut dalam suatu studi kasus dengan data lapangan yang nyata; dan 5. Menyimpulkan metode mana yang tepat untuk penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, Rekomendasi Teknis Penggunaan Air, dan Rencana Alokasi Air Tahunan.



Hasil Studi dan Pembahasan Kriteria Pemenuhan Kebutuhan Air Untuk menyatakan kinerja sistem perlu didefinisikan suatu kriteria atau indeks kinerja. Indeks ini tentu saja akan bergantung pada masalah yang dihadapi dan perhatian khusus dari pengguna dan pengelola sistem sumber daya air. Dalam kasus sistem irigasi dari waduk digunakan beberapa indeks terkait dengan keandalan target pemenuhan kebutuhan air, dan tingkat keparahan kekurangan air (Loucks dan Beek, 2017). Definisi yang sederhana adalah bahwa keandalan layanan air adalah sejauh mana penyediaan air sesuai dengan harapan pengguna (Renault dan Vehmeyer, 1999). Keandalan merupakan indeks tertua dan paling berguna dalam masalah pengelolaan sumber daya air, dan sama dengan besarnya nilai kemungkinan bahwa kondisi sistem berada dalam kondisi yang tepat (Hashimoto, Stedinger, dan Loucks, 1982). Tingkat Keandalan Jika keandalan sistem adalah R, maka risiko kegagalan (F) adalah F=1–R



(1)



Tingkat keandalan dapat dinyatakan dalam satuan waktu dan volume (Wurbs dan Sanchez-Torres, 1996). Keandalan menurut satuan waktu dinyatakan sebagai:



585



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Rt = n/N x 100%



(2)



dengan: Rt adalah keandalan waktu n adalah jumlah waktu kebutuhan air terpenuhi; dan N adalah jumlah seluruh waktu Sedangkan tingkat keandalan menurut volume didefinisikan sebagai: Rv = v/V x 100%



(3)



dengan: Rv adalah keandalan menurut volume v adalah volume penyediaan air; dan V adalah volume air yang dibutuhkan. Kriteria keandalan merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja hidrologi dari alternatif pengembangan sumber daya air. Keandalan didefinisikan sebagai persentase waktu terpenuhinya kebutuhan air, misalnya air minum dengan target keandalan 95%, irigasi 80%, navigasi 95%. Perhitungan keandalan ini semuanya dilakukan dalam basis bulanan, kecuali untuk irigasi yang dihitung untuk periode waktu tahunan. Target irigasi 80% menyatakan bahwa 2 tahun dari 10 tahun dapat menderita kekurangan air dalam satu bulan atau lebih. (Goodman dan Major, 1984). Kriteria keandalan untuk irigasi ini sesuai dengan kriteria perencanaan irigasi KP-01 yang berlaku di Indonesia. Sedangkan untuk air minum pada umumnya digunakan keandalan 90%. Metode Simulasi Seri-waktu Untuk dapat menghitung keandalan secara waktu maka diperlukan simulasi dengan data seri-waktu (time-series), yaitu data dengan interval bulanan atau tengahbulanan, atau mingguan, atau 10-harian, atau harian, yang panjang dan multi-tahun, mencakup 10 tahun atau lebih. Semakin panjang data akan semakin baik sebab akan menguji sistem dengan berbagai fluktuasi ketersediaan air yang mungkin terjadi. Data yang digunakan pada umumnya adalah data historis, dengan asumsi bahwa kondisi hidrologi relatif tetap dan akan berulang kembali, suatu asumsi yang lazim digunakan pada analisis frekuensi. Untuk mengakomodasikan perubahan iklim dapat digunakan data hasil proyeksi skenario perubahan iklim. Metode simulasi data seri-waktu telah banyak lama diterapkan oleh para konsultan asing maupun Nasional. Metode ini selalu digunakan pada berbagai program transfer of knowledge perencanaan sumber daya air di tingkat wilayah sungai secara terpadu, antara lain: 1. BTA-155 Ciadane-Cimanuk Integrated Water Resources Development Study, pada wilayah sungai di pantai Utara Jawa Barat (1985–1989), yang bertujuan memperkuat planning unit di Direktorat Bina Program Pengairan dan Puslitbang Pengairan.



586



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2. JWRMS, Jabodetabek Water Resources Management Study (1991-1994), dengan lingkup area Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi, mengkhususkan pada pemenuhan kebutuhan air baku pada saat itu dan masa mendatang. 3. BWRP, Basin Water Resources Planning (1996-2000), pada wilayah sungai Citarum, Jratunseluna, Ciujung-Ciliman, dan Serayu-Bogowonto. 4. BWRMP (Basin Water Resources Management Planning) WISMP phase 1, lingkup area Jratunseluna dan Ciliwung Cisadane, 2002 - 2004. 5. Institutional Strengthening of IWRM in 6 Cis River Basin, dengan lingkup area di Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian Cisadane Ciliwung dan Citarum, 2009 – 2013 6. BWRMP (Basin Water Resources Management Planning) WISMP phase 2, lingkup area WS Toba Asahan, WS Cisadea Cibareno, WS Pemali Comal, WS Saddang, WS Sumbawa, 2014 – 2015. Hasil dari berbagai studi perencanaan tersebut selain berupa buku laporan, juga diantaranya berupa model komputer dan data yang dapat dimutakhirkan dan digunakan kembali dalam kajian perencanaan selanjutnya. Studi 6 Cis menggunakan simulasi data seri-waktu tengah-bulanan tahun 1951 sampai dengan tahun 1979, dan persentase sukses sebagai kriteria pemenuhan kebutuhan air. Sebagai ilustrasi pada Gambar 1 terlihat jelas peningkatan keandalan pasokan air 4 m3/s selama 97% dari waktu ke Cilegon oleh waduk Cidanau.



(sumber: Studi 6 Cis)



Gambar 1. Persentase waktu terlampauinya pasokan debit ke Cilegon (Hall dan Borgomeo, 2013) menggunakan teknik simulasi multi tahun untuk mengkaji risiko pengelolaan wilayah sungai. Selain menggunakan data historis puluhan tahun ke belakang, juga memproyeksikan dampak perubahan iklim sampai tahun 2050.



587



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Simulasi seri-waktu juga banyak digunakan untuk mengevaluasi ketahanan air. Salah satu contohnya adalah perhitungan Water Supply Security Index (Wang dkk, 2016) dimulai dengan simulasi data seri-waktu multi-tahun, selanjutnya seri kekurangan air dianalisis dengan analisis frekuensi, sehingga diperoleh tingkat keandalan sistem yang dikaji. Kurang populernya metode simulasi seri-waktu ini antara lain adalah bahwa diperlukannya sumber daya manusia yang terlatih dan berpengalaman untuk merencanakan, menjalankan dan menginterpretasikan hasil simulasi (Jain dan Singh, 2003). Dengan revolusi digital 4.0 dan tumbuhnya generasi milenial maka hal ini tentunya tidak akan menjadi hambatan lagi. Contoh Studi Kasus: Alokasi Air di Tukad Unda Sebagai contoh perbedaan antara metode debit andalan dan simulasi seri-waktu multi-tahun pada alokasi air dengan pengguna air yang berbeda kriteria pemenuhan kebutuhan airnya digunakan kasus alokasi air di Tukad Unda, Bali.



Gambar 2. Skematisasi sistem tata air Bendung Tukad Unda Bendung Tukad Unda mengairi daerah irigasi seluas 3.548 ha. Aliran pemeliharaan sungai diperkirakan sebesar 5% dari air yang tersedia sesuai Kriteria Perencanaan Irigasi KP-02. Skematisasi dan neraca ketersediaan debit andalan Q80% dan Q90%, serta kebutuhan air disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Jika ada permohonan penggunaan air baku sebesar 2,45 m3/detik. Apakah akan dipenuhi sepenuhnya? Atau dipenuhi sebagian saja? Bagaimana menganalisisnya? Dengan ketersediaan air Q80% atau Q90%?



588



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



12.00



10.00



m3/s



8.00



6.00



4.00



2.00



0.00 Aliran Pemeliharaan



Jan



Feb



Mar



Apr



May



Jun



Jul



Aug



Sep



Oct



Nov



Dec



0.56



0.52



0.45



0.43



0.29



0.42



0.50



0.35



0.32



0.28



0.47



0.55



Irigasi



1.26



0.00



4.51



3.49



3.62



2.16



0.00



0.53



1.22



0.02



1.88



2.48



Q80%



11.27



10.41



8.92



8.53



5.89



8.40



10.04



7.06



6.38



5.62



9.47



11.03



Q90%



8.09



7.83



6.21



7.50



4.15



6.06



8.18



5.90



4.87



4.75



6.12



9.54



(sumber: BWS Bali Penida, 2019)



Gambar 3. Kondisi ketersediaan dan kebutuhan air Bendung Tukad Unda Analisis dengan ketersediaan air Q80% dan Q90% Neraca air disajikan pada Tabel 1, dan Gambar 4. Jika analisis dilakukan dengan ketersediaan air Q80%, maka irigasi sebagai pengguna air yang sudah ada mendapatkan prioritas utama dan terpenuhi 100%. Air baku juga dapat dipenuhi sepanjang tahun, dengan sedikit defisit di bulan Mei. Namun demikian air untuk lingkungan di bulan Mei tidak akan memperoleh jatah sama sekali. Walaupun air baku mendapat jatah sepanjang tahun namun hanya dengan tingkat keandalan 80% yang berarti dengan risiko gagal 20%, yang lebih besar dari toleransi kriteria air baku dengan keandalan 90%, yang berarti bahwa risiko gagal harus di bawah 10%. Sedangkan jika analisis dilakukan berdasarkan ketersediaan air Q90% sesuai dengan kriteria pemenuhan kebutuhan air baku, maka irigasi tetap memperoleh 100%, dan air baku mengalami defisit pada bulan Maret hanya memperoleh 1,7 m3/s, serta bulan Mei hanya mendapatkan jatah 0,53 m3/s. Air untuk lingkungan lebih parah lagi, bulan Maret dan Mei tidak mendapatkan jatah sama sekali. Dari analisis Q80% dan Q90% dapat disimpulkan bahwa permintaan air baku sebesar 2,45 m3/s tidak dapat dipenuhi untuk sepanjang tahun. Andaikan dipenuhi maka pada bulan Maret hanya dapat disediakan 1,7 m3/s, dan bulan Mei hanya 0,53 m3/s.



589



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 1. Form A-02 Neraca Air Ketersediaan air Q80% (m3/s) Q90% (m3/s) Kebutuhan air (m3/s) Air Baku (m3/s) Irigasi (l/s/ha) Luas irigasi (ha) Irigasi Aliran pemeliharaan 5% Neraca Q80% Q90% Alokasi Q80% Irigasi Air Baku Lingkungan Alokasi Q90% Irigasi Air Baku Lingkungan



Neraca Air dengan Q80% dan Q90%



Jan



Feb



11.27 8.09 4.63 2.45 0.36



10.41 7.83 2.97 2.45 0.00



8.92 6.21 8.67 2.45 1.27



8.53 7.50 7.36 2.45 0.99



5.89 4.15 7.38 2.45 1.02



8.40 6.06 5.64 2.45 0.61



10.04 8.18 2.95 2.45 0.00



7.06 5.90 3.49 2.45 0.15



6.38 4.87 4.34 2.45 0.35



5.62 4.75 2.75 2.45 0.01



9.47 6.12 5.33 2.45 0.53



11.03 9.54 6.19 2.45 0.70



1.26 0.56



0.00 0.52



4.51 0.45



3.49 0.43



3.62 0.29



2.16 0.42



0.00 0.50



0.53 0.35



1.22 0.32



0.02 0.28



1.88 0.47



2.48 0.55



6.64 3.46



7.44 4.85



0.25 -2.46



1.17 0.15



-1.49 -3.24



2.76 0.42



7.08 5.22



3.58 2.42



2.05 0.53



2.87 2.00



4.13 0.79



4.84 3.36



1.26 2.45 0.56



0.00 2.45 0.52



4.51 2.45 0.45



3.49 2.45 0.43



3.62 2.28 0.00



2.16 2.45 0.42



0.00 2.45 0.50



0.53 2.45 0.35



1.22 2.45 0.32



0.02 2.45 0.28



1.88 2.45 0.47



2.48 2.45 0.55



1.26 2.45 0.56



0.00 2.45 0.52



4.51 1.70 0.00



3.49 2.45 0.43



3.62 0.53 0.00



2.16 2.45 0.42



0.00 2.45 0.50



0.53 2.45 0.35



1.22 2.45 0.32



0.02 2.45 0.28



1.88 2.45 0.47



2.48 2.45 0.55



Mar



Apr



May



Jun



Jul



Aug



Sep



Oct



Nov



Dec



3,548



Irigasi



Irigasi 5.00



5.00



4.00



4.00



3.00



3.00



2.00



2.00



1.00



1.00 0.00



0.00



Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec



Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec



Air Baku



Air Baku 3



3



2



2



1



1 0



0 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec



Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec



Lingkungan



Lingkungan



0.60



0.60



0.40



0.40



0.20



0.20



0.00



0.00



Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec



Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec



(hijau menyatakan kecukupan suplai air, dan merah kekurangan air)



Gambar 4. Pemenuhan kebutuhan air Q80% (kiri) dan Q90% (kanan)



590



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Analisis dengan Simulasi Data Seri-waktu Dengan pendekatan simulasi data seri waktu, maka ditelusuri mulai dari awal simulasi, yaitu bulan Januari tahun 2005 sampai dengan bulan Desember tahun 2014. Air yang ada dialokasikan untuk pengguna utama yaitu irigasi, sisanya untuk air baku dan lingkungan. Hasil simulasi disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 2. Hasil simulasi data seri-waktu pada Gambar 5 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa irigasi terpenuhi 100% secara volume dan waktu. Demikian pula air baku dan lingkungan secara volume terpenuhi di atas 98%, sedangkan secara waktu bulanan terpenuhi di atas 96%. Untuk kriteria waktu tahunan air baku hanya terpenuhi 79% dan lingkungan 64%, namun demikian pada umumnya kriteria waktu tahunan hanya berlaku pada irigasi saja. Disimpulkan bahwa menurut metode simulasi data seri-waktu, permohonan air baku sebesar 2,45 m3/s dapat diizinkan sepanjang tahun, dan tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan air irigasi maupun lingkungan.



Irigasi 5 4 3 2 1 0 2005



2006



2007



2008



2009



2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



2018



2013



2014



2015



2016



2017



2018



2014



2015



2016



2017



2018



Air Baku 3 2 1 0 2005



2006



2007



2008



2009



2010



2011



2012



Lingkungan 2 1.5 1 0.5 0 2005



2006



2007



2008



2009



2010



2011



2012



2013



(hijau menyatakan kecukupan suplai air, dan merah kekurangan air)



Gambar 5. Hasil simulasi data seri-waktu Tabel 2. Kriteria Keandalan Keandalan volume Keandalan waktu bulanan Keandalan waktu tahunan



Hasil simulasi data seri-waktu Irigasi 100% 100% 100%



Air Baku 98% 98% 79%



Lingkungan 98% 96% 64% 591



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pembahasan Dari teori keandalan volume dan keandalan waktu, serta penerapannya pada studi kasus, jelas terlihat bahwa untuk menganalisis alokasi air yang melibatkan pengguna air dengan kriteria keandalan pemenuhan kebutuhan air yang berbeda perlu menggunakan metode simulasi data seri-waktu. Keunggulan metode simulasi seri-waktu antara lain adalah: 1. Memungkinkan evaluasi tingkat pemenuhan kebutuhan air untuk semua pengguna air dengan berbagai kriteria, baik secara volumetrik maupun waktu. 2. Memungkinkan evaluasi berbagai kejadian kekeringan dan kekurangan air yang pernah terjadi. Hal ini dengan menggunakan asumsi bahwa kondisi hidrologi akan selalu berulang. Untuk dapat mengantisipasi perubahan fluktuasi yang mungkin terjadi maka data dapat diperpanjang dengan metode stokastik sampai 100 atau 1.000 tahun (Wurbs and Sanchez-Torres 1996). 3. Memungkinkan untuk memprediksi dampak perubahan iklim pada masa mendatang. Dalam hal ini menggunakan data hasil proyeksi skenario dampak perubahan iklim (Hall dan Borgomeo, 2013). Berikut ini adalah pertimbangan penggunaan simulasi data seri-waktu pada Rencana Alokasi Air Tahunan, Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, serta Rekomendasi Teknis Penggunaan Air. Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT). Berdasarkan Surat Dirjen Sumber Daya Air tentang Penetapan RAAT, dipilih satu skenario rencana penyediaan air tahunan berdasarkan kesepakatan hasil pembahasan di TKPSDA. Dengan demikian kondisi ketersediaan air bersifat tetap selama setahun mendatang, dan dengan asumsi hal ini akan terjadi, maka ketersediaan air tersebut dapat langsung dialokasikan pada para pengguna air tanpa memandang kriteria persentase pemenuhan kebutuhan airnya, dengan lain perkataan tidak perlu menggunakan simulasi data seri-waktu. Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air. Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air memuat strategi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai sampai dengan 20 tahun mendatang. Dalam kurun waktu 20 tahun mendatang yang penuh ketidakpastian, akan dijumpai berbagai kondisi hidrologi yang basah, normal, kering serta ekstrem basah, dan ekstrem kering. Berbagai kondisi ketersediaan air yang sangat bervariasi ini tidak akan dapat direpresentasikan secara sederhana dengan debit andalan 80% atau debit andalan 90%. Penyajian ketersediaan air Q80% dan Q90% yang disandingkan dengan kebutuhan air hanya memberikan gambaran umum mengenai kondisi neraca air, namun belum menyatakan pemenuhan kebutuhan air untuk pengguna air sesuai dengan kriterianya. Simulasi dengan menggunakan data seri historis yang panjang (10 tahun atau lebih) dengan berbagai fluktuasi hidrologi yang pernah terjadi, tahun basah, amat basah, normal, kering dan amat kering. Juga data historis ini akan menguji sistem sumber 592



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



daya air dengan tahun kering yang terjadi beberapa tahun berurutan. Dengan simulasi data seri-waktu maka kinerja pemenuhan kebutuhan air dapat dikaji dengan membandingkan pemenuhan kebutuhannya secara waktu dengan kriteria minimalnya. Data historis atau data sintetis hasil pemodelan dapat pula dilengkapi dengan debit hasil dampak proyeksi skenario perubahan iklim. Rekomendasi Teknis Penggunaan Air. Rekomendasi Teknis Penggunaan Air serupa dengan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan yang diputuskan akan berlaku dalam jangka panjang puluhan tahun mendatang. Masa mendatang tersebut penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu analisis neraca air dan alokasi air pada Rekomendasi Teknis Penggunaan Air harus dilakukan dengan cara simulasi data seri-waktu untuk menjamin bahwa pengguna air yang ada serta pemohon dapat memperoleh suplai air sesuai dengan kriteria keandalannya. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Keandalan dan risiko kegagalan berperan penting dalam mengukur kinerja sistem sumber daya air. Penggunaan ketersediaan air dengan keandalan tertentu, misalnya Q80% hanya mengukur kondisi sistem dengan keandalan tersebut. Permasalahan akan muncul jika terdapat pengguna air yang membutuhkan suplai air dengan tingkat keandalan berbeda, misalnya 90%. 2. Praktik yang selama ini berlangsung pada penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, juga pada Rekomendasi Teknis Penggunaan Air adalah dengan menggunakan debit andalan Q80%. Padahal Q80% hanya keandalan ketersediaan airnya, belum menyatakan keandalan pemenuhan kebutuhan air, sehingga akan tidak sesuai untuk pengguna air dengan persyaratan keandalan selain 80% seperti air minum. 3. Kriteria pemenuhan kebutuhan air secara volume maupun waktu hanya dapat dihitung dengan metode simulasi data seri-waktu. Data seri-waktu yang digunakan dapat berupa data historis, perpanjangan data secara stokastik, serta data hasil pemodelan dampak perubahan iklim. Saran Untuk meningkatkan keadilan, efisiensi dan keberlanjutan lingkungan dalam perencanaan alokasi air, maka untuk kebijakan jangka panjang seperti penyusunan Pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, serta Rekomendasi Teknis Penggunaan Air, disarankan untuk tidak lagi menggunakan debit andalan Q80% atau Q90%. Sebaiknya menggunakan metode simulasi data seri-waktu dengan data historis dan proyeksi dampak perubahan iklim yang memperhitungkan kondisi ekstrem yang pernah terjadi serta dampak perubahan iklim yang akan terjadi. Sedangkan untuk Rencana Alokasi Air Tahunan dapat tetap menggunakan debit ketersediaan air sesuai kesepakatan TKPSDA sebagaimana yang berlaku saat ini.



593



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih ditujukan kepada Balai Wilayah Sungai Bali-Penida yang telah memberikan data dan kesempatan pada penulis untuk mencari solusi permasalahan alokasi air di Tukad Unda. Daftar Referensi Goodman, Alvin S., and David C. Major. 1984. Principles of Water Resources Planning. Prentice-hashimot, Inc. Hall, Jim, and Edoardo Borgomeo. 2013. “Risk-Based Principles for Defining and Managing Water Security.” Philosophical Transactions of the Royal Society A: Mathematical, Physical and Engineering Sciences 371 (2002). https://doi.org/10.1098/rsta.2012.0407. Hashimoto, Tsuyoshi, Jery R. Stedinger, and Daniel P. Loucks. 1982. “Reliability, Resiliency, and Vulnerability Criteria for Water Resource System Performance Evaluation.” Water Resources Research 18 (1): 14–20. https://doi.org/10.1029/WR018i001p00014. Jain, S.K., and V.P. Singh. 2003. Water Resources Systems - Planning and Management. Elsevier. Loucks, Daniel P, and Eelco van Beek. 2017. Water Resource Systems Planning and Management, An Introduction to Methods, Models, and Applications. Cham, Switserland: Deltares and UNESCO-IHE. Renault, Daniel, and Paul Willem Vehmeyer. 1999. “On Reliability in Irrigation Service Preliminary Concepts and Application.” Irrigation and Drainage Systems 13 (1): 75–103. https://doi.org/10.1023/A:1006232705161. Wang, Jianhua, Baodeng Hou, Dachuan Jiang, Weihua Xiao, Yongxiang Wu, Yong Zhao, Yuyan Zhou, Chongshan Guo, and Gaoxu Wang. 2016. “Optimal Allocation of Water Resources Based on Water Supply Security.” Water 8 (6): 237. https://doi.org/10.3390/w8060237. Wurbs, Ralph A., and Gerardo Sanchez-Torres. 1996. “Simulation of a Surface Water Allocation System.” Water International 21 (1): 46–54. https://doi.org/10.1080/02508069608686490.



594



IDENTIFIKASI SKALA PRIORITAS PEMELIHARAAN KOMPONEN SUNGAI BERDASARKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Fuad Hasyim1*, Tommy Kurniawan2, Suroso3, Edy Trihatmoko4 Program Studi Geografi, Universitas Negeri Semarang Program Studi Teknik Sumber Daya Air, Universitas Brawijaya 134



2



*[email protected], [email protected], [email protected], [email protected]



Intisari Sungai merupakan tempat di mana air mengalir ke suatu tempat yang lebih rendah secara gravitasi, dan juga wadah berkumpulnya air dari suatu daerah. Secara alami, elemen ini berfungsi sebagai pusat ekosistem yang dapat menjadi rumah bagi segala makhluk hidup yang tinggal dalam ekosistemnya. Sering kali sungai tidak dapat berfungsi sesuai dengan semestinya, hal ini disebabkan karena kerusakan komponen-komponen sungai. Banyaknya komponen-komponen pemeliharaan sungai yang harus diperbaiki dan mengingat anggaran biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan komponen sungai tidak sedikit, maka prioritas penanganan komponen pemeliharaan sungai harus ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah memberikan pilihan kebijakan yang tepat bagi instansi terkait dan diharapkan dapat membantu masalah-masalah yang ada. Tujuan spesifik pada penelitian ini adalah menentukan skala prioritas penanganan komponen pemeliharaan sungai dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan penentuan skala prioritas pada pemeliharaan sungai, aspek ruang sungai yang berpengaruh terhadap kinerja sungai secara berurutan terdiri dari aspek palung sungai, bantaran sungai, sempadan sungai, dataran banjir dengan nilai skala prioritas masing-masing sebesar 33%, 32%, 22%, 14%. Kata kunci : kinerja sungai, skala prioritas, aspek ruang sungai, Analytical Hierarchy Process (AHP) Pendahuluan Later Belakang Pada masa lampau, pertumbuhan permukiman cenderung linear mengikuti alur sungai. Hal ini sebagaimana dikenal dengan teori pertumbuhan permukiman secara linear (Putro & Nurhamsyah, 2015). Kondisi ini disebabkan karena manusia membutuhkan air dalam hidupnya, di sisi lain air dengan mudah diperoleh dari sungai. Hingga saat ini sungai masih digunakan sebagai sumber air untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Sebagai contoh diantaranya adalah keperluan air rumah tangga, irigasi, perikanan dll. Saluran sungai dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan, mulai dari pertanian hingga pemukiman (Darmakusuma, 2013). Saat ini sebagian besar DAS di Indonesia telah rusak karena perubahan penggunaan lahan, pertumbuhan penduduk, dan kurangnya kesadaran



595



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



masyarakat akan perlindungan lingkungan DAS. Dampak yang dirasakan kemudian adalah banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) juga menyebabkan penurunan kualitas air sungai yang tercemar oleh erosi lahan kritis, limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian (perkebunan) dan limbah pertambangan (Hasibuan, 2016). Oleh karena itu kita harus mengetahui kinerja sebuah sungai dimana akan merefleksikan kondisi sebuah DAS. Kondisi DAS yang rusak mencerminkan adanya komponen sungai yang rusak atau tidak berfungsi dengan baik. Pemeliharaan ruang sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf b bertujuan untuk menjaga: palung sungai senantiasa berfungsi sebagai tempat air mengalir dan tempat berlangsungnya kehidupan ekosistem sungai, dan sempadan sungai senantiasa berfungsi sebagai tempat penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Unsur unsur yang dipelihara pada ruang sungai meliputi: Struktur dan fitur batuan dasar sungai serta fitur vegetasi di tepian sungai, dimensi palung sungai, kemiringan dasar sungai, dinamika meander, eksistensi sempadan sungai (DSDA_PUPR, 2016). Daerah Aliran Sungai (DAS) Babon merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai yang sangat penting bagi kelestarian ekosistem di Provinsi Jawa Tengah khususnya wilayah Semarang dan sekitarnya. Adanya kegiatan industri, permukiman, adanya lahan pertanian, dan industri pertambangan menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran air, penurunan kualitas sumber daya alam, kritis tanah, gangguan kesehatan, pengurangan potensi sumber daya organisme alam, tanah longsor, banjir dan penumpukan sedimen di hilir DAS (Suparjo, 2011). Adanya komponen Sungai Babon yang tidak dapat berfungsi sessuai dengan semestinya, hal ini disebabkan karena kerusakan komponen-komponen sungai seperti palung sungai, bantaran sungai, sempadan sungai, dataran banjir. Misal ada sedimentasi, tanaman di sekitar sungai perlu dirapikan supaya aliran sungai mengalir dengan baik, sampah dari hulu sungai tidak menumpuk di hilir sungai, dan lain-lain. kondisi tersebut dapat mengurangi luas penampang basah sungai sehingga aliran sungai dapat meluap ketika debit banjir datang. Oleh karena itu, pemeliharaan pada sungai sangat penting dalam menjaga fungsi sungai. Permasalahan tersebut perlu kajian lebih lanjut sehingga penelitian ini bertujuan untuk menentukan skala prioritas penanganan komponen pemeliharaan sungai dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode Lokasi penelitian ini dilakukan di DAS Babon. Sungai Babon mengalir ke utara dari Bendung Pucang Gading yang melewati dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan Genuk, dan menyatu dengan Laut Jawa di Sayung. Sungai Babon memiliki panjang sekitar 17,18 kilometer. Bagian hilir Sungai Babon adalah Laut Jawa, bagian hulunya yaitu Sungai Penggaron, sebelah kirinya saluran banjir timur, dan sebelah kanannya Saluran Banjir Dombo Sayung.



596



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Babon) Proses Pelaksanakan Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menggambarkan kompleks multi-faktor atau masalah multi-kriteria dalam struktur hierarkis (Menurut Saaty, 1993). Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Kadarsah Suryadi & Ali Ramdhani, 1998): 1. Mendefinisikan Masalah. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu penentuan prioritas pemeliharaan komponen sungai di DAS Babon Kota Semarang. 2. Membuat Struktur Hirarki. Setelah penyusunan tujuan utama sebagai level teratas yaitu penentuan skala prioritas pemeliharaan komponen sungai, akan disusun level hirarki yang berada dibawahnya yaitu kriteria-kriteria yang signifikan dalam penentuan skala prioritas pemeliharaan komponen sungai. Secara sederhana struktur hirarki dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:



597



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 2. Hierarki Parameter Signifikan Dalam Penentuan Skala Prioritas Pemeliharaan Komponen Sungai 3. Matriks Perbandingan Berpasangan. Orang yang akan memberikan persepsi tersebut harus mengetahui secara menyeluruh mengenai elemen-elemen yang diperbandingkan dan relevansinya terhadap tujuan yang dimaksud. Menurut (Saaty, 1993), skala penilaian 1 sampai 9 merupakan yang terbaik berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi pendapat kualitatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Skala Komparasi Pada Penilaian AHP Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8



Sumber: (Saaty, 1993) 4.



598



Definisi Tingkat elemen sama penting Satu elemen lebih sedikit penting dibandingkan dengan elemen lain Satu elemen sesungguhnya lebih penting dibanding elemen lain Satu elemen jelas lebih penting dibanding elemen lain Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lain Nilai tengah diantara dua nilai yang berdampingan



Perhitungan Bobot Elemen. Proses perhitungan matematis pada metode AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. a. Jika a12 = α, maka a21 = 1/α. b. Jika antara elemen operasi A1 dengan A2 mempunyai tingkat kepentingan yang sama maka nilai a12 = a21 = 1. c. Nilai a12 = 1 untuk 1 = 2 (diagonal matriks memiliki nilai 1).



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



5.



Normalisasi matriks perbandingan dan menentukan nilai eigen untuk setiap kriteria atau alternatif. Nilai eigen adalah bobot dari setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen. Penghitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk mendapatkan normalisasi matriks, kemudian menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata (eigen value). Nilai ini merupakan bobot awal untuk setiap elemen atau kriteria yang dibandingkan dalam matriks. 6. Uji konsistensi matriks keputusan. λ maks = CI



=



Σa 𝑛 λ maks – n CI



𝑛−1



CR = 𝐶𝑅 Dimana, Σa : Jumlah semua baris pada matrix keputusan n : Banyaknya kriteria CI : Consistensy Index RI : Random Indek CR : Consistensy Ratio Tabel 2. Nilai-nilai Random Indek (RI) Berdasarkan Ukuran Matriks (n) n 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,9 Sumber: (Saaty, 1993) Pada metode AHP, tingkat inkonsistensi yang dapat diterima adalah sebesar 10% ke bawah. Jadi, Apabila nilai CR0,1 (10%), maka hasil perbandingan preferensi tidak konsisten. Jika tidak konsisten, maka ada 2 pilihan, yaitu mengulang perbandingan preferensi atau melakukan proses autokoreksi.



Gambar 3. Bagan Alir Penelitian 599



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hasil Dan Pembahasan Analisa data dilakukan dengan menggunakan sistem pakar yang dirancang menggunakan metode perbandingan berpasangan atau Analytical Hierarki Process (AHP) diterjemahkan dalam Excel yang digunakan untuk memberikan output berupa bobot prioritas kriteria. Analisis data merupakan hasil dari penyampaian kuisioner yang melibatkan peran ahli studi expert (ahli) di bidang hidrologi. Responden merupakan dosen Universitas Negeri Semarang. Bobot Penilaian Palung Sungai (Kriteria K1) Palung sungai erat kaitanya dengan luas penampang basah sungai dan mampu mengalirkan air dari hulu ke hilir, sebagai bagian dari siklus hidrologi. Ada 3 (tiga) subkriteria yang mengganggu palung secara fungsi yaitu: ada benda yang menghambat aliran air, ada penyempitan di sisi kanan dan kiri palung, dan ada aktivitas penambangan di badan sungai. Tiga subkriteria ini sangat penting untuk ditinjau karena kondisi tersebut sangat menentukan aliran air dari hulu ke hilir. Air tidak dapat mengalir karena ada benda yang menghalangi di palung, baik melintang sungai, terangkut oleh aliran air, atau penumpukan sampah di badan sungai. Keberadaan sampah ini akan mengecilkan luas penampang basah aliran, mengganggu aliran air dari hulu ke hilir, dan timbul dampak negatif terhadap lingkungan sungai akibat dari perilaku masyarakat mulai dari hulu sungai. Hal ini sesuai dengan penelitian (Oktaliana, 2020) meneliti di Sungai Kakap dimana komunitas masyarakat mempunyai kebiasaan membuang sampah di badan sungai. Kebiasaan ini tidak bisa diubah karena sudah ada sejak lama dan menjadi budaya mereka, meskipun sungai tersebut digunakan oleh komunitas tersebut untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan pertimbangan hal ini, aliran sungai masuk menjadi subkriteria pada komponen sungai. Air mengalir pada sebuah sungai melalui penampang basah alirannya. Kecepatan aliran tidak sama sepanjang tubuh kanal sungai hal ini tergantung dari bentuk, kekasaran kanal sungai dan pola sungai. Menurut (Putra, 2016) dalam penelitiannya, ia menyatakan bahwa distribusi kecepatan aliran pada penampang Sungai Batang Lubuh menunjukkan bahwa semakin dekat dengan tengah saluran sungai semakin tinggi nilai kecepatan yang diperoleh. Sebaliknya semakin mendekati tepian saluran Sungai Batang Lubuh maka semakin rendah nilai kecepatan yang didapat, hal ini dipengaruhi oleh dinding saluran. Palung sungai dapat terganggu dari aktivitas penambangan di badan sungai karena material di palung diangkut ke luar sungai (darat). Kegiatan penambangan secara terus menerus di badan sungai (palung) dapat mengakibatkan penurunan elevasi dasar palung dan mengakibatkan erosi penurunan elevasi sungai ke arah hilir. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan untuk menjaga dampak penambangan pada sungai melalui Keputusan Menteri PU Nomor: 485 / Kpts / 1986 menjelaskan bahwa jarak untuk menambang di lokasi sungai yang dekat dengan fasilitas umum radius 1.000meter ke arah hilir dan 500meter ke arah hulu. Dalam penelitian (Muniroh, 2016) menunjukan hasil penelitianya bahwa ada dampak penambangan pasir di Sungai Luk Ulo terhadap Lingkungan. Oleh karena hal ini, perlu kegiatan sosialisasi kegiatan penambangan di badan kepada warga sekitar sungai dan peran masyarakat agar peduli serta memelihara sungai. 600



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Berdasarkan pertimbangan hal ini, kegiatan penambangan di sungai masuk menjadi subkriteria pada komponen sungai. Lebih jelas dapat disimak pada gambar di bawah ini.



Gambar 4. Sketsa Posisi Palung pada Sempadan Sungai (Kementerian PUPR, 2015) Pemeliharaan komponen sungai berupa palung seperti dalam modul pelatihan perencanaan teknik sungai menyatakan bahwa peningkatan kapasitas palung sungai paling sering digunakan untuk pengendalian banjir, yaitu dengan meningkatkan kapasitas pengaliran. Metode ini termasuk metode "hard engineering", yang jika ditangani dengan sembarangan dapat menyebabkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat ke hilir, dan adanya pengendapan pada saat debit kecil. Maka dari itu peningkatan kapasitas palung sungai sebaiknya dilakukan cukup untuk mengembalikan kepada posisi yang pernah ada (re-section), membuka penyempitan dan tidak merubah dimensi palung sungai secara drastis (Tim Diklat Sumber Daya Air Dan Konstruksi, 2017). Analisis dilakukan untuk menentukan bobot dari masing-masing sub kriteria yang telah ditetapkan. Adapun urutan penilaian dalam menentukan bobot sub kriteria adalah menghitung matriks normalisasi, menghitung priority vector, dan melakukan uji konsistensi. Setelah tahapan ini dilakukan maka diperoleh bobot dari masing-masing sub kriteria pada kriteria palung seperti pada tabel berikut: Tabel 3. Bobot Kriteria Penilaian Palung Item SK 1 SK 2 SK 3



Sub Kriteria Hambatan air Penyempitan Aktivitas penambangan



Bobot (%) 43,00 43,00 14,00



Berdasarkan tabel di atas, hasil penilaian dapat disimpulkan bahwa kriteria hambatan air dan penyempitan sisi kiri - kanan palung menunjukan nilai bobot tertinggi untuk pengaruh terhadap palung yang sama.



601



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Bobot Penilaian Bantaran Sungai (Kriteria K2) Bantaran sungai berkaitan erat dengan pemanfaatanya untuk menampung dan mengalirkan air sebagian dari aliran banjir. Ada 2 (dua) subkriteria yang mengganggu bantaran sungai secara fungsi yaitu: ada tanaman keras yang terdapat di kanan dan kiri bantaran sungai yang menghambat laju aliran banjir untuk sampai ke hilir, dan ada aktivitas penambangan di kanan dan kiri bantaran sungai yang menyebabkan tergerusnya tebing atau tanggul sungai yang membahayakan stabilitas tanggul sungai. Pemeliharaan bantaran sungai merupakan bagian dari pemeliharaan ruang sungai yang bermanfaat untuk menampung dan mengalirkan air sebagian dari aliran banjir. Dengan demikian segala macam penghalang seperti tanaman-tanaman keras perlu ditebang dan tidak boleh ditanam kembali di bantaran. Lubang-lubang atau galian penambangan yang dekat dengan kaki tanggul perlu ditutup kembali setinggi bantaran agar tak membahayakan stabilitas tanggul (Mokodongan dkk, 2014). Analisis dilakukan untuk menentukan bobot dari masing-masing sub kriteria yang telah ditetapkan. Adapun urutan penilaian dalam menentukan bobot sub kriteria adalah menghitung matriks normalisasi, menghitung priority vector, dan melakukan uji konsistensi. Setelah tahapan ini dilakukan maka diperoleh bobot dari masing-masing sub kriteria pada kriteria bantaran sungai seperti pada tabel berikut: Tabel 4. Bobot Kriteria Penilaian Bantaran Sungai Item SK 1 SK 2



Sub Kriteria Kepadatan tanaman Aktifitas penambangan



Bobot (%) 75,00 25,00



Berdasarkan tabel di atas hasil penilaian dapat disimpulkan bahwa kriteria kepadatan tanaman sisi kiri - kanan bantaran sungai menunjukan nilai bobot tertinggi untuk pengaruh terhadap bantaran sungai. Bobot Penilaian Sempadan Sungai (Kriteria K3) Penilaian sempadan sungai sebagai pemeliharaan ruang sungai terdapat 2 (dua) subkriteria yaitu pemanfaatan daerah sempadan sungai dan penetapan garis sempadan sungai. Sempadan sungai digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai lahan pembangunan industri dan permukiman serta lahan pertaniaan. Sebagai contoh pemanfaatan lahan sempadan Kali Surabaya terdapat 1.443 bangunan permukiman penduduk dan 109 industri. Pengalihan pemanfaatan lahan sempadan sungai menjadi lahan industri dan permukiman dapat menghilangkan fungsi ekologis daerah sempadan sungai. Pembangunan permukiman di atas lahan sempadan sungai menimbulkan resiko bagi penghuni, karena adanya genangan air periodik pada musim hujan dan lahan sempadan cenderung labil dan rawan akan longsor yang membahayakan masyarakat penghuni di sempadan sungai (Budiono dkk, 2017). Selain pemanfaatan sempadan sungai ada juga aktivitas penambangan bahan galian golongan C (pasir). Sering tidak disadari bahwa kegiatan yang dilakukan tersebut berakibat pada kerusakan ekosistem sungai.



602



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pemanfaatan, dan pengendalian atas sumber daya yang ada di sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan bertujuan agar: 1. fungsi sungai tidak terganggu karena aktifitas yang berkembang di sekitarnya; 2. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada pada sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai; dan 3. daya rusak air sungai terhadap lingkungannya dapat dibatasi. Analisis dilakukan untuk menentukan bobot dari masing-masing sub kriteria yang telah ditetapkan. Adapun urutan penilaian dalam menentukan bobot sub kriteria adalah menghitung matriks normalisasi, menghitung priority vector, dan melakukan uji konsistensi. Setelah tahapan ini dilakukan maka diperoleh bobot dari masing-masing sub kriteria pada kriteria sempadan sungai seperti pada tabel berikut: Tabel 5. Bobot Kriteria Penilaian Sempadan Sungai Item SK 1 SK 2



Sub Kriteria Pemanfaatan daerah sempadan Penetapan garis sempadan



Bobot (%) 50,00 50,00



Berdasarkan tabel di atas, hasil penilaian dapat disimpulkan bahwa kriteria pemanfaatan daerah sempadan dan penetapan garis sempadan sisi kiri - kanan sempadan sungai menunjukan nilai bobot yang sama untuk pengaruh terhadap sempadan sungai. Bobot Penilaian Dataran Banjir (Kriteria K4) Penilaian dataran banjir memiliki 2 (dua) subkriteria yaitu kepadatan permukiman sisi kanan dan kepadatan permukiman sisi kiri. Pentingnya pemeliharaan komponen dataran banjir sungai seperti pada contoh di kawasan perkotaan Barabai terdapat permukiman padat pada sisi kanan kiri sungai, sedangkan dijelaskan dalam (UNESCO, 2007) bahwa salah satu alasan besarnya dampak banjir adalah terbangunnya permukiman pada dataran banjir dan sekitar sungai. Pada musim hujan menjelang akhir tahun curah hujan di Kecamatan Barabai meningkat, Sungai Barabai meluap dan naik ke daratan hingga ke kawasan permukiman di sekitarnya meliputi enam kelurahan dan dua desa, yaitu Kelurahan Barabai Timur, Kelurahan Barabai Selatan, Kelurahan Barabai Barat, Kelurahan Barabai Utara, Kelurahan Barabai Darat, Kelurahan Bukat, Desa Mandingin dan Desa Pajukungan. Hal ini menyebabkan kawasan permukiman di sekitar sungai tersebut menjadi rawan tergenang banjir setiap musim hujan. Analisis dilakukan untuk menentukan bobot dari masing-masing sub kriteria yang telah ditetapkan. Adapun urutan penilaian dalam menentukan bobot sub kriteria adalah menghitung matriks normalisasi, menghitung priority vector, dan melakukan uji konsistensi. Setelah tahapan ini dilakukan maka diperoleh bobot dari



603



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



masing-masing sub kriteria pada kriteria dataran banjir sungai seperti pada tabel berikut: Tabel 6. Bobot Kriteria Penilaian Dataran Banjir



Item SK 1 SK 2



Sub Kriteria Kepadatan pemukiman kiri Kepadatan pemukiman kanan



Bobot (%) 50,00 50,00



Berdasarkan tabel di atas, hasil penilaian dapat disimpulkan bahwa kriteria kepadatan permukiman sisi kiri dan kanan dataran banjir menunjukan nilai bobot yang sama untuk pengaruh terhadap dataran banjir. Bobot Penilaian Kriteria Komponen Sungai Penilaian kriteria komponen sungai yaitu dengan memasukkan hasil responden. Kemudian dihitung di microsft excel yang sudah diberikan rumus AHP. Hasilnya berupa presentase dalam tabel berikut ini: Tabel 7. Kriteria Yang Memiliki Prioritas (tingkat) Yang Paling Mempengaruhi Dalam Penentuan Skala Prioritas Pemeliharaan Komponen Sungai Komponen sungai



Pa- Bantaran lung kiri



Bantaran kanan



Sempadan kiri



Sempadan kanan



Palung Bantaran Kiri Bantaran Kanan Sempadan Kiri Sempadan Kanan Dataran Banjir Kiri Dataran Banjir Kanan



1 0,33 0,33 0,33 0,33



Dataran banjir kanan 3,00 2,00 2,00 2,00 2,00



vektor



100%



3,00 2,00 2,00 1,00 1



Dataran banjir kiri 3,00 2,00 2,00 2,00 2,00



32,61% 15,83% 15,83% 10,67% 10,67%



32,61 15,83 15,83 10,67 10,67



Di Bulatkan 33,00 16,00 16,00 11,00 11,00



3,00 1 1,00 0.50 0,50



3,00 1,00 1 0,50 0,50



3,00 2,00 2,00 1 1,00



0,33



0,50



0,50



0,50



0,50



1



1,00



7,19%



7,19



7,00



0,33



0,50



0,50



0,50



0,50



1,00



1



7,19%



7,19



7,00



Setelah memasukkan hasil responden tersebut akan dapat diketahui seberapa persen pentingnya tiap kriteria dengan mempertimbangkan tabel CR sebesar 0,04 (tidak revisi). Tabel 8. Hasil Perhitungan CR (Consistensi Ratio), (CI) Consistensi Indeks, Nilai Eigen Dan Jumlah Kriteria (n)



n= l= C.I. = C.R. =



7,00 7,20 0,03 0,04



(Jumlah Kriteria) (Nilai Eigen / Karakteristik, Mendekati N) (Indeks Konsistensi) (Nisbah Konsistensi, Jika < 0.1 Tidak Perlu Revisi)



Berdasarkan Tabel 9 analisa Kriteria yang memiliki prioritas (tingkat) paling mempengaruhi dalam penentuan prioritas pemeliharaan sungai adalah palung sebesar 33% bantaran sungai bagian kiri 16%, bantaran sungai bagian kanan 16%, Sempadan sungai bagian kiri 11%, Sempadan sungai bagian kanan 11%, dataran banjir bagian kiri 7%, dataran banjir bagian kanan 7%.



604



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 9. Hasil Analisa Berpasangan Alternatif untuk Kriteria Penilaian Komponen Sungai No



Kriteria yang memiliki prioritas (tingkat) paling mempengaruhi dalam pemeliharaan komponen sungai Palung Bantaran Kiri Bantaran Kanan Sempadan Kiri Sempadan Kanan Dataran Banjir Kiri Dataran Banjir Kanan



1 2 3 4 5 6 7



Presentase



Presentase 32,61% 15,83% 15,83% 10,67% 10,67% 7,19% 7,19%



Palung Sungai Bantaran Sungai Bangian kiri



11%



Bantaran Sungai Bangian kanan



7% 7%



11%



Sempadan sungai Bagian kiri 33%



15% 16%



Sempadan sungai Bagian kanan Dataran banjir Bagian kiri Dataran banjir Bagian kanan



Gambar 5. Tingkat Kriteria Dalam Penentuan Prioritas Pemeliharaan sungai Berdasarkan hasil analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa parameter yang paling mempengaruhi dalam penentuan prioritas pemeliharaan sungai adalah kriteria Palung sungai. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis AHP, parameter yang signifikan (mempengaruhi) dalam penentuan prioritas pemeliharaan sungai yaitu secara berurutan terdiri dari palung, bantaran, sempadan dan dataran banjir. Dengan demikian upaya pengelolaan dan pemeliharaan sungai perlu memperhatikan kriteria-kriteria tersebut. Kriteria pada palung sungai meliputi hambatan aliran, penyempitan dan aktivitas penambangan. Kriteria bantaran sungai yang meliputi kepadatan tanaman dan aktivitas penambangan. Kriteria sempadan sungai meliputi pemanfaatan daerah sempadan sungai dan penetapan garis sempadan sungai. Kriteria dataran banjir yang meliputi kepadatan permukiman di dataran banjir tersebut. Kecepatan aliran pada penampang sungai semakin tinggi jika dekat dengan tengah saluran dan semakin rendah jika mendekati tepi saluran hal ini dipengaruhi oleh dinding saluran. Pemeliharaan komponen sungai berupa palung seperti peningkatan kapasitas palung sungai paling sering digunakan untuk pengendalian banjir, yaitu dengan meningkatkan kapasitas pengaliran. Metode ini jika ditangani dengan sembarangan dapat menyebabkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat ke hilir, dan adanya pengendapan pada saat debit kecil. Dengan demikian, hasil penentuan prioritas pemeliharaan sungai berdasarkan AHP disimpulkan dapat menjadi indikator penting dalam pemeliharaan sungai.



605



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Daftar Pustaka Budiono, S., Alit W, A. A. S., & Shofwan, M. (2017). Pemanfaatan Lahan Sempadan Sungai Berbasis Sig (Sistem Informasi Geografis). WAKTU: Jurnal Teknik UNIPA, 15(1), 70–78. https://doi.org/10.36456/waktu.v15i1.437 Darmakusuma, D. (2013). Pengelolaan sungai berbasis masyarakat lokal di daerah lereng selatan gunung merapi. Manusia Dan Lingkungan, 20, 229–29. Hasibuan, R. (2016). Rosmidah Hasibuan ISSN Nomor 2337-7216. Jurnal Ilmiah Advokasi, 04(01), 42–52. https://www.google.com/search?client=firefox-bd&q=jurnal+issn+rosmidah+hasibuan Kadarsah, Suryadi dan M Ali Ramdani.(1998). Sistem Pendukung Keputusan. PT Remaja Rasdakarya, Bandung. Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. 2016. Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Operasi Dan Pemeliharaan Prasarana Sungai Serta Pemeliharaan Sungai. Jakarta: Kementrian PUPR: Muniroh, 2016, Dampak Penambangan Pasir Di Sungai Luk Ulo terhadap Lingkungan, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta. Oktaliana R, Ahmad, Muryani C. 2020. The Behavior of Waste Disposal into River Among Community in Sungai Kakap Subdistrict West Kalimantan. GeoEco Journal Vol.6, No.1, Page 63-71. DOI: https://doi.org/10.20961/ge.v6i1.39139. Suparjo, M. N. (2011). Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang. Saintek Perikanan : Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology, 4(2), 38–45. https://doi.org/10.14710/IJFST.4.2.38-45 UNESCO. (2007). Petunjuk praktis partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir. Jakarta: UNESCO Office https://issuu.com/itsnet/docs/ petunjuk_praktis_partisipasi_masyarakat_dalam_mena Mokodongan, B.K., Sela, R.L.E., & Karongkong, H.H. (2014). Identifikasi pemanfaatan kawasan bantaran sungai dayanan di kotamobagu 6(3), 273–283. Putro, j. D., & nurhamsyah, m. (2015). Pola permukiman tepian air, studi kasus: desa sepuk laut, pungur besar dan tanjung saleh kecamatan sungai kakap, kabupaten kubu raya. Langkau betang: jurnal arsitektur, 2(1), 65–76. Https://doi.org/10.26418/lantang.v2i1.13841 Putra, W. A. (2016). Studi Experimen Distribusi Kecepatan Pada Saluran Lurus Di Sungai Batang Lubuh. Jurnal Mahasiswa Teknik UPP, 2(1), 1–10. Saaty, T. Lorie. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka Binama Pressindo Tim Diklat Sumber Daya Air Dan Konstruksi. 2017. Modul morfologi sungai. Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Bandung



606



PEMANFAATAN MODEL KENDALI MUTU DALAM UPAYA PENINGKATKAN KUALITAS DATA HIDROLOGI Rosidatu Diniyah1*, Desi Windatiningsih1, Sri Mulat Yuningsih1, Dian Affifah1 Balai Hidrologi dan Lingkungan Keairan, Dit. Bina Teknik SDA, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat



1



*[email protected]



Intisari Data dan informasi hidrologi merupakan data dasar dalam pengelolaan Sumber Daya Air. Oleh karena itu, ketersediaan data dan informasi hidrologi yang akurat dan berkesinambungan sudah menjadi tuntutan mendesak untuk dapat segera diwujudkan. Namun kenyataan yang ada, saat ini kualitas data hidrologi terutama data debit secara umum masih rendah. Permasalahan yang teridentifikasi antara lain rendahnya evaluasi terhadap kinerja pos hidrologi, kualitas data lapangan, metode pengolahan data yang belum seragam, dan rekomendasi perbaikan yang kurang optimal dilaksanakan. Model kendali mutu data hidrologi ini merupakan sistem penilaian berbasis skoring yang dapat digunakan untuk mendeteksi secara dini sumber permasalahan yang ada, sehingga dapat diperbaiki dan diantisipasi secara cepat dan tepat sasaran. Hal ini dikarenakan pada masing-masing tahapan utama, yaitu QC1, QC2 dan QC3 terdiri dari parameter- parameter yang terkait langsung dalam mempengaruhi kualitas data. Parameter tersebut akan diberikan nilai Baik, Kurang Baik, dan Buruk tergantung kondisi saat penilaian. Hasil analisis kendali mutu data QC1 dan QC2 pada beberapa pos duga air selanjutnya dilakukan simulasi dengan pendekatan skenario perbaikan ringan dan sedang. Penerapan model kendali mutu dengan simulasi perbaikan ringan dan sedang menunjukkan hasil kualitas data dapat meningkat secara signifikan, apalagi jika dilakukan perbaikan secara menyeluruh dengan langkah nyata dan konsisten. Model kendali mutu data hidrologi ini diharapkan dapat menjadi acuan pengelola data hidrologi dalam mengambil kebijakan dalam mengatasi rendahnya kualitas data dan mendukung dalam sertifikasi pos hidrologi. Kata Kunci: Upaya, kualitas, skenario, perbaikan, konsisten Latar Belakang Keandalan data dan informasi hidrologi merupakan input penting dalam pengelolaan sumber daya air yang baik dan bijaksana. Dalam konteks pengelolaan sumber daya air terintegrasi (integrated water resources management), keputusan yang dibuat membutuhkan data dan informasi yang akurat dan dapat diakses secara tepat waktu. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa data belum sesuai dengan kondisi yang ideal. Permasalahan yang teridentifikasi yang menyebabkan penurunan kualitas antara lain belum adanya evaluasi terhadap pengelolaan pos hidrologi yang telah terbangun termasuk alat yang terpasang, keterbatasan data pengukuran debit sungai dalam rangka validasi dan updating lengkung debit, rekomendasi perbaikan pos yang seringkali terkendala dalam pelaksanannya, 607



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



metode yang digunakan dalam pengolahan data belum seragam dan tidak mengacu pada standar yang ada, serta perpindahan sumber daya manusia (SDM) cukup tinggi tetapi tidak sebanding dengan pengkaderan. Sistem pengelolaan dan pemantauan data hidrologi yang baik akan menghasilkan mutu data yang baik pula. Hasil pengukuran mutu data debit sungai secara sampling menunjukkan mutu data sebagian besar kurang baik. Hal tersebut mengindikasikan ada komponen sistem pengelolaan data hidrologi yang perlu dibenahi terutama menyangkut operasi dan pemeliharaan, pengukuran, dan pengolahan data. Peningkatan operasi dan pemeliharaan, peralatan hidrologi, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia, serta dana dan institusi perlu segera dilakukan (Puslitbang, 2016). Pengelola data hidrologi dituntut mampu meningkatkan kualitas data hidrologi melalui peningkatan kinerja semua komponen sistem monitoring atau sistem manajemen mutu. Guna mewujudkan data hidrologi yang memadai, akurat, tepat waktu dan berkesinambungan harus didukung usaha pengelolaan hidrologi yang lebih baik lagi di tingkat Daerah maupun Pusat. Hamilton (2012) dan WMO (2011) menyatakan bahwa Sistem Manajemen Mutu adalah sistem manajemen yang mengarahkan dan mengendalikan suatu organisasi yang berkecimpung dalam bidang monitoring hidrologi. Salah satu aspek sistem manajemen mutu adalah kendali mutu atau quality control. Pusat Litbang Sumber Daya Air telah mengembangkan model kendali mutu data hidologi, yang merupakan sebuah metode yang dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan dalam analisis kendali mutu data hidrologi. Model kendali mutu meninjau, menilai dan mengukur kondisi pos di lapangan, semua aktifitas di lapangan dan di kantor yang berhubungan dengan kegiatan yang menghasilkan data hidrologi serta mengeluarkan rekomendasi teknis yang dapat menilai seluruh sistem pengendali dan penggerak yang bersangkutan dengan data hidrologi. Tindak lanjut terhadap rekomendasi teknis yang dilengkapi dengan diagram RADAR dapat dilakukan dengan mudah dan tepat sasaran. Strategi utama untuk mencegah kesalahan informasi yakni mencakup pemeriksaan data, membantu pemantauan, dan memberikan dukungan keputusan, serta rekomendasi peningkatan yang perlu dilakukan. Pengembangan model kendali mutu terus berproses melalui ujicoba demi penyempurnaan dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Namun model tersebut sudah dapat digunakan dalam analisa kendali mutu data hidrologi terkait basis data dan publikasi data, karena sudah melalui ujicoba, diskusi teknis, sosialisasi dan penerapan (Puslitbang, 2018). Penerapan model kendali mutu telah dilakukan terhadap kinerja pos (QCQ-1), kondisi lengkung debit (QCQ-2RC), dan kondisi data debit (QCQ-Akhir). Hasil analisis kendali mutu kinerja pos secara sampling terhadap 14 pos duga air dengan kategori 7 pos Baik, 5 pos Kurang Baik, dan 2 pos Buruk. Analisis kendali mutu lengkung debit dilakukan terhadap 299 pos dengan jumlah data dan tahun data sangat bervariasi, diperoleh hasil dengan kategori Baik 11 pos dan Kurang Baik 288 pos. Hasil analisis kendali mutu data debit tahun 2015 adalah 7 pos kategori Baik dan



608



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



161 Kurang Baik, sedangkan data debit tahun 2016 adalah 5 pos kategori Baik dan 179 Kurang Baik (Sri Mulat Yuningsih, 2019). Penerapan teknologi telah dilakukan dibeberapa pos percontohan dengan hasil kendali mutu data hujan 41 pos berkategori baik, 14 pos kurang baik dan 3 pos Buruk. Data debit 2 pos kategori kurang baik dan 12 pos jelek. Data sedimen 3 pos berkategori kurang baik. Data klimatologi 1 pos berkategori baik. Hasil kendali mutu dan rekomendasi kemudian dilakukan skenario perbaikan ringan, hasilnya menunjukkan peningkatan menjadi lebih baik (Ginanjar et al., 2019). Tujuan dari studi ini adalah memberikan gambaran bahwa kualitas data debit dapat ditingkatkan secara cepat dan tepat sasaran apabila perbaikan parameter sesuai dengan rekomendasi teknis dilaksanakan secara konsisten. Sasaran yang diharapkan dari kajian ini adalah pengelola data hidrologi dapat segera melakukan analisis kendali mutu data agar tindakan perbaikan komponen yang menyebabkan kualitas data menurun dapat segera ditanggulangi. Studi dilaksanakan di sebagian besar pos duga air (PDA) Jaringan Hidrologi Nasional (Jarnas) yang tersebar di Seluruh Indonesia. Pemilihan lokasi pos PDA Jarnas dengan pertimbangan data kegiatan survai identifikasi kinerja pos tersedia, sehingga kegiatan analisis kendali mutu data diharapkan dapat mewakili dan memberi motivasi dalam meningkatkan kualitas data secara lebih baik. Metodologi Kerangka pikir analisis kendali mutu data debit termasuk skenario tindakan perbaikan terhadap hasil rekomendasi teknis pada kajian ini mengikuti kerangka seperti pada Gambar 1. Analisis kendali mutu yang utama ada 3 tahapan yaitu QC1, QC2 dan QC3 terdiri dari parameter- parameter yang terkait langsung dalam mempengaruhi kualitas data, tetapi dalam kajian ini hanya dilaksanakan untuk tahap QC1 dan QC2 saja. Metode pelaksanaan kendali mutu data hidrologi berisi metode pemeriksaan data hidrologi secara otomatis mengikuti kaidah-kaidah tertentu dan disesuaikan dengan kondisi data yang bersangkutan. Informasi yang tersedia diharapkan mampu mendeteksi data yang baik, kurang baik, dan buruk. Metode pelaksanaan kajian dilakukan dalam 6 (enam) tahapan sesuai alur pelaksanaan kajian seperti pada diagram alir Gambar 2. Uraian pelaksanaan kajian secara lengkap adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan data sekunder, meliputi: a) Data hasil survai identifikasi pos dan hasil analisis kendali mutu tahap 1 (QCQ-1). b) Data muka air sesuai dengan pos pada butir (a). c) Pengumpulan data lengkung debit, bisa yang sudah dilakukan analisis kendali mutu ataupun belum. 2) Melakukan review hasil analisis kendali mutu terhadap butir (1) dan disesuaikan dengan model kendali mutu yang tercantum pada konsep pedoman kendali mutu terkini.



609



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



3) Melakukan analisis kendali mutu butir (1) untuk data yang belum ada analisa kendali mutu. 4) Membuat skenario perbaikan ringan dan sedang pada parameter yang ada di model kendali mutu. Skenario hanya akan diterapkan pada bebarapa sub kriteria yang mempengaruhi kualitas data dengan jenis perbaikan ringan dan sedang. Tidak semua faktor yang meragukan atau buruk dapat dilakukan perbaikan ringan sampai sedang karena pertimbangan biaya, waktu, dan prioritas kepentingan, serta memerlukan waktu relatif lama.



5) Melaksanakan simulasi perbaikan ringan dan sedang terhadap hasil rekomendasi yang dihasilkan pada butir (2) dan (3) dengan mengacu pada skenario butir (4). 6) Melakukan analisis kendali mutu terhadap data pada butir (2) dan (3) dengan memperhatikan simulasi perbaikan pada butir (5).



Gambar 1. Kerangka pikir kajian Nilai QCDebit dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑄𝐶Debit = ∑𝑛𝑗=1{∑𝑛𝑖=1((𝑁𝑘1 𝑥𝑆𝑘1 ) + ⋯ + (𝑁𝑘𝑖 𝑥𝑆𝑘𝑖 ))} 𝐾𝑗 ...................... 1) Keterangan: Nk1…Nki : hasil penilaian kondisi Baik (5) Sedang (3) Buruk (1) Sk1…Ski : bobot subkriteria tertentu dari kriteria tertentu K1… Kj : bobot kriteria tertentu Hasil perhitungan dengan menggunakan formula tersebut kemudian dibagi menjadi 3 kategori: Baik : QCDebit ≥ 3,667 Kurang Baik : 2,333 ≤ QCDebit < 3,667



610



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Buruk : QCDebit < 2,333 Penentuan nilai kategori berdasarkan metode pembagian interval teratur menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑛



−𝑛



𝑐 = 𝑚𝑎𝑥𝑘 𝑚𝑖𝑛 ………………………………………………….…………….. keterangan: c : nilai interval dari kategori k : jumlah kelas kategori (Baik, Kurang Baik, dan jelek nmax;nmin : nilai maksimum; nilai minimum



2)



Berdasarkan hasil analisa tersebut, diusulkan rekomendasi teknis dalam rangka peningkatan kualitas berdasarkan analisa diagram RADAR untuk masing-masimg tahapan sehingga dapat dilakukan pembuatan skenario perbaikan. Skenario perbaikan hanya diberikan contoh untuk rekomendasi yang tergolong pada perbaikan ringan dan sedang.



Gambar 2. Diagram alir tahapan pelaksanaan kegiatan



Hasil dan Pembahasan Penerapan analisis kendali mutu data debit sudah mulai dilakukan terhadap beberapa pos di kegiatan manajemen pengelolaan data dan kegiatan pengembangan jaringan hidrologi startegis nasional (Jarnas). Penerapan kendali mutu data debit meliputi analisa kendali mutu QCQ-1, QCQ-2, QCQ-3 dan QCQ-Akhir dengan menggunakan blangko kuesioner yang telah ditentukan parameter-parameter yang mempengaruhi kualitas data dengan kriteria dan sub kriteria, serta bobotnya (Puslitbang SDA, 2019). Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data dari hasil kegiatan manajemen pengelolaan data dan kegiatan Jarnas. Data tersebut kemudian dilakukan evaluasi 611



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dan validasi dengan menggunakan format kendali mutu yang sesuai pada rancangan pedoman kendali mutu data debit. Analisis kendali mutu untuk beberapa pos, khususnya pos Jarnas perlu dilakukan karena adanya penyempurnaan nilai bobot pada kriteria dan sub kriteria namun tidak merubah nilai kategori pos sebelumnya. Skenario perbaikan dibuat agar dapat memberikan gambaran secara detail bahwa komponen yang mempengaruhi rendahnya kualitas dapat dilakukan perbaikan atau peningkatan secara bertahap agar lebih efektif dalam pelaksanaannya. Hasil penyusunan skenario perbaikan ringan dan sedang dapat dilihat pada lampiran. Pembuatan skenario perbaikan ringan dan sedang dengan mempertimbangkan factor- faktor sebagai berikut:  komponen atau parameter dapat diperbaiki atau ditingkatkan  perbaikan relatif mudah dikerjakan  biaya relatif terjangkau  proses perbaikan tidak memerlukan waktu lama  proses administrasi relatif mudah Hasil analisis kendali mutu QCQ-1, QCQ-2WL dan QCQ-2RC dengan penyesuaian format yang terakhir menunjukkan bahwa dari 15 pos tersebut sebagian besar mempunyai kategori Kurang Baik bahkan masih ada pos yang masuk dalam kategori Buruk, seperti pada Tabel 1. Berdasarkan hasil analisa kendali mutu pada Tabel 1 tersebut kemudian dilakukan perbaikan dengan skenario perbaikan ringan dan sedang hanya dalam simulasi. Simulasi perbaikan ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara nyata apakah dengan perbaikan ringan atau sedang tersebut dapat meningkatkan kualitas pada keinerja pos, kondisi data TMA, dan kondisi lengkung debit. Tabel 1. Hasil analisis kendali mutu No



Nama Pos



1 Wampu-Stabat 2 S.Padang-Tebing Tinggi 3 A.Dingin-Lubuk Minturun 4 Ulakan Hilir-Pauh Kamba 5 Tapung Kiri-Pantai Cermin 6 Rokan Kiri-Lb Bendahara 7 Tabir-Rantau Panjang 8 Majunto-Lalang Luas 9 Majunto-Lb Pinang 10 W.Sekampung-Kresnowidodo 11 Meninting - Blencong 12 Tk Oos - Silakarang 13 Noil Manikin - Taruas 14 Ake Opiyang - Bumi Restu 15 W. Batugajah - Batutampa Sumber: Hasil analisis



QCQ-1 Nilai 3.108 3.167 3.761 3.490 3.168 2.953 3.383 2.631 3.507 3.181 2.655 2.697 2.309 4.328 3.724



Kategori KB KB B KB KB KB KB KB KB KB KB KB Buruk B B



QCQ-2WL Nilai 2.621 2.632 3.444 3.090 2.514 2.260 3.042 2.407 3.495 2.580 2.233 3.594



Kategori KB KB KB KB KB Buruk KB KB KB KB Buruk KB



QCQ-2RC Nilai 3.332 1.041 2.518 3.650 4.347 3.391 2.902 4.259 3.044 3.541 3.592



Kategori KB Buruk KB KB B KB KB B KB KB KB



Hasil analisis kendali mutu kinerja pos (QCQ-1) berdasarkan simulasi skenario perbaikan ringan dan sedang terhadap kinerja pos menunjukan hasil yang cukup baik, seperti terlihat pada Tabel 2 dan Gambar 3. Hasil analisis kendali mutu dengan 612



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



simulasi skenario perbaikan ringan menunjukkan peningkatan perbaikan pada kategori Baik dari 3 pos menjadi 10 pos dan kategori Buruk menjadi Kurang Baik. Sedangkan dari simulasi skenario perbaikan sedang terjadi peningkatan pada kategori Baik menjadi 13 pos dan hanya 2 pos yang tetap pada kategori Kurang Baik, yaitu pos Majunto – Lalang Luas dan Noil Manikin – Tarus. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua komponen dapat diperbaiki pada perbaikan tingkat sedang dan ringan, sebagai contoh pos Noil Manikin – Tarus karena jenis alatnya pelskal. Dengan menggunakan diagram Radar maka diketahui secara rinci komponen apa saja yang tidak bisa diperbaiki pada kedua skenario tersebut,seperti pada contoh Gambar 4. Tabel 2. Hasil analisis kendali mutu QCQ-1 dengan skenario perbaikan No



Nama Pos



1 Wampu-Stabat 2 S.Padang-Tebing Tinggi 3 A.Dingin-Lubuk Minturun 4 Ulakan Hilir-Pauh Kamba 5 Tapung Kiri-Pantai Cermin 6 Rokan Kiri-Lb Bendahara 7 Tabir-Rantau Panjang 8 Majunto-Lalang Luas 9 Majunto-Lb Pinang 10 W.Sekampung-Kresnowidodo 11 Meninting - Blencong 12 Tk Oos - Silakarang 13 Noil Manikin - Tarus 14 Ake Opiyang - Bumi Restu 15 W. Batugajah - Batutampa Sumber: Hasil analisis



Hasil analisis kendali mutu kinerja pos (QCQ-1) Skenario Skenario Asli Perbaikan Ringan Perbaikan Sedang Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori 3.108 KB 3.916 B 4.282 B 3.167 KB 3.718 B 3.979 B 3.761 B 4.209 B 4.321 B 3.490 KB 4.209 B 4.321 B 3.168 KB 3.812 B 3.935 B 2.953 KB 3.386 KB 3.765 B 3.383 KB 3.818 B 3.878 B 2.631 KB 3.332 KB 3.332 KB 3.507 KB 3.992 B 4.157 B 3.181 KB 3.538 KB 3.870 B 2.655 KB 3.850 B 3.902 B 2.697 KB 3.663 KB 3.831 B 2.309 Buruk 3.223 KB 3.223 KB 4.328 B 4.467 B 4.467 B 3.724 B 4.028 B 4.105 B



Gambar 3. Hasil analisis kendali mutu QCQ-1 dengan skenario perbaikan



Gambar 4. Diagram Radar hasil analisis QCQ-1 pos Noil Manikin



613



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hasil analisis kendali mutu data muka air (QCQ-2WL) berdasarkan simulasi skenario perbaikan ringan dan sedang terhadap kinerja pos menunjukan hasil yang cukup baik, seperti terlihat pada Gambar 5 dan Tabel 3. Hasil analisis kendali mutu dengan simulasi skenario perbaikan ringan menunjukkan ada peningkatan perbaikan pada kategori Baik 3 pos dan 2 pos dengan kategori Buruk meningkat menjadi Kurang Baik. Sedangkan dari simulasi skenario perbaikan sedang terjadi peningkatan pada kategori Baik dari 3 pos menjadi 6 pos. Pada diagram Radar Gambar 6 terlihat ada 3 komponen yang tidak dapat ditingkatkan sampai pada perbaikan sedang, yaitu jenis data, kondisi hidrograf, dan metode analisa data. Hal ini karena tiga komponen tersebut sangat terkait dengan jenis dan kinerja alat.



Gambar 5. Hasil analisis kendali mutu QCQ-2WL dengan skenario perbaikan



Gambar 6. Diagram radar hasil analisis QCQ-2WL Rokan Kiri



Khusus untuk analisis kendali mutu lengkung debit (QCQ-2RC) sebagian besar komponen baru dapat ditingkatkan kualitasnya setelah ada perbaikan sedang, seperti terlihat pada Tabel 4. Kondisi demikian karena komponen yang mempengaruhi kualitas lengkung pada umumnya memerlukan biaya dan waktu proses dan terkait dengan pihak lain. Seperti pada komponen pengukuran debit banjir, dimana komponen tersebut sangat terkait pengadaan peralatan, SDM ahli dibidangnya, kondisi lapangan. Komponen lain yang saling terkait dan mempengaruhi kualitas, seperti: 1. Kualitas data akan mempengaruhi hasil ploting dan hasil analisa lengkung 2. Pengukuran banjir dan penampang melintang yang akan mempengaruhi



perpanjangan lengkung debit, hasil analisa lengkung debit dan persamaan lengkung debit.



614



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3. Hasil analisis kendali mutu QCQ-2WL dengan skenario perbaikan No



Nama Pos



1 Wampu-Stabat 2 S.Padang-Tebing Tinggi 3 A.Dingin-Lubuk Minturun 4 Ulakan Hilir-Pauh Kamba 5 Tapung Kiri-Pantai Cermin 6 Rokan Kiri-Lb Bendahara 7 Tabir-Rantau Panjang 8 Majunto-Lalang Luas 9 Majunto-Lb Pinang 10 W.Sekampung-Kresnowidodo 11 Meninting - Blencong 12 W. Batugajah - Batutampa Sumber: Hasil analisis



Hasil analisis kendali mutu data muka air (QCQ-2WL) Skenario Skenario Asli Perbaikan Ringan Perbaikan Sedang Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori 2.621 KB 3.485 KB 3.965 B 2.632 KB 3.118 KB 3.673 B 3.444 KB 4.063 B 4.174 B 3.090 KB 3.996 B 3.996 B 2.514 KB 3.071 KB 3.241 KB 2.260 Buruk 2.674 KB 3.229 KB 3.042 KB 3.523 KB 3.538 KB 2.407 KB 2.794 KB 2.808 KB 3.495 KB 4.138 B 4.226 B 2.580 KB 2.820 KB 3.286 KB 2.233 Buruk 3.619 KB 4.035 B 3.594 KB 3.249 KB 3.374 KB



Tabel 4. Hasil analisis kendali mutu QCQ-2RC dengan skenario perbaikan No



Nama Pos



Hasil analisis kendali mutu lengkung debit (QCQ-2RC) Skenario Perbaikan Skenario Perbaikan Asli Ringan Sedang Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori



1 Wampu-Stabat



3.332



KB



3.332



KB



3.656



KB



2 S.Padang-Tebing Tinggi



1.041



Buruk



1.991



Buruk



3.175



KB



3 A.Dingin-Lubuk Minturun



2.518



KB



2.518



KB



3.241



KB



4 Ulakan Hilir-Pauh Kamba



3.650



KB



3.650



KB



3.870



B



5 Tapung Kiri-Pantai Cermin



4.347



B



4.347



B



4.503



B



6 Rokan Kiri-Lb Bendahara



3.391



KB



3.391



KB



3.656



KB



7 Tabir-Rantau Panjang



2.902



KB



2.902



KB



3.259



KB



8 Majunto-Lalang Luas



4.259



B



4.259



B



4.521



B



9 Majunto-Lb Pinang



3.044



KB



3.044



KB



3.241



KB



10 W.Sekampung-Kresnowidodo



3.541



KB



3.541



KB



3.656



KB



3.591



KB



3.591



KB



3.911



B



11 W. Batugajah - Batutampa Sumber: Hasil analisis



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Model kendali mutu data hidrologi ini dapat diterapkan secara mudah, efektif dan efisien karena parameter-parameter (kriteria dan sub kriteria) yang digunakan mudah dimengerti. Analisa kendali mutu dengan mudah dapat digunakan karena nilai otomatis muncul pada aplikasi yang telah tersedia dengan perangkat lunak Excel. Model ini dilengkapi dengan rekomendasi peningkatan atau perbaikan yang dapat dilakukan secara mudah dan tepat sasaran karena penyimpangan yang terjadi dapat diketahui berdasarkan diagram RADAR. Pada makalah ini menunjukkan bahwa penerapan model kendali mutu dengan 615



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



simulasi perbaikan ringan dan sedang dapat meningkatkan kualitas data secara signifikan, apalagi jika dilakukan perbaikan secara menyeluruh dengan langkah nyata dan konsisten. Model kendali mutu data hidrologi ini diharapkan mempunyai manfaat dalam sertifikasi pos hidrologi dan data serta menjadi acuan bagi pengelola data hidrologi. Saran Peningkatan kualitas data hidrologi dapat ditingkatkan melalui langkah nyata dan konsisten dengan melakukan pemantauan kualitas terhadap komponen yang mempengaruhi kualitas data. Sedangkan kajian ini hanya sebagai upaya memberikan gambaran peningkatan kualitas. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih ditujukan kepada tim kegiatan pengelolaan basis data dan kegiatan pengembangan pos Jarnas, serta semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan kajian ini. Daftar Referensi Hamilton Stuart, 2012, The 5 Essential Elements of a Hydrological Monitoring Programme, WMO Bulletin, Volume 61(1) Mirwan Rofig G dan S.M. Yuningsih, 2017, Penerapan Model Kendali Mutu Data Hidrologi Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Data, Jurnal Sumber Daya Air, Vol. 13 No. 2 November 2017: 131-146. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. 2019. Konsep Pedoman Kendali Mutu Data Debit. Pusat penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum. Desember 2019. Sri Mulat Yuningsih, Lintang Galihsukma, Adang S.Soewaeli, 2015, Kendali Mutu Data Hujan Harian Dalam Satu Tahun Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Sumber Daya Air, Vol.11 No. 2, November 2015: 135-150. World Meteorological Organization (WMO). 2010. Manual on Stream Gauging._, No.1044, Vol I. Genewa: World Meteorological Organization World Meteorological Organization (WMO), No. 1001, Vol. 1, 2011, Guide to the Quality Management System for the Provision of Meteorological Service for International Air Navigation. Genewa: World Meteorological Organization



616



MODEL WAKTU DASAR HIDROGRAF SATUAN SINTETIS UNTUK DAERAH ALIRAN SUNGAI BERBENTUK RADIAL M. Firman1*, M. Bisri2, U. Andawayanti2 dan R. Asmaranto2 Program Doktoral Teknik Sumber Daya Air, Universitas Brawijaya Malang 2 Program Studi Teknik Sumber Daya Air, Universitas Brawijaya Malang



1



*[email protected]



Intisari Waktu dasar (Tb) merupakan salah satu elemen penting dalam membangun suatu hidrograf satuan sintetis (HSS). Banyak metode untuk mengestimasi Tb yang telah ditawarkan oleh para peneliti, namun masih mengabaikan faktor bentuk daerah aliran sungai (DAS). Kebanyakannya hanya berfokus pada batasan luasan dan lokasi dari DAS. Efeknya, nilai estimasi Tb yang dihasilkan seringkali menghasilkan deviasi yang cukup signifikan apabila diterapkan pada bentuk DAS tertentu. Untuk itu, penelitian ini berfokus pada pengembangan model T b untuk DAS berbentuk radial dengan berbasis pada parameter fisik DAS. Studi melibatkan 11 (sebelas) DAS radial di P. Jawa dan P. Sulawesi yang memiliki pasangan data hasil rekaman pemantauan hujan dan aliran otomatis. Sepuluh DAS digunakan untuk pengembangan model dan satu DAS sisanya untuk verifikasi model. Metode statistik regresi multivariat diterapkan untuk pemodelannya dengan menguji 10 (sepuluh) parameter fisik DAS radial yang diturunkan dengan mengunakan peta topografi & data DEM serta perangkat lunak GIS. Metode Mean Absolute Error (MAE), Root Mean Squared Error (RMSE) dan Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE) digunakan sebagai indikator ketelitian model. Hasilnya, model waktu dasar (Tb) terbaik adalah model yang melibatkan parameter kemiringan sungai utama (S) dan faktor panjang sungai utama dan panjang sungai utama ke pusat DAS [L.Lc] dengan memberikan nilai Adj. koefisien determinasi (Adj. R2) = 0,87, Sig. F = 0,00 ( 1 dan nilai faktor simetri (SIM) ≥ 0,50 yang telah didokumentasikan oleh Harto (1993). Daftar DAS lokasi riset tertera pada Tabel 1. Pasangan data hujan dan aliran otomatis yang tersedia sepanjang 5 s/d 10 tahun dan Peta Topografi skala 1 : 50.000 dan ditigal elevation model (DEM). Data hidrologi didapatkan dari beberapa Balai Besar Wilayah Sungai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan untuk peta topografi dari Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada diagram alur yang tertera pada Gambar 1. Data hujan yang dipakai adalah hujan rata-rata DAS penyebab kejadian banjir. Perhitungan hujan rata-rata DAS dihitung dengan menggunakan metode polygon thiessen dan kemudian didistrubusi ke dalam hujan jam-jam-an. Metode Collins diterapkan dengan mengacu yang telah didokumentasikan oleh Priyantoro dan Limantara (2017) untuk menghasilkan hidrograf satuan observasi (HSO) dan 618



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



parameter waktu dasar (Tb). Metode straight line method (Harto, 1993) dan metode indek infiltrasi ɸ (phi index) juga digunakan untuk memisahkan aliran dasar dan penentuan hujan efektif penyebab aliran langsung (direct runoff – DRO) (Harto, 1993). Tabel 1. Daerah aliran sungai (DAS) lokasi riset



No.



Nama DAS



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Bontojai Daraha Jonggoa Kampili Macini Sombala Jenelata Pataruman Guwo Lesti Gadang Kelara



Luas DAS (km2)



277,96 26,01 128,62 630,43 666,69 222,95 1.387,49 170,54 378,85 692,65 189,36



Provinsi



Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Timur Sulawesi Selatan



Faktor Lebar (WF) 2,50 4,08 1,43 1,67 5,39 1,62 1,24 1,19 1,41 1,46 2,09



Faktor Simeteri (SIM) 1,37 2,36 0,74 0,81 2,74 0,85 0,62 0,60 0,70 0,71 1,06



Ket.



Pengembangan model



Verifikasi model



Gambar 1. Tahapan penelitian Parameter fisik DAS diperoleh dari Peta Topografi skala 1:50.000 dan DEM dengan menggunakan Arc. SIG. Beberapa parameter fisik DAS (A, P, dan L) dapat langsung diperoleh dari peta DAS. Parameter fisik DAS yang tersisa diperoleh dengan memperhatikan kriteria dan formula sebagai berikut: 1. Penentuan bentuk DAS dengan menggunakan parameter WF dan SIM, rumus yang digunakan, sebagai berikut: a. Faktor lebar (WF) 𝑊𝐹 = 𝑊𝑈 ⁄𝑊𝑙



(1) 619



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



b. Faktor Simentri (SIM) 𝑅𝑈𝐴 = 𝐴𝑢 ⁄𝐴



(2)



𝑆𝐼𝑀 = 𝑊𝐹 . 𝑅𝑈𝐴 dimana: WF : faktor lebar (-) Wu : lebar DAS pada 0.75 L (km) Wl : lebar DAS pada 0.25 L (km) RUA : luas relatif hulu DAS (-) Au : luas hulu DAS (km2) A : luas DAS (km2) SIM : faktor simteri (-)



(3)



(a)



(b)



Gambar 2. Penentuan Parameter WF dan RUA 2. Parameter Lc diukur mulai dari outlet sampai terdekat dengan pusat gravitasi DAS. Metode grid menggunakan Arc. GIS diterapkan untuk menentukan pusat gravitasi DAS. 3. Parameter kemiringan sungai utama (S) dihitung dengan rumus berikut: 𝑆=



∆𝐸𝑟



(4)



𝐿



dimana: S Er L



: kemiringan sungai utama (-) : perbedaan ketinggian antara hulu & hilir sungai (m) : panjang sungai utama (m).



4. Kerapatan sungai (Dd)



𝐷𝑑 = 𝐿⁄𝐴 dimana: Dd



620



: kerapatan sungai (km-1)



(5)



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



L A



: jumlah panjang sungai, termasuk anak-anak sungai (km). : luas DAS (km2).



5. Faktor topografi (T)



𝑇=



𝐿 𝑆𝑜0,5



dimana: T L So



(6) : faktor topografi (km). : panjang sungai utama (km). : kemiringan sungai utama.



6. Luas Daerah Aliran Sungai (RUA) bagian hulu didefinisikan sebagai perbandingan antara luas daerah aliran sungai bagian hulu (Au) dengan luas daerah aliran sungai (A). Parameter Au diperoleh dengan mengacu pada Gambar 2 (b). RUA diestimasi menggunakan Persamaan (2). Terdapat 10 (sepuluh) variabel desain yang akan diuji dan dipergunakan dalam pengembangan model waktu dasar (Tb). Variabel - variabel desain tersebut terdiri dari luas DAS (A), keliling DAS (P), panjang sungai utama (L), panjang sungai utama ke pusat DAS (Lc), kemiringan sungai utama (S), faktor topografi (T), kerapatan drainase (Dd), luas relatif hulu DAS (RUA), faktor panjang sungai utama dan panjang sungai utama ke pusat DAS [L.Lc] dan rasio antara panjang sungai utama dan panjang sungai utama ke pusat DAS [L/Lc]. Prosedur statistik korelasi dan regresi multivariat Ordinary Least Squares (OLS) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 25 untuk memperkirakan parameter model yang berpengaruh dengan mengikuti bentuk persamaan pangkat seperti yang telah direkomendasikan oleh Harto (1993).



Tb = aX1b X2c X3d X4e dimana: a,b,c,d,e = koefisien regresi. X1, X2, X3 = parameter karakteristik fisik DAS radial.



(7)



Model dikategorikan baik (terpilih) apabila telah didapatkan model dengan nilai R2 ≥ 0,70; Sig. F ≤ 0,05, standard error of the estimate (SEE) terkecil, dan lulus uji residual model (uji asumsi klasik regresi) (Ghozali, 2011). Uji residual model digunakan untuk memastikan model yang dihasilkan telah BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Uji tersebut terdiri dari uji normalitas, heterokedastisitas, multikolinieritas dan autokorelasi (Ghozali, 2011). Untuk memastikan model valid dan handal, prosedur validasi dan verifikasi dilakukan. Model dapat dinyatakan valid dan handal apabila hasil model menghasilkan deviasi yang kecil dari nilai observasi atau RMSE mendekati nol (Bayuadji, et al., 2020). 𝑀𝐴𝐸 =



1 𝑛 ∑ ⌈𝑋 𝑛 𝑗=1 𝑗



− 𝑋̂𝑗 ⌉



(8)



dimana:



621



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



MAE 𝑋𝑗 𝑋̂𝑗 n



= kesalahan absolut rata-rata = nilai prediksi = nilai observasi = jumlah data. ∑𝑛 𝑖=1(𝑄(𝑜𝑏𝑠) −𝑄(𝑚𝑜𝑑) )



𝑅𝑀𝑆𝐸 = √ dimana: RMSE Q(mod) Q(obs) n



2



(9)



𝑛



= Root Mean Square Error = debit model (m3/dt) = debit observasi (m3/dt) = jumlah data. ∑𝑛 (𝑌



−𝑌



)2



𝑁𝑆𝐸 = 1 − [∑𝑛𝑖=1(𝑌 𝑜𝑏𝑠− 𝑌 𝑠𝑖𝑚 )2 ] 𝑖=1



dimana: Yobs Ysim Ymean



𝑜𝑏𝑠



𝑚𝑒𝑎𝑛



(10)



: hasil pengamatan lapangan : hasil model : rata-rata hasil pengamatan lapangan



Hasil Studi dan Pembahasan Berdasarkan data pasangan debit dan hujan yang telah dikumpulkan dapat dihasilkan pada masing – masing DAS 10 (sepuluh) kasus banjir puncak tunggal (single peak), sehingga terdapat 100 kasus banjir yang dapat dikumpulkan di keseluruhan DAS penelitian. Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan contoh 10 (sepuluh) data puncak banjir tunggal terpilih dan prosedur penurunan unit hidrograf satuan observasi (HSO) untuk kasus banjir 8 September 2008 pada DAS Kampili. Berdasarkan pada perhitungan pada Tabel 3, dihasilkan jumlah ordinat hidrograf (tidak termasuk harga nol pada jam awal dan akhir) atau n = 8 dan jumlah jam hujan efektif atau j = 1, sehingga waktu dasarnya diperoleh Tb = n – 1 + 1 = 8 – 1 + 1 = 8 jam. Dengan cara yang sama waktu dasar (Tb) individual diestimasi, dan rekapitulasi waktu dasar (Tb) individual dirangkum pada Tabel 4. Parameter waktu dasar (Tb) suatu DAS dihasilkan dengan merata-ratakan besaran nilai waktu dasar individual tersebut (Tabel 4). Tabel 5 menunjukkan hasil kuantifikasi karakteristik fisik DAS daerah penelitian. Ini merupakan hasil rangkuman dari hasil analisis yang dilakukan pada peta DAS dengan menggunakan perangkat Arc. GIS dan menerapkan Persamaan (1) s/d Persamaan (6).



622



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 2. Contoh Pemilihan Kejadian Banjir di DAS Kampili No.



Nama DAS



1



Debit Puncak (m3/dt) 59,41 68,78 30,63 47,36 47,36 49,20 51,55 49,20 32,13 48,87



Kejadian Banjir



Kampili



8 September 2008 1 Februari 2009 3 Februari 2010 9 Maret 2011 7 Oktober 2012 20 April 2013 16 Januari 2114 12 Februari 2015 1 April 2016 3 Februari 20117



Sumber: hasil analisis, 2021.



Tabel 3. Contoh penurunan unit hidrograf satuan dan waktu dasar di DAS Kampili (kasus banjir 8 September 2008) Q (Jam-jaman) No



1



Tgl



8 Sep 2008



Q Max



59,41



Analisa BF Hujan (mm)



Selisih AkhirAwal



Laju BF (m3/dt)



DRO (m3/dt)



Indeks Infil. (mm)



Hujan Eff. (mm)



Jam ke



TMA



Q (m3/dt)



0



2,00



33,47



1



33,47



0,00



10,50



0,00



1



2,10



35,15



1



33,73



1,41



10,50



0,00



2



2,30



38,49



11



33,99



4,50



10,50



0,50



3



3,55



59,41



1



34,25



25,16



10,50



0,00



4



3,34



55,90



5



34,51



21,38



10,50



0,00



5



3,10



51,88



10



34,77



17,11



10,50



0,00



6



2,65



44,35



3



35,03



9,32



10,50



0,00



7



2,40



40,17



1



35,29



4,87



10,50



0,00



8



2,30



38,49



7



35,55



2,94



10,50



0,00



9



2,14



35,82



1



35,82



0,00



10,50



0,00



2,34



Sumber: hasil analisis, 2021.



Analisis statistik korelasi (Pearson) dilakukan untuk menilai tingkat hubungan antara waktu dasar dengan parameter fisik DAS dan antara parameter fisik itu sendiri secara individual. Namun, sebelumnya nilai parameter pada Tabel 5 perlu ditransformasi log (basis 10). Hasilnya, parameter fisik DAS yang memiliki korelasi signifikan (R≥0,60) dengan waktu dasar (Tb) adalah faktor topografi (T), luas DAS (A), keliling DAS (P), panjang sungai utama (L), faktor panjang sungai utama dan panjang sungai utama ke pusat DAS [L.Lc], panjang sungai utama ke pusat DAS (Lc) dan kemiringan sungai utama (S). Enam parameter fisik DAS pertama berkorelasi positif dan satu sisanya berkorelasi negatif. Selain itu, ada tiga parameter fisik sisanya, yaitu kerapatan sungai (Dd), luas relatif hulu DAS RUA dan rasio antara panjang sungai utama dan panjang sungai utama ke pusat DAS [L/Lc] memiliki hubungan tidak signifikan (R 1.25m 8. Perlu Early Warning System jika dalam operasi bukaan pintu di El. 100,1m, sebagai sarana mitigasi banjir di wilayah hilir, terutama kota Manado . 9. Perlu adanya kompromi dengan berbagai pihak jika akan melakukan penurunan muka air waduk untuk pengendalian banjir karena berdampak terhadap manfaat waduk yang lain yaitu untuk penyediaan air minum dan PLTA, dengan menurunkan MAW maka suplai debit dan head akan sangat mengurangi manfaat untuk air minum dan PLTA Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada metode hidrometeorologi untuk meningkatkan faktor penyesuaian dengan menggunakan faktor penyesuaian yang dikembangkan yang mewakili data curah hujan saat ini untuk lokasi yang tepat.



649



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dari pengumpulan data, melaksanakan analisis dan yang memberi masukan dalam menyelesaikan penulisan makalah ini khususnya kepada Ibu Wanny Kristyanti Adidarma dan Balai Wilayah Sungai Sulawesi I. Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi referensi bagi pembaca. Daftar Referensi BSNI, 2012. Tata Cara Pehitungan Hujan Maksimum Boleh Jadi dengan Metode Hershfield. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Encyclopaedia Brittanica, 2019. Lake, Encyclopaedia https://www.britannica.com/science/lake.



Britannica,



Inc.,



Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral Sumber Daya Air. Palembeng, 2017. Bimbingan Teknis Perhitungan Debit Banjir Pada Keterbatasan Data Curah Hujan Satelit. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Sayuan Kerja Balai Bendungan, 2017. Petunjuk Teknis Perhitungan Debit Banjir Pada Bendungan. Razali J.1*,.Sidek L.M.2, Rashid M.A 3, Hussein, A 4, M. Marufuzzaman 5, 2018, Probable Maximum Precipitation Comparison using Hershfield’s Statistical Method and Hydro-Meteorological Method for Sungai Perak Hydroelectric Scheme, Scharffenberg, Bill, Mike Bartles, Tom Brauer, Matt Fleming, Greg Karlovits, 2018. Hydrologic Modelling Systems HEC-HMS User’s Manual, US Army Corps of Engineers Hydrologic Engineering Centre. SNI-2415-2016, 2016. Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Sintayehu L., 2015. Application of the HEC-HMS Model for Runoff Simulation of Upper Blue Nile River Basin. Hydrol Current Res 6: 199. doi:10.4172/21577587.1000199.



650



STUDI PERENCANAAN JARINGAN PIPA TRANSMISI LUMBUNG IKAN NASIONAL MENGGUNAKAN APLIKASI WATERCAD V8i Indah Tri Wahyuni1*, Syahrizal Mufrodi1, Hans Ivan2, July Sugiharto1 Balai Wilayah Sungai Maluku Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan SDA 1



2



*[email protected]



Intisari Luas wilayah Provinsi Maluku 93,5% merupakan wilayah lautan sehingga potensi sumber daya ikan Provinsi Maluku sangat besar. Berdasarkan data dari BPS tahun 2020, jumlah tangkapan ikan sekitar 80% per tahun, sehingga Provinsi Maluku dapat dijadikan sebagai Lumbung Ikan Nasional. Dengan memperhatikan pola kebutuhan Lumbung Ikan Nasional serta analisa hidraulika pada sistem jaringan perpipaan desain jaringan pipa yang direncanakan harus cukup untuk mengalirkan debit sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada “Studi Sistem Jaringan Perpipaan Penyediaan Air Baku Lumbung Ikan Nasional Maluku Menggunakan Aplikasi WaterCAD V8i” kajiannnya secara teknis merupakan sistem jaringan yang mensuplai kebutuhan air pada Lumbung Ikan Nasional Maluku. Dalam studi potensi sumber air baku di sekitar kawasan rencana M-LIN di dapatkan potensi air baku sebesar 154 l/dt yang di dapat dari 5 sumber air. Sedangkan kebutuhan air baku yang dibutuhkan dalam pengelolaan Lumbung Ikan Nasional sebesar 120 l/dt. Berdasarkan potensi sumber air tersebut dikaji perencanaan jaringan perpipaannya dengan menggunakan program WaterCAD V8i sehingga didapatkan Panjang pipa yang dibutuhkan yaitu 16.542 m dengan diameter 4, 5, 8, 10, dan 12 inchi menggunakan pipa HDPE. Kecepatan aliran dan Tekanan air dalam pipa disesuaikan dengan aturan baku dan spesifikasi pipa yang digunakan yaitu maksimum 6 m/dt dan 1-10 atm. Hasil simulasi dengan bantuan program WaterCAD V8i menunjukan bahwa distribusi air ke area Lumbung Ikan Nasional dapat terlayani 100% untuk kebutuhan rata-rata maupun pada jam puncak. Kata Kunci: Lumbung Ikan Nasional, air baku, jaringan pipa. Latar Belakang Luas wilayah Provinsi Maluku mencapai 712.479,65 Km2 dimana 93,5% merupakan wilayah lautan dan 6,5% wilayah daratan dengan jumlah tangkapan ikan sekitar 80% per tahun. Melihat potensi sumber daya ikan yang besar Pemerintah Provinsi Maluku mencanangkan program Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang saat ini sedang proses penyusunan master plan oleh pemerintah pusat. Dalam pengelolaannya bentuk pelayanan yang penting dan harus dilakukan pihak pengelola pelabuhan yaitu meningkatkan dan mengembangkan segala fasilitas yang menunjang aktifitas di pelabuhan. Salah satunya adalah pelayanan air bersih dan instalasinya. Air bersih dan instalasi penyediaannya merupakan satu kebutuhan



651



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dasar yang harus tersedia di pelabuhan perikanan. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan air Lumbung Ikan Nasional adalah dengan membuat perencanaan jaringan air baku yang baik dengan memperhatikan peningkatan dan pola kebutuhan konsumen, serta analisa hidraulik pada sistem jaringan pipa yang meliputi pengaruh tinggi tekan hidraulik, kecepatan, tekanan yang dipengaruhi oleh kondisi topografi yang tidak stabil dan kebutuhan diameter pipa yang harus cukup untuk mengalirkan debit sampai ke daerah layanan.



Gambar 1. Peta Rencana Jaringan Pipa Transmisi Lumbung Ikan Nasional



Gambar 2. Elevasi Muka Tanah Jalur Pipa Transmisi Lumbung Ikan Nasional Pada gambar 2. Dapat dilihat bahwa elevasi muka tanah pada jalur pipa transmisi air baku Lumbung Ikan Nasional tidak stabil dan memiliki beda tinggi yang cukup besar pada STA tertentu. Dengan kondisi profil muka tanah tersebut perlu dianalisis pola aliran dalam pipa sesuai dengan standar yang telah ditetapakan oleh Kementerian PUPR yang tertuang pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yaitu memiliki nilai tekanan 0,5-8 atm, kecepataan 0,1-2,5 m/dt serta kemiringan garis hidrolis 0-15 m/km.



652



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Metodologi Studi Dalam menganalisa sistem jaringan pipa transmisi air baku Lumbung Ikan Nasional diperlukan langkah-langkah pengerjaan secara sistematis mulai dari pengumpulan data perencanaan yang meliputi data debit sungai untuk menganalisa ketersediaan air pada sumber air, data kebutuhan air pada jam rata-rata dan jam puncak untuk fasilitas LIN, dan data topografi hasil pengukuran untuk menganalisa jaringan pipa transmisi. Berikut metodologi yang digunakan dalam perencanaan jaringan pipa transmisi air baku Lumbung Ikan Nasional.



Gambar 3. Skema Metodologi Penelitian



653



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hasil Studi dan Pembahasan 1. Perhitungan Kebutuhan Air Baku Lumbung Ikan Nasional Dalam perhitungan kebutuhan air kegiatan pelabuhan perikanan digunakan formula Pane yaitu: KAPP = KAM+KAE+KAO+KAR+KAB (1) Dengan keterangan: KAPP = Kebutuhan air di Pelabuhan perikanan KAM = Kebutuhan air bersih untuk melaut (liter/hari) KAE = Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari) KAO = Kebutuhan air bersih untuk industry olahan (liter/hari) KAR = Kebutuhan air bersih untuk perumahan di pelabuhan perikanan (liter/hari) KAB = Kebutuhan air bersih untuk perkantoran (liter/hari) Tabel 1. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Aktivitas Lumbung Ikan Nasional No



Pengguna Fungsi Air



1 Nelayan/ ABK/ Kapal ikan Jumlah ABK (100-200GT) (19Jumlah 32) org ABK (100-200GT) -(20Jumlah 37) org ABK (100-200GT) -(33Total 51) org 2 Industri Olahan Nelayan Tenaga Kerja Formal+Informal Pabrik Pengalengan Ikan Pabrik Pengolahan Beku Pabrik Olahan Makanan Jadi Pengolahan Ikan Kering Berbahan Ikan Kering Pabrik Pengolahan Tradisional Total Basah 3 Fasilitas Fungsional pembangunan gedung kantor kantor imigrasi pelayanan terpadu kantor syahbandar kantor irformasi perikanan kantor pengelola pelabuhan kantor administrasi pelabuhan kantor pengawasan SDKP bangunan rumah dinas bangunan mess karyawan Gedung (Rusun) Koperasi/ Perbankan Bangunan Laboratorium Bangunan Transit Bangunan TPI Bangunan Cold Storage Bangunan Pabrik Es Bangunan Karantina Ikan Total Fasilitas Penunjang bangunan tempat ibadah bangunan mess nelayan (guest bangunan wisma nelayan (type house) bangunan serbaguna rusunawa nelayan)



654



Nilai Luas (l/org/hr) (m2) Area 600



1,5 1500 1400 500 150 300 150 150



Pengguna (org)



Kebutuhan (l/hr) (m3/dt)



100 120 150



60000 72000 90000



1000 500 300 500 300 500 500 500



1500 750000 420000 250000 45000 150000 75000 75000



0,0006944 0,0008333 0,0010417 0,0025694 0,0000174 0,0086806 0,0048611 0,0028935 0,0005208 0,0017361 0,0008681 0,0008681 0,0204456



50 50 50 50 80 50 50 400 400 80 80 80 80 80 2500 50



1500 1500 600 1750 1250 2000 800 4200 2400 1400 2250 750 1000 1000 1200 750



250 12500 250 12500 100 5000 300 15000 250 20000 350 17500 150 7500 750 300000 450 180000 356 28480 500 40000 147 11760 267 21360 150 12000 176 440000 100 5000



0,0001447 0,0001447 0,0000579 0,0001736 0,0002315 0,0002025 0,0000868 0,0034722 0,0020833 0,0003296 0,0004630 0,0001361 0,0002472 0,0001389 0,0050926 0,0000579 0,0130625



1750 100 100 10



12500 4000 4000 7500



1400 2450000 448 44800 448 44800 840 8400



0,0283565 0,0005185 0,0005185 0,0000972



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Nilai Luas Pengguna (l/org/hr) (m2) (org) Area bangunan workshop nelayan 10 2500 280 bangunan mess operator 100 3000 336 bangunan poliklinik dan rawat 2000 5000 560 pos 10 500 56 inapjaga bangunan supermarket 10 5000 560 bangunan kios 10 3000 336 bangunan WC umum 30 1250 140 lapangan olahraga 10 20000 2240 Total Fasilitas Pengusahaan bangunan pengolahan industri 550 20000 4500 kantor pemasaran 30 5000 1560 perikanan bangunan perkantoran swasta/ 30 15000 26780 Pergudangan 30 20000 3508 ekspedisi Total 4 Instalasi/ fasilitas PP pembersihan dermaga 3 7500 pembersihan lantai polka 20 2500 Total Total (1+2+3+4)



No



Pengguna Fungsi Air



Kebutuhan (l/hr) (m3/dt) 2800 0,0000324 33600 0,0003889 112000 0,0129630 560 0,0000065 5600 0,0000648 3360 0,0000389 4200 0,0000486 22400 0,0002593 0,0432931 247500 46800 803400 105240



0,0286458 0,0005417 0,0092986 0,0012181 0,0397042



22500 0,00260417 50000 0,00578704 0,00083912 0,1199139



Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan air bersih fasilitas Lumbung Ikan Nasional diperoleh nilai kebutuhan air bersih sebesar 0,120 m3/dt Tabel 2. Hasil Perhitungan Debit Andalan Metode FJ. Mock Q m3/dt 0,5 0,8 0,9



Jan Feb Mar Apr



Mei



Jun



Jul



Ags



Sept Okt Nov Des



6,76 4,73 5,1 10,04 16,72 32,72 25,27 18,13 15,89 9,35 4,52 6,35 5,69 1,68 3,9 2,63 13,89 16,87 7,15 11,48 1,6 4,25 2,5 2,31 5,34 0,66 3,49 0,154 12,95 11,58 1,11 9,26 3,16 2,55 1,83 0,96



Menurut Soemarto, 1987 Probabilitas yang digunakan untuk industri tertentu digunakan debit dengan keandalan sebesar 90%. Berdasarkan hasil perhitungan debit andalan didapatkan hasil debit minimum pada tingkat peluang 90% yang paling minimum yaitu sebesar 0,154 m3/dt. Sehingga untuk kebutuhan air baku LIN sebesar 0,120 m3/detik dapat dipenuhi dengan debit andalan 90%. 2. Analisa Sistem Jaringan Pipa Transmisi Langkah awal yang digunakan dalam Analisa jaringan pipa transmisi yaitu dengan melakukan perhitungan diameter pipa dengan formula Hazen-William sebagai input awal pada aplikasi WaterCAD v8i. Q = 0,27853. C. D2,63. S0,54 (2) Dengan keterangan: Q = Debit Aliran dalam Pipa (m3/dt) C = Koefisien kekasaran pipa Hazen-William D = Diameter pipa (mm) S = Kemiringan Hidraulis (hf/L) (m)



655



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3. Perhitungan Diameter Pipa Transmisi dengan Formula Hazen-William Trase Q C h1 h2 L S D m3/dt (GIP) m m m mm Intake1 - STA 1+800 0,0468 130 13,72 19,6 1811 0,003247 263,4 Intake 2 - STA 1+800 0,0168 130 14 19,6 82,7 0,067715 117,6 STA 1+800 -Embung 0,0636 130 19,6 13,65 1660 0,003584 296,3 Intake 3 - Embung 0,03 130 18,59 13,65 303 0,016304 150,5 70,5 Intake 4 - STA 13+300 0,0084 130 102,11 12,3 1000 0,08981 Intake 5 - STA 14+700 0,0168 130 62,48 27 983 0,036094 117,6 STA 14+700 - STA13+300 0,0252 130 27 12,3 1325 0,011094 131,7 STA 13+300 - Reservoir 0,0252 130 12,3 83,82 8083 0,008848 150,5 Embung - Reservoir 0,0936 130 13,65 83,82 2396 0,029286 211,6 Reservoir - Distribusi 0,1188 130 83,82 8,84 2438 0,030755 263,4 3. Pemodelan Sistem Jaringan Perpipaan dengan WaterCAD v8i Setelah dapat hasil diameter pipa kemudian menentukan pemodelan jaringan pipa transmisi dari sumber air sampai lokasi reservoir. Pertimbangan dalam pemilihan junction pipa transmisi adalah dipilih titik yang terdapat belokan dan beda elevasi yang tinggi



Gambar 4. Pemodelan Sistem Jaringan Pipa Transmisi LIN



656



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Setelah dilakukan pemodelan system jaringan pipa dan dicek arah alirannya benar, kemudian dilakukan simulasi system jaringan pipa. Hasil simulasi dengan WaterCAD diperoleh lima lokasi yang memerlukan penambahan pompa untuk memperoleh tekanan akibat pengaruh kontur. Pemilihan pompa dilakukan dengan mempertimbangkan total head pompa dan kapasitas debit yang akan dialirkan, serta data-data yang mendukung. Pemilihan jenis pompa dilakukan dengan mencocokkan hasil perhitungan pompa dengan spesifikasi teknis pompa yang sudah ada di pasaran. Kebutuhan pompa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan Pompa Nama Debit Head Efisiensi m3/dt m % PM1 93.6 74.09 60 PM2 30 10.5 78 PM3 63.6 45 80 PM4 16.8 38 60 PM5 46.8 44 73 Menurut data topografi, kondisi kontur yang dilewati pipa transmisi air baku memiliki kontur yang ekstrim, sehingga diperlukan bangunan penunjang untuk meningkatkan keterjaminan dan memperoleh tekanan agar transmisi air baku dapat mencapai lokasi LIN. Oleh karena itu dalam pemodelan WaterCAD v8i dianalisis kebutuhan bangunan penunjang seperti embung dan reservoir. Tabel 5. Kebutuhan Bangunan Penunjang Elevasi Volume Nama/Kode Dasar m3 Embung T2 3672 11.47 Reservoir T1 5510 77



Elevasi Maksimal 16.07 82



Kemudian untuk data teknis pipa serta hasil dari simulasi didapatkan nilai dari kecepatan dan Headloss Gradien masing-masing pipa sebagai berikut: Tabel 6. Analisa Pipa Transmisi Air Baku Nama Pipa



Diameter



P-1 P-3 P-4 P-5 P-7 P-8 P-9 P-10 P-11 P-12 P-13 P-14



125 125 125 125 250 250 250 250 250 250 250 250



mm



Panjang m



300 500 400 500 800 600 400 400 400 400 400 300



Bahan Pipa



K Hazen Wiliam



Kecepatan



HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE



130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130



0.64 0.64 0.64 0.64 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50



m/d



Headloss Gradient m/km



4.05 4.05 4.05 4.05 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16



657



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Nama Pipa



Diameter



P-15 P-16 P-17 P-18 P-19 P-20 P-21 P-22 P-23 P-24 P-25 P-26a P-26b P-27 P-28 P-29 P-30 P-31 P-32 P-33 P-34a P-34b P-35a P-35b P-36 P-37 P-38 P-39 P-40 P-41 P-42 P-43a P-43b P-44 P-45 P-46 P-47 P-48 P-49 P-50 P-51a P-51b P-151 P-152 P-153 P-154



250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 280 280 280 280 280 280 280 280 280 280 280 100 80 125 125 125 125 200 200 200 100 125 125 125 125 125 125 125 125 125 150 250 250 250 125



mm



Panjang m



500 500 300 400 300 400 100 300 400 400 500 1,489 1,211 300 300 300 300 300 200 200 248 4 3 247 178 200 300 200 396 3 400 189 3 200 200 300 300 200 200 300 198 3 3 860 3 1,094



Bahan Pipa



K Hazen Wiliam



Kecepatan



HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE HDPE



130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130



0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 1.95 1.95 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 2.10 2.05 2.05 2.05 2.05 1.19 1.19 1.19 2.43 1.55 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.04 0.34 0.34 0.16 0.64



m/d



Headloss Gradient m/km



1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 12.61 12.61 6.29 6.29 6.29 6.29 6.29 6.29 6.29 6.29 6.29 21.03 12.37 13.96 13.96 13.96 13.96 7.49 7.49 7.49 12.95 21.23 13.76 13.76 13.76 13.76 13.76 13.76 13.76 13.76 8.13 0.57 0.57 0.14 4.05



Hasil analisis tekanan hidraulik dalam pipa ditinjau melalui titik atau Junction dan diperoleh hasil dari simulasi didapatkan nilai Pressure untuk setiap junction sebagai berikut:



658



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 6. Pembacaaan Tekanan di Sepanjang Pipa Transmisi Nama Junction



Elevasi



Pressure



J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 J10 J11 J12 J13 J14 J15 J16 J17 J18 J19 J20 J21 J22



27.2 27.3 26 16.4 12.3 7.9 9.8 5.5 8.5 14 10.9 6.4 6.5 8 13.7 28.2 44 53.8 61.8 62.5 64.1 57.7



atm 7 7 7 7 8 8 8 8 8 7 7 8 8 8 7 5 4 3 2 2 2 2



Nama Junction



Elevasi



Pressure



J23 J24 J25 J26 J27 J28 J29 J30 J31 J32 J33 J34 J35 J37 J38 J39 J40 J41 J42 J43 J44 J45



56.2 10 59 55.7 56.1 56.7 49.1 39.4 23.4 28 41 49.6 40 17 17.6 20.9 22.9 39 40.2 51.3 45 19.8



atm 3 2 2 3 3 3 4 5 7 0 0 2 4 1 1 1 2 1 1 0 1 4



Pada studi ini menggunakan 1 buah Pressure Reducer Valve (PRV) yang berfungsi sebagai pe. PRV-1 terletak di pipa antara Reservoir (T-1) menuju junction 24 yang mewakili lokasi Lumbung Ikan nasional seperti pada Gambar 4.7. Berikut ini hasil simulasi PRV-1 hasil simulasi dengan bantuang software WaterCAD V8i didapatkan nilai Pressure Lost tertinggi sebesar 2 atm. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap jumlah kebutuhan air untuk Lumbung Ikan Nasional diperoleh kebutuhan air baku sebesar 0,120 m3/detik dimana mampu terpenuhi oleh debit tersedia di sungai dengan keandalan 90% sebesar 0,154 m3/detik 2. Hasil simulasi sistem jaringan perpipaan diperoleh pipa yang digunakan telah sesuai standar memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian PUPR tertuang pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2007 yaitu pipa transmimi memiliki batas ambang untuk tekanan sebesar 0.5 – 8 atm, kecepatan 0.1 – 2.5 m/detik, dan kemiringan hidrolis 0 – 15 m/km. 3. Berdarkan simulasi sistem jaringan perpipaan diperoleh kebutuhan pipa transmisi air baku Lumbung Ikan Nasional dengan diameter 4, 5, 8, 10, dan 12 inch dengan total panjang pipa 16.542 km serta kebutuhan bangunan penunjang reservoir dan embung.



659



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Saran Pengembangan Master Plan Kawasan Lumbung Ikan Nasional perlu dilaksanakan selaras dengan koordinasi antar pemerintah pusat maupun daerah, hal ini bertujuan agar setiap sektor dapat menyusun perencanaan pendukung sesuai dengan kebutuhan. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih dan penghargaan diberikan kepada tim penulis atas Kerjasama yang telah dijalin, tim reviewer atas telaah terhadap jurnal, serta terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak Balai Wilayah Sungai Maluku yang telah membantu dan mendukung dalam pengumpulan data dan pelaksanaan studi. Daftar Referensi Bentley Methods. 2007. User’s Guide WaterCad v8i for Windows WATERBUY CT, USA: Bentley, Press. Chairani, R. 2019. Analisis Ketersediaan Air dengan Metode F.J. Mock Pada Daerah Aliran Sungai Babura. Halaman 40, Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara. Menteri Pekerjaan Umum. 2007. Penyelengaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Priyantoro,Dwi. 1991. Hidraulika Saluran Tertutup, halaman 35-38 Malang: Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Soemarto, C. D. 1987. Hidrologi Teknik. Halaman 68-74, Surabaya : Usaha Nasional. Triatmadja,Radianta. 2016. Teknik Penyediaan Air Penyediaan Air Minum Perpipaan. Halaman 45-58, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.



660



STUDI DEBIT ALIRAN METODE STATISTIK DAN ARITMATIK DENGAN MENGGUNAKAN DATA AWLR DI SUNGAI JENEBERANG KAB. GOWA Ratna Musa1, Syarifa Tenriola Dg. Ugi, Melinda Mispa Liwan2*, Trifandy M.W.3 1)



Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia 2) Program Studi Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia 3) Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang [email protected]



Intisari Bendungan bili-bili terdapat di bagian hulu sungai Jeneberang dimana pada pada daerah ini terdapat alat pengukur tinggi muka air otomatis atau AWRL (Automatic Water Level Recorder). Monitoring debit sungai secara kontinyu sangat diperlukan untuk melakukan evaluasi DAS dalam jangka panjang. Metode yang digunakan dalam monitoring debit adalah metode lengkung debit atau rating curve. Penggunaan data rating curve aliran yang sudah tidak up to date dapat menyebabkan kesalahan estimasi debit banjir. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui berapa besar debit serta persentase selisih dari persamaan Rating Curve yang dihasilkan melalui metode Statistik dan Aritmatik. Metode yang digunakan dalam penentuan harga H0 yaitu Aritmatik. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa persamaan rating curve dengan metode Statistik tahun 2009-2015 yaitu Q=3,335 x (H-83,67) 0,98 dan metode Statistik tahun 2016-2019 yaitu Q=5,898x(H-88,67)0,86 sedangkan pada metode Aritmatik tahun 2009-2015 yaitu Q=5,419x(H-83,67)1 dan metode Aritmatik tahun 2016-2019 yaitu Q=8,033x(H-88,67)1dan selisih nilai debit lapangan dan debit hasil perhitungan menggunakan metode Statistik tahun 2009-2015 rata-rata sebesar -3,036% dan metode Statistik tahun 2016-2019 ratarata sebesar -1,68%, sedangkan pada metode Aritmatik tahun 2009-2015 rata-rata sebesar -72,13% dan metode Aritmatik tahun 2016-2019 rata-rata sebesar -71,65%. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi metode yang dapat digunakan untuk menghitung debit lapangan pada wilayah-wilayah lainnya. Kata kunci: automatic water level recorder, rating curve, sungai Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan yang besar dan berbentuk memanjang yang mengalir secara terus menerus dari hulu menuju hilir, sungai juga merupakan salah satu sumber daya air yang mempunyai potensi yang dapat di manfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Salah satu manfaat sungai sebagai sumber air di antaranya adalah sebagai sumber penghidupan dan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Salah satu sungai yang ada di Indonesia yaitu Sungai Jeneberang. Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) terdapat Bendungan Bili-Bili yang merupakan bendungan terbesar di Sulawesi Selatan. Maksud Pembuatan Bendungan Bili-Bili adalah untuk mencegah terjadinya banjir di Kota Makassar dan sekitarnya.



661



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Bendungan Bili-Bili terdapat dibagian hulu sungai Jeneberang dimana pada pada daerah ini terdapat alat pengukur tinggi muka air otomatis atau yang biasa kita kenal dengan nama Awlr (Automatic Water Level Recorder). Alat ini merekam kejadian perubahan tinggi muka air secara otomatis dan kontinyu. Permasalahan Genangan di Sungai Jeneberang sudah sejak lama, Sungai ini sering meluap pada musim hujan seperti yang terjadi pada bulan Desember sampai Januari tahun 1975 sehingga hampir 2/3 Kota Makassar tergenang. (Dinas PSDA, 2015) dan pada tanggal 24 januari 2019 terjadi curah hujan ekstrem yang mengakibatkan naiknya TMA (Tinggi Muka Air) Bendungan Bili-Bili hingga mencapai +101.87 meter. Pintu-pintu air di Bendungan Bili-Bili terpaksa dibuka dan mengakibatkan banjir di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar. Dari dua permasalahan di atas monitoring debit sungai dengan alat awlr secara kontinyu sangat diperlukan untuk melakukan evaluasi DAS dalam jangka panjang. Metode yang digunakan dalam monitoring debit adalah metode statistik dan metode aritmatik. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkajinya dalam suatu tulisan ilmiah dengan judul “Studi Debit Aliran Metode Statistik Dan Aritmatik Dengan Menggunakan Data AWLR di Sungai Jeneberang Kab. Gowa”. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagamaina persamaan debit aliran yang dihasilkan melalui metode Statistik dan Aritmatik dengan menggunakan data AWLR di Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa. 2. Berapa persentase selisih debit yang dihasilkan melalui metode Statistik dan Aritmatik jika dibandingkan dengan debit pengukuran di lapangan (AWLR). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui persamaan debit aliran yang dihasilkan dengan menggunakan metode statistik dan aritmatik dengan menggunakan data AWLR di Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa 2. Mengetahui persentase selisih debit aliran yang dihasilkan menggunakan metode statistik dan aritmatik jika dibandingkan dengan debit pengukuran di lapangan (AWLR). Metodologi Studi Bendungan Bili-bili Terletak di Desa Bili-bili Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi 30 Km arah Timur Kota Makassar.



Gambar 1 Lokasi Bendungan Bili-Bili Kabupaten gowa 662



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. 1. Data primer dapat berupa data-data yang diperoleh langsung dari lapangan seperti observasi, wawancara foto dokumentasi dari daerah bendungan yang dijadikan objek penelitian sehingga dapat memperkuat kebenaran hasil penelitian. 2. Data sekunder diperoleh dari bahan kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini dan institusi terkait yaitu Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang yang meliputi Data AWLR berupa debit dan tinggi muka air dari tahun 2009-2019



Hasil Studi dan Pembahasan Analisa Pembuatan Rating Curve Analisa Harga H0 Semua data tinggi muka air dari yg tertinggi hingga terendah diperoleh dari alat AWLR dari tahun 2009-2019. 1. Penentuan H0 tahun 2009-2015 sebagai berikut : H0 = H0 = H0 =



𝐻1 .𝐻3−𝐻22



𝐻1+𝐻3−2.𝐻2 84,07 . 101,71− 86,362 84,07 +101.71−2 . 86,36 1092,11 13,05



H0 = 83,67 m 2. Penentuan H0 tahun 2016-2019 sebagai berikut : H0 = H0 = H0 =



𝐻1 .𝐻3−𝐻22



𝐻1+𝐻3−2.𝐻2 89,76 . 103,58− 92,712 89,76 +103,58−2 . 92,71 702,59 7,92



H0 = 88,67 m Analisa Harga K dan n Metode Statistik Analisa harga K dan n yang dipakai pada metode statistik adalah metode subtitusi dan eleminasi. Log Q = Log K + n log (H-H0) Harga konstanta K dan n dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Ʃ(y) – m log K – n Ʃ(x) = 0 Ʃ(xy) - Ʃ (x) log K – n Ʃ (x2) = 0 Keterangan: Ʃ(X) = jumlah harga log (H-H0) Ʃ(Y) = jumlah harga log Q 663



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ʃ(X.Y) = jumlah harga (x) dikalikan (y) Ʃ(X)2 = jumlah harga kuadrat dari (x) m = jumlah data  Analisa harga K dan n metode statistik tahun 2009-2015



1. Ʃ(y) – m log K – n Ʃ(x) = 0 (100,114) – 77 log K – n (60,754) = 0



-77 log K – 60,754 n = -100,114



Ʃ(xy) - Ʃ (x) log K – n Ʃ(x2) = 0 92,343 – 60,754 log K – 61,493 n = 0 60,754 log K – 61,493 n = -92,343



2.



Dari persamaan diatas dapat diketahui nilai koefisien K dan n yaitu: Log K = 0,523114 K = 3,335139 n = 0,984857 Log Q = Log K + n log (H-H0) Log Q = 0,523114 + 0,984857 log (88,44 – 83,67) Q = K . (H-H0)n ………………………………………………………. Q = 3,335139 . (H – 83,67) 0,984857  Analisa harga K dan n metode statistik tahun 2016-2019 1. Ʃ(y) – m log K – n Ʃ(x) = 0 (64,70) – 48 log K – n (32,05) = 0



-48 log K – 32,05 n = -64,70



2. Ʃ(xy) - Ʃ (x) log K – n Ʃ(x2) = 0 47,80 – 32,05 log K – 26,72 n = 0



-32,05 log K – 26,72 n = -47,80 Dari persamaan diatas dapat diketahui nilai koefisien K dan n yaitu: Log K = 0,77074 K = 5,89845 n = 0,86437 Log Q = Log K + n log (H-H0) Log Q = 0,77074 + 0,86437 log (99,91 – 88,67) Q = K + (H-H0)n Q = 5,89845 + (H – 88,67) 0,86437 Analisa Harga K dan n Metode Aritmatik Analisa harga K dan n yang dipakai pada metode aritmatik adalah metode subtitusi dan eleminasi.  Analisa Harga K dan n Metode Aritmatik 2009-2015 : log 𝑄−log 𝑄1 𝑙𝑜𝑔 (𝐻−𝐻0)−log 𝐻1 log 𝑄−0,338 𝑙𝑜𝑔



664



=



= (𝐻−𝐻0)+0,395



𝑙𝑜𝑔 𝑄2−log 𝑄1 log 𝐻2−log 𝐻1



1,990− 0,338 1,256 + 0,395



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



log 𝑄−0,85 𝑙𝑜𝑔



= (𝐻−𝐻0)−1,73



1,651 1,651



=1



LOG Q = 1 log (H-H0) + 0,73 Q = 5,373 (H-83,67)1  Analisa Harga K dan n Metode Aritmatik 2016-2019 : log 𝑄−log 𝑄1 𝑙𝑜𝑔 (𝐻−𝐻0)−log 𝐻1 log 𝑄−0,8654 𝑙𝑜𝑔 (𝐻−𝐻0)− 0,0396 log 𝑄−0,8654 𝑙𝑜𝑔



= =



= (𝐻−𝐻0)−0,0396



𝑙𝑜𝑔 𝑄2−log 𝑄1 log 𝐻2−log 𝐻1 1,9991− 0,8654 1,1735 − 0,0396 1,1338 1,1338



=1



LOG Q = 1 log (H-H0) + 0,90 Q = 7,9433 (H - 88,67)1 Untuk rekapan hasil perhitungan metode statistik dan aritmatik dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Rekapan hasil perhitungan Qstatistik dan Qaritmatik NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27



Qstatistik m³/s 2009 15,548 9,446 9,471 9,960 21,865 53,641 31,801 39,722 26,262 56,299 56,459 19,650 19,605 16,923 44,883 35,867 39,413 46,990 1,360 47,316 37,145 25,217 9,565 1,360 3,838 1,360 3,992



Qaritmatik m³/s 2015 25,872 15,597 15,640 16,460 36,574 90,971 53,501 67,055 44,053 95,551 95,826 32,815 32,738 28,196 75,911 60,453 66,527 79,531 2,180 80,090 62,641 42,272 15,798 2,180 6,250 2,180 6,505



Elevasi m



NO



88,444 86,548 86,556 86,708 90,419 100,456 93,542 96,043 91,799 101,301 101,352 89,725 89,711 88,873 97,677 94,825 95,946 98,345 84,073 98,448 95,229 91,470 86,585 84,073 84,824 84,073 84,871



78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104



Qstatistik m³/s 2016 28,73 35,14 34,96 45,14 17,69 28,51 28,40 6,38 6,39 9,73 23,06 44,95 37,64 44,81 44,95 34,25 23,15 23,16 28,60 6,70 6,87 6,86 23,93 44,59 60,97 45,08 45,23



Qaritmatik m³/s 2019 50,17 63,32 62,95 84,62 28,63 49,71 49,50 8,80 8,81 14,33 38,90 84,20 68,57 83,90 84,20 61,47 39,07 39,10 49,90 9,31 9,59 9,57 40,60 83,42 119,80 84,49 84,80



Elevasi m 94,91 96,55 96,50 99,20 92,23 94,86 94,83 89,76 89,76 90,45 93,51 99,15 97,20 99,11 99,15 96,32 93,53 93,53 94,88 89,83 89,86 89,86 93,72 99,05 103,58 99,18 99,22



665



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



NO 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77



Qstatistik m³/s 2009 29,965 43,535 51,154 35,272 41,789 31,339 15,579 16,713 15,412 9,747 1,360 1,945 14,036 26,878 57,554 57,335 37,570 37,734 57,070 45,443 41,711 37,796 13,844 8,830 16,736 28,896 44,971 30,622 45,059 37,900 23,736 28,667 31,501 9,714 8,956 7,024 18,116 21,958 45,006 57,578 45,074 23,495 26,085 28,662 31,595 10,092 9,210 8,444 8,447 33,335



Qaritmatik m³/s 2015 50,366 73,597 86,691 59,434 70,600 52,711 25,924 27,841 25,642 16,103 2,180 3,134 23,318 45,101 97,713 97,337 63,369 63,650 96,879 76,873 70,466 63,756 22,994 14,565 27,879 48,542 76,062 51,487 76,212 63,934 39,753 48,151 52,988 16,048 14,776 11,546 30,215 36,732 76,122 97,756 76,239 39,344 43,750 48,143 53,148 16,681 15,202 13,919 13,925 56,122



Sumber : hasil perhitungan



666



Elevasi m 92,964 97,250 99,666 94,637 96,697 93,396 88,454 88,808 88,402 86,642 84,073 84,249 87,973 91,992 101,700 101,630 95,363 95,415 101,546 97,855 96,672 95,434 87,913 86,358 88,815 92,627 97,705 93,171 97,733 95,467 91,005 92,555 93,448 86,632 86,397 85,801 89,246 90,448 97,716 101,708 97,738 90,930 91,743 92,554 93,477 86,748 86,476 86,239 86,240 94,026



NO 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125



Qstatistik m³/s 2016 28,41 29,23 28,71 28,60 8,53 10,21 10,99 10,15 28,15 41,55 48,78 45,23 28,41 29,23 28,51 28,60 8,53 10,21 10,99 10,15 28,15



Qaritmatik m³/s 2019 49,53 51,17 50,13 49,91 12,32 15,16 16,51 15,05 48,99 76,88 92,56 84,80 49,53 51,17 49,71 49,91 12,32 15,16 16,51 15,05 48,99



Elevasi m 94,83 95,04 94,91 94,88 90,20 90,56 90,72 90,54 94,77 98,24 100,19 99,22 94,83 95,04 94,86 94,88 90,20 90,56 90,72 90,54 94,77



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 1 Hubungan Qstatistik vs Elevasi



Gambar 2 Hubungan Qaritmatik vs Elevasi



Hasil perhitungan menggunakan metode statistik dan aritmatik pada gambar 1 dan 2 sejajar dengan garis polinomial. Gambar 1 dan 2 diatas menunjukkan bahwa grafik hasil perhitungan debit menggunakan metode statistik dan aritmatik memiliki nilai korelasi x yang banyak menjelaskan variabel y. Analisa selisih persentase Qstatistik dan Qaritmatik dengan Debit AWLR Perhitungan selisih digunakan untuk mengetahui persentase perbandingan antara Debit AWLR dengan Debit hasil perhitungan, selain itu perhitungan selisih yang nilainya dipaparkan dalam bentuk persen untuk mempermudah untuk mengetahui berapa persen penyimpangan yang terjadi. -



Untuk menghitung persentase selisih metode Qstatistik Tahun 2009-2015 Persentase selisih = Debit AWLR – Q Perhitungan) x 100 Debit AWLR = (13,889 – 15,548) x 100 13,888 = -11,946 %



-



Untuk menghitung persentase selisih metode Qstatistik Tahun 2016-2019 Persentase selisih = (Debit AWLR – Q Statistik) x 100 Debit AWLR = (26,08 – 28,73) x 100 26,08 = -10,19 %



-



Untuk menghitung persentase selisih metode Qaritmatik Tahun 2009-2015 Persentase selisih = (Debit AWLR – Q Aritmatik) x 100 Debit AWLR = (13,89 – 25,87) x 100 13,89 = -86,272 % 667



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



-



Untuk menghitung persentase selisih metode Qaritmatik Tahun 2016-2019 Persentase selisih = (Debit AWLR – Q Aritmatik) x 100 Debit AWLR = (26,08 – 50,17) x 100 26,08 = -92,40 %



Uji Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi Persamaan Rating Curve Metode Statistik -



Koefisien Determinasi Persamaan Rating Curve Metode Statistik Tahun 2009-2015 Ʃ(𝑦−𝑦̂)²



R2 = 1-Ʃ(𝑦−𝑦)² 0,02



R2 = 1 – 2086,82 R² = 1 -



Koefisien Determinasi Persamaan Rating Curve Metode Statistik Tahun 2015-2019 -



Ʃ(𝑦−𝑦̂)²



R2 = 1-Ʃ(𝑦−𝑦)² 0,04



R2 = 1 – 585,87 R² = 1



Koefisien Determinasi Persamaan Rating Curve Metode Aritmatik -



Koefisien Determinasi Persamaan Rating Curve Metode Aritmatik Tahun 2009-2015 Ʃ(𝑦−𝑦̂)²



R2 = 1-Ʃ(𝑦−𝑦)² 26,088



R2 = 1 – 2653,596 R² = 0,9903 -



Koefisien Determinasi Persamaan Rating Curve Metode Aritmatik Tahun 2015-2019 -



Ʃ(𝑦−𝑦̂)²



R2 = 1-Ʃ(𝑦−𝑦)² 0,04



R2 = 1 – 585,87 R² = 1



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian tugas akhir ini maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Persamaan debit aliran yg dihasilkan : a. Metode Statistik untuk tahun 2009-2015 yaitu Q=3,335x(H-83,67)0,98 dan metode Statistik untuk tahun 2016-2019 yaitu Q=5,898x(H-88,67)0,86 b. Metode Aritmatik untuk tahun 2009-2015 yaitu Q=5,419x(H-83,67)1 dan metode Aritmatik untuk tahun 2016-2019 yaitu Q=8,033x(H-88,67)1. 668



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2. Persentase selisih nilai debit aliran dengan menggunakan data AWLR di sungai Jeneberang Kab. Gowa dengan debit hasil perhitungan : a. Metode Statistik tahun 2009-2015 rata-rata sebesar -3,036% dan metode Statistik tahun 2016-2019 rata-rata sebesar -1,68%, b. Metode Aritmatik tahun 2009-2015 rata-rata sebesar -72,13% dan metode Aritmatik tahun 2016-2019 rata-rata sebesar -71,65%. Saran Adapun saran dari penulis untuk penelitian ini adalah agar dilakukan pengembangan dikemudian hari, yaitu dengan melakukan penelitian menggunakan metode yang berbeda. Dimana metode yang dianggap kurang efektif dalam penelitian ini, bisa diganti dengan menggunakan metode yang berbeda. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada BBWS Pompengan Jeneberang atas data yang telah disediakan, tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia dalam mendukung dilaksanakan penelitian ini. Daftar Referensi Anonim H. 1976. Hidrometri. Bahan Kuliah pada International Postgraduate Courses in Hidrology. Czech Hydrometrological Institute Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dr.Ir. Ratna Musa, MT. 2020. Model Hidrograf Daerah Aliran Sungai. Makassar: Nas Media Pustaka Finawan Aidi, Mardiyanto Arief. 2011. Pengukuran Debit Air Berbasis Mikrokontroler AT89S51. Jurnal Litek Volume 8 Nomor 1, Maret 2011:hal.28-31 Indarto. 2016. Hidrologi: Metode Analisis dan Tool untuk Interpretasi Hidrograf Aliran Sungai. Sinar Grafika Offset. Bandung Kurniawan Randa, dkk. 2017. Analisis Peubahan Morfologi Sungai Rokan Berbasis Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh. Jom FTEKNIK Volume 4 N0. 1 Linsley. F. 1972. Water Resources Enginering. MC. Graw Hill. New York Manikin MBDS. 2009. 9 Bab II Kajian Pustaka. Jurnal eprints Universitas Negeri Yogyakarta Muzet. A. 1979. Drawing and Extention Of The Rating Curve in Different Conditions of Stream Flow. DPMA. Bandung



669



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Muzet. A. 1980. The Floatwater level Recorder. DPMA. Bandung Muzet. A. 1981: The staff Gauge. DPMA. Bandung. Napitupulu M. Ir. 1981 : Sungai Dan Wilayah Sungai. Bulletin Pengairan No. 2 tahun 1981 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Pasal 1 Tentang Sungai Rahayu, S. dkk. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor: World Agroforestry Center ICRAF Asia Tenggara. Saputra Maimun, Fatimah Eldina, Azmeri. 2018. Analisis Kapasitas Tam[ungan Dan Penentuan Lokasi kerusakan Sungai AIH TRIPE Kabupaten Gayo Lues. Jurnal Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Volume 1 Special Issue. No. 4 SEATEC. Co.Ltd. 1986 : Pedoman Cara Pengumpulan dan Pengukuran Data Aliran Sungai, Puslitbang Pengairan, Bandung Soemarto, CD. 1999. Hidrologi – Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai – Hidrometri. Bandung: Nova Soewarno dan Supriadi. 1982 : Analisa lengkung Aliran. Bahan Kursus Hidrologi DPMA Bandung Soewarno dan Suprihadi, 1998 : Analisa Lengkung Aliran, Bahan Kursus Hidrologi DPMA. Bandung. Soewarno. 1991. Hidrologi pengukuran dan pengelohan data aliran sungai (Hidrometri). Bandung: Nova Soewarno. 1991. Perbandingan Metode Grafis dan penggunaan Rumus Matematik Untuk Analisa Lengkung Debit Alur Sungai. Jurnal Pusair No. 20-Th.6 Soewarno. 1990. Penerapan Beberapa cara Memperpanjang Lengkung Debit Muka Air Tinggi dari Pos Duga Air Sungai. Jurnal Pusair. No.17Th.5, Kw-II Susianto, lydia jessica. 2020. Perbandingan model regresi polinomial dan model regresi Kernel Nadaraya-Warson: studi kasus. Yogyakarta: universitas Sanata Dharma faculty of science and technology departement of mathematics Veravictya. 2017. Rating Curve. Jurnal Scribd



670



ANALISIS FREKUENSI DATA HUJAN DURASI PENDEK DI KOTA BEKASI Susilowati1*, Segel Ginting1 Balai Teknik Irigasi, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR



1



*[email protected]



Intisari Kota Bekasi merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini merupakan bagian dari Metropolitan Jabodetabek dan menjadi kota satelit dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia. Saat ini Kota Bekasi berkembang menjadi tempat tinggal kaum urban dan sentra industri. Perkembangan ini tentunya perlu didukung oleh sarana dan fasilitas untuk pengelolaan air limpasan permukaan. Salah satu dampak yang timbul akibat perkembangan sebuah wilayah adalah meningkatnya limpasan permukaan. Untuk mengelola limpasan permukaan tentunya dibutuhkan perencanaan sistem drainase yang baik, terintegrasi dan berkelanjutan. Dalam melakukan perencanaan sistem drainase, salah satu kriteria desain yang dibutuhkan adalah menentukan desain intensitas hujan yang digunakan untuk Kota Bekasi. Desain intensitas hujan untuk merencanakan drainase biasanya dibutuhkan Intensity-Duration-Frequency (IDF) atau Depth-Duration-Frequency (DDF). Sementara IDF atau DDF di Kota Bekasi masih belum tersedia dan umumnya yang digunakan untuk perencanaan drainase menggunakan pendekatan empiris seperti metode Mononobe. Untuk itu maka dikembangkan kurva IDF atau DDF yang dihasilkan dari analisis frekuensi untuk data hujan durasi pendek berdasarkan monitoring data di Kota Bekasi. Data yang digunakan mulai dari beberapa periode pencatatan data yaitu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit. Analisis frekuensi dilakukan dengan 4 metode distribusi yaitu GEV, Gumbel, Pearson dan Log Pearson. Dari keempat metode tersebut selanjutnya dipilih metode yang sesuai untuk mewakili kondisi data. Dari hasil analisis diperoleh Kurva DDF Kota Bekasi berdasarkan metode distribusi Pearson. Kurva ini dapat digunakan sebagai desain kriteria untuk perencanaan sistem pengelolaan air limpasan permukaan di Kota Bekasi. Kata kunci : depth duration frequency, drainase, hidrologi perkotaan, lengkung intensitas Pendahuluan Volume curah hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu merupakan input utama dalam desain struktur hidraulik di daerah berkembang. Biasanya, cekungan di daerah ini memiliki waktu tanggap yang cukup singkat sehingga durasi badai kritis kurang dari 6 jam dan umumnya kurang dari satu jam. Penentuan durasi pendek, jumlah curah hujan periode ulang tertentu, memerlukan analisis frekuensi data yang dikumpulkan dari jaringan pengukur hujan. Di Kanada, analisis semacam itu dilakukan oleh Atmospheric Environment Service (AES) of Environment 671



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Canada, badan federal yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan data. Distribusi nilai ekstrim tipe 1 (EV1) atau sering disebut dengan sebaran Gumbel digunakan untuk durasi curah hujan dari 5 menit sampai dengan 24 jam. Parameter diperkirakan dengan teknik di mana perkiraan momen dikoreksi untuk ukuran sampel (Gumbel, 1958). AES telah menyiapkan ringkasan grafik dan tabel dari analisis ini untuk lebih dari 300 lokasi di Kanada. Di bidang analisis frekuensi banjir, banyak penelitian telah diarahkan pada pilihan distribusi yang sesuai dan penilaian berbagai teknik pemasangan. Karena jumlah curah hujan pada periode ulang tertentu sangat penting dalam desain, maka analisis frekuensi curah hujan harus mendapat perhatian yang sama. Analisis frekuensi adalah teknik yang digunakan oleh ahli hidrologi untuk memprediksi nilai suatu kejadian ekstrim dengan periode ulang tertentu atau probabilitas. Penerapan kurva statistik frekuensi pertama kali diperkenalkan oleh Gumbel dengan menggunakan data aliran puncak tahunan yang tersedia selama beberapa tahun. Analisis frekuensi untuk data debit banjir digunakan untuk menghitung informasi statistik seperti mean, deviasi standar dan kemiringan yang selanjutnya digunakan untuk membuat grafik distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi terbaik dipilih dari distribusi statistik yang ada seperti Gumbel, Normal, Log-normal, Eksponensial, Weibull, Pearson dan Log-Pearson. Untuk membentuk kurva frekuensi banjir, distribusi probabilitas dipilih yang paling sesuai dengan data maksimal tahunan. Grafik ini kemudian digunakan untuk memperkirakan nilai aliran desain yang sesuai dengan periode ulang tertentu yang dapat digunakan untuk tujuan perencanaan hidrologi. Frekuensi banjir memainkan peran penting dalam memberikan perkiraan berulangnya banjir yang digunakan dalam merancang struktur seperti bendungan, jembatan, gorong-gorong, tanggul, jalan raya, instalasi pembuangan limbah, bangunan air dan bangunan industri. Dalam mengevaluasi spesifikasi desain struktur hidraulik dan untuk mencegah desain yang berlebihan atau kurang desain, sangat penting menerapkan alat statistik untuk membuat perkiraan frekuensi banjir. Perkiraan ini berguna dalam memberikan parameter pengukuran untuk menganalisis kerusakan yang terkait dengan aliran tertentu selama banjir. Bersamaan dengan desain hidraulik, perkiraan frekuensi banjir juga berguna dalam asuransi banjir dan kegiatan zonasi banjir. Perkiraan frekuensi banjir yang akurat tidak hanya membantu para insinyur dalam merancang struktur yang aman tetapi juga dalam perlindungan terhadap kerugian ekonomi akibat pemeliharaan struktur. Kota Bekasi merupakan salah satu kota di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini merupakan bagian dari Metropolitan Jabodetabek dan menjadi kota satelit dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia. Saat ini Kota Bekasi berkembang menjadi tempat tinggal kaum urban dan sentra industri. Perkembangan ini tentunya perlu didukung oleh sarana dan fasilitas untuk pengelolaan air limpasan permukaan, karena salah satu dampak yang timbul akibat perkembangan sebuah wilayah adalah meningkatnya limpasan permukaan. Untuk mengelola limpasan permukaan tentunya dibutuhkan perencanaan sistem drainase yang baik dan terintegrasi serta berkelanjutan. Dalam melakukan perencanaan sistem drainase, salah satu kriteria desain yang dibutuhkan adalah menentukan desain intensitas hujan yang digunakan



672



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



untuk Kota Bekasi. Desain intensitas hujan untuk merencanakan drainase biasanya dibutuhkan Intensity-Duration-Frequency (IDF) atau Depth-Duration-Frequency (DDF). Sementara IDF atau DDF di Kota Bekasi masih belum tersedia, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai curah hujan durasi pendek yang dapat diprediksi untuk masa mendatang dengan menggunakan distrisbusi frekuensi yang sesuai. Hasil investigasi ini diharapkan bermanfaat bagi Kota Bekasi untuk perencanaan infrastruktur di wilayah Bekasi. Metodologi Data Kurva IDF atau DDF dihasilkan dari data hujan dari beberapa periode pencatatan data mulai dari 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit. Data hujan yang digunakan berada di Kantor Balai Teknik Irigasi dengan lokasi koordinat 6o15’23,256” LS, 107o0’17,168” BT, Data hujan yang digunakan merupakan data hujan otomatis telemetri dengan periode pecatatan data 5 menit. Untuk menghasilkan data hujan dengan interval yang lebih tinggi, maka dilakukan agregasi data. Data hujan otomatis tersebut, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi untuk melihat kualitas datanya. Pengecekan kualitas data telah dilakukan dengan membandingan data harian manual dan data hujan harian otomatis (Ginting, 2020). Analisis lain untuk membentuk lengkung intensitas dengan menggunakan persamaan empiris memerlukan data sesuai dengan persamaan yang digunakan. Data yang dikumpulkan untuk mendukung penggunaan persamaan lengkung empiris adalah data hujan harian maksimum dan hari hujan. Data ini akan diolah untuk mendapatkan hujan rencana dengan berbagai periode ulang. Analisis Frekuensi Analisis frekuensi terhadap data hujan durasi pendek menggunakan 4 jenis distribusi statistik yaitu distribusi Gumbel (EV1), distribusi Pearson type III, Log Pearson type III dan Generalized Extreme Value (GEV). a. Generalized Extreme Value Analisis ini menggunakan pendekatan statistik dengan menggunakan distribusi Generalized Extreme Value (GEV). Persamaan umum dari Generalized Extreme Value (GEV) adalah sebagai berikut (Hasking & Wallis, 1997): dimana:



𝑓(𝑥) = 𝛼 −1 𝑒 −(1−𝑘)𝑦−𝑒



−𝑦



(1)



y  k 1 log 1  k ( x   ) /   , k ≠ 0



y  x    /  , k = 0



F ( x)  e e



y











x( F )     1   log F  / k ,k ≠ 0 x( F )     log(  log F ) , k = 0 k



(2) (3) (4) (5) (6) 673



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Untuk nilai k=0 maka fungsinya menjadi distribusi Gumbel, sedangkan k = 1 menjadi fungsi distribusi eksponensial. Pendugaan parameter distribusi GEV dapat dilakukan dengan beberapa cara dan salah satunya dengan menggunakan metode momen. b. Extreme Value Type I (Gumbel) Persamaan umum dari Generalized Extreme Value (GEV) adalah sebagai berikut (Hasking & Wallis, 1997): 𝑥−𝛽



𝑓(𝑥) = 𝛼 −1 𝑒𝑥𝑝 [− (



𝛼



) − 𝑒 −(



𝑥−𝛽 ) 𝛼



(7)



]



Distribusi EV1 atau Gumbel merupakan kasus khusus untuk distribusi GEV dengan parameter bentuk k=0. c. Distribusi Pearson Type III Distribusi Pearson type III adalah distribusi gamma umum dan merupakan salah satu distribusi paling populer untuk analisis frekuensi hidrologi. Bobee dan Robitaille (1977) membandingkan distribusi Pearson type III dan Log Pearson type III menggunakan data catatan jangka panjang aliran banjir tahunan dan menemukan bahwa distribusi Pearson type III lebih disukai, terutama ketika metode momen (MOM) digunakan untuk memperkirakan parameter sampel yang diamati. Fungsi kepadatan probabilitas dari distribusi Pearson III diberikan oleh persamaan berikut: 1



𝑥−𝛾 𝛽−1



𝑓(𝑥) = 𝛼Γ(β) (



𝛼



)



𝑒 −(



𝑥−𝛾 ) 𝛼



(8)



Variabel x dalam distribusi Pearson type III dapat mengambil nilai di kisaran γ 0 yang menjadi perhatian. Koefisien kemiringan negatif sesuai dengan nilai α negatif tidak dapat diterima karena distribusi kemudian akan memiliki batas atas. Umumnya α bisa positif atau negatif, tetapi untuk nilai negatif dari α, distribusi menjadi batas atas dan oleh karena itu tidak cocok untuk menganalisis kejadian maksimum. Pemilihan Metode Distribusi Pemilihan metode distribusi dilakukan dengan menggunakan KolmogorovSmirnov Test. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov didasarkan pada jarak vertikal 674



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



terbesar dari CDF empiris dan teoretis. Mirip dengan statistik uji AD, hipotesis ditolak jika statistik uji lebih besar dari nilai kritis pada tingkat signifikansi yang dipilih. Untuk taraf signifikansi α = 0.05 maka nilai kritis yang dihitung adalah 0.12555. Sampel diasumsikan dari CDF F(x). Hasil Dan Pembahasan Data Hujan Durasi Pendek Data hujan dengan interval 5 menitan, diolah untuk memperoleh data hujan durasi pendek dengan interval 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 75, 90, 120, 150 dan 180 menit. Data hujan ini selanjutnya dipilih dengan menggunakan kriteria total hujan minimal berdasarkan persamaan yang digunakan oleh Back (2011) sebagai berikut: (10)



𝑃𝑚𝑖𝑛 = 8.9914𝐷0.2466



Kriteria yang digunakan menggunakan batasan hujan untuk durasi 60 menit atau 1 jam. Dengan menggunakan persamaan di atas, maka diperoleh hujan minimal adalah sebesar 25 mm/jam. Namun berdasarkan pengalaman dan pemantauan di lokasi Kota Bekasi, bahwa kejadian intensitas hujan yang menyebabkan terjadinya genangan akibat aliran permukaan umumnya diatas 30 mm/jam, sehingga nilai hujan tersebut digunakan sebagai kriteria batasan minimal yang dikumpulkan untuk digunakan dalam analisis atau dalam konsep annual exceedances. Data hujan dengan interval 5 menit yang tersedia di pos hujan Kantor Balai Teknik Irigasi tercatat mulai dari tahun 2008 s.d 2021, namun terdapat beberapa tahun yang datanya kurang baik sehingga tidak digunakan dalam analisis. Data hujan durasi pendek yang berhasil dikumpulkan terdapat sekitar 9 tahun dengan jumlah kejadian hujan untuk masing-masing tahun yang bervariasi. Data tersebut selanjutnya dianalisis tingkat probabilitas untuk masing-masing durasi agar diperoleh hujan mulai periode ulang 2, 5, 15, 20, 25, 50 dan 100 tahun untuk masing-masing durasi hujan. Selain data hujan durasi pendek dengan kriteria hujan minimal 30 mm/jam, dipilih juga hujan durasi pendek maksimum tahunan seperti pada Tabel 1. Data ini yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan lengkung intensitas (IDF atau DDF). Tabel 1. Data hujan durasi pendek maksimum tahunan Tahun 2009 2010 2013 2014 2015 2018 2019 2020 2021



5



14.5 27.5 19.5 18.5 13.5 12.5 9.0 13.0 12.0



10



26.0 42.0 35.0 33.5 27.0 21.5 15.5 24.0 22.0



15



32.5 51.0 48.5 48.5 40.0 23.5 21.0 31.5 31.0



20



37.0 68.5 62.5 58.0 51.5 29.5 27.0 43.5 38.0



30



46.0 84.0 84.5 68.5 61.5 35.5 32.5 57.5 51.5



Durasi Hujan (menit) 45 60 75 58.5 103.0 112.0 84.5 63.5 41.5 36.0 75.0 53.0



67.0 128.0 143.5 94.0 74.5 45.0 37.5 86.5 53.5



76.5 144.5 154.5 99.0 77.0 46.0 38.0 92.0 58.0



90



82.0 149.5 171.5 106.0 77.5 47.0 38.0 107.0 61.0



120



86.0 150.5 175.0 129.0 77.5 47.5 38.0 124.0 77.0



150



86.5 150.5 179.0 153.0 78.0 48.5 38.0 132.5 81.5



180



87.5 171.0 179.0 178.0 78.0 49.5 38.0 139.5 83.0



Data hujan durasi pendek maksimum tahunan dilakukan pengujian statistik untuk mengetahui apakah data hujan tersebut dapat digunakan atau tidak. Selain ketersediaan data yang masih sangat minim yaitu hanya 9 tahun, beberapa hasil pengujian statistik menunjukan tidak lolos uji untuk diteruskan dalam analisis



675



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



frekuensi, seperti terlihat pada resume hasil variabel statistik pada Tabel 2, maka datanya belum dapat digunakan sampai dengan di review kembali apabila ketersediaan data hujan durasi pendek maksimum tahunan semakin panjang. Tabel 2. Resume variabel statistik dan uji statistik data hujan durasi pendek maksimum tahunan



Variabel Statistik Jumlah Sampel (n) Rata Rata Standev Koef. Variasi Skew Kurtosis Max Min Outlier Test Independent Test Trend Test



5



10



15



20



30



9.0



9.0



9.0



9.0



9.0



15.56 5.52 0.35 1.347 2.0 27.5 9.0 Lolos



27.39 8.12 0.30 0.512 -0.1 42.0 15.5 Lolos



Lolos



Lolos



32.85 12.17 0.37 1.06 0.56 68.50 16.00 Tdk Lolos Lolos



57.94 18.85 0.33 0.189 -1.0 84.5 32.5 Tdk Lolos Lolos



Tdk Lolos



Tdk Lolos



36.39 11.13 0.31 0.070 -1.5 51.0 21.0 Tdk Lolos Tdk Lolos Tdk Lolos



Lolos



Lolos



Durasi Hujan (menit) 45 60 75 9.0



90



9.0



9.0



9.0



69.67 26.27 0.38 0.440 -0.9 112.0 36.0 Lolos



81.06 36.22 0.45 0.662 -0.5 143.5 37.5 Lolos



87.28 40.56 0.46 0.663 -0.5 154.5 38.0 Lolos



93.28 45.06 0.48 0.622 -0.5 171.5 38.0 Lolos



Lolos



Lolos



Lolos



Lolos



Lolos



Lolos



120



150



180



9.0



9.0



9.0



Lolos



100.50 46.67 0.46 0.243 -1.1 175.0 38.0 Tdk Lolos Lolos



105.28 49.89 0.47 0.122 -1.5 179.0 38.0 Tdk Lolos Lolos



111.50 55.97 0.50 0.114 -1.9 179.0 38.0 Tdk Lolos Lolos



Lolos



Lolos



Lolos



Lolos



Oleh karena itu, data yang digunakan untuk analisis frekuensi menggunakan data hujan annual exceedances yang didapatkan dengan menghitung total hujan minimal menggunakan Persamaan 54 yaitu 25 mm/jam, namun berdasarkan pemantauan di Kota Bekasi, bahwa kejadian intensitas hujan yang menyebabkan terjadinya genangan akibat aliran permukaan umumnya diatas 30 mm/jam. Uji statistik dengan menggunakan data hujan kriteria minimal 30 mm/jam terkumpul 93 sampel dengan hasil uji lolos di seluruh indikator, seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Variabel statistik dan uji statistik data hujan kriteria minimal 30 mm/jam



Variabel Statistik Jumlah Sampel (n) Rata Rata Standev Koef. Variasi Skew Kurtosis Max Min Outlier Test Independent Test Trend Test



5



Durasi Hujan (menit) 45 60



10



15



20



30



75



90



93.0



93.0



93.0



93.0



93.0



93.0



93.0



93.0



93.0



120 93.0



150 93.0



180 93.0



10.99 3.98



19.82 6.98



26.84 9.63



32.85 12.17



41.49 15.12



49.02 18.72



53.85 22.08



56.56 24.46



58.34 26.60



60.57 28.84



62.59 31.47



64.49 34.25



0.36



0.35



0.36



0.37



0.36



0.38



0.41



0.43



0.46



0.48



0.50



0.53



1.33 2.76 27.50 5.50 Lolos



0.87 0.31 42.00 9.50 Lolos



0.91 0.10 51.00 12.50 Lolos



1.06 0.56 68.50 16.00 Lolos



1.10 0.52 84.50 19.50 Lolos



1.41 1.60 112.00 26.00 Lolos



1.75 3.37 143.50 31.50 Lolos



1.81 3.68 154.50 32.50 Lolos



1.88 4.10 171.50 32.50 Lolos



1.74 3.01 175.00 32.50 Lolos



1.74 2.67 179.00 33.00 Lolos



1.84 2.93 179.00 33.00 Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Lolos Lolos



Analisis Frekuensi Data Hujan Durasi Pendek Analisis frekuensi terhadap data hujan durasi pendek dilakukan dengan menggunakan metode distribusi Gumbel (G), Pearson (P), Log Pearson (LP), Generalization Extreme Value (GEV). Metode ini digunakan mengingat metode tersebut merupakan metode yang dapat diterima secara umum dan digunakan untuk data ekstrim. Distribusi yang dipilih untuk mewakili data pengamatan tergantung dari hasil pengujian yang dilakukan. Analisis frekuensi terhadap data hujan durasi pendek untuk masing-masing durasi dengan variasi periode ulang mulai dari 2, 5, 676



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



10. 15, 25, 50 dan 100 tahun untuk beberapa metode distribusi peluang dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.



Periode Ulang 1 2 3 5 10 15 20 25 50 100 150 200



Tabel 4. Periode ulang untuk masing-masing durasi hujan dengan metode Gumbel (G) 5 6.3 11.7 14.0 16.6 19.8 21.6 22.9 23.9 26.9 29.9 31.7 32.9



Periode Ulang (Thn) 1 2 3 5 10 15 20 25 50 100 150 200



Periode Ulang 1 2 3 5 10 15 20 25 50 100 150 200



10 11.0 20.4 24.5 29.0 34.7 37.9 40.1 41.9 47.2 52.5 55.6 57.7



15 15.2 28.2 33.8 40.1 47.9 52.4 55.5 57.9 65.2 72.6 76.8 79.8



20 20.1 37.3 44.7 53.0 63.4 69.3 73.4 76.6 86.3 96.0 101.7 105.7



Durasi Hujan 45 60 31.7 33.9 59.0 63.9 70.9 76.8 84.0 91.2 100.6 109.3 109.9 119.5 116.4 126.6 121.5 132.1 137.0 149.1 152.3 165.9 161.3 175.8 167.7 182.7



30 26.7 49.5 59.4 70.3 84.1 91.9 97.3 101.5 114.4 127.3 134.7 140.0



75 35.0 66.3 79.8 94.8 113.8 124.4 131.9 137.7 155.4 173.0 183.3 190.6



90 36.7 69.8 84.1 100.1 120.1 131.4 139.3 145.4 164.2 182.8 193.7 201.4



120 38.0 72.6 87.6 104.2 125.2 137.0 145.3 151.7 171.3 190.8 202.2 210.2



150 39.5 76.1 91.9 109.6 131.7 144.2 152.9 159.7 180.4 201.0 213.0 221.5



180 41.0 79.6 96.3 114.9 138.2 151.4 160.6 167.7 189.6 211.3 224.0 233.0



Tabel 5. Periode ulang untuk masing-masing durasi hujan dengan metode Pearson (P) 5



9.2 11.3 12.6 14.2 16.5 17.8 18.7 19.4 21.7 24.0 25.4 26.3



10



14.8 20.2 22.8 25.7 29.4 31.4 32.8 33.9 37.2 40.4 42.3 43.6



15



19.6 28.1 31.9 36.0 41.0 43.7 45.6 47.0 51.4 55.6 58.0 59.7



20



26.2 37.4 42.2 47.5 53.9 57.4 59.8 61.6 67.1 72.5 75.5 77.6



30



35.2 50.1 56.2 62.7 70.3 74.4 77.2 79.3 85.6 91.6 95.1 97.5



Durasi Hujan (menit) 45



41.3 58.7 66.6 75.3 85.9 91.8 95.9 99.0 108.3 117.5 122.7 126.4



60



43.6 61.8 71.3 82.3 96.5 104.5 110.2 114.6 128.0 141.3 149.1 154.6



75



44.0 63.4 73.9 86.3 102.3 111.5 118.0 123.0 138.4 153.8 162.8 169.2



90



45.5 66.4 77.9 91.5 109.2 119.4 126.6 132.1 149.3 166.5 176.5 183.7



120



150



44.5 69.7 82.4 97.0 115.6 126.0 133.4 139.0 156.3 173.3 183.3 190.3



44.3 73.1 87.3 103.3 123.5 134.9 142.8 148.8 167.4 185.6 196.2 203.7



180



44.6 75.8 91.4 109.2 131.7 144.4 153.3 160.1 181.0 201.6 213.6 222.1



Tabel 6. Periode ulang untuk masing-masing durasi hujan dengan metode Log Pearson (LP) 5 9.1 11.4 12.6 14.1 16.2 17.5 18.4 19.2 21.6 24.3 26.1 27.3



10 15.2 20.0 22.4 25.2 29.0 31.3 32.9 34.2 38.5 43.0 45.8 47.8



15 20.3 27.7 31.2 35.3 40.7 43.9 46.1 47.9 53.6 59.6 63.3 65.9



20 27.0 36.8 41.4 46.7 53.6 57.7 60.5 62.8 70.0 77.5 82.1 85.4



30 36.2 49.4 55.3 61.9 70.2 75.0 78.4 81.0 89.2 97.6 102.6 106.2



Durasi Hujan 45 60 75 42.7 44.9 45.4 58.0 61.4 63.2 65.3 70.0 72.5 73.9 80.4 84.1 85.3 94.8 100.2 92.0 103.7 110.3 96.8 110.2 117.7 100.6 115.4 123.6 112.8 132.5 143.4 125.7 151.2 165.2 133.6 163.0 179.1 139.4 171.8 189.5



90 47.0 66.2 76.4 89.0 106.8 117.9 126.2 132.8 154.8 179.4 195.1 206.9



120 47.1 68.6 79.9 93.8 113.3 125.4 134.3 141.5 165.3 191.6 208.4 221.0



150 48.0 71.3 83.7 99.0 120.9 134.5 144.6 152.8 180.1 210.6 230.1 244.8



180 49.2 73.7 87.0 103.9 128.2 143.7 155.2 164.6 196.2 232.2 255.5 273.1



Analisis frekuensi dilakukan juga terhadap data hujan durasi pendek maksimum tahunan pada Tabel 1. Dari hasil analisis frekuensi diperoleh nilai hujan untuk masing-masing durasi hujan dengan periode ulang tertentu. Namun, hasil analisis frekuensi yang dilakukan memiliki ketidakvalidan terhadap beberapa pengujian



677



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



seperti independesi dan lainnya sehingga hasilnya kurang valid, namun hasil tersebut tetap dilanjutkan sebagai bahan pertimbangan. Tabel 7. Periode ulang untuk masing-masing durasi hujan dengan metode GEV Periode Ulang (Thn) 1 2 3 5 10 15 20 25 50 100 150 200



5 10.6 13.5 14.9 16.5 18.7 20.0 20.9 21.7 24.1 26.7 28.3 29.4



10 18.5 24.2 26.7 29.6 33.1 35.2 36.6 37.7 41.1 44.6 46.6 48.1



15 25.4 33.9 37.4 41.4 46.2 48.9 50.8 52.2 56.6 60.9 63.3 65.1



20 33.8 44.8 49.4 54.4 60.6 64.1 66.4 68.3 73.8 79.1 82.2 84.4



30 45.4 59.4 65.1 71.1 78.4 82.3 85.0 87.0 93.1 98.8 102.0 104.2



Durasi Hujan (menit) 45 60 75 53.2 56.1 57.4 70.8 76.8 80.2 78.3 86.2 90.7 86.6 96.9 102.7 97.0 110.9 118.5 102.9 119.0 127.8 106.9 124.8 134.4 110.1 129.3 139.6 119.7 143.6 156.0 129.1 158.2 173.1 134.6 167.0 183.3 138.4 173.4 190.8



90 59.9 84.9 96.4 109.7 127.1 137.4 144.7 150.5 168.8 187.8 199.3 207.7



120 61.8 89.6 102.1 116.3 134.5 145.1 152.5 158.4 176.6 195.2 206.2 214.2



150 64.0 95.1 108.9 124.4 144.3 155.7 163.7 170.0 189.4 209.1 220.8 229.1



180 66.0 100.2 115.4 132.6 154.8 167.6 176.6 183.7 205.7 228.0 241.3 250.9



Pemilihan Metode Distribusi Peluang Dari keempat metode distribusi peluang dalam analisis frekuensi data hujan durasi pendek untuk masing-masing durasi dengan variasi periode ulang selanjutnya dipilih metode yang sesuai untuk mewakili kondisi data. Pemilihan metode distribusi peluang dilakukan dengan mengunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Adapun hasil analisis diperoleh bahwa kurva IDF atau DDF Kota Bekasi dipilih berdasarkan metode distribusi Pearson. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan kurva yang membentuk lengkung intensitas atau Depth-Duration-Frequency (DDF) Kota Bekasi dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 8. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (a= 0.05) Type Durasi Hujan (menit) Distribusi 5 10 15 20 30 45 60 75 90 120 150 180 x Gumbel x x ok ok ok x ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok Pearson Log Pearson x ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok GEV x ok ok ok ok ok ok ok ok ok ok Kesimpulan Desain struktur hidraulik di daerah berkembang membutuhkan perkiraan yang akurat dari volume curah hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu. Perkiraan jumlah curah hujan harus diperoleh dari analisis frekuensi data curah hujan dari jaringan alat pengukur hujan. Pemilihan distribusi yang tepat juga turut dipertimbangkan dalam pembentukan kurva IDF atau DDF. Hasil analisis data curah hujan maksimum tahunan dengan ketersediaan data yang masih sangat minim serta hasil uji statistik tidak lolos uji untuk diteruskan dalam analisis frekuensi, maka analisis frekuensi curah hujan menggunakan hujan durasi pendek dengan kriteria hujan minimal 30 mm/jam untuk membentuk kurva lengkung intensitas. Dari hasil analisis diperoleh Kurva DDF Kota Bekasi berdasarkan metode distribusi



678



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pearson. Kurva ini dapat digunakan sebagai desain kriteria untuk perencanaan sistem pengelolaan air limpasan permukaan di Kota Bekasi.



Gambar 1. Depth Duration Frequency berdasarkan data historis Daftar Pustaka Gumbel, E.J., 1958. Statistics of Extremes. Columbia University Press, New York. Back, A.J., 2011. Time distribution of heavy rainfall events in Urussanga, Santa Catarina State, Brazil. Maringá, v. 33, n. 4, p. 583-588, 2011. Bobee, B. B., dan Robitaille, R., 1977. The use of the Pearson type 3 and log Pearson type 3 distributions revisited. Water Resources Research, 13(2), 427–443. Ginting, S., 2020. Pengembangan Hietograf Hujan Rencana di Kota Bekasi. Jurnal Ilmiah Desain dan Konstruksi Vol. 19 No. 2 Desember 2020 Hosking, J.R.M and Wallis, J.R. 1997. Regional Frequency Analysis an Approach Based on L-moments. Cambridge University Press, UK.



679



PENGOLAHAN DATA DEBIT PINTU SORONG BERBASIS JARINGAN SYARAF TIRUAN Hanhan A. Sofiyuddin1*, Chusnul Arif2, dan Susilowati1 Balai Teknik Irigasi, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fak. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor 1



2



*[email protected]



Intisari Upaya modernisasi irigasi salah satunya menekankan pada peningkatan efisiensi irigasi dan peningkatan produktivitas air. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan memonitor debit aliran di seluruh dareah irigasi. Pintu sorong dapat dijadikan alternatif bangunan pengukur debit yang akurat bila karakteristik hidrauliknya dapat termodelkan dengan baik. Saat ini persamaan debit yang digunakan memerlukan data koefisien kontraksi yang memerlukan kalibrasi pada setiap bentuk ambang pintu. Penelitian dilakukan untuk menyusun model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dalam pengukuran debit pintu sorong dengan mempertimbangkan bentuk ambang bawah pintu air. Penelitian diawali dengan pengukuran model hidraulik pada berbagai kondisi aliran dan ujung bawah pintu. Berbagai kombinasi input serta konfigurasi JST dievaluasi berdasarkan data pengukuran tersebut untuk merumuskan model terbaik. Evaluasi dan validasi kemudian dilakukan pada data hasil studi terdahulu dan pengukuran lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model JST perlu disusun terpisah untuk mengklasifikasi kondisi aliran dan menghitung koefisien debit pada kondisi free flow dan submerged flow. Performa yang diperoleh untuk klasifikasi aliran sangat baik (presisi mendekati 100%) dan estimasi koefisien debit cukup akurat (MAPE pada free flow dan submerged flow sebesar 3,72% dan 4,97%). Model JST ini memiliki performa yang serupa dengan perhitungan rumus debit pada literatur dengan keunggulan tidak memerlukan kalibrasi koefisien kontraksi pada bentuk spesifik ambang bawah pintu. Model JST tidak memerlukan komputasi yang rumit. Model JST tidak memerlukan komputasi yang rumit sehingga dapat digunakan pada perangkat Internet of Things yang memiliki kapabilitas terbatas. Kata kunci: Jaringan Syaraf Tiruan, Pintu Sorong, Free flow, Submerged flow Latar Belakang Upaya modernisasi irigasi salah satunya menekankan pada peningkatan efisiensi irigasi dan produktivitas air. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat semakin tingginya kebutuhan alokasi air dan terbatasnya ketersediaan air. Berdasarkan studi yang dilakukan Hatmoko dkk. (2018), beberapa wilayah Daerah Aliran Sungai memiliki ketahanan air irigasi sedang hingga buruk. Pada wilayah tersebut, peningkatan efisiensi air sangat diperlukan. Salah satu langkah modernisasi terkait hal ini adalah dengan melakukan pengukuran-pengukuran debit air dalam daerah irigasi. Pengukuran debit yang terintegrasi dalam kerangka water accounting dapat



680



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



menjadi langkah awal dalam perencanaan strategis upaya-upaya penghematan air hingga peningkatan produktifitas air (El-Hafez dkk., 2017). Namun demikian, akurasi bangunan ukur debit banyak terkendala karena kerusakan ataupun karakteristik hidrolis aliran yang kurang sesuai. Oleh karena itu, saat ini mulai banyak upaya untuk mengidentifikasi penggunaan pintu sorong dalam pengukuran debit (Kubrak dkk., 2020; Soeherman dan Memed, 1990; Sofiyuddin dkk., 2012). Pintu sorong tersedia tersedia hampir di seluruh bangunan bagi ataupun sadap di jaringan irigasi karena bentuknya relatif sederhana serta pola operasi dan pemeliharaannnya mudah. Berdasarkan beberapa penelitian, akurasi hasil pengukuran debit menggunakan pintu sorong cukup baik yaitu dengan tingkat kesalahan berkisar antara 3-10% (Kiczko dkk., 2020; Silva dan Rijo, 2017; Sofiyuddin dkk., 2012). Rumus debit pintu sorong jamak disusun sebagai aliran celah segi empat (orifis). Koefisien debit pada rumus tersebut dideskripsikan secara empiris berdasarkan percobaan di laboratorium. Pada kondisi bentuk ambang yang tajam, koefisien debit dapat direpresentasikan menggunakan diagram Henry dengan rumus empiris yang banyak diteliti pada beberapa literatur (Henderson, 1966; Swamee, 1992). Pada kondisi bentuk tertentu seperti pada pintu Crump de Gruyter, koefisien debit dapat diasumsikan tetap 0,94 pada kondisi aliran bebas dengan batas rasio tertentu tinggi muka air di hulu terhadap bulatan dan sirip ambang pintu (Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013). Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa beberapa kondisi variasi bulatan dan sirip ambang pintu dapat mempengaruhi koefisien debit secara signifikan (Lin dkk., 2002; Sofiyuddin dkk., 2012; Susilowati dkk., 2020; Yen dkk., 2001). Namun demikian, pengaruh kondisi variasi bulatan dan sirip ambang pintu belum dapat terkuantifikasi baik dalam rumus empiris maupun teoretis. Alternatif lain untuk penghitungan debit adalah dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Pengaruh bentuk ambang pintu terhadap koefisien debit dapat dijabarkan berdasarkan data pengukuran menggunakan model ini. Jaringan syaraf tiruan telah dikembangkan sejak tahun 1940-an dan telah berkembang dengan berbagai penyempurnaan metode dan aplikasinya hingga sekarang (Prieto dkk., 2016). JST sudah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang untuk membantu memodelkan fenomena yang kompleks (Arif dkk., 2012; Daliakopoulos dan Tsanis, 2016; Parsaie dan Haghiabi, 2015; Prieto dkk., 2016; Rady, 2016). Model JST dapat diintegrasikan dengan konsep-konsep teoretis yang sudah tersedia sehingga menghasilkan kinerja yang sangat baik (Karpatne dkk., 2017). Selain itu, JST sangat memungkinan untuk dioptimalisasi hingga tahap implementasi pada hardware agar dapat sangat efisien dalam hal biaya, kecepatan komputasi, ukuran, ataupun penggunaan energi (Prieto dkk., 2016). Dengan demikian, model JST dapat digunakan pada perangkat dengan kapabilitas terbatas (resources constrained device) untuk mendukung penerapan modernisasi irigasi, khususnya untuk pengukuran debit secara real time berbasis Internet of Things. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dalam pengukuran debit pintu sorong dengan mempertimbangkan bentuk ambang bawah pintu air, yaitu bulatan dan sirip ambang pintu. Model JST disusun berdasarkan



681



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



konsep hidraulika pintu sorong dan dilatih berdasarkan data uji model hidraulik di laboratorium. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal penelitian lanjutan penerapan kecerdasan buatan dalam upaya modernisasi irigasi. Metodologi Studi Penelitian diawali dengan pengambilan data pada uij model hidraulik pada berbagai kondisi aliran dan ujung bawah pintu. Pengambilan data dilakukan pada beberapa kombinasi diameter bulatan dan tebal sirip ambang pintu. Diameter bulatan yang diujikan adalah 0 (tanpa bulatan), 5, 10, dan 15 cm. Tebal sirip ambang pintu yang diujikan adalah 0 (ujung tajam), 0,5, 1, dan 1,5 cm. Pemilihan bentuk didasarkan pada konsep yang telah tersedia pada beberapa literatur (Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013; Sofiyuddin dkk., 2012) dengan mempertimbangkan bentuk yang mungkin terdapat di lapangan serta penyekalaannya pada debit yang tersedia di laboratorium. Data yang diambil meliputi kondisi fisik dan aliran pintu air yaitu debit, tinggi muka air di hulu (h1), tinggi muka air di hilir (h2), bukan (b), lebar (l), dan jari-jari bulatan (r) serta tebal sirip ambang pintu (t) seperti pada Gambar 1. Data ini kemudian digunakan dalam penyusunan model JST pada tahap pelatihan dan validasi. Dalam penelitian ini, perhitungan debit pintu sorong dan analisis koefisien debitnya dilakukan berdasarkan Persamaan 1. 𝑄 = 𝐶𝑑 𝑏 𝑙 √2 𝑔 ℎ1



(1)



Keterangan: Q : debit aliran (m3/s) Cd : koefisien debit b : bukaan pintu (m) l : lebar pintu (m) g : percepatan gravitasi (m/s2) h1 : tinggi muka air di hulu pintu (m)



Gambar 1. Pengukuran kondisi fisik dan aliran pintu Arsitektur JST yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan multilapis (multilayer perceptron) dengan algoritma pelatihan propagasi balik (back propagation). Arsitektur ini cukup sederhana dan sudah banyak digunakan di bidang sumber daya air di Indonesia (Al Amin, 2011; Arif dkk., 2015, 2012). JST terdiri minimal dari 3 lapisan, meliputi lapisan input, lapisan tersembunyi, dan lapisan output yang saling terhubung sebagaimana ilustrasi pada Gambar 2. 682



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Perhitungan dilakukan secara bertahap mulai dari lapisan input (x 1, xm, …, xp) 1 1 , 𝑤𝑚𝑛 , …, dengan menggunakan bobot pada setiap perseptron yang terhubung (𝑤11 1 𝑤𝑝𝑞 ) untuk menghasilkan nilai perseptron pada lapisan tersembunyi (y1, yn, …, yq). 2 , Nilai perceptron pada lapisan tersembunyi dan bobot setiap hubungannya (𝑤11 2 2 𝑤𝑛𝑜 , …, 𝑤𝑞𝑟 ) kemudian digunakan untuk menghasilkan nilai perceptron pada lapisan output (y1, zo, …, zr).



Gambar 2. Struktur jaringan syaraf tiruan dengan 1 lapisan tersembunyi Skenario perhitungan debit yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah seperti pada Tabel 1. Pada skenario 1, JST digunakan untuk mengestimasi Cd pada seluruh kondisi aliran (free flow dan submerged flow). Pada skenario 2, JST digunakan terlebih dahulu untuk mengklasifikasikan aliran, kemudian koefisien debit diestimasi oleh JST yang disusun terpisah pada setiap kondisi aliran. Debit pada kedua skenario ini kemudian dihitung menggunakan persamaan 1. Untuk meminimalisir beban komputasi, arsitektur JST yang digunakan sama untuk semua skenario dimana terdapat 1 lapisan tersembunyi dengan 5 perseptron. Konfigurasi 1 2



Tabel 1. Skenario perhitungan debit Output Input data Cd b/h1, h2/h1, r/h1, t/h1 Kondisi aliran b/h1, h2/h1, r/h1, t/h1 Cd (free flow) b/h1, r/h1, t/h1 Cd (submerged flow) b/h1, h2/h1, r/h1, t/h1



Pelatihan JST dilakukan berdasarkan metode validasi silang algoritma back propagation. Data pengukuran dibagi secara acak untuk digunakan dalam proses pelatihan dan validasi dengan perbandingan 3:1. Pelatihan dihentikan saat performa JST sudah konvergen dan/atau performa hasil validasi mulai menurun. Metode penghentian proses pelatihan ini (early stop method) sangat umum dilakukan dalam penyusunan JST untuk menghindari overfitting (Piotrowski dan Napiorkowski, 2013). Parameter yang untuk mengevaluasi JST antara lain koefisien korelasi (R), Root Mean Square Error (RMSE), dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). 683



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



𝑅=



∑𝑛 ̅ )(𝑦𝑖𝑜 −𝑦̅ 𝑜 ) 𝑖=1(𝑦𝑖 −𝑦



(2)



𝑜 ̅𝑜 2 ̅ )2 √∑𝑛 ) √∑𝑛 𝑖=1(𝑦𝑖 −𝑦 𝑖=1(𝑦𝑖 −𝑦



1



(3)



𝑅𝑆𝑀𝐸 = √𝑛 ∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦𝑖𝑜 )2 1



𝑀𝐴𝑃𝐸 = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1



|𝑦𝑖 −𝑦𝑖𝑜 | 𝑦𝑖𝑜



(4)



× 100



Keterangan: n : jumlah data 𝑦𝑖𝑜 : data hasil pengukuran ke-i 𝑦𝑖 : output hasil JST ke-i 𝑦̅ : rata-rata output JST 𝑦̅ 𝑜 : rata-rata hasil pengukuran Hasil Studi dan Pembahasan Uji model hidraulik dilakukan pada 16 jenis ujung ambang bawah pintu air dengan kondisi aliran bebas dan tenggelam. Jumlah total data yang didapatkan adalah sejumlah 300 data. Karakteristik dan rentang data pengukuran dalam hubungannya dengan parameter input JST terdapat pada Tabel 2. Korelasi setiap parameter input JST adalah seperti pada Gambar 3. Tabel 2. Rentang data input JST



Parameter b/h1 h2/h1 r/h1 t/h1 Cd



Nilai Minimal 0,05 0,05 0,00 0,00 0,30



Nilai Maksimal 0,82 0,98 1,00 0,20 1,02



Seluruh parameter input teridentifikasi memiliki pengaruh berbeda terhadap Cd. Korelasi positif didapatkan pada parameter input b/h1, r/h1, dan t/h1 sedangkan h2/h1 memiliki pengaruh sebaliknya. Hubungan ini sesuai dengan pemahaman di beberapa literatur (Henderson, 1966; Lin dkk., 2011; Yen dkk., 2001). Bukaan dan tinggi muka air berpengaruh positif terhadap Cd dimana bukaan lebih memiliki pengaruh sedikit lebih signifikan. Begitu pula dengan jari-jari bulatan dan tebal sirip, semakin besar maka aliran akan lebih halus sehingga kapasitas debit akan lebih tinggi. Nilai h2/h1 mencerminkan besarnya back flow di hilir pintu yang menghambat aliran. Namun demikian, setiap parameter memiliki nilai koefisien determinasi yang cukup kecil. Hal ini mengindikasikan pengaruh interaksi antar variabel lebih tinggi dibandingkan pengaruh individu masing-masing variabel. 1.20



y = -0.3297x + 0.8591 R² = 0.2935



1.00



1.20



y = 0.2055x + 0.5989 R² = 0.13



1.00



0.80



0.60



0.60



Cd



0.80



0.60



Cd



0.80



0.60 0.40



0.40



0.40



0.40



0.20



0.20



0.20



0.20



0.00



0.00



0.00



0



0.5 b/h1



684



1



0



0.5



1 h2/h1



1.5



0



0.5



1



1.5



y = 0.7485x + 0.6156 R² = 0.0575



1.00



0.80



Cd



Cd



1.20



1.20



y = 0.0234x + 0.6497 R² = 0.0009



1.00



0.00



0



r/h1



Gambar 3. Korelasi data input JST terhadap output



0.1



0.2 t/h1



0.3



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



JST dapat dilatih sehingga merepresentasikan dengan baik karakteristik aliran pintu air. Dalam penelitian ini, JST yang disusun cukup sederhana hanya memiliki 1 lapisan tersembunyi dengan 5 perseptron. Namun demikian setelah melalui proses pelatihan dengan algoritma back propagation, JST dapat menunjukkan performa yang cukup baik. Pengklasifikasian aliran pada konfigurasi 2 menghasilkan performa yang baik dimana presisi mencapai 99,6% pada data latihan dan 100% pada data validasi. Performa JST untuk mengestimasi Cd adalah sebagaimana pada Tabel 3 dengan perbandingan pada Gambar 4. Estimasi Cd cukup akurat dimana MAPE yang didapatkan kurang dari 6%. Pada Gambar 4, terlihat juga bahwa Cd hasil estimasi JST memiliki hubungan linier dengan gradien mendekati 1. Tabel 3. Performa JST hasil pelatihan untuk mengestimasi Cd Konfigurasi 1 2



1.20



Keseluruhan Free flow Submerged flow



R 0,93 0,91 0,92



Pelatihan RMSE 0,04 0,04 0,04



0.80 0.60 0.40



MAPE 5,32 3,80 5,03



R 0,90 0,92 0,92



Validasi RMSE MAPE 0,05 5,65 0,03 3,44 0,03 4,75



1.20



y = 0.9955x R² = 0.9181



1.00



Cd estimasi



Cd estimasi



1.00



Kondisi Aliran



y = 0.9936x R² = 0.9444



0.80 0.60 0.40



0.20



0.20



0.00 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20



0.00 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20



Cd data pengujian



Cd data pengujian



Gambar 4. Perbandingan Cd hasil estimasi JST dan data pengujian untuk konfigurasi 1 (kiri) dan konfigurasi 2 (kanan) Performa JST dalam estimasi Cd pintu sorong juga mencerminkan performanya dalam pengukuran debit. Cd hasil JST pada setiap konfigurasi dapat digunakan dalam pengukuran debit menggunakan Persamaan 1. Performa yang didapatkan adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Performa pengukuran debit berbasis JST Konfigurasi 1 2



Free flow 5,03 3,72



Submerged flow 5,94 4,97



Keseluruhan 5,47 4,32



Performa JST ini serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya yang dikembangkan berdasarkan rumus debit teoretis. Koefisien debit dalam penelitian tersebut diestimasi menggunakan menggunakan persamaan yang dalam Henderson (1966) dan Lin dkk. (2002) berdasarkan data lapangan dengan mengoptimasi nilai koefisien kontraksi. Pada penelitian Sofiyuddin dkk. (2012) didapatkan nilai MAPE 3,8% untuk kondisi free flow dan 10,4% untuk kondisi submerged flow. Penelitian 685



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Susilowati dkk. (2020) menggunakan set data yang sama dengan penelitian ini menghasilkan MAPE yang diantara 2,85 – 9,17%. Secara umum, pemisahan estimasi debit sesuai kondisi aliran pada JST konfigurasi 2 menghasilkan performa yang lebih baik. Hal ini dikarenakan terdapat rejim aliran yang sangat berbeda antara free flow dan submerged flow. Pada submerged flow, aliran dipengaruhi oleh back flow sehingga mengurangi kapasitas aliran. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Rady (2016) pada JST pintu sorong dengan fungsi dan arsitektur yang berbeda. Pada skenario 1 tanpa pemisahan JST untuk setiap kondisi aliran, JST pada saat pelatihan menggeneralisir kondisi antara free flow dan submerged flow. Kekeliruan konsep perhitungan terlihat saat JST digunakan untuk mengestimasi debit pada aliran transisi seperti ilustrasi pada Gambar 3. Kurva Cd free flow dan submerged flow pada konfigurasi 1 tampak berpotongan. Hal ini tidak sesuai dengan konsep yang umum dipahami pada berbagai literatur (Henderson, 1966; Kubrak dkk., 2020; Lin dkk., 2011; Swamee, 1992; Yen dkk., 2001) dimana Cd mencapai nilai maksimum pada kondisi free flow dan menurun pada kondisi submerged flow seiring bertambahnya h2/h1. Dengan demikian, konfigurasi 2 dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam pengukuran debit pintu sorong. 0.8



free flow



0.7 0.6 0.4



Cd



Cd



0.5 0.3 0.2 0.1 0



submerged flow 0



10



h1/b



20



0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0



free flow



submerged flow 0



10



h1/b



20



Gambar 2. Kurva Cd hasil JST konfigurasi 1 (kiri) dan konfigurasi 2 (kanan) pada kondisi ambang bawah tajam (r = 0 m, t = 0 m) Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa model JST perlu disusun terpisah untuk mengklasifikasi kondisi aliran dan menghitung koefisien debit pada kondisi free flow dan submerged flow. Performa yang diperoleh untuk klasifikasi aliran sangat baik (presisi mendekati 100%) dan estimasi koefisien debit cukup akurat (MAPE pada free flow dan submerged flow sebesar 3,72% dan 4,97%). Model JST ini memiliki performa yang serupa dengan perhitungan rumus debit pada literatur dengan keunggulan tidak memerlukan kalibrasi koefisien kontraksi pada bentuk spesifik ambang bawah pintu. Model JST tidak memerlukan komputasi yang rumit sehingga dapat digunakan pada perangkat dengan kapabilitas terbatas (resources constrained device) untuk mendukung penerapan modernisasi irigasi, khususnya untuk pengukuran debit secara real time berbasis Internet of Things.



686



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Saran Pengembangan JST dapat dilakukan lebih lanjut baik untuk pengukuran debit dengan mengoptimalisasi arsitektur JST ataupun mengimplementasikannya pada berbagai fungsi di bidang irigasi (pengendalian pintu, penentuan giliran, dsb). Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Kepala Balai Teknik Irigasi yang telah mengarahkan selama pelaksanaan penelitian dan tim Laboratorium Hidraulika Balai Teknik Irigasi yang telah membantu pelaksanaan pengambilan data pada uji model hidraulika. Daftar Referensi Al Amin, M. B. 2011. Komputasi Analisis Hidraulika Jaringan Pipa Air Minum. https://repository.unsri.ac.id/8501/ [diakses pada tanggal 18 Agustus 2021] Arif, C., Setiawan, B. I., Mizoguchi, M., dan Doi, R. 2012. Estimation of soil moisture in paddy field using Artificial Neural Networks. International Journal of Advanced Research in Artificial Intelligence (IJARAI), Vol. 1(1): 17–21. Arif, C., Setiawan, B. I., Widodo, S., Hasanah, N. A. I., Mizoguchi, M., dan Ryoichi, D. 2015. Pengembangan model jaringan saraf tiruan untuk menduga emisi gas rumah kaca dari lahan sawah dengan berbagai rejim air. Jurnal Irigasi, Vol. 10(1): 1–10. Daliakopoulos, I. N., dan Tsanis, I. K. 2016. Comparison of an artificial neural network and a conceptual rainfall–runoff model in the simulation of ephemeral streamflow. Hydrological Sciences Journal, Vol. 61(15): 2763– 2774. https://doi.org/10.1080/02626667.2016.1154151 Direktorat Irigasi dan Rawa. 2013. Standar Perencanaan Irigasi—Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan (KP-03), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. El-Hafez, S. A. A., Amr, M. H., El-Bably, A. Z., dan Mahmoud, M. A. 2017. Water accounting concepts for enhancing water productivity in the irrigated agriculture at field and basin levels. International Journal of Water Resources and Arid Environments, Vol. 6(1): 41-49. Hatmoko, W., Radhika, R., Firmansyah, R., dan Fathoni, A. 2018. Ketahanan air irigasi pada wilayah sungai di Indonesia. Jurnal Irigasi, Vol. 12(2): 65. https://doi.org/10.31028/ji.v12.i2.65-76 Henderson, F. M. 1966. Open Channel Flow, Mac Millan Publishing Co., Inc, New York, USA. Karpatne, A., Atluri, G., Faghmous, J., Steinbach, M., Banerjee, A., Ganguly, A., Shekhar, S., Samatova, N., dan Kumar, V. 2017. Theory-guided Data Science: A New Paradigm for Scientific Discovery from Data. IEEE Transactions on Knowledge and Data Engineering, Vol. 29(10): 2318–2331. https://doi.org/10.1109/TKDE.2017.2720168 687



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kubrak, E., Kubrak, J., Kiczko, A., dan Kubrak, M. 2020. Flow Measurements Using a Sluice Gate; Analysis of Applicability. Water, Vol. 12(3): 819. https://doi.org/10.3390/w12030819 Lin, C. H., Yen, J. F., dan Tsai, C. T. 2002. Influence of Sluice Gate Contraction Coefficient on Distinguishing Condition. Journal of Irrigation and Drainage Engineering, Vol. 128(4): 249–252. https://doi.org/10.1061/(ASCE)07339437(2002)128:4(249) Lin, X., Zhu, D., dan Lin, X. 2011. Effects of water management and organic fertilization with SRI crop practices on hybrid rice performance and rhizosphere dynamics. Paddy and Water Environment, Vol. 9(1): 33–39. https://doi.org/10.1007/s10333-010-0238-y Parsaie, A., dan Haghiabi, A. 2015. The Effect of Predicting Discharge Coefficient by Neural Network on Increasing the Numerical Modeling Accuracy of Flow Over Side Weir. Water Resources Management, Vol. 29(4): 973–985. https://doi.org/10.1007/s11269-014-0827-4 Piotrowski, A. P., dan Napiorkowski, J. J. 2013. A comparison of methods to avoid overfitting in neural networks training in the case of catchment runoff modelling. Journal of Hydrology, Vol. 476: 97–111. https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2012.10.019 Prieto, A., Prieto, B., Ortigosa, E. M., Ros, E., Pelayo, F., Ortega, J., dan Rojas, I. 2016. Neural networks: An overview of early research, current frameworks and new challenges. Neurocomputing, Vol. 214: 242–268. https://doi.org/10.1016/j.neucom.2016.06.014 Rady, R. A. E.-H. 2016. Modeling of flow characteristics beneath vertical and inclined sluice gates using artificial neural networks. Ain Shams Engineering Journal, Vol. 7(2): 917–924. https://doi.org/10.1016/j.asej.2016.01.009 Soeherman, dan Memed, M. 1990. Pintu sorong tonjol sebagai alat pengukur dan pengatur debit, disajikan pada Seminar on Theory and Application on Hydraulic Phenomenon of Hydraulic Structure, Bandung. Sofiyuddin, H. A., Muqorrobin, M., Rahmandani, D., Tusi, A., dan Setiawan, B. I. 2012. Pintu sorong tonjol berbahan fiberglass sebagai inovasi alat ukur debit dalam operasi irigasi. Jurnal Sumber Daya Air, Vol. 8(1): 27–38. Susilowati, Sofiyuddin, H. A., dan Ginting, S. 2020. Koefisien kontraksi pintu sorong pada berbagai kondisi ambang bawah pintu, disajikan pada pada PIT XXXVII HATHI, 12 Desember 2020, Palembang. Swamee, P. K. 1992. Sluice‐Gate Discharge Equations. Journal of Irrigation and Drainage Engineering, Vol. 118(1), 56–60. https://doi.org/10.1061/(ASCE)0733-9437(1992)118:1(56) Yen, J., Lin, C., dan Tsai, C. 2001. Hydraulic characteristics and discharge control of sluice gates. Journal of the Chinese Institute of Engineers, Vol. 24(3): 301– 310. https://doi.org/10.1080/02533839.2001.9670628



688



STUDI SKENARIO STASIUN HUJAN TERHADAP TRANSFORMASI HUJAN-DEBIT PADA DAS KALI LAMONG Muhammad Yusri Maulana Ikhsan1*, Nadjadji Anwar2, dan Mahendra Andiek Maulana2 Mahasiswa Departemen Teknik Sipil-FTSPK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2 Dosen Departemen Teknik Sipil-FTSPK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember



1



* [email protected]



Intisari Stasiun hujan adalah sebuah alat untuk mengumpulkan atau mengukur jumlah curah hujan pada suatu area dalam periode waktu yang telah ditentukan. Data curah hujan memiliki peran penting dalam hidrologi,seperti dalam proses transformasi hujan-debit. Data hujan merupakan data input yang sangat diperlukan akan tetapi kondisi dilapangan persebaran pada DAS Kali Lamong tidak merata sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap stasiun-stasiun hujan yang berpengaruh. Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah membuat skenario stasiun hujan. Terdapat 7 skenario stasiun hujan, skenario 1 stasiun hujan eksisting yang berada didalam DAS, skenario 2 stasiun hujan eksisiting yang berpengaruh dengan DAS, skenario 3,4,5,6 dan 7 merupakan variasi jarak stasiun hujan hasil perhitungan metode Kagan-rodda. Metode perhitungan curah hujan wilayah menggunakan metode Poligon Thiessen. Proses pemodelan hujan-debit menggunakan software HEC-HMS dengan metode yang digunakan adalah SCS curve number. Hasil dari skenario simulasi akan dikalibrasi dengan data debit observasi, selanjutnya dilakukan perhitungan metode NSE (Nash Sutcliffe Efficiency) untuk mengetahui performa dari masing-masing skenario simulasi. Hasil pemodelan HEC-HMS menunjukan bahwa stasiun hujan skenario 5 dengan jarak antar stasiun hujan 13,87 Km memberikan hasil yang bagus dengan nilai NSE 0,6919 dengan debit puncak terjadi pada tanggal 26 Maret 2011 sebesar 243,7 m3/s. berdasarkan hasil yang didapat, stasiun hujan eksisting perlu dilakukan relokasi sehingga didapatkan sebaran stasiun hujan yang memiliki hasil lebih baik untuk melakukan perhitungan hidrologi untuk DAS Kali Lamong. Kata Kunci: Stasiun Hujan,DAS Kali Lamong, Kagan-rodda, HEC-HMS, NSE Latar Belakang Stasiun hujan merupakan sebuah alat untuk mengukur curah hujan yang terjadi pada suatu wilayah. Data curah hujan mempunyai peran penting dalam ilmu hidrologi seperti untuk perencanaan, pengembangan dan pengelolaan sumber daya air khususnya perencanaan dimensi bangunan air. Salah satu contoh dalam perencanaan dimensi bangunan air untuk waduk dan bendungan, saluran drainase dan bangunan-bangunan pengendali sungai seperti tanggul, check dam dan bendung. Analisis hidrologi sangat berperan penting dalam perencanaan suatu dimensi bangunan air terkait dengan debit yang akan melewati bangunan air tersebut sehingga dapat direncanakan dimensi dan umur bangunan air tersebut (Tunas, 689



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2017). Analisis hidrologi yang dimaksud adalah proses perubahan dari hujan yang turun pada suatu wilayah menjadi aliran permukaan pada suatu titik outlet. Hasil dari anlisis hidrologi berupa debit banjir yang berguna dalam penentuan dimensi bangunan yang akan dibangun dan akan berdampak pada tingkat keandalan dari bangunan (Harto, 1993). Kondisi pada DAS Kali Lamong terdapat 5 stasiun hujan yang letaknya berada di dalam DAS sedangkan apabila dilakukan analisis pengaruh stasiun hujan dengan Metode Polygon Thiessen didapatkan ada 11 stasiun hujan yang berada di luar DAS yang memiliki pengaruh dengan DAS Kali Lamong. Permasalahan dalam pengambilan asumsi stasiun hujan yang dapat berpengaruh atau tidak pada DAS dapat menjadikan hasil analisisnya kurang valid. Hal ini dapat menyebabkan analisis hidrologi dalam perhitungan debit rencana dapat menjadi besar (over estimate) sehingga volume dan biaya untuk bangunan menjadi tidak efisien ataupun bisa jadi sebaliknya, perhitungan debit rencana terlalu kecil (under estimate) sehingga dapat meningkatkan resiko kegagalan bangunan. Sehingga diperlukan penelitian mengenai pengaruh letak stasiun hujan terhadap transformasi hujan debit pada DAS Kali Lamong agar diketahui dan didapatkan sebaran stasiun hujan yang optimum. Metodologi Studi Analisis Data Dalam studi ini diperlukan data-data pendukung seperti data DEMNAS, data curah hujan, data debit observasi, data tutupan lahan dan data jenis tanah. Data tersebut digunakan untuk pembuatan model hidrologi dengan HEC-HMS. Data curah hujan dilakukan analisis curah hujan wilayah dengan Metode Polygon Thiessen untuk masing masing skenario. Data debit observasi didapatkan dari pengukuran secara langsung di lapangan, kondisi di DAS Kali Lamong terdapat automatic water level recorder (AWLR) di Stasiun boboh. Data yang didapat dari stasiun boboh berupa data elevasi muka air sehingga perlu melakukan perhitungan rating curve agar diketahui besaran debit yang keluar. Setelah dilakukan korelasi antara data muka air dengan rating curve akan didapatkan hidrograf observasi. Fungsi dari hidrograf observasi adalah sebagai data untuk kalibrasi model transformasi hujan-debit. Pemodelan HEC-HMS Dalam pemodelan hidrograf akan lebih cepat dengan bantuan perangkat lunak. Perangkat lunak yang sangat sering digunakan dalam pemodelan hidrologi adalah HEC-HMS. Program HEC-HMS merupakan program yang baik dan mudah dalam menyelesaikan perhitungan debit banjir yang bersumber dari data series hujan pada stasiun dan kurun waktu tertentu. Dalam pembuatan model dengan HEC-HMS ada beberapa tahapan seperti basin model, meteorologic model, control specification, dan run manager. Basin model merupakan penggambaran DAS dan elemen-elemennya. Pada basin model tersusun atas gambaran fisik daerah tangkapan air dan sungai. Elemen-elemen hidrologi yang ada pada HEC-HMS yang mewaliki respon DAS terhadap presipitasi adalah subbasin, reach, junction, source, sink, reservoir dan diversion. Dalam sebuah DAS tidak harus ada dari 7 elemen tersebut, tergantung dengan karakteristik DAS. Pada 690



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



penelitian ini hanya menggunakan element subbasin, reach, junction dan sink. Meteorologic model merupakan masukan data curah hujan efektif dapat berupa data hujan harian atau jam-jaman. Desain hyetograph harus didasarkan pencatatan kejadian hujan nyata. Control specification sebagai input interval waktu lama terjadi hujan. Run manager digunakan untuk mendapatkan hasil simulasi. Metode Kagan Penetapan jaringan stasiun hujan tidak hanya terbatas pada penetapan jumlah stasiun yang dibutuhkan dalam suatu DAS, namun tempat dan pola penyebarannya, petunjuk yang bersifat kualitatif diberikan oleh Rodda (1970), yaitu dengan memanfaatkan koefisien korelasi hujan (Harto, 1993). Hal ini masih harus dikaitkan dengan keadaan sekitarnya yang menyangkut masalah ketersediaan tenaga pengamat dan pola penyebarannya. Pada penelitian yang dilakukan Kagan (1972), untuk hujan daerah tropis yang hujannya bersifat setempat dengan luas penyebaran yang sangat terbatas mempunyai variasi ruang untuk hujan dengan periode tertentu adalah sangat tidak menentu mskipun sebenarnya menenjukkan suatu hubungan sampai tingkat tertentu (Harto, 1993). Persamaan-persamaan yang dipergunakan untuk analisis jaringan Kagan-Rodda adalah seperti pada Persamaan 1 sampai dengan Persamaan 4. (Harto, 1993): R(d) = 𝑟(𝑜) 𝑒 Z1



=



−𝑑⁄ 𝑑(0)



(1) 0.23 √𝐴



(2)



(1−𝑟(𝑜))+( ) 𝑑(𝑜)√𝑛 𝐶𝑣. √ 𝑛



Z2



= 𝐶𝑣. 1 (1 − 𝑟(𝑜)) + 0.52𝑟(𝑜) 3 𝑑(𝑜)



L



= 1.07√𝐴 𝑛



𝐴 𝑛







(3) (4)



Dimana: r(d) r(o) Cv d d(o)



: : : : :



A N Z1 Z2 L



: : : : :



Koefisien korelasi untuk jarak stasiun sejauh d Koefisien korelasi untuk jarak stasiun yang sangat dekat Koefisien variasi Jarak antar stasiun (km) Radius korelasi, yaitu jarak antar stasiun dimana korelasi berkurang dengan faktor e. Luas DAS (Km2) Jumlah stasiun Kesalahan perataan (%) Kesalahan interpolasi (%) Jarak antar stasiun (Km)



Metode Inverse Distance Weighted (IDW) Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode interpolasi geostatistik yang memiliki formulasi paling sederhana, mudah dipahami dan mudah diimplementasikan. Disamping itu metode ini memberikan hasil yang cukup akurat, sehingga 691



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



penggunaannya cukup luas pada berbagai aspek keilmuan. Metode ini memiliki asumsi bahwa sesuatu yang saling berdekatan akan lebih serupa dibandingkan dengan yang saling berjauhan. Untuk menaksir sebuah nilai di setiap lokasi yang tidak diukur, IDW akan menggunakan nilai – nilai yang ada pada sekitar titik tinjau. Pada metode ini diasumsikan bahwa tingkat korelasi antar titik tergantung pada jaraknya, sehingga metode ini akan memberikan bobot yang lebih tinggi pada titik yang terdekat dengan titik tinjau dibandingkan dengan titik yang lebih jauh (Almasi, 2014). Persamaan IDW yang digunakan dalam pembobotan seperti pada Persamaan 5 p



1 di



[ ]



wi =



1 dj



(5)



p



∑n j=1[ ]



Untuk Menghitung nilai titik yang ditinjau digunakan Persamaan 6 (6)



Z0 = ∑ni=1 wi × Zi Dimana: 𝑍0 : 𝑤𝑖 : 𝑍𝑖 : 𝑑𝑖 : 𝑝 :



Nilai yang ditaksir Faktor bobot dari titik sample Nilai dari titik sample Jarak antara titik yang ditaksir dengan titik sample Faktor power



Nash Sutcliffe Efficiency (NSE) Untuk kinerja model dievaluasi menggunakan NSE (Nash Sutcliffe Eficiency) perhitungan NSE seperti pada Persamaan 7. (Cheng,2013) 𝑁𝑆𝐸 = 1 − Dimana: 𝑄𝑠 (𝑡) 𝑄𝑜 (𝑡) ̅̅ 𝑄̅̅𝑜 𝑁



: : : :



∑𝑁 𝑡=1(𝑄𝑠 (𝑡)−𝑄𝑜 (𝑡)) ̅̅̅̅ 2 ∑𝑁 𝑡=1(𝑄𝑠 (𝑡)−𝑄𝑜 )



2



(7)



Debit Simulasi Debit observasi Debit observasi rata-rata Jumlah data



Dalam penelitian ini, indikator statistik yang paling utama dalam menentukan keakurasian model dengan NSE. Indikator ini dirasa cukup untuk mengevaluasi kinerja hasil model dengan data observasi. NSE memiliki range antara −∞ sampai dengan 1, NSE memiliki beberapa kriteria seperti yang terdapat pada Tabel 1. (Motovilov,1999) Tabel 1.



Hubungan antara Nilai NSE terhadap Interpretasi Model. Nilai NSE (Nash-Sutcliffe Efficiency)



692



Interpretasi Model



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



NSE > 0,75 0,36 < NSE < 0,75 NSE < 0,36



Baik Memuaskan Kurang Memuaskan



Sumber:Motovilov,1999



Hasil Studi dan Pembahasan Lokasi Studi DAS Kali Lamong secara administrasi terletak pada 4 kabupaten/kota, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto pada daerah hulu DAS sedangkan untuk daerah hilir berada pada Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya dan dengan bermuara di selat Madura. DAS Kali Lamong memiliki luas DAS ± 720 km2 dan dengan panjang alur sungai ± 103 km. Pada pembahasan penelitian ini luas DAS yang diteliti sekitar 504,41 km2 karena disesuaikan dengan titik outlet dari AWLR Boboh. Lokasi peta batas DAS Kali Lamong dapat dilihat pada Gambar 1.



Sumber: Ikhsan,2021



Gambar 1. Peta Lokasi sub DAS Kali Lamong[A1] Skenario Jarak Stasiun Hujan Dalam pembuatan skenario stasiun hujan skenario pertama adalah stasiun hujan eksisting yang berada di dalam DAS yakni sebanyak lima stasiun hujan. Selanjutnya untuk skenario kedua adalah stasiun hujan eksisting yang memiliki pengaruh dengan DAS sesuai dengan Metode Polygon Thiessen, yakni sebanyak 16 stasiun hujan. Sekenario ketiga sampai dengan skenario ketujuh merupakan hasil perhitungan Kagan-Rodda berdasarkan data curah hujan tahunan yang didapat dari Dinas PU SDA kabupaten dan provinsi serta BBWS Bengawan Solo. Dari data curah hujan dapat dihitung nilai koefisien korelasi (r0), standar deviasi dan koefisien variasi (Cv). Selanjutnya dapat dihitung nilai kesalahan perataan, kesalahan interpolasi dan Panjang sisi segitiga Kagan, maka dapat digambarkan jaringan Kagan-Rodda.



693



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hubungan Jarak dan Korelasi Koefisien Korelasi



1.20 1.00 0.80 0.60 0.40



y = 0.3084e-0.016x



0.20 0.00 0.00



20.00



40.00



60.00



80.00



Jarak (Km)



Sumber: Ikhsan,2021



Gambar 2. Grafik hubungan jarak dan korelasi Berdasarkan Gambar 2 dapat diperoleh nilai parameter Kagan dengan melakukan pemadanan antara persamaan yang dihasilkan dengan rumus dasar yang diterapkan oleh Kagan. Nilai parameter yang diperoleh adalah 0,3084 [A2][MYMI3]untuk koefisien korelasi (r(0)) dan 62,5 Km untuk jarak stasiun yang menyebabkan korelasi berkurang (d(0)). Selanjutnya untuk koefisien variasi didapatkan 24,87% Tabel 2.



Perhitungan jumlah stasiun hujan, kesalahan perhitungan, kesalahan interpolasi dan jarak antar stasiun hujan pada DAS Kali Lamong



N 1



Cv 24,868325



r(0) 0,308



A 504,40569



D0 62,500



Z1 (%) 21,89



Z2(%) 13,35



L (Km) 24,03



2



24,868325



0,308



504,40569



62,500



21,54



12,95



16,99



3



24,868325



0,308



504,40569



62,500



21,39



12,78



13,87



4



24,868325



0,308



504,40569



62,500



21,30



12,67



12,02



5



24,868325



0,308



504,40569



62,500



21,23



12,59



10,75



Sumber: Ikhsan,2021



Berdasarkan Tabel 2 pada Z1 (%) merupakan nilai kesalahan perataan dengan jumlah 5 stasiun hujan masih belum dapat mendapat nilai kesalahan perataan < 5% sehingga analisis Kagan belum dapat digunakan pada DAS Kali Lamong. meskipun hasilnya tidak memenuhi syarat akan dicoba membuat skenario stasiun hujan berdasarkan hasil dari metode kagan dengan jumlah stasiun hujan yang memiliki jarak 24,03 Km, 16,99 Km, 13,87 Km, 12,02Km, dan 10,75 Km yang masingmasing merupakan skenario 3,4,5,6, dan 7. Setelah didapatkan skenario stasiun hujan dilakukan pengisian data pada stasiun hujan skenario tersebut dengan interpolasi antara titik stasiun hujan skenario dengan stasiun hujan eksisting dengan metode IDW Pemodelan Hidrologi dengan HEC-HMS Pemodelan HEC-HMS memperlukan input data terhadap beberapa component, diantaranya basin model, meteorologic model, control specification dan time series data. Basin model digunakan untuk membuat element hidrologi yang akan mewakili kondisi di lapangan. Pada penelitian ini element hidrologi yang digunakan terdiri



694



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dari 19 Subbasin, 9 Junction, 9 reach dan 1 sink. Subbasin merupakan symbol dan fungsi dari subDAS, junction merupakan titik pertemuan dari dua atau lebih element hidrologi, reach merupakan fungsi dari sungai sebagai penghubung dari junction atau subbasin, dan sink merupakan titik outlet terakhir. Setiap element akan mewakili proses hidrologi yang terdapat pada DAS. Pada penelitian ini parameter yang digunakan dalam subbasin, loss methode menggunakan SCS Curve Number dan transform methode menggunakan SCS Unit Hydrograph dan untuk routing sungai akan menggunakan metode kinematic wave. Dalam pembuatan model awal data curah hujan yang digunakan adalah skenario 1 stasiun hujan. tahun 2011



0.00



400.00



20.00



300.00



40.00



200.00



60.00



100.00



80.00



Hujan (mm)



Debit (m3/s)



500.00



0.00



100.00



Waktu (Hari) Data Hujan (mm) Debit Simulasi (m3/s)



Debit Observasi (m3/s)



Sumber: Ikhsan,2021



Gambar 3. Grafik perbandingan debit simulasi dengan debit observasi tahun 2011 Hasil simulasi pada Gambar 3 menunjukan bahwa debit simulasi sudah cukup bagus seperti debit observasi berdasarkan nilai NSE sebesar 0,4681[A4][MYMI5]. Dengan curah hujan maksimum sebesar 74,82 mm menghasilkan debit puncak pada hidrograf simulasi terjadi pada tanggal 24 Maret 2011 dengan debit 303,6 m3/s. Sedangkan pada debit observasi, debit puncak terjadi pada tanggal 27 Maret 2011 dengan debit 425,3 m3/s. Langkah selanjutnya adalah kalibrasi parameter nilai curve number untuk membuat nilai NSE antara model simulasi dengan debit observasi menjadi lebih baik seperti pada Tabel 1.[A6][MYMI7] Kalibrasi merupakan langkah untuk membuat hasil model mendekati kondisi di lapangan. Proses kalibrasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kesesuaian dari estimasi parameter-parameter yang digunakan. Setiap parameter memiliki sensitivitas yang berbeda beda, dengan membandingkan nilai debit simulasi dengan debit observasi dapat diketahui besar sensitivitas dari masingmasing parameter. Setelah dilakukan kalibrasi hasil dari model simulasi didapatkan grafik perbandiang antara model simulasi dan debit observasi terdapat pada Gambar 4. data hujan tahun 2011 curah hujan maksium sebesar 74,82 mm didapatkan hasil simulasi debit maksium terjadi pada tanggal 24 Maret 2011 sebesar 275,9 m3/s sedangkan debit observasi tertinggi terjadi pada tanggal 27 Maret 2011 dengan debit 425,28 m3/s. Hasil kalibrasi menunjukkan nilai NSE 0,5894 berdasarkan Tabel 1 interpretasi dari model adalah memuaskan sehingga dapat dilakukan perhitungan



695



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



selanjutnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai dengan skenario stasiun hujan. tahun 2011



0.00



400.00



20.00



300.00



40.00



200.00



60.00



100.00



80.00



0.00



Hujan (mm)



Debit (m3/s)



500.00



100.00



Waktu (Hari) Data Hujan (mm) Debit Simulasi (m3/s)



Debit Observasi (m3/s)



Sumber: Ikhsan,2021



Gambar 4. Grafik perbandingan debit observasi dengan debit simulasi setelah kalibrasi Hubungan Skenario Stasiun Hujan dengan Hasil Pemodelan Hubungan Skenario dengan NSE 0.7000 0.6000



NSE



0.5000 0.4000 0.3000 0.2000



0.5961 0.5165



0.5894 0.4134



0.5211



0.4215 0.2729



0.1908



2012 2013



0.1000 0.0000



2011



2014 Skenario 1



Skenario 2



Skenario Stasiun Hujan



Sumber: Ikhsan,2021



Gambar 5. Grafik hubungan skenario hujan eksisting dengan NSE Kondisi stasiun hujan eksisting pada DAS Kali Lamong menunjukan bahwa pada skenario 2 telah memberikan hasil yang lebih baik dari skenario 1. Berdasarkan Gambar 5 diketahui nilai NSE tertinggi pada tahun 2011 sampai dengan 2014 adalah skenario 2.



696



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



0.5163



0.7000 0.6000 0.4000



0.2538



NSE



0.5000



0.5854



0.6640



Hubungan Skenario dan NSE



0.3000 0.2000



2012 2013 2014



0.1000 0.0000



2011



Skenario 3



Skenario 4



Skenario 5



Skenario 6



Skenario 7



Skenario Stasiun Hujan Sumber: Ikhsan,2021



Gambar 6. Grafik hubungan stasiun hujan skenario jarak dengan NSE Hasil dari skenario stasiun hujan terdapat pada Gambar 6. Didapatkan bahwa skenario 5 merupakan skenario terbaik untuk letak stasiun hujan pada DAS Kali Lamong berdasarkan data hujan tahun 2011,2012 dan 2014. Untuk data tahun 2013 menunjukan bahwa hasil skenario terbaik terdapat pada skenario 7. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada data hujan tahun 2011, 2012 dan 2014 maka skenario stasiun hujan yang memberikan hasil terbaik adalah skenario 5 dengan nilai NSE 0,6919 dengan debit puncak terjadi pada tanggal 26 Maret 2011 sebesar 243,7 m3/s. jumlah stasiun hujan 3 buah sehingga perlu dilakukan pengurangan stasiun hujan dan juga relokasi 2 stasiun hujan Pengurangan stasiun hujan berpengaruh dalam hasil pemodelan hujan debit sehingga apabila di dalam DAS Kali Lamong disesuaikan stasiun hujan dengan skenario 5 maka hasil transformasi hujan debit didapatkan hasil yang lebih baik. Sehingga jarak antar stasiun hujan sangat berpengaruh dalam perhitungan transformasi hujan-debit semakin kecil jarak antar stasiun hujan belum tentu memberikan hasil yang terbaik, akan tetapi jarak yang optimum yang dapat memberikan hasil yang terbaik. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan, antara lain: 1. Hasil analisis mendapatkan nilai NSE pada masing-masing skenario, yakni: a. Skenario 1 dengan stasiun hujan eksisting mendapatkan nilai NSE 0,5894 pada data tahun 2011, b. skenario 2 dengan stasiun hujan eksisting mendapatkan nilai NSE 0,5961 pada data tahun 2011, c. skenario 3 mendapatkan nilai NSE 0,4704 pada data tahun 2011, d. skenario 4 mendapatkan nilai NSE 0,6225 pada data tahun 2011, 697



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



e. skenario 5 mendapatkan nilai NSE 0,6640 pada data tahun 2011, f. skenario 6 mendapatkan nilai NSE 0,6432 pada data tahun 2011, g. skenario 7 mendapatkan nilai NSE 0,6552 pada data tahun 2011, 2. Hasil pemodelan dari skenario eksisting didapatkan skenario 2 memiliki hasil yang lebih baik dengan jarak rata-rata antar stasiun hujan 11,2 Km dengan nilai NSE sebesar 0,5961 pada data tahun 2011. Berdasarkan hasil skenario stasiun hujan didapatkan skenario 5 sebagai skenario stasiun hujan yang optimum pada DAS Kali Lamong dengan jarak antar stasiun hujan sebesar 13,87 Km. Jarak antar stasiun hujan sangat berpengaruh dalam perhitungan transformasi hujandebit. semakin kecil jarak antar stasiun hujan belum tentu memberikan hasil yang terbaik, akan tetapi jarak yang optimum yang dapat memberikan hasil yang terbaik. Saran Saran dari hasil studi ini adalah: 1. Pemodelan hidrologi yang digunakan pada DAS Kali Lamong adalah metode SCS Curve Number, sehingga perlu dilakukan percobaan dengan metode yang lain. 2. Pengambilan data hujan pada stasiun hujan skenario menggunakan Teknik interpolasi, perlu dikembangkan lagi dengan metode stasiun hujan satelit yang sudah downscaling. Ucapan Terima Kasih Studi ini dapat dilaksanakan dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti menguncapkan terimakasih kepada kepala dinas PU Sumber daya air provinsi Jawa Timur dan Kepala BBWS Bengawan solo yang telah memberikan data untuk studi ini. Daftar Referensi Almasi, A., Jalalia, A., Toomanian, N. 2014, “Using OK and IDW Methods For Prediction The Spatial Variability of A Horizon Depth and OM in Soils of Shahrekord, Iran. Journal of Environment and Earth Science”, Vol 4 No.15. Cheng, C., Cheng, S., Wen, J., and Lee, J., 2013, “Time and Flow Characteristicsof Component Hydrographs Related to Rainfall–Streamflow Observations”, Journal of Hydrologic Engineering, Vol. 18 No. 6, pp. 675–688. Harto Br, S. 1993. “Analisis Hidrologi”. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Motovilov, Y.G., Gottschalk, L., Engeland, K.& Rodhe, A. 1999. “Validation of a Distributed Hydrological Model Against Spatial Observations”, Elsevier Agricultural and Forest Meteorology,Vol 98-99 p.257-277. Tunas, I.G., 2017, Pengembangan Model Hidrograf Satuan Sintetik Berdasarkan Karakteristik Fraktal Daerah Aliran Sungai, Disertasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.



698



PEMODELAN DEBIT INFLOW WADUK SAMPEAN BARU DENGAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) Madira Alfin Rahma Donna1*, Gusfan Halik1, dan Retno Utami A.W1 Departemen Teknik Sipil , Universitas Jember



1



*[email protected]



Intisari Waduk Sampean Baru terletak di Desa Tapen, Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Waduk Sampean Baru berfungsi untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan sebagai sarana untuk pembangkit listrik mikrohidro. Adapun permasalahan dalam pengoperasian waduk yang sering dihadapi dari tahun ke tahun, salah satunya adalah fluktuasi debit inflow waduk yang berubah-ubah. Dalam merencanakan pola operasi waduk untuk kebutuhan air irigasi, perlu diketahui besarnya debit aliran yang masuk ke waduk atau debit inflow waduk. Dalam pedoman teknis, karakteristik inflow waduk dikelompokkan menjadi tiga kondisi hidrometeorologi, yaitu tahun basah, tahun normal, dan tahun kering. Tujuan dari penelitian ini adalah memodelkan time series debit inflow waduk dengan Artificial Neural Network (ANN). Pemodelan ANN merupakan suatu sistem yang cara kerjanya menirukan sel syaraf pada otak biologis manusia. Pemodelan ANN menggunakan perangkat lunak Matlab. Kalibrasi dan validasi model ANN pada periode 2009-2019 menunjukkan bahwa hasil luaran model tersebut mendekati debit inflow waduk observasi. Pemodelan ANN dapat digunakan untuk memprediksi besarnya debit inflow waduk Sampean Baru secara akurat. Hasil validasi pemodelan inflow waduk dengan ANN diperoleh nilai R sebesar 0,79591 dan nilai MSE sebesar 0,00572. Dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pemodelan time series inflow waduk dengan ANN memberikan hasil yang cukup memuaskan sehingga dapat digunakan sebagai alternatif dalam merancang pola operasi waduk Sampean Baru yang optimal. Kata kunci : model time series,Waduk Sampean Baru, debit inflow, ANN Latar Belakang Waduk di Indonesia banyak digunakan sebagai penyedia air untuk : irigasi, pembangkit tenaga listrik, pemenuhan air minum dan pemenuhan kebutuhan air lainnya. Banyak sekali permasalahan dalam pegoperasian waduk yang dihadapi dari tahun ke tahun, salah satunya adalah fkultuasi debit inflow waduk yang berubah-ubah. Waduk Sampean Baru terletak di Desa Tapen, Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Waduk Sampean baru mempunyai kapasitas tampungan 1.500.000 m3. Pembangunan Waduk Sampean baru dimulai pada tahun 1979 dan selasai dibangun pada tahun 1984. Waduk Sampean Baru berfungsi untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan sebagai sarana untuk pembangkit listrik mikro. Dalam merencanakan pola operasi waduk untuk kebutuhan air irigasi, perlu 699



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



diketahui besarnya debit aliran yang masuk ke waduk (debit inflow). Dalam pedoman teknis, karakteristik inflow waduk dikelompokkan menjadi tiga kondisi hidrometeorologi, yaitu tahun basah, tahun normal, dan tahun kemarau. Prediksi aliran masuk waduk dianalisis berdasarkan data historis aliran masuk waduk dengan mempertimbangkan ketiga kondisi hidrometeorologi tersebut (Halik dkk, 2015). Dalam penelitian ini digunakan data tahunan debit inflow dan outflow waduk Sampean Baru periode 2009-2019 Dalam merencanakan pola operasi waduk, prediksi atau peramalan debit inflow waduk sangat diperlukan. Ada beberapa metode peramalan debit inflow, diantaranya: Artificial Neural Network (ANN). Metode ANN merupakan representasi tiruan dari otak manusia yang selalu mencoba guna mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Artificial Neural Network (ANN) merupakan suatu sistem dengan meniru jaringan saraf biologis pada manusia dan dapat memproses informasi yang memiliki karakteristik kinerja tertentu. Artificial Neural Network (ANN) sudah dikembangkan sebagai generalisasi model matematika berdasarkan kejadian sebelumnya. (Hafsari dan Sari, 2017;Suhardi, Sulaksono dan Halik, 2017). Keberhasilan pola operasi waduk dalam memenuhi kebutuhan air sangat ditentukan oleh ketepatan dalam memprediksi besarnya debit inflow. Oleh karena itu, peramalan debit inflow waduk sangat penting dilakukan dalam mendukung rencana pola operasi waduk. Dalam penelitian ini, akan dilakukan model prediksi inflow waduk menggunakan ANN. Artificial Neural Network (ANN) memberikan pendekatan cepat dan fleksibel untuk integrasi data dan pengembangan model. Kemampuan prediksi model Artificial Neural Network (ANN) sangat terlatih dibandingkan dengan model regresi orde pertama dan regresi orde kedua, dengan mengevaluasi koefisien determinasi (R2) dan Mean Square Error (MSE). (Suhardi, Sulaksono dan Halik, 2017) Artificial Neural Network (ANN) didefinisikan sebagai sistem elemen pemrosesan sederhana, yang disebut neuron, yang terhubung ke jaringan dengan seperangkat bobot. Jaringan ditentukan oleh arsitektur, besarnya bobot dan mode operasi elemen premosesan(Yesilnacar dkk., 2008). Neuron adalah elemen pemrosesan yang mengambil sejumlah input, menimbang mereka, merangkumnya, menambahkan bias dan menggunakan hasilnya sebagai argument untuk fungsi bernilai tunggal, fungsi transfer, yang menghasilkan output neuron (Yesilnacar dkk., 2008) Metode Artificial Neural Network merupakan representasi tiruan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pem-belajaran pada otak manusia tersebut . Metode learning yang paling banyak digunakan saat banyak digunakan saat ini adalah model Backpropagation (BP) yang mampu menghasilkan prediksi dengan hasil yang memuaskan karena kemampuannya dalam mengenali pola yaitu dengan menambahkan satu/beberapa layer tersembunyi diantara layer masukan dan keluaran dibandingkan dengan layer tunggal yang memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola.(Hafsari dan Sari, 2017)



700



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Salah satu keberhasilan suatu jaringan apabila dapat menentukan algoritma pelatihan yang tepat dan efisien sehingga dapat mencapai target yang diinginkan. Salah satu algoritma yang yang bekerja lebih cepat dibandingkan dengan algoritma pembelajaran Resilient Backpropagation (Trainrp/Rprop) adalah Conjugate Gradient Algorithm (CGA), dimana yang menjadikan algoritma ini berbeda dari algoritma yang lain adalah pencarian nilai negatif dari gradien dalam jaringan sejak iterasi pertama.(Hafsari dan Sari, 2017) Saat ini, prediksi inflow waduk sangat sulit dilakukan akibat adanya perubahan tata guna lahan dan dampak perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi debit inflow waduk dengan pendekatan model time series menggunakan ANN. Pemodelan Inflow Waduk dilakukan di bendungan Sampean Baru Kabupaten Bondowoso sebagai studi kasus. Metodologi Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan bertempat di Waduk Sampean Baru yang berada pada Desa Tapen, Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur Kode Pos 68283. Waduk ini terletak pada garis lintang 7°49’33.75’’S dan pada garis bujur 113°56’14.53’’T dengan elevasi 114 m.



(Sumber: Google Earth 2019) Gambar 1. Peta Lokasi Waduk Sampean Baru Tahapan Penelitian Tahapan dalam penelitian berupa pengumpulan data debit inflow Waduk Sampean Baru selama 10 tahun terakhir (2009-2019) periode 10 harian (dekade). Pengambilan periode dekade didasarkan pada pola operasi Waduk Sampean Baru di lapangan. Tahapan selanjutnya adalah pemoddelan time series debit inflow waduk menggunkan model berbasis kecedasan buatan (Artificial Neural Networks – ANN) Pengumpulan dan Pengolahan Data Data yang dikumpulkan adalah data debit inflow Waduk Sampean Baru dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu tahun 2009-2019. Data ini diperoleh dari UPT



701



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Balai Pengelolaan Wilayah Sungai Sampean di Kabupaten Bondowoso. Selanjutnya, tahapan pengolahan data secara statistic untuk menentukan variable data input. Pemilihan data input time series dilakukan berdasarkan analisis Autocorelation Function (ACF) dan Partial Autocorelation Function (PACF). Setelah pemilihan data input didapatkan, tahap selanjutnya adalah pengolahan data input dan normalisasi data input. Normalisasi data input menggunakan Normalisasi Min-Max, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan berikut : 𝑋𝑜𝑙𝑑−𝑋𝑚𝑖𝑛



𝑋𝑛𝑒𝑤 = 𝑋𝑚𝑎𝑥−𝑋𝑚𝑖𝑛



(1)



Keterangan : Xnew : nilai baru variabel X Xold : nilai lama untuk variabel X Xmin : nilai minimum dalam data Xmax : nilai maksimun dalam data Pemodelan ANN Setelah tahapan -tahapan dalam pengolahan dan pemilihan data input diperoleh. Maka dilakukan pemodelan inflow waduk dengan metode Artificial Neural Network (ANN) meliputi : 1. Korelasi Data. Dalam melakukan uji korelasi data digunakan data debit inflow harian Waduk Sampean baru dengan data debit inflow tahunan Waduk Sampean Baru. Korelasi data bertujuan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antar kedua data dan mendapatkan hasil pemodelan yang baik. 2. Pemilihan Variabel Input. Pemilihan variabel input berdasarkan Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelations Function (PACF) dan dipilih hasil terbaik untuk digunakan dalam pemodelan ANN 3. Pembagian Data Input. Input data pada permodelan Artificial Neural Network (ANN) dibagi 2 bagian yaitu 70% dari data sebagai data kalibrasi, 15% sebagai validasi dan 15% sebagai verifikasi model. Software yang digunakan yakni Matlab. 4. Pembuatan Arsitektur Model ANN. Model arsitektur dalam penelitian ini adalah penentuan pola jaringan yang terdiri atas 3 layer yakni input layer, hidden layer dan output layer. Dalam menentukan input layer didasarkan pada hasil analisis ACF dan PACF, penentuan hidden layer dapat dilakukan dengan cara uji cobabanding, dan output layer merupakan hasil dari proses running. 5. Pembelajaran Model. Proses pembelajaran model ANN atau pelatihan model menggunakan Algoritma Backpropagation agar mendapatkan hasil yang optimal. 6. Uji Keandalan / Validasi. Uji keandalan bertujuan untuk mengetahui nilai eror model dengan kriteria R dan MSE. Apabila dalam pengujian menghasilkan nilai yang belum sesuai, maka jumlah neuron pada hidden layer dengan percobaan 10, 15, 20, 25 dan 30 neuron yang dicoba kemudian diambil nilai R yang hampir



702



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



atau mendekati sempurna. Nilai R dan MSE berbanding terbalik. Semakin tinggi nilai R yang diperoleh maka nilai MSE yang diperoleh semakin baik atau kecil. Dalam melakukan uji validasi dilakukan dengan beberapa indicator pengujian, antara lain: 1) Mean Squared Error (MSE) ∑𝑛 (𝑋−𝑌)² 𝑀𝑆𝐸 = 𝑡=1 𝑛 Keterangan: X= Nilai pengamatan atau observasi (m3/dt) Y = Nilai permodelan (m3/dt) n = Jumlah data



(1)



2) Koefisien Korelasi. Korelasi merupakan hubungan antar kedua variabel (hasil pengamatan dan hasil pemodelan (output model). Korelasi dinyatakan dalam persamaan (2), sedangkan kriteria hubungan antar variabel ditunjukkan pada Tabel 1 R=



𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑌−∑𝑛𝑖=1 𝑋 ∑𝑛𝑖=1 𝑌 2 𝑛 𝑖=1 𝑋 −(∑𝑖=1 𝑋)²



√𝑛 ∑𝑛



2 𝑛 𝑖=1 𝑌 −(∑𝑖=1 𝑌)²



√𝑛 ∑𝑛



(2)



Keterangan: R = Nilai korelasi antara variabel x dan y X = Nilai pengamatan atau observasi (m3/dt) Y = Nilai permodelan (m3/dt) n = Jumlah data Tabel 1.



Kriteria Nilai Koefisien Korelasi



Nilai R Interpretasi 0-0,19 Sangat Rendah 0,20-0,39 Rendah 0,40-0,59 Sedang 0,60-0,79 Kuat 0,80-1,00 Sangat Kuat Sumber : (Suhartanto, Cahya dan Maknun, 2019) Hasil Dan Pembahasan Pemilihan Variabel Input didasarkan pada nilai Auto Corelations Function (ACF) dan Partial Auto Corelations Function (PACF). Nilai ACF dan PACF ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Berdasarkan kedua gambar grafik diatas untuk menentukan variabel input dipilih hasil analisis ACF dengan memilih lag yang berkorelasi diatas 0,4 sehingga diperoleh hasil 3 lag variabel input, yaitu t-1; t-2 ; t-3



703



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 2. Grafik Hasil ACF



Gambar 3. Grafik Hasil PACF Pemodelan Inflow dengan ANN Dalam pemodelan inflow dengan ANN diperoleh 5 arsitektur dan dipilih model ANN 1 degan arsitektur 3-5-1 seperti pada Tabel 2. Tabel 2.



No. 1 2 3 4 5



704



Model Arsitektur ANN



Model ANN ANN 1 ANN 2 ANN 3 ANN 4 ANN 5



Arsitektur 3-5-1 3-10-1 3-15-1 3-20-1 3-25-1



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Dari model ANN1 diperoleh hasil pemodelan yakni nilai R sebesar 0,79591 dan nilai MSE sebesar 0,00572 seperti pada Gambar 4. Model ANN 1



Model ANN 2



Model ANN 3



Model ANN 4



Model ANN 5



Gambar 4. Gambar Plotting Model ANN



705



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 5. Grafik Nilai R pada berbagai Model ANN



Gambar 6. Grafik MSE untuk berbagai model ANN Berdasarkan hasil pengujian trial and error didapatkan hasil R validasi terbaik sebesar 0,79591 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Nilai MSE diperoleh sebesar 0,00572 yang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 Rekapitulasi R dan MSE dapat dilihat pada Tabel 3.



706



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3.



Hasil Rerata Nilai R dan MSE Terbaik



NO.



Model ANN



1



ANN 1 ANN 2 ANN 3 ANN 4 ANN 5 RERATA



2 3 4 5 6



R Training 0.70923 0.70362 0.70198 0.73195 0.73195 0.715746



Testing 0.79591 0.70755 0.7451 0.78082 0.76917 0.75971



MSE 0.00572 0.02795 0.01600 0.00889 0.01658 0.015028



Pemilihan model terbaik diambil berdasarkan nilai R terbesar dan nilai MSE terkebil. Dari hasil pemodelan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3., maka diperoleh nilai R terbesar yakni 0,79591 dan nilai MSE terkecil sebesar 0.00572 pada model ANN 1. Model ANN 1 ini merupakan model terbaik dalam memprediksi debit inflow Waduk Sampean Baru. Plot hasil pemodelan inflow waduk (ANN1) dan debit inflow waduk observasi selengkapnya ditunjukkan di Gambar 7.



Gambar 7. Plot model ANN 1 dan observasi Hasil pemodelan ANN 1 menunjukkan bahwa prediksi inflow waduk mengikuti pola yang bersesuaian dengan debit inflow waduk observasi. Namun demikian, model ini belum bisa memprediksi debit inflow waduk untuk aliran tinggi atau aliran banjir. Oleh karena itu, hasil pemodelan ini sesuai untuk memodelkan debit andalan waduk untuk operasional di lapangan.



707



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.



Arsitektur ANN terbaik dalam memodelkan inflow Waduk Sampean Baru adalah ANN 1 dengan arsitektur model 3-5-1



2.



Hasil pemodelan ANN 2 memberikan hasil prediksi inflow yang baik. Hal ini ditunjukkan dari nilai R sebesar 0,79591 dan MSE sebesar 0,00572



3.



Pemodelan debit inflow waduk ini sesuai untuk diterapkan dalam merancang debit operasional atau debit andalan.



Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan untuk penelitian selanjutnya yakni perlunya dilakukan pemodelan time series debit inflow dengan pendekatan lainnya seperti ANFIS, Fuzzi Logic dan lainnya untuk bisa memodelkan inflow waduk pada aliran tinggi. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada UPT Balai Pengelolaan Wilayah Sungai Sampean di Kabupaten Bondowoso Daftar Referensi Hafsari, A. A., & Sari, V. (2017). Penerapan Metode Artificial Neural Network untuk Meramalkan Inflow Debit Air Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten Wonogiri. Jurnal Teknik Pengairan, 6, 55–60. Halik, G., Anwar, N., Santosa, B., & Edijatno. (2015). Reservoir inflow prediction under GCM scenario downscaled by wavelet transform and support vector machine hybrid models. Advances in Civil Engineering, 1–9. https://doi.org/10.1155/2015/515376 Suhardi, Sulaksono, H. B., & Halik, G. (2017). Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan (Jst) Untuk Analisis Debit Das Bedadung Di Kabupaten Jember. Konferensi Nasional Teknik Sipil Dan Infrastruktur – I, 35–43. Suhartanto, E., Cahya, E. N., & Maknun, L. (2019). Analisa Limpasan Berdasarkan Curah Hujan Menggunakan Model Artifical Neural Network (Ann) Di Sub Das Brantas Hulu. Jurnal Teknik Pengairan, 10(2), 134–144. https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2019.010.02.07 Yesilnacar, M. I., Sahinkaya, E., Naz, M., & Ozkaya, B. (2008). Neural network prediction of nitrate in groundwater of Harran Plain, Turkey. Environmental Geology, 56(1), 19–25. https://doi.org/10.1007/s00254-007-1136-5



708



KOREKSI BIAS DATA CURAH HUJAN SATELIT DENGAN PENDEKATAN QUANTILE MAPPING Ahmad Zaki Romadhoni1*, Dyah Ari Wulandari2, Suharyanto Suharyanto2 Balai Wilayah Sungai Maluku, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan 2 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro



1



*[email protected]



Intisari Keberadaan Data Curah Hujan Satelit dapat bermanfaat dalam suatu analisis hidrologi. Penggunaan data curah hujan satelit sebagai alternatif apabila data stasiun pengamatan hujan yang tersedia terbatas. Namun terdapat bias antara data curah hujan satelit dan data stasiun pengamatan hujan. Sehingga perlu dilakukan koreksi bias untuk mengurangi bias antara kedua data tersebut. Salah satu pendekatan dalam melakukan koreksi bias yaitu dengan Quantile Mapping. Pendekatan ini dilakukan dalam tahap koreksi dan verifikasi antara data curah hujan satelit dan data stasiun pengamatan hujan pada basis bulanan berdasarkan parameter statistik yaitu R2, r dan RMSE. Data curah hujan satelit yang digunakan adalah data TRMM dan data stasiun pengamatan hujan di Kota Ambon. Koreksi bias dilakukan pada basis data harian dan didapatkan peningkatan nilai parameter statistik. Pada tahap koreksi bias didapatkan nilai R2 dan r masing-masing meningkat menjadi 0,876 dan 0,936 sedangkan nilai RMSE berkurang sebesar 48,7 %. Pada tahap verifikasi didapatkan nilai R2 dan r masing-masing meningkat menjadi 0,741 dan 0,861 sedangkan nilai RMSE berkurang sebesar 35,2 %. Kata kunci: TRMM, Quantile Mapping, Koreksi Bias, Maluku Latar Belakang Data hidrologi sebagai salah satu informasi sumber daya air merupakan aset dalam pengelolaan sumber daya air. Kuantitas dan kualitas data hidrologi dapat mendukung dalam pembuatan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya air. Data curah hujan sebagai salah satu data hidrologi merupakan komponen penting dalam analisis hidrologi. Data curah hujan didapatkan melalui pengamatan di stasiun hujan atau stasiun klimatologi. Data curah hujan ini dapat diolah menjadi curah hujan wilayah dengan analisis curah hujan wilayah dan menjadi data masukan dalam perhitungan debit andalan atau debit banjir rencana untuk perencanaan desain infrastruktur sumber daya air maupun rencana pengelolaan sumber daya air. Namun seringkali data curah hujan yang tersedia terbatas, baik karena tidak adanya stasiun pengukuran curah hujan, rusak/minimnya stasiun pengamatan hujan ataupun karena panjang data yang terbatas. Penggunaan data hujan berbasis satelit merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan keterbatasan data curah hujan (Mamenun dkk., 2014). Salah satu data curah hujan satelit yaitu Tropicial Rainfall Measuring Mission (TRMM) merupakan data yang bersifat global dan open source. Tropical Rainfall 709



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Measuring Mission (TRMM) adalah proyek hasil kerjasama antara NASA dan JAXA. Penggunaan data hujan satelit perlu dikoreksi dan divalidasi terhadap data pengamatan curah hujan di permukaan (Mamenun dkk., 2014). Data hujan yang akan digunakan sebagai data pengamatan dalam koreksi bias data hujan satelit harus memiliki nilai koefisien korelasi lebih dari 0,6 terhadap data hujan satelit (Krisnayanti dkk., 2020). Pada penelitian Krisnayanti (2020) digunakan faktor koreksi pada suatu interval tertentu untuk mengkoreksi data hujan TRMM. Koreksi (koreksi bias) ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Quantile Mapping. Quantile Mapping juga dikenal dengan istilah Distribution Mapping, Quantile-Quantile Method merupakan transformasi statistik dengan menyesuaikan data model atau yang akan diestimasi terhadap distribusi kumulatif dari data observasi (Ringard dkk., 2017). Gudmundsson (2012) mengembangkan metode ini dalam qmap package untuk melakukan koreksi bias pada data model iklim di Norwegia. Shukla (2019) juga telah menggunakan metode ini untuk melakukan koreksi bias pada data hujan satelit TRMM di DAS Gangga Hulu. Di Kota Ambon Provinsi Maluku terdapat 7 pos stasiun hujan yang dikelola Balai Wilayah Sungai Maluku namun tidak semua pos stasiun hujan memiliki seri data hujan yang panjang. Sesuai pendapat Savitri dkk. (2019) bahwa Kawasan Indonesia Timur memiliki jumlah pos pengamatan hujan lebih sedikit dari Kawasan Indonesia Barat. Oleh karena itu dapat digunakan data satelit untuk mendukung dalam perencanaan maupun pengelolaan sumber daya air namun perlu melalui tahap koreksi. Dalam penelitian ini koreksi data hujan TRMM dilakukan dengan Metode Quantile Mapping. Metodologi Studi Lokasi penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah Kota Ambon. Data curah hujan pengamatan yang digunakan adalah data dari Stasiun Hujan Gunung Nona yang dikelola oleh Balai Wilayah Sungai Maluku sebagai stasiun hujan yang memiliki data cukup panjang. Stasiun Gunung Nona terletak pada koordinat 3°43'25,89" LS 128°9'57,27" BT. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data Curah Harian Stasiun Hujan Gunung Nona yang digunakan sepanjang 10 tahun yaitu periode tahun 2009 - 2018. Data hujan ini penggunaannya dibagi menjadi dua yaitu untuk koreksi bias data sepanjang 5 tahun periode tahun 2009-2013 dan untuk verifikasi data sepanjang 5 tahun periode tahun 2014-2018. Data hujan satelit TRMM diunduh melalui website https://giovanni.gsfc.nasa.gov dengan grid sesuai lokasi penelitian (128E, 3.75S, 128.25E, 3.5S) berupa data harian sesuai seri data hujan observasi. Data hujan satelit tersedia dari tanggal 1 Januari 1998 hingga 31 Desember 2019 dalam bentuk hujan harian hingga 3 jaman dengan resolusi grid sebesar 0,25ᵒ x 0,25ᵒ. Data hujan yang dihasilkan oleh 710



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



TRMM ada tiga yaitu 3B42RT, 3B42, dan 3B43. Data yang digunakan dalam studi ini adalah 3B42 dengan resolusi temporal 1 harian. Quantile Mapping Quantile Mapping sebagai suatu transformasi statistik memetakan variabel model terhadap variabel observasi yang diketahui distribusinya sebagaimana pada Gambar 1 dengan persamaan berikut (Gudmundsson dkk., 2012). (1)



𝑃𝑜 = 𝐹𝑜 −1 (𝐹𝑚 (𝑃𝑚 ))



Dimana 𝑃𝑚 adalah data hujan model, 𝐹𝑚 adalah Cumulative Distribution Function (CDF/quantile function) dari 𝑃𝑚 , 𝑃𝑜 adalah data hujan observasi dan 𝐹𝑜 −1 adalah CDF invers dari data hujan observasi.



(sumber: Ringard dkk., 2017) Gambar 1. Skema metode quantile mapping Transformasi statistik dalam qmap package terdiri dari beberapa metode quantile mapping dan salah satu yang menunjukkan hasil baik yaitu non-parametric quantile mapping using empirical quantiles (QUANT) (Gudmundsson dkk., 2012; KatiraieBoroujerdy dkk., 2020; Sarvina dkk., 2019). Untuk menyelesaikan persamaan (1), metode ini menggunakan CDF empiris yang dibuat dari persentil empiris dan dihitung nilai diantara persentil-persenti tersebut dengan interpolasi linear (Boé dkk., 2007). Untuk mengukur hasil koreksi bias perlu dilakukan uji kinerja model berdasarkan parameter-paramter statistik yaitu koefisien determinasi (R2), koefisien korelasi dan (Root Mean Square Error) RMSE. R2 mendeskripsikan proporsi dari total varian dalam data observasi yang dapat dijelaskan oleh model sebagaimana dalam persamaan berikut (Legates and McCabe, (1999)). 2



𝑅 =(



̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅ ∑𝑛 𝑖=1(𝑂𝑏𝑠𝑖 −𝑂𝑏𝑠)(𝑆𝑖𝑚𝑖 −𝑆𝑖𝑚) 𝑛 ̅̅̅̅̅̅ 2 ̅̅̅̅̅̅ 2 √∑𝑛 𝑖=1(𝑂𝑏𝑠𝑖 −𝑂𝑏𝑠) √∑𝑖=1(𝑆𝑖𝑚𝑖 −𝑆𝑖𝑚)



2



)



(2)



̅̅̅̅̅ adalah Dimana Obs adalah data observasi, Sim adalah data hasil simulasi, 𝑂𝑏𝑠 rerata data observasi dan ̅̅̅̅̅ 𝑆𝑖𝑚 adalah rerata data hasil simulasi 711



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukkan kuat atau tidaknya hubungan linier antar variabel. Jika nilai mendekati angka 1 maka menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang kuat. Koefisien korelasi dihitung dengan persamaan berikut. 𝑛 ∑ 𝑥𝑦−∑ 𝑥−∑ 𝑦



(3)



r = (√(𝑛 ∑ 𝑥 2 −(∑ 𝑥)2 )(𝑛 ∑ 𝑦 2 −(∑ 𝑦)2 )) Dimana x adalah data variabel simulasi dan y adalah data variabel model.



Root Mean Square (RMSE) untuk menunjukkan besarnya bias dari hasil simulasi terhadap data observasi secara statistik dengan persamaan berikut. 1



𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑛 ∑𝑛𝑖=1(𝐹 − 𝑂)2 × 100%



(4)



Dimana F adalah hasil simulasi, O adalah data observasi dan n adalah jumlah data. Kriteria kinerja suatu model dapat ditinjau berdasarkan nilai R2 dan nilai r. sebagaimana pada Tabel 1 dan Tabel 2, nilai R2 menunjukkan tingkat hubungan kuat jika nilainya minimal sebesar 0,60 dan nilai r menunjukkan keeratan hubungan kuat jika nilainya minimal 0,50. Tabel 1.



Tingkat Hubungan berdasarkan Koefisien Determinasi (R2) Interval Nilai



Keeratan hubungan



0,00 – 0,199



Sangat Rendah



0,20 – 0,399



Rendah



0,40 – 0,599



Sedang



0,60 – 0,799



Kuat



0,80 – 1,000



Sangat Kuat



(sumber: Sugiyono, 2006)



Tabel 2.



Tingkat keeratan hubungan berdasarkan koefisien korelasi (r) Interval Nilai 0 >0 – 0,25 >0,25 - 0,5 >0,50 - 0,75 >0,75 - 0,99 1,00



(sumber : Krisnayanti dkk., 2020)



712



Keeratan hubungan Tidak ada korelasi Korelasi sangat lemah Korelasi cukup Korelasi kuat Korelasi sangat kuat Sempurna



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tahapan analisis Tahapan analisis dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Pengumpulan data hujan harian dari stasiun pengamatan dan data satelit TRMM sesuai lokasi penelitian dan panjang data hujan stasiun pengamatan. Data hujan tersebut dikonversi menjadi data bulanan untuk dihitung nilai parameter statistiknya 2. Perhitungan nilai parameter statistik awal antara data hujan stasiun pengamatan dan data hujan satelit pada basis bulanan untuk koreksi bias dan verifikasi. 3. Penyusunan script bahasa R dan running dengan software RStudio. Script menggunakan menggunakan fungsi utama yang terdapat dalam package qmap yaitu fungsi fitQmapQUANT untuk mengestimasi nilai CDF dari data observasi dan TRMM dengan jarak quantil tertentu dan fungsi doQmapQUANT untuk mentransformasi TRMM berdasarkan transformasi yang didapatkan dari fungsi fitQmapQUANT (untuk penjelesan rinci dapat dilihat dokumentasi dalam Gudmundsson (2016)). 4. Berdasarkan script yang telah disusun dilakukan koreksi bias dengan memasukkan data hujan harian ke dalam software R dan running fungsi qmap untuk masing-masing bulan. Hasil running berupa nilai TRMM yang telah terkoreksi pada periode koreksi dan periode verifikasi. Nilai tersebut di-export dan divisualisasikan dalam bentuk grafik. Dari nilai terkoreksi tersebut dihitung nilai parameter statistik setelah koreksi bias dengan basis bulanan untuk dievaluasi terhadap nilai awal.



Gambar 1. Bagan alir penelitian Hasil Studi dan Pembahasan Data curah hujan Stasiun Gunung Nona dan data hujan Satelit TRMM tahun 20092018 divisualisasi dalam grafik dan dihitung nilai parameter statistiknya. Grafik data curah hujan Stasiun Gunung Nona dan data hujan Satelit TRMM dapat dilihat pada Gambar 2. 713



CH Bulanan Sta Gn Nona



2000



CH Bulanan TRMM



1500 1000 500 Aug-18



Oct-17



Mar-18



Dec-16



May-17



Jul-16



Feb-16



Apr-15



Sep-15



Nov-14



Jan-14



Jun-14



Aug-13



Mar-13



Oct-12



May-12



Jul-11



Dec-11



Feb-11



Sep-10



Apr-10



Nov-09



Jan-09



0 Jun-09



Curah Hujan (mm/bulan)



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Periode



Gambar 2. Grafik curah hujan bulanan data Stasiun Gunung Nona dan Satelit TRMM tahun 2009-2018. Berdasarkan Gambar 2 curah hujan bulanan TRMM cenderung under-estimated terhadap curah hujan Stasiun Gunung Nona, namun masih memiliki pola naik turun yang relatif sama. Nilai parameter statistik antara data hujan stasiun pengamatan dan data hujan satelit dihitung berdasarkan dua periode yaitu periode koreksi bias tahun 2009-2013 dan periode verifikasi tahun 2014-2018. Hasil perhitungan parameter statistik kedua data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.



Nilai parameter statistik antara data curah hujan bulanan Stasiun Gunung Nona dan data Satelit TRMM. Parameter Statistik R2 r RMSE



Periode Koreksi Bias (Tahun 2009-2013) 0,774 0,879 288,006



Periode Verifikasi (Tahun 2014-2018) 0,5848 0,765 284,256



Berdasarkan Tabel 3 jika ditinjau dari nilai R2 maka pada periode koreksi bias menunjukkan hubungan kuat dan pada periode verifikasi menunjukkan hubungan sedang (sugiyono, 2006). Jika ditinjau berdasarkan koefisien korelasi baik pada periode koreksi bias maupun pada periode verifikasi menunjukkan hubungan yang sangat kuat (Krisnayanti dkk., 2020). Namun jika dilihat dari nilai RMSE-nya pada kedua periode menunjukkan nilai penyimpangan yang besar. Oleh karena nilai koefisien korelasi stasiun pengamatan hujan dengan data satetlit lebih dari 0,6 maka data dapat digunakan untuk koreksi bias, sesuai pendapat Krisnayanti (2020). Koreksi bias diproses dengan software R menggunakan package qmap yang dikembangkan Gudmundsson (2016). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa metode yang digunakan adalah metode non-paramteric quantile mapping using empirical quantiles (QUANT). Curah hujan bulanan TRMM setelah terkoreksi dapat dilihat pada Gambar 3.



714



2500 CH Bulanan Sta Gn Nona



2000



CH Bulanan TRMM



1500



CH Bulanan TRMM-QM



1000 500



Oct-13



Jul-13



Apr-13



Jan-13



Oct-12



Jul-12



Apr-12



Jan-12



Oct-11



Jul-11



Apr-11



Jan-11



Oct-10



Jul-10



Apr-10



Jan-10



Oct-09



Jul-09



Apr-09



0 Jan-09



Curah Hujan (mm/bulan)



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Periode



Gambar 3. Grafik curah hujan bulanan data Stasiun Gunung Nona dan data Satelit TRMM setelah koreksi bias periode tahun 2009-2013. Berdasarkan Gambar 3, curah hujan bulanan TRMM setelah dikoreksi menunjukkan nilai semakin mendekati data stasiun pengamatan. Jika dilihat berdasarkan CDF-nya, data TRMM satelit setelah koreksi juga menunjukkan nilai yang semakin berimpit dengan data stasiun pengamatan (Gambar 4). 100.00%



Probabilitas



80.00% TRMM



60.00%



Sta Gn Nona 40.00%



TRMM Terkoreksi



20.00% 0.00% 0



50



100



150



200



250



300



Curah Hujan (mm/hari)



Gambar 4. Cumulative Distribution Function (CDF) data hujan harian Stasiun Gunung Nona dengan data satelit TRMM sebelum dan setelah koreksi bias periode tahun 2009-2013. Hasil perhitungan nilai parameter stastistik yaitu R2, r dan RMSE setelah koreksi bias dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.



Nilai parameter statistik antara data curah hujan bulanan Stasiun Gunung Nona dan data Satelit TRMM sebelum dan setelah koreksi periode tahun 2009-2013. Parameter Statistik R2 r RMSE



Nilai Awal



Setelah Koreksi Bias



0,774 0,879 288,006



0,876 0,936 147,649



715



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Berdasarkan Tabel 4, terjadi peningkatan cukup baik pada seluruh parameter statistik. Paramter R2 semula masuk kriteria kuat meningkat menjadi kriteria sangat kuat sesuai Tabel 1. Untuk parameter koefisien korelasi masih dalam kriteria yang sama namun terjadi peningkatan 0,056. Pada parameter RMSE nilainya berkurang hingga 48,7% dengan kata lain adanya koreksi memperkecil penyimpangan antara data stasiun pengamatan dan data satelit TRMM.



1400 1200 1000 800 600 400 200 0



CH Bulanan Sta Gn Nona CH Bulanan TRMM



Oct-18



Jul-18



Apr-18



Jan-18



Oct-17



Jul-17



Apr-17



Jan-17



Oct-16



Jul-16



Apr-16



Jan-16



Oct-15



Jul-15



Apr-15



Jan-15



Oct-14



Jul-14



Apr-14



CH Bulanan TRMM-QM



Jan-14



Curah Hujan (mm/bulan)



Selanjutnya pada tahap verifikasi, hasil transformasi pada proses koreksi bias diterapkan pada data yang berbeda yaitu pada data periode tahun 2014-2018. Hasil verifikasi data hujan stasiun pengamatan dan satelit TRMM pada basis bulanan dapat dilihat pada Gambar 5.



Periode



Gambar 5. Grafik curah hujan bulanan data Stasiun Gunung Nona dan data Satelit TRMM tahap verifikasi periode tahun 2014-2018. Sesuai Gambar 5 data TRMM awal yang nilainya cenderung dibawah data curah hujan Stasiun Gunung Nona, pada tahap verifikasi menjadi semakin meningkat mendekati data stasiun pengamatan. Jika ditinjau berdasarkan CDF-nya, data TRMM terkoreksi juga menunjukkan titik yang semakin berimpit dengan data stasiun pengamatan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.



Probabilitas



100.00% 80.00% 60.00%



TRMM



40.00%



Sta Gn Nona



20.00%



TRMM Terkoreksi



0.00% 0



50



100



150



200



250



300



Curah Hujan (mm/hari)



Gambar 6. Cumulative Distribution Function data hujan harian Stasiun Gunung nona dengan data satelit TRMM tahap verifikasi periode tahun 20142018. 716



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pada tahap verifikasi hasil perhitungan parameter statistik terhadap nilai awal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5.



Nilai parameter statistik antara data curah hujan bulanan Stasiun Gunung Nona dan Satelit TRMM tahap verifikasi periode tahun 2014-2018. Parameter Statistik



R2 r RMSE



Nilai Awal



Setelah Koreksi Bias



0,585 0,765 284,256



0,741 0,861 184,205



Berdasarkan Tabel 5, pada tahap verifikasi tetap terjadi peningkatan pada seluruh parameter statistik. Parameter R2 semula masuk dalam kriteria sedang meningkat menjadi kriteria kuat. Untuk parameter koefisien korelasi masih dalam kriteria yang sama namun terjadi peningkatan 0,096. Pada parameter RMSE nilainya berkurang hingga 35,2% dengan kata lain adanya koreksi memperkecil penyimpangan antara data stasiun pengamatan dan data satelit TRMM. Berdasarkan hasil analisis di atas, koreksi bias dengan metode quantile mapping menghasilkan peningkatan nilai parameter-parameter statistik pada basis bulanan untuk periode koreksi maupun periode verifikasi. Antara data hujan satelit TRMM dan data hujan pengamatan memiliki bias. Penggunaan data satelit TRMM yang memiliki bias terlalu dapat menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat (Shukla et al., (2019). Sehingga melakukan koreksi dengan metode quantile mapping dari qmap package dapat mengurangi bias antara data hujan satelit dan data pengamatan hujan agar data hujan satelit dapat digunakan untuk analisis hidrologi lebih lanjut. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Data hujan satelit yang dibandingkan terhadap data hujan pengamatan menunjukkan adanya bias. Dalam penggunaan data hujan satelit perlu melalui proses koreksi bias dan verifikasi dengan data hujan stasiun pengamatan untuk memperkecil bias. Metode quantile mapping dari qmap package dapat meningkatkan kriteria parameter statistik R2 satu tingkat dan mengurangi nilai RMSE hingga 48,7%. Dengan koreksi bias metode quantile mapping dapat memperkecil bias antara data hujan satelit dan data hujan pengamatan supaya dapat digunakan untuk analisis hidrologi lebih lanjut. Saran Koreksi bias data hujan satelit dapat dilakukan menggunakan data hujan satelit jenis lainnya seperti PERSIANN atau GPM yang hasilnya dapat memberikan peningkatan nilai parameter stastistik yang berbeda.



717



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Wilayah Sungai Maluku yang senantiasa mendukung dan memotivasi generasi muda di Balai Wilayah Sungai Maluku. Daftar Referensi Boé, J., L. Terray, F. Habets, and E. Martin. (2007). Statistical and Dynamical Downscaling of the Seine Basin Climate for Hydro-Meteorological Studies. International Journal of Climatology, 27(12),1643–55. Gudmundsson, L., J. B. Bremnes, J. E. Haugen, and T. Engen-Skaugen. (2012). Technical Note: Downscaling RCM Precipitation to the Station Scale Using Statistical Transformations – A Comparison of Methods. Hydrology and Earth System Sciences, 16(9),3383–90. Gudmundsson, Lukas. (2016). Statistical Transformations for Post-Processing Climate Model Output. 36. Katiraie-Boroujerdy, Pari Sima, Matin Rahnamay Naeini, Ata Akbari Asanjan, Ali Chavoshian, Kuo lin Hsu, and Soroosh Sorooshian. (2020). Bias Correction of Satellite-Based Precipitation Estimations Using Quantile Mapping Approach in Different Climate Regions of Iran. Remote Sensing, 12(13). Krisnayanti, Denik Sri, Davianto Frangky B. Welkis, Fery Moun Hepy, and Djoko Legono. (2020). Evaluasi Kesesuaian Data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Dengan Data Pos Hujan Pada Das Temef Di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jurnal Sumber Daya Air, 16(1),51–62. Legates, David R., and Gregory J. McCabe. (1999). Evaluating the Use of “goodness-of-Fit” Measures in Hydrologic and Hydroclimatic Model Validation. Water Resources Research, 35(1),233–41. Mamenun, Mamenun, Hidayat Pawitan, and Ardhasena Sopaheluwakan. (2014). Validasi Dan Koreksi Data Satelit Trmm Pada Tiga Pola Hujan Di Indonesia. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 15(1),13–23. Ringard, Justine, Frederique Seyler, and Laurent Linguet. (2017). A Quantile Mapping Bias Correction Method Based on Hydroclimatic Classification of the Guiana Shield. Sensors (Switzerland), 17(6),1–17. Sarvina, Yeli, Thomas Pluntke, and Christian Bernhofer. (2019). Comparing Bias Correction Methods To Improve Modelled Precipitation Extremes. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 19(2),103. Shukla, Anoop Kumar, Chandra Shekhar Prasad Ojha, Rajendra Prasad Singh, Lalit Pal, and Dafang Fu. (2019). Evaluation of TRMM Precipitation Dataset over Himalayan Catchment: The Upper Ganga Basin, India. Water (Switzerland), 11(3). Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. 1–370.



718



PENGEMBANGAN DAN ANALISIS MODEL PEMANTAUAN KEAIRAN PASKA PEMBANGUNAN WADUK (KASUS WADUK SEI GONG, PULAU BATAM) Djoko Legono1*, Budi Wignyosukarto1, Dicky Hadiyuwono1, Irawan Eko Prabowo2, Ismail Widadi3, Iwan Indra Lesmana4 Laboratorium Hidraulika - DTSL, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 2 Pusat Studi Energi, Universitas Gadjah Mada 3 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk, Ditjen SDA, Kementerian PUPR 4 Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, Ditjen SDA. Kementerian PUPR



1



*[email protected]



Intisari Waduk Sei Gong terletak Desa Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau. Waduk ini merupakan waduk muara yang berfungsi untuk pemenuhan air baku bagi penduduk di wilayah Pulau Galang dan sekitarnya. Pengembangan model pemantauan keairan Waduk Sei Gong diperlukan dalam rangka memastikan unjuk kerja waduk sebelum waduk tersebut difungsikan. Dalam hal waduk muara, pemantauan keairan dapat memberikan informasi tentang pola aliran masuk serta dinamika salinitas air waduk. Selanjutnya informasi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pola ketersediaan air untuk pemenuhan kebutuhan air baku beserta persyaratan salinitasnya. Pemantauan keairan waduk Sei Gong terdiri atas pemantauan parameter-parameter keairan antara lain hujan, elevasi muka air waduk, temperatur, situasi kawasan di sekitar bendungan, dan temperatur kawasan dilakukan secara realtime. Pemantauan realtime dimaksudkan agar apabila terjadi kendala sistem pemantauan dapat segera diketahui penyebabnya, di bagian mana, untuk selanjutnya segera dilakukan perbaikan. Selain parameter keairan di atas, sistem pemantauan dilengkapi dengan pemantauan salinitas air waduk, yang diselenggarakan secara manual dan periodik dengan interval waktu selama dua mingguan. Model pemantauan yang telah dibangun sejak 26 Januari 2020 menunjukkan bahwa sistem pemantauan keairan mempunyai reliabilitas yang tinggi, baik dari segi kontinyuitas perolehan data, kualitas data yang diperoleh, serta sifat realtime nya. Hasil analisis dari data pengamatan selama paska pembangunan (terutama sejak proses penggenangan yang dimulai pada tanggal 8 Maret 2021), menunjukkan kemanfaatan model pemantauan yang menjanjikan untuk dapat mendukung keberlanjutan fungsi waduk Sei Gong pada masa-masa layanan selanjutnya. Kata kunci: Pemantauan keairan, waduk Sei Gong, ketersediaan air, salinitas. Latar Belakang Waduk Sei Gong merupakan salah satu dari banyak waduk muara di wilayah Kota Batam, terletak di Desa Cijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau (lihat Gambar 1). Waduk ini dibangun berdasar pada kajian “Detailed Engineering Design (DED) Dam Estuari Sei Gong” oleh PT Mettana dan 719



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



PT Brahma Seta Sejahtera (Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, 2014). Waduk Sei Gong mulai dibangun pada tahun 2016 dan selesai pada tahun 2018. Suatu sistem pemantauan parameter keairan terdiri atas alat pemantauan hujan (Automatic Rainfall Recorder =ARR), elevasi muka air waduk (Automatic Water Level Recorder = AWLR), temperatur serta kelembaban udara) dipasang pada tanggal 26 Januari 2020. Sistem pemantauan keairan Waduk Sei Gong tersebut bekerja secara realtime dengan keluaran berupa tampilan langsung maupun data historis yang tersimpan dalam cloud system (Hydraulics Laboratory, 2021). Sistem pemantauan keairan juga dapat menjangkau informasi pada kondisi setelah dimulainya penggenangan waduk atau impounding yang dimulai pada 8 Maret 2021. Seperti halnya waduk muara yang lain, persoalan dalam pemanfaatan air waduk Sei Gong adalah bagaimana agar kualitas air (utamanya salinitas air) tidak melebihi baku mutu. Beberapa waduk muara di wilayah Pulau Batam yang proses desalinasinya relatif lama antara lain adalah Waduk Duriangkang dan Waduk Tembesi, dengan rata-rata waktu desalinasi untuk mencapai salinitas di bawah 100 ppm atau 0,1 ppt adalah sekitar 3 (tiga) tahun. 1000 E



1100 E



1200 E



1300 E



100 N



WADUK SEI GONG SUMATERA



00



North



KALIMANTAN



SULAWESI MALUKU



PACIFIC OCEAN



JAVA YOGYAKARTA



100 S



0



50 0



PAPUA



NUSA TENGGARA BALI



1000 Km



Waduk Sei Gong



Lokasi Waduk Sei Gong Mengingat keberlanjutan fungsi waduk sangat terkait dengan upaya untuk melestarikan fungsi waduk maka kegiatan pemantauan keairan yang terkait dengan rencana pemanfaatan air waduk sesuai fungsi perancangan perlu dilakukan seawal mungkin sejak waduk selesai dibangun. Hal ini diperlukan agar segera diketahui apakah perancangan fungsi mempunyai kesesuaian dengan kondisi yang sesungguynya serta untuk mengambil langkah penting apabila terjadi ketidak



720



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



sesuaian antara kondisi perancangan dengan kondisi faktual di lapangan. Tulisan ini merupakan success story tentang kegiatan pemantauan keairan, terutama parameter hujan dan elevasi muka air di Kawasan waduk Sei Gong serta pemantauan kualitas air (salinitas) secara manual di kawasan genangan waduk Sei Gong. Hasil pemantauan selanjutnya dievaluasi dan digunakan sebagai petunjuk tentang kondisi jumlah serta kualitas air waduk dalam kesesuaiannya untuk pemanfaatan air waduk, yaitu untuk memenuhi kebutuhan air baku air minum. Metodologi Studi Metode pelaksanaan studi penelitian ini dilakukan menurut bagan alir seperti disajikan pada Gambar 2. Pada prisipnya pelaksanaan kegiatan penelitian waduk Sei Gong terdiri atas pemahaman fungsi perancangan pembangunan waduk Sei Gong, instalasi peralatan pemantauan, pengumpulan data pemantauan, analisis data pemantauan, serta penyajian hasil analis berikut pembahasannya. Secara umum pembangunan waduk Sei Gong diharapkan dapat memenuhi sebagian kebutuhan air baku air minum di wilayah Pulau Galang, yaitu sebesar 840 liter/s. Di wilayah Kota Batam terdapat beberapa waduk dengan kapasitas yang berbeda seperti disajikan pada Tabel 1. Pemahaman Perancangan Fungsi Waduk Sei Gong



Perancangan Peralatan Pemantauan



Instalasi Peralatan Pemantauan (ARR, AWLR, Kamera, Temperatur, Kelembaban Udara)



Pengumpulan Data Hasil Pemantauan (ARR, AWLR, Kamera, Temperatur, Kelembaban Udara)



Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian (Pola Aliran Masuk Waduk dan Dinamika Kualitas Air) Rekomendasi Pemanfaatan Air Waduk Sei Gong dan Pemeliharaan Sustainabilitas Kegiatan Pemantauan



Bagan alir pelaksanaan penelitian Tabel 1.



Waduk dan kapasitasnya di wilayah Kota Batam



Nama Waduk Tahun beroperasi Muka Kuning 1991 Sei Harapan 1979 Sei Ladi 1986 Duriangkang 2001 Sei Nongsa 1979 (Sumber: Balai Wilayah Sungai, Sumatera IV, 2014)



Kapasitas (liter/s) 310 210 240 2.625 60



Instalasi peralatan pemantauan waduk Sei Gong sudah dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2020, terdiri dari alat pemantauan hujan (ARR, AWLR, Camera, temperatur udara serta kelembaban udara). Lokasi dan foto instalasi peralatan 721



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



pemantauan disajikan pada Gambar 3. Pada saat peralatan dipasang atau diinstal genagan di waduk masih sangat dangkal karena bagian hilir pintu air dibuka dan tidak ada pengisian dari sebelah hulu, baik dari aliran sungai ataupun dari hujan. Penutupan pintu air hilir dilakukan pada tanggal 8 Maret 2021, yaitu saat dimulai penggenangan atau impounding. Pada bulan-bulan berikutnya (setelah pintu intake hilir ditutup) terjadi hujan di kawasan Pulau Galang termasuk daerah tangkapan waduk Sei Gong sehingga waduk mulai terisi. Sejak instalasi sampai dengan sekarang peralatan tersebut berfungsi dengan baik dan data hasil pemantauan ARR dan AWLR dapat diundhuh dari http://data.hydraulic.lab.cee-ugm.ac.id. ARR



Lokasi peralatan ARR, Panel Surya, Kamera, Panel Box, dan AWLR



Panel Surya



Kamera Panel Box



Sensor Ultrasonik AWLR View 26 Januari 2021 14:20



Lokasi dan foto instalasi peralatan pemantauan Data pemantauan hujan dan elevasi muka air waduk sejak 26 Januari 2020 s/d 26 Agustus 2021 dievaluasi untuk mendapatkan pola aliran masuk waduk selama kurun waktu tersebut. Evaluasi hujan dan elevasi muka air waduk dilakukan dengan menggunaan persamaan penulusuran hidrologi menurut Persamaan 1 (Fitriana, dkk., 2021 dan Krisnayanti, dkk., 2020). 𝐼1 +𝐼2 2



∆𝑡 −



𝑂1 +𝑂2 2



∆𝑡 = ∆𝑆



dengan I : aliran masuk ke waduk (m3/s) O : aliran keluar dari waduk (m3/s) S : tampungan (storage, m3) ∆𝑡 : deskrit waktu (sekon) 1,2 : waktu ke 1,2, dst.



722



1)



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Catatan: Pemantauan kualitas air Waduk Sei Gong selama kurun waktu 26 Januari 2021 sampai dengan saat ini dilakukan secara periodik dan secara manual (pengambilan sampel di lapangan dan dianalisis di laboratorium). Analisis data hujan dan data aliran dengan Persamaan 1 memerlukan persamaan yang menunjukkan hubungan antara elevasi muka air waduk dengan volume tampungan serta luas tampungan atau di kenal dengan persamaan karakteristik tampungan waduk. Untuk waduk Sei Gong, persamaan tersebut ditulis dalam bentuk Persamaan 2 dan 3, berturut-turut untuk volume dan luas genangan waduk. 𝑉 = 0,1456 × 𝐸 2,0026



2)



𝐿 = 0,2579 × 𝐸1.0668



3)



dengan V : volume waduk (juta m3) L : luas genangan waduk (km2) E : elevasi muka air waduk (m-di atas permukaan laut) Hasil Studi dan Pembahasan 1) Karakteristik tampungan waduk Sei Gong Analisis karakteristik tampungan waduk serta hasil pemantauan pola hujan dan elevasi muka air waduk sejak instalasi peralatan pemantauan. Analisis karakteristik tampungan waduk menghasilkan kurva karakteristik tampungan seperti disajikan Kurva Karakteristik Waduk Sei Gong pada Gambar 4.



Elevasi (m)



15



5



Luas Genangan (km²) 3 2



4



1



0



V = 0.1456 x E2.0026



10 L = 0.2579 x E1.0668 Volume Spillway Crest +09.00m Dam Crest +12.00m Dead Storage +04.00m Luas Genangan



5



0



0



5



10



15



20



25



30



35



Volume (juta m³)



Karakteristik tampungan waduk Sei Gong Karakteristik tampungan waduk Sei Gong menunjukkan nilai tampungan waduk pada berbagai kondisi elevasi muka air, antara lain pada elevasi mercu bendungan (dam crest), mercu pelimpah (spillway crest), serta elevasi tampungan mati (dead storage). Volume tampungan pada elevasi dam crest (+12,00m), spillway crest



723



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



(+09.00m) dan dead storage (+04,00m) berturut-turut adalah 20,965 juta m3, 11,795 juta m3 dan 2,490 juta m3. Volume tampungan mati (dead storage) perlu diperhatikan sehubungan dengan potensi sedimentasi yang akan terjadi akibat erosi lahan di kawasan daerah tangkapan air (Chen, dkk., 2017 dan Legono, dkk., 2020). Dengan mengasumsikan elevasi operasi minimum (minimum operation level) dapat dilakukan pada +04.50m maka tampungan efektif waduk Sei Gong adalah sebesar 11,795 juta m3 – 2,960 juta m3 = 8,835 m3 juta m3. Apabila diasumsikan kebutuhan air bersih penduduk Pulau Galang rerata adalah 100 liter/orang/hari maka dalam satu tahun volume tampungan sebesar 8,835 juta m3 ini akan dapat memenuhi kebutuhan air bersih sejumlah 242.057 orang. Namun demikian jumlah ini perlu ditinjau dengan melihat pola aliran masuk tahunan. 2) Pemantauan hujan, elevasi muka air dan pandangan area genangan waduk. Pemantauan hujan dan elevasi muka air Waduk Seigong dilakukan secara realtime dengan interval waktu pencatatan setiap 5 menit dan 2 menit, berturut-turut untuk parameter hujan serta elevasi muka air. Pencuplikan informasi view (pandangan) area genangan waduk dengan camera juga dilakukan setiap 5 menit. Semua hasil pencatatan atau pencuplikan disimpan dalam cloud dan dapat diundhuh kapan saja serta dari mana saja. Contoh hasil pemantauan hujan, elevasi muka air waduk serta pandangan area genangan waduk Sei Gong disajikan pada gambar berikut.



Tampilan hasil pemantauan keairan (Hujan) Waduk Sei Gong 25 Agustus 2021



Tampilan hasil pemantauan keairan (elevasi muka air) Waduk Sei Gong 25 Agustus 2021



724



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tampilan hasil pemantauan keairan (view genangan) Waduk Sei Gong 25 Agustus 2021 Pengelolaan data secara realtime dan penyimpanan di cloud dimaksudkan untuk beberapa tujuan, antara lain; a. dapat segera dilihat perkembangan nilai parameternya dari waktu ke waktu secara cepat dan akurat. b. dapat segera diketahui apakah sistim bekerja dengan baik dan melakukan tindakan secepatnya apabila sistem tidak berfungsi dengan baik. c. dapat mengundhuh data mentah (dalam format ‘csv’) dan kemudian mengolahnya untuk suatu kepentingan (misalnya strategi pemanfaatan air, dll) melalui http://data.hydraulic.lab.cee-ugm.ac.id. 3) Pola hujan dan pola aliran masuk waduk Aliran masuk ke waduk Sei Gong dapat berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapan air yang kemudian menjadi aliran sungai yang masuk ke waduk ataupun hujan yang jatuh di wilayah genangan waduk. Pola aliran masuk ke waduk aktual dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 1 dan 2 (Mada, dkk., 2016). Adapun data masukan yang diperlukan adalah data yang diperoleh dari kegiatan pengamatan elevasi muka air waduk dan aliran keluar waduk, serta memanfaatkan karakteristik tampungan waduk (Sumiarsih, dkk., 2018). Pada kondisi dimana waduk belum dimanfaatkan dan belum ada pengeluaran air waduk maka aliran keluar melalui waduk diasumsikan sama dengan nol, sehingga pola aliran masuk aktual adalah kenaikan volume tampungan waduk. Kenaikan volume tampungan waduk ini terjadi karena adanya aliran masuk sungai Sei Gong maupun karena hujan di wilayah daerah tangkapan waduk. Pada Gambar 6.a) disajikan pola hujan bulanan di kawasan daerah tangkapan air Waduk Sei Gong, baik dari hasil analisis kajian terdahulu (Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, 2014) maupun dari hasil pengamatan hujan selama kegiatan pemantauan. Dari Gambar 6.a) terlihat bahwa terdapat perbedaan antara hujan rerata yang diperoleh dari hasil analisis data historis dan kejadian aktual. Analisis hujan aktual lebih lanjut dapat dilakukan dengan data hujan dari stasiun lain dan atu data satelit. Analisis pola aliran masuk aktual dilakukan berdasar hasil pemantauan elevasi muka air sejak impounding atau penggenangan yang dilakukan mulai 8 Maret 2021. Hasilnya disajikan pada Gambar 6.b), bersama-sama dengan pola aliran masuk rerata dari hasil kajian studi sebelumnya (Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, 2014).



725



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2.5



300



Analisis Data ARR 2020-2021



250



BWS Sumatera IV, 2014



200 150 100



Debit (m3/s)



Hujan (mm)



350



Analisis Data AWLR Maret-Agustus 2021



2



BWS Sumatera IV, 2014



1.5



1 0.5



50



0



0 1



2



3



4



5



6



7



8



9 10 11 12



Bulan a). Pola hujan



1



2



3



4



5



6



7



8



9 10 11 12



Bulan b). Pola aliran masuk (debit)



Gambar 6. Pola hujan dan pola aliran masuk (debit) waduk Sei Gong Pola hujan yang disajikan pada Gambar 6a) merupakan pola hujan rerata yang diperoleh dari hasil pemantauan ARR sejak sistem diinstal atau dipasang pada 26 Januari 2020 s/d 26 Agustus 2021. Sedangkan pola aliran masuk yang disajikan pada Gambar 6b) merupakan aliran masuk riil (sejak impounding 8 Maret 2021 s/d 26 Agustus 2021). Tidak adanya aliran masuk pada bulan Juni 2021 juga dikonfirmasi dengan hasil pembacaan ARR, dimana selama bulan Juni 2021 memang tidak terjadi hujan. 4) Kualitas Air Pemantauan kualitas air untuk parameter Total Disolved Solid (TDS) dan salinitas air waduk Sei Gong dilakukan secara manual, baik secara pengukuran di lapangan ataupun pengambilan sampel kemudian dianalisis di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak (lima) titik pada area genagan waduk dengan kedalaman dekat permukaan. Lokasi pengambilan di area genangan waduk Sei Gong ditunjukkan pada Gambar 7, sedangkan nilai TDS dan salinitas air waduk Sei Gong dari waktu ke waktu ditunjukkan pada Gambar 8 (Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, 2021). Hasilnya menunjukkan bahwa nilai TDS dan salinitas relatif rendah, yaitu di bawah 1000 mg/liter untuk TDS dan di bawah 1000 ppm atau 1 ppt untuk salinitas. Nilai ini memberi indikasi bahwa dari segi persyaratan salinitas, air waduk Sei Gong telah memenuhi baku mutu. Namun demikian perkembangan salinitas ini perlu tetap dipantau untuk memastikan bahwa proses-proses desalinasi telah menghasilkan penurunan salinitas sampai pada tingkat yang diinginkan. Masalah sedimentasi hendaknya juga menjadi perhatian agar kapasitas dead storage mampu mengendalikan sedimentasi yang akan terjadi tanpa mengurangi usia layanan waduk (Santosa, 2016 dan Utomo, 2017).



a). Nilai TDS air Waduk Sei Gong antara Maret 2021 s/d April 2021 (dalam mg/liter)



b). Nilai salinitas air Waduk Sei Gong antara Maret 2021 s/d April 2021(dalam ppt)



Nilai TDS dan salinitas waduk Sei Gong



726



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Lokasi pengambilan sampel kualitas air Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Melihat kontinyuitas dan kualitas data yang dihasilkan dari operasional peralatan pemantauan maka dapat disimpulkan bahwa peralatan pemantauan hujan, elevasi muka air waduk, serta view atau pandangan kawasan genangan dinilai sangat reliabel atau andal. 2. Kemudahan serta fleksibilitas pemanfaatan hasil pemantauan yang nyata menunjukkan bahwa sistem pemantauan dapat berfungsi secara efektif dan efisien serta berdayaguna untuk mendukung usaha pemeliharaan keberlanjutan waduk Sei Gong pada masa-masa selanjutnya. Saran 1. Mengingat waduk Sei Gong merupakan waduk muara yang akan dimanfaatkan airnya untuk pemenuhan kebutuhan air baku air minum yang mensyaratkan nilai salinitas yang rendah, maka sistem ini perlu dilengkapi dengan pemantauan kualitas air (salinitas air) secara realtime juga. 2. Khusus untuk mengetahui laju sedimentasi waduk (dalam kaitannya dengan pengisian dead storage), suatu pengukuran batimetri secara berkala perlu dilakukan. 3. Pemahaman tentang dinamika perubahan kapasitas dead storage perlu dilakukan sedini mungkin agar penanganan masalah sedimentasi (apabila ada) dapat diantisipasi dengan segera. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Balai Wilayah Sungai Sumatera IV atas ijin dan kerjasama pemasangan peralatan pemantauan, sehingga peralatan pemantauan ini dapat berfungsi dengan baik selama lebih dari satu setengah tahun tanpa ada kendala yang berarti. Terima kasih juga kepada Laboratorium Hidraulika DTSL-FT-UGM untuk hosting sistem pemantauan. 727



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Daftar Referensi Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, 2014. DED Estuari Dam Sei Gong, Laporan Akhir, PT Mettana dan PT Brahma Seta Indonesia, Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Balai Wilayah Sungai Sumatera IV, 2021. Laporan Monitoring Salinitas Air Baku pada Bendungan Sei Gong, 29 April 2021, Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Chen, C.N., and Tsai, C.H., 2017. Estimating Sediment Flushing Efficiency of a Shaft Spillway Pipe and Bed Evolution in a Reservoir. Journal of MDPI Water 2017, 9(12), 924 Fitriana, I.R., Legono, D., Waluyadi, H., 2021. Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol.27(1): 80-87, Aug. 2021. https://doi.org/10.14710/mkts.v27i1.35978 Hydraulics Laboratory, 2021. Remote Monitoring, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakulltas Teknik, Universitas Gadjah Mada, http://data.hydraulic.lab.cee-ugm.ac.id [diakses terakhir 26 Agustus 2021] Krisnayanti, D.S., Legono, D., Nait, C., Haribowo, R., dan Rosari, P.D., 2020. Water Availability and Release of Tilong Reservoir after Two Decades of Service, HATHI 6th International Seminar on Advancement of Water Resources Management in a Global Challenge, 23-24 November 2019, Kupang. Legono, D., Hidayat, F., Sisinggih, D., Tri Juwono, P., 2020. Assessment on the Efficiency of Sediment Flushing due to Different Timings (a case study of Mrica Reservoir, Central Java, Indonesia), IOP Conference Series Earth and Environmental Science 437:012010, DOI: https://10.1088/17551315/437/1/0120102 Mada, V.S.Y., Krisnayanti, D. S., & Udiana, I., 2016. Studi Pola Lengkung Kebutuhan Air Untuk Irigasi Pada Daerah Irigasi Tilong. Jurnal Teknik Sipil, Vol V No. 1, 117-126. Santosa, T.J.I.B., 2016. Analysis of Sedimentation in Wonogiri Reservoir. Journal of the Civil Engineering Forum, Vol. 2 No. 1 (January 2016). https://doi.org/10.22146/jcef.24022 Sumiarsih, N.M., Legono, D., and Kodoatie, R.J., 2018. Strategic Sustainable Management for Water Transmission System: A SWOT-QSPM Analysis, Journal of the Civil Engineering Forum, Vol. 4 No. 1 (January 2018), DOI: https://doi.org/10.22146/jcef.3023 Utomo, P., 2017. Mrica Reservoir Sedimentation: Current Situation and Future Necessary Management. Journal of the Civil Engineering Forum, Vol. 3 No. 2 (May 2017). https://doi.org/10.22146/jcef.26640



728



OPTIMASI PEMANFAATAN TAMPUNGAN AIR BENDUNGAN AMERORO TERHADAP PENINGKATAN LAYANAN DAERAH IRIGASI AMERORO Muriadin1*, Riwin Andono2, Wisang Adhitya Y.P.2, dan Hidayat Wisnuaji2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo 2 Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari



1



*[email protected]



Intisari Bendungan Ameroro direncanakan membendung anak Sungai Konaweha yakni Sungai Ameroro dengan volume tampungan total 55,12 juta m3. Bendungan tersebut multifungsi, yakni untuk penyediaan air baku/minum, air irigasi pada Daerah Irigasi (D.I.) Ameroro, pengendalian banjir, dan pembangkit listrik. Saat ini, D.I. Ameroro mendapatkan layanan dari Bendung Ameroro dengan luas fungsional 1.393 ha dan pola tanam padi-padi dan rencana pembangunan Bendungan Ameroro diharapkan ada peningkatan luas layanan pada D.I. Ameroro dengan pola tanam padi-padipalawija. Pada studi ini, dilakukan analisis ketersediaan air menggunakan model pengalihragaman hujan-aliran metode F.J. Mock, kebutuhan air baku (KAB), dan perhitungan kebutuhan air irigasi (KAI). Selanjutnya dilakukan optimasi pengaturan release bendungan berbasis neraca air menggunakan metode Standard Operating Rule (SOR) untuk periode 25 tahunan (debit historis), tahun basah (Q20%), tahun normal (Q50%) dan tahun kering (Q80%). Kriteria pemanfaatan air optimum rerata didasarkan pada faktor kr, intensitas pertanaman (IP), dan reliabilitas layanan air (Rl). Hasil perhitungan diperoleh Net Field Water Requirement (NFRmaks.) =1,02 ltr/dt/ha, kebutuhan air baku = 0,15 m3/dt, pemeliharaan sungai = 1,53 m3/dt dan luas layanan = 3.363 ha dengan pola tanam padi-padi-palawija dan Musim Tanam (M.T.) I dimulai Desember I. Optimasi pemanfaatan tampungan air Bendungan Ameroro untuk debit inflow tahun basah dan tahun normal adalah sama yakni IP = 300%, rerata faktor kr = 1,00 dan Rl = 100%. Sedangkan pada tahun kering menghasilkan IP = 284,88% dengan rerata faktor kr = 0,95 dan Rl adalah 83,33%. Adapun hasil optimasi debit historis menghasilkan IP = 284,84% dengan rerata faktor kr = 0,95 dan Rl = 91,50%. Kata kunci : optimasi, bendungan Ameroro, daerah irigasi, reliabilitas. Latar Belakang Bendungan Ameroro merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 2020 dan diharapkan selesai pada tahun 2023 dan dalam pelaksanaannya memerlukan pedoman operasi. Pedoman operasi bendungan dimaksudkan untuk mengatur dan mengelola agar air yang dilepaskan/release dapat memberikan manfaat sesuai dengan fungsi bendungan tersebut berdasarkan inflow dan elevasi tampungan bendungan. 729



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pembangunan Bendungan Ameroro yang berlokasi di Kecamatan Uepai Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara direncanakan membendung anak Sungai Konaweha yaitu Sungai Ameroro dengan volume tampungan total 55,12 juta m3. Bendungan tersebut multifungsi, yakni untuk penyediaan air baku/minum, air irigasi, pengendalian banjir, dan pembangkit listrik. Saat ini, Daerah Irigasi (D.I.) Ameroro mendapatkan layanan air dari Bendung Ameroro dengan luas fungsional 1.393 ha, pola tanam padi-padi dan Musim Tanam I (M.T. I) dimulai Januari II dengan Intensitas Pertanaman (IP) sebesar 148%. Optimasi ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan air dan ketersediaan air serta mendapatkan peningkatan luas layanan optimum D.I. Ameroro dengan pola tanam padi-padi-palawija dengan parameter intensitas pertanaman, rerata faktor kr dan reliabilitas layanan air. Metodologi Lokasi Penelitian Secara administratif, lokasi penelitian terletak di Kecamatan Uepai Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara dan dalam sistem wilayah sungai (WS), berada di WS Lasolo-Konaweha dan masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha. Secara geografis, lokasi As Bendungan Ameroro terletak di Sungai Ameroro pada koordinat 03°54'37,75“ LS dan 122°0'32,17" BT. Kebutuhan Air di Petak Sawah Kebutuhan air di sawah dipengaruhi berbagai faktor seperti klimatologi, kondisi tanah, koefisien tanamam, pola tanam, pasokan air yang diberikan, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, penggunaan kembali air drainase untuk irigasi, sistem golongan, jadwal tanam, curah hujan efektif, dan lain-lain. Kebutuhan air di petak sawah (Net Field Water Requirement, NFR) untuk tanaman padi dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NFR = (ETc + IR + p + WLR – Re) / 8,64



(1)



dimana NFR adalah Kebutuhan air di petak sawah (lt/dt/ha), ETc adalah Penggunaan konsumtif tanaman (mm/hari), IR adalah Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari), p adalah Perkolasi (mm/hari), WLR adalah Penggantian lapisan air (mm/hari), dan Re adalah Curah hujan efektif (mm/hari). Kebutuhan Air Tanaman a. Koefisien Tanaman (Kc), besarnya koefisien tanaman tergantung pada jenis tanaman dan phase pertumbuhan. Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01 (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2013), penentuan koefisien tanaman untuk padi dengan varietas unggul dan jagung mengikuti ketentuan FAO. Besarnya koefisien tanamannya dapat dilihat pada tabel 1. berikut. Tabel 1 Nilai Koefisien Tanaman Padi dan Jagung



Bulan 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 Padi Varietas Unggul 1,10 1,10 1,05 1,05 0,95 Jagung 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 Sumber : Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2013 Koef. Tanaman (FAO)



730



3,00 0,00 0,95



3,50 0,00



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



b. Penggunaan Konsumtif (ETc). Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukkan faktor koefisien tanaman (Kc). Persamaan umum yang digunakan adalah: ETc = ETo x Kc dengan : ETc ETo Kc



(2)



= Kebutuhan air konsumtif (mm/hari), = Evapotranspirasi potensial/acuan (mm/hari), = Koefisien tanaman.



Evapotranspirasi Potensial Evapotranspirasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap ke udara, bergerak dari permukaan tanah, permukaan air dan penguapan melalui tanaman. Evapotranspirasi potensial dihitung dengan rumus Penman yang telah dimodifikasi. Data-data yang dibutuhkan adalah letak lintang (LL), suhu udara (T), penyinaran matahari (n/N), kecepatan angin (U) dan kelembaban relatif (RH) dengan persamaan sebagai berikut: ETo = c [ W x (Rns – Rn1) + (1 – W) x f(U) x (Ea –Ed)]



dengan: Rns Rs Rn1 f (n/N) f (U) Ed f (Ed)



(3)



= Rs × (1 – ), dimana  = 0,25 = Ra × (0,25 + 0,50 n/N) = f (T) × f (Ed) × f (n/N) = 0,10 + 0,90 × n/N = 0,27 (1+U × 0,864) = Ea × RH/100 = 0,34 – 0,044 √Ed



Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan Kebutuhan air untuk penyiapan lahan menentukan kebutuhan minimum air irigasi. Waktu untuk pekerjaan pengolahan tanah adalah selama satu bulan. Kebutuhan air yang diperlukan untuk pengolahan tanah bertekstur berat (lempung) adalah 200 mm, setelah selesai lapisan genangan air di sawah ditambah 50 mm. Hal ini dilakukan sebagai cadangan air yang akan dipakai akibat kehilangan air karena perkolasi dan evaporasi. Metode yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan irigasi selama pennyiapan lahan yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra, (Triatmodjo, 2008) dengan persamaan sebagai berikut :



dengan:



 ek   IR  M  k   e 1



(4)



IR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari), M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan,= Eo + p (mm/hari), Eo = Evaporasi air terbuka = 1,1 x ETo (mm/hari), p = Perkolasi (mm/hari), k = Konstanta = M (T/S), T = Jangka waktu pengolahan (hari), S = Kebutuhan air untuk penjenuhan (mm), e = Bilangan eksponen (e = 2,7182).



731



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Perkolasi Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 - 3 mm/hari (Triatmodjo, 2008). Penggantian Lapisan Air Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (Water Layer Replacements, WLR) ditetapkan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2013), dimana besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah 50 mm/bulan (atau 3,30 mm/hari per setengah bulan) selama sebulan dan 2 bulan setelah penanaman bibit atau transplantasi. Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif diperhitungkan sebesar 70% dari curah hujan andalan R80 untuk tanaman padi dan curah hujan efektif untuk palawija ditentukan dengan periode bulanan dan dihubungkan dengan curah hujan rata-rata bulanan (terpenuhi 50%) serta rata-rata bulanan evapotranspirasi tanaman (Triatmodjo, 2008). a. Untuk tanaman Padi : 1 (5) R  0,70   R 80 b.



e



15



Untuk tanaman Palawija :



1 R  0,50   R 50 e 15



(6)



dengan: Re = Curah hujan efektif (mm/hari), R80 = Curah hujan 80% (mm), R50 = Curah hujan 50% (mm).



Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi dihitung dengan persamaan berikut.



 NFR  KAI   Ali  EI  1000   dengan : KAI = Kebutuhan air irigasi (m3/dt), NFR = Kebutuhan air di petak sawah (lt/dt/ha), Ali = Luas lahan irigasi (ha), dan EI = Efisiensi irigasi di bangunan pengambilan (65%).



(7)



Kebutuhan Air Baku Kebutuhan air baku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebutuhan air domestik dan non domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air minum untuk rumah tangga yang terdiri dari sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU). Kebutuhan air domestik yang diperlukan untuk suatu daerah pelayanan ditentukan berdasarkan jumlah penduduk dan proyeksinya serta kriteria perencanaan air bersih. Menurut SNI 6728.1:2015, kebutuhan air non domestik yaitu untuk komersial dan sosial seperti toko, gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel, dan sebagainya 732



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



diasumsikan antara 15% sampai dengan 30% dari total air pemakaian air bersih rumah tangga. Semakin besar dan padat penduduk akan cenderung lebih banyak memilki daerah komersial dan sosial, sehingga kebutuhan airnya akan lebih tinggi (Badan Standardisasi Nasional, 2015). Dalam penelitian ini kebutuhan air non domestik diasumsikan sebesar 20% dari kebutuhan air bersih rumah tangga, dengan nilai konstan dari setiap tahapan perencanaan, sehingga sampai proyeksi kebutuhan air untuk tahun 2040 nilainya sama sebesar 20%. Dalam menghitung proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode geometrik dengan persamaan sebagai berikut. dengan : Pt P0 r nt



Pt = Po (1+r) nt



(8)



= Jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan (jiwa); = Jumlah penduduk pada awal tahun perencanaan (jiwa); = Laju pertumbuhan penduduk per tahun (%); = Umur perencanaan (tahun).



Ketersediaan Air di Sungai Ketersediaan air ini dapat dihitung setelah mendapatkan data-data yang berhubungan dengan ketersediaan air, seperti debit sungai time series baik debit musim kemarau maupun musim penghujan untuk beberapa tahun. Namun jika data debit sungai time series tidak tersedia, maka analisis ketersediaan air (debit andalan sungai) dapat dihitung dengan menggunakan metode simulasi hujan menjadi aliran (rainfall‐ runoff model). Salah satu metode yang digunakan adalah metode simulasi perimbangan air dari Dr. F.J. Mock dengan data masukan dari curah hujan di Catchment Area atau Daerah Tangkapan Air (DTA), evapotranspirasi, vegetasi dan karakteristik geologi daerah aliran. Skenario Pengelompokaan Data Debit Skenario pengelompokan data debit dimaksudkan untuk mewakili jumlah data debit historis sepanjang 25 tahun dijadikan menjadi 3 (tiga) kondisi aliran berdasarkan aspek hidrologi, yaitu tahun basah, tahun normal dan tahun kering. Skenario pola debit masuk (inflow) dilakukan dalam optimasi operasi adalah sebagai berikut: 1) Data debit inflow tengah bulanan tiap tahun selama periode 25 tahun yaitu dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2019 di optimasi per periode dan hasilnya dirata-ratakan (debit historis), 2) Debit aliran inflow tengah bulanan tiap tahun diurutkan dari debit terbesar ke debit terkecil (descending), setelah data debit terurutkan, dibagi menjadi 3 kondisi aliran, yaitu tahun basah, tahun normal dan tahun kering, (Hadthya, 2020) sebagai berikut: a. tahun basah (antara 0% s/d 33,33%), b. tahun normal (antara 33,33% s/d 66,67%), c. tahun kering (antara 66,67% s/d 100%). Dalam penelitian ini, penentuan/pemilihan debit tahun basah adalah debit dengan probabilitas 20% (Q20%), debit tahun normal adalah Q50%, dan debit tahun kering adalah Q80%.



733



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Pendekatan Optimasi Pola Operasi Waduk/Bendungan Pendekatan yang dapat digunakan didalam pengoperasian waduk adalah sebagai berikut : 1. Pola pengoperasian dengan pendekatan tahunan (one year return) artinya waduk pada awal operasi dalam kondisi penuh dan untuk periode satu tahun operasi waduk diusahakan kembali penuh. 2. Pola pengoperasian dengan pendekatan beberapa tahun (multi years return) artinya waduk pada awal operasi dalam kondisi penuh dan tidak merupakan suatu keharusan/target bahwa pada akhir operasi dalam satu tahun elevasinya kembali seperti pada awal operasi. Elevasi muka air dalam kondisi penuh kembali setelah beberapa tahun operasi. Pengaturan pelepasan (release) air waduk dapat dilakukan dengan pendekatan pola operasi standar/ (standart operating rule, SOR) (Jayadi, 2000). Metode SOR didasarkan pada persamaan imbangan air waduk, target pencapaian demand dan nilai reliabilitas pelayanan air yang ditetapkan.



Gambar 1 Skema Pola Operasi Waduk Metode SOR St+1 = St + It - Et - Lt - Ot - Ost



(9)



dengan: St+1 = Tampungan waduk pada periode t+1 (juta m3) St = Tampungan waduk pada periode t (juta m3) It = Masukan waduk pada periode t Et = Kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi pada periode t Lt = Kehilangan air akibat rembesan pada periode t Ot = Total kebutuhan air pada periode t Ost = Keluaran dari pelimpah pada periode t



Simulasi dilakukan dengan trial untuk nilai release bendungan yang merupakan outflow sehingga kriteria optimal penggunaan air yang ditetapkan dapat dicapai. Berdasarkan Gambar 1 dapat diambil 4 (empat) kondisi tampungan waduk yang dirumuskan pada Pers. 10 sampai dengan Pers. 13 sebagai berikut: 1. Kondisi tanpa release ARt  0; jika, St + It – OT  DS 2. Kondisi release tidak mencukupi ARt = St + It – OT – DS; jika, DS < St + It – OT  DS + TRt 3. Kondisi release terpenuhi ARt = TRt; jika, DS + TR < St + It – OT  Kw + TRt



734



(10) (11) (12)



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



4. Kondisi overflow ARt = St + It – OT – Kw; jika, St + It – OT > Kw + TRt



(13)



dengan: TRt = Target Release periode t (juta m3) ARt = Aktual Release yang terjadi periode t (juta m3) St = Volume tampungan periode t (juta m3) It = Inflow periode t (juta m3) OT = Total outflow periode t (juta m3), DS = Dead storage / tampungan mati (juta m3), Kw = Kapasitas tampungan waduk/bendungan (juta m3), t = Periode release ke-t.



Hasil optimal Dalam pola operasi waduk dengan target release (TR) adalah pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi, Kebutuhan Air Baku, dan Pemeliharaan Sungai (Q95%). Adapun kriteria yang digunakan sebagai pertimbangan dalam optimasi alokasi air adalah sebagai berikut. 1) Pencapaian intensitas pertanaman (IP) pada musim tanam (M.T.) I, II dan III. 2) Faktor pemenuhan kebutuhan air (kt) dihitung dengan Pers. 14. kt 



AR t TR t



(14)



3) Tingkat keandalan waduk atau reliabilitas suplai air dihitung dengan Pers. 15.



Dalam model simulasi operasi waduk untuk mencapai hasil yang optimum, diberlakukan kriteria optimasi berdasarkan tingkat keandalan operasi waduk yang dihitung berdasarkan tingkat keberhasilan waduk memenuhi kebutuhan air (target release) dalam rentang waktu simulasi yakni 24 (dua puluh empat) kali periode pemberian air tengah bulanan. Rl 



Pe  100 n



(15)



dengan: Rl = Tingkat keandalan/reliabilitas operasi waduk (%), Pe = Jumlah kejadian target release tercapai selama periode simulasi (surplus), n = Jumlah waktu dalam satu operasi (dengan n = 24).



Kehilangan air akibat evaporasi, dihitung dengan menggunakan persamaan Herbeck (1962) dalam (Garsia, 2014) yakni sebagai berikut : Ep = NAs × U (Ea – Ed) N As



0,0291  As0,05



(16)



dengan : Ep = Evaporasi (cm/hari), U = Kecepatan angin pada jarak 2 m di atas permukaan air (m/dt), Ea = Tekanan uap jenuh (mbar), Ed = Tekanan uap udara (mbar), As = Luas genangan bendungan (m2). Kehilangan air akibat rembesan sebesar 86,41 m3/dt, diperoleh dari studi sebelumnya (Metana, 2019).



735



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hasil dan Pembahasan Analisis Kebutuhan Air Irigasi dan Evapotranspirasi Potensial Luas fungsional D.I. Ameroro adalah 1.393 ha dengan pola tanam padi-padi dan musim tanam I dimulai Januari II, dengan NFRmaks.= 1,20 lt/dt/ha. Rencana pembangunan Bendungan Ameroro, diharapkan dapat meningkatkan layanan D.I. Ameroro seluas 3.363 ha dengan pola tanam padi-padi-palawija dan M.T. I dimulai pada Desember I, dengan NFRmaks. = 1,02 lt/dt/ha. Adapun perhitungan ETo metode Penman Modifikasi berdasarkan data Stasiun Klimatologi Unaaha dari tahun 2013 – 2018. Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi (KAI) dengan efisiensi irigasi (EI) = 65% dan evapotranspirasi potensial. Analisis Ketersediaan Air Dalam menentukan ketersediaan air pada DTA Bendungan Ameroro menggunakan Metode F.J. Mock dengan periode data selama 25 tahun (mulai tahun 1995–2019) dan parameter pemodelan Mock sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 2 Parameter Pemodelan Mock



Parameter Luas DTA



Presentase lahan yang terbuka Kapasitas Kelembaban tanah Konstanta Resesi Air Tanah Koefisien Inflitrasi Persen Hujan yang menjadi Limpasan



Satuan (km2)



Simbol A



(%)



m



(mm/bln) -



SMC K IF



(%)



PF



m 0% 10 – 40% 30-50%



Nilai 367,76 Daerah Hutan Primer, Sekunder Daerah Tererosi Daerah ladang pertanian 50 - 200 0,5 - 1 0-1



Dipilih



5 - 10



Sumber : Mirayani, Ima., 2013 dan Hasil Analisis, 2021



40 200 0,80 0,60 10



Untuk mendapatkan Q20%, Q50%, Q80%, dan Q95%, maka hasil analisis dari Tabel 4 diurutkan dari besar ke kecil (descending) dan probabilitas/peluang debit inflow yang diharapkan terjadi menggunakan metode Weibull, yakni Pr = (m/N+1) × 100. Tabel 3 Skenario Debit Inflow Tengah Bulanan Bendungan Ameroro Tengah Bulanan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli



736



I II I II I II I II I II I II I II I II



Tahun Basah (Q20%) (m3/dt) (juta m3) 12,58 16,31 7,86 10,87 9,30 12,05 9,47 13,09 13,05 16,91 13,77 15,47 14,69 19,04 13,33 18,42 16,35 21,19 19,45 25,20 20,64 26,75 25,75 35,59 29,33 38,02 27,66 35,85 24,62 31,91 21,31 29,45



Tahun Normal (Q50%) (m3/dt) (juta m3) 4,65 6,03 3,81 5,26 3,54 4,59 6,62 9,15 6,98 9,05 6,68 7,51 7,28 9,43 7,17 9,92 9,72 12,60 10,74 13,92 15,82 20,51 15,70 21,71 15,67 20,31 13,89 18,00 17,34 22,47 11,40 15,76



Tahun Kering (Q80%) (m3/dt) (juta m3) 2,28 2,96 2,16 2,99 1,97 2,55 3,10 4,28 3,27 4,24 2,06 2,32 2,27 2,94 3,04 4,20 5,75 7,45 5,70 7,39 8,03 10,41 6,42 8,88 6,57 8,51 8,52 11,05 7,74 10,03 4,78 6,60



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tengah Bulanan Agustus September Oktober November



I II I II I II I II



Tahun Basah (Q20%) (m3/dt) (juta m3) 15,67 20,31 12,62 17,45 9,34 12,10 7,92 10,27 7,22 9,36 4,98 6,88 7,87 10,20 8,79 11,40



Tahun Normal (Q50%) (m3/dt) (juta m3) 9,78 12,67 7,60 10,51 6,54 8,48 5,36 6,95 4,29 5,56 3,62 5,01 3,29 4,26 3,91 5,07



Sumber : Hasil Analisis, 2021



Tahun Kering (Q80%) (m3/dt) (juta m3) 4,13 5,35 3,49 4,82 2,61 3,38 2,01 2,60 1,87 2,43 1,23 1,70 1,36 1,76 1,76 2,28



Analisis Kebutuhan Air Baku Kebutuhan air baku dalam penelitian ini untuk melayani 4 (empat) kecamatan, yakni Kecamatan Lambuya, Kecamatan Uepai, Kecamatan Puriala, dan Kecamatan Onembute. Proyeksi jumlah penduduk sampai Tahun 2040 menggunakan metode Geometrik adalah 63.094 jiwa dengan total kebutuhan air pada faktor jam puncak adalah 0,15 m3/dt. Hasil Optimasi Pemanfaatan Tampungan Air Bendungan Simulasi dilakukan untuk mengatur Pelepasan Air (Target Release, TR) bendungan guna memenuhi; 1) 2) 3) 4)



Kebutuhan Air Irigasi (KAI) = 3.363 ha, Kebutuhan Air Baku (KAB) = 0,15 m3/dt, Pemeliharaan Sungai (Q95%) = 1,53 m3/dt, dan Keperluan PLTMH mengikuti Target Release.



Tampungan minimum (DS) yang disediakan adalah 14.750.000 m3 untuk Target Release pada EL. M.A.R. +103,00 meter s/d EL. M.A.N. +122,50 meter sedangkan untuk pengendalian banjir disediakan tampungan di atas EL.+122,50 meter (Metana, 2019). Adapun parameter optimasi pola operasi Bendungan Ameroro periode 25 tahunan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4 Parameter dan Kriteria Optimasi Pola Operasi Bendungan Ameroro Parameter Optimasi Pola Operasi Bendungan Ameroro Periode 25 Tahunan (1995-2019) dengan Metode SOR Luas Potensial D.I. Ameroro



2.100 ha



Target Release adalah Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi (KAI)



Luas Potensial D.I. Meraka-Tanggobu



557 ha



Target Release adalah Pemenuhan Kebutuhan Air Baku (KAB)



0,15 m3/dt



Luas Potensial D.I. Lambuya dan Puriala



706 ha



Target Release adalah Pemeliharaan Sungai (Q 95%)



1,53 m3/dt



Total Luas Rencana Layanan



3.363 ha



Intensitas Tanam



3.363 ha



Volume Tampungan Total (M.A.B.)



55.120.000 m3



Musim Tanam



Pola Tanam



Volume Tampungan Normal (M.A.N.), (Kw)



43.444.113 m3



M.T. I (Des I s/d Mar II)



Padi



Volume Tampungan Mati (DS)



14.750.000 m3



M.T. II (Apr I s/d Jul II)



Padi



Volume Tampungan Efektif



28.694.113 m3



M.T. III (Ags I s/d Nov II)



Palawija



Luas Genangan (M.A.N.)



212,89 ha



Elevasi M.A.B.



+127,49 m



Elevasi M.A.N. (Spillway)



+122,50 m



Elevasi Min. Operasional Irigasi/Air Baku (M.A.R)



+103,00 m



Syarat Minimum Faktor kr untuk Pemenuhan Air dari Bendungan



0,85



Syarat Minimum Keandalan (Reliabilitas ) Bendungan terhadap Suplai Air



90%



Sumber : BWS Sulawesi IV Kendari, 2020 dan Hasil Analisis, 2021



Grafik hasil optimasi pola operasi Bendungan Ameroro dengan metode standar operating rule (SOR) yang disajikan hanya untuk kondisi inflow tahun normal (Q50%), tahun kering (Q80%), dan debit historis periode 25 tahunan, seperti pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.



737



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Berdasarkan hasil optimasi menggunakan pengelompokan data debit dengan bantuan program Microsoft Excel untuk tahun basah (Q20%) dan tahun normal (Q50%), diperoleh hasil terbaik dengan IP 300%, dimana IP pada musim tanam I, II dan II secara berturut-turut 100%, 100%, dan 100%, serta nilai rerata faktor kr sebesar 1,00 dan reliabilitas (Rl) bendungan terhadap suplay air 100%. Kondisi ini terlihat dengan jelas pada Gambar 2 dan Gambar 3, dimana selama periode tengah bulanan Target Release sama dengan Aktual Release. Sedangkan untuk tahun kering (Q80%), diperoleh IP 284,88%, dimana IP pada musim tanam I, II dan II secara berturut-turut 97,07%, 100%, dan 87,81%, serta nilai rerata faktor kr sebesar 0,95 dan reliabilitas (Rl) sebesar 83,33% lebih kecil dari syarat minimum. Kondisi ini terlihat pada Gambar 4, dimana di bulan November I dan II, TR lebih besar dari AR, sehingga pada periode tengah bulanan tersebut ketersediaan air sangat terbatas. Hasil optimasi menggunakan debit historis dengan bantuan program Microsoft Excel diperoleh intensitas pertanaman (IP) sebesar 284,84%, dengan IP pada musim tanam I, II dan III secara berturut-turut 92,95%, 96,68% dan 95,21%, serta nilai rerata faktor kr sebesar 0,95 lebih besar dari syarat minimumnya (sukses) dan keandalan/reliabilitas (Rl) sebesar 91,50% lebih besar dari syarat minimum (sukses). Tabel 5 Hasil Optimasi Pemanfaatan Tampungan Air Bendungan Ameroro Metode SOR berdasarkan Data Debit Historis dan Pengelompokan Debit Kriteria / Parameter Penilaian Musim Tanam



Tahun Basah (Q20%) Tahun Normal (Q50%) Tahun Kering (Q80%)



Pola Tanam



IP



M.T. I (Des I s/d Mar II) Padi M.T. II (Apr I s/d Jul II) Padi M.T. III (Ags I s/d Nov II) Palawija Intensitas Pertanaman (IP)



100% 100% 100% 300% 1,00 100%



Faktor Pemenuhan Air Rerata (kr) Keandalan (Reliabilitas ) Bendungan (Rl)



50,00



Luas Rerata (ha) 3.363 3.363 3.363 Ket. Sukses



IP 100% 100% 100% 300% 1,00 100%



Sukses



Debit Historis



Luas Luas Luas IP IP Rerata (ha) Rerata (ha) Rerata (ha) 3.363 3.264 3.126 97,07% 92,95% 3.363 3.363 3.251 100,00% 96,68% 3.363 87,81% 2.953 95,21% 3.202 Ket. Ket. Ket. 284,88% 284,84% Sukses Sukses Sukses 0,95 0,95 Sukses 83,33% Gagal 91,50% Sukses



Sumber : Hasil Analisis, 2021



Grafik Neraca Air Hasil Optimasi Standard Operating Rule Bendungan Ameroro untuk Tahun Normal (Q50%)



45,00



123,0 118,0



35,00 30,00



113,0



25,00



108,0



20,00 15,00



103,0



10,00



98,0



5,00 0,00



Elevasi (m)



Volume (juta m3)



40,00



I



II



Desember



I



II



Januari



I



II



Februari



I



II Maret



I



II April



I



II Mei



I



II Juni



I



II Juli



I



II



Agustus



I



II



September



I



II



Oktober



I



II



93,0



November



Tengah Bulanan Target Release



6,63



8,64



9,46



8,85



6,96



6,96



6,41



5,68



5,78



7,66



8,01



8,36



5,90



6,11



5,70



6,11



6,04



5,90



7,10



6,17



6,91



8,21



7,39



5,52



Aktual Release



6,63



8,64



9,46



8,85



6,96



6,96



6,41



5,68



5,78



7,66



8,01



8,36



5,90



6,11



5,70



6,11



6,04



5,90



7,10



6,17



6,91



8,21



7,39



5,52



Tampungan Akhir 42,74 39,26 34,29 34,50 36,50 36,97 39,91 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 43,44 41,99 38,68 35,46 34,93 Inflow (Q50%)



6,03



EL. M.A.N.



122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5



EL. M.A.R.



103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0



5,26



4,59



9,15



9,05



7,51



9,43



9,92 12,60 13,92 20,51 21,71 20,31 18,00 22,47 15,76 12,67 10,51 8,48



Sumber : Hasil Analisis, 2021



6,95



5,56



5,01



4,26



5,07



Gambar 2 Grafik Neraca Air Hasil Optimasi Metode SOR Bendungan Ameroro untuk Tahun Normal (Q50%)



738



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



50,00



Grafik Neraca Air Hasil Optimasi Standard Operating Rule Bendungan Ameroro untuk Tahun Kering (Q80%)



45,00



123,0 118,0



35,00 30,00



113,0



25,00 108,0



20,00 15,00



103,0



10,00



98,0



5,00 0,00



Elevasi (m)



Volume (juta m3)



40,00



I



II



I



Desember



II



I



Januari



II



I



Februari



II



I



Maret



II



I



April



II



I



Mei



II Juni



I



II Juli



I



II



Agustus



I



II



September



I



II



Oktober



I



II



93,0



November



Tengah Bulanan Target Release



6,16



8,14



9,00



8,35



6,50



6,56



5,94



5,18



5,31



7,19



7,54



7,86



5,43



5,64



5,23



5,61



5,58



5,40



6,63



5,70



6,44



7,71



6,92



5,05



Aktual Release



6,16



8,14



9,00



8,35



6,50



6,56



5,73



4,15



5,31



7,19



7,54



7,86



5,43



5,64



5,23



5,61



5,58



5,40



6,63



5,70



6,44



7,71



4,05



2,23



Tampungan Akhir 40,14 34,89 28,36 24,21 21,89 17,59 14,75 14,75 16,84 16,99 19,81 20,77 23,79 29,13 33,84 34,75 34,43 33,77 30,44 27,26 23,17 17,09 14,75 14,75 Inflow (Q80%)



2,96



EL. M.A.N.



122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5



EL. M.A.R.



103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0



2,99



2,55



4,28



4,24



2,32



2,94



4,20



7,45



7,39 10,41 8,88



8,51 11,05 10,03 6,60



5,35



4,82



3,38



2,60



2,43



1,70



1,76



2,28



Sumber : Hasil Analisis, 2021



Gambar 3 Grafik Neraca Air Hasil Optimasi Metode SOR Bendungan Ameroro untuk Tahun Kering (Q80%)



50,00



Grafik Neraca Air Rerata Hasil Optimasi Standard Operating Rule Bendungan Ameroro untuk Periode 25 Tahunan (Debit Historis)



45,00



123,0 118,0



35,00 30,00



113,0



25,00



108,0



20,00 15,00



103,0



10,00



98,0



5,00 0,00



Elevasi (m)



Volume (juta m3)



40,00



I



II



Desember



I



II



Januari



I



II



Februari



I



II Maret



I



II April



I



II Mei



I



II Juni



I



II Juli



I



II



Agustus



I



II



September



I



II



Oktober



I



II



93,0



November



Tengah Bulanan Target Release



6,16



8,14



9,00



8,35



6,50



6,56



5,94



5,18



5,31



7,19



7,54



7,86



5,43



5,64



5,23



5,61



5,58



5,40



6,63



5,70



6,44



7,71



6,92



5,05



Aktual Release



6,06



7,62



7,97



7,95



6,09



5,93



5,40



4,81



5,13



6,85



7,14



7,38



5,17



5,57



5,23



5,57



5,42



5,25



6,41



5,39



6,04



7,19



6,47



4,84



Tampungan Akhir 33,50 31,88 30,37 30,75 33,04 33,76 34,90 35,80 37,76 38,32 39,71 40,04 40,14 40,26 41,32 41,14 41,03 40,91 39,83 38,98 37,55 34,83 32,62 32,28 Inflow Rerata



8,69



EL. M.A.N.



122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5 122,5



EL. M.A.R.



103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0 103,0



6,75



6,68



9,14 11,03 9,17 11,78 11,66 13,91 16,02 19,36 21,33 24,23 22,62 22,13 18,11 13,27 12,37 8,51



7,10



7,48



5,42



5,74



6,44



Sumber : Hasil Analisis, 2021



Gambar 4 Grafik Neraca Air Rerata Hasil Optimasi Metode SOR Bendungan Ameroro untuk Periode 25 Tahunan (Debit Historis) Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan, diperoleh NFRmaks. sebesar 1,02 ltr/dt/ha dan peningkatan layanan D.I. Ameroro seluas 3.363 ha dengan pola tanam padi-padi-palawija dan musim tanam I (M.T. I) dimulai Desember I, dengan kebutuhan air irigasi (KAI) maks. adalah 5,28 m3/dt serta kebutuhan air baku (KAB) untuk 4 (empat) kecamatan dalam 20 tahun kedepan sebesar 0,15 m3/dt dan debit pemeliharaan sungai (Q95%) sebesar 1,53 m3/dt. Optimasi pemanfaatan tampungan air Bendungan Ameroro dengan target release adalah pemenuhan KAI, KAB, dan pemeliharaan sungai (Q95%) untuk debit inflow tahun basah (Q20%) dan tahun normal (Q50%) adalah sama yakni intensitas pertanaman (IP) sebesar 300%, rerata faktor kr sebesar 1,00 dan Rl sebesar 100%.



739



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Sedangkan pada tahun kering (Q80%) menghasilkan IP sebesar 284,88% dengan rerata faktor kr adalah 0,95 dan Rl adalah 83,33%. Optimasi pemanfaatan tampungan air Bendungan Ameroro untuk debit inflow historis menghasilkan IP sebesar 284,84% dengan rerata faktor kr sebesar 0,95 dan Rl adalah 91,50%. Saran Hasil optimasi dalam penelitian ini, hanya menggunakan input inflow dari pengalihragaman data hujan menjadi aliran dan melakukan kalibrasi dari data debit terukur di Pos Duga Air (PDA) Ameroro dengan rentang waktu data mulai tahun 2015 s/d 2019. Jika ketersediaan datanya sudah lebih dari 10 tahun, disarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan data debit yang terukur dari pos duga air. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari yang memberikan dukungan dalam penyediaan data hidrologi maupun data-data teknis Bendungan Ameroro dan terima kasih kepada saudara Abdul Hasyim, ST yang telah membantu melakukan rekapitulasi dan tabulasi data-data hidrologi. Daftar Referensi Badan Standardisasi Nasional, 2015. SNI 6728.1:2015 Penyusunan Neraca Spasial Sumber Daya Alam Bagian 1: Sumber Daya Air, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2013. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. Garsia, D., 2014. Analisis Kapasitas Tampungan Embung Bulakan Untuk Memenuhi Kekurangan Kebutuhan Air Irigasi Di Kecamatan Payakumbuh Selatan, Jomfteknik, Universitas Riau, Pekanbaru. Hadthya, R., dkk, 2020. Optimasi Pemanfaatan Air Waduk Tukul Menggunakan Model Simulasi Operasi Waduk Multi Kriteria, Prosiding Webinar Nasional Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jayadi, R., 2000. Teknik Optimasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Air. Jurusan Teknik Sipil Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Metana, PT., 2019. Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, BWS Sulawesi IV Kendari, Kendari. Mirayani, Ima., 2013. Studi Imbuhan Air Tanah Metode Villinger dan Mock di Cekungan Air Tanah Bandung-Soreang, Tesis, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Triatmodjo, 2008. Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.



740



ANALISIS POTENSI KERUNTUHAN EMBUNG AKIBAT REMBESAN Uniadi Mangidi1*, Anafi Minmahddun1, Rini Sriyani1, Edward Ngii1, Ahmad Syarif Sukri1, Erich Nov Putra Razak1, Reza Risaldi1 1



Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo * [email protected]



Intisari Embung atau biasa disebut dengan bendungan kecil adalah salah satu bangunan yang berfungsi untuk menampung air dengan kapasitas volume kecil tertentu. Embung biasa dimanfaatkan sebagai penampungan air saat musim hujan untuk digunakan ketika musim kemarau. Selain memberi manfaat, embung juga menyimpan potensi bahaya ketika terjadi keruntuhan. Rembesan merupakan salah faktor yang berpengaruh terhadap keamanan embung. Piping adalah salah satu penyebab terjadinya keruntuhan embung akibat rembesan. Air yang mengalir pada rongga antar butiran tanah dapat membawa butiran tanah pada titik akhir rembesan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya rongga dalam tanah yang berbentuk seperti pipa. Kondisi ini jika tidak segera ditangani akan menyebabkan keruntuhan pada tubuh embung tersebut. Selain itu, rembesan menyebabkan perubahan tekanan air pori sehingga mempengaruhi stabilitas lereng tubuh embung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi keruntuhan embung akibat rembesan yang terjadi di sekitar bangunan spillway, mengingat pada hilir embung terdapat pemukiman dan lahan pertanian warga yang akan terdampak jika terjadi keruntuhan pada embung. Debit rembesan diukur menggunakan metode volumetrik dan diperoleh debit rembesan sebesar 1,7710-5 m3/s. Analisis rembesan dilakukan menggunakan metode elemen hingga 2D untuk mendapatkan nilai gradien hidrolik keluar maksimum serta perubahan tekanan air pori dan stabilitas tubuh embung dianalisis menggunakan metode kesetimbangan batas. Hasil analisis menunjukkan faktor aman terhadap bahaya piping sebesar 1,02 dan faktor aman lereng hulu dan hilir embung berturut-turut adalah 4,91 dan 1,23. Hasil tersebut menunjukkan Embung Wolo berpotensi mengalami keruntuhan disebabkan nilai faktor aman tidak memenuhi kriteria faktor aman minimum yang diizinkan. Kata kunci : embung, rembesan, piping, tekanan air pori, metode elemen hingga, metode kesetimbangan batas Latar Belakang Embung Wolo adalah embung jenis urugan tanah terletak di Desa Samaenre, Kec. Wolo, Kabupaten Kolaka dan berada di bawah pengelolaan wilayah sungai ToariLasusua. Embung yang selesai dibangun pada tahun 2016 ini memiliki tampungan sebesar 38.000 m3 yang bersumber dari mata air di sekitar lokasi embung dan dapat mengairi irigasi seluas 100 ha. Puncak embung berada pada elevasi + 48,5 m, lebar puncak 6 m, tinggi embung 9,5 serta kemiringan lereng embung sisi hulu dan hilir



741



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



adalah 1V:1,5H (SNVT Pembangunan Bendungan BWS Sulawesi IV, 2020). Tubuh embung berupa material homogen (tanpa pembagian zona) yang bersumber dari tanah di sekitar lokasi embung. Potongan melintang embung terdapat pada Gambar 1.



Gambar 1.



Potongan melintang Embung Wolo



Hasil penyelidikan lapangan terdapat titik rembesan pada bagian hilir embung wolo yang berada dekat dengan lokasi spillway (Gambar 2). Hal ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat mengingat seringnya terjadi keruntuhan tanggul penahan air akibat tingginya curah hujan dan aktivitas di hulu embung. Apalagi, di sisi hilir Embung Wolo terdapat pemukiman serta lahan pertanian milik warga setempat.



Gambar 2.



Titik rembesan Embung Wolo



Rembesan merupakan hal yang lazim pada embung tipe urugan karena sifat air yang mengalir melalui rongga antar butiran tanah. Rembesan tidak dapat dihindari namun dapat dikontrol untuk mencegah agar keruntuhan embung tidak terjadi. Rembesan akan menyebabkan perubahan tekanan air pori sehingga mempengaruhi kuat geser tanah kaitannya dengan kestabilan lereng tubuh embung. Selain itu, 742



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



rembesan dapat menyebabkan terangkutnya butiran-butiran halus tanah jika tekanan rembesan sama dengan gradien hidrolisnya, sehingga menyebabkan terbentuknya rongga-rongga dalam tubuh embung yang dapat menjadi penyebab keruntuhan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi keruntuhan embung yang terjadi akibat rembesan. Potensi keruntuhan akan dilihat dari aspek kestabilan terhadap potensi piping dan aspek kestabilan lereng tubuh embung. Pengukuran debit rembesan lapangan akan menjadi validasi parameter tanah yang digunakan dalam analisis. Analisis rembesan dilakukan menggunakan metode elemen hingga untuk memperoleh nilai gradien hidrolik serta perubahan tekanan air pori. Selanjutnya tekanan air pori akan digunakan untuk menghitung stabilitas lereng tubuh embung sisi hulu dan hilir. Metodologi Studi Analisis dibagi dalam dua tahap yaitu analisis rembesan dan analisis stabilitas lereng. Analisis rembesan dilakukan untuk mengetahui nilai gradien keluar maksimum yang akan digunakan untuk menganalisis potensi piping dan perubahan tekanan air pori yang akan digunakan untuk analisis stabilitas lereng tubuh embung. Harza (1935) menjelaskan bahwa faktor aman terhadap bahaya piping adalah rasio antara gradien hidrolik kritis (icr) dan gradien hidrolik keluar (ie) maksimum. Gradien hidrolik kritis didapat melalui persamaan:



icr 



' w



(1)



dimana,  ' (kN/m3) adalah berat volume efektif; dan  w (kN/m3) adalah berat volume air. Ketinggian air yang akan dianalisis adalah pada muka air normal dan aliran rembesan dianggap sebagai aliran steady state karena tidak ada perubahan hydraulic head terhadap waktu (Fredlund & Rahardjo, 1993). Validasi hasil analisis rembesan adalah hasil pengukuran rembesan lapangan menggunakan metode volumterik yang dengan konsep trial and error akan diperoleh nilai koefisien permeabilitas tubuh embung. Selanjutnya perubahan tekanan air pori akan digunakan dalam analisis stabilitas lereng tubuh embung. Analisis stabilitas lereng dilakukan untuk mengetahui faktor aman tubuh embung menggunakan metode kesetimbangan batas. Terdapat beberapa metode untuk menghitung faktor aman lereng seperti metode Bishop (Bishop, 1954), metode Janbu (Janbu, 1973), metode Morgenstern-Price (Morgenstern & Price, 1965) dan Metode Spencer (Spencer, 1967). Penelitian ini menggunakan metode Morgenstern Price karena menggunakan kesetimbangan gaya dan momen dalam perhitungan faktor aman serta dapat digunakan pada lereng dengan bidang gelincir circular dan non-circular (Knappett dan Craig, 2012; Duncan, dkk., 2014). Analisis dilakukan dengan konsep tegangan efektif menggunakan kriteria Mohr-Coulomb yaitu:



  c ' ' tan  '



(2)



743



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dimana,  (kPa) adalah kuat geser; c' (kPa) adalah kohesi tanah efektif;  ' (derajat) adalah sudut gesek internal dalam tanah efektif; dan  ' (kPa) adalah tegangan normal efektif yang diperoleh dari persamaan:



 '   u



(3)



dengan u (kPa) adalah tekanan air pori; dan  (kPa) adalah tegangan normal total. Hasil Studi dan Pembahasan Pemodelan tubuh embung Embung dimodelkan menggunakan potongan melintang seperti yang terdapat pada Gambar 1. Sifat mekanis (engineering properties) material urugan dan fondasi embung diperoleh dari hasil pengujian tanah berdasarkan SNI 03-3637-1994 dan SNI 3420:2016. Engineering properties dan hasil pemodelan tubuh embung terdapat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Terdapat sedikit penyesuaian elevasi puncak embung dengan mengubah datum pada model embung yang akan dianalisis. Hal ini dilakukan untuk memperkecil ukuran model sehingga dapat mempercepat proses analisis. Akibat perubahan datum, elevasi puncak embung yang semula berada pada + 48,5 m dalam model berubah menjadi 24,5 m. Tabel 1.



Engineering properties Embung Wolo



Parameter tanah  (kN/m3) c (kN/m2)  (0)



Gambar 3.



744



Lokasi Tubuh embung Fondasi embung 17 17,4 19.4 30 14 24



Pemodelan tubuh embung



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Analisis rembesan Dalam analisis rembesan dengan metode elemen hingga, langkah yang dilakukan setelah pembuatan model adalah melakukan meshing. Proses ini membagi model menjadi elemen-elemen yang lebih kecil yang dalam penelitian ini menggunakan elemen segitiga. Selanjutnya menentukan kondisi batas (boundary condition) untuk analisis rembesan yaitu di sisi hulu berupa tinggi head sebesar 23 m (muka air normal). Hasil meshing dan boundary condition terdapat pada Gambar 4.



Gambar 4.



Meshing dan boundary condition model embung



Dalam analisis rembesan, dilakukan trial and error untuk memperoleh hasil perhitungan rembesan yang mendekati hasil pengukuran rembesan lapangan dengan metode volumetrik. Diketahui hasil pengukuran debit rembesan lapangan adalah 1,7710-5 m3/detik. Setelah dilakukan analisis (Gambar 5), diperoleh nilai koefisien permeabilitas yang cocok adalah 1,1110-5 m/detik dengan nilai gradien hidrolik sebesar 0,72.



Gambar 5.



Hasil analisis rembesan 745



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Dengan menggunakan persamaan 1, perhitungan faktor aman terhadap bahaya piping adalah sebagai berikut:



icr 



 ' 17  9,81   0,733 9,81 w



ie  0,72, sehingga SF 



i cr 0,733   1,02 0,72 ie



Berdasarkan hasil analisis di atas, bangunan embung berpotensi mengalami piping. Meskipun nilai faktor aman > 1 (kondisi kritis) namun nilai tersebut belum memenuhi kriteria faktor keamanan bangunan air terhadap bahaya piping yaitu sebesar 3 (Harza, 1935). Analisis stabilitas tubuh embung Analisis stabilitas tubuh embung dilakukan dengan menggunakan tekanan air pori hasil analisis rembesan sebelumnya. Selain itu tampungan embung setinggi elevasi muka air normal akan menjadi beban terbagi rata pada permukaan embung sisi hulu. Hasil analisis faktor aman lereng terdapat pada Gambar 6 dan Gambar 7.



Gambar 6.



Faktor aman lereng hulu (SF=4,91)



Hasil analisis menunjukkan faktor aman lereng hulu sebesar 4,91 lebih besar dibandingkan dengan faktor aman lereng hilir yakni 1,23. Lereng hulu umumnya memiliki faktor aman lebih besar dibanding lereng hilir (Himanshu & Burman, 2017). Tekanan hidrostatik pada permukaan lereng yang berasal dari tampungan waduk memperbesar gaya penahan (resisting force) pada lereng sehingga cenderung meningkatkan faktor aman. Hal ini disebabkan tampungan air pada permukaan lereng hulu akan memberikan gaya hidrostatik pada permukaan lereng. Minmahddun dkk (2018) menyebutkan faktor aman lereng hulu mengalami peningkatan ketika aliran rembesan sudah menuju ke aliran steady state. Berbeda dengan lereng hulu, lereng hilir embung memiliki faktor aman yang lebih kecil. Hal ini disebabkan aliran rembesan memotong bidang gelincir lereng sehingga



746



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



tambahan tekanan air pori menyebabkan menurunnya kuat geser tanah yang mendorong terjadinya penurunan faktor aman lereng. Dalam konsep kesetimbangan batas, faktor aman didefinisikan sebagai rasio antara gaya yang menahan agar lereng tidak bergerak (resisting force) dan gaya yang menyebabkan lereng bergerak (driving force). Sehingga jika mengacu pada hasil analisis sebelumnya, lereng hilir memiliki resisting force sebesar 1,23  driving force atau lereng dalam keadaan belum bergerak. Namun demikian, nilai faktor aman tersebut belum memenuhi kriteria faktor aman minimum yang diizinkan oleh SNI 8064:2016 yakni sebesar 1,5.



Gambar 7.



Faktor aman lereng hilir (SF=1,23)



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis balik dengan metode elemen hingga, dapat disimpulkan bahwa rembesan yang terjadi pada Embung Wolo dapat menyebabkan keruntutuhan. Hal ini terlihat dari faktor aman terhadap bahaya piping sebesar 1,02 lebih kecil dari faktor aman minimum yang dipersyaratkan yaitu 3. Selain itu, peningkatan tekanan air pori akibat rembesan menyebabkan penurunan kuat geser tanah sehingga menyebabkan faktor aman yang diperoleh belum memenuhi kriteria faktor aman minimum yang diizinkan oleh SNI 8064:2016 yaitu 1,5. Saran Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, penyelidikan lebih lanjut seperti survei geolistrik atau semisalnya dapat dilakukan untuk memetakan kebocoran yang terjadi pada tubuh embung. Sehingga dapat direncanakan penanganan yang tepat guna menghindari terjadinya kegagalan struktur Embung Wolo.



747



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV yang telah mengizinkan melakukan penelitian dan pengambilan data pada lokasi embung. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo yang telah membantu dalam melakukan penyelidikan tanah pada penelitian ini. Daftar Referensi Bishop, A., 1954. The use of slip circle in the stability analysis of slope. Geotechnique, pp. 7-17. Duncan, J. M., Wright, S. G. & Brandon, T. L., 2014. Soil Strength and Slope Stability. 2nd penyunt. New Jersey: Wiley. Fredlund, D. G. & Rahardjo, H., 1993. Soil Mechanics for Unsaturated Soils. Canada: John Wiley & Sons. Hardiyatmo, H. C., 2014. Mekanika Tanah II. Kelima penyunt. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Harza, L. F., 1935. Uplift and Seepage under Dams in Sand. Trans. ASCE, Volume 100. Himanshu, N. & Burman, A., 2017. Seepage and Stability Analysis of Durgawati Earthen Dam: A Case Study. Indian Geotech Journal, pp. 70-89. Janbu, N., 1973. Slope stability computations. Dalam: Embankment dam— engineering. New York: Wiley, pp. 47-86. Knappett, J. A. & Craig, R. F., 2012. Craigs's Soil Mechanics. 8th penyunt. London: Spon Press. Minmahddun, A., Fathani, T. F. & Faris, F., 2018. Determination of Stability During First Impounding in Jatigede Earth Dam. Journal of Applied Geology, 3(2), pp. 52-61. Morgenstern, N. & Price, V., 1965. The analysis of the stability. Geotechnique, 15(1), pp. 79-93. SNI 03-3637-1994, 2008. Metode pengujian berat isi tanah berbutir halus dengan cetakan benda uji. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 3420:2016, 2016. Metode uji kuat geser langsung tanah tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainase. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 8064:2016, 2016. Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNVT Pembangunan Bendungan BWS Sulawesi IV, 2020. Data Infastruktur Embung Sulawesi Tenggara, Kendari: Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV. Spencer, E., 1967. A method of the analysis of the stability of embankments assuming parallel interslice forces. Géotechnique, pp. 11-26.



748



PENGARUH TINGGI MERCU TERHADAP LONCATAN AIR PADA PELIMPAH TYPE VLUGHTER (UJI LABORATORIUM) Ratna Musa 1,Dwi June Putri Lestari2*, Syarifah Nur Fauziah2, Triffandy M.W.3 1)



Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia 2)



Program Studi Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia 3)



Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jenneberang [email protected] ; [email protected]



Intisari Air yang jatuh bebas pada pelimpah akan bergerak secara perlahan hingga menjadi aliran superkritis, yang mengakibatkan terbentuknya loncatan hidrolis pada bagian hilir. Loncatan hidrolik digunakan sebagai peredam energy yang meliputi sebagian atau keseluruhan kolam yang dinamakan kolam olak. Pengkajian tentang hal ini dapat dilakukan melalui suatu penelitian terhadap aliran pada saluran terbuka berukuran kecil yang melewati pelimpah dengan model bangunan pelimpah type vlughter. Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh beda tinggi hulu dan hilir terhadap panjang kolam loncat air pada bangunan pelimpah type vlughter dengan variasi debit dan untuk menhetahui pengaruh perubahan tinggi mercu kolam olak terhadap panjang kolam loncat air pada bangunan pelimpah type vlughter dengan debit tetap. Pengaruh beda tinggi dihulu dan hilir terhadap panjang kolam loncat air dipengaruhi oleh tinggi mercu yang bervariasi dengan perubahan debit dimana semakin tinggi mercu dan semakin besar debit pengaliran maka semakin panjang kolam loncar air yang terjadi dan nilai beda tinggi hulu dan hilir semakin kecil hal ini di sebabkan oleh bentuk penampang saluran dan kemiringan yang tetap. Hasil dari penelitian untuk panjang kolam loncat air pada mercu 0,08 m debit 0,0015 m3/dtk didapatkan 1,19 m sedangkan untuk teoritis pada debit 0,0015 m3/dtk mercu 0,08 m didapatkan 0,2203 m menunjukkan adanya perbedaan antara penelitian di laboratorium dengan perhitungan secara tereori hal ini dikarenakan tidak adanya endsill pada kolam olak di laboratorium maka panjang kolam loncar air yang terjadi sangat jauh. Kata Kunci: Kolam loncat air, Kolam olak vlughter, Tinggi mercu Latar Belakang Pembendungan aliran akan menyebabkan perbedaan elevasi muka air antara hulu dan hilir bendung cukup besar, sehingga mengakibatkan adanya terjunan dan terjadi perubahan energi yang cukup besar ketika air melewati mercu bendung. Akibatnya aliran akan mengalami kejut-normal atau loncatan hidraulik yaitu suatu aliran yang mengalami perubahan aliran superkritis menjadi subkritis (Frank M, White 2001) dalam (Fitriana, N. 2014). Air yang jatuh bebas pada pelimpah akan bergerak secara perlahan hingga menjadi aliran superkritis, yang mengakibatkan terbentuknya loncatan hidrolis pada bagian hilir, loncatan hidrolik adalah perubahan jenis aliran dari super kritis ke subkritis. Loncatan hidrolik digunakan sebagai peredam energy yang meliputi sebagian atau keseluruhan kolam yang dinamakan kolam olak. 749



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kolam olak adalah suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peredam energi yang terkandung dalam aliran dengan memanfaatkan loncatan hidraulis dari suatu aliran yang berkecepatan tinggi. Kolam olak sangat ditentukan oleh tinggi loncatan hidraulis, yang terjadi di dalam aliran. Secara garis besar terdapat beberapa model kolam olak yang dapat digunakan sebagai peredam energi dalam bendung, antara lain kolam olak tipe Bucket, Schoklitch, USBR dan Vlughter. Perencanaan peredam energi (kolam olak) sangat diperlukan untuk memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang diinginkan dan disesuaikan dengan keadaan serta perilaku aliran yang terjadi. Pengkajian tentang hal ini dapat dilakukan melalui suatu penelitian terhadap aliran pada saluran terbuka berukuran kecil yang melewati pelimpah dengan model bangunan pelimpah type vlughter. Tujuan diadakannya penelitian ini terkait dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh beda tinggi antara hulu dan hilir terhadap panjang kolam loncat pada bangun pelimpah type vlughter dengan variasi debit 2. Mengevaluasi bagaimana pengaruh perubahan tinggi mercu kolam olak terhadap panjang kolam loncat pada bangunan pelimpah type vlughter dengan debit tetap Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori Bendung Menurut Chow, V.T (1959), bendung adalah bangunan yang ditempatkan melintang sungai dan berguna untuk mengatur aliran air sungai tersebut. Berdasarkan fungsinya bendung dapat diklasifikasikan dalam bendung pembanjir, bendung penahan air pasang dan bendung penyadap. Selain itu dilihat dari konstruksinya bendung dapat diklasifikasikan dalam bendung tetap dan bendung gerak. Type adalah bendung tetap dibuat melintang searah dengan sungai untuk menghasilkan elevasi air minimum agar air tersebut bisa dielakkan dan bendung gerak dapat dipergunakan untuk mengatur tinggi dan debit air sungai dengan pembukaan pintu-pintu yang terdapat pada bendung tersebut. Mercu Dua bentuk mercu yang umum digunakan yaitu tipe ogee dan tipe bulat seperti disajikan pada Gambar 1.



Gambar 1 Bentuk Mercu Bendung (KP-02, 1986) Loncat Air Teori mengenai loncatan hidrolik mulai dikembangkan dan diterapkan di sebagian besar saluran yang ada dalam bidang teknik sipil air sebagai peredam energi dalam mencegah terjadinya pengikisan struktur bendung bagian hilir di mana terdapat aliran superkritis (Chow, 1985), dalam (Triatmodjo 1996). 750



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Loncat air merupakan perubahan aliran dari aliran superkritis menjadi aliran subkritis hal ini yang menyebabkan terjadinya loncatan air. Dalam saluran terbuka loncat air dapat diamati ketika air melewati bangunan ukur. loncat air terjadi akibat pengaruh kecepatan aliran yang mempengaruhi panjang loncat air serta tinggi loncat air. Apabila tipe aliran di saluran turbulen berubah dari aliran superkritis menjadi subkritis, maka akan terjadi loncat air. Seperti disajikan pada Gambar 2.



Gambar 2. Loncatan Air (Open Channel Flow, 1966) Yang menunjukkan tampang memanjang saluran dengan kemiringan berubah dari kemiringan curam menjadi landai. Aliran bagian hulu adalah subkritis sedangkan bagian hilir adalah superkritis, diantara kedua tipe aliran tersebut terdapat daerah transisi. Suatu loncatan hidrolik akan terbentuk pada saluran, jika bilangan Froude aliran F1, kedalaman aliran y1, dan kedalaman hilir y2, memenuhi persamaan sebagai berikut: 1



v1 = √2 𝑔( ℎ1 + 𝑧 ) 2



(1)



Dimana: v1 = Kecepatan awal loncatan, (m/dtk) = Percepatan gravitasi, (m/dtk2) (= 9,8) g H1 = Tinggi energi di atas ambang, (m) z = Tinggi jatuh, (m) 𝑦2 𝑦1



1



= (√1 + 8𝑓𝑟12 − 1) 2



Dimana : Fr =



𝑉1 √𝑔 𝑦1



(2) (3)



Dimana : y2 = Kedalaman air diatas ambang ujung, (m) y1 = Kedalaman awal loncatan air, (m) Fr = Bilangan Froude v1 = kecepatan awal loncatan, (m/dtk ) g = percepatan gravitasi, (m/dtk2) Panjang Kolam Panjang kolam loncat air dibelakang potongan U (Gambar 3) biasanya kurang dari panjang bebas loncatan tersebut karena adanya ambang ujung (endsill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak (J.W Forester dan R. A. Skrinde, 1950), dalam (KP-02,1986)



751



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Lj = 5 ( n + y2 )



(4)



Dimana : Lj = Panjang Kolam Olak, (m) n = Tinggi ambang ujung, (m) y2 = Kedalaman air diatas ambang, (m) di belakang Potongan U. Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fr), kedalaman air yang masuk yu, dan tinggi muka air hilir.



Gambar 3. Parameter-parameter Loncat Air (KP-02, 1986) Bentuk hidrolis kolam ini akan dipengaruhi oleh tinggi energi di hulu di atas mercu (He), dan perbedaan energi di hulu dengan muka air di hilir (Z). Untuk perhitungan dimensi peredam energi tipe vlugter dengan menggunakan rumus seperti pada Gambar 4



Gambar 4. Kolam Olak menurut Vlughter (KP-02, 1986) Dimana: Hc = Ketinggian air kritis, (m) q = debit satuan, (m3/dt/m) R = Jari-jari kolam, dengan titk pusat sejajar dengan elevasi mercu, (m) D = Kedalaman kolam diukur dari puncak mercu sampai permukaan kolam, (m) a = End sill t = kedalaman air hilir, (m) z = beda tinggi muka air hulu dan hilir, (m) L = Panjang kolam yang diukur dari perpotongan bidang miring dan horizontal (m)



752



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Metode Penelitian Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Muslim Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Laboratorium yang meliputi, pengamatan atau pengukuran terhadap panjang loncatan hidrolis dan kedalaman kolam olak terhadap pelimpah type vlughter dengan menggunakan debit yang bervariasi pada saluran terbuka. Alat dan bahan yang digunakan dalam menunjang penelitian ini terdiri dari: a. Saluran terbuka b. Pelimpah type vlughter (0.08 m, 0.10 m, 0.12 m)



Gambar 5 Bentuk Mercu Bendung Pelimpah type vlughter ini mempunyai ketinggian yang berbeda beda, seperti pada gambar di atas tipe (a) memiliki ketinggian 0.08 m, tipe (b) memiliki ketinggian 0.10 m sedangkan tipe (c) memiliki ketinggian 0.12 m a. Lem silicon sebagai alat perekat pelimpah. b. Current meter untuk mengukur kecepatan aliran. c. Bola pimpong untuk mengukur kecepatan. d. Mistar untuk mengukur ketinggian muka air. e. Stopwatch untuk mengukur waktu yang digunakan pada debit aliran. f. Sekat sedang Prosedur / langkah penelitian Adapun prosedur penelitian pengaruh bangunan pelimpah type ogee terhadap karakteristik aliran adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan semua yang akan digunakan.



Membuat model fisik pelimpah (type vlughter) yang telah diukur menyesuaikan saluran terbuka. Kalibrasi alat sebelum melakukan penelitian dengan nilai volume (V), tinggi muka air (h), menentukan jarak (L), pelampung, dan kecepatan (v) dengan menggunakan alat current meter. Setelah semua nilai didapatkan kita dapat melihat hasil akhirnya yang sama untuk menentukan debit (Q) yang akan digunakan. Selanjutnya pasang bangunan pelimpah type vlughter pada saluran terbuka.



753



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kemudian menjalankan pompa selama t = 5 menit (running) dan mengalirkan air pada saluran yang telah dikalibrasi berdasarkan debit yang d tentukan. 2. Catat waktu arus balik yang terjadi saat sekat dipasang hingga mencapai bangunan pelimpah.



Lakukan pengukuran diatas pelimpah (h1) sehingga mendapatkan jarak untuk pengukuran tinggi muka air sebelum melewati pelimpah (h0). Mengukur ketinggian muka air diatas pelimpah atau terjunan air (hc) dengan beberapa titik (1cm). 3. Mengukur panjang olakan yang terjadi setelah melewati pelimpah dengan cara visual atau melihat secara langsung gelombang air.



Setelah mendapatkan panjang olakan, mengukur tinggi muka air setelah melewati pelimpah (h2) dengan beberapa titik. Mengukur ketinggian muka air pada bagian hilir (h3) dengan beberapa titik. 1. Mengukur kedalaman air (D). 2. Mengukuran kecepatan dengan menggunakan alat current meter pada titik h0 dan h3. 3. Kemudian menganalisis data hasil percobaan.



Hasil Dan Pembahasan Profil Aliran Berikut salah satu gambar hubungan antara tinggi muka air dihulu dengan jarak tinjauan pada tinggi mercu 0.08 m terhadap variasi debit yang berbeda dapat kita lihat pada Gambar 6 dibawah ini.



Gambar 6. Grafik hubungan antara tinggi muka air dihulu dengan jarak tinjauan pada tinggi mercu 0.08 m terhadap variasi debit.



754



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 1. Gambar 7. Grafik hubungan antara tinggi muka air dihulu dengan jarak tinjauan pada tinggi mercu 0.10 m terhadap variasi debit.



Gambar 2. Gambar 8. Grafik hubungan antara tinggi muka air dihulu dengan jarak tinjauan pada tinggi mercu 0.12 m terhadap variasi debit. Beda Tinggi Hasil beda tinggi muka air di hulu dan hilir terhadap loncatan hidrolis dapat dilihat pada Tabel 1 dengan debit 0,0015 m3/dtk, 0,0020 m3/dtk, 0,0025 m3/dtk, dan 0,0030 m3/dtk. Tabel 1 Hasil perhitungan beda tinggi pada variasi debit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



Debit (m3/dtk) 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030



Tinggi Mercu (m) 0.0800



0.1000



0.1200



Hhulu (m) 0.1250 0.1414 0.1504 0.1540 0.1455 0.1591 0.1633 0.1685 0.1686 0.1772 0.1885 0.2036



Hhilir (m) 0.1057 0.1264 0.1375 0.1420 0.1233 0.1385 0.1423 0.1517 0.1354 0.1471 0.1622 0.1796



Z (m) 0.0193 0.0150 0.0129 0.0120 0.0232 0.0206 0.0178 0.0168 0.0332 0.0301 0.0263 0.0240



755



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Berdasarkan Gambar 5,6,7, dan Tabel 1 menunjukkan kenaikan beda tinggi aliran pada tinggi mercu 0,08 m dengan debit 0,0015 m3/dtk menghasilkan 0,073 m dan pada debit tertinggi 0,0030 m3/dtk menghasilkan 0,077 m, dan pada tinggi mercu 0,10 m dengan debit 0,0015 m3/dtk menghasilkan 0,098 m dan pada debit tertinggi 0,0030 m3/dtk menghasilkan 0,102 m, dan pada tinggi mercu 0,12 m dengan debit 0,0015 m3/dtk menghasilkan 0,117 m dan pada debit tertinggi 0,0030 m3/dtk menghasilkan 0,128 m. Kolam Loncat Air Perhitungan untuk kolam loncat air untuk tinggi mercu 0.8 m, 0.10 m, dan 0.12 m untuk berbagai variasi debit dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut; Tabel 2 Perhitungan kolam loncat air Q (m3/dtk) 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030



No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



Tinggi Mercu (m) 0.08



0.10



0.012



V1 (m/dtk) 0.906 0.947 0.971 0.980 0.955 0.992 0.985 1.001 1.062 1.073 1.090 1.136



Fr 2.361 2.319 2.193 1.980 2.272 2.239 2.120 1.945 2.460 2.310 2.246 2.130



Y2 (m) 0.0431 0.0479 0.0528 0.0586 0.0495 0.0541 0.0559 0.0620 0.0573 0.0617 0.0652 0.0741



Ket super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis super kritis



Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai fr yang terjadi diakibatkan oleh kecepatan aliran dan tinggi mercu. Nilai Froude yang terendah dapat dilihat pada debit 0.0030 m3/dtk dan ketinggian 0.08 m yaitu 1.980 dan nilai Froude tertinggi dapat dilihat pada debit 0,0015 m3/dtk dan ketinggian 0,12 m yaitu 2.460.



y2 (m)



0.08 0.07



0,08



0.06



0,10



0.05 0.04



0,12 0.0015



0.002



0.0025



0.003



Debit (m3/s)



Gambar 9. Grafik hubungan antara kedalaman air dan variasi debit terhadap variasi mercu.



756



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3 Perhitungan kolam olak type vlughter No



Q (m3/dtk)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030



Tinggi Mercu (m) 0.0800



0.1000



0.1200



Z (m)



Hc (m)



Z/hc (m)



t (m)



a (m)



D=R=L (m)



0.0193 0.0150 0.0129 0.0120 0.0232 0.0206 0.0178 0.0168 0.0332 0.0301 0.0263 0.0240



0.0061 0.0082 0.0102 0.0123 0.0061 0.0082 0.0102 0.0123 0.0061 0.0082 0.0102 0.0123



3.2 1.8 1.3 1.0 3.8 2.5 1.7 1.4 5.4 3.7 2.6 2.0



0.1057 0.1264 0.1375 0.142 0.1233 0.1385 0.1455 0.1517 0.1354 0.1471 0.1622 0.1796



0.000960 0.001698 0.002540 0.003487 0.000876 0.001449 0.002163 0.002947 0.000732 0.001198 0.001779 0.002466



0.0800 0.0800 0.0800 0.0800 0.1000 0.1000 0.1000 0.1000 0.1200 0.1200 0.1200 0.1200



Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai Kolam olak pada tinggi mercu 0.08, 0.10 m, dan 0.12 m untuk debit yang bervariasi adalah sama. Tabel 4 Perhitungan panjang kolam loncat air No



Q (m3/dtk)



Tinggi Mercu (m)



a (m)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030



0.0800



0.000960 0.001698 0.002540 0.003487 0.000876 0.001449 0.002163 0.002947 0.000732 0.001198 0.001779 0.002466



0.1000



0.1200



Y2 (m) 0.0431 0.0479 0.0528 0.0586 0.0495 0.0541 0.0559 0.0620 0.0573 0.0617 0.0652 0.0741



Lj Teoritis (m) 0.2203 0.2480 0.2767 0.3104 0.2519 0.2777 0.2903 0.3247 0.2902 0.3145 0.3349 0.3828



Lj Laboratorium (m) 1.19 1.61 1.68 1.74 1.60 2.00 2.21 2.29 1.96 2.23 2.43 2.54



Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan Panjang kolam loncat air yang terendah dapat dilihat pada debit 0,0015 m3/dtk dan ketinggian 0,08 m yaitu 2,29 m dan panjang kolam loncat air yang tertinggi terdapat pada debit 0,0030 m3/dtk dan ketinggian 0,12 m yaitu 3,54 m, sedangkan pada panjang kolam loncat air secara teoritis yang terendah dapat dilihat pada debit 0,0015 m3/dtk dan ketinggian 0,08 m yaitu 0,377 m dan panjang kolam loncat air tertinggi terdapat pada debit 0,0030 m3/dtk dan ketinggian 0,12 m yaitu 0,640 m.



757



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka kami dapat menyimpulkan: 1. Pengaruh beda tinggi dihulu dan hilir terhadap panjang kolam loncat air dipengaruhi oleh tinggi mercu yang bervariasi dengan perubahan debit dimana semakin tinggi mercu dan semakin besar debit pengaliran maka semakin panjang kolam loncar air yang terjadi dan nilai beda tinggi hulu dan hilir semakin besar yaitu pada mercu 0.08 m debit 0.0015 m3/dtk didapatkan beda tinggi 0,0193 m sedangkan pada pelimpah 0,12 m debit 0,0030 m3/dtk diperoleh hasil beda tinggi 0,0240 m. Hal ini di sebabkan oleh bentuk penampang saluran dan kemiringan yang tetap 2. Hasil dari penelitian untuk panjang kolam loncat air pada mercu 0.08 m debit 0,0015 m3/dtk didapatkan 1,19 m sedangkan untuk teoritis pada debit 0,0015 m3/dtk mercu 0.08 m didapatkan 0,2203 m menunjukkan adanya perbedaan antara penelitian di laboratorium dengan perhitungan secara tereori hal ini dikarenakan tidak adanya endsill pada kolam olak di laboratorium maka panjang kolam loncar air yang terjadi sangat jauh. Saran Disadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan, sehingga peneliti masih perlu dikaji untuk beberapa kondisi berikut: 1. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat membuat model dengan skala yang lebih baik. 2. Untuk menyempurnakan dan mengembangkan, penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan end sill di kolam olak. Daftar Pustaka Chow, V. T., 1959, Hidrolika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta. Chow, Ven Te. 1985. Terjemahan Suyatman, Sugiharto, dan Rosalina. Hidrolika Saluran Terbuka. Penerbit Erlangga , Jakarta Direktorat Jenderal Pengairan. 1986 Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bangunan Utama ( KP-02 ). Bandung : CV Galang Persada Fitriana, N. (2014). Analisis Gerusan di Hilir Bendung Tipe Vlughter (Uji Model Laboratorium). Tugas Akhir. Universitas Sriwijaya. Palembang. Frank, M. W, Mekanika Fluida Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1991 Henderson. F.M, 1966, Open Channel Flow, Collier Macmillan Publishers, London J. W. Forster and R. A Skirde. “Control of the Hydraulic Jump by Sills.” Trans. Am. Soc. Civil Engrs., Vol. 115 (1950), p. 973, with discussion by E.-Y. Hsu, p. 988 Triatmodjo, Bambang. 1996, Hidraulika I, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta Triatmodjo, Bambang. 1996, Hidraulika II, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta 758



ANALISIS LONGSORAN GALIAN TANAH CLAY SHALE PADA PEKERJAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN PAMAKKULU Yogina Lestari Ayu Situmorang1*, Arif Daramawan Pribadi2, Mercy Agape3, dan Jessica Elisabeth Sitorus4 Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran Direktorat Sistem dan Strategi PSDA, Ditjen SDA, Kementerian PUPR 3 BBWS Pompengan Jeneberang, Ditjen SDA, Kementerian PUPR 4 Direktorat Bendungan dan Danau, Ditjen SDA, Kementerian PUPR



1 2



*[email protected]



Intisari Pembangunan bendungan menjadi salah satu solusi permasalahan air meliputi penyediaan air baku, energi listrik, irigasi serta wadah konservasi. Pada prosesnya, pembangunan bendungan tidak terlepas dari pekerjaan galian dan timbunan baik tanah maupun batu. Hal ini menjadikan kondisi tanah berpengaruh besar terhadap stabilitas lereng galian dan timbunan. Berdasarkan hasil analisis Petrografi dan XRD dari sampel area sekitar longsor, diperoleh bahwa terdapat lapisan tanah yang mengandung mineral penyusun Clay shale yaitu kaolite dan montmorillonite. Clay shale sebagai tanah bermasalah diduga menjadi salah satu penyebab longsor berulang terjadi. Hal ini perlu perhatian khusus mengingat lokasi longsor terjadi di sisi lereng plinth yang merupakan struktur pondasi utama pada sebuah bendungan tipe CFRD (Concrete Face Rockfill Dam). Makalah ini berisi analisis lebih lanjut penyebab terjadinya longsor dan kemudian memberikan alternatif solusi rasio kemiringan lereng yang stabil. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode elemen hingga program Plaxis dengan memodelkan kondisi eksisting dan 3 alternatif rasio kemiringan lereng. Analisis pada kondisi eksisting dilakukan dengan cara analisis balik, sehingga hasil kejadian pada komputasi sesuai dengan kejadian di lapangan. Dari hasil analisis, lereng plinth terindikasi Clay shale di lokasi Bendungan Pamakkulu stabil pada rasio kemiringan 1V:3H dengan faktor keamanan 1,717 serta presentase kenaikan faktor keamanan sebesar 72.7%. Kata kunci : Stabilitas Lereng, Bendungan, Clay shale. Latar Belakang Pembangunan Bendungan menjadi salah satu solusi alternatif dalam penyediaan air baku, energi listrik, irigasi serta wadah konservasi. Salah satu proyek pembangunan bendungan yang sedang berlangsung adalah Pembangunan Bendungan Pamakkulu di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, yang memiliki manfaat untuk mengairi lahan irigasi seluas 6.150 Ha, mereduksi banjir, menyediakan air baku sebesar 160 Liter/det dan menghasilkan potensi listrik tenaga air sebesar 4,3 MW. Adanya perbukitan dan lembah membuat pekerjaan pemotongan dan penimbunan tanah harus dilakukan secara besar-besaran. Hal tersebut menyebabkan terjadinya



759



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



longsor pada pekerjaan galian di lereng sisi plinth PL-26 sampai dengan PL-30. Kejadian longsor terjadi sebanyak 3 kali dan rasio kemiringan lereng eksisting saat terjadi longsor curam sebesar 1V:1H. Dari laporan penyelidikan tanah dan geologi yang dilakukan sebelumnya (Sumber: BBWS Pompengan Jeneberang), tanah dilaporkan sebagai tanah lempung keras atau batuan lunak. Hal ini yang memberi kesan bahwa lapisan tanah stabil dan bebas masalah tanpa menyadari potensi bahaya. Hingga dilakukan uji mineralogi pada batuan yang hasilnya terindikasi mengandung mineral penyusun Clay shale seperti kaolinite dan montmorillonite. Clay shale sensitif terhadap pengurangan tegangan lateral dan eksposure yang mengakibatkan terjadinya strength reduction pada tanah (Irsyam, 2007). Hal ini perlu perhatian khusus mengingat pada bendungan tipe CFRD (Concrete Face Rockfill Dam), plinth merupakan struktur pondasi utama pada sebuah bendungan. Longsor yang berulang juga berdampak pada waktu penyelesaian pekerjaan khususnya pekerjaan plinth. Makalah ini akan menganalisis lebih lanjut penyebab terjadinya longsor dengan melakukan analisis balik menggunakan metode elemen hingga PLAXIS dan kemudian memberikan alternatif solusi rasio kemiringan lereng yang stabil. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di dalam wilayah Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi Proyek Bendungan Pamakkulu dapat dilihat pada Gambar 1.



(a) (b) Gambar 1. (a) Lokasi Bendungan Pamakulu dari Kota Makassar dan (b) Situasi Site Bendungan Perilaku Tanah Clay shale Pada dasarnya Clay shale merupakan formasi batuan lempung yang terendapkan selama ribuan tahun. Karena adanya tekanan pada waktu yang lama di dalam tanah, maka lapisan tersebut akan menjadi sangat keras. Menurut Gouw (2019), Clay shale pada umumnya memiliki jumlah pukulan SPT sebesar 60 pukulan/kaki atau lebih tinggi. Clay shale banyak dijumpai di Indonesia khususnya di Pulau Jawa dan Sulawesi. Beberapa kasus keruntuhan di Indonesia yang terjadi akibat Clay shale diantaranya Konstruksi Pembangkit Listrik Tenaga Air Tulis (1995), Bangunan



760



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Atlet Hambalang (2013), Jalan Raya Bebas Hambatan Penggaron (2015), Jalan Raya Bebas Hambatan Cisomang (2017). Saat keberadaannya masih di alam dan terlindungi oleh tanah jenis lain, Clay shale memiliki kuat geser yang tinggi dan akan mengalami penurunan kuat geser saat bersentuhan langsung dengan atmosfer dan hidrosfer. Kekuatan geser Clay shale menurun dengan cepat dikarenakan rusak akibat proses pelapukan, seperti pengeringan dan hilangnya tegangan (Irsyam, 2011). Gartung (1986) melaporkan unweather Clay shale dapat memiliki kohesi efeketif setinggi 85 kPa dengan sudut geser sebesar 41o. Namun, saat terkena atmosfer tanah akan lapuk sangat cepat dan kekuatan gesernya menurun sampai dengan serendah zero cohesion serta sudut geser tersisa sampai dengan 9o. Temuan ini dapat dilihat pada Gambar 2. Stark dan Duncan (1991) membandingkan kuat geser Clay shale yang direndam dengan yang tidak direndam diambil dari Bendungan San Luis California yang tanah dasarnya berupa lapisan lempung. Dari sampel yang dikeringkan, dilakukan Uji Geser Langsung. Temuan Stark dan Duncan dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa kohesi kekuatan puncak yang tidak direndam adalah setinggi 5500 psf (260 kPa) dengan sudut geser 39o, sedangkan kondisi direndam tidak ada lagi kohesi dan praktis residual sudut geser turun hingga serendah 15o.



Gambar 2. Grafik Reduksi Kuat Geser Clay shale (Gartung, 1986)



Gambar 3. Kuat Geser Clay shale Tidak Direndam dan direndam (Stark and Duncan,1991)



Pada studi yang dilakukan oleh Gouw (2015) terhadap penanganan longsor di Tana Toraja, Sulawesi Selatan juga menunjukkan berkurangnya kuat geser tanah Clay shale secara signifikan setelah terekspos cuaca luar. Dari keadaan maksimumnya saat belum terekspos nilai kohesi sebesar 85 kPa turun menjadi 20 kPa. Sedangkan sudut geser dalam yang semula 41o tereduksi menjadi 17o saat setelah terekspos.



761



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Metodologi Pada bulan Juni 2020, terjadi longsor pertama pada lereng galian di area konstruksi Plinth-26 hingga Plinth 30 Bendungan Pamakkulu seperti terlihat pada Gambar 4(b). Kemudian 2 longsoran susulan kembali terjadi. Rasio kemiringan lereng yang curam 1V:1H menjadi salah satu penyebab besar lereng tersebut tidak stabil. Dalam proses pengecekan kelongsoran lereng, terdapat beberapa hal yang harus ditentukan sebelumnya. Hal tersebut meliputi geometri lereng, pelapisan tanah serta parameternya, lokasi muka air tanah hingga pemetaan kelongsoran pada lereng. Untuk memperoleh parameter kuat geser yang akurat, beberapa sampel tanah diambil dari lubang uji bor di area lereng. Lokasi bor penyelidikan geologi terlihat pada Gambar 4 (a) dan hasil nya disajikan pada Gambar 5.



(a) (b) Gambar 4. (a) Lokasi Titik Bor Pada Area Studi dan (b) Situasi Longsoran



10.0



5.0



Breksi



5.0



20.0



15.0



Basalt



15.0



10.0



20.0



25.0



30.0



30.0



35.0



Breksi



25.0



35.0



Kedalaman Airtanah



Pemboran 2020 PL-27 = +84.70 Ked alaman



( m) 0.0



5.0



10.0



15.0



20.0



25.0



30.0



35.0



40.0



40.0



45.0



45.0



50.0



50.0



Gambar 5. Hasil Penyelidikan Geologi



762



Simbol Satuan Litologi Litologi



Soil



Simbol Satuan Litologi Litologi



Breksi



( m) 0.0



Basalt



Pemboran 2017 BS-2 = +101.26 Ked alaman



Breksi



Kedalaman Airtanah



Lempung Pasiran Kerakalan



Simbol Satuan Litologi Litologi



Soil



( m) 0.0



Breksi



Pemboran 2020 BW-8 = +99.00 Ked alaman



Kedalaman Airtanah



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Untuk mengetahui keadaan lebih jelas dari tanah, maka dilakukan uji mineralogi dengan analisis Petrografi dan XRD pada lokasi longsoran. Analisis Petrografi dilakukan untuk mengetahui komposisi mineral penyusun batuan beserta persentasenya. Adapun analisis XRD untuk mendeterminasi jenis mineral secara spesifik yang tidak dapat dilihat pada sayatan petrografi. Pada umumnya, tanah lempung natural mengandung lebih dari satu tipe mineral, baik mineral lempung, non lempung, maupun organik dan inorganik. Namun sampai saat ini, menurut Evi (2008), belum ada satupun hasil studi yang menjelaskan secara gamblang bagaimana pengaruh dan interaksi dari masing-masing tipe mineral secara individu terhadap perilaku tanah. Meskipun demikian informasi tentang komposisi dan proporsi mineral ini penting dalam memberikan pemahaman yang komprehensif dan digunakan sebagai acuan dalam mendeskripsikan perilaku tanah. Wesley (2009) dalam bukunya menginfomasikan secara umum kehadiran kaolinite dan illite mencirikan penyusun propertis tanah yang cukup baik, karena kedua mineral tersebut memiliki aktivitas rendah sampai sedang serta memiliki kuat geser yang lebih tinggi daripada montmorillonite. Dengan begitu jika suatu lereng mengandung mineral lempung kaolinite dan illite, maka akan membentuk lereng dengan sudut lereng yang lebih curam daripada mineral montmorillonite. Longsoran yang terjadi nantinya akan berjenis longsoran translasi dangkal dengan faktor penyebabnya adalah hujan intensitas tinggi dan berdurasi lama. Pada lokasi studi, diambil 4 sampel, yaitu Breksi di STA 0+250, Basalt STA 0+250, Breksi STA 0+260, dan Basalt STA 0+260. Hasil uji XRD Clay shale dapat dilihat pada Gambar 6.



(a)



(b)



(c)



(d)



Gambar 6. Hasil X-ray Diffraction Bendungan Pamakkulu (a) STA-260-Breksi (b) STA-250-Breksi (c) STA-260-Basalt (d) STA-250 Basalt 763



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Dari gambar grafik di atas, teridentifikasi kandungan dan komposisi baik lempung mineral maupun non mineral seperti terangkum dalam Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Komposisi Jenis Kandungan Mineral Uji XRD Sampel



STA-260-Breksi



STA-250-Breksi



STA-260-Basalt



STA-250 Basalt



Jenis Kandungan Bytownite Clinopyroxene Chlorite



Komposisi Formulasi Kimia (%) Al7.76 Ca3.44 Na0.56 O32 Si8.24 56,3 Ca0.5 Fe Na0.5 O6 Si2 18,3 Al.865 Fe0.255 H4 Mg2.292 O9 14,3



Beta Quatz high Feldspar



11,1 58,8



Kolinite Pyroxene Montmorillonite Diopside



22,0 18,7 0,5 36,7



Feldspar Chlorite



35,6 17,6



Wairakite Cinopyroxene



10,1 68.4



Si1.588 O2 Si Silicon oxide Al1.18Ba0.19 K0.59 Na0.22 O8 Si2.82 Al2 O9 Si2 Li0.3 Mg1.4 O6 Sc0.3 Si2 Al2 Ca O12 Si4 Al Ca4 Fe0.20 Mg3.44 Na0.16 O24 Si8 Ti0.08 Al2 Ca0.2 O8 Si2 Sr0.8 Al0.865 Fe.255 H4 Mg2.292 O9 Si1.588 Al Ca0.473 H2 O6.31 Si2 Ca 0.5 Fe Na 0.5 O6 Si2



Analcime Cristobalite Montmorillonite



20,9 9,8 0,9



Al1.806 H1.8 Na1.71 O14 Si4.194 O2 Si Al2 Ca0.5 O12 Si4



Sumber: Hasil Laboratorium



Setelah semua parameter diperoleh, maka dilakukan analisis balik untuk menentukan parameter kuat geser aktual yang menyebabkan keruntuhan lereng dengan menggunakan metode elemen hingga Plaxis dan kriteria keruntuhan MohrCoulomb dipilih sebagai model tanah. Dari analisis tersebut, nantinya akan diperoleh parameter lapisan tanah Clay shale saat SF (Safety Factor) mencapai nilai 1. Selanjutnya pada lapisan Clay shale, parameter hasil perhitungan balik kemudian dikomparasikan dengan parameter Clay shale lain yang ditemukan di Pulau Jawa dan Sulawesi. Model geometri lereng yang digunakan saat analisis menggunakan Plaxis dapat dilihat pada Gambar 9 dan input parameter setiap lapisan tanah dapat dilihat pada Tabel 2. Top Soil Lempung Kerakal Clay shale Basalt



Gambar 7. Model Geometri Lereng 764



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 2. Parameter Input ID 1 2 3 4



Nama Top Soil Lempung Kerakal Clay shale Design Basalt



Tipe



γunsat



γsat



(kN/m3)



(kN/m3)



Drained



v



E



ф'



3750



25



16



(-)



0.3



(kN/m2)



15



16



0.3



Drained



17



18



0.3



Nonporous



20



-



Drained



15



c'



(°)



(kN/m2)



10000



30



7



20000



48



20



0.35 300000



42



200



5



(sumber: Hasil Uji Lapangan dan Laboratorium)



Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis Petrografi dan XRD dari sampel diperoleh informasi bahwa terdapat kandungan mineral penyusun Clay shale. Mineral yang dimaksud yaitu kaolinite dan montmorillonite. Kaolinite mendominasi sebesar 22 % ditemukan pada lapisan Breksi. Sedangkan mineral monmorilonite di temukan di dua sampel meskipun sangat sedikit kandungannya. Pada lapisan Breksi sebesar 0.9% dan pada lapisan Basalt 0.5 %. Secara umum, kehadiran kaolinite mencirikan tanah penyusun pada daerah studi memiliki properti fisik dan teknik yang cukup baik. Keberadaan montmorillonite meskipun hanya kecil tetap harus diwaspadai. Kandungan mineral Clay shale ini disinyalir ikut andil sebagai salah satu penyebab terjadinya longsor berulang, selain sudut lereng yang digali cukup curam. Analisis balik pada Gambar 8 disimulasikan hingga faktor keamanan lereng galian eksisting diperoleh sebesar 0.9972. Nilai FK mendekati 1 menggambarkan kondisi kelongsoran pada perhitungan numerik sama dengan yang terjadi di lapangan. Hasil simulasi kejadian longsor diperkuat dengan hasil luaran berupa bidang gelincir yang serupa dengan gambaran bidang gelincir di lapangan. Kondisi longsoran merupakan longsoran rotasi. Dari analisis balik, juga diperoleh parameter Clay shale yang tereduksi. Nilai kuat geser pada Clay shale turun menjadi c’ = 8 kN/m2 dan ф’ = 21.



Gambar 8. Estimasi Kondisi Eksisting Hasil Analisis Balik Dengan demikian, untuk meningkatkan faktor keamanan lereng agar melebihi 1.5 syarat minimum, pada studi kasus ini direncanakan dengan melandaikan sudut galian sebagai upaya menurunkan tegangan geser yang terjadi pada tanah akibat 765



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



berat sendiri tanah. Berikut ini adalah 3 (tiga) skenario rasio kemiringan lereng dalam upaya mengurangi tegangan geser pada lereng yaitu pelandaian 1V:2H, 1V:3H dan 1V:4H Pada kemiringan 1V:2H diperoleh nilai FK sebesar 1,112. Hasil potensi bidang gelincir dapat dilihat pada Gambar 9.



Gambar 9. Potensi Bidang Gelincir pada Kondisi Pelandaian 1V:2H Maka dilakukan kembali analisis pada skenario kemiringan 1V:2H. Dari analisis diperoleh nilai FK sebesar 1,717. Hasil potensi bidang gelincir dapat dilihat pada Gambar 10.



Gambar 10. Potensi Bidang Gelincir pada Kondisi Pelandaian 1V:3H Skenario terakhir yaitu dengan rasio pelandaian lereng 1V:4H, diperoleh nilai FK sebesar 2.055. Hasil running plaxis dapat dilihat pada Gambar 11.



Gambar 11. Potensi Bidang Gelincir pada Kondisi Pelandaian 1V:4H



766



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3. Tipikal Faktor Keamanan Pada Setiap Rasio Kemiringan Rasio FK FK Kemiringan Eksisting Penanganan 1V : 2H 0.9972 1,112 1V : 3H 0.9972 1,717 1V : 4H 0.9972 2,055 Sumber : Hasil Analisis, 2021



Keterangan 1,5 , aman > 1,5 , aman



Persentase Kenaikan FK 11.5 % 72.2 % 106.1 %



Hasil analisis menunjukkan adanya kenaikan nilai faktor kemanan dari setiap alternatif pelandaian. Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa pada rasio kemiringan 1V:2H terjadi kenaikan FK sebesar 11.5% namun belum mencapai nilai FK minimum. Kenaikan FK signifikan terjadi saat lereng pada rasio kemiringan 1V:3H, yaitu sebesar 72.2 % dan memenuhi persyaratan aman. Pada 1V:4H kenaikan FK dari kondisi eksisting sebesar 106.1%. Kesimpulan Dalam studi ini dilakukan analisis kestabilan lereng terhadap lereng galian yang terindikasi mengandung Clay shale dengan alternatif pelandaian lereng. Berdasarkan hasil analisis balik, tanah Clay shale di lokasi ini memiliki rentang nilai kohesi efektif sebesar 8 kN/m2 dan sudut geser residu 21°. Nilai ini jauh lebih kecil dari parameter desain saat lapisan clayshale belum terpengaruh cuaca, yaitu kohesi sebesar 20 kN/m2 dengan sudut geser 48°. Hasil analisis kestabilan lereng menunjukan bahwa metode pelandaian lereng galian efektif dalam meningkatkan faktor keamanan pada lereng secara signifikan. Lereng dengan perbandingan 1V:3H dipilih sebagai alternatif yang optimal untuk menjaga kestabilan lereng dengan presentase kenaikan nilai faktor keamanan 72.7%. Terakhir, solusi pelandaian lereng pada kasus ini hanya dievaluasi untuk kondisi jangka pendek atau selama pekerjaan bendungan selesai. Maka tidak diperlukan perkuatan lereng berupa penambahan struktur dalam menstabilkan lereng. Perlindungan pada lereng dilakukan dengan menggunakan shortcrete dan drainase horizontal. Saran Diperlukan kajian yang lebih mendalam pada sampel tanah Clay shale di laboratorium terkait kuat geser residual pada tanah Clay Shale yang tidak direndam dan direndam. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam memperoleh data primer yang diperlukan serta memberikan masukan dalam penulisan makalah ini.



767



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Daftar Referensi Ariesnawan, R. A., Karakteristik Mekanik dan Dinamik Clay Shale Kabupaten Tuban Terhadap Perubahan Kadar Air, 2015. Tesis Program Magister Bidang Keahlian Geoteknik Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Evi D. Yanti, Prahara Iqbal, Indah Pratiwi, Jakah, 2018. Karakteristik Mineral Lempung Pada Jalan Rawan Longsor Jalur Liwa-Bukit Kemuning Berdasarkan Analisis SEM dan XRD. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 14, Nomor 2, Mei 2018 : 93 - 99 Gartung, E. (1986) Excavation in hard clays of the Keuper formation, Proceeding of Symposium on Geotechnical Engineering, Seattle, Washington. Hardiyatmo, Hary Christady, 2007. Mekanika Tanah 2, Edisi Keempat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. M Alatas, I., A Kamaruddin, S., Nazir, R., Irsyam, M., & Himawan, A. (2015). Shear Strength Degradation Of Semarang Bawen Clay Shale Due To Weathering Process. Jurnal Teknologi, 77(11). Irsyam M., Jayaputra. A. A., Himawan A. and Kartawiria A. 2011. Kasus-Kasus Kelongsoran Pada Tanah Clay shale dan Alternatif Penanggulangannya. Proceeding of the 9th Indonesian Society for Geotechnical Engineers Conference and 15th Yearly Scientific Meeting.Jakarta . Irsyam, M., Andhika Sahadewa, Atyanto Boesono, Soebagyo, 2007. Pengaruh Strength Reduction Tanah Clay-Shale Akibat Pelaksanaan Pemboran Terhadap Nilai Daya Dukung Pondasi Tiang di Jembatan Suramadu Berdasarkan Analisis Hasil Tes OC. Jurnal Teknik Sipil, Vol.14 No. 2. Stark, T. D. and Duncan, J. M. (1991), Mechanism of strength loss in stiff clays, Journal of Geotechnical Engineering, Vol. 117, No. 1. Tjie-Liong GOUW, Anthony Gunawan. 2019. Slope Stabilization by Useof Geosynthetics in Clay Shale Formation. Proceeding of International Conference on “Landslide and Slope Stability” (SLOPE 2019). 26 – 27 September 2019, Bali – Indonesia. Wesley, L. D. (2009b). Fundamentals of Soil Mechanics foor Sedimentary and Residual Soils. John Wiley and Sons.



768



PENENTUAN STATUS MUTU AIR WADUK SEMPOR DENGAN METODE INDEKS PENCEMARAN Nur Ikawati1*, Kisworo Rahayu1 1



BBWS Serayu Opak, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR *[email protected]



Intisari Waduk Sempor merupakan salah satu waduk yang terletak di Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, dengan fungsi utama antara lain sumber air baku, irigasi, PLTA, perikanan dan pariwisata. Sebagai sumber air baku, Waduk Sempor mampu menyupply PDAM Tirta Bumi Sentosa dengan kapasitas 150 liter/detik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air Waduk Sempor berdasarkan parameter fisiokimia serta menentukan status mutu air waduk menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP). Penentuan status mutu air menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) dengan data input parameter kualitas air. Data tersebut diperoleh dengan cara pengambilan sampel dan uji laboratorium yang dilakukan selama kurun waktu tahun 2019-2020. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode IP diketahui bahwa Waduk Sempor memiliki status mutu air bervariasi mulai tercemar ringan hingga tercemar berat secara spasial dan temporal. Parameter yang diketahui melewati ambang batas baku mutu antara lain TSS (Total Suspended Solid), Dissolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD), dan MBAS. Mempertimbangkan hal tersebut, upaya pengendalian mutu kualitas air Waduk Sempor sangat diperlukan dalam rangka memastikan bahwa kualitas air di Waduk Sempor senantiasa diawasi dan dilestarikan dengan melibatkan masyarakat, pemerintah setempat dan dunia usaha swasta. Kata kunci : kualitas air, air baku, Waduk Sempor, indeks pencemaran. Latar Belakang Air adalah komponen esensial dalam kehidupan karena senyawa ini merupakan kebutuhan utama dalam ekosistem. Dari total ketersediaan air yang ada di bumi, sebesar 0,036% dapat diambil dari sumber air permukaan seperti danau, waduk dan sungai. Sebelumnya, air selalu dianggap sebagai sumber daya terbarukan, namun kenaikan suhu, evaporasi, atau penguapan air yang tinggi serta faktor antropogenik telah menyebabkan defisit air. Industri ataupun rumah tangga mengambil air secara besar-besaran bahkan melakukan alih fungsi lahan dan menyebabkan pencemaran air. Bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, penurunan kualitas air permukaan menjadi isu prioritas (Abbaspour, 2011). Hal ini ditandai adanya penurunan kualitas air pada beberapa waduk di Indonesia salah satu diantaranya adalah Waduk Sempor. Waduk Sempor terletak di Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen sekitar 7 km sebelah utara Gombong. Waduk ini dibangun dengan tujuan utama untuk irigasi, PLTA, pariwisata dan sumber air baku. Waduk Sempor menjadi sumber



769



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



penyediaan air minum untuk Gombong, Karanganyar, Kebumen, sebanyak 150 lt/detik sehingga untuk menjaga terjaganya kualitas air Waduk Sempor diperlukan pemantauan status mutu air. Sebagai sumber penyediaan air minum, maka perlu adanya pemantauan kualitas air pada Waduk Sempor. Pemantauan parameter kualitas air ini dilakukan dalam rangka mengevaluasi dan menentukan kondisi status mutu air perairan waduk guna pengambilan kebijakan peruntukannya. Banyak metode dalam penentuan kualitas air seperti Indeks Pencemaran (IP), Storet dan CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment). Indeks Pencemaran (IP) dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow, 1974 dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115/2003, 2003). Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). IP ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar IP ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independen dan bermakna. Tujuan penelitian ini adalah menentukan kualitas air pada perairan Waduk Sempor dengan mengidentifikasi daya tampung beban pencemaran berdasarkan parameter Suhu, pH, BOD, COD, TSS, TDS, DO, Nitrat, Sulfat, Besi, Amoniak,, dan MBAS, serta menilai status mutu air Waduk Sempor. Kajian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan penentuan daya tampung beban pencemaran dan status mutu air Waduk Sempor guna pengendalian sumber pencemaran, keputusan peruntukan pemanfaatan perairan waduk dan pengelolaan kualitas sumber daya air waduk. Metodologi Studi Secara geografis Waduk Sempor berada pada 7°33'19,1"LS - 7°34'01,2"LS dan 109°28'23,4"BT - 109°30'00"BT di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Waduk Sempor mulai dibangun pada tahun 1958 dan beroperasi pada tahun 1978. Waduk ini memiliki volume efektif sebesar 46,5 juta m3 dan luas genangan 270 hektar dengan sumber aliran berasal dari Sungai Cincinguling, Sungai Sampang dan Sungai Kedungwaringin. Pada tahun 1981 Waduk ini mulai dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum dibawah pengelolaan PDAM Tirta Bumi Sentosa dengan dipasangnya penjernih air minum dengan kapasitas 150 liter/detik oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (BBWS Serayu Opak, 2020). Pengambilan sampel air dilakukan pada 4 (empat) lokasi tersebar di perairan Waduk Sempor dengan periode pengambilan selama kurun waktu tahun 2019-2020 (Mei 2019-September 2020). Sebaran lokasi titik pengambilan sampel air disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1.



770



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 1. Titik Sampling Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4



Lokasi titik pengambilan sampel pada perairan Waduk Sempor Keterangan



Lintang



Bujur



Outlet Waduk Sempor pada Sungai Cincinguling Tengah Waduk Sempor Inlet Sungai Sampang Inlet Sungai Kedungwaringin



7⁰ 34' 14,51" LS



109⁰ 29' 20,56" BT



7⁰ 33' 37,57" LS 7⁰ 33' 27,6" LS 7⁰ 33' 49,94" LS



109⁰ 29' 2,73" BT 109⁰ 28' 39,31" BT 109⁰ 30' 14,73" BT



(sumber: Ikawati dan Rahayu, 2021)



(sumber:Ikawati dan Rahayu, 2021)



Gambar 1. Sebaran lokasi pengambilan sampel pada perairan Waduk Sempor Pada penelitian ini parameter yang diamati dan diukur sebanyak dua belas parameter dengan menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) pengukuran kualitas air sesuai dengan yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Analisis status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115/2003 Lampiran II tentang Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran, untuk mengetahui tingkat pencemaran air waduk. Persamaan yang digunakan dalam penentuan status mutu air metode Indeks Pencemaran (IP) sebagai berikut (Nemerow dan Sumitomo, 1970 dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115/2003, 2003) : 2



2



(𝐶𝑖 /𝐿𝑖𝑗 ) +(𝐶𝑖 /𝐿𝑖𝑗 ) 𝑀 𝑅 𝐼𝑃𝑗 = √ 2



(1)



771



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dimana: : indeks pencemaran bagi peruntukan j IPj : konsentrasi parameter kualitas air i Ci : konsentrasi parameter kualitas air i yang tercantum dalam baku Lij peruntukan air j M : maksimum R : rata-rata Nilai status mutu air dengan menggunakan metode IP ditentukan dari hasil nilai maksimum dan nilai rata-rata rasio konsentrasi per parameter terhadap nilai baku mutu peruntukannya. Kelas status mutu air pada metode IP terdiri dari 4 (empat) kelas, antara lain: Skor 0 ≤ Pij ≤ 1,0 Skor 1,0 < Pij ≤ 5,0 Skor 5,0 < Pij ≤ 10 Skor Pij > 10



Baik (good) Tercemar ringan (slightly polluted) Tercemar sedang (fairly polluted) Tercemar berat (heavily polluted)



Hasil Studi dan Pembahasan Kualitas air terhadap musim Kualitas air dapat ditentukan dari beberapa parameter sifat kimia, fisika ataupun biologi zat-zat yang terlarut didalamnya. Suatu perairan dikatakan tercemar jika beberapa unsur parameter yang disyaratkan melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.. Pada penelitian ini baku mutu yang digunakan adalah baku mutu Kelas I Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Perbandingan pengamatan langsung dilakukan berdasarkan dua periode waktu yaitu musim kemarau (April September) dan musim penghujan (Oktober - Maret). Nilai rerata dari masingmasing parameter fisiokimia dari masing-masing lokasi pengambilan sampel pada periode musim kemarau ditunjukkan pada Tabel 2, sedangkan periode musim kemarau ditunjukkan pada Tabel 3. Suhu air pada Waduk Sempor bervariasi antara 27,4oC - 31,4oC dengan rerata 29,4oC. Pola variasi suhu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kelembaban dan sinar matahari (Habib dan Khatami, 2015). Nilai pH merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam memantau kondisi perairan. Semakin besar nilai pH perairan akan memiliki tingkat kebasaan yang lebih besar sedangkan akan berbanding terbalik dengan tingkat kandungan karbondioksidanya (lebih rendah). Nilai pH rerata pada perairan Waduk Sempor sebesar 7,7 pada musim kemarau dan 8,32 pada saat periode musim penghujan. Secara keseluruhan nilai pH rerata di perairan Waduk Sempor masih memenuhi baku mutu pada kedua periode musim yaitu berkisar 6 - 9 kecuali pada bagian tengah waduk pada saat musim penghujan.



772



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 2.



Rerata parameter fisiokimia kualitas air pada periode musim kemarau



Parameter (Satuan) Suhu (oC) DHL (mS/cm) TDS (g/l) Kekeruhan (NTU) pH DO (mg/I) COD (mg/I) BOD (mg/I) NO3 (mg/I) SO4 (mg/I) Fe (mg/I) TSS (mg/I) Phospat (mg/I) NH3-N (mg/I) MBAS (µg/l)



Tabel 3.



Sta 1 27,43 0,26 0,17 30,66 7,72 7,45 15,16 3,39 0,55 19,45 0,37 22,53 0,05 0,04 43,88



σ 1,03 0,08 0,05 47,93 0,95 6,87 7,89 1,81 0,82 6,62 0,44 30,03 0,04 0,05 39,23



Lokasi Pengambilan Sampel Sta 2 σ Sta 3 σ 28,44 1,27 29,17 1,50 0,24 0,06 0,24 0,07 0,16 0,04 0,15 0,04 13,00 14,74 12,37 13,89 7,52 0,99 7,88 1,13 6,46 6,63 6,64 2,31 23,32 21,70 9,57 6,23 3,01 1,65 1,20 0,53 0,25 0,19 0,24 0,20 17,98 6,97 15,33 3,18 0,10 0,10 0,14 0,22 10,30 5,87 20,75 21,21 0,71 0,79 0,06 0,04 0,04 0,05 0,05 0,05 16,33 15,07 133,55 258,31



σ 1,92 0,07 0,04 8,54 1,29 4,87 12,72 0,73 0,15 9,59 0,04 10,47 0,06 0,18 71,82



Sta 4 29,45 0,27 0,17 21,15 7,69 7,60 19,92 2,70 0,21 21,35 0,05 11,93 0,11 0,13 40,30



Rerata parameter fisiokimia kualitas air pada periode musim penghujan



Parameter (Satuan) Suhu (oC) DHL (mS/cm) TDS (g/l) Kekeruhan (NTU) pH DO (mg/I) COD (mg/I) BOD (mg/I) NO3 (mg/I) SO4 (mg/I) Fe (mg/I) TSS (mg/I) Phospat (mg/I) NH3-N (mg/I) MBAS (µg/l)



Sta 1 29,50 0,25 0,19 45,46 7,63 10,64 11,08 3,01 1,46 18,05 0,07 34,70 0,11 0,02 17,00



σ 3,78 0,08 0,01 57,62 1,64 2,17 3,15 0,99 0,10 1,20 0,08 18,53 0,03 0,01 21,21



Lokasi Pengambilan Sampel Sta 2 σ Sta 3 σ 29,28 1,11 30,74 2,88 0,32 0,11 0,30 0,09 0,21 0,07 0,20 0,06 8,20 8,20 132,13 176,60 9,57 4,21 8,38 1,95 8,12 5,75 13,80 0,95 13,80 3,39 14,10 2,97 5,19 0,90 8,23 0,57 1,82 2,26 2,99 3,43 25,20 3,11 44,80 33,66 0,03 0,02 0,04 0,04 19,80 1,41 134,90 158,53 0,09 0,00 0,11 0,03 0,02 0,02 0,10 0,12 92,50 127,99 2,00 0,00



Sta 4 31,41 0,34 0,22 85,65 7,73 13,56 32,65 5,93 0,47 28,65 0,05 2055,5 0,09 0,20 2,00



BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan parameter yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut atau Dissolved Oxigen (DO) yang dibutuhkan oleh mikroorganisame dalam proses penguraian. Nilai BOD pada musim kemarau berkisar antara nilai 0,68 dan 6,1 mg/l, sedangkan pada musim penghujan akan berkisar pada rentang 2,31 - 8,63 mg/l. Berdasarkan FMWR (2013) tingginya nilai BOD menunjukkan rendahnya jumlah oksigen yang terlarut, begitu pula sebaliknya. BOD dan COD (Chemical Oxigen Demand) adalah dua parameter yang



773



σ 3,48 0,18 0,12 0,78 1,69 8,84 28,35 2,25 0,42 16,05 0,05 2856 0,00 0,27 0,00



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



mengindikasikan tingkat kualitas air dengan menunjukkan besarnya cemaran oleh bahan-bahan organik. Semakin tinggi konsentrasi BOD, juga dapat menunjukkan tingkat pencemaran bahan organik pada suatu perairan. Kondisi kandungan BOD pada Waduk Sempor melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan, terutama hal ini terjadi pada periode musim penghujan. Nilai rerata COD hasil pengukuran di Waduk Sempor pada musim kemarau sebesar 16,99 mg/l dan pada musim penghujan sebesar 17,91 mg/l. Nilai ini melebihi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Tingginya nilai BOD dan COD di perairan Waduk Sempor mengindikasikan terjadinya peningkatan buangan limbah organik yang masuk ke area badan air waduk berasal dari industri rumah tangga, peternakan, dan atau rumah tangga. Nilai konsentrasi TDS (Total Dissiolved Solid) di perairan Waduk Sempor pada musim kemarau berada di kisaran 0,109 - 0,219 g/l, sedangkan pada musim penghujan antara 0,138 - 0,303 g/l. besarnya nilai TDS dipengaruhi oleh debit aliran air yang masuk pada Waduk Sempor, dimana semakin meningkat debit aliran yang masuk maka nilai konsentrasi TDS akan mengecil, begitu pula sebaliknya. Selain itu limbah disposal yang berasal dari industri maupun rumah tangga di hulu waduk juga dapat mempengaruhi besarnya nilai TDS. Dibandingkan dengan baku mutu air Kleas I untuk parameter TDS, berdasarkan hasil pengukuran dari keempat titik lokasi pengambilan sampel, diketahui nilai TDS melebihi baku mutu yang ditetapkan baik pada periode musim kemarau maupun periode musim penghujan. Sedangkan nilai TSS (Total Suspended Solid) rerata pada Waduk Sempor pada musim kemarau sebesar 16,37 mg/l dan pada musim penghujan sebesar 561,22 mg/l. Besarnya nilai TSS berbanding lurus dengan peningkatan debit aliran yang masuk ke Waduk Sempor. Kandungan TTS yang besar ditemukan pada area-area yang dekat dengan inlet Waduk Sempor. Selain itu tingginya nilai TSS juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti permukiman, industri rumah tangga dan peternakan yang berada di hulu waduk. Nilai TSS pada perairan Waduk Sempor pada musim kamarau masih berada di bawah ambang baku mutu air namun pada musim penghujan nilai TSS meningkat sampai melebihi baku mutu air terutama di inlet-inlet Waduk Sempor yang berasal dari Sungai Sampang dan Sungai Kedungwaringin. Konsentrasi nitrat (NO3) di Waduk Sempor pada musim kemarau berkisar antara 2400 20 – 60 0,80 – 0,24



Tabel 2 Nilai Tahanan Jenis Material Jenis Batuan Gambut dan lempung Lempung pasiran dan lapisan kerikil Pasir dan kerikil jenuh Pasir dan kerikil kering Batu lempung, napal dan serpih Batu pasir dan batu kapur ( Sumber : Verhoef, 2004 )



Nilai Tahanan Jenis (Ωm) 8 – 50 40 – 250 40 – 100 100 – 3000 8 – 100 100 – 4000



Hasil Studi dan Pembahasan Hasil pengukuran Geolistrik 2D Lintasan geolistrik merupakan gambaran bawah permukaan yang memberikan deskripsi tahanan jenis batuan bawah permukaan (subsurface). Batuan-batuan tersebut memberikan gambaran terhadap sifat sifat batuan yang ada di bawah area pengukuran. Area rekahan pada hasil pengukuran diduga merupakan batulempung berumur muda (quarter) yang mengalami swelling dan mengering secara terus menerus. Pengujian geolistrik 2D dilakukan sebanyak 31 lintasan yang tersebar di bagian hulu dan hilir tubuh bendungan utama serta sandaran kanan dan kiri sungai. Pada kajian ini akan difokuskan pada lintasan memotong rekahana sesuai yang disajikan pada bahasan Latar Belakang. 812



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Terdapat dugaan adanya rekahan dengan arah sejajar tubuh bendungan (main dam) sesuai yang terlihat pada desain lintasan di Gambar 2. Untuk melakukan identifikasi zona rekahan, dilakukan pengukuran memotong dugaan zona rekahan dengan jumlah lintasan sebanyak 4 (empat) lintasan, yaitu pada lintasan 7, lintasan 8, lintasan 27, dan lintasan 28. Lintasan 7 Lokasi pengukuran berada di sebelah timur rekahan dan melintang main dam. Kedalaman airtanah dapat dijumpai pada ketinggian 20 – 60 mdpl dengan nilai tahanan jenis 5 Ωm – 25 Ωm. Penampang melintang hasil pengukuran geolistrik 2D Lintasan 7 dapat dilihat pada Gambar 5.



Gambar 5 Penampang Melintang Geolistrik 2D Lintasan 7 Lintasan 8 Lokasi pengukuran berada di sebelah timur rekahan dan melintang main dam. Kedalaman airtanah dapat dijumpai pada kisaran elevasi di atas 40 - 50 mdpl. Penampang melintang hasil pengukuran geolistrik 2D Lintasan 8 kondisi kering atau belum diberikan air dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan pada Gambar 7 dapat diihat adanya perubahan pola resistivitas yang disebabkan oleh adanya aliran alir. Dugaan zona rekahan terdapat pada elevasi 45 - 50 mdpl dengan nilai tahanan jenis 25 – 100 Ωm .



Gambar 6 Penampang Melintang Lintasan 8 Kondisi Kering



Gambar 7 Penampang Melintang Lintasan 8 Kondisi Dialiri Air



813



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 8 Penampang Melintang Lintasan 8 Kondisi Sesudah Dialiri Air Lintasan 27 Kedalaman airtanah dapat dijumpai pada ketinggian 40 – 50 mdpl. Penampang melintang hasil pengukuran geolistrik 2D Lintasan 27 kondisi kering atau belum diberikan air dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan pada gambar 10 dapat diihat adanya perubahan pola distribusi tahanan jenis yang disebabkan oleh adanya aliran alir. Dugaan zona rekahan terdapat pada elevasi 45 - 50 mdpl dengan nilai tahanan jenis antara 1 – 3 Ωm.



Gambar 9 Penampang Melintang Lintasan 27 Kondisi Kering



Gambar 10 Penampang Melintang Lintasan 27 Kondisi Dialiri Air



Gambar 11 Penampang Melintang Lintasan 27 Kondisi Sesudah Dialiri Air Lintasan 28 Kedalaman airtanah dapat dijumpai pada kisaran elevasi di atas 45 - 50 mdpl. Penampang melintang hasil pengukuran geolistrik 2D Lintasan 28 kondisi kering atau belum diberikan air dapat dilihat pada Gambar 12 sedangkan pada gambar 13 dapat dilihat adanya perubahan distribusi tahahan jenis yang disebabkan oleh



814



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



adanya aliran alir. Dugaan zona rekahan terdapat pada elevasi 45 – 50 mdpl dengan nilai tahanan jenis kurang dari 1.5 Ωm.



Gambar 12 Penampang Melintang Lintasan 28 Kondisi Sebelum Dialiri Air



Gambar 13 Penampang Melintang Lintasan 28 Kondisi Saat Dialiri Air



Gambar 14 Penampang Melintang Lintasan 28 Kondisi Sesudah Dialiri Air Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Simulasi lapangan geolistrik dengan cara mengalirkan air secara menerus menunjukkan pada rencana as bendungan (main dam) terdapat rekahan batuan yang bersifat porous karena aliran air mengalir dan menghilang dengan cepat sesaat setelah sumber air dimatikan. Berdasarkan hasil interpretasi data Geolistrik 2D pada 4 lintasan yang berada di lokasi Bendungan Sadawarna dapat disimpulkan bahwa terdapat adanya zona rekahan bawah permukaan yang berada di lintasan 7, lintasan 8, lintasan 27, dan lintasan 28 pada ketinggian 40 – 50 mdpl dengan nilai tahanan jenis 1 – 100 Ωm. Saran Salah satu usulan rekomendasi penanganan rekahan batuan di lokasi penelitian Bendungan Sadawarna yaitu melalui metode grouting. Pelaksanaan grouting pada zona rekahan dilakukan dengan menginjeksikan bahan tertentu ke dalam lapisan tanah/batuan untuk meningkatkan stabilitasnya dan dengan tujuan agar lebih kedap.



815



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Ucapan Terima Kasih Karya Tulis ilmiah ini menjadi bagian dari Kegiatan pemetaan geolistrik pada Bendungan Sadawarna. Ucapan terima kasih kepada Balai Air Tanah yang telah memberikan kesempatan dan pembelajaran yang banyak bagi penulis untuk dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Daftar Referensi SNI 03 – 2818 – 1992 tentang Metode Eksplorasi Air Tanah dengan Geolistrik Susunan Schlumberger Telford, W.M, et al, 1990. Applied Geophysics Second Edition. Cambridge University Press, halaman 648, Cambridge, Inggris. John Milsom, 1989, Field Geophysics, The Geological Field Guide Series, Willey.com, University College London. Wilson, J. R. 2010. Minerals and rocks. J. richard wilson and ventus publishing aps, Denmark Pettijohn, F. J. 1975. Sedimentary rocks. Third Edition. Harper & row publishers, New york-Evanson-San Fransisco-London.



816



OPTIMASI LONG STORAGE PADA BENDUNG KARET TIPE CREST GATE DI TIRTONADI KALI PEPE, SURAKARTA Andri Rachmanto Wibowo1*, Mohammad Bisri2, Sumiadi2, Very Dermawan2 BBWS Ciliwung Cisadane, Kementerian PUPR Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya



1 2



* [email protected]



Intisari Bendung Karet tipe Crest Gate atau Obermeyer Spillway Crest Gate and Inflatable Bladder merupakan struktur Bendung yang dibangun di Kali Pepe, Kota Surakarta dengan tujuan menyeimbangkan pengendalian banjir dan pemanfaatan air. Hal ini mengingat kejadian banjir akibat luapan Kali Pepe di utara Kota Surakarta sedangkan air juga diperlukan untuk mem-flush kali lain yang membelah Surakarta. Bendung ini merupakan modifikasi bendung karet dengan penambahan struktur logam atau crest gate di sisi muka dari bendung karet. Pada bendung ini, karet berperan sebagai penopang crest gate dan fungsi pembendungan dilakukan oleh crest gate. Selain berfungsi menahan air, crest gate juga berfungsi melindungi karet dari debris dan sinar Matahari yang sering merusak elastisitas karet. Penelitian ini bermaksud melihat efektifitas bendung tipe ini di dalam pengendalian banjir pada pintu tertutup penuh dengan sudut 53o. Juga akan dipelajari fungsi penyimpanan air di long storage dari bendung ini jika dibandingkan dengan bendung mercu ogee ataupun sharp crested weir berbentuk vertikal. Penelitian menunjukkan bendung ini mampu mengoptimalkan pemanfaatan air dengan tetap memperhatikan pengendalian banjir di hulu bendung. Kata Kunci: bendung karet tipe crest gate, bendung karet Obermeyer, bendung karet, koefisien debit, operasi bendung gerak. Latar Belakang Bendung karet tipe crest gate merupakan modifikasi dari bendung karet dengan penambahan plat logam di sisi upstream. Bendung karet tipe ini sekarang sudah terpasang tiga buah di Indonesia dan sedikitnya 30 buah di seluruh dunia. Bendung tipe ini diproduksi oleh Obermeyer Hydro Inc. dengan nama Spillway Crest Gate System And Inflatable Bladder dan terdaftar paten di Amerika Serikat pada tahun 1998. Beberapa dokumentasi dari bendung tipe ini di berbagai negara terlihat di gambar 1. Bendung tipe ini menjadi populer karena memiliki beberapa keunggulan dibanding bendung lain. Keunggulan pertama adalah sebagai bendung gerak maka ia dapat dibuka dan ditutup dengan mengembang-kempiskan karet yang menopang Crest Gate. Keunggulan kedua ia memiliki plat logam atau crest gate di depan bendung karet seperti pada gambar 2. Dengan adanya crest gate ini bendung karet berfungsi hanya sebagai penopang sedangkan fungsi menahan dan meninggikan permukaan air dilakukan oleh crest gate. Keunggulan ini sangat relevan mengingat kelemahan



817



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



utama bendung karet adalah rentan terhadap kerusakan karet akibat sampah ataupun perubahan ekstrim cuaca. Dengan metode ini dimensi bendung karet penopang dapat diperkecil hingga hanya 30% dari tinggi air yang akan dibendung.



Gambar 1. Foto Kiri : Sly Creek Dam, California dan Foto Kanan : Selanggor, Malaysia (sumber: Obermeyer Hydrolic Inc.)



Intake ke Kali Pepe Hilir



Gambar 2. Bendung Karet Tirtonadi di Kali Pepe, Surakarta. Bendung ini memiliki performa yang lebih baik dari sluice gate atau bendung mercu ogee dengan tinggi yang sama. Hal ini terlihat dari nilai koefisien debit yang lebih besar pada bendung ini (Wibowo, et. al 2021) yang disebabkan morfologi bendung yang membentuk sudut sehingga mengurangi kehilangan energi pada pertemuan air dengan muka bendung (Jalil and Sarhan, 2017). Wibowo melakukan penelitian nilai koefisien debit pada bendung dengan kondisi fully closed yang membentuk sudut 53o dari horizontal atau 37o dari garis vertikal yang biasa terdapat pada sluice gate dan bendung mercu ogee. Penelitian tersebut menemukan bahwa nilai Cd Crest Gate Rubber Weir memiliki nilai 9% hingga 24% lebih besar dibanding Sharp Crested Weir vertical yang dihitung oleh Rehbock sesuai tabel 1.



818



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 1. Perbandingan nilai Cd menurut formula Rehbock dan Model Bendung Cd



H/P



Rehbock (Sharp Crested Weir)



Crest Gate Rubber Weir



Peningkatan



0.056 0.105 0.151 0.184 0.220 0.250 0.276



0.615 0.619 0.623 0.626 0.629 0.631 0.633



0.764 0.739 0.686 0.703 0.683 0.687 0.695



24% 19% 10% 12% 9% 9% 10%



Sumber Wibowo et al (2021) Dengan mengetahui nilai Cd ini maka dapat dihitung kebutuhan tinggi tanggul yang diperlukan untuk mengalirkan debit banjir rancangan. Hal ini karena Cd menunjukkan hubungan antara debit yang melewati bendung (Q) dengan tinggi head di atas bendung (H) serta sudut yang dibentuk oleh bendung (α). Paper ini akan membandingkan volume air yang dapat ditampung oleh bendung karet tipe Crest Gate dibandingkan dengan operasional selama ini yang dilakukan dengan membuka pintu air secara maksimal (fully opened) di saat memasuki musim penghujan. Metodologi Studi Penelitian dilakukan dengan menggunakan data hidrologi yang disusun oleh BBWS Bengawan Solo untuk Kali Pepe di Surakarta. Kota Surakarta memiliki luas wilayah 44,06 km2 dan elevasi ± 92 m dari permukaan laut. Hari hujan yang dilihat dari keadaan iklim Kota Surkarta pada bulan desember dengan jumlah hari hujan 24. Sedangkan curah hujan sebesar 595 mm jatuh pada bulan Februari. Rata-rata curah hujan pada hari hujan terbesar pada bulan Oktober sebesar 31.6 mm per hari hujan ( Surakarta dalam Angka Tahun 2007). Analisa hidrologi dilakukan untuk pengujian kualitas data hujan, analisa frekuensi, dan uji kesesuaian distribusi untuk mendapatkan Curah Hujan Maksimum (Probable Maximum Precipitation). Data hidrologi kemudian digunakan untuk penentuan debit banjir rancangan maksimum (Probable Maximum Flood) dengan metode Hidrograf Satuan Sintesis (HSS). Data debit banjir rancangan lalu digunakan untuk melakukan simulasi dampak debit banjir rancangan terhadap bendung. Hasil analisa hidrologi berupa debit rancangan banjir yang melintas di titik kontrol seperti tertera pada tabel dan digunakan hasil perhitungan GAMA-1.



819



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



DAERAH ALIRAN SUNGAI KALI PEPE DAN STASIUN HUJAN 1. Stasiun Pabelan 2. Stasiun Ngemplak 3. Stasiun Waduk Cengklik 4. Stasiun Banudono 5. Stasiun Mojosongo



6. Stasiun Nepen 11. Stasiun Cepogo 7. Stasiun Sambi 8. Stasiun DPU Boyolali 9. Stasiun Musuk 10. Stasiun Ampel



UTARA 0



10



5 km



Legenda : Sungai Utama



7



8



11



2.5



Anak Sungai S. Bengawan Solo



6 9



5



Daerah Aliran Sungai



3 4



2 Bendung Karet Tirtonadi



K.Pepe Hulu K.Gajah Putih



1



K.Anyar K.Pepe Hilir Pintu Air Demangan



S. Bengawan Solo



Gambar 3. Lokasi Stasiun Hujan di DAS Kali Pepe (BBWS Bengawan Solo) Tabel 2. Debit Melimpas Kali Pepe dari Berbagai Studi Tahun



Nakayasu



Metode Rasional



SID dan DD Sungai Bengawan Solo Hulu (Jurug - Masterplan Drainase Periode K. Mangkung), PT. Solo Utara, BAPPEDA Ulang SatyaKarsa Muda Kodya Surakarta Utama.2013



(Tahun) 2 5 10 25 50 100 200



Titik Kontrol Muara S. Bengawan (th 2013) 270,565 310.91 335.48 364.77 385.54 304.31 425.29



Titik Kontrol Bendung Tirtonadi (Th.1998) 282 308 -



Gama-1



SCS



Nakayasu



Synder Modifikasi



(m³/dt)



(m³/dt)



(m³/dt)



(m³/dt)



Titik Kontrol Bendung Tirtonadi 267.88 310.98 337.38 369.05 391.71 413.63 435.17



(Th 2016) 265.89 308.65 334.84 366.25 388.73 410.48 431.84



320.81 363.75 390.05 421.59 444.16 466 487.45



289.85 328.65 352.41 380.91 401.3 421.04 440.41



Dari hasil analisa diputuskan menggunakan debit rancangan yang dihitung dengan metode Gama-1. Pada debit yang melimpas ini kemudian dilakukan analisa hidraulika pada Bendung Karet tipe Crest Gate untuk mengetahui tinggi air hulu bendung. Persamaan yang digunakan adalah persamaan debit untuk Sharp Crested Weir sesuai Chow (1959) dan Henderson (1966) 2 𝑄 = 𝐶𝑑 √2𝑔𝐵𝐻1,5 3



820



(1)



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dimana B = lebar efektif bendung, [L] Cd= koefisien debit, g = percepatan gravitasi, [L/T2] H = kedalaman air di atas bendung tanpa head kecepatan v2/2g, [L] Dari persamaan di atas terlihat bahwa debit yang mengalir melewati sharp crested weir dipengaruhi oleh tinggi head di atas bendung. Adapun koefisien debit Cd pada Bendung Karet Sharp Crested Weir didapatkan dari penelitian Wibowo et al (2021) dipengaruhi oleh rasio antara Head air di atas bendung (H) dan tinggi bendung (P) sesuai persamaan (2)



Discharge Coefficient (Cd)



Cd53 = 0,665 (H/P)-0.036



0.80



(2)



Cd = 0.665(H/P)-0.036 R² = 0.8355



0.75 0.70 0.65 0.60 0.05



0.10



0.15



0.20



0.25



0.30



H/P



Gambar 4. Hubungan Cd - H/P pada Crest Gate Rubber Weir Tirtonadi dengan Bukaan Pintu Sudut 53o (Sumber Wibowo et. al 2021) Jika dilakukan substitusi persamaan (2) ke persamaan (1) akan menghasilkan persamaan debit (Q) sebagai fungsi dari H2.5 sebagai berikut: 2 𝐻 −0.036 𝑄 = [0,665 ( ) ] √2𝑔𝐵𝐻1,5 3 𝑃



(3)



Jika data Q2th, Q5th, Q10th, dan Q25th dari tabel 2 dimasukkan persamaan (3) maka dapat diperoleh besarnya head over the weir (H) untuk setiap debit mengalir. Jika nilai H ditambahkan dengan tinggi bendung (P) pada sudut 53o dengan tinggi 3,035 m maka akan didapatkan elevasi air di hulu bendung sesuai tabel 3.



821



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3. Korelasi Debit Melimpas dan Elevasi TMA di Hulu Bendung Debit Periode Ulang



Debit Banjir Rancangan GAMA-1



H



Ho



El TMA



m3/det 267.88 310.98 337.38 369.05 391.71 413.63 435.17



m 1.71 1.89 2.00 2.12 2.21 2.30 2.38



m 4.74 4.93 5.03 5.16 5.25 5.33 5.41



m 94.84 95.03 95.13 95.26 95.35 95.43 95.51



Q 2th Q 5th Q 10th Q 25th Q 50th Q 100th Q 200th



Pada kondisi eksisting saat ini, bendung Tirtonadi memiliki pola operasi membuka pintu air menjelang memasuki musim hujan. Jika pintu air dibuka penuh maka air dari Kali Pepe akan mengalir bebas sehingga kedalaman air yang terbentuk akan berubah sesuai debit yang mengalir seperti tabel 4. Tabel 4. Korelasi Debit Melimpas dan Elevasi TMA di Hulu Bendung Debit Periode Ulang Q 2th Q 5th Q 10th Q 25th



Debit Banjir Rancangan GAMA-1



El. Muka Air Pada Fully Open Gate



m3/det 267.88 310.98 337.38 369.05



m 1.71 1.89 2.00 2.12



Pada perencanaan optimasi pintu bendung, analisa elevasi muka air pada alur sungai perlu dianalisis untuk mengetahui pada sisi mana terjadi luapan pada alur sungai dan juga digunakan untuk mengetahui kapasitas tampungan pada suatu penampang sungai. Sebagai alat bantu dalam menganalisa profil muka air digunakan program HEC-RAS versi 5.0.1 untuk kondisi aliran steady (tanpa pengaruh bangunan) dan unsteady (dengan pengaruh bangunan). Paket model HEC-RAS adalah salah satu model yang dikeluarkan oleh U.S. Army Corps of Engineers River Analysis System (HEC-RAS) yang disusun oleh Hydrologic Engineering Center. Software ini memiliki kemampuan perhitungan kehilangan tinggi energi pada penampang sungai diakibatkan oleh gesekan, perubahan penampang, kontraksi dan ekspansi. Skema sungai menggambarkan berbagai variasi jangkauan sungai yang saling berhubungan. Setiap penampang sungai pada sistem skema sungai diberi nama stasiun sebagai identifikasi yang dapat berupa nama sungai, dan nomor stasiun dimana penampang melintang berada.



822



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 5. Input Data Geometri Penampang Saluran pada HEC-RAS Nilai koefisien kekasaran yang diungkapkan oleh Manning, dikenal dengan nilai koefisien kekasaran Manning (n), memiliki nilai bervariasi sesuai dengan kondisi yang dikaji. Karena kesederhanaan dan hasil perhitungan yang didapat cukup memuaskan, maka rumus Manning menjadi sangat banyak digunakan dalam perhitungan hidrolika saluran terbuka. Kontraksi dan ekspansi terjadi akibat back water yang disebabkan perubahan penampang, atau perubahan kemiringan dasar saluran yang sangat curam sekali. Angka koefisien kontraksi dan ekspansi yang digunakan pada studi ini adalah angka koefisien untuk aliran subkritis dengan kondisi berubah berangsur – angsur (gradual transitions) yaitu sebesar 0.1 dan 0.3. Hasil Studi dan Pembahasan Analisa optimasi long storage dilakukan dengan membuat simulasi profil muka air di Kali Pepe, kemudian dengan menggunakan program HEC-RAS dilakukan analisa volume long storage pada kondisi pengoperasian pintu bendung dibuka secara penuh (fully opened gate) dan kondisi pengoperasian pintu secara optimum (optimum gate operation). Pada pengaliran debit air yang sama, optimasi pengoperasian pintu akan berdampak pada bertambahnya tinggi muka air di hulu serta perubahan gradien energi air menjadi lebih landai sebagaimana digambarkan pada Gambar 6. Simulasi dilakukan dengan menggunakan debit banjir kala ulang 2, 5, 10, dan 25 tahun, kemudian diperoleh informasi tinggi muka air. Elevasi muka air hasil HEC RAS kemudian dianalisa bersama dengan penampang Kali Pepe serta jarak antar stasiun untuk menghitung volume tampungan air di long storage seperti pada Tabel 5. 823



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 6. Profil Memanjang Muka Air dan Tingi Energi Air pada kondisi fully opened gate (atas) dan kondisi optimum gate operation (bawah) Tabel 5. Perbandingan nilai elevasi muka air dan volume long storage pada kondisi fully opened gate dan optimum gate operation. Q (m3/s)



Elevasi M.A pada Bendung optimum fully opened gate gate operation (m) (m)



(1)



(2)



(3)



267,88 310,98 337,38 369,05



+91,8 +92,0 +92,1 +92,2



+94,84 +95,03 +95.13 +95.16



824



Vol. Long Storage optimum fully opened gate gate operation (x1000 m3) (x1000 m3) (5) 316,88 342,01 356,28 372,40



(5) 429,50 451,97 464,60 479,85



ΔV (%) (6) 136% 132% 130% 129%



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kesimpulan Dari analisa dapat disimpulkan pada Bendung Tirtonadi yang merupakan Bendung Karet tipe Crest Gate yang telah terbangun di Kali Pepe 1. Berdasarkan pemodelan bendung karet tipe crest gate pada operasi pintu 53o dapat meningkatkan nilai Cd 9-24% lebih tinggi daripada pemodelan dengan menggunakan persamaan Cd dari Rehbock untuk sharp crested weir. 2. Pada kondisi optimum gate operation dapat memberikan mengalirkan debit banjir sebesar 369,05 m3/s dengan meningkatkan kapasitas long storage hingga 30%, nilai tersebut dapat ditingkatkan bila adanya peninggian dinding sungai di hulu bendung, terutama di Kelurahan Gilingan, Sumber, Kadipiro dan Banyuanyar. 3. Pengaturan kemiringan muka bendung menjadi poin utama dalam optimasi pengoperasian pintu bendung guna menyeimbangkan kegiatan pengendalian banjir dan konservasi sumberdaya air.



Daftar Referensi BBWS Bengawan Solo, 2016. Laporan Hidrologi dan Sedimentasi Kali Pepe Surakarta. Surakarta. Bos, M.G., 1989. Discharge Measurement Structures. 3rd ed. International Institute for Land Reclamation and Improvement. Wageningen. Chow, V.T, 1959. Open-Channel Hydraulic. McGraw- Hill Book Co. New York. Henderson, F.M, 1966. Open-Channel Flow. Macmillan. p 269-277. New York. Kindsvater, C and Carter, R.W, 1957. Discharge characteristics of rectangular thinplate weirs. Journal of hydraulic div. 83(6): 1-36 Mohamed, A.A, Amin, K.A, Abu-Zeid, T.S and Hassan R, 2016. Effect of The Free Over Fall Weirs Top Corners Curvatures on The Discharge Coefficient. International Journal of Constructive Research in Civil Engineering (IJCRCE), Volume 2, Issue 4, 2016, PP 1-11, ISSN 2454-8693 Naderi, V., Nasrabadi M.S, Arvanaghi H, 2014. Effect of height of sharp-crested weir on discharge coefficient. International Journal of Basic Sciences & Applied Research. Vol., 3 (6), 325-330, 2014 Available online at http://www.isicenter.org. ISSN 2147-3749 Rady, R.M.A.E, 2011. 2D-3D Modelling of Flow Over Sharp-Crested Weirs. Journal of Applied Sciences Research, 7(12): 2495-2505, 2011 ISSN 1819544X Shaker, S.A, Sarhan, SA (2017). Performance of Flow over a Weir with Sloped Upstream Face. ZANCO Journal of Pure and Applied Sciences, 29(3). doi:10.21271/zjpas.29.3.6



825



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Subramanya, K., 2009. Flow in Open Channels. 3rd ed. Tata McGraw-Hill. New Delhi. Swamee, P.K, 1988. Generalized rectangular weir equations. Journal of Hydraulic Eng. 114(8): 945-949. USBR, 1987. Design of Small Dams 3rd ed. U.S. Government Printing Office. p 369-371 Washington DC. USBR, 2001. Water Measurement Manual, 3rd ed., revised reprint, U.S. Government Printing Office. Washington DC. Wibowo, A.R, Bisri, M, Sumadi, Dermawan, V (2021). Model of Discharge Coefficient of Crest Gate Rubber Weir at Fully Closed Condition, disajikan pada The 4th International Conference of Water Resources Development and Environmental Protection, 7 Agustus 2021, Malang.



826



OPERASI DAN PEMELIHARAAN TAILING DAM KABUPATEN KONAWE Bambang Adi Riyanto1, Eulis Karmila3*, Arif Darmawan Pribadi2, Rita Dwi Kusumawati2, Abdurahman Hafizudin3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan 2 Direktorat Sistem dan Strategi PSDA, Ditjen SDA, Kementerian PUPR 3 PT LAPI ITB



1



*[email protected]



Intisari Bendungan limbah tambang (tailing dam) Konawe akan dibangun membendung anak Sungai Lalindu yang berada di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas DAS di hulu Tailing Dam 38,19 km2. Limpasan hujan dari DAS tidak boleh bercampur dengan limbah tambang, sehingga diperlukan saluran gendong untuk memotong aliran dari hulu dan dialirkan ke sungai hilir. Saluran gendong didesain dengan periode ulang 100 tahun sehingga pada periode ulang lebih tinggi, sebagian air banjir akan masuk ke dalam tampungan. Untuk mengantisipasi hal ini, bendungan dilengkapi dengan pelimpah dan limpasan air dari pelimpah akan ditampung di water regulating pond untuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Lahan yang ada hanya mampu menyediakan volume water regulating pond sebesar 112.000 m3. Perlu disusun pedoman operasi waduk sehingga tujuan di atas dapat terpenuhi. Kajian dilakukan dengan melakukan simulasi operasi waduk dengan model matematik. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada banjir PMF, volume air yang melimpas lebih besar dari kapasitas water regulating pond. Solusi masalah ini adalah dengan memanfaatkan volume tampungan waduk, dengan mengusahakan elevasi muka air waduk maksimum sebelum banjir datang dijaga pada batas tertentu pada setiap tahap pembangunan, pada tahap 1 berada di elevasi + 371 m, tahap-2 berada di elevasi + 391 m dan tahap-3 berada di elevasi + 396 m. Kata Kunci: Tailing Dam, operasi dan pemeliharaan, simulasi waduk. Latar Belakang Pada Tahun 2019, PT. Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) berencana membangun salah satu infrastruktur penunjang kegiatan penambangan bijih nikel di dalam areal tapak kegiatan, yaitu bendungan limbah tambang (Tailing Dam). Rencana pembangunan Tailing Dam akan membendung anak Sungai Lalindu yang merupakan anak Sungai Lasolo (sungai orde-4) berada di Kabupaten Konawe Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi Tailing Dam dapat dilihat pada Gambar 1.



827



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 1. Lokasi Tailing Dam Tailing Dam akan dibangun dalam tiga tahapan seperti terlihat pada Gambar 2. Jenis limbah yang akan ditampung adalah slurry dimana 30% diantaranya merupakan padatan dan 70% sisanya merupakan cairan.



Gambar 2. Tahapan pembangunan Tailing Dam Luas DAS di hulu Tailing Dam sebesar 38,19 km2, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, air dari DAS tersebut tidak boleh bercampur dengan limbah tambang sehingga dibutuhkan upaya untuk mengalihkan aliran anak-anak sungai untuk dapat keluar dari area penampung limbah tambang yaitu dengan menggunakan saluran gendong pada bagian hulu mengelilingi area tampungan. Adapun luas daerah tangkapan hujan yang masuk ke waduk sebesar 13,48 km2, oleh karena itu diperlukan pola operasi waduk untuk mengantisipasi terjadinya limpahan air berlebihan dari waduk menuju water regulating pond sesuai dengan rencana tahapan pembangunan. Metodologi Studi Sebelum dimulainya penempatan tailing dalam waduk maka diperlukan penyusunan manual operasi dan pemeliharaannya terlebih dahulu (ANCOLD, 2012). Adapun komposisi material tailing pada studi ini yaitu berupa material slurry dengan perbandingan padatan sebesar 30% sedangkan 70% sisanya merupakan cairan, oleh karena itu untuk menetapkan pola operasi waduk Tailing Dam Konawe perlu dikaji dengan melakukan simulasi waduk secara runtut waktu 828



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



menggunakan model matematik yang dikembangkan menggunakan MS. Excel (McFedries and Paul, 2013). Persamaan dasar yang digunakan untuk simulasi waduk adalah (Chow, 1988):



I- O=



DS Dt



(1)



dengan keterangan: I : aliran masuk waduk (m3/s) O : aliran keluar waduk (m3/s) DS : perubahan volume tampungan waduk (m3) Dt : selang waktu (s) Diskritisasi persamaan di atas pada bidang x-t dapat dilihat pada Gambar 3.



(Sumber: Ponce, 1989)



Gambar 3. Ilustrasi diskritisasi persamaan penelusuran banjir melalui waduk Persamaan (1) didiskritisasi menjadi:



I1  I2 O1  O2 S2  S1   2 2 t



(2)



Persamaan di atas tidak dapat diselesaikan dikarenakan terdapat 2 (dua) variabel yang tidak diketahui, yaitu S2 dan O2. Oleh sebab itu, untuk menyelesaikan persamaan ini dapat digunakan metode storage indication, dimana data yang diperlukan adalah: 



Kurva hubungan elevasi-tampungan







Kurva hubungan elevasi-aliran keluar







Kurva hubungan tampungan-aliran keluar







Kurva hubungan storage function-aliran keluar



Variabel yang digunakan dalam simulasi waduk menggunakan Persamaan (1) diperlihatkan pada Gambar 4. 829



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



(Sumber: Younger and Wolkersdorfer, 2004)



Gambar 4. Inflow, outflow, tampungan, evaporasi dan infiltrasi pada waduk Hasil Studi dan Pembahasan Operasi dan pemeliharaan Tailing Dam Konawe dikaji dengan melakukan simulasi waduk menggunakan model matematik seperti dijelaskan di atas. Data masukan untuk simulasi ini adalah: 1. Curah hujan dan evapotranspirasi di area waduk Tailing Dam Konawe dari tahun 2010 sampai 2019 dengan interval waktu satu bulanan yang diperoleh dari Stasiun Hujan Lamonae yang berjarak sekitar 47 km dari lokasi studi diperlihatkan pada 0 dan 0. 2. Produksi limbah tambang setiap satu tahun yang akan disimpan pada waduk diperlihatkan pada 0. 3. Kurva elevasi-volume tampungan Waduk Tailing Dam Konawe seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Tabel 1. Curah Hujan Bulanan di Lokasi Studi Tahun



Jan



Feb



Mar



Apr



Mei



Jun



Jul



Agu Sep Okt Nov



2019 227 49 201 97 32 333 206 112 2018 184 132 62 83 136 133 253 14 2017 127.7 74.4 88.3 44.7 139 108.5 219.7 20.5 2016 111 82.5 233.5 163 161 87 467 77.5 2015 124.5 168 63.5 161 140.5 356 177.2 188 2014 133.5 106 121.5 94 167 201 141 13 2013 66 238.5 165 77 52 207 115 53.5 2012 189 166 180 121 247 214 226 134 2011 73 83 56 34 74 42 68 33 2010 127 142 50 178 210 698 73 0 (Sumber: PT. LAPI ITB, 2020)



830



15 81 1.1 104 2 2 29 100 0 7



136 15 1.6 34 5 0 61 37 0 43



95 0 28 155 27 0 54 144 27 0



Des 66 91 59 75.5 209.5 110.5 157 83 34 3



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 2. Evapotranspirasi Bulanan di Lokasi Studi



Tabel 3. Volume Produksi Tailing Tahunan



Bulan Evapotranspirasi (mm/bulan) Januari 98.61 Februari 91.94 Maret 107.36 April 105.73 Mei 106.23 Juni 89.52 Juli 101.14 Agustus 116.47 September 127.57 Oktober 130.58 November 114.02 Desember 100.11



(Sumber: PT. LAPI ITB, 2020)



Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL



Volume Tailing (Juta m3) 56.31 20.97 20.97 20.97 20.97 20.97 20.97 20.97 20.97 20.97 20.97 265.96



(Sumber: PT. Indonesia Konawe Industrial Park, 2020)



Gambar 5. Kurva Elevasi Volume Tampungan Tailing Dam Konawe Berdasarkan data curah hujan yang ada selanjutnya dianalisis sehingga mendapatkan informasi curah hujan bulanan berdasarkan probabilitasnya, yaitu probabilitas sebesar 30% dianggap kondisi tahun basah, 50% dianggap kondisi tahun normal dan 80% dianggap kondisi tahun kering, seperti data pada 0. Tabel 4. Curah Hujan Bulanan Kondisi Tahun Kering, Normal dan Basah Kondisi



Jan Basah (30%) 148.65 Normal (50%) 127.35 Kering (80%) 103.4



Feb 149.2 119 80.88



Mar 169.5 104.9 60.8



Curah Hujan (mm) Apr Mei Jun Jul 133 162.8 249.7 221.59 95.5 139.75 204 191.6 70.54 69.6 104.2 106.6



Agu 87.85 43.25 13.8



Sep 44.6 11 1.82



Okt Nov Des 38.8 66.3 96.85 24.5 27.5 79.25 1.28 0 54



(Sumber: Hasil Analisis, 2021)



Selanjutnya dilakukan analisis simulasi waduk runtut waktu dengan data masukan ke waduk adalah data curah hujan pada masing-masing kondisi tahunnya dan data produksi limbah tailing yang masuk ke waduk setiap tahun. Pengeluaran dari waduk yaitu evaporasi dari permukaan air waduk dan air yang melimpah di atas elevasi pelimpah pada setiap tahap pembangunan Tailing Dam kemudian air 831



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



tersebut masuk ke water regulating pond, sementara pemasukan dari produksi limbah tailing disimpan di waduk. Berdasarkan data produksi limbah tailing ke waduk dan data elevasi volume tampungan Tailing Dam Konawe, waduk ini diperkirakan akan penuh ditahun ke11. Hasil analisis simulasi waduk Tailing Dam Konawe pada setiap kondisi tahunannya dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8.



Gambar 6. Hasil Analisis Runtut Waktu pada Kondisi Tahun Kering



Gambar 7. Hasil Analisis Runtut Waktu pada Kondisi Tahun Normal



Gambar 8. Hasil Analisis Runtut Waktu pada Kondisi Tahun Basah Pada rencana operasi Tailing Dam ini air yang masuk ke water regulating pond harus ditreatment sedemikian rupa sehingga mencapai batas baku mutu air untuk bisa di lepas ke badan sungai. Waktu treatment sampai dengan pengosongan water regulating pond direncanakan dilakukan selama 2 hari, artinya kapasitas water regulating pond harus mampu menampung volume air selama 2 hari dari limpasan pelimpah. Hasil analisis menunjukkan volume maksimum 2 harian air yang melimpas ke water regulating pond pada setiap tahap pembangunan dan setiap kondisi tahun disajikan pada 0.



832



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 5. Kebutuhan Volume Water Regulating Pond Pada Kondisi Tahun Kering, Normal, dan Basah Volume Air ke Water regulating pond (Kondisi Tahun Kering) Juta m3/ 2 hari 0,31 0,14 0,14



Tahap Pembangunan Tailing Dam 1 2 3



Volume Air ke Water regulating pond (Kondisi Tahun Normal) Juta m3/ 2 hari 0,44 0,23 0,23



Volume Air ke Water regulating pond (Kondisi Tahun Basah) Juta m3/ 2 hari 0,47 0,27 0,27



Volume Maksimum Juta m3/ 2 hari 0,47 0,27 0,27



Lahan yang tersedia hanya mampu menyediakan, volume water regulating pond sebesar 112,000 m3 atau 0,112 juta m3. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya operasi waduk sehingga batas minimum elevasi waduk dapat ditentukan sedemikian rupa sehingga limpasan yang terjadi dalam 2 hari tidak melampaui kapasitas water regulating pond. Penentuan elevasi muka air minimum operasi waduk ini dilakukan dengan melakukan simulasi runtut waktu dengan hasil disajikan pada 0. Tabel 6. Penentuan Batas Elevasi Minimum Operasi Waduk Tahap Pembangunan Tailing Dam 1 2 3



Maksimum volume yang perlu disediakan di waduk (Juta m3) 0,47 0,27 0,27



Elevasi minimum waduk yang perlu disediakan (m) + 371,92 + 391,97 + 396,98



Elevasi mercu pelimpah (m) + 372 + 392 + 397



Selisih Elevasi (m) 0.08 0.03 0.02



Berdasarkan hasil analisis di atas, selisih elevasi minimum terhadap mercu pelimpah terlalu kecil maka ditentukan minimal batas elevasi yaitu 1 meter di bawah mercu pelimpah seperti pada 0. Tabel 7. Elevasi Minimum Operasi Waduk



Tahap Pembangunan Tailing Dam 1 2 3



Elevasi minimun Operasi (m ) + 371 + 391 + 396



Dengan demikian diperlukan bangunan pengatur yang dapat mengeluarkan air dari waduk untuk menjaga agar pada kondisi kritis air waduk dapat dijaga 1 m di bawah elevasi mercu pelimpah. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil studi operasi Tailing Dam Konawe dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tailing Dam Konawe didesain dengan kapasitas tampungan sebesar 270,14 Juta m3 sehingga dapat menampung produksi limbah tailing selama 11 tahun,



833



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2. Water regulating pond didesain dengan kapasitas sebesar 112.000 m3, sedangkan volume air yang melimpas tanpa pengaturan operasi lebih besar di bandingkan kapasitas tersebut, sehingga diperlukan upaya operasi waduk untuk menjaga agar volume air yang melimpas ke kolam tidak melebihi kapasitasnya. Batasan elevasi minimum waduk yang perlu dipertahankan pada setiap tahap pembangunan tailing yaitu pada tahap 1 berada di elevasi + 371 m, tahap-2 berada di elevasi + 391 m dan tahap-3 berada di elevasi + 396 m. Saran Berdasarkan hasil kajian operasi Tailing Dam Konawe belum disebutkan upaya konkret untuk mengontrol agar elevasi minimum operasi di waduk dapat terjaga sesuai yang diinginkan. Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk memilih jenis bangunan pengontrol yang dapat menjaga elevasi muka air waduk sesuai hasil simulasi di atas. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penulisan makalah ini baik dari sisi pengumpulan data maupun masukan sehingga makalah ini dapat selesai pada waktunya. Daftar Referensi Australian National Committee on Large Dams (ANCOLD), 2012, Guidelines on Tailings Dams : Planning, Design, Construction, Operation and Closure, Tasmania, Australia. Chow, V,T,, Maidment, D,R,, Mays, L, W,, 1988, Applied Hydrology, McGrawHill, Inc, halaman 245-252, McFedries and Paul, 2013, Formulas and Functions Microsot Excel 2013, Que Publishing, Ponce, V,M,, 1989, Engineering Hydrology Principles and Practices, Prentice-Hall, Inc, halaman 252-262, PT. LAPI ITB, 2020, Laporan Utama Pekerjaan Detail Engineering Design Tailing Dam, Kabupaten Konawe, PT. Indonesia Konawe Industrial Park, 2020, Neraca Tailing Slurry HPAL, Kabupaten Konawe, Younger, P.L. and Wolkersdorfer, C., 2004, Mining Impacts on the Fresh Water Environment: Technical and Managerial Guidelines for Catchment Scale Management, Mine Water and the Environment, Vol.23: 2-80.



834



KAJIAN MODEL PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIPUNAGARA UNTUK KETERSEDIAAN AIR WADUK SADAWARNA Sandi Erryanto1,2, Muhammad Faizal3*, Yoan Nathalia Siregar1, Danang Akhsanal1 Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya, Malang Satker Pembangunan Bendungan, BBWS Citarum 3 Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 1



2



*[email protected]



Intisari Manfaat dari Waduk Sadawarna adalah sebagai pemenuhan kebutuhan air baku, irigasi dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro serta mereduksi dampak banjir di wilayah pantura. Waduk Sadawarna berada pada DAS Cipunagara seluas 1.280 Km2, terletak di bagian tengah alur S. Cipunagara. Manfaat Waduk Sadawarna yang cukup besar tersebut menjadi alasan pentingnya pengelolaan DAS Cipunagara. Kajian ini bermaksud menganalisis sistem pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) Cipunagara untuk menjaga ketersediaan air Waduk Sadawarna, dengan memperhatikan seluruh pihak dan sektor yang ada di dalam DAS. Ada tiga sektor utama yang dianalisis peranannya yaitu sektor kehutanan, sektor sumber daya air, dan sektor pertanian. Metodologi yang dipakai adalah metode deskriptif untuk mengetahui dampak dari kebijakan pembangunan dari ketiga sektor yang ada terhadap kinerja DAS Cipunagara untuk kelangsungan Waduk Sadawarna. Kajian ini juga memasukkan variabel-variabel tambahan seperti permukiman untuk mewakili sektor-sektor lain yang ada di dalam DAS. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa semua sektor memberikan pengaruh besar terhadap kinerja DAS Cipunagara. Akan tetapi dari hasil kajian dapat di gambarkan bahwa sektor pengelolaan hutan adalah sektor yang paling dominan, sehingga kajian ini merekomendasikan pengelolaan Kawasan Hutan pada DAS Cipunagara harus dilakukan dengan tepat agar tidak berdampak kerusakan pada DAS. Kata kunci : DAS Cipunagara, Konservasi DAS, Pengelolaan DAS Terpadu, Sumber Daya Air, Waduk Sadawarna Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan Bendungan Sadawarna saat ini sedang berlangsung, dimana pelaksanaannya dimulai sejak tahun 2018 dan ditargetkan untuk selesai di tahun 2022. Bendungan Sadawarna secara administratif terletak di perbatasan Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang dengan Desa Tanjung, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang. Secara Geografis bendungan ini terletak di tengah alur Sungai Cipunagara, dan secara astronomis terlatak pada koordinat 107°50'54.16" BT dan 6°35'13.70" LS. Daerah tangkapan air Bendungan Sadawarna berada pada daerah aliran Sungai Cipunagara dengan luas DAS 348 km2 dan panjang sungai kurang lebih 147 km yang bermuara di pantai utara Jawa Barat. DAS Cipunegara berada di bawah wewenang BBWS Citarum. 835



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tanpa disadari, permasalahan DAS seperti erosi pada lereng, lahan gundul tanah kritis, banjir dan kekeringan di beberapa bagian di DAS Cipunagara juga terjadi dan berkelanjutan meski telah mendapat perhatian dari pemerintah dikarenakan tidak tercapainya upaya pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang terpadu dalam mengatasi masalah tersebut. Kerusakan DAS dipercepat oleh peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi, konflik kepentingan dan kurang keterpaduan antar sekota, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era otonomi daerah. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, perlu adanya pengelolaan DAS secara terpadu yang melibatkan semua elemen pemangku kepentingan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Dikutip dari Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, daerah aliran sungai atau DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan. Sub DAS memiliki pengertian sebagai bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Pengelolaan DAS Terpadu Kompleksnya ekosistem daerah aliran sungai ini memiliki syarat yaitu pendekatan pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan masing-masing serta mempertimbangkan prinsip saling ketergantungan pada setiap sektornya (Ambarwati, 2005) Hal-hal yang terpenting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS: 1. Adanya keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam; 2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung; 3. Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi. Pengelolaan SDA adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air (Andawayanti, 2019). Pengertian dari pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Kaban, 2009 dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.39/Menhut-II/2009). Terdapat beberapa prinsip dasar dalam pengelolaan DAS menurut peraturan tersebut di atas, yaitu: 836



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



1. Pengelolaan DAS dilaksanakan secara terpadu didasarkan atas DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, satu rencana dans atu sistem pengelolaan; 2. Pengelolaan DAS terpadu melibatkan para pemangku kepentingan, terkoordinasi, menyeluruh dan berkelanjutan; 3. Pengelolaan DAS terpadu bersifat adaptif terhadap perubahan kondisi yang dinamis sesuai dengan karakteristik DAS; 4. Pengelolaan DAS terpadu dilaksanakan dengan pembagian tugas dan fungsi, beban biaya dan manfaat antar para pemangku kepentingan secara adil; 5. Pengelolaan Das terpadu berlandaskan pada azas akuntabilitas DAS Cipunagara DAS Cipunagara secara geografisnya terletak antara 83° 12’ – 82° 41’ LS dan 127° 23̍ – 130° 57̍ BT yang secara umumnya beriklim tropis. Secara administratif, lokasi DAS Cipunagara memiliki pembagian wilayah sebesar 153,447 m2 dan berada diantara tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Sumedang DAS Sadawarna DAS Sadawarna secara geografisnya terletak antara 06° 35’ 00” – 06° 49’ 00” LS dan 107° 36’ 30” – 107° 53’ 30” BT. DAS Cipunagara



Bendungan Sadawarna



DAS Sadawarna



Gambar 1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sadawarna Tata Guna Lahan DAS Sadawarna Sebagian lahan di DAS Sadawarna digunakan untuk perkebunan, semak belukar, hutan rimba, dan sawah. Berikut detail luas tata guna lahan DAS Sadawarna:



837



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 1. Tata Guna Lahan DAS Sadawarna Penggunaan Lahan Luasan (km2) Gedung / Bangunan 0,0 Pasir / Bukit Pasir Darat 0,0 Danau / Situ 0,1 Vegetasi non Budidaya Lainnya 0,4 Sungai 0,9 Tanah Kosong/Gundul 2,3 Sawah Tadah Hujan 26,4 Sawah 39,9 Tegalan / Ladang 43,7 Hutan Rimba 55,5 Semak Belukar 61,6 Perkebunan / Kebun 102,2 Total 347,6 (sumber: Institut Teknologi Bandung/Sidik Nur Rakhmat, 2021)



(sumber: Institut Teknologi Bandung/Sidik Nur Rakhmat, 2021)



Gambar 2. Tata Guna Lahan DAS Sadawarna Hidroklimatologi DAS Sadawarna Data hujan yang diamati adalah data hujan yang diambil pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2019, yang bersumber dari stasiun Perum Jasa Tirta II dan Bintek SDA Dikarenakan beberapa stasiun hujan tidak memiliki data yang lengkap, penulis hanya akan menggunakan 4 stasiun. Erosi Erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi dan manusia (Arsyad, 2006). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai erosi yang ditimbulkan, diantaranya: 838



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



- Faktor iklim : intensitas curah hujan - Faktor topografi: kecuraman dan panjang lereng - Faktor tanah : jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah erosi lain dan luas tanah berkedalaman rendah - Faktor vegetasi : intersepsi hujan untuk tajuk tanaman, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak, pengaruh akar dan kegiatan biologis yang berhubungan dengan stabilitas struktur dan porositas tanah, transpirasi yang berhubungan dengan stabilitas struktur dan porositas tanah, transpirasi yang menyebabkan turunnya kandungan air tanah. Klasifikasi Erosi Sangat Berat Berat Sedang Kecil Sangat Kecil



Tabel 2. Klasifikasi Erosi



Besarnya Erosi (ton/ha/th) 330 25-300 50 – 125 12,5 – 50 40%) sangat beresiko membentuk lahan kritis. Tabel 5. Luas Kemiringan Lereng DAS Cipunagara No 1 2 3 4 5



Kelas Kemiringan Lereng Datar (0-8%) Landai (9-15%) Agak Curam (16-25%) Curam (26-40%) Sangat curam (>40%) Total Luas



Luas Ha 60.891,99 7.577,12 20.908,36 13.592,84 32.898,20 135.868,50



Luas % 44,82 5,58 15,39 10,00 24,21 100,00



Lahan Kritis DAS Cipunagara Telah dilakukaan pemetaan tingkat kekritisan lahan pada beberapa kawasan disekitar DAS Cipunagara. Dengan beberapa pemetaan, dapat disimpulkan bahwa kekritisan yang terjadi pada DAS Cipunagara pada tahun 2011 memiliki lahan yang berpotensial untuk mengalami kondisi kritis. Dengan luasan yang disebutkan pada gambar di bawah ini, terdapat luasan lahan dengan kondisi agak kritis, kritis dan sangat kritis. Hasil studi yang didapat oleh penulis adalah yang pertama, terjadinya erosi yang tergolong kecil, namun dapat berdampak pada umur Bendungan Sadawarna, jika tidak dilakukan pemeliharaan (maintenance) pada inlet. Hasil studi yang kedua, dari data peta lahan kritis yang didapatkan, penulis menyimpulkan bahwa lahan yang paling berpotensi kritis dan sudah mengalami lahan kritis adalah kawasan hutan lindung (tabel 23). Kondisi tersebut bisa disebabkan dikarenakan adanya aktifitas-aktifitas di area hutan yang tidak terkoordinir dengan baik. Tabel 6. Rekapitulasi Luas dan Bobot Lahan Kritis di DAS Cipunagara No



Pemanfaatan Lahan



1 Pertanian 2 Hutan Lindung, dll 3 Hutan Produksi Total



842



Luasan (Ha)



Tidak Kritis



Luas (Ha)



106,801.47 63,223.15 9,379.68 581.71 19,687.35 10,941.55 135,868.50 74,746.41



Tingkat Kritis Lahan Potensi Kritis



Bobot (%) Luas (Ha) Bobot (%)



59.20 6.20 55.58 55.01



20,130.47 5,709.93 3,186.67 29,027.07



18.85 60.88 16.19 21.36



Kritis



Luas (Ha)



23,447.86 3,088.04 5,559.13 32,095.03



Bobot (%)



21.95 32.92 28.24 23.62



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



(sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung Bogor/2011)



Gambar 4. Peta Tingkat Kekritisan Lahan DAS Cipunagara Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kesimpulan dari studi yang dilakukan ini adalah: 1. bahwa Sub DAS Sadawarna yang berada di DAS Cipunagara memberikan supply air pada Bendungan Sadawarna dan memiliki nilai erosi yang tergolong kecil, namun jika erosi tersebut terjadi terus menerus bahkan mengalami peningkatan, maka dikhawatirkan umur waduk tidak dapat mencapai waktu yang direncanakan, yaitu 50 tahun (hanya dapat bertahan 28-29 tahun). 2. bahwa ditemukan lahan kritis di DAS Cipunagara (termasuk Sub DAS Sadawarna) yang terbesar berada di area hutan lindung (sebesar 32.92%), ditambah lagi adanya potensi lahan kritis sebesar 60.88% pada area yang sama. Hal itu dikarenakan adanya pola pengelolaan hutan yang kurang tepat. Saran 1. Untuk sedimentasi yang terjadi pada Bendungan Sadawarna, diharapkan pada inlet ada penggelontoran sedimen berkala sebelum akhirnya debit inflow tidak dapat mengalir sesuai dengan rencana. 2. Pengelolaan DAS ini harus dilakukan dengan baik, dari segi koordinasinya maupun terpadunya. Harus ada pembinaan kepada masyarakat, perihal perencanaan dan pengelolaan DAS agar kualitas DAS tetap terjaga. Untuk mencapai pemanfaatan sumber daya yang baik dan pengelolaan DAS terpadu, terdapat beberapa saran pengelolaan DAS terpadu yang terbagi ke dalam masing-masing sumber dayanya adalah sebagai berikut: a. Sumberdaya Hutan. Melakukan kegiatan reboisasi yang menyesuaikan dengan karakteristik tanah serta hutan tersebut; Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat perihal aturan-aturan yang berkaitan tentang 843



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



pengelolaan ataupun aktifitas di area hutan di sekitar DAS, melalui kelompok-kelompok kerja.Adanya pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, terlebih pada saat musim kemarau; b. Sumberdaya Lahan. Penyesuaian kembali pemanfaatan lahan yang memperhitungkan kaidah konservasi; Memberikan pemahaman kepada masyarakat perihal pentingnya penyesuaian fungsi lahan terhadap kondisi atau karakteristik lahan yang sudah ada; c. Sumberdaya Air. Penyesuaian tata ruang wilayah terhadap kondisi setelah adanya waduk; Melakukan monitoring dan pengaturan kegiatan pemanfaatan air, baik air permukaan maupun air bawah tanah sehingga air yang digunakan benar dan efisien; Perlunya sosialisasi ke warga terkait bagaimana melakukan aktifitas pemanfaatan air waduk yang benar; Adanya koordinasi tim antar instansi terkait dalam pengelolaan SDA terpadu. 3. Pengelolaan DAS yang terpadu harus dilakukan dengan satu sistem yang tepat, serta dapat menghasilkan: Kondisi produktivitas lahan menjadi baik, bahkan menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya; DAS yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat; DAS yang asri dan lestari; Ucapan Terima Kasih Terimakasih atas dukungan dari pihak-pihak yang membantu dalam studi ini, terkhusus untuk BBWS Citarum yang telah memberikan data-data yang dibutuhkan, rekan dari Konsultan Supervisi Bendungan Sadawarna (Bina Karya KSO), dan rekan-rekan Nindya-Adhi KSO yang terlibat untuk membantu menyelesaikan studi ini. Daftar Referensi Ambarwati, R. D., 2005. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. https://dsdap.bantenprov.go.id/upload/Advetorial/1.%208%20PENGELOL AAN%20DAERAH%20ALIRAN%20SUNGAI%20(bagian%201)%20RD A_EDITOR.pdf [diakses pada tanggal 25 Agustus 2021] Andawayanti, Ussy, 2019. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terintegrasi, UB Press, Malang. Arsyad, Sitanala, 2006. Konservasi Tanah dan Air,Penerbit IPB (IPB Press), Bandung. Kaban, H. M. S, 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.39/Menhut-II/2009, halaman 7-8, Indonesia. Rakhmat, Sidik Nur., 2021. Perancangan Tubuh Bendungan dan Pola Operasi Waduk Sadawarna, subang, Jawa Barat: Laporan Tugas Akhir, Bandung.



844



PENGARUH PENANGGULAN DAN OUTFLOW DANAU TONDANO TERHADAP BANJIR BENDUNGAN KUWIL Miftahul Arifin dan Appolinaris Didien* PT Indra Karya Divisi Engineering I *[email protected]



Intisari Danau Tondano merupakan hulu Sungai Tondano yang mengalir ke Kota Manado yang di bagian hilirnya terdapat Bendungan Kuwil-Kawangkoan. Dalam rencana Revitalisasi Danau Tondano direncanakan Pembangunan Tanggul keliling Danau sepanjang 24 Km. Untuk itu perencanaan Pemodelan banjir perlu diintegrasikan dengan pemodelan Danau Tondano pada sebelum dan Setelah adanya tanggul keliling danau. Model kontinu Danau Tondano dibuat menimbang data yang tersedia untuk dikalibrasi hanya data tinggi muka air danau berbasis harian dengan input utama hujan harian 1998-2019 dari TRMM. Dari kalibrasi parameter model berdasarkan data tinggi muka air harian, pembangkitan debit inflow, outflow dan elevasi muka air danau harian dapat dilakukan. Disamping itu, perlu juga diperkirakan nol peil dari pembacaan tinggi muka air, karena data tinggi muka air tidak memperhatikan elevasi nol peilnya. Perkiraan ini ada dalam proses kalibrasi sekaligus juga perkiraan elevasi dan lebar spillway alami. Output model Danau Tondano berupa inflow harian, outflow harian dan elevasi muka air harian. Dari simulasi diperkirakan elevasi muka air rerata adalah 681,82 m dan elevasi muka air maksimum adalah 682,68 m terjadi di Februari 2011, banjir besar terjadi akhir Maret 1999, Januari 2003. Dengan adanya tanggul di Danau Tondano tinggi muka air waduk di Bendungan Kuwil justru makin menurun. Model banjir meliputi Danau Tondano sampai Bendungan Kuwil, mengindikasikan berbagai skenario penanganan Danau Tondano terhadap besaran banjir di Bendungan Kuwil. Kata kunci: banjir, kalibrasi, model kontinu, nol peil Latar Belakang Danau Tondano sebagai Kawasan Strategis Nasional termasuk salah satu prioritas untuk ditangani dan telah disepakati pada tanggal 15 Maret 2021 oleh 9 Kementerian dan Menko Perekonomian untuk dilaksanakan Gerakan Penyelamatan Danau. Luas Daerah Tangkapan danau Tondano 246,6 km2 termasuk didalamnya luas danau sendiri sekitar 46 km2. Selain mendangkalnya danau Tondano yang mengakibatkan kapasitas tampungan air menjadi berkurang, banjir disebabkan oleh fluktuasi elevasi air danau yang tinggi. Masalah banjir seringkali terjadi di 2 lokasi yaitu di bagian hilir dan di sekitar danau Tondano, sungai Tondano mempunyai beberapa meander dan memiliki beberapa “leher botol” pada bagian hilirnya. Aliran pada musim hujan cenderung tersendat pada bagian-bagian yang sempit dan lahan di bagian hilir tergenang. Terpusatnya penduduk di Manado mengakibatkan perluasan kota. 845



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Lahan-lahan di daerah hilir banyak digunakan sebagai daerah pemukiman. Pada tahun 1996, tahun 2000, dan tahun 2014 pernah terjadi banjir yang luas di Kota Manado dengan kedalaman air yang mencapai 2 meter di beberapa tempat. Air banjir tersebut baru surut setelah 3 hari. Sedangkan banjir di sekitar danau Tondano sesungguhnya merupakan daerah genangan danau yang saat kemarau surut dan telah mengalami perubahan fungsi lahan sehingga proses penggenangan secara alami tersebut dianggap sebagai masalah banjir bagi masyarakat. Berbagai model hidrologi telah banyak digunakan untuk mengetahui proses hidrologi dan kondisi ketersediaan air di sungai, danau atau bendungan. Yang terpenting adalah model tersebut harus mampu untuk mengkaji dan memperkirakan ketersediaan air di daerah tangkapan akibat pengembangan strategi seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Dan, yang lebih penting adalah kalibrasi dan verifikasi parameter model yang dapat membuktikan bahwa ada tingkat kepercayaan yang dapat menjadi bukti bahwa aplikasi model layak untuk digunakan membangkitan debit simulasi atau melakukan berbagai skenario pengembangan. Pada tahun 2016 mulai dilaksanakan pembangunan Bendungan Kuwil di hilir danau Tondano, dimana salah satu fungsi Bendungan Kuwil untuk pengendalian banjir. Untuk itu perlu adanya kajian Hidrologi Bendungan Kuwil yang memperhitungkan keberadaan danau Tondano terkait banjir dan ketersediaan air. Jadi, dapat disimpulkan ada empat masalah yang dihadapi yaitu pertama memperkirakan nol peil dari pembacaan tinggi muka air. Kedua keberadaan danau Tondano terkait banjir di Bendungan Kuwil Kawangkoan, ketiga proses kalibrasi sekaligus juga perkiraan elevasi dan lebar spillway alami serta keempat, penanganan danau Tondano terhadap besaran banjir di Bendungan Kuwil. Metodologi Penelitian Dalam studi ini digunakan model hidrologi semi-distributed HEC-HMS 4.3 (dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers) dan telah diterapkan pada lebih 20-an DAS di Indonesia, 2 buah danau (Tondano Sulawesi Utara dan kaskade Towuti di Sulawesi Selatan) melalui proses kalibrasi terhadap debit sungai maupun elevasi muka air danau maupun bendungan hasil pencatatan, sebagai input data hujan menggunakan data hujan harian global TRMM/GPM yang sudah dikoreksi. Model tersebut terdiri dari model Daerah Aliran Sungai (terdiri dari hubungan hujan-limpasan, penelusuran di sungai, penelusuran di danau), model meteorologi, spesifikasi waktu dari model simulasi serta input seri data (hujan, debit, muka air danau, evaporasi, evapotranspirasi). Kelanjutan dari model danau Tondano adalah model Bendungan Kuwil. Satu-satunya data yang sangat berarti dalam penentuan parameter model adalah seri data elevasi muka air danau selama bertahun-tahun yang melewati tahun kering dan tahun basah, tahun normal serta kejadian ekstrim banjir dan kekeringan. Dengan demikian kinerja parameter dapat teruji oleh berbagai peristiwa yang terjadi. Proses kalibrasi membutuhkan data seperti elevasi-area-storage danau yang diperoleh dari pengukuran bathimetri dan kinerja dari semacam spillway alami yang 846



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



keberadaannya belum terukur. Asumsi bentuk spillway alami ini adalah broad crested spillway dimana elevasi puncak spillway dan lebar spillway diperoleh melalui analisis sensitivitas. Aliran masuk danau di setiap sungai terskematisasi diperkirakan untuk memberikan gambaran performance danau dalam jangka waktu panjang sekaligus mengindikasikan ketersediaan air dalam jangka waktu panjang, lebih dari 20 tahun. Input dari model hidrologi untuk ketersediaan air meliputi: 1. Hujan harian dari hujan global TRMM/GPM 1998-2019, terpaksa digunakan karena data dari ground station tidak memenuhi persyaratan secara spasial maupun temporal. 2. Satu set parameter HEC HMS yang terukur maupun terkalibrasi. 3. Data penunjang seperti (evapotranspiration dan evaporasi, Elevasi-Storage Area Danau). 4. Data elevasi muka air danau selama beberapa tahun. Model BASIN terdiri dari 3 sub Model seperti terlihat pada table diatas yaitu pertama SUB Model Unit hidrograf menggunakan metode SCS, kedua Sub Model Kehilangan(Losses) menggunakan metode infiltrasi dari Deficit Constant dan ketiga Sub Model BaseFlow menggunakan metode Linear Recession. Karakteristik banjir danau Tondano mempengaruhi banjir di Bendungan Kuwil yang sangat tergantung dari banjir outflow Tondano. Karakteristik banjir di Tondano hanya dapat dicermati dari besaran banjir hariannya karena tidak ada data tentang banjir jam-jaman. Hasil Pembahasan Banjir outflow Tondano sangat mempengaruhi banjir yang terjadi di Bendungan Kuwil. Dari hasil simulasi elevasi muka air rerata selama 22 tahun dan elevasi muka air maksimum 682,68 m terjadi di Februari 2011, banjir besar di akhir Maret 1999 dan Januari 2003 maka didapat karakteristik banjir di Tondano. Gambar 1 menunjukkan bahwa dari Elevasi Muka Air Harian danau Tondano selama 22 tahun disimpulkan banjir terjadi dengan initial condition di prob. 50% = +681,9 m dan banjir terjadi dari hujan lebih dari satu hari dengan waktu banjir minimal 3 hari. Parameter model banjir di Kuwil digunakan data pengamatan dari Terowongan 2 Kuwil pada kejadian banjir tanggal 23–24 April 2019 dan 27-29 April 2019 seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3 dan banjir di hilir yaitu data pengamatan di jembatan Kairagi yang terjadi pada tanggal 16-18 Februari 2013 dan 14-16 Januari 2014 seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5. Hasil kalibrasi model banjir disajikan pada Tabel 1. Rekap Hasil Kalibrasi Banjir menunjukkan bahwa nilai E (Nash Sutcliffe), P Bias, RRSE sangat baik yang artinya hasil kalibrasi ini sudah sesuai dengan kondisi lapangan dan parameter model banjir dapat digunakan untuk proses analisis selanjutnya.



847



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 1. Kalibrasi Banjir Danau Tondano



Gambar 2. Kalibrasi Banjir tanggal 23-24 April 2019 di Terowongan 2 Bendungan Kuwil



Gambar 3. Kalibrasi Banjir tanggal 27-29 April 2019 di Terowongan 2 Bendungan Kuwil



848



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



BANJIR 16-18 FEB 2013 JEMBATAN KAIRAGI



DEBIT (M3/S)



400



Simulasi



300



Observed



200 100



16-FEB-13



15:00



13:00



11:00



9:00



7:00



5:00



3:00



1:00



23:00



21:00



19:00



17:00



15:00



13:00



9:00



11:00



7:00



5:00



3:00



1:00



0



17-FEB-13



Gambar 4. Kalibrasi Banjir tanggal 16-18 Februari 2013 di Jembatan Kairagi BANJIR 14 -16 JAN 2014 JE MBATAN KAIR AGI



DEBIT (M3/S)



800 600



Simulasi



Observed



400 200



14-JAN-14



15-JAN-14



22:00



19:00



16:00



13:00



10:00



7:00



4:00



1:00



22:00



19:00



16:00



13:00



7:00



10:00



4:00



1:00



22:00



19:00



16:00



13:00



10:00



7:00



4:00



1:00



0



16-JAN-14



Gambar 5. Kalibrasi Banjir tanggal 14-16 Januari 2014 di Jembatan Kairagi Tabel 1. Rekap Hasil Kalibrasi Banjir Lokasi/Kejadian Banjir Cofferdam 27-29 Apr 2019 Cofferdam 23-24 Apr 2019 Kairagi 14-16 Jan 2014 Kairagi 16-18 Feb 2013



0.97 0.97 0.99 0.92



E Very good Very good Very good Very good



28.98 -4.34 9.39 -1.23



PBIAS Unsatisfactory Very good Very good Very good



0.18 0.18 0.11 0.29



RRSE Very good Very good Very good Very good



Melalui parameter model yang sudah terkalibrasi maka prediksi banjir rencana dapat dilakukan. Dengan menggunakan model yang terkalibrasi, hujan yang digunakan adalah curah hujan rencana dengan berbagai kala ulang pada Gambar 6.



849



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 6. Banjir Rencana Bendungan Kuwil Tiap tahun sekitar danau Tondano selalu terjadi banjir akibat sekitar sempadan danau yang berubah fungsi penggunaan lahannya, upaya yang dapat dilakukan adalah membuat tanggul. Skenario pembangunan tanggul dilakukan di 8 (delapan) lokasi yang akan ditanggul di 3 (tiga) kecamatan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Delapan Lokasi Tanggul NO 1 2 3 4 5 6 7 8



PEKERJAAN TANGGU KECAMATAN DESA Eris Eris Oki dan Watumea Touliang Oki Ranomerut dan Tandengan Tandengan dan Tandengan Satu Kakas Paslaten 1 Paslaten 2 Paslaten 3 Tondaono Timur Katinggolan Taler Touliang Oki Kendis Wengkol



Berdasarkan rencana dan on goingnya revitalisasi Danau Tondano, maka pada studi ini dilakukan simulasi untuk skenario pembangunan tanggul dan saluran gendong. Debit yang melalui saluran gendong, 8 lokasi tanggul pada elevasi 684 m, sepanjang 11.632 m. dan outflow di Tondano 2436 m3/s. Pada Kondisi Banjir PMF di danau Tondano sebesar 2452,6 m3/s dan setelah adanya saluran gendong menjadi 2436 m3/s maka dengan adanya tanggul maka Banjir di Kuwil sebesar 2206,6 m3/s. Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan kondisi eksisting (tanpa tanggul) dan rencana tanggul di Danau Tondano terhadap Debit Banjir PMF, banjir periode ulang 100 tahun dan banjir periode ulang 10 tahun di Bendungan Kuwil dan outflow lewat pelimpah Kuwil serta Elevasi MAW maksimum pada kondisi eksisting dan kondisi jika ada tanggul. Initial TMA Waduk Kuwil 90 m, 2 pintu 95,5 m.



850



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



110 100 90 80 70 60 50



01-Jan-00



02-Jan-00



03-Jan-00



Inflow Tanpa Tanggul



Elevasi (m)



2500 2000 1500 1000 500 0



1:00 7:00 13:00 19:00 1:00 7:00 13:00 19:00 1:00 7:00 13:00 19:00 1:00 7:00 13:00 19:00



Debit (m3/s)



Banjir PMF Dengan dan Tanpa Tanggul di Danau Tondano



Inflow Dengan Tanggul Outflow dengan tanggul Outflow Tanpa Tanggul El. Dengan Tanggul EL. Tanpa Tanggul



04-Jan00



Gambar 7. Rencana Tanggul di Danau Tondano Terhadap Banjir PMF di Bendungan Kuwil Initial TMA Waduk Kuwil 100 m, Pintu Tutup



110 100 90 80 70 60 50



01-Jan-00



02-Jan-00



03-Jan-00



Elevasi (m)



800 700 600 500 400 300 200 100 0



1:00 7:00 13:00 19:00 1:00 7:00 13:00 19:00 1:00 7:00 13:00 19:00 1:00 7:00 13:00 19:00



Debit (m3/s)



Banjir 100 Tahunan Kuwil Dam Dengan dan Tanpa Tanggul di Danau Tondano



Inflow Tanpa Tanggul Inflow Dengan Tanggul Outflow dengan tanggul Outflow Tanpa Tanggul El. Dengan Tanggul EL. Tanpa Tanggul



04-Jan00



Gambar 8. Rencana Tanggul di Danau Tondano Terhadap Banjir 100 tahun di Bendungan Kuwil Initial TMA Waduk Kuwil 100 m, Pintu Tutup



Debit (m3/s)



500 400 300 200 100 1:00 9:00 17:00 1:00 9:00 17:00 1:00 9:00 17:00 1:00 9:00 17:00



0



110 100 90 80 70 60 50



Elevasi (m)



Banjir 10 Tahunan Kuwil Dam Dengan dan Tanpa Tanggul di Danau Tondano



Inflow Tanpa Tanggul Inflow Dengan Tanggul Outflow dengan tanggul Outflow Tanpa Tanggul El. Dengan Tanggul EL. Tanpa Tanggul



01-Jan-00 02-Jan-00 03-Jan-00 04-Jan00



Gambar 9. Rencana Tanggul di Danau Tondano Terhadap Banjir 10 tahun di Bendungan Kuwil 851



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 3 Rekapitulasi Rencana Tanggul di Danau Tondano Terhadap Banjir di Bendungan Kuwil Periode Ulang



D. Tondano



10 Tahun



Tanpa Tanggul Dengan Tanggul Tanpa Tanggul Dengan Tanggul Tanpa Tanggul Dengan Tanggul Tanpa Tanggul Dengan Tanggul



25 Tahun 100 Tahun PMF



Inflow Max m3/s 444.20 399.10 542.70 496.50 683.60 637.40 2222.90 2206.60



Bendungan Kuwil Outflow Max Elevasi Max m3/s m 340.70 102.10 295.30 101.91 422.00 102.42 376.20 102.24 542.00 102.86 495.90 102.69 1943.20 105.12 1923.90 105.08



Beberapa skenario pengoperasian Waduk Kuwil untuk keamanan di hilir dengan titik control di Kairagi dapat dilihat pada Tabel 3 dengan reduksi Banjir sesuai operasi waduk sebesar 21,6%. Pada Tabel 4 menunjukkan hasil beberapa Alternatif Skenario pengoperasian waduk untuk banjir PMF dimana kekurangan freeboard dapat diupayakan dengan memasang parapet. Tabel 4. Rekapitulasi hasil routing Lewat Pelimpah Banjir Kala Ulang Q2 Q5 Q 10 Q 20 Q 25 Q 50 Q 100 Q 200 Q 1000 PMF



Inflow Outflow Elevasi Freeboad Q di Kairagi Pelimpah : Ket : % Reduksi (m) m3/s m3/s m m3/s 245.60 178.76 101.36 4.64 Aman 27.21% 195.35 365.06 275.36 101.82 4.18 Aman 24.57% 295.77 444.20 340.69 102.10 3.90 Aman 23.30% 363.55 2 Pintu Tutup, 519.18 402.67 102.34 3.66 Aman 22.44% 427.38 Lewat 542.67 422.39 102.42 3.58 Aman 22.16% 447.56 Pelimpah 614.06 482.82 102.65 3.35 Aman 21.37% 510.37 Bebas 683.63 542.04 102.86 3.14 Aman 20.71% 572.47 752.29 599.30 103.06 2.94 Aman 20.34% 632.87 904.11 725.26 103.47 2.53 Aman 19.78% 765.58 2,222.86 1944.58 105.12 0.88 12.52% 1,991.34 2 (Dua) Pintu Freeboard Sudah Buka. kurang Initial +95,5. Reduksi banjir 21.58%



Tabel 4. Beberapa Alternatif Skenario Pengoperasian Waduk untuk Banjir PMF NO



SKENARIO PMF



1



Kondisi PMF dengan membuka 2 pintu jika MAW =100,1



2



Menurunkan initial MAW +84 dan membuka 2 pintu jika MAW =100,1



3 4 5



852



Pada El. +95,5 pintu sudah dibuka semua Menurunkan initial MAW +84 dan sudah membuka 2 pintu Kondisi 1 pintu macet



Elevasi Pintu dibuka



Initial MAW



Pintu



Inflow



Outflow



Elevasi



m3/s



m3/s



m



freeboad (m)



Ket :



100



100.1



2



2222.9



1900.12



105.49



0.51 Freeboard kurang



84



100.1



2



2222.9



1897.34



105.48



0.52 Freeboard kurang



95.5



95.5



2



2222.9



1944.58



105.12



0.88 Freeboard kurang



84



95.5



2



2222.9



1937.65



105.11



0.89 Freeboard kurang



84



95.5



1



2222.9



1913.87



105.64



0.36 Freeboard kurang



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kesimpulan Model hidrologi untuk banjir danau Tandono, Bendungan Kuwil, dan Jembatan Kairagi sudah dikalibrasi dan vertifikasi sebelum diterapkan pada model skenario. Dengan adanya tanggul berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan TMA danau sehingga mampu mengurangi debit banjir yang masuk ke Bendungan Kuwil, untuk itu perlu dilengkapi dengan Early Warning System (menurunkan TMA danau dan bendungan Kuwil sebelum banjir datang) sebagai sarana mitigasi banjir di wilayah hilir, terutama kota Manado. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: a.



Parameter model yang dihitung dari peta digital jenis tanah, guna lahan dan topografi cukup mewakili kondisi yang sebenarnya. Parameter model yang harus dikalibrasi diambil dari data pengamatan di Danau Tondano, Terowongan 2 Kuwil dan di Kairagi dimana tersedia hidrograf banjir sehingga dapat dikalibrasi dan dapat digunakan untuk DAS Tondano terutama di Bendungan Kuwil. b. Dalam mengoperasian Dam Kuwil harus mempertimbangankan keberadaan/ karakterisktik Danau Tondano terutama terhadap karakteristik banjirnya. c. Untuk pengoperasian waduk Kuwil dipakai 3 harian karena Lebih realistis dengan karakteristik Banjiir di Danau Tondano. d. Dengan adanya tanggul di Danau Tondano tinggi muka air waduk di Kuwil Dam justru makin menurun. e. Untuk Banjir periode ulang 2,5,10,20,25, 50, 100, 200, dan 100 tahun tanpa membuka pintu spillway, artinya pelimpah bebas cukup memadai dalam mengalirkan banjir yang terjadi. Untuk Banjir PMF:  Tanpa Tanggul : MAB max +105,12  Dengan Tanggul : MAB max +105,08 f. Telah direncanakan bahwa elevasi puncak Bendungan +106.00 m dan ada parapet setinggi +50 m jadi masih aman untuk Keamanan Bendungan > 1.25m. g. Perlu update data teknis yang terkait hasil update analisa hidrologi ini adalah: Luas DAS Kuwil : 426,83 (km2) Q25 tahun (m3/s) - : Inf/Out



542,70 /



422.39 El.MA (m)



Q25



:



102.42



Q100 tahun (m3/s) - : Inf/Out



683,60 /



542.04 El.MA Q100 (m)



:



102.86



Q1000 tahun (m3/s) - : Inf/Out



904,11 /



725.26 El.MA Q1000 : (m)



103.47



PMF (m3/s) - Inf/Out



: 2222,90 / 1944.58 El.MA PMF(m)



:



105.12



h. Perlu Early Warning System jika dalam operasi bukaan pintu di El. 100,1m, sebagai sarana mitigasi banjir di wilayah hilir, terutama kota Manado. 853



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



i. Reduksi Banjir sesuai operasi waduk sebesar 21,6. j. Perlu adanya koordinasi dengan berbagai pihak jika akan melakukan penurunan muka air waduk untuk pengendalian banjir karena berdampak terhadap manfaat waduk yang lain yaitu untuk penyediaan air minum dan PLTA, dengan menurunkan MAW maka suplai debit dan head akan sangat mengurangi manfaat untuk air minum dan PLTA. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dari pengumpulan data, melaksanakan analisis dan yang memberi masukan dalam menyelesaikan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi referensi bagi pembaca. Daftar Pustaka Encyclopaedia Brittanica. (2019). Lake, Encyclopaedia Britannica, Inc., https://www.britannica.com/science/lake. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral Sumber Daya Air. Palembeng. (2017). Bimbingan Teknis Perhitungan Debit Banjir Pada Keterbatasan Data Curah Hujan Satelit. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Sayuan Kerja Balai Bendungan. (2017). Petunjuk Teknis Perhitungan Debit Banjir Pada Bendungan. Scharffenberg, Bill, Mike Bartles, Tom Brauer, Matt Fleming, Greg Karlovits. (2018). Hydrologic Modelling Systems HEC-HMS User’s Manual, US Army Corps of Engineers Hydrologic Engineering Centre. Sintayehu L. (2015). Application of the HEC-HMS Model for Runoff Simulation of Upper Blue Nile River Basin. Hydrol Current Res 6: 199. doi:10.4172/2157-7587.1000199. SNI-2415-2016, (2016) Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana.



854



PEMODELAN FISIK HIDRAULIK PELIMPAH WADUK JARO, KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Joko Nugroho1*, Agung Wiyono1 1 Kelompok Keahlian Teknik Sumberdaya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung *



[email protected]



Intisari Pembangunan waduk merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan air irigasi dan air untuk kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat Kabupaten Tabalong pada umumnya, khususnya di Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan. Salah satu lokasi yang berpotensi untuk pembangunan waduk berada di Sungai Jaro yang terletak di Desa Nalui, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan.Desain bangunan pelimpah hingga peredam energi dilakukan pada tahap perancangan berdasarakan asumsi aliran seragam 1-D. Karena geometri vertikal dan horizontal yang bervariasi terhadap jarak, untuk mempelajari kinerja bangunan pelimpah serta pengaruhnya terhadap sistem sungai di sekitar waduk, perlu dilakukan uji model fisik tiga dimensi. Kaidah pemodelan fisik akan mengikuti ketentuan keserupaan geometri, kinematik dan dinamik. Saran perubahan yang dilakukan pada desain awal pelimpah Waduk Jaro berdasarkan pengujian model fisik antara lain: perbaikan geometri dinding pengarah dengan alinyemen busur lingkaran dengan jari-jari 10 meter untuk bagian kiri, dan 62 meter untuk bagian kanan, perubahan/perbaikan dengan menambahkan ambang pada hilir pelimpah utama dan ambang sebelum ruas peluncur dan peningkatan fungsi peredam energi elevasi dasar kolam olak diturunkan 1 meter menjadi +87,50. Hasil uji model fisik ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan pada desain-desain dengan kondisi geometri alinyemen saluran pelimpah yang sejenis, sehingga pada tahap perancangan dapat dikenali kondisi aliran yang mungkin terjadi dan dapat dihasilkan desain yang sesuai. Dengan demikian pada proses pengujian model fisik tidak terlalu banyak diperlukan penyesuaian. Kata kunci : waduk, pelimpah, saluran, uji model fisik hidraulik, keserupaan dinamik, Latar Belakang Pembangunan waduk merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan air baku. Salah satu lokasi yang berpotensi untuk pembangunan waduk berada di Sungai Jaro yang terletak di Desa Nalui, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan. Waduk Jaro terletak di Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong. Secara umum, kondisi topografi kecamatan Jaro berupa perbukitan dengan penggunaan lahan 855



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



berupa hutan maupun semak belukar. Sedangkan daerah yang relatif datar berada di wilayah bagian selatan dengan fungsi lahan berupa areal pertanian dan pemukiman penduduk.



Gambar 1. Lokasi rencana pembangunan Waduk Jaro, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Perhitungan dalam perencanaan bangunan air umumnya diawali dengan perhitungan untuk asumsi keadaan yang sederhana, antara lain kodisi aliran tunak dan mempertimbangkan hanya 1 dimensi. Untuk bangunan yang sederhana dan hubungan empiris yang telah berkembang, hal ini dapat diandalkan. Namun untuk fenomena aliran yang kompleks dengan kemungkinan timbulnya kondisi aliran yang tidak dapat diasumsikan sederhana, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang lebih valid. Pendekatan-pendekatan saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan penyelesaian persamaan-persamaan aliran 2 hingga 3 dimensi secara numerik, atau menggunakan pendekatan dengan model fisik hidraulika (scale model). Teori pemodelan fisik hidraulik dapat dilihat pada beberapa publikasi antara lain Yalin (1971) dan De Vries (1977). Pemanfaatan model fisik di Indonesia sebelum kemerdekaan telah dilakukan untuk pengujian bangunan-bangunan hidraulik, terutama untuk keperluan penyempurnaan bangunan irigasi (Vlugter, 1945). Saat ini pemerintah telah banyak merencanakan dan membangun bedungan-bendungan baru, sehingga untuk keamanan dan keandalan diperlukan pengujian model fisik hidraulik. Perkembangan teknologi komputasi, dalam hal perangkat lunak maupun perangkat keras pendukung, saat ini sudah sangat pesat, sehingga beberapa model dapat dibantu dengan komputasi dinamika fluida (computational fluid dynamics, CFD), namun demikian untuk fenomena hidraulik yang kompleks penggunaan model fisik hidraulik masih tetap diperlukan (Gessler dan Johanson, 2019). Penggunaan model fisik dengan ukuran model yang lebih kecil dapat mengakibatkan pengaruh penskalaan. Faktor skala ini timbul terutama akibat persyaratan keserupaan dinamik yang tidak bisa dipenuhi secara sempurna (Torres, 2018). Salah satu komponen penting dari sebuah waduk adalah bangunan pelimpah (spillway). Kapasitas pelimpah bendungan direncanakan berdasarkan pertimbangan resiko yang ditimbulkan dari kegagalan bendungan. Menurut Khatsuria (2005), kelas pelimpah ditinjau dari kemampuan layan (serviceability) umumnya dapat 856



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dibagi tiga, yaitu pelimpah utama, pelimpah tambahan dan pelimpah darurat. Pelimpah utama memiliki kelengkapan standar, antara lain memiliki bangunan peredam energi. Kinerja peredam energi akan tergantung pada kondisi hidraulik pada peredam dan kondisi muka air hilir (Taruna dkk., 2019) Uji hidraulik menggunakan model fisik di laboratorium diperlukan sebagai alat bantu dinamik untuk menyempurnakan dan memantapkan desain bangunan pelimpah, mempelajari respons sungai dan meminimalkan dampak negatif respons tersebut terhadap bangunan dan lingkungan sungai, misal adanya gerusan lokal. Rancangan bendungan dan pelimpah Waduk Jaro berdasarkan desain awal dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. Gambar 2 menunjukkan denah bendungan, pelimpah dan bangunan-bangunan pelengkap di lokasi Waduk Jaro. As bendungan berada pada lembah yang diapit oleh lereng yang sangat curam, serta alur sungai yang tepat membelok setelah melalui as bendungan. Sehingga lokasi untuk alternatif penempatan pelimpah sangat terbatas. Data daerah aliran sungai dan data teknis rancangan Waduk Jaro adalah sebagaimana berikut: 1. Daerah Aliran Sungai Jaro, luas DAS = 14,73 km2 , panjang sungai = 14,95 km, dengan kelandaian rata – rata dasar sungai = 0,0230. 2. Tipe tubuh bendungan zonal dengan inti tegak, elevasi dasar sungai: +89,00, elevasi mercu bendungan: +103,50 m, tinggi bendungan : 14,50 m dan panjang as bendungan : 152,14 m. Lebar puncak bendungan : 6,00m, kemiringan hulu dan hilir tubuh bendungan: 1 : 2,50. Volume tampungan efektif adalah 338.391 m3. Penampang melintang tubuh bendungan dapat dilihat pada Gambar 3. 3. Jenis Bangunan Pelimpah: tanpa pintu, tipe mercu: ogee, material: beton bertulang K-175, elevasi mercu: +100,50 m, tinggi: 3,00 m, lebar: 15 m, tinggi jagaan total: 0,96 m, kemiringan saluran transisi: 0,027, kemiringan saluran peluncur: 0,508, type peredam energi: USBR Type III dengan panjang lantai peredam energi: 13,00 m. Denah pelimpah dan potongan memanjang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. 4. Berdasarkan penelusuran banjir pada debit besar diperoleh debit outflow pada pelimpah untuk periode ulang 50, 100 dan 200 tahun berturut-turut adalah 103, 116 dan 145 m3/s. Debit ini yang diujikan pada desain bendungan yang telah dibuat model berskala.



857



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 2. Rancangan denah bendungan dan pelimpah Waduk Jaro.



Gambar 3. Denah pelimpah Waduk Jaro.



Gambar 4.



858



Rancangan potongan melintang bendungan Waduk Jaro.



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 5. Potongan memanjang pelimpah Waduk Jaro. Metodologi Studi Penyelidikan model fisik hidraulika (model tes) dimaksudkan untuk mengetahui kinerja prototipe bangunan air berdasarkan desain awal dengan melakukan pengujian pada suatu model fisik. Dari hasil model tes selanjutnya dilakukan penyempurnaan dalam hal aspek hidraulik. Model yang dibuat merupakan model tanpa distorsi (undistorted model), dalam arti skala geometri horizontal (nh) diambil sama dengan skala geometri vertikal (nv). Faktor-faktor yang diperhatikan dalam penentuan besarnya skala model antara lain: aspek keserupaan model terhadap prototip, ketelitian pengukuran dan perlengkapan serta ketersediaan ruang pemodelan. Dengan memilih gaya gravitasi dan inersia sebagai gaya-gaya utama yang berpengaruh pada aliran dengan permukaan bebas, serta aliran adalah sepenuhnya turbulen, maka dalam penskalaan dapat didasarkan pada bilangan Froude (Yalin, 1971). Gardarsson dkk. (2015) menyimpulkan bahwa pemodelan pelimpah dengan menggunakan keserupaan berdasarkan bilangan Froude memberikan hasil yang memuaskan dalam hal aliran air, namun kurang memuaskan dalam hal fenomena pencampuran udara (aeration). Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas maka skala geometri model fisik untuk pengujian desain bangunan pelimpah/spillway Waduk Jaro ditentukan 1:40. Penskalaan kecepatan dan debit mengikuti aturan keserupaan model Froude. Untuk menghindari efek skala akibat dominasi dari gaya yang diasumsikan tidak signifikan (tegangan permukaan, viskositas dll.) maka kedalaman aliran diupayakan selalui lebih dari 2,54 cm (Ettema, 2000). Sebagai pembanding, pelimpah bendungan Kárahnjúkar di Islandia dengan debit rencana 1350 m3/s dan lebar pelimpah 140 m dimodelkan dengan skala 1:45 (Pfister dkk., 2008). Kelengkapan yang diperlukan dalam pemodelan fisik ini adalah sistem sirkulasi aliran (pompa, tampungan, saluran dan pintu pengatur), alat ukur debit, alat ukur kecepatan aliran, alat ukur tinggi muka air pada model dan alat pembantu visualisasi (tinta, benda apung dll.). Tahapan pembuatan model, cara pengukuran dan teknik 859



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



kalibrasi terhadap model dapat dalam beberapa referensi, antara lain Yalin (1977), dan Ettema dkk. (2000). Pada awal penyelidikan, pengujian dilakukan terhadap rancangan awal Seri-0. Dari pengujian Seri-0 akan diamati kondisi aliran yang terjadi, untuk berbagai debit pengujian. Apabila terdapat kondisi aliran yang merugikan, maka akan dilakukan penyempurnaan yang dapat diterapkan. Perubahan dilakukan secara bertahap, agar perubahan secara keseluruhan yang akan diusulkan adalah efektif dan efisien. Hasil Studi dan Pembahasan Pengujian model dilakukan pada Seri-0 yang merupakan desain awal, dan pada model yang diubah berdasarkan usulan yaitu Seri-1 dan Seri-2. Kurva debit pada pelimpah dapat dilihat pada Gambar 6. Penyempurnaan terhadap Seri-0 hingga diperoleh usulan perbaikan lengkap pada Seri-2 adalah sebagaimana berikut: Hasil Pemodelan Seri-0: a) Tinggi jagaan yang tersedia di waduk hanya mencukupi untuk debit banjir rencana untuk periode ulang 100 tahun, dengan tinggi jagaan 0,72 m. b) Terlihat adanya pusaran aliran (vorteks) pada tembok sayap sebelah kiri dan kanan. Pusaran ini dapat mengakibatkan berkurangnya kapasitas pelimpahan. c) Terlihat aliran silang pada saluran transisi dan peluncur. Adanya aliran silang mengakibatkan naiknya muka air, terutama pada jalur gelombang silang. Saat mencapai dinding saluran dapat mengakibatkan limpahan. d) Redaman pada kolam olak tidak efektif karena adanya aliran silang dan distribusi aliran yang tidak seragam terhadap lebar saluran. Perbaikan yang dilakukan berdasarkan Seri-0 dan diuji sebagai Seri-1: a) Perbaikan alinyemen tembok pengarah. b) Pada saluran peluncur dibuat ambang dengan ketinggian 1 meter untuk dapat meredam dan meredistribusi aliran agar merata terhadap lebar.



Gambar 6. Kurva debit pelimpah Waduk Jaro dari hasil model fisik.



860



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Perbaikan yang dilakukan berdasarkan Seri-1 dan diuji sebagai Seri-2: a) Pada hilir dari pelimpah dibuat ambang untuk mengendalikan aliran dari pelimpah utama, sehingga distribusi aliran lebih merata b) Pada bagian hulu dari saluran peluncur dibuat ambang dengan ketinggian 1 meter untuk dapat meredam aliran dan distribusi aliran merata terhadap lebar dari saluran peluncur. c) Pada kolam olak: elevasi lantai diturunkan 1 m, sehingga berada pada elevasi +87,50. Agar peredaman energi aliran terjadi lebih efektif, terutama untuk debit rencana Q 50 dan Q 100. Pola aliran pada pelimpah berdasarkan Seri-0 dapat dilihat pada Gambar 9. Pada Seri-0 ini terlihat bahwa pada aliran setelah melalui mercu pelimpah terbentuk adanya aliran silang menuju dinding kanan, yang kemudian dipantulkan ke sisi kiri. Pola aliran ini merugikan karena akan menimbulkan limpahan pada dinding. Distribusi aliran yang tidak merata dalam arah lateral berpengaruh hingga pada peredam energi tidak dapat terjadi efek redaman. Profil Muka Air dan Kecepatan Aliran Kecepatan aliran maksimum terukur pada saluran peluncur untuk Q200 Seri 0 ditunjukkan pada Gambar 7. Kecepatan aliran maksimum dapat mencapai 20 m/s, pada sisi luar tikungan saluran pelimpah. Pada profil muka air terlihat bahwa elevasi muka air pada sisi luar tikungan saluran pelimpah lebih tinggi dari pada sisi dalam. Dengan demikian distribusi aliran tidak merata terhadap lebar saluran. Ini menyebabkan adanya limpasan keluar saluran dan kinerja peredam energi pada bagian hilir juga tidak efektif.



Gambar 7. Profil muka air dan kecepatan aliran pada saluran pelimpah, Seri-0, Q200



861



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 8. Profil muka air dan kecepatan aliran pada saluran pelimpah, Seri-2, Q200 Kecepatan aliran maksimum pada saluran peluncur untuk Q200 Seri 2 ditunjukkan pada Gambar 8. Kecepatan aliran maksimum mencapai 10 m/s, pada dan relatif seragam terhadap lebar saluran. Pada profil muka air terlihat bahwa elevasi muka air pada sisi luar tikungan saluran pelimpah masih sedikit lebih tinggi dari pada sisi dalam, namun perbedaan ini tidak terlalu jauh dibandingkan dengan Seri 0. Dengan demikian distribusi aliran relatif lebih merata terhadap lebar saluran. Ini menyebabkan kinerja peredam energi lebih efektif, dalam hal seluruh penampang dapat digunakan untuk mekanisme redaman energi. Perbandingan visual aliran Seri-0 dan Seri-2 dapat dilihat pada Gambar 9. Pada Seri-0 terlihat aliran silang dan ketidak seragaman pada peredam energi, sedangkan pada Seri-2 terlihat aliran yang lebih terdistribusi pada arah lateral dengan penambahan ambang rendah. Konsep pengendalian aliran berdasarkan sifat aliran subkritis diterapkan pada perubahan ini. Usulan desain akhir berdasarkan pengujian Seri-0 hingga Seri-2 dapat dilihat pada Gambar 10.



Gambar 9. Aliran pada pelimpah, Seri-0 (kiri) dan Seri-2 (kanan) pada Q200



862



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 10. Potongan memanjang pelimpah dan peredam energi, usulan perbaikan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Perancangan pelimpah berdasarkan perhitungan 1 dimensi dengan geometri dengan alinyemen yang tidak lurus perlu disempurnakan dengan pengujian model fisik. Pada pelimpah yang menikung dapat terjadi superelevasi muka air yang menyebabkan ketidakseragaman kedalaman dan kecepatan aliran terhadap lebar saluran. Ketidakseragaman ini menyebabkan desain penampang dan peredam energi tidak optimal. Saran Perencanaan saluran pelimpah dengan alinyemen horizontal yang membentuk kurva memerlukan pertimbangan berdasarkan pola aliran yang mungkin timbul, misal adanya superelevasi. Agar dapat dilakukan pengendalian terhadap aliran, perlu diketahui kondisi aliran yaitu subkritis atau superkritis, hal ini karena penambahan suatu struktur hidraulik hanya akan berpengaruh ke hulu apabila kondisi aliran adalah subkritis. Perubahan spesifik yang diusulkan berdasarkan pengujian desain awal pelimpah Waduk Jaro adalah sebagaimana berikut: a) perbaikan geometri dinding pengarah dengan alinyemen busur lingkaran dengan jari-jari 10 meter untuk bagian kiri, dan 62 meter untuk bagian kanan, b) penambahan ambang pada hilir pelimpah utama dan ambang sebelum ruas peluncur, dan c) peningkatan fungsi peredam energi elevasi dasar kolam olak dengan penurunan elevasi dasar kolam olak sedalam 1 meter menjadi +87,50. Agar memenuhi persayarat keamanan pada debit PMF, untuk mengatasi adanya overtoping maka terdapat dua alternatif penanganan, yaitu dengan a) meninggikan puncak bendungan dari +103,50 ke +107,60, b) memperlebar pelimpah tetap (ungated spillway) dari 15 meter menjadi 80 meter atau c) menggunakan pelimpah tipe pitu (gated spillway). Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih ditujukan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Kalimantan II dalam akses data dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air, FTSL, ITB.



863



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Daftar Referensi De Vries, M, 1977. Scale Model in Hydraulics Engineering, Delft. Ettema, R., Arndt, R., Roberts, P., Wahl, T., 2000. Hydraulic Modeling Concepts and Practice, ASCE, Virginia. Gardarsson, S., Gunnarsson, A., Tomasson, G. G., Pfister, M., 2015. Karahnjukar Dam Spillway – Comparison of Operational Data and Results From Hydraulic Modelling, HYDRO 2015 International Conference & Exhibition, Bordeaux, Perancis. Gessler, D., Johansson, A., 2019. After 125 Years Of Physical Modeling Experience, What's Next?, https://www.wateronline.com/doc/after-years-ofphysical-modeling-experience-what-s-next-0001 [diakses pada tanggal 10 Juli 2021] Khatsuria, R.M., 2005, Hydraulics of Spillways and Energy Dissipators. New York, USA. Marcel Dekker Editors. Pfister M., Berchtold T., Lais A. (2009) Kárahnjúkar Dam Spillway: Optimization by Hydraulic Model Tests. In: Advances in Water Resources and Hydraulic Engineering. Springer, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3540-89465-0_361 Taruna, D. A., Adityawan, M. B., Nugroho, J., Farid, M., Kuntoro, A. A. and Widyaningtias, 2019, Study of the relation between hydraulic jump and the flood water level in the river on the downstream of a spillway, MATEC Web of Conferences 270, halaman 04-012 Torres, C., 2018. Determination of Scale Effects for a Scaled Physical Model of a Labyrinth Weir Using CFD. Daniel Bung, Blake Tullis, 7th IAHR International Symposium on Hydraulic Structures, Aachen, Germany, 15-18 May. doi: 10.15142/T38W7F (978-0-692-13277-7). Vlugter, H., 1945. Hydrodynamic research in the Netherlands Indies, pada Honig, P. dan Verdoorn, F., eds. Science and scientists in the Netherlands Indies, halaman 351-359, Springer, New York. Yalin, M.S., 1971. Theory of Hydraulic Models. London, UK. MacMillan Press.



864



PERENCANAAN METODE PLUGGING TEROWONGAN PENGELAK PADA PENGISIAN AWAL BENDUNGAN LADONGI Jodan Panretta Diwani1*, Iping Mariandana Alwi1, Agung Permana1, Arbor Reseda1 dan Haeruddin C. Maddi1 BWS Sulawesi IV Kendari, Kementerian PUPR



1



*[email protected]



Intisari Bendungan Ladongi terletak di Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagai langkah akhir dari pembangunan bendungan akan dilakukan penggenangan waduk. Dalam tahap awal penggenangan, harus dilakukan penutupan pintu terowongan pengelak agar air sungai dapat menggenangi waduk. Penutupan terowongan pengelak (plugging of diversion tunnel) dilaksanakan setelah selesainya pekerjaan bendungan utama, saluran pelimpah (spillway), intake tunnel dan pembersihan area genangan. Pekerjaan plugging pada terowongan pengelak terdiri dari dua tahap yaitu primary plugging dan main plugging. Primary plugging dilakukan di bagian depan pintu terowongan pengelak yang berfungsi untuk menahan pintu agar lebih kuat terhadap tekanan air dan menahan rembesan dari hulu bendungan. Fungsi lain dari primary plugging adalah untuk menjaga keselamatan pekerja di terowongan pengelak saat main plugging dikerjakan. Main plugging dilakukan pada bagian tengah terowongan, yaitu pada pertemuan antara diversion tunnel dan intake tunnel. Main plugging bertujuan untuk memperkuat sambungan antara pipa miring dari intake tunnel (bagian incline) dan pipa diversion penstock (junction) serta mengisi rongga struktur antara dinding beton dan pipa penstock. Pekerjaan plugging diawali dengan menutup pintu terowongan pengelak menggunakan pintu baja. Penutupan dipilih saat musim kemarau agar muka air tidak naik terlalu cepat. Setelah pintu terowongan ditutup, dilaksanakan penutupan pintu intake tunnel agar pekerjaan di dalam terowongan pengelak yang terdiri dari primary plugging dan main plugging dapat dilakukan. Pada tahap tersebut air tidak melewati terowongan pengelak namun melimpah melewati saluran pengelak (spillway). Selama proses pengisian waduk, disediakan pipa layanan irigasi untuk melewatkan air irigasi dari tampungan waduk ke sawah di D.I. Ladongi. Kata Kunci: Plugging Terowongan, Pengisian Waduk, Bendungan Ladongi Latar Belakang Plugging of diversion tunnel merupakan metode pelaksanaan pekerjaan bendungan yang dilakukan untuk menutup terowongan pengelak sehingga air sungai dapat naik dan menggenangi waduk. Pada Proyek Pembangunan Bendungan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara, plugging dilakukan dua tahap yaitu primary plugging dan main plugging. Primary plugging dilakukan di bagian depan terowongan pengelak yang berfungsi untuk menahan pintu terhadap



865



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



13.00



24.00



R1 0.0 0



tekanan air sehingga tidak melendut dan dapat menahan rembesan air dari hulu yang diakibatkan oleh tekanan air. Fungsi lain dari primary plugging adalah untuk menjaga keselamatan pekerja di terowongan pengelak saat main plugging dikerjakan. Main plugging dilakukan pada bagian tengah terowongan, yaitu pada pertemuan terowongan pengelak dan terowongan intake. Main plugging bertujuan untuk memperkuat sambungan antara incline pipe dan diversion penstock pipe (junction) serta mengisi rongga struktur antara dinding beton dan pipa penstock. Plugging merupakan kegiatan akhir dari pembangunan bendungan dan awal dari kegiatan pengisian waduk. Metode pelaksanaan plugging harus diatur sedemikian rupa karena merupakan pekerjaan yang kompleks, membutuhkan volume beton cukup besar dan memiliki kesulitan dalam pengerjaannya karena bekerja di lahan yang terbatas.



56.00 384.71



Gambar 1. Potongan Memanjang Terowongan Pengelak



Gambar 2. Potongan Melintang Primary Plugging (Kiri) dan Main Plugging (Kanan) Metodologi Studi Kegiatan yang dilakukan saat plugging terowongan pengelak dalam tahap pengisian awal waduk meliputi: a. Penutupan pintu diversion inlet; b. Penutupan pintu intake (pintu operasional dan pintu pemeliharaan); c. Pekerjaan primary plugging (di belakang pintu inlet); 866



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



d. e. f. g. h. i. j. k. l.



Penyambungan incline pipe dan diversion pipe; Pekerjaan main plugging (panjang 56 m); Pekerjaan contact grouting dan back fill grouting; Pemasangan steel penstock dan saddle pipe; Pekerjaan emergency pipe (hollow cone); Plugging pada pipa pemeliharaan dengan back fill grouting; Pemantauan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengisian; Evaluasi pelaksanaan pengisian; Persiapan operasi dan pemeliharaan (POP).



Hasil Studi dan Pembahasan Primary Plugging Primary plugging diawali dengan penutupan pintu terowongan pengelak (closure gate) yang dilanjutkan dengan pembersihan dan chipping permukaan beton agar beton baru bisa menyatu dengan beton lama. Primary plugging berfungsi untuk mengurangi rembesan air dari hulu dan menjaga keselamatan pekerja di terowongan pengelak pada saat main plugging dikerjakan. Pengecoran terowongan dilakukan menggunakan beton ready mix yang dibawa dari batching plant ke lokasi pekerjaan dengan menggunakan mixer truck. Beton dipompa menggunakan concrete pump yang ditempatkan di depan intake tunnel. Pengecoran dilakukan dalam empat tahap untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan.



Gambar 3. Skema Pelaksanaan Primary Plugging



867



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 4. Denah Pelaksanaan Primary Plugging Dari Depan Inlet Tunnel Tabel 1. Volume Rencana Beton Pada Pekerjaan Primary Plugging Estimasi 1 Ritase Waktu Pengisian Waktu Tempuh Waktu Tuang Total Waktu Vibrasi



= = = = =



15.00 15.83 10.00 40.83 15.00



menit menit menit menit menit



0.25 0.26 0.17 0.68 0.25



jam jam jam jam jam



Kapasitas Mixer Jumlah Mixer Vol. Conc/Layer Jumlah Ritase Waktu Concreting



= = = = =



5.00 2.00 83.50 8.35 4.64



m3 unit m3 ∾ ∾



9.00 Rit 5.00 jam



Volume Conc. Pluging 1 dari INLET Stage 1 = 21.49 m3 Stage 2 = 27.44 m3 Stage 3 = 26.81 m3 Stage 4 = 17.22 m3 Total = 92.96 m3



Gambar 5. Metode Pelaksanaan Plugging Pada Lokasi Pintu Terowongan (Inlet Tunnel) 868



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Main Plugging Pekerjaan Main plugging dilakukan pada bagian tengah terowongan, yaitu pada pertemuan diversion tunnel dan intake tunnel. Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan main plugging pada tengah terowongan. A. Pembersihan dan Chipping Permukaan Beton Pekerjaan main plugging didahului dengan membersihkan dinding terowongan dari endapan pasir atau tanah. Permukaan beton dikikis menggunakan jack hammer agar beton lama dan beton baru dapat menyatu dengan sempurna. B. Pemasangan Angkur Pemasangan angkur bertujuan untuk mengurangi gaya geser beton baru dengan beton lama yang diakibatkan tekanan air dari hulu terowongan. Angkur menggunakan besi beton diameter 25 mm dengan jarak 2.00 m yang dimasukkan ke dalam beton lama sedalam 0.30 m. Pemasangan angkur dilakukan dengan melubangi dinding beton/lining concrete dengan bor listrik diameter 32 mm. Angkur dimasukkan ke lubang yang telah dibor kemudian lubang diberi semen mortar. As Bendungan Besi Angkur D.25 L = 1.00 m



0.70



Besi Angkur D25 L = 1.00 m Beton Plugging



0.30



Pasta Semen



Tunnel Lining



56.00



DETAIL "A"



Gambar 6. Rencana Pemasangan Angkur Pada Lokasi Pekerjaan Main Plugging C. Pemasangan Pipa Penstock dan Air Vent Pipa penstock dan air vent dipasang setelah pemasangan angkur pada lokasi main plugging. Pipa penstock yang dikerjakan hanya pada bagian main plugging saja. Pemasangan pipa penstock akan dilanjutkan setelah pekerjaan plugging selesai. Pipa penstock berfungsi sebagai media penyaluran air dari intake tunnel menuju ke rumah katup. Selain pipa penstock, pipa air vent juga harus dipasang. Pemasangan pipa air vent bertujuan untuk membuang udara yang terjebak di dalam pipa penstock ketika pipa penstock terisi air saat penggenangan bendungan. Air vent yang digunakan adalah pipa besi diameter 8 inch dan berjumlah empat buah. Pipa air vent tertanam pada beton di lokasi pekerjaan plugging dan ujung pipa air vent terhubung dengan pipa penstock.



869



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



0.70



As Bangunan Pengelak



Tunnel Lining Pipa Air vent



4Ø200mm



4.00



Area Main Plugging Pipa Penstock DN. 1800 Pipa Drainage



0.70



2Ø200mm



2.70 3.80



Gambar 7. Pemasangan Pipa Penstock dan Air Vent D. Pemasangan Plat Baja (Stopper Grouting) Permukaan beton pada sisi hulu dan hilir masing-masing blok pada lokasi main plugging dipotong dengan menggunakan gerinda listrik untuk membuat alur pemasangan plat baja/stopper setelah pemasangan pipa penstock dan pipa air vent selesai dilaksanakan. Alur diisi dengan pasta setelah pemasangan plat baja, 0.70



As Bangunan Pengelak



Tunnel Lining Copper Grouted Stop



0.20



Copper Grouted Stop



Detail "A" Area Plugging



Pasta Semen



0.10



4.00



Beton Plugging



0.70



Tunnel Lining



4.00



DETAIL "A"



Gambar 8. Detail Pemasangan Plat Baja (Stopper Grouting) E. Pemasangan Pipa Drainase Pipa drainase dipasang untuk membuang sisa-sisa rembesan air setelah pekerjaan primary plugging selesai dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan agar air tidak mengganggu saat pengecoran pada pekerjaan primary plugging. Pipa tersebut juga berfungsi sebagai pipa penyalur air untuk kebutuhan air warga selama masa penggenangan. Material yang digunakan adalah pipa galvanis (GSP) ukuran 8 inchi yang berjumlah dua buah.



Gambar 9. Detail Pipa Drainase 870



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



F. Pemasangan Grouting Pipe, Air Vent Pipe dan Pipa Pendingin a) Pemasangan Grouting Pipe. Contact grouting berfungsi untuk mengisi celah/rongga antara beton pada pekerjaan plugging dan lining concrete. Hal ini dilakukan karena terjadi penyusutan beton pada lokasi pekerjaan plugging.



Gambar 10. Skema Pemasangan Grouting Pipe b) Pemasangan Pipa Pendingin. Pada pekerjaan plugging diversion tunnel dipasang sistem pipa pendingin dari baja hitam untuk menjaga suhu beton dan mensirkulasi air melalui pipa-pipa yang telah terpasang. Pipa pendingin dipasang di sepanjang blok plugging dari ujung yang satu sampai ujung yang lain. Sistem pipa pendingin terdiri dari rangkaian pipa yang disusun mengelilingi pipa penstock dengan jarak bervariasi. Bagian tepi berjarak 0,15 m dan bagian tengah berjarak 0,35 m. Pipa termometer dipasang untuk mengkontrol suhu beton. Pipa termometer dipasang dengan jarak horizontal 0,07 m. Pipa tersebut berjumlah empat titik yang mengelilingi pipa penstock dan dua titik berada di sisi atas plugging. 2.00



Sand bag filling Covered by thick Vinyl sheet



4.00



4.00



0.50



4.00



4.00



4.00



0.50 0.50



2.00



Cooling pipe out put-2 0.50



Cooling pipe out put-1



0.50



0.20



0.25



Copper Grouted Stop



4.00



Mortar backfill Grout 50mm Dia



As pengelak As Pipa Pesat



0.20



0.50



Gate Valve



Pimary Plug 12.00



200mm dia temporary drain pipe or as Directed by the Engineer



Primary Plug 12.00 Plug Lenght 24.00



Cooling pipe out put-1 Cooling pipe out put-2



Gambar 11. Tampak Atas Pemasangan Pipa Pendingin G. Pemasangan Bekisting a) Bekisting Pada Pekerjaan Primary Plugging Pemasangan bekisting menggunakan triplek dengan tebal 12 mm yang dilapisi minyak bekisting. Perkuatan bekisting menggunakan balok kayu di sisi luar dan di sisi dalam mengunakan kawat. Tinggi maksimum bekisting adalah 2 m.



871



2.00



2.00



4.00



2.00



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



0.50



4.00 4.50



Gambar 12. Detail Pemasangan Bekisting b) Bekisting Pada Pekerjaan Main Plugging Pemasangan bekisting pada pekerjaan main plugging dibagi menjadi dua yaitu area hulu dan area hilir. Bekisting dipasang dalam empat tahap yaitu setiap tahap setinggi 1 m dan dimulai dari sisi bagian bawah terowongan. As Bendungan Tahap - 4



Tahap - 3



Tahap - 2



Tahap - 1



Pipa Drainage 2 dia. 8"



56.00



Gambar 13. Tahapan Pelaksanaan Bekisting Rencana Tahapan Pengisian Awal Waduk



Gambar 14. Rencana Tahapan Pengisian Awal Waduk 872



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Keterangan : 1. Air naik dari elevasi 70,00 (pintu inlet diversion tunnel) – elevasi 95,50 (pintu intake tunnel) membutuhkan waktu ± 1 bulan; 2. Air naik dari elevasi 95,50 (pintu intake tunnel) – elevasi 199,80 (MAN) membutuhkan waktu ± 9 bulan; 3. Total waktu impounding sampai dengan MAN = ±10 bulan Rencana Pemberian Air Ke Daerah Hilir Bendungan Selama Pengisian Waduk Pemberian air ke daerah hilir bendungan mengambil sumber dari Sungai Ladongi yang digunakan untuk keperluan irigasi D.I. Ladongi. Cara pendistribusian air dengan cara berikut: 1. Membangun pipa layanan irigasi dengan diameter 40 cm berjumlah satu buah sepanjang terowongan pengelak; 2. Memanfaatkan mata air yang berada pada hilir bendungan; 3. Aliran Sungai Ladongi yang berada pada Bendung Ladongi lama pada hilir Bendungan Ladongi. Air tersebut didistribusikan ke saluran irigasi dari lokasi bendung lama; 4. Memanfaatkan musim hujan sehingga air yang disalurkan ke daerah irigasi memiliki volume air yang cukup;



Gambar 15. Pemberian Air Ke Daerah Hilir Bendungan Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Setelah dilakukan analisis pekerjaan plugging pada terowongan pengelak bendungan sebagai persiapan pengisian waduk, kesimpulan yang dapat diambil antara lain: 1. Pekerjaan pipa layanan irigasi yang dipasang pada terowongan pengelak dilaksanakan sebelum dilaksanakan pekerjaan plugging terowongan;



873



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



2. Pekerjaan primary plugging di bagian depan terowongan pengelak dengan panjang 10 m membutuhkan waktu penyelesaian ±10 hari; 3. Pekerjaan main plugging yang berada pada tengah terowongan dengan panjang 56 m membutuhkan waktu penyelesaian ±54 hari. Saran Saran agar memperoleh hasil yang maksimal pada saat dilakukan pekerjaan plugging pada terowongan pengelak, antara lain: 1.



Chipping concrete harus dilakukan pada permukaan dinding terowongan sebelum dilakukan pengecoran pada lokasi primary plugging dan main plugging agar beton lama dan beton baru dapat menyatu dengan sempurna;



2.



Pada saat pekerjaan plugging dilaksanakan, harus disediakan blower untuk menjaga sirkulasi udara bagi pekerja di dalam diversion tunnel.



Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada seluruh tim SNVT Pembangunan Bendungan BWS Sulawesi IV dan Tim Direksi Pembangunan Bendungan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara. Terima kasih juga kepada Anwar Sanusi, ST., dan Makmur, ST., dari konsultan PT. Inakko International Konsulindo yang telah membantu menyediakan data dan memberi petunjuk terkait paper yang kami buat. Daftar Referensi Balai Bendungan (2011). Pedoman Teknis dan Pelaksanaan Konstruksi Terowongan Untuk Bendungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Bureau of Reclamation. (1987). Design of small Dams. Water Resources Technical Publication. Washington Ir. Asiyanto, MBA., IPU. 2012. “Metode Konstruksi Terowongan”. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Setiawan, Agus. (2016). Perencanaan Struktur Betoon Bertulang. Jakarta: Erlangga. Soedibyo. (1993). Teknik Bendungan. Jakarta : Pradnya Paramita. Sosrodarsono, Suryo., & Kensaku Takeda. (2016). Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: Balai Pustaka



874



ANALISIS PEMANFAATAN BENDUNGAN UNTUK PENCEGAHAN BANJIR DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN PLTS TERAPUNG Agung Wahyudi Biantoro1,2*, S. I. Wahyudi 2 dan Moh. Faiqun Ni’am2 Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta, Indonesia Departemen Teknik Sipil, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Indonesia 1



2



* [email protected]



Intisari Pencegahan bajir dan pengembangan energy baru dan terbarukan menjadi salah satu program yang penting bagi pemerintah untuk kesejahteraan penduduk. Masalah yang dihadapi adalah masih sedikitnya kajian mengenai pemanfaatan bendungan sebagai pengendali banjir dan juga pengembangan energi baru terbarukan sumber daya matahari di atas permukaan bendungan. Metode penelitian menggunakan analisis kuantitatif data sekunder yang berkaitan karakteristik Bendungan Jatiluhur. Variabel penelitian berupa curah hujan, tinggi muka air, data volume tampungan, data teknis Bendungan dan lain lain. Hasil penelitian menunjukkan debit banjir rencana dengan kala ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun, terdapat peningkatan debit air di setiap kala ulang. Beberapa titik di Kawasan zona III (zona penangkapan ikan) dapat dijadikan alternatif lokasi untuk pengembangan PLTS terapung karena lokasi ini cukup sepi dan agak jauh dari kegiatan aktivitas masyarakat dan lembaga sekitar misalnya transportasi, budidaya ikan, riset dan wisata air. Luas total bendungan adalah 8300 ha, dengan asumsi pengembangan PLTS terapung 5%, maka hasilnya luasan adalah 415 ha. Total unit panel surya maksimal yang dapat dibangun adalah 3.940.000 m2 dengan jumlah Panel Surya 2.429.099 unit, dengan kapasitas maksimal PLTS yang dapat dihasilkan sekitar 382,58 MWp, sehingga luas 1 ha akan menghasilkan sekitar 0,921 MWp. Selanjutnya untuk mengetahui tinggi muka air bendungan maka dapat digunakan alat Early Warning System (EWS) seperti Floods Early Detection System (FEDS) berbasisi IoT. Kata kunci : pengendalian banjir, energi baru, PLTS terapung, bendungan, FEDS. Latar Belakang Waduk atau Bendungan Ir. H. Juanda adalah sebuah waduk yang terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan ini juga dikenal dengan nama Bendungan Jatiluhur, yang merupakan Bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan ini dibangun sejak tahun 1957, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milliar m3 / tahun dan merupakan Bendungan serbaguna pertama di Indonesia. Bendungan ini membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, membentuk bendungan dengan genangan seluas ± 8300 ha dan keliling bendungan 150.000 m pada elevasi muka air normal +107 m di atas



879



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



permukaan laut. Pengelola Bendungan Jati luhur adalah perusahaan Jasa Tirta II, dengan wilayah kerja mencakup 74 sungai dan anak sungai yang menjadi kesatuan hidrologis di Jawa Barat bagian utara (Perum Jasa Tirta II, 2021). Bendungan Jatiluhur dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini (Jatiluhur, 1998).



(Sumber : http://citarum.org, 2020)



Gambar 1. Bendungan Jatiluhur. Seiring dengan program pemerintah dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) maka area perairan Bendungan Jatiluhur menjadi lokasi yang sangat ideal untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau disebut PV (photovoltaics) terapung. Peraturan Menteri PUPR RI Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2015 Tentang Bendungan dalam pasal 105 ayat 3 dinyatakan Pemanfaatan ruang pada daerah genangan Bendungan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan pariwisata, kegiatan olahraga, budi daya perikanan; dan/atau pembangkit listrik tenaga surya terapung. Pemanfaatan ruang pada daerah genangan Bendungan untuk pembangkit listrik tenaga surya terapung harus memperhatikan : a. Letak dan desain pembangkit listrik tenaga surya terapung harus mendukung pengelolaan kualitas air; b. Luas permukaan daerah genangan bendungan yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga surya terapung paling tinggi 5% (lima persen) dari luas permukaan genangan bendungan pada muka air normal; dan c. Tata letak pembangkit listrik tenaga surya terapung tidak mengganggu fungsi dari bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan (intake) serta memperhatikan jalur pengukuran batimetri bendungan (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020). Waduk Bening/Widas, Madiun, Jawa Timur pernah diteliti oleh Permana sebagai lokasi PLTS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa luas genangan ijin di Waduk Bening/Widas adalah 944.893 m2 dan PLTS yang dapat dibangun sebanyak 20 modul dengan luas desain PLTS 1 modul adalah 8000 m². Energi yang dihasilkan oleh 20 modul PLTS dalam waktu 1 tahun adalah sebesar 19.668,52 MWh (Permana et al., 2019). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik pada tahun 2025, maka sumberdaya energi terbarukan yang dapat memberi dukungan secara



880



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



signifikan adalah panas bumi, biomasa (melalui sampah, limbah, gasifikasi dan BBN) serta surya melalui PLTS (Boedoyo, 2013). Perancangan prototipe PLTA Pico hidro dengan menganalisis beberapa jumlah bilah propeller turbin pico hidro. Hasil analisis menunjukkan bahwa laju aliran massa, kecepatan keliling, kecepatan putar tertinggi terdapat pada sudu 6. Pico hidro ini menghasilkan energi hijau, yang dapat menggantikan sebagian energi fosil kebutuhan energi (Biantoro et al., 2021). Debit banjir rencana merupakan debit banjir terbesar yang mungkin terjadi pada suatu daerah dengan peluang kejadian tertentu. Rancangan debit banjir untuk perencanaan sistem jaringan drainase atau kebutuhan deteksi dini bencana banjir dihitung dari debit air hujan (Risnawati, 2018). Analisis curah hujan yang diperlukan untuk menghitung debit banjir adalah data curah hujan harian maksimum untuk seluruh wilayah, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan regional dan dinyatakan dalam mm (Safitri et al., 2020). Hujan Periode Ulang Selanjutnya adalah perhitungan Periode ulang. Penentuan hujan rancangan dengan analisis frekuensi, yang berguna untuk menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Kala ulang merupakan waktu dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Hujan periode ulang ini akan digunakan untuk menentukan intensitas hujan (Permana et al., 2019). Pada penelitian ini, hujan periode ulang dihitung menggunakan Metode Log Pearson III dan Metode Gumbell. Hasil dari kedua metode ini dipilih nilai hujan periode ulang yang terbesar. Waktu Konsentrasi Hujan Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai tempat keluaran (titik kontrol). Rumus yang dipakai adalah (Permana et al., 2019): 0,606 (Ln)0,467 Tc = (1) S0,234 Keterangan : Tc : waktu konsentrasi (jam); n : koefisien kekasaran; L : panjang lintasan air (km); S : kemiringan rata-rata saluran (m). Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Penelitian ini menggunakan metode Mononobe, rumus Mononobe dapat dilihat pada Persamaan : 𝑅24𝑥 𝑇𝑐 2⁄ It = [ ] 3 (2) 𝑇𝑐 𝑡 Keterangan :



881



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



It : Intensitas curah hujan pada jam ke- t (mm/jam); R24 : tinggi hujan rancangan dalam 24 jam (mm); Tc : waktu konsentrasi (jam); t : jam ke-1 s/d jam ke- tc Debit banjir dirumuskan secara umum sebagai berikut (Kodoatie, 2013) : Q = C.I.A



(3)



Keterangan : Q : debit puncak (m3/detik), C : koefisien limpasan, I : intensitas hujan dengan durasi sama dengan waktu konsentrasi banjir (mm/jam), A : luas DAS (km2) Demi kepraktisan dalam menentukan satuan : Qp = 0,278 CIA



(4)



Keterangan : Qp : debit puncak (m3/detik), C : koefisien limpasan, I : intensitas hujan dengan durasi sama dengan waktu konsentrasi banjir (mm/jam), A : luas DAS (km2) Sel surya atau solar cell adalah perangkat yang dapat mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik dengan prinsip efek photovoltaic. Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor yang berbeda muatan. Lapisan atas bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya adalah silicon (Roza et al., 2019). Daya adalah banyaknya energi yang diperlukan tiap satuan waktu. Tiap-tiap panel surya akan menghasilkan daya dengan besaran tertentu pada puncak penyinaran matahari. Besaran nilai daya yang dikeluarkan tergantung dari produk yang digunakan. Pada penelitian ini, daya yang dihasilkan oleh 1 panel surya pada puncak penyinaran matahari adalah sebesar 250 Wp. Energi listrik yang dihasilkan PLTS inilah yang akan dijual ke PT. PLN dan digunakan guna memenuhi kebutuhan listrik negara. Besar kecilnya energi yang dihasilkan tergantung dari radiasi surya pada wilayah tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung energi adalah sebagai berikut: E = P × radiasi surya dimana : E : energi listrik PLTS (kWh); P : daya AC (kWp); Radiasi surya : konstanta (kWh/kWp).



(5)



Metodologi Studi Metode penelitian yang dilakukan adalah perhitungan debit banjir rencana pada wilayah sekitar Bendungan Jati luhur. Data yang dikumpulkan adalah curah hujan, data teknis bendungan, zona bendungan dan lain lain yang berasal dari pencarian di internet. Selanjutnya adalah perhitungan Periode ulang. Penentuan hujan rancangan dengan analisis frekuensi, yang berguna untuk menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan



882



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Analisis ini menggunakan Metode Log Pearson III dan Metode Gumbell. Hasil dari kedua metode ini dipilih nilai hujan periode ulang yang terbesar lalu perhitungan waktu konsentrasi hujan dan intensitas curah hujan, dan debit banjir rencana. Analisis hidrologi dilakukan dengan software Microsoft Excel. Output utama dari analisis hidrologi adalah tinggi muka air banjir dengan kala ulang 2, 5, 10, 50 dan 100 tahun. Tahapan selanjutnya adalah analisis ruang bendungan, zona zona bendungan peta tampak atas Bendungan Jati luhur dan perkiraan penentuan lokasi yang tepat untuk pengembangan PLTS terapung. Analisis menggunakan aplikasi Globalsolaratlas, yang dapat diakses di https://globalsolaratlas.info. Aplikasi ini bermanfaat untuk mengetahui rata-rata lama penyinaran mengukur nilai, Nilai Global Horizon Irradiation (GHI) dan juga menunjukkan suhu bulanan terpanas sepanjang tahun, serta total photo voltaic power output (satuan Kwh) tertinggi di suatu daerah. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan jumlah energi yang dihasilkan oleh PLTS dalam 1 tahun. Hasil Studi dan Pembahasan Debit Banjir Rencana Perhitungan debit banjir rencana merupakan bagian penting dalam membuat perhitungan desain infrastruktur seperti bangunan air, sungai, bendung/bendungan, jembatan, saluran drainase dan lain-lain. Oleh karena itu, maka diperlukan perhitungan dalam menentukan besar dari debit banjir tersebut. Perhitungan debit banjir rencana dapat membantu pihak pengelola bendungan dalam memaksimalkan kinerja bendungan sebagai pengendali banjir dan mengatur irigasi pada pertanianpertanian di wilayah Purwakarta dan sekitarnya. 80.00 70.00



mm/jam



60.00 KU 2



50.00



KU 5



40.00



KU 10



30.00



KU 25



20.00



KU 50



10.00



KU 100



0.00 1



3



5



7



9



11 13 15 17 19 21 23 jam



Sumber : Data diolah. Keterangan KU = Kala Ulang



Gambar 2. Kurva frekuensi durasi intensitas hujan perkiraan kala Ulang 2 sampai dengan 100 tahun. 883



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Gambar 2 menunjukkan gambaran intensitas hujan dengan menggunakan perkiraan kala ulang 2, 5, 10. 25, 50 dan 100 tahun. Data acuan yang digunakan dalam perhitungan intensitas hujan didasarkan pada perkiraan curah hujan di wilayah Purwakarta selama 10 tahun terakhir (2011-2020). Curah hujan tersebut dapat mempengaruhi debit bendungan Jatiluhur yang juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Tingginya curah hujan dapat menyebabkan debit semakin meningkat dan bendungan membuka pintu airnya agar tidak terjadi luapan yang tidak terkendali. Perhitungan debit rencana banjir dengan menggunakan tahun 2020 sebagai tahun acuan menunjukkan adanya peningkatan debit air untuk perkiraan kala ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun yang akan datang. Hasil perhitungan debit rencana banjir dapat dilihat pada Tabel 1 ini. Tabel 1. Debit Banjir Rencana Tahun 2020



Kala Ulang Koefisien 2 0,278 5 10 25 50 100 Sumber: Data diolah, 2021



C terbobot 0,409



I (mm/jam) 2,209 3,383 4,309 5,655 6,797 8,064



A (ha) 8.300 8.300 8.300 8.300 8.300 8.300



Q (m3/detik) 2.086,08 3.193,84 4.068,06 5.339,06 6.417,58 7.614,04



Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan debit banjir pada kala ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bendungan Jatiluhur harus bersiap menghadapi tantangan dimasa depan, terutama menyangkut fungsinya sebagai pengendali banjir. Dengan meningkatnya debit air di setiap kala ulang menunjukkan bahwa bendungan Jatiluhur di masa depan perlu menjaga kemampuannya dalam mengendalikan banjir. Perhitungan Potensi Energi PLTS terapung Luas total Bendungan Jatiluhur adalah 8300 ha atau sekitar 83.000.000 m2, merupakan bendungan serba guna pertama di Indonesia, dibangun pada tahun 1957 (Pemprov Jawa Barat, 2021) . Pemanfaatan danau untuk energi biasanya sekitar 5% sampai dengan 20% dari total luas danau atau bendungan, disesuaikan dengan kondisi dan peraturan di lokasi tersebut. Studi kelayakan pemasangan sistem PLTS terapung di India, yaitu Danau Ana Sagar (Ajmer), Danau Kaylana (Jodhpur), Kishore Sagar danau (Kota), dan danau Man Sagar (Jaipur) menghasilkan Energi listrik AC yang dihasilkan oleh sistem FPV, dengan menutupi 5%, 10%, 15%, dan 20% dari luas danau dihitung untuk masing-masing (Mittal et al., 2018). Analisis jumlah rata rata penyinaran di suatu daerah yang berpotensi bagi pengembangan PLTS dapat menggunakan aplikasi Globalsolaratlas, yang dapat diakses di https://globalsolaratlas.info. Sinar matahari di wilayah Bendungan Jatiluhur cukup besar, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata lama penyinaran selama 5,50 jam. Lama penyinaran terendah terjadi yaitu selama 1,38 jam sedangkan lama penyinaran tertinggi terdapat yaitu selama 8,65 jam. Nilai Global Horizon Irradiation (GHI) merupakan jumlah total gelombang pendek radiasi terestrial yang diterima secara horizontal ke permukaan tanah. Nilai GHI di sekitar Bendungan 884



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Jatiluhur, Purwakarta yaitu 4,850 kwh/m2. (Atlas, 2020). Analisis lainnya menunjukkan suhu panas dan total photo voltaic power output (Kwh) tertinggi di Purwakarta, ada di bulan Mei hingga Oktober sepanjang tahun yaitu pada nilai 3592 kWh hingga 4124 kWh sepanjang tahun (Gambar 3).



Sumber : Perhitungan kondisi penyinaran menggunakan aplikasi Global Solar Cell.



Gambar 3. Profil rata rata dan Total Power out put (kWh) di Purwakarta, Jawa Barat.



Bila luas yang diizinkan untuk pengembangan PLTS terapung adalah 5%, maka luas yang diizinkan adalah 415 ha. Kapasitas panel surya yang rencananya akan digunakan pada PLTS Terapung Jatiluhur adalah 250 Wp dengan spesifikasi sebagai berikut : Maximum power (Pmax) : 250 Wp, Voltage at pmax (Vmp)30,6 V, Maximum voltage at STC : 26 V, Current at pmax (Imp) : 8,5 A dan Short circuit current (Isc): 9,18 A Untuk menghitung kapasitas PLTS, akan dihitung luasan maksimal PLTS yang diizinkan dibangun pada Bendungan Jatiluhur yaitu mencapai 415 ha, dengan memperhitungkan penempatan komponen pendukung PLTS, luasan lahan akan dimaksimalkan sebesar 95% dari lahan yang ada, maka luas area lahan PLTS terapung adalah 394 ha. Diperlukan beberapa asumsi dan faktor-faktor perhitungan yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan kapasitas sehingga diperoleh nilai kapasitas pembangkit yang sesuai dengan kebutuhan. Beberapa asumsi tersebut adalah Faktor efisiensi sistem, yang terdiri dari faktor losses peralatan dan losses suhu. Efisiensi system merupakan resultan dari performa ideal dikurangi losses system. Komponen yang dimasukkan dalam asumsi perhitungan, antara lain : 1) Losses PV modul akibat temperatur 2) Losses jaringan (inverter, transformator, kabel dan koneksi) • Losses PV modul tergantung dari koefisien temperatur dari jenis PV modul yang digunakan. Pada system yang akan diusulkan, jenis PV modul yang digunakan ialah jenis Polycrystalline dan monocrystalline. PV modul jenis ini



885



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



memiliki losses rata- rata 10% pada temperatur rata-rata PV modul yang dipasang di Indonesia (sekitar 60ºC pada siang hari). • Losses jaringan yaitu losses inverter, transformator, kabel dan koneksi. losses inverter ditentukan oleh jenis tipe inverter dan merk pabrikannya. Efisiensi inverter yang diusulkan dengan tipe transformerless ialah sebesar maksimum 3%. Namun pada usulan desain kali ini, losses kabel dan koneksi yang ditetapkan adalah sebesar 27%, sehingga total losses jaringan atau sistem adalah 30% (Baskara, 2018). Maka Perhitungan total unit panel surya maksimal yang dapat dibangun dengan luasan 3.940.000 m2 untuk PLTS yaitu: 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙 𝑠𝑢𝑟𝑦𝑎 𝑥 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙 𝑠𝑢𝑟𝑦𝑎 3.940.000 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙 𝑠𝑢𝑟𝑦𝑎 𝑥 1,636 𝑥 0,992 Total Panel Surya = 2.429.099 Dengan total unit modul surya maksimal yang dapat dibangun pada lahan yang diijinkan, maka kapasitas modul surya adalah : Jumlah panel surya = 2.429.099, 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑉 = 250 watt = 2.429.099 𝑥 250 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑉 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑉 = 607.274.750 𝑊𝑝 Tingkat suhu lingkungan akan mempengaruhi kinerja solar panel. Idealnya solar panel akan bekerja maksimal pada temperatur 25°C. Jika suhu semakin meningkat, maka efisiensi kinerja panel surya juga akan menurun. Suhu di wilayah Indonesia sendiri berkisar antara 25-35°C, sehingga panel surya dapat mengalami degradasi efisiensi produksi hingga 10%, Maka kapasitas maksimal PLTS yaitu : 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑉 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑉



= 607.274.750 𝑊𝑝 𝑥 90% = 546.547.275 𝑊𝑝



Dengan mempertimbangkan losses jaringan atau rugi – rugi sistem secara kesuluruhan yang mencapai 30% (Baskara, 2018), maka kapasitas maksimal PLTS yang dapat dihasilkan : 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝐿𝑇𝑆 = 546.547.275 x 70% 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝐿𝑇𝑆 = 382.583.092,5 Wp = 382,58 𝑀𝑊𝑝 Diketahui bahwa dengan luas 394 ha, kapasitas pembangkit yang dihasilkan = 382,58 MWp / 394 ha = 0,971 MWp. Dengan hasil perhitungan di atas maka dengan luas area 1 ha maka kapasitas pembangkit yang dihasilkan adalah 0,971 MWp. Posisi dan Desain PLTS terapung Bendungan Ir. H. Djuanda adalah sumber perekonomian bagi warga sekitar terutama bagi sektor perikanan, baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Bendungan Ir. H. Djuanda menjadi ekosistem bagi jenis ikan tawar dan juga tanaman perairan yang kemudian membawa berkah bagi warga sekitar. Zonasi bagi usaha perikanan dengan bentuk peraturan daerah Kep. Bupati Kab. Purwakarta No. 523.32/Kep.234-Diskan/2000 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemanfaatan Bendungan untuk Kegiatan Usaha Perikanan adalah sebagai berikut.



886



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Sumber : Prinajati, 2019. Diolah.



Gambar 4. Zonasi pemanfaatan Bendungan Jatiluhur, Purwakarta. Pada Gambar 4 terlihat bahwa pemanfaatan Bendungan Jatiluhur terdiri dari 6 zona yaitu Kawasan I Bahaya, Kawasan II Intake Industri, Kawasan III Penangkapan ikan, Kawasan IV Budi daya, Kawasan V Perhubungan air dan Kawasan VI berupa Wisata, olah raga air (Prinajati, 2019). Desain PLTS terpung terdiri dari PV modul, bangunan inverter, anti petir, dan lainnya, pembatas antar blok PV modul, combiner box dan bangunan transmisi. Secara lengkap dapat dilihat Gambar 5 di bawah :



Sumber : ambitiontoaction.net (ECN.TNO, 2019), diolah.



Gambar 5. Posisi jangkar penahan, anti petir, inverter, trafo dan transmisi pada modul PV terapung bendungan. Hasil perhitungan debit banjir rencana menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan intensitas curah hujan di masa yang akan datang. Hasil perhitungan 887



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



intensitas kala ulang 2, 5, 10. 25, 50 dan 100 tahun. Data acuan berupa perkiraan curah hujan di wilayah Purwakarta selama 10 tahun terakhir (2011-2020). Terjadi peningkatan debit banjir di setiap kala ulang dari waktu ke waktu. Hasil perhitungan tersebut dapat memberikan gambaran tentang kemampuan suatu daerah dalam menyerap intensitas curah hujan maksimum di masa yang akan datang, karena ketidakmampuan menyerap intensitas curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan banjir. Untuk meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh banjir di kemudian hari, maka diperlukan suatu alat yang dapat memberikan informasi tentang kemungkinan terjadinya banjir di suatu daerah. Pembangunan PLTS (PV) terapung, juga membutuhkan studi lingkungan dan teknis khusus untuk mengevaluasi kelayakan proyek PV terapung seperti topografi dan batimetri. Analisis mengenai PV terapung berkaitan dengan topografi, komposisi tanah, batimetri, kedalaman air, variasi Ketinggian Air dan kecepatan angin di lokasi sekitar Bendungan (Ciel & Terre International, 2021). Setelah dirakit dengan panel PV, platform apung ditarik ke lokasi yang ditentukan. Platform kemudian ditambatkan untuk tetap pada posisi untuk menghindari menabrak tepian sambil mengikuti variasi ketinggian air. Jangkar untuk menambatkan pulau di dasar atau di tepian untuk menahan beban angin dan untuk mengurangi pergerakan pulau di permukaan air. Rantai untuk menghubungkan setiap komponen: jangkar, kabel, rantai dan batang penyebar dan asesorisnya. Desain PLTS terpung terdiri dari PV modul, bangunan inverter, anti petir, ponton terapung, rantai pengait, jangkar, transformer, kabel, pembatas antar blok PV modul, combiner box, dan bangunan transmisi (Gambar 5). Pembatas area antara masing-masing blok PV modul dapat menggunakan floating walkway atau dapat pula menggunakan bola terapung. Jarak ideal masing-masing area blok adalah 8 m2. Selanjutnya untuk mengetahui tinggi muka air bandungan maka dapat digunakan alat semacam Early Warning System (EWS) seperti Floods Early Detection System (FEDS) sangat penting untuk memberikan informasi yang akurat dan terkini, mengenai kondisi tinggi muka air danau, kelembaban dan suhu udara. Alat ini dapat menggunakan catu daya dari tenaga surya yang ada, dapat mendeteksi tinggi muka air, curah hujan, kelembaban dan suhu udara sekitar, dengan menggunakan apllikasi Blynk berbasis IoT, sensor ultrasonik, modul ESP 8266, dan Arduino Nano (Siregar; et al., 2020). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Perhitungan debit banjir yang direncanakan dengan kala ulang kala ulang 2, 5, 10. 25, 50 dan 100 tahun. Data acuan yang digunakan dalam perhitungan intensitas hujan didasarkan pada curah hujan di wilayah Purwakarta selama 10 tahun terakhir (2011-2020). Curah hujan tersebut dapat mempengaruhi debit bendungan Jatiluhur yang juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Ketidakmampuan suatu wilayah untuk menampung curah hujan secara maksimal akan menyebabkan terjadinya banjir, sehingga diperlukan perencanaan dan koordinasi yang tepat untuk



888



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



menghadapi risiko banjir di masa yang akan datang. Luas total Bendungan adalah 8300 ha dengan luas yang diizinkan untuk pengembangan PLTS terapung adalah 5%, maka luas yang diizinkan adalah 415 ha. Total unit panel surya maksimal yang dapat dibangun adalah 3.940.000 m2 dengan jumlah Panel Surya 2.429.099 unit. Total unit modul surya maksimal yang dapat dibangun pada lahan yang diizinkan, maka kapasitas modul surya adalah 607.274.750 𝑊𝑝. Saran Hasil analisis menunjukkan peningkatan debit air dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu Bendungan Jatiluhur yang berfungsi sebagai pengendali banjir, perlu melakukan perencanaan dan koordinasi yang tepat mengendalikan jumlah volume inlet dan outlet secara kontinyu. Pengembangan PLTS terapung sangat menguntungkan dalam hal pengembangan energi baru dan terbarukan yang bersih, ramah lingkungan. Dalam pelaksanaanya perlu mempertimbangkan kondisi sosial, lingkungan dan zona zona yang ada di bendungan, sehingga tidak megganggu aktivitas masyarakat dan lembaga pemerintahan yang lain, yang berkepentingan terhadap pemanfaatan bendungan. Daftar Referensi - Purwakarta, Indonesia. Atlas, G. S. (2020). https://globalsolaratlas.info/map?c=11.609193,8.4375,3 Barat, P. P. J. (2021). Potensi Pariwisata, Wisata Waduk Jatiluhur dan Cirata. https://jabarprov.go.id/index.php/potensi_daerah/detail/193 Baskara, D. A. (2018). Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat Off Grid Desa Kolikapa , Kecamatan Malukaro , Kabupaten Ende , Provinsi Nusa Tenggara Timur Baskara , Dewangga Arie . 2018 . Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat Off Grid D. Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana, 43721. https://repository.mercubuana.ac.id/43721/ Biantoro, A. W., Iskendar, Subekti, & Muhd Noor, N. H. (2021). The effects of water debit and number of blades on the power generated of prototype turbines propeller as renewable electricity. Rekayasa Mesin, 01(Sept 2020), 203–215. https://rekayasamesin.ub.ac.id/index.php/rm/article/view/775 Boedoyo, M. S. (2013). Potensi Dan Peranan Plts Sebagai Energi Alternatif Masa Depan Di Indonesia. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia, 14(2), 146–152. https://doi.org/10.29122/jsti.v14i2.919 Ciel & Terre International. (2021). Customized Anchoring Solutions For Your Floating PV Plants. https://www.ciel-et-terre.net/our-expertise/anchoringsystems/ ECN.TNO. (2019). Three Indonesian solar-powered futures: Solar PV and ambitious climate policy. https://ambitiontoaction.net/wp-content/uploads/ 2020/01/A2A-2019-Three-Indonesian-solar-powered-futures.pdf Jatiluhur, W. (1998). Waduk jatiluhur. http://citarum.org



889



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kodoatie, R. J. (2013). Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota (3rd ed.). Andi Yogyakarta. Mittal, D., Kumar Saxena, B., & Rao, K. V. S. (2018). Potential of floating photovoltaic system for energy generation and reduction of water evaporation at four different lakes in Rajasthan. Proceedings of the 2017 International Conference On Smart Technology for Smart Nation, SmartTechCon 2017, 238–243. https://doi.org/10.1109/SmartTechCon.2017.8358376 Permana, H. S., Hadiani, R., & Solichin, S. (2019). Pemanfaatan Waduk Bening/ Widas Sebagai Lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Plts). Jurnal Riset Rekayasa Sipil, 2(2), 65. https://doi.org/10.20961/jrrs.v2i2.28630 Perum Jasa Tirta II. (2021). Wilayah Kerja. Perum Jasa Tirta II. http://www.jasatirta2.co.id/tentang Prinajati, P. D. (2019). Kualitas Air Waduk Jatiluhur Di Purwakarta Terhadap Pengaruh Keramba Jaring Apung. Journal of Community Based 78. Environmental Engineering and Management, 3(2), https://doi.org/10.23969/jcbeem.v3i2.1838 Rakyat, K. P. U. dan P. (2020). Http://Jdih.Pu.Go.Id. https://jdih.pu.go.id/detaildokumen/2721/1 Risnawati. (2018). Perencanaan Dan Desain Saluran Drainase Kawasan Perumahan Mulawarman Residence Kota Samarinda Pada Segmen Ii. Jurnal Teknik Sipil UNTAG Samarinda, 53(9), 1689–1699. Roza, E., Mujirudin, M., & Studiteknikelektro, P. (2019). Perancangan Pembangkit Tenaga Surya Fakultas. 4(1), 16–30. http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=984946&val=11 994&title=PERANCANGAN PEMBANGKIT TENAGA SURYA FAKULTAS TEKNIK UHAMKA Safitri, A., Wahyudi, S. I., & Soedarsono. (2020). Simulation of Transmission of Drinking Water Sources to Reservoirs: Case Study PDAM Tirta Jati, Cirebon, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 498(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/498/1/012072 Siregar;, C. A., Mulyadi;, D., Biantoro;, A. W., Sismoro;, H., & Irawati., Y. (2020). Automation and control system on water level of reservoir based on microcontroller and blynk. Proceeding of 14th International Conference on Telecommunication Systems, Services, and Applications, TSSA 2020. https://doi.org/10.1109/TSSA51342.2020.9310836



890



Sub Tema 2 Pengelolaan Air Perkotaan dan Perdesaan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi, Drainase Perkotaan Berkelanjutan, Teknologi Air Pintar, Pengelolaan Air Limbah dan Sampah, Kota Pintar.



PEMANENAN AIR HUJAN SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA KAWASAN PERKOTAAN Azizatun Nafiah1, Entin Hidayah1*, dan Retno Utami Wahyono1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Jember



1



*[email protected]



Intisari Banjir perkotaan di perumahan Muktisari biasanya terjadi secara berkala selama musim hujan. Topografi wilayah yang datar menjadi tantangan untuk mengurangi debit puncak pada saat terjadi hujan ektrem. Solusi dengan membuang air secepatnya ke sungai merupakan paradigma lama yang bertentangan dengan konsep drainase berkelanjutan. Sistem pemanenan air hujan merupakan salah satu alternatif untuk mengurang debit puncak dan terjadinya banjir. Studi ini mengkaji kelayakan sistem RWH pada skala terdistribusi di wilayah perkotaan yang tepatnya di perumahan Muktisari salah satu perumahan yang sering terjadi genangan banjir di kota Jember. Untuk pemodelan banjir, model pengelolaan air hujan (SWMM) digunakan dengan pembangunan low-impact development (LID) yaitu rain barrel sebagai tindakan pengurangan banjir. Evaluasi pemodelan banjir dengan membandingkan respon debit puncak sebelum dan sesudah menggunakan sistem pemanen hujan dengan menggunakan Storm Water Management Model (SWMM). Kinerja model dievaluasi dengan mengukur kedalaman genangan di dua lokasi saluran saat hujan terhadap hasil model dengan hujan sesaat. Koefisien korelasi masing-masing ditemukan 0,60 dan 0,80. Akhirnya, dengan menggunakan pemanenan air hujan, pengurangan luas banjir diperoleh sebesar 23.9%. Selain itu, studi menunjukkan bahwa 32,2%-95% daerah kedap air dapat menghasilkan potensi RWH tahunan sebesar 0,525 m3 dari luas atap meter persegi. Model tersebut dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang diperlukan untuk pengurangan banjir dan untuk membangun sistem RWH terdistribusi di wilayah studi. Kata Kunci: pengendalian banjir, pemanenan air hujan, LID, SWMM Latar Belakang Banjir perkotaan di perumahan Muktisari sering terjadi selama musim hujan. Dengan curah hujan rerata 87,1 mm, hampir seluruh area perumahan tergenang. Topografi wilayah yang datar menjadi tantangan untuk mengurangi tinggi muka air pada saat terjadi hujan ekstrem. Akan tetapi sistem drainase yang ada dengan membuang air ke sungai, maka hal tesebut gagal memberikan pengelolaan yang baik. Dalam hal ini, salah satu teknik untuk menurukan debit puncak yaitu menggunakan pemanenan air hujan untuk daerah perkotaan. Penggunaan metode ini tidak hanya di daerah kering tetapi juga bisa di lahan basah, yang memiliki manfaat yaitu sebagai penahan banjir dan pengendalian volume banjir (Freni dan Liuzzo, 2019).



893



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa, daerah tangkapan air perkotaan, pemasangan tangki untuk sistem pemanenan air hujan dapat menjadi dukungan yang efektif untuk mengurangi frekuensi dan puncak banjir air hujan (Freni dan Liuzzo, 2019). Untuk tangki pemanenan air hujan ini di pasang di wilayah perumahan Nanjing (Hu dkk., 2019). Studi yang lain menemukan bahwa sistem pemanenan air ini memilik kinerja yang baik dalam mengurangi masalah genangan air di perkotaan, yaitu mengurangi volume banjir masing-masing 13,9%, 30.2%, dan 57.7% pada curah hujan harian maksimum, surah hujan rata-rata tahunan dan curah hujan kritis (Petrucci dkk., 2012). Untuk pemodelan banjir menggunakan SWMM digunakan dengan metode LID-rain barrel. Pemodelan genangan HECRAS dibandingkan dengan simulasi banjir SWMM untuk mengamati secara rinci berapa pengurangan banjir. Simulasi kedalaman genangan menggunakan data HEC-RAS menunjukkan kecocokan yang wajar, akhirnya dengan menggunakan LID yaitu rain barrel didapatkan pengurangan sebesar 28.66% dapat dicapai untuk mengurangi luapan banjir (Akter dkk., 2020). Sedangkan hasil simulasi yang lain menunjukkan bahwa dengan hujan rancangan kala ulang 5 tahun menghasilkan 26 titik genangan. Prosentase reduksi debit aliran pada setiap saluran akibat penerapan pemanenan air hujan pada sistem drainase di lokasi studi sangat bervariasi mulai dari 1.01% hingga 63.57% (Ajitama, 2017). Penelitian tentang evaluasi sistem drainase di kawasan perumahan Muktisari kecamatan kaliwates telah dilakukan oleh Yanuar Rahman Ferdiansyah (2021). Penelitian ini menggunakan analisis hidrologi untuk mencari debit curah hujan dan intensitas hujan. Kala ulang tahunan yang digunakan adalah 5 tahun. Dalam penelitian ini pemodelan menggunakan software EPA SWMM 5.1. Berdasarkan hasil pemodelan dengan kala ulang 1 tahun didapatkan 2 titik banjir, 2 dan 3 tahun 9 titik banjir, dan 5 tahun 12 titik banjir. Dalam penelitian tersebut di rencanakan ulang sistem drainase dan membuang air ke sungai jika muka air tinggi maka hal tersebut tidak memberikan solusi. Untuk mencapai tujuan utama dari penelitian ini yaitu mencoba untuk mengurangi volume limpasan permukaan dengan menerapkan pemanenan air hujan yang belum pernah diteliti di lokasi penelitian. Rainwater harvesting atau pemanenan air hujan adalah kegiatan mengumpulkan air hujan secara lokal dan menyimpannya dengan berbagai teknologi, kemudian air hujan tersebut akan digunakan dari permukaan yang relatif bersih (seperti atap, tanah). Sistem pengumpulan air hujan memanfaatkan sumber daya air di lokasi, mengurangi limpasan perkotaan dan menghemat biaya air. Metodologi Studi Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di perumahan Muktisari, Tegal Besar, Kabupaten Jember terlihat pada gambar 1. Dengan luas kurang lebih 15 ha didominasi bangunan rumah berkisar 80% dan selebihnya fasilitas umum serta lahan terbuka hijau. Dalam pengerjaan studi ini data yang digunakan yaitu peta topografi, peta tata guna lahan dan data hujan yang berasal dari 4 stasiun penakar hujan terdekat di lokasi penelitian bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum dan Cipta Karya Pemerintahan Jember. Perhitungan analisis curah hujan dilakukan dengan menggunakan data 894



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dalam 10 tahun terakhir dari tahun 2010 hingga 2019. Data curah hujan tahunan terbesar pada tahun 2014 yaitu 151.25 mm, dan curah hujan terendah 70.00 mm yaitu pada tahun 2010. Dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Curah Hujan DATA CURAH HUJAN



Curah hujan max mm/bulan



NO



Tahun



Jember (mm)



Rennes (mm)



Dam Talang (mm)



Wirolegi (mm)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



2010



63,31 87



85 125



86 124



58 72



73,08 102,00



70 107 107 115 67 80 69 69



121 105 117 72 68 37 91 91



98 97 208 130 69 68 174 175



117 80 173 67 76 98 83 83



101,50 97,25 151,25 96,00 70,00 70,75 104,25 104,50



2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019



Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (google maps, 2020) Analisis Frekuensi Frekuensi hujan perlu dilakukan dengan tujuan agar drainase yang direncanakan dapat menampung debit air pada saat terjadinya debit maksimum, untuk itu diperlukan adanya analisa statistik frekuensi hujan untuk waktu yang akan datang. Berdasarkan tabel tipologi kota lokasi studi termasuk kota sedang dengan daerah tangkapan air 10-100 ha maka digunakan kala ulang 5 tahun. Dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kala Ulang Berdasarkan Tipologi Kota Tipologi Kota Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil



500 2-5 Th 5-10 Th 10-25Th 2-5 Th 2-5 Th 5-20 Th 2-5 Th 2-5 Th 5-10 Th 2 Th 2 Th 2-5 Th



895



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah untuk menghubungkan besarnya suatu kejadian ekstrem dengan frekuensi kemunculannya melalui penerapan distribusi probabilitas (Suripin, 2004). Diasusmsikan bahwa karakteristik statistik kejadian hujan dimasa depan selalu sama dengan kejadian hujan masa lalu. Adapun distribusi yang biasa digunakan di Indonesia antara lain: distribusi log Pearson III, distribusi gumbel, dan distribusi normal, distribusi Log Normal. Diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter menggunakan Metode Chi-Square dan Metode Kolmogorov-Smirnov. (Suripin, 2004). Analisis Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalam air hujan per satuan waktu. Untuk memperoleh grafik IDF dari data curah hujan harian menggunkan metode mononobe. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intesitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe. (Suripin, 2004) 2



𝐼=



𝑅24 24 3 ( 𝑡 ) ...................................................................................................(1) 24



dimana I adalah intensitas hujan dengan satuan (mm/jam), T adalah lamanya hujan (jam), dan R24 adalah curah hujan maksimum harian (mm) (selama 24 jam). Pemodelan SWMM Storm water management (SWMM) merupakan model simulasi hujan aliran (rainfall-runoff) yang digunakan untuk simulasi kuantitas maupun kualitas limpasan permukaan dari daerah perkotaan. Limpasan permukaan dihasilkan dari daerah tangkapan hujan. Beban limpasan permukaan tersebut kemudian dialirkan melalui sistem saluran pipa, saluran terbuka, tampungan pipa dan sebagainya. SWMM menghitung kuantitas dan kualitas limpasan permukaan dari setiap daerah tangkapan hujan, dan debit aliran, kedalaman aliran, dan kualitas air di setiap pipa dan saluran selama periode simulasi. Pemanenan Air Hujan (PAH) Dalam model ini, sistem pengumpulan air hujan memanfaatkan sumber daya air di lokasi, mengurangi limpasan perkotaan dengan memanfaatkan atap bangunan. Metode yang digunakan yaitu memperhitungkan harga infiltrasi dalam simulasi menggunakan metode SCS_Curve Number. Metode ini mangamsusikan bahwa infiltrasi tanah yang terjadi didapatkan melalui pemilihan jenis tata guna lahan dan di publikasikan oleh USDA Natural Resources Conservation Service berdasarkan Tabel Pengelompokkan Jenis Tanah perumahan Muktisari termasuk dalam golongan B dimana Transmisi air melalui tanah tidak terhalang. Tanah kelompok B biasanya memiliki antara 10 persen dan 20 persen lempung dan 50 persen sampai 90 persen pasir dan memiliki tekstur lempung atau lempung berpasir dengan nilai 3.6 cm/jam (Fadillah, 2015). 896



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Berdasarkan buku panduan Storm water management model user’s manual version 5.1 untuk menghitung debit outflow underdrain pada rain barrel, persamaan (2) yang digunakan untuk menghitung laju aliran digunakan rumus sebagai berikut: 𝑄 = 𝐶(ℎ − 𝐻𝑑)𝑛 ..................................................................................................(2) dengan keterangan: Q : debit outfalow (mm/jam) C : koefisien drainase N : eksponen drainase (0.5 untuk lubang) Hd : tinggi kran dari alas rain barrel (mm) H : tinggi rain barrel (mm). Hasil Dan Pembahasan Analisis Hidrologi Hasil perbandingan kedua uji probabilitas dalam tabel 1 diperoleh nilai log normal untuk chi kuadrat 5.991 dan smirnov-kolmogorof 0.161. Dari nilai yang didapatkan pada tabel 3, dapat disimpulkan bahwa semua distribusi diterima. Distribusi dapat dikatakan diterima jika nilai X2 < X2cr dan ΔP < ΔP Kritis. Distribusi yang digunakan adalah distribusi Log Normal karena memiliki nilai simpangan maksimal terkecil. Tabel 3. Perbandingan Hasil Uji Chi Kuadrat dan Uji Smirnov-Kolmogorov Chi Kuadrat X² X² cr 2 5.991 2 5.991 3 7.815 3 7.815



Distribusi probabilitas Normal Log Normal Gumbel Log Pearson III



Diterima Diterima Diterima Diterima



Smirnov-Kolmogorof ΔP ΔP kritis 0.41 0.195 0.41 0.161 0.41 0.188 0.41 0.187



Diterima Diterima Diterima Diterima



Intensitas Hujan (mm)



Analisis Intensitas Hujan Rancangan sistem drainase diperlukan untuk memperkirakan debit puncak dengan menganalisis grafik IDF atau hubungan antara intensitas hujan dengan durasi. Hasil perhitungan intensitas hujan dapat dilihat pada Gambar 2. 2 tahun



80



5 tahun



10 tahun



60 40 20 0 0



2 Hujan (jam)4 Lama



6



Gambar 2. Intensitas Hujan Periode Ulang 2,5, dan 10 Tahun Kabupaten Jember atau Kecamatan Kaliwates dikategorikan dalam kelas kota sedang dan perumahan Muktisari mempunyai luasan daerah yang berpengaruh adalah kurang lebih 15 Ha, maka kala ulang tahunan yang digunakan yaitu 5 tahun. 897



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kalibrasi model Kalibrasi merupakan proses verifikasi untuk menentukan dan menyesuaikan kebenaran hasil simulasi sofware SWMM dengan kondisi sebenarnya di lapangan. (Jenggawah dkk., 2010). Proses kalibrasi menggunakan data tinggi air di saluran hasil pengukuran di lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 4 April 2020 dengan data curah hujan 65 mm selama hujan 3 jam. Kemudian setelah dilakukan running untuk mendapatkan hasil tinggi muka air di SWMM, bandingkan dengan tinggi muka air di lokasi. Hasil kalibrasi pemodelan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Kalibrasi Pemodelan SWMM Conduit Cond01 Cond48



Tinggi di SWMM (m) 0.19 0.17



Tinggi di lapangan (m) 0.18 0.186



% Error 5.26 9.41



Cond 48



Cond 01



Simulasi kondisi drainase Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas drainase dengan kala ulang 5 tahun di lokasi studi. Sistem jaringan drainase ini menerima limpasan dari saluran jaringan jalan Besuki Rahmat dan sungai yang ada di lokasi studi mengalir menuju ke daerah perumahan Muktisari. Parameter parameter yang diaplikasikan pada program SWMM meliputi: subcatchment, conduit, juntion, rain, dan out fall. Hasil simulasi sistem drainase dapat disimpulkan bahwa saluran drainase di wilayah studi tidak dapat menampung air hujan dengan kala ulang 5 tahun dan ada 10 titik genangan. C 42



C 05



C 39



vcc



C 60



C 26



LEGENDA:



: Lahan tangkapan : Titik yang meluap



C 75



C 84



: Pembuangan air (outfall) : Saluran Drainase



Gambar 3. Hasil Running SWMM kala ulang 5 tahun



898



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Debit Limpasan Pada Saluran Drainase Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. dimana warna merah menunjukkan kapasitas saluran yang tidak dapat menampung limpasan air hujan yang turun sehingga terjadi genangan. Adapun saluran drainase yang meluap pada simulasi ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Simulasi Debit Limpasan Saluran Drainase No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Nama H saluran (m) H max (m) V (m/dt) Q max (m3/dt) COND05 0,3 0,43 0,37 0,037 COND24 0,4 0,43 0,29 0,071 COND26 0,35 0,47 0,43 0,073 COND39 0,4 1,00 0,52 0,119 COND42 0,3 0,5 0,1 0,017 COND60 0,4 0,5 0,42 0,089 COND75 0,3 0,5 0,28 0,032 COND76 0,3 0,5 0,28 0,032 COND84 0,3 0,38 0,08 0,050 COND85 0,4 0,43 0,37 0,061



Keterangan genangan genangan genangan genangan genangan genangan genangan genangan genangan genangan



Rain barrel direncanakan untuk setiap rumah pada lokasi penelitian yang kemudian akan dihubungkan langsung dengan talang atap rumah. Rain barrel yang digunakan berupa drum air berbahan plastik dimana terdapat kran di bagian bawah. Simulasi Penerapan Pemanenan Air Hujan (PAH) Setelah merencanakan bangunan pemanenan air hujan berupa rain barrel maka dapat dilakukan simulasi dengan mengisi properti LID control for subcatchment. Simulasi ini dilakukan dengan dua tahapan yaitu pertama disimulasikan tanpa adanya rain barrel, kemudian yang kedua disimulasikan dengan penerapan rain water harvesting berupa rain barrel. Untuk mengetahui efektifitas penerapan metode rain barrel terhadap penurunan debit puncak aliran. Analisis reduksi debit limpasan Setelah dilakukan simulasi tanpa adanya struktur pemanenan air hujan maka selanjutnya yaitu dilakukan simulasi dengan kombinasi dua struktur pemanenan air hujan yang telah direncanakan. Untuk mengetahui efektifitas penerapan metode rain barrel terhadap penurunan debit puncak aliran Gambar 4. Berdasarkan gambar 4. seluruh conduit mengalami penurunan tinggi puncak banjir serta pengurangan waktu menuju puncak banjir, kecuali pada conduit 26 tidak mengalami penurunan secara signifikan. Besar pengurangan rata rata 0,5343 m³/dt menjadi 0,3831 m³/dt dari debit awal dan pada conduit26 debit 0,0729 m³/dt terjadi pengurangan sebesar pengurangan terbesar 0,0613 m³/dt menuju puncak. Hal tersebut dikarenakan pada conduit 26 merupakan pertemuan titik dari beberapa saluran telihat pada Gambar 6.



899



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Eksisting



RWH



40



60



30



40



20



20



10



0



0 0



100



200



Conduit 05



300



0



400



Debit Saluran Eksisting



60



100



200



Conduit 24



300



400



Debit Saluran Eksisting



200



Debit m3/dt



Debit m3/dt



150



40



100



20



50 0



0 0



100



200



Conduit 26



300



100



200



300



400



Conduit 39



20



100



10



Debit m3/dt



Debit m3/dt



0



400



Debit Saluran Eksisting



Debit Saluran Eksisting



50



0 0



100



200



Conduit 42



300



400



Debit Saluran Eksisting



0 0



100



200 60 300 Conduit



400



Debit Saluran Eksisting



60 Debit m3/dt



40 Debit m3/dt



Debit Saluran Eksisting



80 Debit m3/dt



Debit m3/dt



50



40



20



20



0



0 0



100



200



Conduit 75



300



400



0



100



200



Conduit 84



300



Gambar 4. Rekapitulasi pengaruh penerapan metode rain water harvesting terhadap debit limpasan saluran



900



400



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



C 42



C 05 C 39 C 60 C 26 LEGENDA:



: Lahan tangkapan : Titik yang meluap



C 84



: Pembuangan air (outfall) : Saluran Drainase



C 75



Gambar 6. Hasil Running SWMM kala ulang 5 tahun setelah adanya PAH Berdasarkan hasil simlasi EPA SWMM 5.1 dapat di lihat pada gambar bahwa tidak ditemukan saluran yang berwarna merah itu artinya tidak ada saluran yang meluap, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pemanenan air hujan dengan rain barrel ini dapat membuat perumahan Muktisari bebas dari genanangan air pada saat hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem penanenan air hujan menyebabkan penurunan yang bervariasi hal tersebut berdasarkan jumlah rumah yang ada lokasi studi dan akumulasi dari saluran sebelumnya. Dalam hal ini pengurangan yang terjadi pada jam puncak Dalam hal ini pengurangan tinggi muka air dan debit di daerah banjir dapat diamati. Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa tangki air berukuran 650 liter dapat digunakan di perumahan Muktisari, dimana tangki diletakkan di halaman rumah dengan masing- masing satu tangki. Hasil ini menunjukkan bahwa pemasangan rain barrel ini cukup untuk memberikan pengurangan terhadap debit banjir yang cukup besar. Dengan pemasangan rain barrel untuk periode ulang 5 tahun dapat mengurangi tinggi muka air di lokasi penelitian sehingga tidak terjadi banjir. Kesimpulan dan Saran Sesuai tujuan penelitian untuk mengurangi debit puncak banjir dengan pemanenan air hujan menggunakan rain barrel adalah salah satu cara yang efektif dalam mengurangi banjir di perkotaan. Hasil analisis perhitungan menunjukkan bahwa debit total pada setiap saluran di lokasi studi mengalami penurunan. Sehingga reduksi debit akibat penerapan pemanenan air hujan (PAH) di Perumahan Muktisari, Tegal Besar terjadi penurunan debit air dari 0,534 m3/dt menjadi 0,383 m3/dt atau berkurang sekitar 23.9% dari debit awal.



901



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Saran Kajian mengenai potensi pemanfaatan air hujan sekaligus untuk mitigasi banjir selanjutnya dapat diterapkan pada lokasi lain diwilayah Jember. Peneliti yang menggunakan aplikasi EPA SWMM diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang perencanaan penggunaan ramah lingkungan dengan LID control yang lain seperti bioretensi (bioretension), perkerasan permeabel (permeabel pavement) dan infiltasi (infiltration). Daftar Pustaka Ajitama, A. S. 2017. Analisa Reduksi Debit Saluran Dengan Penerapan Rain Water Harvesting Menggunakan Aplikasi Epa Swmm 5.1 Di Perumahan Sukolilo Regency Kota Surabaya. Akter, A. H., & Islam, M. K. 2020. Possibilities of urban flood reduction through distributed-scale rainwater harvesting. Water Science and Engineering, 13(2), 95–105. Fadillah, E. D. N, 2015. Studi Sumur Resapan di Kawasan Perumahan Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Skripsi. Jember: Teknik Sipil Universitas Jember. Freni, G., & Liuzzo, L. (2019). Effectiveness of rainwater harvesting systems for flood reduction in residential urban areas. Water (Switzerland), 11(7). Hu, M., Zhang, X., Li, Y., Yang, H., & Tanaka, K. (2019). Flood mitigation performance of low impact development technologies under different storms for retrofitting an urbanized area. Journal of Cleaner Production, 222, 373– 380. Jenggawah, N., Pada, S., Berpikir, K., Dan, K., & Belajar, M. (2010). Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember Digital Jember Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember. November, 68–74. Petrucci, G., Deroubaix, J. F., de Gouvello, B., Deutsch, J. C., Bompard, P., & Tassin, B. (2012). Rainwater harvesting to control stormwater runoff in suburban areas. An experimental case-study. Urban Water Journal, 9(1), 45– 55.



902



STUDI PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DI KOTA KUPANG Melkior A. Lukas1*, Marthen Y .Haning1 Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II



1



*[email protected]



Intisari Salah satu permasalahan di Kota Kupang adalah tidak terpenuhinya kebutuhan air bagi penduduk perkotaan.Selain itu, industri di Kota Kupang yang semakin berkembang juga meningkatkan kebutuhan air. Studi pemenuhan air bersih bagi penduduk perkotaan dan industri diperlukan untuk memproyeksi kapasitas air, kekontinuan dan kualitas air bersih yang dibutuhkan. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan metode Geometri.Kebutuhan air diperoleh dari jumlah penduduk dikalikan standar kebutuhan air bersih.Pada penelitian ini, proyeksi dibuat dari tahun 2017 hingga tahun 2027.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih di Kota Kupang adalah 587,5 l/s. Proyeksi untuk skenario jika kondisi air tetapmaka sejaktahun 2017 kebutuhan air sudah tidak tercukupi. Hanya 67% penduduk perkotaan yang terlayani kebutuhannya bahkan di tahun 2027 sebanyak 54,86% penduduk tidak terlayani. Skenario kedua, mempertimbangkan ketersediaan air yang dapat dioptimalkan yaitu sebesar 1.354 l/s. Jika kondisi ini terjadi maka kebutuhan air tercukupi dan surplus sebesar 31,58%. Namun,pada tahun 2023 sudah terjadi kekurangan kapasitas air sebesar 3,25% dan hingga tahun 2027 sebesar 83% tidak terlayani. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan tindakan lebih lanjut seperti penambahan waduk, sumber air hasil panen hujan dan proses destilasi air laut dan juga tindakan pengendalian seperti pelestarian sumber air produksi. Kata kunci: air bersih, industri, penduduk perkotaan, simulasi neraca air. Latar Belakang Ungkapan Mikhail Gorbachev sebagai penerima Nobel Perdamaian yang diterjemahkan dari (Water Wisdom Book, UNESCO-IHE Institute for Water Education, 2004), mengingatkan bahwa hidup kita, dari dahulu sampai sekarang, tidak bisa dilepaskan dari air. Pembicaraan mengenai masalah air tidak akan pernah ada habisnya, karena pada kenyataannya kehidupan manusia sangat tergantung pada ketersediaan air.Air mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di alam ini. Sebagai makhluk hidup, tentu saja manusia juga membutuhkan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup baik kebutuhan langsung seperti minum, memasak, mencuci dan sanitasi maupun kebutuhan tak langsung seperti irigasi, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan pariwisata. Sumber air dapat diperoleh dari air yang berada di atas permukaan tanah dan juga di bawah permukaan tanah (air tanah). Meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya laju pembangunan di berbagai sektor menyebabkan kebutuhan air semakin



903



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



meningkat, sementara ketersediaan air pada sumber-sumber air jumlahnya relatif tetap bahkan dapat berkurang disebabkan oleh iklim yang terjadi pada suatu daerah. Data yang diperoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Kupang bahwa ada tiga hal yang tidak memadai dalam pemenuhan kebutuhan air baku bagi penduduk yaitu kuantitas suplai, kontinuitas pendistribusian dan kualitas air. Fakta yang terjadi dalam Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah tidak terpenuhinya pasokan kebutuhan air bagi masyarakat perkotaan padahal di Kota Kupang dilayani oleh tiga operator air bersih yakni PDAM Kota Kupang, PDAM Kabupaten Kupang dan Badan Layanan Umum Daerah Air Minum (BLUD AM) Provinsi NTT. Namun, masalah yang terus terjadi adalah penduduk perkotaan yang sudah terlayani perpipaan PDAM masih tidak terlayani karena minimnya pasokan dan tidak terjadinya kontinuitas pendistribusian air bersih. Selain itu, data BPS dalam Kota Kupang dalam Angka 2016 menunjukkan bahwa keberadaan Industri di Kota Kupang juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu penelitian ini mengenai ketersediaan sumber air dan kebutuhan air bersih bagi penduduk perkotaan dan bagi industri-industri di Kota Kupang.Perkembangan industri yang berkelanjutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sangat berperan penting terhadap perkembangan ekonomi dalam daerah dan penyerapan tenaga kerja (Analisis Pembangunan Wilayah NTT, 2015). Air bersih merupakan salah satu kebutuhan industri terutama industri pengolahan makanan dan minuman. Salah satu pertimbangan investor dalam membangun industri adalah ketersediaan air. Studi pemenuhan air perkotaansangat penting untuk dilakukan agar dapat dipersiapkan kebijakan dan program-program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat terkhusus pelayanan air bersih masyarakat Kota Kupang. Hal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi kembali ketersediaan air baku pada sumber-sumber air potensial yang berada di wilayah Kota Kupang dan sekitarnya. Selanjutnya, menganalisis kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dengan melakukan proyeksi kebutuhan air baku bagi penduduk perkotaan dan bagi Industri di Kota Kupang untuk 10 tahun (2017-2027). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan air dan analisis neraca air guna melihat keseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air penduduk. Kajian Pustaka Permasalahan pemenuhan air baku bagi penduduk adalah suatu permasalahan mendasar sebab air adalah salah satu kebutuhan pokok bagi mahkluk hidup. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk perkotaan, operator penyedia air perlu mempersiapkan strategi-strategi praktis agar kontinuitas kapasitas air, pendistribusian air dan kualitas air tetap terjaga. Apalagi daerah perkotaan adalah tempat berkembangnya industri seiring bertambahnya jumlah penduduk di daerah tersebut. Jikatidak dipersiapkan dengan baik maka permasalahan tentang air tidak mendapat solusi konkrit. Demikian halnya yang terjadi di Kota Kupang, Adoe (2008) menyatakan bahwa untuk memenuhi air minum masyarakat di Kota Kupang, PDAM Kota Kupang banyak memanfaatkan air tanah padahal keseimbangan kondisi air tanah bergantung pada volume air hujan yang meresap ke dalam tanah. 904



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kebutuhan air selalu meningkat oleh karena berkembangnya jumlah penduduk dan pembangunan infrastruktur. Pada tesisnya, Adoe (2008) mengkaji tentang pengendalian pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan air bersih masyarakat ditinjau dari aspek perizinan, pengawasan, penertiban dan pelestarian. Adoe (2008) melihat adanya potensi kerusakan lingkungan dan penurunan debit air jika terus menerus dilakukan pengambilan air tanah sebagai sumber produksi oleh masyarakat. Dalam menganalisis pemakaian air bersih (PDAM) untuk Kota Pematang Siantar, Komalia dan Indrawan (2008) melakukan proyeksi pertumbuhan penduduk terlebih dahulu. Proyeksi dilakukan menggunakan metode aritmatik, metode geometrik dan metode least square untuk 10 tahun. Selanjutnya juga dilakukan proyeksi kebutuhan air penduduk yakni kebutuhan air domestik dan kebutuhan air nondomestik. Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan air rutin setiap hari yakni air yang dialiri sambungan rumah dan hidran umum. Kebutuhan non-domestik seperti kebutuhan air untuk perkantoran, pertanian, peternakan, kesehatan, tempat peribadatan, dan lain-lain. Demikian pula, Theodolfi (2014) menganalisis kebutuhan air bersih Kota Kupang menurut ketersediaan sumber air dan zona pelayanan. Theodolfi (2014) menyimpulkan bahwa sumber air yang dimanfaatkan oleh Kota Kupang adalah 13 mata air dan 12 sumur bor dengan kapasitas mencapai 296,26 l/s. Hal ini tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga perlu mengoptimalkan sumber-sumber air baku yang ada disekitar Kota Kupang. Untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industri diperlukan kuesioner dan wawancara langsung (SNI 2002). Namun jika datanya terbatas maka prediksi penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Jenderal Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan rata-ratanya adalah 2.000 l/unit/hari atau 500l/hari/karyawan (SNI, 2002). Standar kebutuhan air untuk berbagai sektor diantaranya untuk kebutuhan air domestik dan kebutuhan domestik dapat dilihat dalam Tabel 1. Metodologi Studi Lokasi penelitian terletak di wilayah administrasi Kota Kupang. Wilayah administrasi Kota Kupang meliputi 6 kecamatan yaitu: Alak, Maulafa, Oebobo, Kelapa Lima, Kota Raja dan Kota Lama.Analisis pertumbuhan penduduk dihitung menggunakan metode geometrik. Metode geometrik dipilih karena metode ini mempunyai nilai standar deviasi paling rendah dari metode yang lain dan nilai korelasi yang mendekati 1 (Novitasari dan Noor, 2015). Persamaan geometrik: 𝑃𝑡 = 𝑃0 (1 + 𝑟 𝑡 )



dengan 𝑃𝑡 = Jumlah penduduk tahun 𝑡 𝑃0 = Jumlah penduduk tahun dasar 𝑟 = Laju pertumbuhan penduduk 𝑡 = Periode waktu antar tahun dasar dan tahun 𝑡



905



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Tabel 1. Standar Kebutuhan Air untuk berbagai Sektor



Jenis Pemakaian Domestik Sambungan rumah: Kota Metropolitan : Penduduk > 1.000.000 jiwa Kota Besar : Penduduk 500.000-1.000.000 jiwa Kota Sedang: Penduduk 100.000-500.000 jiwa Kota Kecil : Penduduk 20.000-100.000 jiwa Desa : Penduduk 1100



>1100



>1100



0



3500



330



330



2 E.Coli Colony/100 ml Sumber : hasil analisa Laboratorium



Kesimpulan Berdasarkan pengolahan limbah cair hewan ternak di Pasar Bolu dengan menggunakan metode Fitoremediasi Tanaman Bambu air (equisetum sp.) terjadi penurunan pada beberapa parameter seperti Bau, iron (Fe), Mangan (Mn), Nitrat(No3) Nitrit ( No2) , Chemical Oxygen Demand (COD). Penurunan beberapa parameter ini melalui tanaman bambu air karena dapat menyerap bahan yang menyebabkan kadar limbah yang berlebihan pada air limbah melalui akar dan selanjutnya dilakukan pemindahan tempat ke dalam organ tumbuhan, dan juga akar tumbuhan mengadsorpsi larutan polutan sekitar akar ke dalam akar dan beerapa parameter lain tidak memenuhi sayarat baku mutu tetapi mengalami penurunan setelah mengguanakan metode fitoremediasi Saran Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan beberapa jenis tanaman endemik di Toraja Utara, dan menggunakan waktu tinggal yang berbeda, dan memeperhitungkan dimensi bangunan pengolahan limbah, debit air limbah dan jumlah tanaman untuk menyempurnakan penelitian ini. Daftar Pustaka Anam, Moh Misbahul MS, dkk. 2012. Penurunan Kandungan Logam Pb dan Cr Leachate Melalui Fitoremediasi Bambu Air (Equisetum hyemale) dan Zeolit: In Press, JKPTB Vol 1 No 2. Universitas Brawijaya Malang Anwar, A 2004, Pengantar Ilmu Kehatan Lingkungan Jakarta: Sumber Wijaya Bayu, Any Ajeng, Putu Wesen. 2013. Penyisihan Logam Berat Timbal (Pb) dengan proses fitoremediasi: Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 5 No. 2. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya Caroline, Jenny, Guido Arron Moa. 2015. Fitoremediasi Logam timbal (Pb) Menggunakan tanaman Melati Air (Echinodorus Palaefolius) Pada Limbah Industri Peleburan Tembaga dan Kuningan: ISBN 978-60298569. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Fitter, A. H dan R. K.M Hay. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta. 1055



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Hanifah, F. A Christine J Dan Titania T.N 2001 Pengolahan Limbah Cair Topioka Dengan Teknologi Em ( Effective Mikroorganisms). Jurnal Natur Indonesia Haryanti, Dede, dkk. 2013. Potensi Beberapa Jenis Tanaman Hias Sebagai Fitoremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah: Jurnal Penelitian Sains vol 16 (2): 52-58. Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Hardiani, Henggar. 2008. Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 dari Proses Deinking Industri Kertas Secara Fitoremediasi: Jurnal Riset Industri, 2(2): 6475. Bandung Mahida, U.N, 2004, Pencemaran Air Dan Pemamfaatan Limbah Industri. Jakarta Rajawali Margowati Destara, Sugeng Abdullah. 2016. Efisiensi Fitoremediasi Tanaman Bambu Air (Equisetum Hyemale) Rischa, dkk. 2013 Pemurnian air secara biologis menggunakan tumbuhan bambu air. Suharto Bambang, Liliya Dewi Susanawati, Betha Ika Wilisten. 2011. Penurunan kandungan logam Pb dan Cr Leachate melalui fitoremediasi bambu air (Equisetum Hyemale) dan Zeolit: AGROINTEK Volume 5, No 2. Malang Sugiharto. 2013. Dasar- dasar Pengelolaan Air Limbah, Cetakan Pertama: UI Press. Jakarta Sutyasmi, Sri, Heru Budi Santoso. 2013. Penggunaan Tanaman Air (Bambu Air dan Melati Air) pada pengolahan air limbah penyamakan kulit untuk menurunkan beban pencemar dengan sistem wetland dan adsorpsi: Vol. 29 No.2: 69-76. Yogyakarta Reni Oktaviani Tarru, Harni Eirene Tarru. 2015. Penerapan Metode Ecotec Garden Pada Pengolahan Limbah Rumah Tangga Toraja Home LandToraja Utara Tjokrokusumo, KRT. 2014. Pengantar Teknologi Bersih, Khusus Pengelolaan dan Pengolahan Air. Yogyakarta: STT Wulandari Fitria, Eko Hartini. 2016. Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Menggunakan Tanaman Bambu Air (Equisetum Hyemale) : Visikes Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 15 No.2. Semarang



1056



OPTIMALISASI PENGELOLAAN AIR DIPERKOTAAN DENGAN KONSEP water SMART CITY Puteri Iskandar1*, Wahyu Prasetyo2 Program Magister Arsitektur Departemen Arsitektur, Universitas Diponegoro Program Studi Teknologi Konstruksi Bangunan Air, Politeknik Pekerjaan Umum 1



2



*[email protected]



Intisari Air memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup makhluk. Meningkatnya jumlah penduduk diperkotaan, aktivitas perkotaan yang beragam dan gaya hidup masyarakat di perkotaan yang cenderung konsumtif, berdampak pada meningkatnya kebutuhan air diperkotaan, ditambah lagi belum maksimalnya pengelolaan air diperkotaan yang mengakibatkan berkurang pasokan air diperkotaan. Tujuan yang ingin dicapai adalah dengan menggunakan konsep water smart city dalam mengoptimalkan pengelolan air diperkotaan melalui optimalisasi ekosistem hutan, ekosistem sungai, dan infrastruktur buatan. Metode dari studi ini menggunakan studi kepustakaan dan studi kasus. Strategi pembangunan dan manajemen perkotaan dalam pengelolaan air diperkotaan memerlukan upaya yang besar didalam menjaga ketersediaan dan keberlanjutan sumber daya air. Kemajuan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi (ICT) menuntut masyarakat diperkotaan berlomba-lomba dalam merancang kota yang smart city. Salah satu indikator smart city dalam hal pengelolaan air yakni water smart city. Hasil dari studi ini menjelaskan bahwa permasalahan pengelolaan air diperkotaan terletak pada urgensi penerapan arah ke dalam peraturan dan perubahan paradigma dalam perencanaan kota dalam kaitannya dengan sumberdaya air. Kata Kunci: optimalisasi, pengelolaan air, perkotaan, water smart city Latar Belakang Air sudah tidak asing bagi keseharian manusia dan aktivitasnya. Air merupakan kebutuhan utama dalam proses kehidupan, tanpa air tidak akan ada kehidupan dimuka bumi. Air sebagai pusat dari pembangunan perkotaan yang berkelanjutan merupakan hal penting bagi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial (WHO, 2012). Air dimanfaatkan tidak hanya untuk kebutuhan manusia tetapi juga untuk aktivitas kegiatan industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. Air merupakan senyawa paling melimpah di alam, tetapi dengan meningkatnya jumlah penduduk diperkotaan, aktivitas perkotaan yang beragam dan gaya hidup masyarakat di perkotaan yang cenderung konsumtif, berdampak pada meningkatnya kebutuhan air diperkotaan, ditambah lagi belum maksimalnya pengelolaan air diperkotaan yang mengakibatkan berkurangnya pasokan air diperkotaan. Masyarakat lazimnya memandang air hanya memiliki nilai sosial atau sebagai pemenuhan kebutuhan hidup saja dan tidak dari segi ekonomi. Ada dua alasan yang mendorong masyarakat memandang air dari segi ekonomi, yaitu: 1). air merupakan barang yang dapat mendukung kegiatan ekonomi, seperti industrialisasi dan kegiatan 1057



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



pedagangan, dan 2). masyarakat saat ini dengan mudah untuk dapat memperoleh air yang dapat didayagunakan (Siradj, 1992). Infrastruktur pada air perkotaan diperlukan adanya penyesuaian agar mampu memecahkan keadaan dari hidrologi modern dan peralihan iklim. Pihak lain juga mengemukakan bahwa konfrontasi air di perkotaan tidak sekedar rekayasa air saja, melainkan diakibatkan oleh kegagalan pada tata kelola air (Mulyana et al., 2017). Tata kelola air adalah pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dengan pengutaraan terhadap layanan air di berbagai tahapan masyarakat baik pada rangkaian sistem politik, sosial, ekonomi, administrasi dan kelembagaan sehingga isu terkait penggunaan air diperkotaan dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi dan solusi bagi kota berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan suatu strategi pengelolaan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan merubah paradigma yaitu kepedulian air. Paradigma kepedulian air mempunyai konsep bahwa suatu kawasan bisa berupa perkotaan maupun perdesaan merupakan suatu tampungan air. Semua air ditampung baik air hujan maupun air buangan yaitu buangan yang berasal dari buangan domestik maupun buangan non dimestik, dan limbah yang berasal dari industri (Wong et al., 2009), kemudian dimanfaatkan seoptimal mungkin, proses akhir akan dilepaskan melalui saluran pembuangan. Untuk mendukung paradigma tersebut dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang salah satunya adalah water smart city. Untuk mengaplikasikan water smart city terlebih dahulu perlu memahami bagaimana konsep smart city.



(sumber: Allwinkle, dkk, 2011)



Gambar 1. Perkembangan Smart City Smart city tidak hanya berbicara tentang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang didukung oleh jaringan infrastruktur internet yang kuat pada suatu kota tetapi juga dapat menggali potensi lokal dan memaksimalkan sumberdaya kota. Smart city menerapkan konsep kota cerdas dengan pemanfaatan teknologi dan komunikasi untuk mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih terintegrasi sehingga peran serta dari masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam memberi masukan, saran dan kritik yang membangun bagi aplikasi kota cerdas. Perencanaan konsep smart city melibatkan kontrol dan integrasi semua sektor infrastruktur yang selalu mempublikasikan inovasi sebagai upaya



1058



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



peningkatan kualitas hidup, daya saing, keberlanjutan penggunaan kota dan efektifitasnya. Kunci smart city adalah melayani, merespon dan memenuhi kebutuhan masa kini dan generasi masa depan. Kota maju dan berkembang di dunia saat ini sedang berlomba didalam mengimplementasikan konsep smart city dengan menggunakan teknologi sebagai enabler membentuk kota/daerah yang layak huni, nyaman, mudah, sehat, aman dan berkelanjutan. Smart city berdasarkan Citiasia Center for Smart Nation (CCSN) 2015 memiliki 6 (Enam) indikator yaitu smart economy, smart branding, smart society, smart environment, smart living dan smart government. Indikator smart city yakni smart environment dengan sub indikatornya adalah water smart city. Pada awalnya ide ini dimulai pada tahun 1990 an semenjak internet mulai ramai digunakan pada tahun 1996 an. Sejak era internet mendunia ditambah kemudahan akses melalui situs-situs yang disediakan oleh pemerintah membuat pelayanan menjadi bertambah mudah (Allwinkle, et al., 2011. p. 1-16). Konsep smart city pada awalnya hadir melalui layanan satu arah dengan data yang terbatas dan bersifat stasioner. Pada tahun berikutnya perkembangan jaringan networking dan teknologi informasi semakin luas dan mempermudah pengguna layanan melalui komunikasi dua arah secara cepat dari lokasi yang berbeda ditambah lagi dengan keunggulan infrastruktur yang akseptabel dalam membuat informasi dari pemerintah menjadi bertambah interaktif, serta database yang semakin lengkap menjadikan keleluasaan akses kapan dan dimanapun seperti transpotasi, tata guna lahan, perencanan dan lain-lain. Pada rentang waktu tahun 2004-2005 intelcitie consep yang mengembangkan sistem secara terpadu pada seluruh layanan di perkotaan secara online yang berdasarkan pada situs yang telah dikontrol secara langsung oleh pengambil kebijakan. Pada saat itulah segala bidang keahlian dan kinerja pembangunan berkembang luas melalui media sosial dan jejaring sosial yang bersifat memberdayakan masyarakat di perkotaan secara komprehensif dan online. Metodologi Studi Studi ini menggunakan studi kepustakaan dan studi kasus. Perkembangan kota dan strategi manajemen dalam pengelolaan air memerlukan upaya besar untuk menjaga ketersediaan dan keberlanjutan sumber daya air. Sebagian besar data dan informasi yang digunakan dalam studi ini berasal dari sumber data sekunder, seperti: literatur, jurnal, data statistik, laporan proyek, serta laporan tahunan dari instansi. Kemajuan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi (ICT) menuntut masyarakat diperkotaan berlomba-lomba dalam merancang kota yang smart city. Salah satu indikator smart city dalam hal pengelolaan air yakni water smart city. Hasil Studi dan Pembahasan Posisi Water Smart City dalam Smart City Beberapa kota besar di Indonesia mengalami perubahan cuaca yang cukup ekstrim. Ketidaknormalan kondisi cuaca mengakibatkan bencana dimana seperti banjir dan kekeringan dimusim kemarau. Perubahan iklim yang muncul bersamaan dengan perubahan pola curah hujan dan kehadiran cuaca ekstrim yang meningkatkan tekanan pada sumber daya air dikarenakan rendahnya kapasitas penyimpanan air 1059



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dan menurunnya ketersediaan air tanah. Keadaan ini disebabkan oleh degradasi daerah aliran sungai (DAS) dan buruknya infrastruktur air (irigasi dan air baku). Selain itu, diakibatkan juga oleh kualitas air yang berasal dari limbah domestik, pembuangan limbah padat, dan limbah industri yang tidak melalui pengolahan awal lalu dibuang langsung ke perairan sehingga berpengaruh besar terhadap kuantitas dan kualitas air baku. Dahulu strategi perencaan kota didalam merancang pengelolaan air hujan dan air limbah hanya dengah mengarahkannya ke luar dari daerah perkotaan. Padahal sumber air yang didapat masyarakat diperkotaan justru berasal dari luar kota melalui air sungai dan air tanah. Urbanisasi yang terus terjadi hingga saat ini mengakibatkan perkotaan menjadi magnet yang kuat bagi masyarakat disekitar daerah perkotaan untuk datangan, mencari pekerjaan lalu beradaptasi dengan cara menetap dan memilih tinggal dikota. Urbanisasi juga menyebabkan berbagai masalah karena tidak ada kontrol yakni pertumbuhan konsentrasi penduduk yang tinggi tidak diikuti oleh kecepatan yang sebanding dengan pergerakan industri dalam skala luas. Permasalahan ini pada akhirnya mengakibatkan eksesif terhadap urbanisasi. Adanya urbanisasi yang berlebihan ini menimbulkan sejumlah permasalahan di perkotaan. Tidak hanya kota tujuan, desa terlantar juga menimbulkan masalah. Permasalahan yang muncul di kota antara lain tingginya angka kemiskinan, kriminalitas perkotaan. Urbanisasi disebabkan oleh perbedaan atau ketimpangan pertumbuhan struktur pembangunan, terutama antara pedesaan dan perkotaan, oleh karena itu kawasan perkotaan menjadi magnet yang menarik penduduk diluar/hinterland perkotaan. Sesungguhnya urbanisasi merupakan sebuah proses perubahan yang normal dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.



Sumber: Citiasia Center for Smart Nation (CCSN), (2015)



Gambar 2. Dimensi Smart City



Penerapan konsep Smart City melalui teknologi untuk memanifestasikan pelayanan masyarakat yang terpadu dan berkesinambungan. Upaya penerapan konsep Smart City oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat untuk 1060



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



dapat mengimplementasikan, memberikan masukan maupun kritikan secara mudah (Abdurrozzaq, dkk, 2019). Konsep smart city meliputi: 1. Kinerja dari sebuah kota dengan berprinsip pada ekonomi, penduduk, pemerintahan, mobilitas, dan lingkungan. 2. Monitoring dan memadukan seluruh infrastruktur perkotaan. 3. Smart City yang terkoordinasi secara baik antara infrastuktur-infrastruktur fisik, IT, sosial, dan bisnis untuk meningkatkan kecerdasan kota. 4. Smart City membentuk kota lebih ekonomis dan harmonis. 5. Penggunaan smart computing untuk mewujudkan Smart City dan sarana yang saling berhubungan dan efektif. Water smart city adalah cara berkelanjutan untuk menjaga sumber daya air sehingga generasi masa depan dan masyarakat diperkotaan memiliki akses ke pengelolaan air perkotaan yang mendukung infrastruktur mereka, sehingga hal itu dapat bertahan dan berfungsi meskipun ada tekanan iklim paling keras (Tim Van Hattum, dkk, 2016. p. 9). Pendekatan yang digunakan adalah mengintegrasikan tata kota dengan sirkulasi air kota agar kegiatan ekonomi dan bisnis berjalan lancar dan kesejahteraan masyarakat perkotaan terkontrol dengan baik. Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak hidrologi ekspansi perkotaan terhadap lingkungan sekitarnya. Konsepnya adalah untuk mengintegrasikan pengelolaan air hujan, air tanah, air limbah dan pasokan air untuk mengatasi tantangan sosial yang terkait dengan perubahan iklim, efisiensi sumber daya dan transfer energi, mitigasi, degradasi lingkungan, serta meningkatkan efisiensi infrastruktur perkotaan. Pendekatan lainnya adalah mengembangkan strategi terpadu keberlanjutan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya di bawah konsep pembangunan berkelanjutan. Integrasi pembangunan perkotaan dan pengelolaan air perkotaan berkelanjutan ke dalam implementasi Water smart city merupakan kombinasi dari tiga komponen utama yang saling berinteraksi, yaitu keberlanjutan ketersediaan air, pengurangan dan pengolahan air limbah, dan pengurangan dan pengolahan air permukaan. Interaksi antara ketiga komponen utama tersebut adalah: a. Hubungan antara keberlanjutan ketersediaan air dengan reduce dan pengolahan air limbah (grey water). Akibatnya, efisiensi penggunaan air berkurang, sehingga menghasilkan lebih sedikit limbah. Air yang diperoleh kemudian digunakan kembali dan didaur ulang menjadi air baku yang bersih. b. Hubungan antara keberlanjutan ketersediaan air dengan reduce dan pengolahan limpasan air permukaan. Akibatnya adalah reduce penggunaan air permukaan. Karena penggunaan air permukaan yang efisien, jumlah air limpasan menjadi sangat rendah. Sisa limpasan yang terbuang diolah kembali dan digunakan untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat perkotaan, sehingga menghilangkan limpasan. c. Hubungan antara pengurangan dan pengolahan air limbah dengan pengurangan dan pengolahan air permukaan. Akibatnya, air limbah yang tidak terpakai dan air limbah domestik (reclaimed water) diolah atau diubah dari air baku menjadi air bersih dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Integrasi pembangunan perkotaan yang berkelanjutan dan pengelolaan air perkotaan yang berkelanjutan dalam penerapan kota pintar Secara agramatis, integrasi pembangunan disajikan dalam Gambar 3’ 1061



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Sumber: modifikasi dari Hattum et al. (2016)



Gambar 3. Integrasi Pembangunan Perkotaan yang Berkelanjutan dan Pengelolaan Air Perkotaan yang Berkelanjutan Wong and Brown (2009) menjelaskan bahwa hubungan pembangunan perkotaan dan pengelolaan air yang berkelanjutan dengan 3 (tiga) pilar, yaitu: 1. Kota sebagai daerah tangkapan air. Blm dijitasi. Kota memiliki banyak jenis sumber air langsung, tetapi dalam konsep ini disebutkan bahwa sumber air perkotaan disalurkan melalui infrastruktur terpusat dan terintegrasi secara menyeluruh pada skala yang berbeda. Oleh karena itu, kota dapat diberikan fleksibilitas untuk mengakses sumber air tersebut, dengan tujuan untuk menekan biaya lingkungan, sosial, dan ekonomi. 2. Kota menyediakan jasa ekosistem dan meningkatkan kapasitas. Konsep yang digunakan adalah mengintegrasikan kawasan perkotaan dengan green infrastructure. Konsep tersebut merupakan solusi berbasis sumber daya alam yang memungkinkan pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan. Pilar ini berkontribusi pada produksi pangan lokal, mendukung keanekaragaman hayati dan mengurangi emisi gas rumah kaca melalui semua kegiatan ekonomi berbasis ekosistem seperti ecotourism. Solusi pengelolaan air berbasis sumber daya alam berguna untuk yaitu diantaranya: a. Perlindungan dan peningkatan sistem air secara alamiah dalam pembangunan perkotaan. b. Mengintegrasikan pengolahan air hujan di daerah perkotaan dengan menggabungkan beberapa infrastruktur untuk penggunaan air. c. Pengolahan air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran pembuangan bermanfaat untuk melindungi kualitas air limbah dari pembangunan diperkotaan. d. Meminimalisir run off dan debit tertinggi dari pembangunan diperkotaan dengan menerapkan konsep minimalisasi kerusakan kawasan perkotaan yaitu dengan mengimplementasikan konsep zonasi (pembagian terhadap zona lindung dan zona budidaya).



1062



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



e. Melaksanakan kegiatan terpadu untuk mengurangi kondisi banjir, kekeringan, dan bencana alam lainnya. f. Mengurangi biaya pembangunan infrastruktur drainase melalui konsep green infrastructure, sebab hal ini akan memiliki nilai tambah tersendiri. 3. Kota terdiri dari ruang publik dan lembaga smart water. Konsep ini mengharapkan bahwa masyarakat yang melewati peradapan modern secara ekologis berkelanjutan dan sadar antara keseimbangan dan konflik yang terus berlanjut antara pembangunan dan pelestarian baik dari segi industri dan kapasitas profesional sebagai tahap berinovasi dan beradaptasi sebagai pelaku yang introspektif. Selain itu, konsep ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang mengedepankan evolusi adaptif tentang ketahanan air di perkotaan. Artinya bahwa semua pemangku kepentingan dapat berpartisipasi secara bersama-sama untuk mewujudkan water smart city. Bagaimana Water Smart City Mendukung Smart City Agus Susanto (2017) menyampaikan bahwa, smart city berdasarkan perspektif sumber daya air yakni konsep yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana semua indikator pada smart city mampu terlayani oleh air, untuk mewujudkan hal tersebut maka water smart city mendukung smart city melalui 6 (enam) tahapan yaitu: 1. Terwujudnya pasokan suplai air perkotaan (Ws). Suplai air diperkotaan diperoleh dari PDAM, sedangkan penduduk dipinggiran kota suplai airnya selain berasal dari air tanah juga diperoleh dari air permukaan dan air hujan melalui tampungan air yang dibuat oleh masyarakat. 2. Pengolahan limbah diperkotaan (Wc). Limbah diperkotaan dibagi menjadi limbah domestik dan non domestik (grey water) hanya terdapat di delta beberapa kota besar yang telah menerapkannya (dikelola oleh swasta) seperti kawasan Bumi Derpong Damai (BSD), Alam Sutera di Tangerang Selatan, Kelapa Gading di Jakarta, Pt. Jababeka Tbk cikarang dan lain-lain. 3. Manajemen dari drainase perkotaan (Dc). Drainase perkotaan dalam hal ini adalah saluran pengendali banjir. Air hujan yang jatuh di daerah perkotaan ditahan terlebih dahulu dengan cara membuatkan saluran pembuangan lalu diarahkan pada embung atau kolam retensi dimana berfungsi sebagai pengendali banjir. 4. Manajemen saluran alami perkotaan (Dn). Saluran alami diperkotaan, mencakup sungai, parit, kanal sungai, dan lain-lain, dengan memperluas tanggul sungai secara selektif pada beberapa titik di sepanjang sungai. 5. Recycle water (Rw). Limbah industri didaur ulang dan menjadi bahan baku air dalam proses industri. 6. Water resilience (ketahanan air) (Wr). Ketahanan air adalah penjumlahan dari suplai air perkotaan (Ws), limbah perkotaan (Wc), drainase perkotaan (Dc), saluran alami perkotaan (Dn), dan recycle water (Rw), sehingga dapat dirumuskan menjadi: water resilience yang merupakan fungsi dari Ws, Wc, Dc, Dn dan Rw), atau: Wr = f (Ws, Wc, Dc, Dn, Rw) 1063



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Secara umum water smart city dapat dikembangkan di perkotaan yang telah maju sebab melalui infrastruktur airnya yang lebih baik tergambarkan pada garis putusputus (Gambar 4). Untuk kota yang masih dalam tahap perkembangan baru dapat melakukan 3 (tiga) tahapan, yakni suplai air perkotaan (Ws), pengelolaan limbah perkotaan (grey water) (Wc), dan manajemen saluran pengendali banjir (Dc). Jika water resilience terlaksana dengan baik, maka secara tidak langsung water smart city akan terpenuhi, dimana pada akhirnya smart city dari sudut pandang sumber daya air akan terpenuhi juga. Semua indikator pada smart city yang membutuhkan air akan tercukupi dengan baik. Secara keseluruhan jalan menuju water smart city untuk mendukung smart city disajikan dalam Gambar 4.



Sumber: Modifikasi dari Wong and Brown (2009)



Gambar 4. Jalan Menuju Water Smart City Untuk Mendukung Smart City Konsep Optimalisasi Water Smart City Teknologi yang semakin mutakhir terus merevolusi semua industri dan berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Konsep smart city yang sudah mulai dijalankan saat ini pun sudah mulai terlihat diberbagai sektor. Teknologi pun menjadikan air sebagai salah satu bagian penting untuk membangun smart city. Kapasitas air di seluruh dunia dapat berkurang karena faktor manusia maupun faktor alam seperti pemanasan global. Jika manusia tidak dapat mengelola air dengan baik, dapat menyebabkan krisis air bersih yang sangat parah pada beberapa dekade kedepan. Perhatikan data dari SWAN pada Gambar 5.



Sumber : www.swan-forum.com



Gambar 5. Data ketersediaan Air berdasarkan data SWAN tahun 2014 1064



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Implementasi pada konsep water smart city ini terdapat dua poin utama yang menjadi prioritas yaitu : 1. Smart Water Distribution Management. Smart Water Distribution Management adalah merupakan infrastruktur yang dibuat untuk mengelola semua distribusi air untuk semua penghuni berdasarkan kebutuhan. 2. Smart Water Management System. Smart Water Management Sistem adalah sistem yang dibuat secara otomatis mengatur semua distribusi air dengan software/hardware dan internet (Vidhya, et al., 2020). Manfaat dari sistem ini terutama pada bencana banjir dan kekeringan dapat menyimpan data untuk menyederhanakan kinerja pemerintah dalam penganalisaan atau pengelolaan data. Negara yang telah menerapkan water smart city salah satunya adalah negara Belanda. SWAN menyebutkan bahwa 66% penduduk Belanda berada dalam ancaman bencana banjir. IBM yang merupakan perusahaan teknologi besar, mengubah sistem pengendalian banjir di Belanda dengan teknologi yang mereka miliki. Teknologi memiliki dua keunggulan yakni diantaranya adalah: 1. Menganalisis data air dalam semua aspek seperti sensor level air, permukaan air, kualitas air, stasiun pompa air dan on/off pintu bendungan. 2. Sistem program yang mampu memprediksi banjir dan kekeringan berdasarkan cuaca. Dari contoh ini dapat digambarkan peran penting dari smart water management system dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Manfaat lain yang didapatkan dari smart water diantaranya adalah: a. Kerangka kerja standar yang lebih sederhana untuk memfasilitasi pengelolaan air. b. Alur kerja yang lebih presisi dan detail. c. Manajemen terhadap data secara real-time. d. Penyediaan alat yang dapat mengukur efisiensi pengelolaan air. e. Menyediakan instrument yang mampu mengukur efektivitas pengelolaan air. f. Penghapusan pelaporan terhadap metode manual penggunaan air untuk mengurangi ketergantungan pada kertas. g. Terintegrasi dengan aplikasi ponsel yang didistribusikan pada perangkat lunak sebagi platform layanan yang dapat diakses oleh pengelola dan pengguna air. Sistem pengelolaan air yang sering diabaikan oleh pemerintah merupakan komponen penting untuk menciptakan energi di kota-kota yang mengadopsi smart city. Energi akan selalu menjadi penyebab tingginya pengeluaran pemerintah. Dengan memfasilitasi dan mengoptimalkan pengelolaan air, pemerintah dapat mengurangi beban pengeluaran pada sektor energi dengan memanfaatkan air. Selain itu, tingkat kekurangan air yang sering terjadi di musim kemarau juga harus segera diakhiri agar masyarakat tidak lagi mengalami kekeringan. Pengelolaan air yang baik juga akan meningkatkan produktivitas pertanian. Karena sejatinya Smart Water tidak hanya dibutuhkan oleh kota-kota besar, tapi juga dapat dimaksimalkan untuk daerah-daerah pertanian.



1065



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Perubahan paradigma dalam perencanaan kota kaitannya dengan sumber daya air terjadi karenakan kota diasumsikan sebagai daerah tangkapan air hujan, dimana air hujan ditahan selama mungkin agar masuk ke dalam tanah untuk mensuplai air tanah, dan baru dilepaskan secara perlahan ke saluran pembuang yang disebut Water Smart City. Permasalahan pengelolaan air diperkotaan terletak pada urgensi penerapan arah ke dalam peraturan dan perubahan paradigma dalam perencanaan kota dalam kaitannya dengan sumberdaya air. Langkah-langkah untuk menuju Water Smart City dalam menunjang Smart City ada 6 (enam) langkah, yaitu: 1. Terpenuhi suplai air perkotaan yang meliputi PDAM, air tanah, dan sungai; 2. Pengolahan limbah perkotaan (grey water), yang meliputi: pengelolaan limbah domestik dan non domestik; 3. Pengelolaan drainase perkotaan yang terdiri dari: pengelolaan saluran pengendali banjir; 4. Pengelolaan saluran alami perkotaan (sungai, parit, alur sungai); 5. Recycle water, yang meliputi limbah perkotaan yang terdiri dari limbah domestik dan industry; 6. Sensitive Water City yang meliputi water resilience yang berguna untuk keberlanjutan inter generasi. Upaya peningkatan Water Smart City untuk menunjang Smart City dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1.



2.



Restorasi kapasitas saluran drainase alami perkotaan, yang terdiri dari: retention pound atau kolam konservasi, detention pound (kolam konservasi yang dibuat di bantaran sungai) untuk wilayah kota di hilir DAS, sedangkan untuk wilayah hulu dengan dam parit (channel conservation), panampungan air hujan (PAH) melalui tampungan atap, sumur resapan, biopori, menjaga kualitas air, dan pengelolaan air yang adaptif; Memutus siklus air perkotaan, yaitu dengan jalan: optimalisasi pemanfaatan air PDAM, reduse water use, reuse water, dan treatment water (recycling water).



Saran a. Perlu dilakukannya koordinasi secara terintegrasi, transparan dan terpadu didalam merencanakan dan merumuskan konsep Water Smart City diperkotaan antara pemerintah, swasta, masyarakat dan steakholder didalam membentuk kota yang berkelanjutan. b. Melibatkan masyarakat diperkotaan dalam pengevaluasian dan berpartisipasi pada program pemerintah khususnya dalam optimalisasi dan pengelolaan air menuju Smart City yang berkelanjutan. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Tim HATHI ke-38 tahun 2021 atas terselenggaranya kegiatan ini dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti PIT HATHI ke-38 serta kepada para narasumber dan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Dinas Pekerjaan Umum Sumber 1066



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Semarang serta pihak yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan studi ini terkait misal penyediaan data studi. Daftar Referensi Abdurrozzaq Hasibuan, Oris Krianto Sulaiman, 2019. Smart City, Konsep Kota Cerdas sebagai Alternatif penyelesaian masalah perkotaan kabupaten/kota Di kota-kota Besar Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Buletin Utama Teknik, Vol14. No.2. ISSN:2598-3814 (Online). ISSN:1410-4520 (Cetak). 127-135. Allwinkle, Sam & Cruickshank, Peter (2011). Creating Smart-er Cities: An Overview. Journal of Urban Technology, Vol. 18, No. 2, April 2018, 1–16. Routledge. Boyle, C., Mudd, G., Mihelcic, J.R., Anastas, P. & Collins. (2010). Delivering sustainable infrastructure that supports the urban built environment. Environmental Science and Technology, 44, 4836-4840. Brown, L.C. dan Barnwell, T.O., 1987. The enhanced stream water quality models QUAL2E and QUAL2E-UNCAS: documentation and user manual, US EPA, Georgia. Citiasia, 2015, Smart Nation: Mastering Nation’s Advancement from Smart Readiness to Smart City, Jakarta: 2016. Decker, E.H., Elliott, S., Smith, F.A., Blake, D.R. & Rowland, F.S. (2000). Energy and material flow through the urban ecosystem. Annual Review of Energy and the Environment, 25, 685-704. Girardet, H. (2003). Cities, people planet. In Steven Vertovec, D.A.P. Globalization, globalism, environment, and environmentalism: Consciousness of connections. United Kingdom: Oxford University Press, USA. Hattum. Tim Van, Maaike Blauw, Marina Bergen Jensen, and Karianne de Bruin. (2016). Towards Water Smart Cities, Climate Adaptation is a huge Opportuny to Inprove the Quality of Life in Cities. University of Research, Wageningen. Haug, H.P. (1998). Water suplay engineering, centre for infrastructure planning. University of Stuttgart. K.Vidhya, Nagarajan B, Dhanasekaran R, Aravinthaprasad.V.C and Anbu, 2020. Smart Water Management System At Home. IJAICT India Publications. M.G. Sumithra et al.(eds.). Advances in Computing, Communication, Automation and Biomedical Technology, https://doi.org/10.46532/978-81950008-1-4_047 Mulyana W. dan Emirhadi Suganda. (2017). Water Governance for Urban Resilience Analysis of Key Factors and the Role of Stakeholders in Metropolitan Area. The Indonesian Journal of Planning and Development, Vol 2 No 1, February, 11-18. Journal Homepage: http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ijpd, http://dx.doi.org/10.14710/ijpd.2.1.11-18.



1067



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Nchiehanie.com. (2017). Echotech garden solusi pengolahan grey water. Diakses melalui https://www.nchiehanie.com/ecotech-garden-solusipengolahangrey-water/ Paolini F. & Cecere C. (2015). Improvement of urban water metabolism at the district level for a Mediterranian Compact City. Proceding Cisbat 2015, Lausanne- Switzerland. 481-486. Rees, W.E. (1999). The built environment and the ecosphere: A global perspective. Building Research & Information, 27, 206–220. Schnoor, J.L., 1996. Environmental Modeling: Fate and Transport of Pollutants in Water, Air, and Soil, halaman 221-295, John Wiley and Sons, New York. Siradj, M. (1992). Metodologi Prakiraan Dampak pada air tanah. Seminar Nasional Metodologi Prakiraan Dampak dalam AMDAL, Bogor: PPLH-LPIPB dan BK-PSL dan Bappedal Susanto, A, 2018. Pengelolaan kota ramah air melalui pendekatan water metabolism city untuk menunjang pembangunan kota berkelanjutan, disajikan pada Seminar Nasional FMIPA Universitas Terbuka. Susanto, A. (2017). Meningkatkan water resilience untuk menunjang Smart City. Dalam Optimalisasi Peran sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City. Jakarta: Universitas Terbuka Susanto, A., Rusdianto, E. & Sumartono. (2016). Strategi kebijakan pengelolaan situ berkelanjutan (Studi Kasus Situ Kedaung, Kecamatan Pamulang. Kota Tangerang Selatan). Jurnal Limnotek Perairan Darat Tropis di Indonesia, 23(2), 50-60. United Nations World Water Assessment Programme. (2015). The United Nations world water development report 2015: water for a sustainable world. Paris: Unesco. Diakses melalui http://unesdoc.unesco.org/images/0023/002318/231823E.pdf. Wong, T.H.F., Fletcher, T.D., Duncan, H.P. dan Jenkins, G.A., 2006. Modelling urban stormwater treatment - a unified approach. Ecological Engineering, Vol.27(1): 58–70. Wong, T.H.F. & Brown, R. (2009). The water sensitive city: principles for practice. Water Science and Technology, 60(3), 673-682 Wong, T.H.F. & Brown, R. (2008). Transitioning to Water Sensitive Cities: Ensuring Resilience trough a new Hydro-Sosial Contract. 11th International Conference on Urban Drainage. Edinberg, Scotland, UK. 1- 10. World Health Organization (WHO). (2012). UN-water global annual assessment of sanitation and drinking-water (GLAAS) 2012 report: The challenge of extending and sustaining services. Retrieved from http://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/glaas_report_ 2012_eng.pdf



1068



ECO-SMART VILLAGE: DIGITALISASI PENGEMBANGAN KEBIJAKAN SUMBER DAYA AIR MELALUI PROGRAM WATER FRONT DEVELOPMENT Antariksa Prianggara1, Novaldy Agnial Fikri1, Dedi Sutardi Doger2* Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pusat Analisis Pelaksanaan Kebijakan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 1



2



*[email protected]



Intisari Kebutuhan manusia tak lepas dari pemanfaatan air dalam menunjang kehidupan sehari-hari, namun tidak semua air yang ada di permukaan bumi dapat dimanfaatkan secara langsung. Berdasarkan informasi dari Wikipedia bahwa air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun km3 (330 juta mil3) tersedia di bumi dan sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisanlapisan es (dikutub dan puncak gunung), juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, rawa air tawar, danau, uap air dan lautan es. Di Indonesia, tercatat 5.590 sungai induk dan 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir mencakup sungai-sungai induk mencapai 1,4 juta hektar. Berbagai permasalahan pun timbul akibat adanya bencana banjir tersebut seperti kurangnya akses air bersih, hambatan dalam beraktifitas, meningkatnya wabah penyakit, tempat tinggal yang tidak nyaman, sektor perekonomian terganggu dan masih banyak lagi. Adanya peningkatan intensitas curah hujan dalam waktu yang singkat, perubahan tata guna lahan dan pendangkalan saluran sungai menjadi penyebab terjadinya banjir. Untuk itu perlu adanya penanganan serius terkait permasalahan sumber daya air di Indonesia salah satunya dengan menerapakan “Eco-Smart Village berbasis water front development”. Eco-Smart Village adalah suatu sistem pembangunan desa pintar berwawasan lingkungan melalui pengaturan dan tata kelola ruang serta aspek kehidupan masyarakat secara berkelanjutan berbasis aplikasi pengembangan kebijakan water front development dibidang sumber daya air. Eco-Smart Village sebagai start-up penerapan kebijakan sumber daya air pertama di Indonesia ini sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat karena disamping untuk menegakan peraturan dibidang sumber daya air juga dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat tersebut. Kata kunci : eco-smart village, water front development, digitalisasi, kebijakan, ekonomi Pendahuluuan Kebutuhan manusia tak lepas dari pemanfaatan air dalam menunjang kehidupan sehari-hari, namun tidak semua air yang ada di permukaan bumi dapat dimanfaatkan secara langsung. Berdasarkan informasi dari Wikipedia bahwa air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun km3 (330 juta mil3) tersedia di bumi dan sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-



1069



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



lapisan es (dikutub dan puncak gunung), juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, rawa air tawar, danau, uap air dan lautan es. Sumber informasi lain dari Inilah.com menegaskan bahwa 97% total air yang tersedia adalah air asin dan tidak baik untuk diminum, diantara 70% nya berbentuk es dan hanya kurang dari 1% saja yang siap dimanfaatkan secara langsung. Indonesia merupakan salah satu dari 6 negara yang memiliki 50% persediaan air minum di dunia. Namun, saat ini tengah mengalami krisis air bersih akibat adanya pencemaran lingkungan seperti limbah industri dan pembuangan sampah di badan sungai serta dapat memicu terjadinya ekspolitasi air tanah secara masal mengingat kualitas air di permukaan telah mengalami pencemaran. Apalagi jika mengutip informasi dari Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat, kandungan air minum di dalam tanah memiliki jumlah yang lebih banyak dari pada bentuk cair di permukaan. Apabila air ini dieksploitasi secara terus menerus tanpa pengaturan yang jelas maka dapat menimbulkan permasalahan baru seperti penurunan muka air tanah, penurunan permukaan tanah (land subsidence) seperti yang terjadi di daerah ibu kota Jakarta, terjadinya intrusi air laut dan peluang terjadinya banjir yang semakin besar. Di Indonesia, tercatat 5.590 sungai induk dan 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir mencakup sungai-sungai induk mencapai 1,4 juta hektar1. Berbagai permasalahan pun timbul akibat adanya bencana banjir tersebut seperti kurangnya askses air bersih, hambatan dalam beraktifitas, meningkatnya wabah penyakit, tempat tinggal yang tidak nyaman, dan masih banyak lagi. Adanya peningkatan intensitas curah hujan dalam waktu yang singkat, perubahan tata guna lahan dan pendangkalan saluran sungai menjadi penyebab terjadinya banjir. Untuk itu perlu adanya penanganan serius terkait permasalahan sumber daya air di Indonesia salah satunya dengan menerapakan “Eco-Smart Village berbasis water front development”. Landasan Teori Water front Development diartikan sebagai suatu proses pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air, pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota berorientasi ke perairan2. Water front City merupakan Kota di tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian “water front” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003).



“Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia” oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Direktorat Pengairan dan Irigasi 2 Sumber : https://www.kaskus.co.id/thread/534232ca20cb17cc2f8b45c7/mengenal-konsepwaterfront-city-kotatepi-sungai-pantai-di-indonesia-dan-dunia/ 1



1070



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Desa sebagai wajah terdepan pada pengembangan konsep ini memiliki peran yang sangat penting pada kemajuan Indonesia dimana struktur desa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial maupun budaya kehidupan bermasyarakat secara alamiah. Selain itu, desa juga sangat berperan pada pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan bahwa salah satu faktor meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara nasional ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi di pedesaan yang rata-rata mencapai 12 persen (23/01/2017)3. Untuk itu perlu adanya pemberdayaan sumber daya manusia di daerah pedesaan melalui pemanfaatan kemajuan teknologi khususnya dibidang pengelolaan sumber daya air yang merupakan sektor vital pembangunan desa maupun negara. Salah satu upaya pengelolaan sumber daya air terpadu yaitu dengan membangun smart village. Green smart village atau smart village didefinisikan secara harfiah sebagai desa pintar, yaitu suatu konsep pengembangan dan penerapan teknologi berbasis komunitas desa sebagai sebuah interaksi yang kompleks diantara berbagai sistem yang ada di dalamnya. Desa mewakili sebuah wilayah dimana terdapat berbagai aktifitas dan kegiatan seperti pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, pertanian/perikanan/peternakan, industri rumah tangga, kegiatan budaya dan kemasyarakatan, dll. Tiga dimensi dalam pengembangan desa pintar4: 1. Technology, yaitu dimensi yang mencakup teknologi yang digunakan dalam pengembangan 2. People, yaitu dimensi yang menunjukkan bahwa Green Smart Village dapat membantu mengembangkan meningkatkan pengetahuan, inovasi, produktifitas, rasa kemanusiaan dan wawasan lingkungan di tengah masyarakat, serta dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat 3. Community, yaitu dimensi di mana dengan penerapan teknologi yang didukung banyak orang maka diharapkan dapat menciptakan suatu komunitas pintar dan mampu menciptakan memiliki nilai tambah di wilayah bersangkutan. Pelaksanaan pembangunan smart village dibidang sumber daya air ini berlandaskan pada kebijakan atau peraturan di Indonesia. Landasan utama kebijakan sumber daya air di Indonesia diatur dalam peraturan Undang-Undang No.11 tahun 1974 tentang pengairan. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan mengenai sumber daya air menurut Undang-Undang Pengairan yaitu: a. Manfaat air beserta sumbernya yang sangat penting bagi kehidupan; b. Bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran Rakyat secara adil dan merata;



3



Dikutip dari : https://jpp.go.id berjudul :”Pertumbuhan Ekonomi Pedesaan Dorong Pertumbuhan



Ekonomi Nasional” oleh Endang Saputra. Diakses pada (16/07/2018) 4



Sumber : http://tanahmerah.desa.id/index.php/first/artikel/183 (diakses pada : 07/14/2018)



1071



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



c. Perlu adanya Undang-undang mengenai pengairan yang bersifat nasional dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan di Indonesia, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan teknologi, guna dijadikan landasan bagi penyusunan peraturan perundang-undangan selanjutnya. Analisis Kajian Jumlah Penduduk Indonesia Jumlah penduduk indonesia pada tahun 2020 adalah sebanyak 270.203.917 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) generasi manusia dibagi kedalam 6 kategori atau masa mulai dari Pre-Boomer hingga Post Generasi Z seperti yang terjadi saat ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.



Jumlah Penduduk Indonesia tahun 2020



Laki-Laki (jiwa) Post Generasi Z -18056807.00 Generasi Z -36791764.00 Milenial -35394641.00 Generasi X -28333040.00 Boomer -16078115.00 Pre Boomer -2007532.00 Category



Perempuan (jiwa) 17263282.00 34717318.00 34305331.00 28224259.00 16414860.00 2616968.00



(sumber: Badan Pusat Statistik, 2020)



Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa generasi terbanyak hingga saat ini adalah generasi Z yang mencapai 71.509.082 jiwa kemudian disusul oleh generasi Milenial sebanyak 69.699.972 jiwa. Asumsi jika yang dapat berperan aktif untuk mensukseskan penerapan Eco-Smart Village dalam kegiatan ini sebanyak 3 generasi diantaranya generasi X, Milenial dan post generasi Z yang merupakan generasi yang sudah mengenal teknologi modern yang sudah dan sedang berkembang saat ini, maka total yang bisa berperan dalam penerapan kegiatan ini sebanyak 197.766.353 jiwa dengan sumsi tingkat efektifitas penggunaan aplikasi ini sebesar 65% maka jumlah yang bisa berperan aktif sebanyak 128.548.129 jiwa, tentu ini adalah jumlah yang sangat besar jika saja dapat terealisasikan dengan baik.



1072



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



(sumber: Badan Pusat Statistik, 2020)



Gambar 1. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2020 Data Bencana Indonesia Bencana alam merupakan salah satu parameter penting dalam merencanakan EcoSmart Village ini yang perlu diperhatikan/dipertimbangkan salah satunya dibidang sumber daya air karena untuk mencapai program water front development perlu memperhatikan berbagai aspek demi tercapainya kesejahteraan sosial masyarakat maupun lingkungan. Berikut ini adalah data bencana Indonesia yang tercatat berdasarkan hasil analisis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sepanjang tahun 2020.



(sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2020)



Gambar 2. Infografis Bencana Indonesia Tahun 2020 1073



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



Berdasarkan data info grafis diatas dapat diketahui bahwa jumlah kejadian bencana alam dalam kurun waktu satu tahun selama tahun 2020 sebanyak 4.650 kali, dengan kejadin bencana alam terbanyak banjir yaitu 1.518 kali kemudian disusul oleh cuaca ekstrem dan tanah longsor berturut-turut sebanyak 1.386 kali dan 1.054 kali. Hal ini menandakan bahwa begitu pentingnya dalam menjaga dan melestarikan alam supaya kehidupan dapat terjaga dengan baik terlebih khususnya dibidang sumber daya air yang merupakan faktor utama dalam menunjang kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Maka dari itu untuk bisa melaksanakan kegiatan dan mengaplikasikan Eco-Smart Village ini dengan baik perlu dukungan dan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam supaya bisa mencapai salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals. Berikut ini adalah peta sebaran bencana alam yang terjadi di seluruh Indonesia dalam kurun waktu tahun 2020 hingga tahun 2021.



(sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 01/10/2021)



Gambar 3. Peta Bencana Indonesia Tahun 2021



Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana (BNPB), kejadian bencana terbesar atau terbanyak terjadi pada daerah pulau Jawa seperti kota Jakarta dan kota Surabaya dan pulau Sumatera seperti di kota Medan dan sekitarnya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa bencana terjadi untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia jika tidak adanya kepedulian masyarakat dalam melestarikan dan menjaa lingkungan dengan baik, untuk itu perlu adanya penanganan baik berupa pencegahan maupun mitigasi bencana yang sangat baik salah satunya dengan menerapkan konsep Eco-Smart Village ini dimana masyarakat bisa langsung terlibat dalam penangan pengendalian bencana khususnya dibidang sumber daya air melalui kolaborasi dan kerja sama yang baik antara Pemerintah dan Swasta atau pun pelaku usaha. Sehingga disamping bisa



1074



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



berpartisipasi dan ikut menyukseskan kegiatan ini berbasis digital tapi juga dapat memberikan dampak positif dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar. Eco – Smart Village, Solusi Tepat Dibidang Sumber Daya Air Terpadu Melalui Konsep Water Front Development Eco-Smart Village adalah suatu sistem pembangunan desa pintar berwawasan lingkungan melalui pengaturan dan tata kelola ruang serta aspek kehidupan masyarakat secara berkelanjutan berbasis aplikasi pengembangan kebijakan water front development dibidang sumber daya air. Eco-Smart Village sebagai start-up penerapan kebijakan sumber daya air pertama di Indonesia ini sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat karena selain sebagai penegakan peraturan dibidang sumber daya air juga dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat terebut. Pembangunan berkelanjutan ini dilakukan secara bertahap dan continuous yang mencakup pencegahan, pelaksanaan dan penanganan pada wilayah utama atau pun wilayah yang terkena dampak. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya sistem ini yaitu ; 1. Memperkecil peluang terjadinya masalah air di suatu daerah menuju indonesia bebas banjir 2. Meningkatkan taraf perekonomian daerah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN maupun persaingan global melalui pengembangan sektor pariwisata, pertanian maupun industri pangan. 3. Memajukan taraf kesejahteraan daerah dibidang sumber daya air 4. Menjalin erat hubungan antar sesama manusia sebagai makhluk sosial dengan adanya kegiatan pada program ini, dan masih banyak lagi. Terkait dengan bagaimana sistem ini dapat bekerja dapat dipahami dengan penggunaan aplikasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi pada smartphone sesuai dengan kebijakan sumber daya air di Indonesia yang aktif, kreatif, inovatif, aplikatif dan produktif. Pemerintah Kebijakan SDA Masyarakat



Pelaku Usaha (sumber: Dedi, 2021)



Gambar 4. Hubungan Pemerintah, Masyarakat dan Pelaku Usaha Pada diagram siklus diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan SDA merupakan tombak utama atau inti dalam pengembangan suatu kebijakan yang berlandaskan sumber daya air, dimana kebijakan tersebut diterapkan oleh berbagai kalangan baik



1075



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



pemerintah, pelaku usaha, maupun masyaralan yang saling berhubungan satu sama lain. Pemerintah berkoordinasi dan melakukan kerja sama dengan pelaku usaha untuk menciptakan suatu kegiatan yang harmonis dan saling terintegrasi supaya kegiatan ini dapat dilaksakan dengan baik dan lancar dalam mencapai target atau salah satu cita-cita sustainable development goals. Pelaku usaha berkoordinasi dengan masyarakat terkait aplikasi yang akan dikembangkan dan dilaksanakan melalui sosialisasi, koordinasikan diskusi agar masyarakat dapat mengerti dan tercerdaskan dengan baik. Masyarakat melakukan timbal balik (feedback) pada pemerintah melalui koordinasi dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan dimasyarakat serta mendukung agar pengembangan dan pembangunan aplikasi dapat berjalan dengan lancar.



(sumber: Dedi, 2021)



Gambar 5. Diagram Konsep Eco-Smart Village Cara kerja sistem secara umum mencakup beberapa poin sebagai berikut: 1. Aplikasi ini menghubungkan pihak pemerintah, masyarakat dan Pelaku Usaha baik secara struktural dan nonstruktural 2. Pihak pengembang pertama yaitu pemerintah memberikan jadwal kegiatan rutin yang dapat dilakukan oleh setiap daaerah tingkat kelurahan maupun perkampungan dan setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat akan mendapatkan reward berupa poin, semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka semakin banyak poin yang didapatkan, artinya prestasi yang diperoleh semakin besar. 3. Setiap kegiatan yang sudah dilakukan dapat dikonfirmasi melalui aplikasi, sehingga operator dapat menindaklanjuti atau mengecek kegiatan yang dilakukan. 4. Setiap kegiatan yang dilakukan akan mendapatkan pengawasan dari perwakilan pemerintah terkait kebenaran kegiatan tersebut.



1076



Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-38 Surabaya, 30 Oktober 2021



5. Apabila terjadi kecurangan dalam pelaksanaan kegiatan maka pemerintah berhak memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Aplikasi Eco-Smart Village memiliki berbagai fitur yang dapat diakses oleh penggunanya, fitur-fitur tersebut terbagi kedalam 3 poin utama seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut ini yang merupakan Fitur Aplikasi Eco-Smart Village: Water Front Development. Tabel 2. No Fitur



Berbagai Fitur Aplikasi



Keterangan



1



Analysis Hal-hal yang berhubungan dengan potensi atau kondisi daerah dapat dilihat pada Condition fitur ini yang kemudian dapat diaplikasikan secara nyata.



2



Activities



3



Reward



Segala aktifitas masyarakat baik yang berhubungan dengan prevention, solution, dan development yang sedang atau telah dilakukan terekam pada fitur ini



Penghargaan diberikan pada pihak-pihak yang telah berpartisipasi aktif pada pembangunan Eco-Smart Village berupa poin dalam bentuk predikat desa (Previllage). Ketentuan mengenai poin yang didapatkan disesuaikan dengan kegiatannya. (sumber: Dedi, 2021)



Kesimpulan Konsep pengembangan Eco-Smart Village berbasis aplikasi ini merupakan metode penyelesaian permasalahan sumber daya air yang sangat baik dari segi struktral maupun nonstruktural untuk diterapakn dengan sistem aplikasi memudahkan masyaraat dalam melakukan suatu pergerakan dan dapat terintegrasi dengan berbagai kegiatan secara bertahap yang mendukung konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Perlu adanya tindak lanjut mengenai penelitian yang menghubungkan konsep EcoSmart Village dengan berbagai permasalahan sumber daya air di Indonesia. Selain itu perlu adanya hubungan baik antara pemerintah, masyarakat dan swasta demi keberjalanan dan kesuksesan program ini. Daftar Referensi Sensus Penduduk 2020 - Badan Pusat Statistik (bps.go.id) Geoportal Data Bencana Indonesia (bnpb.go.id) Kementerian PUPR., Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia” oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Direktorat Pengairan dan Irigasi



1077