Produktivitas Dan Efisiensi Ekologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Produktivitas dan Efisiensi Ekologi Produktivitas adalah laju penambatan atau penyimpanan energi oleh suatu komunitas atau ekosistem. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa di dalam suatu ekosistem terdapat produsen dan konsumen, sehingga dalam ekosistem juga ditemukan aspek produktivitas baik oleh produsen (produktivitas produsen) maupun produktivitas konsumen. Produktivitas pada aras produsen disebut produktivitas primer (dasar) sedangkan pada aras konsumen disebut produktivitas sekunder (Valentine, et al., 2011). Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem (Mcnaughton and Wolf,1998). Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengetahuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai produktivitas dan cara penghitungannya. Hal ini akan memberikan sisi positif terkait dengan ekosistem itu sendiri (Campbell et al., 2002). Energi yang tersimpan dalam tubuh makhluk hidup ada yang keluar dan ada yang masuk. Keluar masuknya energi yang tersimpan dalam tubuh makhluk hidup dalam suatu ekosistem disebut dengan produktivitas ekosistem yang dapat dibedakan menjadi produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Di dalam ekosistem, energi mengalir dari matahari hingga ke organisme pengurai. Hanya organisme autotrof yang dapat memanfaatkan energi secara langsung melalui proses fotosintesis. Organisme autotrof ini disebut sebagai produsen karena menyediakan energi dalam bentuk makanan untuk konsumen 1 selanjutnya energi tersebut dimanfaatkan oleh konsumen II, konsumen III, danseterusnya hingga berakhir pada organisme pengurai. Produktivitas primer menunjukkan banyaknya energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh organisme autotrof dalam suatu ekosistem. Sedangkan produktivitas sekunder menunjukkan laju pengubahan energi kimia yang tersimpan dalam konsumen menjadi biomassa baru (Setyowati dan Furqonita,2007).



Laju pengubahan energi kimia pada makanan yang dimakan oleh konsumen ekosistem menjadi biomassa baru mereka sendiri disebut produktivitas sekunder ekosistem. Di sebagian besar ekosistem, herbivora hanya mampu memakan sebagian kecil bahan tumbuhan yang dihasilkan, dan herbivora tidak dapat mencerna seluruh senyawa organik yang ditelannya. Hanya energi kimia yang disimpan sebagai pertumbuhan (atau produksi keturunan) oleh herbivora yang tersedia sebagai makanan bagi konsumen sekunder. Ekosistem alamiah yang umumnya kelihatan hijau, ekosistem tersebut mengandung banyak sekali tumbuh-tumbuhan, hal tersebut menandakan bahwa banyak produktivitas primer bersih tidak diubah menjadi produktivitas sekunder (Campbell et al.,2002). Produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi oleh produsen yang terjadi melalui proses fotosintesis. Ukuran produksi atau produktivitas dapat dinyatakan dengan kilokalori per meter persegi per tahun (kcal/m2/th). Selain itu juga dapat dinyatakan dengan gram berat kering per meter persegi per tahun (gr/m2/th). Dalam produktivitas primer ada Produktivitas primer bruto (kasar) dan Produktivitas primer neto (bersih). Carlisle Daren M. & Clements William H. (2003) menyatakan bahwa produksi sekunder merupakan fungsi pengukuran dinamika populasi, termasuk didalamnya proses yang terjadi pada level individu, populasi maupun ekosistem. Produksi sekunder adalah ukuran komposit sebuah kepadatan populasi biota, biomassa dan pertumbuhan selama kurun waktu tertentu (Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A 2011). Hewan-hewan herbivora yang mendapat bahanbahan organik dengan memakan fitoplankton merupakan produsen kedua di dalam sistem rantai makanan. Hewan-hewan karnivora yang memangsa binatang herbivora adalah produsen ketida begitu seterusnya rentetan-rentetan karnivora-karnovora yang memangsa karnivora yang lain, merupakan tingkat ke empat, kelima dan sampai pada tingkat yang lebih tinggi (sehingga dinamakan trofik level) dalam sistem rantai makanan. Perpindahan ikatan organik dari satu trofik level ke trofik level berikutnya merupakan suatu proses yang relatif tidak efisien. Di laut bebas dan banyak tempatdi daratan efisien perpindahannya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dipercaya hanya sebesar kira-kira 10%. Itu berarti bahwa dari 100 unit bahan organik yang diproduksi oleh produsen pertama hanya 10 unit yang dapat dimanfaatkan oleh



produsen kedua, 1 unit oleh produsen ketiga dan demikian seterusnya yang terjadi di sepanjang rantai makanan ini. Produktivitas sekunder dapat digunakan sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Manusia di dalam hidupnya tidak hanya memerlukan karbohidrat saja, tetapi juga memerlukan protein serta lipida. Keperluan terhadap protein dan lipida tersebut harus dicukupinya melalui produktivitas sekunder. Protein dan lipida nabati saja tidak akan mencukupi bagi keperluan manusia, bahkan manusia memerlukan asam amino tertentu yang tidak terdapat dalam tubuh tumbuhan, tetapi hanya terdapat pada tubuh hewan. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan hidup maka manusia tidak hanya memakan nasi dan sayur saja, tetapi juga butuh daging, buahbuahan dan lain sebagainya. Jadi produktivitas sekunder juga mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Energi kimia dalam bahan organik yang berpindah dari produsen ke organisme heterotrop (konsumen primer) dipergunakan untuk aktivitas hidup dan hanya sebagian yang dapat diubah menjadi energi kimia yang tersimpan di dalam tubuhnya sebagai produktivitas bersih. Demikian juga perpindahan energi ke konsumen sekunder dan tersier akan selalu menjadi berkurang. Perbandingan produktivitas bersih antara trofik dengan trofik-trofik di atasnya dinamakan efisiensi ekologi. Diperkirakan hanya sekitar 10% energi yang dapat ditransfer sebagai biomassa dari trofik sebelumnya ke trofik berikutnya (Daren dan Wiliam, 2003). Energi makanan yang tersedia bagi konsumen merupakan produktivitas primer. Energi tersebut tidak berarti bahwa energi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara keseluruhan oleh konsumen. Berikut akan diberikan beberapa contoh : a. Tumbuhan. Tidak semua bagian tumbuhan dimakan oleh hewan, tetapi ada bagian yang tidak dimakan, seperti : kayu dan cabang. Dalam kayu terkandung energi tetapi tidak dimakan oleh herbivora. b. Ulat hanya memakan daun yang memiliki umur tertentu. c. Burung memakan biji-bijian atau buah saja. d. Hewan ternak hanya akan memakan bagian rumput yang masih muda dan daundaunnya saja. Kemampuan pencernaan (metabolisme) berbagai jenis konsumen pada dasarnya berbeda-beda. Belalang hanya mampu mengasimilasi 30% materi dan energi dari rumput yang dimakannya. Sedangkan tikus hanya mampu mengasimilasi 8590%. Populasi konsumen mempunyai kemampuan untuk mengubah energi yang



dikonsumsinya juga berbeda-beda. Invertebrata misalnya; menggunakan sebanyak 79% dari energi yang diasimilasi untuk metabolisme, dan 21% sisanya disimpan dalam tubuhnya.



Sedangkan vertebrata menggunakan 98% dari energi yang



diasimilasinya untuk metabolisme. Jadi Invertebrata justru mampu mengubah energi lebih besar menjadi biomasa dibandingkan dengan Vertebrata (Daren dan Wiliam, 2003). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa adanya efisiensi penangkapan energi yang berbeda-beda dari satu makhluk dengan makhluk lainnya meskipun mereka secara bersama-sama menempati aras yang sama Efisiensi adalah perbandingan dari beberapa parameter aliran energi didalam dan antar tingkat trofik,populasi dan individu organisme. Efisiensi secara individual lebih bersifat fisiologik dari pada ekologik. Transfer energi dan biomasa yang terjadi pada suatu sistem trofik terdiri dari tiga komponen: konsumsi, asimilasi, dan produksi; yang menentukan jumlah energi dan biomasa yang ditransfer selama proses amakan dimakan (feeding event). Semakin besar energi atau biomasa yang ditransfer, maka efisiensi trofiknya semakin tinggi (Newton, 2007). Produksi pada setiap tingkatan trofik (Prodn) bergantung pada besarnya produksi yang terjadi tingkatan trofik sebelumnya (Prodn-1) dan efisiensi trofik (Trophic Efficiency – Etroph), di mana produksi mangsa (Prodn-1) dikonversi ke produksi konsumen (Prodn) (Chapin et al., 2002). Prodn = Prodn-1 X Etroph = Prodn-1 X (Prodn / Prodn-1)



Efisiensi pada Sistem Trofik (Chapin et al., 2002)



Pada ekosistem terrestrial, distribusi biomasa yang terjadi pada setiap tingkatan trofik dapat digambarkan dengan piramida yang serupa dengan piramida energi, dengan biomasa terbesar terdapat pada produsen primer dan semakin mengecil pada tingkatan di atasnya (Chapin et al., 2002). Hal ini dapat terjadi karena: (1) piramida energi menghasilkan ketersediaan energi untuk tingkatan trofik di atasnya semakin berkurang, karena adanya nergi yang dilepaskan pada setiap tingkatan trofuik sebelumnya. (2) Besarnya proporsi yang dilakukan oleh tumbuhan terrestrial pada jaringan strukturalnya memperkecil proporsi dari produksdi tumbuhan yang dapat diperoleh secondary production (Setyowati dan Furqonita,2007). Efisiensi Konsumsi (Consumption Efficiency) Energi yang hilang di setiap tingkatan trofik membatasi produksi pada tingkatan trofik di atasnya. Faktor utama yang membedakan variasi efisiensi konsumsi pada herbivora adalah perbedaan alokasi tumbuhan pada strukturnya. Cara menghitung efisiensi konsumsi ini dapat dilihat pada persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).



Efisiensi konsumsi herbivora yang paling rendah umumnya terjadi di ekosistem hutan (kurang dari 1 % hingga 5 %) karena besarnya alokasi tumbuhan hutan pada struktur kayunya, yang tidak mudah untuk dikonsumsi herbivora (Chapin et al., 2002). Pada ekosistem padang rumput, efisiensi konsumsi hebivora lebih tinggi daripada di hutan (10 – 60 %) karena sebagian besar materi tumbuhannya bukan berupa materi berkayu. Efisiensi konsumsi herbivora tertinggi terdapat pada ekosistem pelagik (umumnya, lebih besar dari 40 %), ekosistem dengan sebagian besar biomasa tumbuhannya lebih banyak dialokasikan pada isi sel daripada dinding selnya (seperti alga) (Daren dan Wiliam, 2003). Kandungan toksik alami tumbuhan (seperti kandungan metabolit sekunder tumbuhan) membatasi efisiensi konsumsi herbivora pada ekosistem terrestrial (Chapin et al., 2002). Selain itu, efisiensi konsumsi karnivora seringkali lebih tinggi daripada herbivora, yaitu antara 5-100%. Contohnya vertebrata predator yang memakan mangsa vertebrata lainnya, memiliki efisiensi konsumsi lebih besar dari 50%, menunjukkan bahwa lebih banyak mangsa yang dimakan daripada yang memasuki pool tanah sebagai detritus (Setyowati dan Furqonita,2007).



Efisiensi Asimilasi (Assimilation Efficiency) Efisiensi asimilasi ini merupakan proporsi dari energi yang dicerna (In) dan diasimilasikan (An) ke dalam aliran darah. Efisiensi Asimilasi dipengaruhi oleh kualitas makanan dan fisiologi konsumen. Materi yang tidak terasimilasi kemudian dikembalikan ke tanah dalam bentuk feces, komponen input bagi detritus-sistem. Cara menghitung efisiensi asimilasi ini ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).



Efisiensi asimilasi seringkali lebih besar (sekitar 5-80%) daripada efisiensi konsumsi (0,1-50%). Karnivora pemakan vertebrata cenderung memiliki efisiensi asimilasi yang lebih tinggi (sekitar 80 %) daripada herbivora terrestrial (5-20%) karena karnivora tersebut memakan makanan dengan structural yang lebih kecil daripada yang terdapat pada tumbuhan terrestrial (Setyowati dan Furqonita,2007). Efisiensi Produksi (Production Efficiency) Efisiensi produksi adalah proporsi dari energi yang terasimilasi yang dikonversi terhadap produksi hewan. Efisiensi produksi ini meliputi pertumbuhan dari individu dan proses reproduksi untuk membentuk individu baru. Efisiensi produksi ini terutama dipengaruhi/ditentukan oleh metabolisme hewan. Cara menghitung efisiensi produksi ini ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).



Energi asimilasi yang tidak tergabung dalam produksi hilang ke lingkungan dalam bentuk respiratory heat. Efisiensi produksi untuk setiap individu hewan bervariasi dari kurang dari 1 % hingga 50 % dan sangat berbeda antara homoeterm (Eprod 1-3%) dan poikiloterm (Eprod 10-50%) (Chapin et al., 2002). Homoeterm menghabiskan sebagian besar energi yang diasimilasikannya untuk mempertahankan suhu tubuh agar konstan. Efisiensi produksi pada homoiterm ini berkurang dengan semakin kecilnya ukuran tubuh. Efisiensi produksi pada poikiloterm relatif tinggi (sekitar 25%) dan cenderung menurun dengan bertambahnya ukuran tubuh (Daren dan Wiliam, 2003).